You are on page 1of 29

KEHALALAN PANGAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Matakuliah Pengantar Teknologi Pertanian

Oleh:

Sari Nugraheni

091710101101

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

2010
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemasaran Halal dapat didefinisikan sebagai aplikasi Syariat Islam


sebagai panduan dalam proses pemasaran secara keseluruhan. Islam
mengatur cara hidup pemeluknya, termasuk “apa” dan “bagaimana” mereka
boleh mengkonsumsi barang dan jasa. Walaupun kepatuhan terhadap

syariat berbeda‐beda antar individu, secara umum setiap muslim akan

memiliki pandangan positif terhadap barang dan jasa yang dapat mematuhisyariat
Islam sambil memberikan nilai yang sama dengan produk konvensional. Dengan
nilai konsumsi barang dan jasa melebihi 2.7 Trilyun USD per tahun, konsumen
muslim merupakan pasar yang potensial bagi setiap pemasar.Oleh karena
itu, pemahaman atas kebutuhan dan perilaku unik konsumen muslim menjadi
pentingbagisetiap pemasar, khususnya yang beroperasi di negara dengan pendu-
uk mayoritas muslim. Sertifikasi halal akan suatu produk pangan sangatlah
penting, khususnya di Indonesia, karena Indonesia sebagai salah satu dari 10
negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia , yaitu sekitar 86% dari total
keseluruhan penduduk, diikuti Pakistan dan India. Sehingga sertifikasi halal akan
suatu produk pangan sangat penting untuk dilakukan sebagai upaya perlindungan
konsumen, yang dikhususkan pada konsumen muslim.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah Pengertian Halal ?

2. Apa saja kriteria Halal?

2. Bagaimanakah peranan sertifikasi halal dalam penambah daya saing?

3. Bagaimana Strategi Pencapaian Indonesia sebagai Pusat Halal Dunia?

4. Bagaimana Potensi Branding Halal Untuk Mensukseskan Program Aku Cinta


100% Indonesia?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian halal


2. Mengetahui kriteria halal
3. Mengetahui pernan sertifikasi halal dalam penambah daya saing
4. Mengetahui strategi pencapaian Indonesia sebagai Pusat Halal Pangan
5. Mengetahui potensi Branding Halal Untuk Mensukseskan Program Aku Cinta
100% Indonesia

1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memberikan gambaran tentang produk makanan halal

2. Sebagai bahan masukan untuk memperluas dan memperdalam

pemahaman tentang peranan sertifikasi halal dan potensi branding halal di


Indonesia
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Halal


Halal adalah kata-kata Al Qur’an yang artinya diijinkan. Dalam
hubungannya dengan pangan, maka itu adalah standar makanan orang Islam.
Petunjuk Al Qur’an secara umum mengatakan bahwa semua adalah halal, kecuali
yang secara khusus dikatakan haram. Secara khusus larangan tentang makanan
dalam Islam ada di Al Qur’an surat Al Al Baqarah 173 atau Al Maidah : 3:”
Kalian diharamkan (makan) bangkai, darah mengalir, daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.”. Sedang larangan minuman
yang memabukkan ada di surat Al Maidah ayat 90: Wahai orang beriman,
minuman anggur, mainan undian, patung idola, dan permainan anak panah
hanyalah sesuatu yang menyesatkan, perbuatan syetan. Tinggalkan itu, engkau
mungkin akan sukses. Halal meliputi segala kegiatan sejak konsep beternak
yang baik- konsep distribusi yang baik, dan itu meliputi berbagai fihak terkait
(Gb 2)

Gb 2. Keterlibatan berbagai fihak dalam penerapan Good Halal Practices


Pokok-pokok ajaran Islam tentang halal-haram itu secara mendasar mencakup 11
hal, yakni:

a. Asal segala sesuatu yang diciptakan Allah adalah Mubah (diijinkan) kecuali
beberapa yang secara khusus diharamkan)

b. Untuk menentukan halal-haram adalah wewenang mutlak Allah sendiri.

c. Mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram adalah Musrik

d. Mengharamkan yang halal akan berakibat timbulnya kejahatan dan bahaya


(dasar alas an mengharamkan sesuatu karena ketidakmurnian/ketidaksucian
dan kerusakan yang ditimbulkan).

e. Setiap yang halal tidak memerlukan yang haram.

f. Apa saja yang membawa pada haram adalah haram

g. Bersiasat terhadap hal yang haram, nukumnya adalah haram.

h. Niat baik tidak dapat melepaskan yang haram

i. Menjauhkan diri dari yang subhat (tidak jelas) karena takut terlibat yang
haram

j. Sesuatu yang haram berlaku untuk semua orang

k. Keadaan yang terpaksa membolehkan yang terlarang.

Atas dasar itu, maka semua makanan sehat, murni dan bersih semua
diijinkan untuk manusia, kecuali yang dilarang itu dan keturunannya:- Bangkai
atau binatang mati, darah mengalir/membeku, babi dan semua produk terkait,
ternak disembelih tanpa menyebut nama Allah/ menyebut nama selain Allah,
ternak terbunuh dengan cara yang mencegah darah mengalir keluar tubuhnya,
makanan (beracun) termasuk alkohol dan obat terlarang, binatang buas
berkuku:singa, anjing, anjing hutan/srigala, macan, burung bercakar: elang,
garuda, hantu,dll, binatang darat tanpa telinga: kodok, ular.( Murti.2010)

