You are on page 1of 14

DINAMIKA PROGRAM DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI

Sri Wahyuni dan Kurnia Suci Indraningsih

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian


Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161

ABSTRACT

Rice Production Enhancement Programs (P4) is consistently carried out by the government to meet
domestic demand for rice. This paper describes dynamics of P4 implementation, namely their strengths and
weaknesses. There were 11 programs launched, beginning with Central Rice Program (Padi Sentra) in 1958 up
to Special Intensification (Insus) in 1979 with highest achievement of rice self sufficiency in 1984. Insus was
improved in 1987 and it was then called as Supra Insus. In 1990 rice production was stagnant and rice import
tended to enlarge. Rice Based Farming System with Agribusiness Orientation (SUTPA), Agribusiness Oriented
Intensification (Inbis), and Self Reliance Movement on Rice, Corn, and Soybean (Gema Palagung) programs
were introduced to anticipate changing domestic and international circumstances. El Nino took place when the
programs were carried out triggering delay of harvest seasons and low production. At last, paradigm of
agricultural development was improved through system development and agribusiness oriented, namely
corporate farming as the starting point of on-going Integrated Crops and Resources Management (PTT) program.
To induce the farmers nationwide to adopt technologies immediately the government copes with many
constraints. It is suggested that the generated technologies are packed in sociodrama before disseminated
intensively through various mass media, especially television.

Key words: dynamics, program, rice

ABSTRAK

Untuk mencukupi kebutuhan beras, pemerintah terus mengupayakan program peningkatan produksi
padi (P4) melalui berbagai kebijakan. Tulisan ini mengemukakan dinamika P4 yang telah diimplementasikan
dengan menganalisis kelemahan dan kekuatan suatu program. Tujuan penulisan untuk memperoleh opsi
kebijakan P4 mendatang. Ada sebelas program yang telah diluncurkan, diawali dengan Program Padi Sentra
(1958) hingga lahir Intensivikasi Khusus (1979) yang berhasil meraih swasembada beras (1984). Tahun 1987
Insus disempurnakan menjadi Supra Insus. Tahun 1990 produksi padi cenderung stagnan, import beras terus
meningkat. Untuk merespon berbagai perubahan lingkungan internasional dan domesik diimplementasikan
program Sistem Usahatani Berbasis Padi Berorientasi Agribisnis (SUTPA), Intensifikasi yang Berwawasan
Agribisnis (Inbis) dan Gema Palagung. Saat program dalam implementasi terjadi El-Nino yang menyebabkan
panen mundur dan produksi rendah. Akhirnya dilakukan pembenahan paradigma dalam pengembangan
pertanian yaitu mutlak berbasis pengembangan sistem dan berorientasi agribisnis, yaitu usahatani korporasi
yang selanjutnya menjadi dasar dalam program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) yang
sedang diuji. Selalu ditemukan kendala dalam menyebarluaskan teknologi yang telah dihasilkan dalam skala luas
agar cepat diadopsi petani. Diusulkan agar teknologi yang telah dihasilkan dikemas dalam sosiodrama kemudian
disebarluaskan secara intensif melalui berbagai media terutama televisi .

Kata kunci: dinamika, program, padi

PENDAHULUAN terus meningkat, sehingga pada tahun 1984


Indonesia berhasil berswasembada beras.
Pada tahun 1990 produksi dan pro-
Berbagai paket teknologi untuk me- duktivitas padi cenderung stagnan, sementara
ningkatkan produktivitas dan produksi padi te- jumlah penduduk semakin meningkat dan
lah diimplementasikan melalui berbagai prog- permintaan beras juga terus meningkat
ram nasional diantaranya Bimbingan Massal sehingga kebutuhan beras terpaksa dipenuhi
(Bimas) pada 1965 dan Intensifikasi Khusus dari impor. Pada tahun 1990 jumlah impor
(Insus) pada 1979 (Nataatmadja et al., 1988) sebesar 29.000 ton dan pada tahun 1991 serta
dan Supra Insus pada 1987. Dengan adanya 1992 meningkat masing-masing sebesar 513,8
program Insus tersebut produksi padi nasional persen dan 2.086,2 persen dibanding tahun

DINAMIKA PROGRAM DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI Sri Wahyuni dan Kurnia Suci Indraningsih

143
1990 (Surono, 2001). Usaha untuk memenuhi adalah untuk memperoleh opsi kebijakan P4
kebutuhan beras dalam negeri terus dilakukan ke depan.
dengan mengimplementasikan berbagai prog-
ram diantaranya Sistem Usahatani Berbasis
Padi Berorientasi Agribisnis (SUTPA) pada DINAMIKA PROGRAM PENINGKATAN
tahun 1995-1999, namun demikian kenaikan PRODUKSI PADI
tersebut belum mencukupi kebutuhan sehing-
ga impor beras terus meningkat. Kelemahan Dinamika P4 dapat dicermati dari pa-
dan kekurangan program terus diperbaiki ket teknologi yang ada dalam setiap program.
dalam program selanjutnya, misalnya pada Teknologi adalah cara untuk mencapai suatu
tahun 1998 lahir Program Intensifikasi yang tujuan pembangunan, yang dapat ditempuh
Berwawasan Agribisnis (Inbis), dan Pening- melalui bantuan alat-alat atau bahan-bahan
katan Mutu Intensifikasi (PMI). Program (hard technology) dan pendekatan atau jalinan
Ketahanan Pangan (PKP) diluncurkan tahun hubungan antar individu yang terlibat dalam
2000 disertai dengan pembenahan paradigma pembangunan (soft technology) agar tujuan
dalam rencana strategis pembangunan tana- dapat dicapai (Slamet, 1986). Mengacu pada
man pangan tahun 2001-2004. Ditekankan konsep tersebut, selanjutnya dalam mengemu-
bahwa pendekatan dengan paradigma utama kakan teknologi dari setiap program, dikelom-
adalah pengembangan sistem dan usaha agri- pokkan dalam kedua kategori tersebut. Garis
bisnis tanaman pangan. Departemen Pertani- besar teknologi untuk masing-masing program
an merancang dua program/proyek yaitu prog- dikemukakan pada Tabel 1.
ram Pengembangan Agribisnis (PA) dan prog-
ram Peningkatan Ketahanan Pangan (PKP)
Program Padi Sentra (Tahun 1958)
Walaupun berbagai program pening-
katan produksi beras telah diimplementasikan, Pengembangan P4 diawali dengan
namun demikian produksi dan produktivitas Program Padi Sentra pada tahun 1958 oleh
padi nasional tetap tidak mencukupi, sehingga BPMT (Badan Produksi Makanan dan Pem-
impor beras tidak dapat dihindari dan akhirnya bukaan Tanah) dibawah Departemen Pertani-
Indonesia menjadi net-importer terbesar di an, yang merupakan cikal bakal dari PT
dunia. Produksi dan produktivitas padi masih Pertani (Prakosa, 2000). Dalam periode Padi
harus ditingkatkan karena peranan beras di Sentra, teknologi keras (hard technology) yang
Indonesia sebagai sumber kalori sangat diperkenalkan adalah varietas unggul nasional
penting, terbukti pengeluaran untuk beras seperti Bengawan, Jelita, Dara, Sigadis dan
mencapai 25 – 30 persen terhadap total varietas lokal yang menurut pengujian Dinas
pengeluaran rumah tangga. Pertanian setempat memiliki produktivitas ung-
gul. Dalam penerapan varietas tersebut diper-
Menyikapi fakta diatas, Departemen lukan partisipasi masyarakat (soft technology)
Pertanian membuat komitmen yang dituang- sehingga dibentuklah Komando Operasi Gera-
kan dalam rencana strategis pembangunan kan Makmur (KOGM) pada tahun 1959 mela-
pertanian (Deptan, 2000) yaitu “pangan meru- lui Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1959.
pakan kebutuhan nasional yang sedapat Khusus untuk wilayah Jawa Barat dibentuk
mungkin dipenuhi oleh produksi dalam negeri, Organisasi Pelaksana swasembada beras
karena kekurangan pangan dapat memicu (OPSSB).
kekacauan politik, sosial dan ekonomi, serta
diyakini bahwa prinsip agribisnis dapat Program padi sentra ini kurang ber-
mensejahterakan petani”. Maka program yang hasil karena dua hal yaitu lemahnya infra-
sesuai dengan kebutuhan petani dan sesuai struktur dan kondisi politik (Nataatmadja et al.,
dengan strategi yang telah ditetapkan oleh 1988) dimana penyuluhan pertanian praktis
pemerintah sangat diperlukan. tidak ada dan seluruh pelayanan dilaksanakan
oleh aparatur Padi Sentra, mulai dari pem-
Tulisan ini mengemukakan dinamika berian kredit, persiapan peserta sampai ke
program peningkatan produksi padi (P4) yang pelayanan sarana produksi dan penarikan
telah diimplementasikan dengan menganalisis kredit. Kondisi politik pada waktu itu masih
faktor-faktor kelemahan dan kekuatan dari sangat labil dan kurang mendukung pelaksa-
program-program tersebut. Tujuan penulisan naan program.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 21 No. 2, Desember 2003 : 143 - 156

144
Tabel 1. Program Peningkatan Produktivitas Padi, Paket Teknologi Anjuran serta Kelemahan dan Kekuatannya

Nama Technology
program Tahun Hard tevhnology Soft technology
Kelemahan aktual Kekuatan aktual
Padi 1958 Varietas Si Gadis, Inpres I/1959 Top-down sehingga Sosialisasi melalui
sentra Jelita, Dara dan (Komando Operasi tidak mampu demplot merupakan
Bengawan Gerakan Makmur) membangkitkan diseminasi efektif
partisipasi
masyarakat

Bimas 1965 Varietas Si Gadis, Perbaikan Kemampuan dana Kerjasama antar


Jelita, Dara dan kelembagaan: terbatas lembaga harmonis
Bengawan Irigasi, penyuluhan,
penelitian, industri
pupuk, perbenihan
dan koperasi
(KUD).

Inmas 1968 Varietas Bimas + Sama dengan Padi Kemampuan dana Perbaikan irigasi dan
PB5 dan PB8 Sentra, tetapi tanpa terbatas prasarana lain,
KUD perbaikan sistem dan
organisasi
penyuluhan,
didirikannya Perum
Sang Hyang Seri
dalam rangka
perbaikan
pengadaan benih
unggul

Bimas 1969 Varietas Bimas + Sama dengan Bibit dan dana Adanya suntikan
Gotong PB5 dan PB8 Bimas + pilot terbatas dana dari
Royong proyek Varietas tidak sesuai perusahaan multi
kelembagaan budaya masyarakat nasional (Mitsubishi
tingkat desa (tahun Kurang sosialisasi & CIBA) untuk
1975=KUD ) pengadaan saprodi
(pupuk, pestisida,
sprayer dan
kendaraan)

INSUS 1979 Panca usahatani Sama dengan Tidak bisa Kerjasama kelompok
berupa Bimas Gotong diimplementasikan di tani sehamparan
varietas, Royong + semua wilayah Teknologi meliputi
pemupukan Kerjasama semua tahapan
obat-obatan, kelompok tani usahatani
bercocok tanam sehamparan Spesifik wilayah
dan irigasi Kelembagaan mulai
tingkat provinsi
sampai kelompok
tani

SUPRA 1987 Sapta usaha Sama dengan Kelelahan teknologi Efisiensi ekonomi :
INSUS berupa Panca INSUS + berupa stagnasi dan skala usaha dengan
Usaha ditambah Organisasi ketidakstabilan cakupan areal 600-
Pola tanam dan diperkuat dengan produksi 1000 ha, terdiri dari
Pasca panen Pos Simpul (Technology fatique) beberapa kelompok
Koordinasi tani yang berada
(POSKO) di setiap dalam wilayah
*)
wilayah WKBPP
administrasi

DINAMIKA PROGRAM DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI Sri Wahyuni dan Kurnia Suci Indraningsih

145
Tabel 1. (Lanjutan)

Nama Technology
program Tahun Kelemahan Kekuatan
Hard tevhnology Soft technology

SUTPA 1994 Sama dengan Kerjasama Sosialisasi orientasi Keterkaitan antara


SUPRA INSUS + kelembagaan terkait agribisnis belum peneliti-penyuluh-
Varietas:Cibodas 1. Pendekatan multi berhasil petani-dinas teknis-
dan Membramo disiplin pemerintah daerah
Alsintan:Atabela 2. Ekoregional atas dasar hubungan
dan Urea aplikator 3. Agribisnis, 3 kerja fungsional, bukan
dimensi diversifikasi dasar hirarki birokratis
sehingga lebih berdaya
guna. Rakitan
teknologi yang dikaji
bersfiat spesifik lokasi,
karena diputuskan oleh
kelompok tani sendiri
atas komponen
teknologi yang
ditawarkan oleh
peneliti/penyuluh

INBIS 1997 Sama dengan Rekayasa sosial Saat implementasi Penerapan 12


SUTPA + (pendampingan, terjadi El-Nino komponen rekayasa
Jaminan pasar kerjasama antar dan teknologi yang
Ameliorasi intern kelompok disesuaikan dengan
Pengelolaan bahan sehamparan). spesifik lokasi
organik Rekayasa ekonomi
(modal, nilai tambah
off-farm dan
standardisasi).

Gema 1998 Sama dengan Idem INBIS + Paket teknologi Pengembangan


Palagung INBIS +PMI+IP-200 Pemberdayaan anjuran masih umum, kelembagaan dan KUT
+IP-300 kelompok tani dalam impelementasi-
nya kurang sesuai
dengan kondisi lokal

CF 2000 Sama dengan Konsolidasi Kesalahan persepsi Efisiensi sumberdaya


INBIS +PMI+IP-200 manajemen tentang “konsolidasi” terutama tenaga kerja,
+IP-300 sehamparan, cakupan seluruh
mencakup on, off dan kegiatan petani dan
non-farm keputusan CF berada
dalam satu kesatuan

PKP 2000 Sama dengan Bantuan Langsung Panduan terlambat, Luas hamparan
INBIS +PMI+IP-200 Masyarakat (BLM) pemanfaatan BLM dengan skala
+IP-300 tidak sesuai, agribisnis, pengelolaan
Intervensi petugas, usahatani secara
Kemampuan profesional oleh
administrasi manajer, adanya dana
kelompok rendah, BLM
Sulit dimonitor.

P3T 2001- Keterpaduan KUAT + KUM Dalam pengujian Buttom-up, spesifik


2003 teknologi (holistik) lokasi,
IPM, INM, IWM, Holistik,
IweM Modelling,
Berkaidah ilmiah
Keterangan : *) WKBPP : Wilayah Kerja Balai Penyuluhan Pertanian.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 21 No. 2, Desember 2003 : 143 - 156