2.2 Kriteria Halal

Setelah memahami pendahuluan di atas, maka berikut penyebutan satu


persatu makanan yang dibahas oleh para ulama beserta hukumnya masing-
masing:
1. Bangkai
Bangkai adalah semua hewan yang mati tanpa penyembelihan yang syar’iy dan
juga bukan hasil perburuan.
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- menyatakan dalam firman-Nya:
/‫ة‬1‫يح‬4‫ط‬6‫الن‬1‫ و‬/‫ة‬1‫د=ي‬1‫ر‬1‫ت‬/‫م‬B‫ال‬1‫ و‬/‫ة‬1‫وذ‬/‫ق‬B‫و‬1‫م‬B‫ال‬1‫ و‬/‫ة‬1‫ق‬4‫ن‬1‫خ‬B‫ن‬/‫م‬B‫ال‬1‫ و‬4‫ه‬4‫ ب‬4‫ه‬6‫ الل‬4‫ر‬B‫ي‬1‫غ‬4‫ ل‬6‫ل‬4‫ه‬/‫ا أ‬1‫م‬1‫ و‬4‫ير‬4‫ز‬B‫ن‬4‫خ‬B‫ ال‬/‫م‬B‫ح‬1‫ل‬1‫ و‬/‫م‬6‫الد‬1‫ و‬/‫ة‬1‫ت‬B‫ي‬1‫م‬B‫ ال‬/‫م‬/‫ك‬B‫ي‬1‫ل‬1‫ ع‬B‫ت‬1‫ر=م‬/‫ح‬
B‫م‬/‫ت‬B‫ي‬6‫ك‬1‫ا ذ‬1‫ا م‬6‫ل‬4‫ إ‬/‫ع‬/‫ب‬6‫ الس‬1‫ل‬1‫ك‬1‫ا أ‬1‫م‬1‫و‬
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)
yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh,
yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya”. (QS. Al-Ma`idah: 3)
Dan juga dalam firmannya:
_‫ق‬B‫س‬4‫ف‬1‫ ل‬/‫ه‬6‫ن‬4‫إ‬1‫ و‬4‫ه‬B‫ي‬1‫ل‬1‫ ع‬4‫ه‬6‫ الل‬/‫م‬B‫ اس‬4‫ر‬1‫ك‬B‫ذ‬/‫ ي‬B‫م‬1‫ا ل‬6‫م‬4‫وا م‬/‫ل‬/‫ك‬B‫أ‬1‫ ت‬1‫ل‬1‫و‬
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama
Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu
adalah suatu kefasikan”. (QS. Al-An’am: 121)
Jenis-jenis bangkai berdasarkan ayat-ayat di atas:
1. Al-Munhaniqoh, yaitu hewan yang mati karena tercekik.
2. Al-Mauqudzah, yaitu hewan yang mati karena terkena pukulan keras.
3. Al-Mutaroddiyah, yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat yang
tinggi.
4. An-Nathihah, yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya.
5. Hewan yang mati karena dimangsa oleh binatang buas.
6. Semua hewan yang mati tanpa penyembelihan, misalnya disetrum.
7. Semua hewan yang disembelih dengan sengaja tidak membaca basmalah.
8. Semua hewan yang disembelih untuk selain Allah walaupun dengan
membaca basmalah.
9. Semua bagian tubuh hewan yang terpotong/terpisah dari tubuhnya. Hal ini
berdasarkan hadits Abu Waqid secara marfu’:
_‫ة‬1‫ت‬B‫ي‬1‫ م‬1‫و‬/‫ه‬1‫ ف‬،_‫ة‬6‫ي‬1‫ ح‬1‫ي‬4‫ه‬1‫ و‬4‫ة‬1‫م‬B‫ي‬4‫ه‬1‫ب‬B‫ ال‬1‫ن‬4‫ م‬1‫ع‬4‫ط‬/‫ا ق‬1‫م‬
“Apa-apa yang terpotong dari hewan dalam keadaan dia (hewan itu) masih
hidup, maka potongan itu adalah bangkai”. (HR. Ahmad, Abu Daud, At-
Tirmidzy dan dishohihkan olehnya)
Diperkecualikan darinya 3 bangkai, ketiga bangkai ini halal dimakan:
1. Ikan, karena dia termasuk hewan air dan telah berlalu penjelasan bahwa
semua hewan air adalah halal bangkainya kecuali kodok.
2. Belalang. Berdasarkan ucapan Ibnu ‘Umar yang memiliki hukum marfu’:
/‫ال‬1‫الط=ح‬1‫ و‬/‫د‬4‫ب‬1‫ك‬B‫ال‬1‫ ف‬:4‫ان‬1‫م‬6‫ا الد‬6‫م‬1‫أ‬1‫ و‬,/‫اد‬1‫ر‬1‫ج‬B‫ال‬1‫ و‬/‫ك‬1‫م‬6‫الس‬1‫ ف‬:4‫ان‬1‫ت‬1‫ت‬B‫ي‬1‫م‬B‫ا ال‬6‫م‬1‫أ‬1‫ ف‬،4‫ان‬1‫م‬1‫د‬1‫ و‬4‫ان‬1‫ت‬1‫ت‬B‫ي‬1‫ا م‬1‫ن‬1‫ ل‬6‫ل‬4‫ح‬/‫أ‬
“Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua darah. Adapun kedua bangkai itu
adalah ikan dan belalang. Dan adapun kedua darah itu adalah hati dan limfa”.
(HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
3. Janin yang berada dalam perut hewan yang disembelih. Hal ini berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan kecuali An-
Nasa`i, bahwa Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
4‫م=ه‬/‫ أ‬/‫اة‬1‫ك‬1‫ ذ‬4‫ن‬B‫ي‬4‫ن‬1‫ج‬B‫ ال‬/‫اة‬1‫ك‬1‫ذ‬
“Penyembelihan untuk janin adalah penyembelihan induknya”.
Maksudnya jika hewan yang disembelih sedang hamil, maka janin yang ada
dalam perutnya halal untuk dimakan tanpa harus disembelih ulang.
2. Darah.
Yakni darah yang mengalir dan terpancar. Hal ini dijelaskan dalam surah Al-
An’am ayat 145:
‫ا‬s‫وح‬/‫ف‬B‫س‬1‫ا م‬s‫م‬1‫ د‬B‫و‬1‫أ‬
“Atau darah yang mengalir”.
Dikecualikan darinya hati dan limfa sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Ibnu
‘Umar yang baru berlalu. Juga dikecualikan darinya darah yang berada dalam
urat-urat setelah penyembelihan.

3. Daging babi.
Telah berlalu dalilnya dalam surah Al-Ma`idah ayat ketiga di atas. Yang
diinginkan dengan daging babi adalah mencakup seluruh bagian-bagian tubuhnya
termasuk lemaknya.

4. Khamar.
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:
B‫م‬/‫ك‬6‫ل‬1‫ع‬1‫ ل‬/‫وه‬/‫ب‬4‫ن‬1‫ت‬B‫اج‬1‫ ف‬4‫ان‬1‫ط‬B‫ي‬6‫ الش‬4‫ل‬1‫م‬1‫ ع‬B‫ن‬4‫س_ م‬B‫ج‬4‫ ر‬/‫ام‬1‫ل‬B‫ز‬1‫أ‬B‫ال‬1‫ و‬/‫اب‬1‫ص‬B‫ن‬1‫أ‬B‫ال‬1‫ و‬/‫ر‬4‫س‬B‫ي‬1‫م‬B‫ال‬1‫ و‬/‫ر‬B‫م‬1‫خ‬B‫ا ال‬1‫م‬6‫ن‬4‫وا إ‬/‫ن‬1‫ام‬1‫ ء‬1‫ين‬4‫ذ‬6‫ا ال‬1‫ي•ه‬1‫اأ‬1‫ي‬
1‫ون‬/‫ح‬4‫ل‬B‫ف‬/‫ت‬
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan
keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar
kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Ma`idah: 90)
Dan dalam hadits riwayat Muslim dari Ibnu ‘Umar -radhiallahu ‘anhuma- secara
marfu’:
_‫ام‬1‫ر‬1‫ ح‬€‫ر‬B‫م‬1‫ل• خ‬/‫ك‬1‫ و‬،_‫ام‬1‫ر‬1‫ ح‬€‫ر‬4‫ك‬B‫س‬/‫ل• م‬/‫ك‬
“Semua yang memabukkan adalah haram, dan semua khamar adalah haram”.
Dikiaskan dengannya semua makanan dan minuman yang bisa menyebabkan
hilangnya akal (mabuk), misalnya narkoba, ganja, dan semacamnya.
5. Semua hewan buas yang bertaring.
Sahabat Abu Tsa’labah Al-Khusyany -radhiallahu ‘anhu- berkata:
4‫اع‬1‫ الس=ب‬1‫ن‬4‫ م‬€‫اب‬1‫ ن‬B‫ي‬4‫ل= ذ‬/‫ ك‬B‫ن‬1‫ى ع‬1‫ه‬1‫ رسول ال صلى ال عليه وسلم ن‬6‫ن‬1‫أ‬
“Sesungguhnya Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- melarang dari
(mengkonsumsi) semua hewan buas yang bertaring”. (HR. Al-Bukhary dan
Muslim)
Dan dalam riwayat Muslim darinya dengan lafazh, “Semua hewan buas yang
bertaring maka memakannya adalah haram”.
Yang diinginkan di sini adalah semua hewan buas yang bertaring dan
menggunakan taringnya untuk menghadapi dan memangsa manusia dan hewan
lainnya. Lihat Al-Ifshoh (1/457) dan I’lamul Muwaqqi’in (2/117).
Jumhur ulama berpendapat haramnya berlandaskan hadits di atas dan hadits-
hadits lain yang semakna dengannya.
[Asy-Syarhul Kabir (11/66), Mughniyul Muhtaj (4/300), dan Syarh Tanwiril
Abshor ma'a Hasyiyati Ibnu 'Abidin (5/193)]

6. Semua burung yang memiliki cakar.


Yang diinginkan dengannya adalah semua burung yang memiliki cakar yang kuat
yang dia memangsa dengannya, seperti: elang dan rajawali. Jumhur ulama dari
kalangan Imam Empat -kecuali Imam Malik- dan selainnya menyatakan
pengharamannya berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas -radhiallahu ‘anhuma-:
4‫ر‬B‫ي‬6‫ الط‬1‫ن‬4‫ م‬€‫ب‬1‫ل‬B‫خ‬1‫ م‬B‫ي‬4‫ل• ذ‬/‫ك‬1‫ و‬،4‫اع‬1‫ الس=ب‬1‫ن‬4‫ م‬€‫اب‬1‫ ن‬B‫ي‬4‫ل= ذ‬/‫ ك‬B‫ن‬1‫ى ع‬1‫ه‬1‫ن‬
“Beliau (Nabi) melarang untuk memakan semua hewan buas yang bertaring dan
semua burung yang memiliki cakar”. (HR. Muslim)
[Al-Majmu' (9/22), Al-Muqni' (3/526,527), dan Takmilah Fathil Qodir (9/499)]
7. Jallalah.
Dia adalah hewan pemakan feses (kotoran) manusia atau hewan lain, baik berupa
onta, sapi, dan kambing, maupun yang berupa burung, seperti: garuda, angsa
(yang memakan feses), ayam (pemakan feses), dan sebagian gagak. Lihat Nailul
Author (8/128).
Hukumnya adalah haram. Ini merupakan pendapat Imam Ahmad -dalam satu
riwayat- dan salah satu dari dua pendapat dalam madzhab Syafi’iyah, mereka
berdalilkan dengan hadits Ibnu ‘Umar -radhiallahu ‘anhuma- beliau berkata:
‫ا‬1‫ه‬4‫ان‬1‫ب‬B‫ل‬1‫أ‬1‫ و‬4‫ة‬1‫ل‬6‫ل‬1‫ج‬B‫ ال‬4‫ل‬B‫ك‬1‫ أ‬B‫ن‬1‫ى رسول ال صلى ال عليه وسلم ع‬1‫ه‬1‫ن‬
“Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- melarang dari memakan al-jallalah
dan dari meminum susunya”. (HR. Imam Lima kecuali An-Nasa`i (3787))
Beberapa masalah yang berkaitan dengan jallalah:
1. Tidak semua hewan yang memakan feses masuk dalam kategori jallalah
yang diharamkan, akan tetapi yang diharamkan hanyalah hewan yang
kebanyakan makanannya adalah feses dan jarang memakan selainnya.
Dikecualikan juga semua hewan air pemakan feses, karena telah berlalu bahwa
semua hewan air adalah halal dimakan. Lihat Hasyiyatul Al-Muqni’ (3/529).
2. Jika jallalah ini dibiarkan sementara waktu hingga isi perutnya bersih dari
feses maka tidak apa-apa memakannya ketika itu. Hanya saja mereka berselisih
pendapat mengenai berapa lamanya dia dibiarkan, dan yang benarnya
dikembalikan kepada ukuran adat kebiasaan atau kepada sangkaan besar. Lihat
Al-Majmu’ (9/28).
[Al-Muqni' (3/527,529), Mughniyul Muhtaj (4/304), dan Takmilah Fathil Qodir
(9/499-500)]

8. Keledai jinak (bukan yang liar).


Ini merupakan madzhab Imam Empat kecuali Imam Malik dalam sebagian
riwayat darinya. Dari Anas bin Malik -radhiallahu ‘anhu-, bahwasanya
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
_‫س‬B‫ج‬4‫ا ر‬1‫ه‬6‫ن‬4‫إ‬1‫ ف‬,4‫ة‬6‫ي‬4‫ل‬B‫ه‬1‫أ‬B‫ ال‬4‫ر‬/‫م‬/‫ح‬B‫ال‬4 4‫م‬B‫و‬/‫ح‬/‫ ل‬B‫ن‬1‫ ع‬B‫م‬/‫اك‬1‫ي‬1‫ه‬B‫ن‬1‫ ال ورسوله ي‬6‫ن‬4‫إ‬
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang kalian untuk memakan daging-
daging keledai yang jinak, karena dia adalah najis”. (HR. Al-Bukhary dan
Muslim)
Diperkecualikan darinya keledai liar, karena Jabir -radhiallahu ‘anhu- berkata:
B‫ي‬4‫ل‬B‫ه‬1‫أ‬B‫ ال‬4‫ار‬1‫م‬4‫ح‬B‫ ال‬4‫ن‬1‫ا النبي صلى ال عليه وسلم ع‬1‫ان‬1‫ه‬1‫ن‬1‫ و‬، 4‫ش‬B‫ح‬1‫و‬B‫ ال‬1‫ر‬/‫م‬/‫ح‬1‫ و‬1‫ل‬B‫ي‬1‫خ‬B‫ل‬1‫ ا‬€‫ر‬1‫ب‬B‫ي‬1‫ خ‬1‫ن‬1‫م‬1‫ا ز‬1‫ن‬B‫ل‬1‫ك‬1‫أ‬
“Saat (perang) Khaibar, kami memakan kuda dan keledai liar, dan Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wasallam- melarang kami dari keledai jinak”. (HR. Muslim)
Inilah pendapat yang paling kuat, sampai-sampai Imam Ibnu ‘Abdil Barr
menyatakan, “Tidak ada perselisihan di kalangan ulama zaman ini tentang
pengharamannya”. Lihat Al-Mughny beserta Asy-Syarhul Kabir (11/65).
[Al-Bada`i' (5/37), Mughniyul Muhtaj (4/299), Al-Muqni' (3/525), dan Al-
Bidayah (1/344].