146
Menurut Prakosa (2000) penyebab mapan menjadi BDN (Bimas Nasional yang
kegagalan yang sangat penting adalah dalam Disempurnakan ) yang lebih dikenal dengan
mengikutsertakan masyarakat dibuat komando Bimas (Bimbingan Massal).
yang secara implisit bersifat top-down. Kelem- Teknologi yang dianjurkan Bimas prin-
bagaan yang dibangun berdasarkan sistem sipnya mengacu pada usaha yang telah
sosial formal tersebut membuat komunikasi dilakukan dan mengantisipasi kegagalan yang
kepemimpinan bersifat lugas sehingga tidak pernah dialami selama Program Padi Sentra.
menciptakan jalinan hubungan yang akrab Dengan demikian, Bimas merupakan perbaik-
yang merupakan ciri khas interaksi sosial an dalam soft technology yang berkaitan
dalam masyarakat atau kelompok kecil yang dengan kelembagaan-kelembagaan: sarana
anggotanya saling mengenal satu sama lain. irigasi, sistem dan organisasi penyuluhan, lem-
Ditegaskan juga bahwa sistem sosial yang baga penelitian untuk menghasilkan verietas
formal tidak menumbuhkan motivasi dan padi dengan ketahanan majemuk terhadap
kendali sosial serta partisipasi petani untuk hama dan penyakit utama dan sistem pene-
menggali produktivitas potensial. litian terpadu, lembaga industri pupuk nasio-
Dari uraian diatas pelajaran penting nal, Perum Sang Hyang Seri untuk perbaikan
yang dapat dipetik adalah (1) peningkatan pengadaan benih unggul, dan kelembagaan
produksi ditempuh melalui perbaikan varietas, koperasi (KUD).
(2) instruksi yang bersifat top-down tidak Selama program Bimas berjalan, pe-
mampu membangkitkan partisipasi petani (3) nerapan varietas terus meluas, dan jalinan
sosialisasi melalui demonstrasi massal meru- kerjasama kelembagaan semakin harmonis.
pakan diseminasi yang efektif, dan (4) faktor Untuk mengantisipasi kebutuhan kredit yang
penghambat yang perlu diperbaiki adalah melebihi kemampuan Bimas, maka pada tahun
jalinan hubungan antar lembaga pemerintah 1968 Bimas melakukan intensifikasi secara
dan antara pemerintah dan petani. massal (Inmas).
Petani tidak usah didorong-dorong
ataupun disuruh-suruh pasti mengikuti kalau Intensifikasi Program Bimas Secara Massal
teknologi yang diperkenalkan memang me- (Inmas) Tahun 1968
nguntungkan, walaupun tanpa diberi kredit. Intensifikasi Program Bimas secara
Kenyataan yang telah diuraikan menunjukkan Massal (Inmas) diimplementasikan pada
perlunya soft technology mulai dari jalinan musim kemarau 1968. Disamping teknologi
hubungan antara petani dan pemerintah dan yang diimplementasikan selama Bimas, diper-
antar lembaga dalam pemerintah serta sarana kenalkan hard technology yaitu varietas baru
dan prasarana yang memadai. dari Lembaga Penelitian Padi Internasional
IRRI (International Rice Research Institute),
Bimbingan Massal (Bimas) Tahun 1965 yaitu PB 5 dan PB 8. Bedanya dengan Bimas,
Mengatasi kegagalan Padi Sentra, implementasi intensifikasi masal tersebut tidak
Lembaga Koordinasi Pengabdian Masyarakat didampingi dengan fasilitas kredit.
(LKPM), Departemen Pendidikan dan Kebu- Inmas mengalami masalah pendanaan
dayaan melakukan suatu pilot proyek karena untuk memperluas areal intensifikasi
(Demplot) di Karawang dengan luas areal 100 diperlukan jumlah bibit yang lebih banyak,
ha pada musim hujan 1963/64, untuk mem- sementara fasilitas kredit tidak memadai. Pada
buktikan bahwa teknologi yang dianjurkan saat itu (awal Pelita I), pemerintah juga sedang
dalam Padi Sentra dapat menguntungkan mengalami kekurangan dana untuk pemba-
petani. Departemen Pertanian merespon hal ngunan. Untuk memenuhi dana dalam me-
tersebut dengan menerapkan program inten- manfaatkan bibit unggul baru secara massal,
sifikasi mengikuti pola kerja dalam Pilot Proyek dibentuk Bimas Gotong Royong (Nataatmaja
Karawang pada tanun 1964/65 meliputi areal et al., 1988).
seluas 11.000 ha (Denarea), dan berhasil
menyebar kepada petani di sekitarnya. Prog- Bimas Gotong Royong (Tahun 1969)
ram tersebut dikenal sebagai Program Bimas Gotong Royong adalah Bimas
Demonstrasi Massal (Demas) dan pada tahun yang dananya dibantu secara bergotong
berikutnya mengalami penyesuaian yang

DINAMIKA PROGRAM DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI Sri Wahyuni dan Kurnia Suci Indraningsih

147
royong oleh beberapa perusahaan multi- Intensifikasi Khusus (Insus) Tahun 1979
nasional, yaitu Mitsubishi dan CIBA. Perusa- Teknologi yang diimplementasikan
haan tersebut bertanggung jawab mengada- dalam Insus mengadopsi pelajaran yang dapat
kan sarana produksi seperti pupuk, pestisida, dipetik dari program P4 sebelumnya. Hard
kendaraan, sprayer, dan bahkan pesawat technology yang dikenalkan adalah Panca
terbang yang digunakan untuk pengendalian Usaha sedangkan soft technologynya adalah
hama dari udara (Nataatmadja et al., 1988). memperbaiki kerjasama antar kelompok tani
Hard technology yang diimplementasi- (group farming) dengan penekanan pada
kan pada Program Bimas Gotong Royong kerjasama para anggota dalam kelompok
masih merupakan teknologi yang terdapat sehamparan. Teknologi panca usaha meliputi:
pada Inmas, sedangkan soft technology yang pemakaian bibit unggul, pemakaian pupuk,
menyertainya disamping merancang kerja- pemakaian obat-obatan, cara bercocok tanam,
sama dengan perusahaan besar adalah dan perbaikan irigasi. .
melakukan perbaikan mendasar dalam me- Insus diimplementasikan pada awal
ngembangkan kelembagaan modal di tingkat tahun PELITA III (1979) yang diatur dalam SK
desa. Inovasi tersebut dimulai dengan dilaksa- Menteri Pertanian/Ketua Badan Koordinasi
nakannnya pilot proyek tahun 1975, yang Bimas No.003/1979 (Suryana et al., 1982).
kemudian dikenal dengan Koperasi Unit Desa Insus merupakan penyelenggaraan intensifi-
(KUD). kasi pertanian (dengan menerapkan panca
Tidak semua areal dalam Bimas usaha) yang dilaksanakan atas dasar kerja-
Gotong Royong menggunakan varietas jenis sama para anggota kelompok tani dalam satu
unggul baru, karena jumlah benih yang hamparan usahatani guna memanfaatkan
tersedia terbatas. Disamping itu masyarakat sumberdaya (lahan, teknologi dan dana)
belum terbiasa mengusahakan padi PB, secara optimal (Sekretariat Badan Pengendali
terutama saat pemanenan. Dengan varietas Bimas, 1992).
unggul lokal petani biasa memanen dengan Melalui program Insus tersebut peme-
ani-ani, dan menyimpan dalam bentuk tangkai. rintah mampu mengatasi terjadinya leveling off
Untuk padi PB, petani harus merontokkan dini dan mendongkrak produktivitas padi pada
padi, kemudian menjemur lalu menyimpan tahun 1980 sehingga tercapai swasembada
dalam bentuk gabah. Cara tersebut harus beras pada tahun 1984. Namun, sangat
dilakukan karena padi PB batangnya pendek. bervariasinya kondisi wilayah di Indonesia
Penyebab lain kurang disukainya padi PB membuat Insus tidak mudah dilaksanakan di
adalah rasa nasi yang kurang enak. Kedua hal semua wilayah. Untuk itu pada daerah-daerah
tersebut menyebabkan padi PB menghadapi yang mengalami berbagai hambatan dalam
kesulitan dalam pemasyarakatannya. melaksanakan program Insus, dilaksanakan
Uraian diatas memberikan dua pela- Program Operasi Khusus (Opsus). Contoh
jaran penting yaitu perlunya dukungan dana Opsus adalah gerakan gogorancah di Nusa
dalam mengimplementasikan suatu teknologi, Tenggara Barat dan Gunung Kidul
namun dukungan dana tersebut dalam (Nataatmaja et al., 1988). Sementara itu, areal
perkenalan teknologi akan gagal jika tidak diluar Insus dan Opsus dikenal dengan Inmum
sesuai dengan sosial budaya petani. Menurut (Intensifikasi Umum) dimana adanya kelompok
Prakosa (2000), kurangnya partisipasi masya- tani sehamparan bukan merupakan persya-
rakat dalam menerima teknologi dan keter- ratan didalam Inmum (Suryana et al., 1992).
batasan modal menyebabkan terjadinya Luasnya jangkauan dan bervariasinya bentuk
leveling off dini. Gejala leveling off secara dini implementasi intensifikasi (Insus, Opsus dan
tersebut, dianggap oleh Adjid (1985) sebagai Inmum) menuntut adanya lembaga yang
suatu kekuatan sosial yang terpendam dan mampu menjangkau petani.
dapat diubah menjadi kekuatan aktual melalui Adanya Opsus menunjukkan bahwa
peningkatan partisipasi petani secara massal. Insus menyadari diperlukannya pendekatan
Untuk mengatasi masalah-masalah yang diha- spesifik wilayah. Artinya diperlukan adaptasi
dapi tersebut muncul program inovasi berupa dari hard technology yang dianjurkan di setiap
Intensifikasi Khusus (Insus). wilayah implementasi. Inmum mencerminkan
ketidakmampuan dari lembaga yang ada untuk