9. Kuda.
Telah berlalu dalam hadits Jabir bahwasanya mereka memakan kuda saat perang
Khaibar. Semakna dengannya ucapan Asma` bintu Abi Bakr -radhiallahu
‘anhuma-:
/‫اه‬1‫ن‬B‫ل‬1‫ك‬1‫أ‬1‫ رسول ال صلى ال عليه وسلم ف‬4‫د‬B‫ه‬1‫ى ع‬1‫ل‬1‫ا ع‬s‫س‬1‫ر‬1‫ا ف‬1‫ن‬B‫ر‬1‫ح‬1‫ن‬
“Kami menyembelih kuda di zaman Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-
lalu kamipun memakannya”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim)
Maka ini adalah sunnah taqririyyah (persetujuan) dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wasallam-.
Ini adalah pendapat jumhur ulama dari kalangan Asy-Syafi’iyyah, Al-Hanabilah,
salah satu pendapat dalam madzhab Malikiyah, serta merupakan pendapat
Muhammad ibnul Hasan dan Abu Yusuf dari kalangan Hanafiyah. Dan ini yang
dikuatkan oleh Imam Ath-Thohawy sebagaimana dalam Fathul Bary (9/650) dan
Imam Ibnu Rusyd dalam Al-Bidayah (1/3440).
[Mughniyul Muhtaj (4/291-291), Al-Muqni' beserta hasyiyahnya (3/528), Al-
Bada`i' (5/18), dan Asy-Syarhus Shoghir (2/185)]

10. Baghol.
Dia adalah hewan hasil peranakan antara kuda dan keledai. Jabir -radhiallahu
‘anhuma- berkata:
4‫ال‬1‫غ‬4‫ب‬B‫ ال‬1‫م‬B‫و‬/‫ح‬/‫ل‬1‫ و‬،4‫ة‬6‫ي‬4‫س‬B‫ن‬4‫إ‬B‫ ال‬4‫ر‬/‫م‬/‫ح‬B‫ ال‬1‫م‬B‫و‬/‫ح‬/‫ – ل‬€‫ر‬1‫ب‬B‫ي‬1‫ خ‬1‫م‬B‫و‬1‫ي ي‬4‫ن‬B‫ع‬1‫ رسول ال صلى ال عليه وسلم – ي‬1‫م‬6‫ر‬1‫ح‬
“Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- mengharamkan -yakni saat perang
Khaibar- daging keledai jinak dan daging baghol. (HR. Ahmad dan At-
Tirmidzy)
Dan ini (haram) adalah hukum untuk semua hewan hasil peranakan antara hewan
yang halal dimakan dengan yang haram dimakan.
[Al-Majmu' (9/27), Ays-Syarhul Kabir (11/75), dan Majmu' Al-Fatawa
(35/208)].

11. Anjing.
Para ulama sepakat akan haramnya memakan anjing, di antara dalil yang
menunjukkan hal ini adalah bahwa anjing termasuk dari hewan buas yang
bertaring yang telah berlalu pengharamannya. Dan telah tsabit dari Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wasallam- bahwa beliau bersabda:
/‫ه‬1‫ن‬1‫م‬1‫ ث‬1‫م‬6‫ر‬1‫ا ح‬s‫ئ‬B‫ي‬1‫ ش‬1‫م‬6‫ر‬1‫ا ح‬1‫ذ‬4‫ ال إ‬6‫ن‬4‫إ‬
“Sesungguhnya Allah jika mengharamkan sesuatu maka Dia akan
mengharamkan harganya “.
Maksudnya diharamkan menjualnya, menyewanya, dan seterusnya dari bentuk
tukar-menukar harga.
Dan telah tsabit dalam hadits Abu Mas’ud Al-Anshory riwayat Al-Bukhary dan
Muslim dan juga dari hadits Jabir riwayat Muslim akan haramnya
memperjualbelikan anjing.
12. Kucing baik yang jinak maupun yang liar.
Jumhur ulama menyatakan haramnya memakan kucing karena dia termasuk
hewan yang bertaring dan memangsa dengan taringnya. Pendapat ini yang
dikuatkan oleh Syaikh Al-Fauzan. Dan juga telah warid dalam hadits Jabir
riwayat Imam Muslim akan larangan meperjualbelikan kucing, sehingga hal ini
menunjukkan haramnya.
[Al-Majmu' (9/8) dan Hasyiyah Ibni 'Abidin (5/194)]

13. Monyet.
Ini merupakan madzhab Syafi’iyah dan merupakan pendapat dari ‘Atho`,
‘Ikrimah, Mujahid, Makhul, dan Al-Hasan. Imam Ibnu Hazm menyatakan, “Dan
monyet adalah haram, karena Allah -Ta’ala- telah merubah sekelompok manusia
yang bermaksiat (Yahudi) menjadi babi dan monyet sebagai hukuman atas
mereka. Dan setiap orang yang masih mempunyai panca indra yang bersih
tentunya bisa memastikan bahwa Allah -Ta’ala- tidaklah merubah bentuk (suatu
kaum) sebagai hukuman (kepada mereka) menjadi bentuk yang baik dari hewan,
maka jelaslah bahwa monyet tidak termasuk ke dalam hewan-hewan yang baik
sehingga secara otomatis dia tergolong hewan yang khobits (jelek)”. Lihat Al-
Muhalla: (7/429)

14. Gajah.
Madzhab jumhur ulama menyatakan bahwa dia termasuk ke dalam kategori
hewan buas yang bertaring. Dan inilah yang dikuatkan oleh Imam Ibnu ‘Abdil
Barr, Al-Qurthuby, Ibnu Qudamah, dan Imam An-Nawawy
-rahimahumullah-.15. Musang (arab: tsa’lab)
Halal, karena walaupun bertaring hanya saja dia tidak mempertakuti dan
memangsa manusia atau hewan lainnya dengan taringnya dan dia juga termasuk
dari hewan yang baik (arab: thoyyib). Ini merupakan madzhab Malikiyah, Asy-
Syafi’iyah, dan salah satu dari dua riwayat dari Imam Ahmad.
[Mughniyul Muhtaj (4/299), Al-Muqni' (3/528), dan Asy-Syarhul Kabir (11/67)]

16. Hyena (arab: Dhib’un)


Pendapat yang paling kuat di kalangan ulama -dan ini merupakan pendapat Imam
Asy-Syafi’iy dan Imam Ahmad- adalah halal dan bolehnya memakan daging
hyena (kucing padang pasir). Hal ini berdasarkan hadits ‘Abdurrahman bin
‘Abdillah bin Abi ‘Ammar, beliau berkata, “Saya bertanya kepada Jabir,
“Apakah hyena termasuk hewan buruan?”, beliau menjawab, “Ia”. Saya bertanya
lagi, “Apakah boleh memakannya?”, beliau menjawab, “Boleh”. Saya kembali
bertanya, “Apakah pembolehan ini telah diucapkan oleh Rasulullah?”, beliau
menjawab, “Ia”. Diriwayatkan oleh Imam Lima dan dishohihkan oleh Al-
Bukhary, At-Tirmidzy dan selainnya. Lihat Talkhishul Khabir (4/152).
Pendapat ini yang dikuatkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Al-Fath (9/568)
dan Imam Asy-Syaukany.
Adapun jika ada yang menyatakan bahwa hyena adalah termasuk hewan buas
yang bertaring, maka kita jawab bahwa hadits Jabir di atas lebih khusus daripada
hadits yang mengharamkan hewan buas yang bertaring sehingga hadits yang
bersifat khusus lebih didahulukan. Atau dengan kata lain hyena diperkecualikan
dari pengharaman hewan buas yang bertaring. Lihat Nailul Author (8/127) dan
I’lamul Muwaqqi’in (2/117).
[Mughniyul Muhtaj (4/299) dan Al-Muqni' (3/52)]