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 21 No. 2, Desember 2003 : 143 - 156

148
membina semua wilayah. Disadari pula diperkuat dengan Pos Simpul Koordinasi
perlunya menumbuhkan kemandirian petani (POSKO) pada setiap wilayah administrasi.
atau masyarakat dalam mengadopsi suatu POSKO dimulai dari tingkat provinsi sampai
teknologi. Untuk mengatasi masalah selama desa dan kelompok tani (Sekretariat Badan
Insus, dibentuk suatu WKPP (Wilayah Kerja Pengendali Bimas, 1992).
Penyuluhan Pertanian) sebagai suatu reka- Selama implementasi Supra Insus
yasa sosial dalam melaksanakan intensifikasi terjadi perubahan lingkungan strategis secara
pertanian. Dalam mewujudkan rekayasa eko- internasional dan domestik. Perubahan ling-
nomi agar usahatani memberikan keuntungan kungan strategis internasional diantaranya
yang memadai ditetapkan batasan skala adalah : (1) meningkatnya tekanan implemen-
usaha yang efektif. tasi kesepakatan GATT/WTO, (2) terjadinya
revolusi transportasi telekomunikasi dan
Supra Insus (tahun 1987) turisme, (3) globalisasi gerakan rehabilitasi
dan konservasi sumberdaya alam, (4) glo-
Supra Insus adalah penggabungan balisasi perlindungan hak azasi manusia, dan
upaya rekayasa sosial-ekonomi dalam wilayah (5) gerakan perbaikan kualitas produk.
yang lebih luas. Selanjutnya Supra Insus Sementara itu perubahan lingkungan strategis
didefinisikan sebagai suatu rekayasa sosial domestik diantaranya adalah : (1) dinamika
dan ekonomi dalam penyelenggaraan intensi- ekonomi makro, (2) dinamika sosio-kultural–
fikasi pertanian yang dilaksanakan atas dasar politis, dan (3) dinamika struktur demografis
kerjasama antar kelompok tani pelaksana dan masalah kemiskinan. Adanya globalisasi
Insus dalam satu WKPP yang selanjutnya perdagangan dunia menyebabkan tata niaga
disebut Unit Supra Insus (USI). Luas areal komoditas pertanian baik di pasaran interna-
satu usahatani USI ditetapkan antara 600 sional maupun domestik semakin bersaing
sampai dengan 1000 ha agar diperoleh ketat, sementara kekuatan pembeli semakin
keuntungan yang efektif (Sekretariat Badan dominan. Mengingat pasar pertanian bersifat
Pengendali Bimas, 1992 :3). Rekayasa sosial pasar-pembeli (buyer’s market) dimana volu-
ekonomi tersebut merupakan soft technology me dan harga ditentukan oleh preferensi dan
dalam Supra Insus. daya beli konsumen, maka terjadilah persaing-
Hard technology yang diintroduksikan an yang sangat ketat. Untuk itu diperlukan
didasarkan konsep panca usaha dari Insus produk dengan mutu yang terjamin dan
ditambah dua teknologi lain yaitu pengolahan berharga murah. Untuk itu perlu pengelolaan
lahan dan pasca panen sehingga menjadi usahatani yang professional dan berorientasi
Sapta Usaha, disamping itu cara bercocok agribisnis.
tanam disempurnakan menjadi lebih spesifik Untuk merealisasikan keterpaduan
wilayah. Akhirnya Sapta Usaha meliputi: (1) sistem agribisnis dijumpai berbagai kendala.
Pola tanam setahun yang sesuai dengan Kerjasama kelompok sehamparan yang diha-
wilayah; (2) Pengolahan tanah secara sem- rapkan mempunyai pengaruh kuat terhadap
purna dan berdasarkan kesepakatan kelom- individu, sehingga tingkah laku individu benar-
pok; (3) Penggunaan benih (bersertifikat label benar mampu merefleksikan tingkah laku
biru yang keberadaannya ditunjang dengan kelompok sehamparan dalam mengelola usa-
pembinaan penangkaran benih dalam setiap hataninya tidak dapat diwujudkan. Kelompok
wilayah Himpunan Supra Insus dan pergiliran sehamparan yang diharapkan mampu menjadi
varietas antar musim sesuai rekomendasi agen pembaharuan pertanian tradisional
Dinas Tanaman Pangan setempat dan jumlah menjadi modern menemui kegagalan karena
benih 2-3/lubang sehingga populasi tanaman masing-masing individu dalam kelompok mem-
200.000 rumpun/ha); (4) Penerapan pupuk punyai derajad kepentingan yang berbeda
berimbang, pupuk pelengkap cair dan zat terhadap usahataninya. Luas lahan yang
pengatur tumbuh; (5) Pengendalian organisme sempit menyebabkan kontribusi pendapatan
pengganggu; (6) Tata guna air; dan (7) Penge- usahatani terhadap pendapatan keluarga
lolaan pasca panen. sangat kecil sehingga perhatian petani ter-
Ditetapkan pula bahwa pelaksana hadap usahatani rendah, dan mereka lebih
Supra Insus adalah organisasi Bimas yang dekat pada sosok petani part timer.

DINAMIKA PROGRAM DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI Sri Wahyuni dan Kurnia Suci Indraningsih

149
Tabel 2. Luas Panen, Produksi, Produktivitas dan Program Peningkatan Padi di Indonesia, Tahun 1998-2002

Luas Produksi Produkti- Produksi Tersedia Total


Tahun panen padi (ton vitas padi Nama program beras untuk konsumsi Impor
(ha) GKG) (ton/ha) (000 ton) konsumsi (000 ton) (ton)
(000 ton)

1976 8.368 23.301 2,78 BIMAS 15.845 t.a.d t.a.d t.a.d


1977 8.360 23.347 2,79 “ 15.876 t.a.d t.a.d t.a.d
1978 8.929 25.772 2,89 “ 17.525 t.a.d t.a.d t.a.d
1979 8.850 26.283 2,97 INSUS 17.872 t.a.d t.a.d t.a.d
1980 9.005 29.562 3,29 “ 20.163 t.a.d t.a.d t.a.d
1981 9.382 32.774 3,49 “ 22.286 t.a.d t.a.d t.a.d
1982 8.988 33.584 3,74 “ 22.837 t.a.d t.a.d t.a.d
1983 9.162 35.302 3,85 “ 24.006 t.a.d t.a.d t.a.d
1984 9.764 38.134 3,91 “ 25.933 t.a.d t.a.d t.a.d
1985 9.902 39.033 3,97 “ 26.542 t.a.d t.a.d t.a.d
1986 9.988 39.726 4,00 “ 27.014 t.a.d t.a.d t.a.d
1987 9.923 40.078 4,04 SUPRAINSUS 27.253 t.a.d t.a.d t.a.d
1988 10.138 41.676 4,11 “ 29.340 t.a.d t.a.d t.a.d
1989 10.531 44.726 4,25 “ 29.072 t.a.d t.a.d t.a.d
1990 10.502 45.179 4,30 “ 29.361 24.076 24.409 29
1991 10.282 44.689 4,35 “ 29.047 23.818 24.683 178
1992 11.103 48.240 4,34 “ 31.356 25.712 24.965 634
1993 11.013 48.181 4,38 “ 31.318 25.681 25.393 0
1994 10.734 46.641 4,35 “ 31.321 24.863 25.642 876
1995 11.439 49.744 4,35 SUTPA 32.334 26.514 26.039 3.013
1996 11.569 51.101 4,41 “ 33.216 27.237 25.913 1.090
1997 11.141 49.377 4,43 INBIS 31.206 25.589 26.549 406
1998 11.730 49.237 4,17 GEMA PALAGUNG 31.118 25.517 26.857 7.100
1999 11.963 50.866 4,52 PA dan PKP 32.147 26.361 27.290 5.014
2000 11.608 51.179 4,41 “ 32.345 26.532 27.713 1.400
2001 11.424 50.080 4,38 “ 31.651 25.954 27.972 0,73
2002 11.013 t.a.d. 4,34 “ t.a.d. t.a.d. t.a.d. 1,22
Sumber : Diolah dari Surono (2001).
Keterangan : t.a.d. : tidak ada data

Perubahan lingkungan strategis dan Sistem Usahatani Berbasis Padi dengan


kegagalan dalam pengembangan agribisnis Orientasi Agribisnis (SUTPA) Tahun 1995
yang profesional menyebabkan produksi SUTPA memperkenalkan hard techno-
semakin menurun. Selain itu, intensifikasi yang logy yang spesifik yaitu : (1) varietas unggul
diterapkan selama ini menyebabkan kelelahan Membramo dan Cibodas; (2) pemupukan
teknologi (technology fatique) yang dicirikan spesifik lokasi berdasarkan hasil analisa tanah,
dengan stagnasi dan ketidakstabilan produksi terutama pupuk P dan K; (3) pengenalan
(Budiyanto, 2000). Konsekwensinya pada sistem tanam benih langsung (tabela) dan
tahun 1990 Indonesia harus mengimport beras urea aplikator; dan (4) pola tanam setahun.
sebanyak 29 ton dan jumlah tersebut terus Secara teknis, SUTPA diimplementasikan
meningkat dimana pada tahun 1995 jumlah berdasarkan pendekatan ekoregional dimana
import menjadi 3.013 ton atau lebih dari 100 areal program telah dideliniasi menurut kondisi
kali lipat (Tabel 2). Dalam upaya mengatasi agroekosistem yang berdasarkan pendekatan
kebutuhan beras yang terus meningkat ter- multidisiplin. Teknologi yang dikembangkan
sebut, Departemen Pertanian melaksanakan adalah teknologi yang sudah lulus dalam
kegiatan pengkajian Sistem Usahatani Ber- pengujian untuk dikembangkan secara komer-
basis Padi dengan Orientasi Agribisnis sial.
(SUTPA) pada tahun 1995 (Puslit Sosek
Pertanian, 1999).

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 21 No. 2, Desember 2003 : 143 - 156

150
SUTPA mengembangkan soft techno- tas, menekan senjang stabilitas, dan menekan
logy berprinsip agribisnis dan diversifikasi kehilangan hasil.
pertanian secara vertikal, horizontal dan regio- Bersamaan dengan diimplementasi-
nal. Secara vertikal dikembangkan keterkaitan kannya Inbis, pada tahun 1997 terjadi musim
antara kegiatan usahatani dengan lembaga kering panjang yang disebabkan adanya
pengadaan sarana produksi, lembaga jasa fenomena cuaca/iklim El-Nino yang terjadi di
alsintan, lembaga pemasaran dan perda- Pasifik Selatan. Fenomena iklim tersebut
gangan internasional. Secara horizontal berdampak pada mundurnya musim tanam
usahatani padi yang dikembangkan sebagai selama 2-3 bulan dan menyebabkan turunnya
komoditas unggulan disertai komoditas lainnya produksi pangan. Untuk mengatasi kekura-
sebagai usaha pelengkap untuk mengoptimal- ngan pangan yang terus meningkat pemerin-
kan sumberdaya alam, modal, tenaga kerja tah melakukan import, Inbis diterapkan untuk
serta memperkecil terjadinya resiko kegagalan mengupayakan terobosan paket teknologi
usaha. Secara regional pengembangan komo- melalui Upaya Khusus (Upsus) yang diwujud-
ditas pertanian unggulan spesifik lokasi selalu kan melalui Peningkatan Mutu Intensifikasi
melibatkan partisipasi petani. (PMI). Untuk menggugah masyarakat dan
Walaupun teknologi yang diimplemen- mensosialisasikan program PMI di wilayah
tasikan SUTPA sudah lulus dari pengujian yang cukup luas tersebut dilakukan “Gerakan”
namun peningkatannya terhadap produksi padi yang dikenal dengan Gema Palagung.
di lapangan ternyata belum signifikan, Tabel 2
menunjukkan bahwa import beras tetap terjadi
dan jumlahnya semakin meningkat. Sebagai Gema Palagung (Gerakan Mandiri Padi,
tindak lanjut dari usaha mensosialisasikan Kedelai dan Jagung) Tahun 1998
orientasi agribisnis dalam intensifikasi usaha- Gema Palagung diimplementasikan
tani, pemerintah memperkenalkan program pada 233 Kabupaten, mengikutsertakan
intensifikasi berwawasan agribisnis (Inbis) 70.000 kelompok tani pada Musim Kering
pada tahun 1997. kedua tahun 1998 dengan luas areal 195.988
Ha. dan Musim Hujan (1998/99) seluas
7.325.805 ha. Gema palagung diaktualisa-
Intensifikasi Berwawasan Agribisnis (Inbis) sikan melaui 3 program yaitu: (1) Peningkatan
Tahun 1997 Mutu Intensifikasi, (2) IP -200 untuk padi,
Aktualisasi dari intensifikasi agribisnis jagung dan kedelai, dan (3) IP-300 untuk padi
adalah adanya rekayasa nilai tambah pada (Supadmo et al., 1999).
kegiatan off- farm yang meliputi aspek-aspek Gema Palagung menerapkan hard
pengolahan hasil, pemasaran hasil, kemitraan, technology Sapta Usaha Supra Insus, se-
standardisasi dan kelembagaan. Inbis pada dangkan peningkatan mutunya terletak pada
prinsipnya menerapkan 12 komponen reka- soft technology yaitu pengembangan kelem-
yasa teknologi yang disesuaikan dengan bagaan dan kredit usaha tani (KUT).
spesifik lokasi. Dua belas komponen tersebut Pengembangan kelembagaan meliputi 7
adalah: (1) pengolahan tanah secara bijak, (2) kegiatan yaitu: (1) revitalisasi kelompok tani,
penggunaan benih unggul bermutu, (3) (2) musyawarah kegiatan kelompok tani, (3)
efisiensi pemakaian air, (4) penetapan cara gerakan penerapan teknologi, (4) gerakan
tanam, (5) ameliorasi dan atau pemupukan penanganan panen dan pasca panen, (5)
berimbang, (6) pengelolaan bahan organik, (7) peningkatan usahatani terpadu, (6) kursus tani
pengendalian organisasi pengganggu tana- dan (7) temu usaha kemitraan (Sekretariat
man, (8) pengembangan alsintan, (9) pola Pengendali Bimas, 1998)
tanam tahunan, (10) panen dan pascapanen,
(11) jaminan pemasaran, dan (12) skala Melalui program PMI diharapkan pro-
usahatani berorientasi agribisnis dan agro- duksi padi meningkat rata-rata 0,3 ton/ha
industri. Kedua belas komponen tersebut sehingga ditargetkan pada tahun 2001
diaplikasikan melalui lima jalur sumber tertum- swasembada pangan (padi, kedelai dan
buhan produksi yaitu: perluasan areal panen jagung) dapat dicapai kembali. Ternyata sam-
melalui peningkatan Indeks Pertanaman, pai dengan tahun 2001 target tersebut tidak
peningkatan produktivitas, peningkatan stabili- dapat dicapai. Swasembada beras juga belum

DINAMIKA PROGRAM DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI Sri Wahyuni dan Kurnia Suci Indraningsih