17. Kelinci.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary dan Imam Muslim
dari Anas bin Malik -radhiallahu ‘anhu-:
/‫ه‬1‫ل‬4‫ب‬1‫ق‬1‫ ف‬،€‫ب‬1‫ن‬B‫ر‬1‫ أ‬B‫ن‬4‫و_ م‬B‫ض‬1‫ ع‬/‫ه‬1‫ ل‬1‫ي‬4‫د‬B‫ه‬/‫ صلى ال عليه وسلم أ‬/‫ه‬6‫ن‬1‫أ‬
“Sesungguhnya beliau (Nabi) -Shallallahu ‘alaihi wasallam- pernah diberikan
hadiah berupa potongan daging kelinci, maka beliaupun menerimanya”.
Imam Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughny, “Kami tidak mengetahuii ada
seorangpun yang mengatakan haramnya (kelinci) kecuali sesuatu yang
diriwayatkan dari ‘Amr ibnul ‘Ash”.

18. Belalang.
Telah berlalu dalam hadits Ibnu ‘Umar bahwa bangkai belalang termasuk yang
diperkecualikan dari bangkai yang diharamkan. Hal ini juga ditunjukkan oleh
perkataan Anas bin Malik -radhiallahu ‘anhu-:
1‫اد‬1‫ر‬1‫ج‬B‫ ال‬/‫ل‬/‫ك‬B‫أ‬1‫ ن‬€‫ات‬1‫و‬1‫ز‬1‫ غ‬1‫ع‬B‫ب‬1‫ رسول ال صلى ال عليه وسلم س‬1‫ع‬1‫ا م‬11‫ن‬B‫و‬1‫ز‬1‫غ‬
“Kami berperang bersama Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- sebanyak
7 peperangan sedang kami hanya memakan belalang”. (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)

19. Kadal padang pasir (arab: dhobbun).


Pendapat yang paling kuat yang merupakan madzhab Asy-Syafi’iyah dan Al-
Hanabilah bahwa dhobbun adalah halal dimakan, hal ini berdasarkan sabda Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wasallam- tentang dhobbun:
_‫ل‬1‫ل‬1‫ ح‬/‫ه‬6‫ن‬4‫إ‬1‫ا ف‬B‫و‬/‫م‬4‫ع‬B‫ط‬1‫أ‬1‫ا و‬B‫و‬/‫ل‬/‫ك‬
“Makanlah dan berikanlah makan dengannya (dhobbun) karena sesungguhnya
dia adalah halal”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim dari hadits Ibnu ‘Umar)
Adapun keengganan Nabi untuk memakannya, hanyalah dikarenakan dhobbun
bukanlah makanan beliau, yakni beliau tidak biasa memakannya. Hal ini
sebagaimana yang beliau khabarkan sendiri dalam sabdanya:
‫ي‬4‫ام‬1‫ع‬1‫ ط‬B‫ن‬4‫ م‬1‫س‬B‫ي‬1‫ ل‬/‫ه‬6‫ن‬4‫ك‬1‫ل‬1‫ و‬،4‫ه‬4‫ ب‬1‫س‬B‫أ‬1‫ ب‬1‫ل‬
“Tidak apa-apa, hanya saja dia bukanlah makananku”.
Ini yang dikuatkan oleh Imam An-Nawawy dalam Syarh Muslim (13/97).
[Mughniyul Muhtaj (4/299) dan Al-Muqni' (3/529)]
20. Landak.
Asy-Syaikh Al-Fauzan menguatkan pendapat Asy-Syafi’iyyah akan boleh dan
halalnya karena tidak ada satupun dalil yang menyatakan haram dan khobitsnya.
Lihat Al-Majmu’ (9/10).

21. Ash-shurod, kodok, semut, burung hud-hud, dan lebah.


Kelima hewan ini haram dimakan, berdasarkan hadits Abu Hurairah -radhiallahu
‘anhu-, beliau berkata:
4‫د‬/‫ه‬B‫د‬/‫ه‬B‫ال‬1‫ و‬4‫ة‬1‫ل‬B‫م‬6‫الن‬1‫ و‬4‫ع‬1‫د‬B‫الض=ف‬1‫ و‬4‫د‬1‫ الص•ر‬4‫ل‬B‫ت‬1‫ ق‬B‫ن‬1‫ى رسول ال صلى ال عليه وسلم ع‬1‫ه‬1‫ن‬
“Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- melarang membunuh shurod, kodok,
semut, dan hud-hud. (HR. Ibnu Majah dengan sanad yang shohih).
Adapun larangan membunuh lebah, warid dalam hadits Ibnu ‘Abbas yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Daud.
Dan semua hewan yang haram dibunuh maka memakannyapun haram. Karena
tidak mungkin seeokor binatang bisa dimakan kecuali setelah dibunuh.

22. Yarbu’.
Halal. Ini merupakan madzhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah, dan
merupakan pendapat ‘Urwah, ‘Atho` Al-Khurosany, Abu Tsaur, dan Ibnul
Mundzir, karena asal dari segala sesuatu adalah halal, dan tidak ada satupun dalil
yang menyatakan haramnya yarbu’ ini. Inilah yang dikuatkan oleh Imam Ibnu
Qudamah dalam Al-Mughny (11/71).
[Hasyiyatul Muqni' (3/528) dan Mughniyul Muhtaj (4/299)]