151
dicapai karena terbukti Indonesia masih terus pendapatan usahatani terhadap total penda-
mengimport beras. patan yang sangat rendah, usahatani padi
Belum berhasilnya program PMI di Jawa bukan merupakan kegiatan utama petani
disebabkan faktor teknis dan non-teknis melainkan hanya sampingan (part timer), dan
(Irawan et al., 2002). Faktor teknis tersebut intensitas perhatian pada usahatani rendah;
diantaranya adalah karena paket teknologi maka usahatani menjadi tidak ekonomis. Di
yang dianjurkan masih bersifat umum sehing- sisi lain, adanya globalisasi menuntut kualitas
ga implementasinya kurang sesuai dengan produk yang bersaing dimana untuk
kondisi lokal, pengadaan sarana produksi tidak meningkatkan daya saing produk diperlukan
sesuai dengan kualitas dan waktu yang penetrasi pasar, pengembangan pasar,
dijanjikan, dan persyaratan implementasi pengembangan produk, dan diversifikasi.
seperti penentuan lokasi, kelompok tani dan Menurut Prakosa (2000) untuk mengimple-
petani penerima program sangat ketat. mentasikan keempat syarat tersebut diperlu-
Beratnya persyaratan program dijumpai di kan kesatuan manajemen yang terpadu, agar
Jawa Tengah (Wahyuni dan Rahmanto, 2003). peningkatan daya saing produk dapat dicapai.
Pada lokasi yang belum menerapkan teknologi Keterpaduan tersebut akan dicapai jika
Supra Insus secara penuh, PMI tidak dilaksa- dilakukan pendekatan korporasi (corporate
nakan oleh petugas lapang karena khawatir strategy) sehingga lahirlah usahatani korporasi
tidak akan berhasil. Berdasarkan pengalaman (Corporate Farming) pada tahun 2000.
petugas lapang, untuk menerapkan teknologi .
baru sangatlah tidak mudah dan perlu jangka Usahatani Korporasi (Corporate Farming)
waktu yang cukup lama. Persyaratan yang Tahun 2000
ketat tersebut membuat Rencana Usulan
Kelompok (RUK) dan Rencana Usulan Ang- Inti dari pendekatan korporasi (CF)
gota Kelompok (RUAK) yang layak sulit untuk adalah adanya satu keputusan dari satu ke-
dicapai petani. Diakui oleh petugas bahwa lompok dalam menerapkan manajemen, mulai
RUK dan RUAK dibuatkan oleh PPL. Demikian dari kegiatan pendukung sampai pada kegiat-
pula dengan syarat lainnya, yaitu petani an inti. CF merupakan suatu bentuk kerjasama
penerima yang harus berlahan sempit. Dengan ekonomi dari sekelompok petani dengan orien-
lahan 0,25 ha penghasilan yang diperoleh tasi agribisnis melalui konsolidasi pengelolaan
petani tidak akan cukup untuk mengembalikan lahan sehamparan dengan tetap menjamin
pinjaman. Hal ini menyebabkan tidak dilunasi- kepemilikan pada masing-masing petani
nya pinjaman KUT. Penyebab lain dari tung- (Prakosa, 2000).
gakan KUT adalah petani mengambil kredit Tujuan pengembangan model CF
tetapi uangnya tidak dipakai untuk usahatani, adalah menjadikan usahatani padi layak men-
dan adanya campur tangan Koperasi Unit jadi sumber pendapatan. Tujuan pembinaan
Desa (KUD) dimana citra KUD kurang bagus petani dalam kelompok untuk melakukan ber-
dimata petani, sehingga mereka enggan bagai jenis konsolidasi adalah meningkatkan
mengembalikan hutang melalui KUD. efisiensi usahatani dan memudahkan pem-
Didasarkan pada pengalaman PMI, binaan.
dimana penerapan hard technology masih Dengan orientasi agribisnis, diharap-
perlu disesuaikan dengan kondisi wilayah, kan efisiensi usaha, standarisasi mutu, dan
maka suatu program hendaknya dibuat secara efisiensi sumberdaya dapat dicapai. Dengan
spesifik lokasi, yang berarti dalam penyu- efisiensi sumberdaya, terutama tenaga kerja,
sunannya perlu dibuat secara partisipatif. Hal diharapkan petani mempunyai kesempatan,
yang sama juga dijumpai dalam penerapan kemampuan dan kemauan mencari alternatif
soft technology diantaranya berkaitan dengan lain pada bidang off-farm dan non-farm.
kemampuan petani dalam memanfaatkan dan Dibandingkan Inbis yang hanya mencakup on-
mengembalikan kredit. farm dan off-farm, CF mencakup seluruh
Dihadapkan pada fakta kurang berhasil- kegiatan petani. Sedangkan beda CF dengan
nya program yang telah diimplementasikan group farming (GF) dalam Insus terletak pada
dan berbagai fakta yang ditemui berupa skala cara pengambilan keputusan. Dalam CF kepu-
usahatani yang mayoritas sempit, pangsa tusan berada dalam satu kesatuan sedangkan

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 21 No. 2, Desember 2003 : 143 - 156

152
GF pada masing-masing individu dalam grup pinjam. Hanya 60 persen kelompok tani yang
yang bersangkutan. memanfaatkan dana sesuai dengan RUK,
Hasil pengkajian model CF di 7 pro- karena sebagian dana dipakai untuk usaha
vinsi oleh Tim Pokja Pusat (2001) diperoleh dagang, pelayanan jasa, pembelian meubeler
informasi bahwa petani bersedia melakukan kantor dan kebutuhan rumah tangga. Sampai
kegiatan secara kolektif jika ada manfaatnya, dengan tahun 2002 baru sekitar 60 persen
yaitu keuntungan dari usahatani bertambah, kelompok tani yang memulai usaha agribisnis
penurunan biaya produksi, pengurangan risiko, dan tumbuhnya hubungan kemitraan baru
pemanfaatan sumber daya, jaminan pasar dan mencapai 40 persen. Hasil yang diperoleh
manfaat yang dapat dirasakan langsung mau- tersebut belum maksimal karena ada per-
pun tidak langsung. Petani berpersepsi bahwa masalahan sebagai berikut: (1) Pedoman
manajemen usahatani mencakup konsolidasi sampai di lokasi terlambat sehingga pencairan
lahan dan mereka menolak hal tersebut. dana terlambat maka kebutuhan petani tidak
Alasan menolak tersebut diantaranya petani dapat dipenuhi tepat waktu; (2) Pemanfaatan
tidak mempunyai pekerjaan alternatif yang dana BLM tidak sesuai dengan RUK; (3) Ada
lebih baik walaupun pendapatan dari usaha- interversi petugas proyek dimana petani tidak
tani diakui kecil. menerima uang tetapi saprodi; (4) Kemam-
puan kelompok dalam administrasi belum
Usaha untuk mengimplementasikan memadai; (5) Belum ada pengaturan tentang
usahatani berskala agribisnis dan manajemen pengembalian dan sangsi bagi yang tidak
profesional terus diupayakan oleh pemerintah mengembalikan dana BLM; (6) Pengelolaan
dengan memberdayakan petani melalui pen- BLM belum ada perjanjian tertulis antara
dekatan kelompok. Dalam konteks itu, maka proyek dan kelompok; (7) Pendapatan belum
dalam Program Peningkatan Ketahanan Pa- sesuai karena adanya serangan hama, keke-
ngan dilengkapi dengan kegiatan Proyek ringan, banjir dan penerapan teknologi yang
pemberdayaan petani melalui pengembangan sesuai anjuran; dan (8) Perkembangan kegiat-
usaha kelompok. Dalam dokumen resmi an BLM sulit dimonitor secara akurat karena
kegiatan ini dinamakan “proyek pengembang- tidak ada dana pembinaan dan pemantauan
an ketahanan pangan dalam pengembangan dari APBN maupun APBD.
sarana dan prasarana pertanian”, namun
petani mengenalnya dengan PKP (Proyek Dengan memperhatikan keberhasilan
Ketahanan Pangan). yang dicapai PKP dan mengantisipasi kega-
galannya, pemerintah sedang menguji suatu
model teknologi dengan prinsip memprioritas-
PKP (Proyek Ketahanan Pangan) Tahun kan pemecahan masalah setempat (petani dan
2000 lahannya). Program tersebut disebut dengan
Dalam pelaksanaan kegiatan PKP Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Ter-
kriteria yang ditetapkan terhadap petani padu (PTT) tahun 2001 (Badan Litbang
peserta adalah luas hamparan tertentu agar Pertanian 2002).
dicapai skala agribisnis, menunjuk seorang
manajer dengan kriteria tertentu pula agar TEKNOLOGI DALAM PENGUJIAN
usahatani dikelola secara professional, dan
memberikan dana Bantuan Langsung Masya-
rakat (BLM) untuk kegiatan on-farm, off-farm Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya
maupun non-farm sebagai seed capital. Terpadu (PTT) Tahun 2001
Hasil evaluasi terhadap PKP oleh Pengelolaan Tanaman dan Sumber-
Inspektorat Jenderal (2003) melaporkan daya Terpadu (PTT) adalah salah satu alter-
bahwa 70 persen kelompok tani memperoleh natif pengelolaan padi secara intensif dan
peningkatan pendapatan sebesar rata-rata 11 holistik di daerah irigasi. Dikatakan holistik ka-
persen. Namun demikian hanya 71 persen rena diimplementasikan secara terpadu men-
petani yang mengembalikan BLM tepat jumlah cakup : (1) komponen pengelolaaan tanaman
dan waktu. Dana BLM yang semula untuk secara terpadu Integrated Pest Management
usahatani, pada tahun kedua (sebanyak 20%) (IPM), Integrated Water Management (IWM),
dimanfaatkan untuk kegiatan jasa simpan dan Integrated Weed Management (IweM); (2)