23. Kalajengking, ular, gagak, tikus, tokek, dan cicak.


Karena semua hewan yang diperintahkan untuk dibunuh tanpa melalui proses
penyembelihan adalah haram dimakan, karena seandainya hewan-hewan tersebut
halal untuk dimakan maka tentunya Nabi tidak akan mengizinkan untuk
membunuhnya kecuali lewat proses penyembelihan yang syar’iy.
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
‫ا‬6‫ي‬1‫د‬/‫ح‬B‫ال‬1‫ و‬/‫ب‬B‫ل‬1‫ك‬B€‫ال‬1‫ و‬/‫ة‬1‫ر‬B‫أ‬1‫ف‬B‫ال‬1‫ و‬/‫ع‬1‫ق‬B‫ب‬1‫ا‬B‫ ال‬/‫اب‬1‫ر‬/‫غ‬B‫ال‬1‫ و‬/‫ة‬6‫ي‬1‫ح‬B‫ل‬1‫ ا‬:4‫م‬1‫ر‬1‫ح‬B‫ال‬1‫ل= و‬4‫ح‬B‫ي ال‬1‫ ف‬1‫ن‬B‫ل‬1‫ت‬B‫ق‬/‫ ي‬/‫ق‬4‫اس‬1‫و‬1‫س_ ف‬B‫م‬1‫خ‬
“Ada lima (binatang) yang fasik (jelek) yang boleh dibunuh baik dia berada di
daerah halal (selain Mekkah) maupun yang haram (Mekkah): Ular, gagak yang
belang, tikus, anjing, dan rajawali.” (HR. Muslim)
Adapun cicak dan termasuk di dalamnya tokek, maka telah warid dari hadits Abu
Hurairah riwayat Imam Muslin tentang anjuran membunuh wazag (cicak). Lihat
keterangan tambahan di: http://al-atsariyyah.com/?p=1161
[Bidayatul Mujtahid (1/344) dan Tafsir Asy-Syinqithy (1/273)]

24. Kura-kura (arab: salhafat), anjing laut, dan kepiting (arab: sarthon).
Telah berlalu penjelasannya pada pendahuluan yang ketiga bahwa ketiga hewan
ini adalah halal dimakan.

25. siput (arab: halazun), serangga kecil, dan kelelawar.


Imam Ibnu Hazm menyatakan, “Tidak halal memakan siput darat, juga tidak
halal memakan seseuatupun dari jenis serangga, seperti: cicak (masuk juga
tokek), kumbang, semut, lebah, lalat, cacing, kutu, nyamuk, dan yang sejenis
dengan mereka. Berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Diharamkan untuk kalian
bangkai”, dan firman Allah -Ta’ala-, “Kecuali yang kalian sembelih”. Dan telah
jelas dalil yang menunjukkan bahwa penyembelihan pada hewan yang bisa
dikuasai/dijinakkan, tidaklah teranggap secara syar’i kecuali jika dilakukan pada
tenggorokan atau dadanya. Maka semua hewan yang tidak ada cara untuk bisa
menyembelihnya, maka tidak ada cara/jalan untuk memakannya, sehingga
hukumnya adalah haram karena tidak bisa dimakan, kecuali bangkai yang tidak
disembelih (misalnya ikan dan belalang maka dia boleh dimakan tanpa
penyembelihan, pent.)”. (Lihat Al-Muhalla: 7/405)
Maka dari penjelasan Ibnu Hazm di atas kita bise mengetahui tidak bolehnya
memakan: Kumbang, semut, lebah, lalat, cacing, kutu, nyamuk, dan semua
serangga lainnya, wallahu a’lam (Pram.2010)

2.3. Peranan Sertifikasi Halal Dalam Penambah Daya Saing

Sebagai negeri mayoritas Muslim, menyediakan produk halal menjadi


sebuah kewajiban. Namun hingga kini kesadaran perusahaan untuk
mensertifikasi halal masih kurang. Data BPS tahun 2005 menunjukkan Industri
Pangan Indonesia Tercatat 945.733 perusahaan. Menurut Girinda (2005) sampai
tahun 2005 tercatat ada 860 perusahaan yang telah memperoleh seritifikat halal
MUI. Dari data MUI, hanya 16.040 atau sekitar 20 persen produk yang
bersertifikat halal. Jumlah itu didominasi produk pangan. Sedangkan perusahaan
obat dan kosmetika yang mengantongi sertifikat halal baru lima perusahaan.
Itupun, hanya lima produk yakni dua item kosmetika dan tiga item obat yang
besertifikat. (Republika on line, 2007). Menurut paham Futurolog kelahiran
Amerika bernama John Naisbit, pada era global seperti sekarang ini segala
sesuatunya serba teknologis, terutama dalam persoalan-persoalan gaya hidup,
sehingga ia menyebutnya sebagai “global lifestyle”. Pada era ini, budaya yang
mengalami perkembangan dengan sangat dahsyat adalah makanan, pakaian dan
hiburan, atau ia menyebutnya dengan 3 F yakni food, fashion dan fun (Anwar,
2007). Dengan demikian pada era globalisasi ini, industri pangan Indonesia harus
dapat meningkatkan daya saing produk pangan yang dihasilkannya melalui
jaminan pangan halal dan baik. Pangan yang baik berkaitan dengan jaminan
bahwa pangan yang diproduksinya bergizi, rasanya enak, warnanya menarik,
teksturnya baik, bersih, bebas dari hal-hal yang membahayakan tubuh seperti
kandungan mikroorganisma patogen, komponen fisik, biologis, dan zat kimia
berbahaya. Halal berkaitan dengan jaminan kehalalan yang ditunjukkan dengan
adanya sertifikat halal dari LPPOM MUI. Konsumen tidak hanya memikirkan
cita rasa dan kuantitas saja, tetapi mereka lebih menitik beratkan pada mutu
kandungan gizi, keamanan, sanitasi hygiene, kemudahan dan kepraktisan.
Menurut Hariyadi, (2006), menyatakan mutu pangan dapat dinyatakan secara
sederhana, Q = (a.b).(x:y)

Q = Mutu Pangan

a = Halal

b = Aman

x = Citarasa, Gizi, Ramah Lingkungan, Fungsionalitas, Sensori Varietas

y = Waktu Persiapan, Harga

Dengan demikian, dari rumus mutu pangan di atas menyatakan bahwa mutu
pangan sangat ditentukan oleh halal dan aman. Disamping jaminan pangan baik,
pemberian jaminan halal akan meningkatkan

daya saing produk pangan lokal Indonesia terhadap produk-produk impor yang
tidak mengantungi sertifikat halal. Hukum halal pangan bagi umat islam
sebetulnya tidak hanya merupakan doktrin agama saja tetapi terbukti secara
ilmiah adalah baik, sehat dan dapat di terima akal (Scientifically sound)
(Twaigery dan Spillman 1989) dalam Santoso (2006). Jadi pangan baik dan halal,
bermanfaat dan baik untuk semua umat manusia.Sebagai contoh dapat dilihat
pada PT. Sasa Inti.Motivasi utama P.T Sasa melakukan sertifikasi halal adalah
untuk memenuhi kepuasan konsumen melalui pelayanan dan produk berkualitas
tinggi serta aman dan halal untuk dikonsumsi. PT. Sasa Inti adalah produsen
MSG ( merk ”Sasa”) yang halal dan berkualitas. Kebijakan halal PT. Sasa Inti
antara lain:

 Perusahaan berkomitmen untuk menyediakan produk bermutu yang halal

serta menjamin proses yang menghasilkan produk yang memuaskan


pelanggan dan ramah lingkungan.

 Memenuhi persyaratan perundangan pemerintah dan ormas untuk produk


pangan yang halal, aman dan higienis.

 Melibatkan karyawan dalam bertanggungjawab terhadap kehalalan,

kualitas dan keamanan produk.

 Menetapkan, mengevaluasi, meningkatkan dan meninjau pembelian dan

penggunaan bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong serta

proses produksi sesuai dengan syariat Islam.