DINAMIKA PROGRAM DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI Sri Wahyuni dan Kurnia Suci Indraningsih

153
keterpaduan antar instansi; dan (3) keterpa- (8) Petugas administrasi keuangan dan (9)
duan ilmu pengetahuan dan keterpaduan Operator komputer.
analisis dan interprestasi. Tujuan PTT adalah Hasil uji coba PTT di 3 provinsi
meningkatkan produktivitas, meningkatkan ni- menunjukkan peningkatan produksi padi an-
lai ekonomi usahatani melalui efisiensi input, tara 8 - 22 persen dibanding cara petani
dan melestarikan sumberdaya untuk keberlan- (Puslitbangtan, 2002). Sedangkan hasil dari 8
jutan sistem produksi provinsi naik 7-38 persen (Fagi et al., 2002)
Untuk wilayah yang produktivitas padi- dengan input lebih rendah dari pada petani
nya dibawah rata-rata provinsi, PTT digabung- yaitu R/C ratio antara 1,4 – 2,9. PTT mempu-
kan dengan Sistem Integrasi Padi Ternak nyai makna yang sangat berarti dalam budi-
(ISPT) dan diseminasinya dipacu melalui pilot daya padi dan pembangunan pertanian nasio-
projek sehingga lahirlah percontohan Pening- nal. Dasar pertimbangannya adalah komponen
katan Produktivitas Padi Terpadu (P3T). Tuju- teknologinya merupakan hasil mega proyek
an P3T adalah terselenggaranya intensifikasi yang dirakit dalam suatu paket teknologi
berlandaskan teknologi Pertanian, lahirnya dimana efek secara kumulatif lebih besar dari
lembaga-lembaga berazaskan kemandirian efek secara individual. Sinergisme antar
petani dalam memperkuat modal sendiri, dan komponen dan antar paket teknologi diharap-
terbukanya peluang bagi swasta dalam semua kan menghasilkan interaksi positif dengan
proses agribisnis. lingkungan tumbuh padi. Keberlanjutan adopsi
Teknologi yang dikembangkan dalam teknologi perlu memperhatikan modal usaha-
Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T) tani, potensi sumberdaya dan akses ke pasar.
terdiri dari tiga paket utama yaitu pengelolaan Berdasarkan pencapaian hasil dan makna
tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT) padi yang telah dikemukakan Fagi et al. (2002)
sawah irigasi, Sistem Integrasi Padi Ternak mempercayai bahwa PTT mempunyai prospek
(SIPT) dan Teknologi produksi benih dan padi untuk diperluas penerapannya.
hibrida.
Penerapan teknologi didampingi de- Sosialisasi Pengelolaan Tanaman dan
ngan pengembangan kelembagaan berupa Sumberdaya Terpadu (PTT)
Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) Sosialisasi program PTT yang dinilai
(Soentoro et al., 2002). Lembaga ini diharap- efektif adalah melalui beberapa media massa,
kan menjadi embrio dari koperasi atau terutama media elektronik (khususnya televisi).
perusahaan daerah yang ditumbuhkan secara Apakah mungkin sosialisasi program pertanian
partisipatif dimana KUAT dibentuk karena lima melalui media televisi? Dilihat dari akses
alasan. Alasan-alasan tersebut adalah BRI unit petani untuk menonton televisi relatif tidak
desa tidak melayani lagi kredit untuk inovasi sulit. Sebagai contoh pada waktu televisi
Pertanian, KUT macet karena tunggakan belum banyak dimiliki oleh masyarakat, di
besar, KLBI sebagai bantuan modal kegiatan tempat-tempat tertentu disediakan televisi
KUD dihapus, Kredit pola bergulir yang untuk umum. Contoh lain pada waktu ada
diperkenalkan pemerintah tidak dijamin keber- pertandingan sepak bola dunia, banyak sekali
lanjutannya, dan pengalaman keberhasilan televisi yang sengaja diadakan oleh berbagai
KUM. fihak secara sukarela di lokasi umum sehingga
Sumber modal kegiatan ini berasal bisa dinikmati oleh umum. Agar sosialisasi
APBN yang menyediakan dana bantuan kredit dapat ditayangkan melalui televisi maka
untuk menggerakkan usaha agribisnis berupa informasi perlu dikemas dalam sosiodrama
seed capital dengan pola KUM sebesar Rp agar sekaligus menjadi hiburan namun tanpa
50.000.000/kelompok. Dana bantuan dalam mengurangi misi. Contoh-contoh sederhana
bentuk kredit uang tunai dikelola melalui KUAT adalah sosiodrama yang sering dipentaskan
dengan aturan sebagai berikut: (1) Struktur oleh kelompok kesenian di Bali dalam
organisasi kuat, (2) Ada forum perwakilan berbagai acara bahkan sampai di tingkat
kelompok, (3) Site manager kuat, (4) ada Banjar. Contoh riil seperti yang pernah
Wakil site manager, (5) Seksi kredit program, ditayangkan oleh TVRI sekitar 3 bulan yang
(6) KUM, (7) Petugas lapang, minimal 2 orang, lalu tentang bagaimana suatu kelompok tani
bertahan dalam menentukan kemana harus

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 21 No. 2, Desember 2003 : 143 - 156