Identifikasi Titik Kritis Bahan Nabati

Ba ha n Na ba ti

Tida k
Pengola ha n ? NON TK

Ya

Tida k Tida k
Kultiva si + Ba ha n NON TK
Mikrobia l Ta mba han ?

Ya

Ya TK

Ferm enta si Tida k


Kha mr ? TK

Ya

HARAM
2.4. Strategi Pencapaian Indonesia Sebagai Pusat Halal Dunia

Pada era globalisasi ini Sistem Jaminan Halal telah mendapat respon yang
positif dari kalangan industri besar. Kalangan industri pangan dunia telah
mendukung implementasi SJH ini, terutama saat International Trainning on Halal
Assurance Sistem Juli 2008 di Jakarta yang diikuti lebih dari 100 peserta dari
dalam dan luar negeri. Wilfred A Van Wing, MSc, Quality Assurance Manajer
DSM Food Specialisties BV Netherlands, menyatakan kebanggaannya
mendapatkan sertifikasi halal dari LPPOM MUI dan mengaku
mengimplementasikan SJH dengan diintregrasikan dengan sistem mutu bertaraf
internasional lainnya, seperti ISO dan HACCP. Demikian juga dengan Edison
Geromel dari The Coca Cola Company Georgia USA, telah berusaha
mengintegrasikan semua sistem quality yang diakui secara internasional, seperti
ISO dengan berbagai versinya dan termasuk juga Halal Assurance Sistem. SJH
tidak dipandang dan diimplementasikan sebagai satu sistem mutu yang tersendiri,
yang terpisah dari sistem mutu lainnya. SJH ke level internasional Dukungan
untuk terus mengembangkan dan mengenalkan lebih luas SJH juga terlihat dari
beberapa pihak. Mahmoud Tatari, general manager Halal Control of European
Union Ruesselsheim Germany, berharap SJH yang dikembangkan LPPOM MUI
dibawa ke komisi Eropa sehingga dapat menjadi komponen mutu makanan yang
diakui setara dengan ISO. Demikian juga dibawa ke Organisasi Konferensi Islam
(OKI) sehingga dapat diadopsi negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim,
yang akhirnya lebih diterima dunia internasional. Dengan sistem yang telah
dikembangkan, Indonesia didorong untuk menjadi leader sekaligus pusat halal
dunia yang mencakup pengembangan sistem audit, sertifikasi, dan jaminan halal.
Hal ini tidak berlebihan karena LPPOM MUI khususnya dan Indonesia
umumnya memiliki kredibilitas yang diakui dunia internasional, dengan
kapasitas pakar sains dan teknologi, serta para ulama yang mumpuni. Apalagi
didukung jumlah Muslim terbesar di dunia, menjadi ajang bisnis dan target pasar
produk halal potensial dunia bagi para produsen halal. Pada 2009 diperkirakan
pertumbuhan pasar halal dunia mencapai nilai transaksi dua triliun dolar AS.
Tentu Indonesia yang berpenduduk Muslim tak kurang dari 190 juta jiwa (12
persen Muslim dunia) merupakan salah satu pasar pertumbuhan produk halal ini.
Melimpahnya potensi sumber daya alam dan besarnya pangsa pasar produk halal,
Indonesia juga berpeluang menjadi produsen produk halal terbesar di dunia.
Karena itu, berbagai pihak mengusulkan agar aturan mengenai jaminan produk
halal dicantumkan kewajiban bagi setiap pengusaha untuk mencantumkan label
pada produk yang dihasilkan. Hal ini akan menjadi keunggulan Indonesia
dibanding negara lain. Memang persaingan untuk menjadi pusat halal dunia
cukup ketat, misalnya dengan Malaysia, Brunei, dan Singapura selalu ada.
Namun, masyarakat internasional akan melihat kapasitas, kapabilitas, dan
kompetensi negara-negara tersebut. Kiranya Indonesia cukup memiliki syarat
dasar untuk hal ini.

Negara-negara maju yang notabenya bukan Negara yang mayoritas umatnya


Islam telah mengembangkan produk-produk hasil bioteknologi dan rekayasa
genetic. Produk pangan transgenic seperti kedelai dari perusahaan Monsanto,
Amerika Serikat, kapas dan jagung telah membanjiri dalam negeri. Untuk itu
LPPOM MUI harus mampu mengembangkan metode baru untuk mendeteksi dan
menentukan kehalalan pangan atau produk lainnya. Disamping itu pemerintah
perlu mensosialisasikan tentang produk transgentik agar masyarakat terutama
masyarakat muslim mendapatkan gambaran yang benar. Berdasarkan survey
lebih dari 80 % penduduk Indonesia yang mayoritas Islam belum mengenal
produk transgenic terutama pangan.Perkembangan bioteknologi dan rekayasa
genetic telah berkembang pesat terutama di Negara-negara maju. Sampai saat ini
sudah ratusan gen dari berbagai sumber yang berhasil dipindahkan ke tanaman
dan memunculkan ratusan jenis varietas tanaman baru yang disebut tanaman
transgenik. Sebagian besar tanaman transgenik belum dipasarkan. Hingga tahun
2000, baru 24 jenis varietas tanaman transgenik dikomersialisasikan di Amerika.
Tahun ini diperkirakan lebih dari 30 varietas tanaman transgenik dipasarkan.
Pada saat ini terdapat empat tanaman transgenik utama yaitu:1). kedelai
transgenik yang menguasai 36 persen dari 72 juta hektar (ha) area global
tanaman kedelai, 2). Kapas transgenik yang mencakup 36 persen dari 34 juta
hektar, 3). Kanola transgenik , 11 persen dari 25 juta hektar, dan 4). Jagung
transgenik, 7 persen dari 140 juta hektar. Berdasarkan luas area penanaman dan
sifat baru yang disisipkan, kedelai transgenik tahan herbisida menduduki ranking
pertama (25,8 juta hektar) diikuti jagung Bt (tahan ulat pengerek), kanola tahan
herbisida, jagung tahan herbisida, kapas tahan herbisida, kapas Bt dan tahan
herbisida, kapas Bt, serta jagung Bt dan tahan herbisida. Bahan pangan dari
tanaman transgenik sudah barang tentu sudah masuk ke Indonesia, terutama
kedelai dan jagung transgenik. Terdapat hubungan yang lurus antara larangan
agama, manfaat pengharaman, dan perkembangan iptek dalam menguji pangan
halal/haram. Ajaran manfaat makanan halal dan baik itu saling terkait. Sekecil
apa pun zat jika ternyata merugikan manusia, bahan tersebut tetap diharamkan
dalam Islam. Kemajuan iptek saat ini telah mampu membuktikan cara menguji
pangan haram dan mampu mendeteksi keberadaan barang haram tersebut dalam
suatu makanan dan minuman. Teknologi pendeteksi itu dikenal dengan nama
Polymerase Chain Reaction (PCR). Aplikasi teknologi PCR amat sensitif dalam
mendeteksi bahan yang diharamkan dalam produk pangan dan lainnya. Teknik
PCR mempunyai kemampuan yang sensitif untuk deteksi keberadaan daging babi
dalam daging segar maupun produk daging yang telah dicampur dengan bahan
daging lain. Karena itu, analisis PCR ini dapat juga digunakan secara rutin di
laboratorium sebagai metode yang cepat dan praktis. Pemerintah harus
menjalankan tanggung jawab mengatur dan mengawasi agar produk pangan hasil
bioteknologi tetap dapat terjaga kehalalan dan kebaikannya. Untuk itu,
pemerintah memberikan rambu-rambu sebagai patokan dalam penentuan halal
dan tidaknya produk pangan bioteknologi. Diantara rambu yang harus dipatuhi
adalah pangan hasil bioteknologi tidak menggunakan bahan-bahan yang
diharamkan. Hal ini berlaku pada proses produksi secara fermentasi.Hingga saat
ini Pemerintah belum melakukan kajian untuk menetapkan jenis kedelai, jagung,
dan bahan pangan transgenik apa yang boleh masuk di Indonesia. Kemampuan
Pemerintah melacak dan mengendalikan distribusi bahan pangan transgenik juga
berperan penting. Hingga saat ini kita tidak tahu kemana bahan tersebut beredar
serta digunakan untuk apa. Boleh jadi bahan tersebut yang seharusnya untuk
pakan, karena ketidaktahuan masyarakat atau petani kemudian ditanam. Melalui
penyerbukan silang (sifat ini sangat dominan pada jagung transgenik), jagung
lain yang non transgenik segera berubah menjadi transgenik. Pemerintah dan
LPPOM MUI perlu segera melakukan analisis terhadap produk transgenic ini
agar didapatkan metode untuk keamanan pangan dan kesehatan masyarakat
Indonesia. Untuk menjadi pelopor dan pusat halal dunia, Indonesia harus proaktif
menyikapi perkembangan produk-produk baru yang ada agar tidak ketinggalan
Negara-negara lain.