154
menjual padinya saat panen raya untuk (2) Badan Litbang kurang memiliki kemam-
menghindari tengkulak. Tayangan lain yang puan untuk menyebarluaskan teknologi
sedang digarap oleh salah satu stasiun yang telah dihasilkan dalam skala luas
Televisi Swasta adalah tentang usahatani (Pasandaran, 2001) .
jambu mete di Lombok Barat yang meng- (3) Pemanfaatan teknologi pertanian masih
gambarkan bagaimana membudidayakan sangat rendah, tercermin dari indeks pen-
jambu mete sehingga memberi kesejahteraan capaian teknologi (Technology Achieve-
masyarakat. Penayangan sosiodrama sema- ment Index) Indonesia yang menduduki
cam ini perlu dilanjutkan secara lebih intensif urutan ke 62 dari 72 negara (Menristek,
karena disamping tersosialisasi dalam skala 2003).
luas sekaligus diharapkan adanya umpan balik
bagi perbaikan program sedini mungkin. (4) Adopsi teknologi tidak mudah, banyak
faktor yang menentukan namun demikian
dengan sosilisasi program sampai ke
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN sasaran dapat menjamin keberhasilan
program. Wahyuni (2003) menyimpulkan
bahwa sosialisasi program harus menca-
Berdasarkan analisa terhadap 11 kup 5 W dan H, yaitu what-apa jenis
(sebelas) program P4 yang telah diimplemen- program, why-mengapa program harus
tasikan, disimpulkan bahwa mulai program dilaksanakan, When-kapan dan Where-
Padi Sentra sampai dengan Supra Insus target dimana program diimplementasikan, who-
program utamanya adalah produksi dan siapa yang harus ditemui petani untuk
produktivitas. Swasembada beras memang memperoleh semua kejelasan berkaitan
tercapai pada tahun 1980 namun hanya dengan program dan How-bagaimana
bertahan kurang dari satu dasawarsa. Adanya program harus dilakukan. Dalam menso-
stagnasi dan ketidakstabilan produksi menya- sialisasikan suatu program mutlak diperlu-
darkan bahwa intensifikasi menyebabkan kan pendekatan partisipatif dan adanya
technology fatique. Menyadari kondisi tersebut buku pedoman baku untuk sosialisasi agar
lahir program SUTPA yang pendekatannya diperoleh persepsi yang sama antar petu-
multi disiplin, ekoregional, berorientasi agri- gas maupun antara petugas dan sasaran.
bisnis dan diversifikasi.
Memperhatikan pertimbangan diatas,
Program-program selanjutnya merupa- penulis mengusulkan digalakkannya sosiali-
kan penyempurnaan program SUTPA yang sasi PTT dalam skala luas dan sedini mungkin.
intinya membuat program yang berorientasi Dari pengamatan penulis, sesuatu yang baru
holistik dan jangka panjang. Sampai saat ini sangat mudah tersebar luas melalui berbagai
usaha-usaha yang telah dihasilkan belum media terutama televisi.
memberi hasil. PTT merupakan program pe-
ningkatan produksi padi yang paling mutakhir
yang telah dirancang sedemikian sempurna DAFTAR PUSTAKA
berdasarkan pengalaman, kelemahan dan
kekuatan program sebelumnya. Disamping itu
dibanding petani non PTT produksi petani PTT Adjid, D.A. 1985. Pola Partisipasi Masyarakat
Pedesaan Dalam Pembangunan pertanian
lebih besar 7-38 persen dengan R/C rasio 1,4- Berencana. Kasus Usahatani Berkelom-
2,9. Dengan alasan tersebut, maka penulis pok Sehamparan dalam Intensifikasi Khu-
menilai bahwa PTT dapat menjadi dasar sus (Insus) Padi. Disertasi Doktor yang
kebijakan Program Peningkatan Produksi Padi tidak dipublikasikan. Universitas Pajajaran.
(P4). Namun demikian, agar PTT dapat di- Bandung.
adopsi secara meluas, berbagai permasalahan Badan Pusat Statistik. 1999. Statistik Perdagangan
masih dihadapi yaitu : Luar Negeri. Import. Badan Pusat Statistik.
(1) Agroekosistem di Indonesia sangat ber- Jakarta.
variasi, maka diperlukan upaya agar pene- Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
rapan PTT dapat diadaptasikan dengan 2002. Pengelolaan Tanaman dan Sumber-
kondisi agroekosistem yang beragam daya Terpadu Padi Sawah Irigasi. Depar-
tersebut. temen Pertanian Jakarta.

DINAMIKA PROGRAM DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI Sri Wahyuni dan Kurnia Suci Indraningsih

155
Balai Penelitian Tanaman Padi. 2002. Penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Padi: Menjawab Tantangan Ketahanan Pangan. 2002. Pengembangan Model
Pangan Nasional. Badan Penelitian dan Pengelolaan Tanaman. Terpadu di Sentra produksi
Pengembangan Pertanian Jakarta. Padi. Warta Penelitian dan Pengemba-
Budianto, Joko. 2000. Pembangunan Pertanian ngan Pertanian. Vol. 24. No.6.
Berkelanjutan Pada Era Globalisasi. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. 1999.
Seminar Nasional Budidaya Pertanian Pengkajian SUTPA.: Konsep, Keragaan
Olah Tanah Konservasi VII. Himpunan Empiris dan Prospek. Monograph Series
Ilmu Gulma Indonesia. Banjarmasin. 23- No.19. Laporan Hasil Penelitian.
24 Agustus.
Slamet, M. 1986. Pengantar Penyuluhan Pertanian.
Departemen Pertanian. 2000. Pedoman Umum Bahan Kuliah Mahasiswa Magister
Proyek Pengembangan Ketahan Pangan Science. IPB-Bogor.
Tahun Anggaran 2000. Juli.
Soentoro., M Syukur., Sugiarto. Dan H. Supriyadi.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman 2002. Panduan Teknis Pengembangan
Pangan. 2001. Rencana Strategis. Pemba- Kelembagaan Kelompok Usaha Agribisnis
ngunan Tanaman Pangan. 2001 – 2004. Terpadu. Departemen Pertanian.
Departemen Pertanian. Jakarta.
Supadmo, her., R. Widarto., Joko Handoyo.,
Direktorat Jendral Bina Produksi Tanaman Pangan. Kendriyanto., Hairil Anwar., Sudarno. OMJ
2002. Program Pengembangan Agribisnis Fachrudin., Imam Sudigdo dan Tri Reni
Tanaman Pangan Tahun, 2002. Departe- Prastuti. 1999. Introduksi model Peogram
men Pertanian. IP300. Badan Litbang. Deptan.
Fagi, A.M., S. Abdulrachman dan A. Gani. 2002. Surono, Sulastri. 2001. Perkembangan Produksi
Teknologi Budidaya Padi. Perkembangan dan Kebutuhan Beras serta Kebijakan
dan Peluang. In Press. Pemerintah untuk Melindungi Petani.
Irawan, B., N. Syafa’at., R. Sayuti., S. Wahyuni., B. Bunga Rampai Ekonomi Beras (Suryana
Rahmanto., A. Setianto dan H. Hidayat. dan Mardianto). LPEM-FEUI . Jakarta.
2002. Perumusan Program Peningkatan Suryana, A., E,m. Lokollo., J. Situmorang dan M.
Produktivitas Padi di Jawa. Laporan Akhir. Rachmat. 1981. Keragaan Intensifikasi
BPK dan PSE, Badan Litbang Deptan. Khusus (INSUS) Padi : Suatu Telaahan
Jakarta. pada Suatu Kelompok Tani di Kabupaten
Inspektorat Jendral, 2002. Evaluasi Kinerja proyek Malang dan Banyuwangi. Jawa Timur.
BLM. Departemen Pertanian. Jakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Menristek R.I. 2003. Sambutan Seminar Nasional Pertanian. Departemen Pertanian.
Peringatan Hari Pangan Sedunia. Pene- Suryana, A., L.A. Daud., J. Situmorang dan B.
rapan Peran Teknologi dan Gender dalam Irawan 1992. Pengelolaan Usahatani Padi
Memantapkan Ketahanan Pangan. Sawah INSUS dan INMUM. Pusat
Jakarta. Pp5. Penelitian Agro Ekonomi. Badan Litbang
Nataatmadja, H., D. Kertosastro dan A. Suryana. Departemen Pertanian. Jakarta
1988. Perkembangan Produksi dan kebi- Tim Pokja Teknologi Pusat, 2001. Pengkajian
jakan Pemerintah dalam Produksi Beras Corporate Farming di Tujuh Provinsi. Pusat
Monograph Padi Buku 1. Puslitbangtan. Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.
Penyunting Ismunadji M, S. Partohardjono, Bogor.
M. Syam dan A.Widjiono. (halaman 37-53). Wahyuni, S. dan B. Rahmanto. 2003. Analisis
Pasandaran, E. 2001. Rumusan Hasil Lokakarya Kebutuhan Petani tentang Teknologi Padi.
Padi. Prosiding Implementasi Kebijakan Seminar Rutin Kelti Kelembagaan dan Or-
Strategis untuk meningkatkan Produksi ganisasi Pertanian Pedesaan. Puslitbang
Padi Berwawasan Agribisnis dan Ling- Sosek Pertanian. Bogor. Januari 21.
kungan. Puslitbang Tanaman Pangan. Wahyuni, S. 2003. Kinerja Kelompok Tani dalam
Badan Litbang, Deptan. Sistem Usahatani Padi dan Metode
Prakosa, M. 2000. Pendekatan Corporate Farming Pemberdayaannya. Jurnal Badan Litbang.
dalam Pengembangan Agribisnis. Depar- 22(1):1-8.
temen Pertanian. Jakarta.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 21 No. 2, Desember 2003 : 143 - 156

156

You might also like