2.5. Potensi Branding Halal Untuk Mensukseskan Program Aku Cinta 100%
Indonesia

Branding Halal adalah pengakuan, identitas, merek halal, persembahan merek


yang memperhitungkan persyaratan khusus dari segmen konsumen yang luas.
Prospek produk halal di pasar dalam dan luar negeri:

• Menjamain kehalalan makanan, minuman, obat, kosmetika, produk kimia


biologis dan rekayasa genetik, dan/atau produk lainnya yang dikonsumsi
masyarakat Islam.

• Manfaat nya memberikan ketentraman batin masyarakat dalam


mengkonsumsi produk tersebut

• Meningkatkan mutu, kepuasan konsumen dan daya saing dalam bisnis


• Membangun identitas merek yang kuat untuk model sebuah bisnis yang
berkelanjutan

• Dalam hal pemasaran merek, kesempatan untuk memanfaatkan etika Islam


dan pemerintahan untuk pemasaran merek untuk proyek identitas sosial
yang menguntungkan

• Sebuah operasi bisnis yang melakukan sendiri pada platform etika Islam
dan sebagai hasilnya citra melalui merek, dalam kegiatan apapun, internal
dan eksternal, selalu dengan maksud menguntungkan masyarakat, dan
kedua pihak yang terlibat

• Sebuah merek dapat menguntungkan dari menggunakan pendekatan


transparan, jujur dan etis dalam membangun "kepercayaan" dengan
kelompok target.

• Sebuah merek akan menghasilkan basis pelanggan setia yang akan terus
berkembang

• “Merek Halal" yang memprakarsai perubahan, yang memberikan


pengetahuan, yang menemukan (dan menempatkan dirinya) sebagai tidak
memiliki "agenda tersembunyi" akan memerintah hati dan kepala
kelompok konsumen.

Untuk itu perlu dilakukan kampanye cinta produk Indonesia, yang bertujuan
untuk:

• Diharapkan, bangsa Indonesia bangga menggunakan produk dalam negeri,


serta dapat meningkatkan citra Indonesia sebagai bangsa yang kreatif.

• Bahwa tantangan terbesar yang dihadapi dalam rangka menumbuhkan


kebanggaan atas produk Indonesia adalah menjaga konsistensi kualitas,
ketersediaan yang berkesinambungan dan harga yang kompetitif dengan
produk luar negeri.

• Pasar domestik merupakan pilihan terbaik mengingat hal ini merupakan


kekuatan pasar yang luar biasa untuk menyerap produksi dalam negeri.

• Masyarakat Indonesia masih terlalu bersikap jaga image dan berpikiran


orientasi impor. bahwa program ini bukan bentuk kebijakan proteksionisme
dari pemerintah.
BAB 3.PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Halal adalah kata-kata Al Qur’an yang artinya diijinkan. Dalam hubungannya


dengan pangan, maka itu adalah standar makanan orang Islam.

2. Branding Halal adalah pengakuan, identitas, merek halal, persembahan merek


yang memperhitungkan persyaratan khusus dari segmen konsumen yang luas.

3. Tujuan dilakukan kampanye cinta produk Indonesia antara lain diharapkan,


bangsa Indonesia bangga menggunakan produk dalam negeri, serta dapat
meningkatkan citra Indonesia sebagai bangsa yang kreatif, tantangan terbesar
yang dihadapi dalam rangka menumbuhkan kebanggaan atas produk
Indonesia adalah menjaga konsistensi kualitas, ketersediaan yang
berkesinambungan dan harga yang kompetitif dengan produk luar negeri.

4. Jaminan pangan halal dan baik adalah mutlak diperlukan untuk meningkatkan
daya saing produk pangan lokal Indonesia baik di dalam maupun di luar
negeri. Adanya jaminan halal produk lokal Indonesia dapat menjadi barier
bagi produk-produk asing yang tidak mengantungi sertifikat halal. Produk
pangan yang baik dapat menjadi kompetitor produk-produk luar. Untuk
mewujudkan pangan baik tentunya harus menjadi usaha dan perjuangan
bersama antara seluruh pemegang kebijakan dalam pangan, produsen, peneliti,
pemerintah dan konsumen.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahnya. 1978. Departemen Agama RI.:Jakarta

Anwar, Ali .2007. Tinjauan Islam terhadap Makanan dan Minuman.

http://www.unpas.ac.id/file:///D:/aims/pangan%20halal/pangan%20dalam
%20pandangan%20islam.htm.( Diakses 27 Desember 2010 )

Darwanto, D.H. dan Ratnaningtyas, P.Y.2007.Kesejahteraan Petani Dan

Peningkatan Ketersediaan Pangan: Sebuah Dilemma?. Jurnal Ekonomi


Rakyat.http://www.ekonomirakyat.org./pangan%20halal/kesejahteraan%20n
%20keter%20pangan.htm. (diakses 27 Desember 2010)

Girindra, Aisjah. 2006. Menjamin Kehalalan dengan Label Halal Vol.1 No 9. hal.12-
13. Bogor:Persfektif Food Review Indonesia

Hermaninto, J. 2006. Tinjauan Titik Kritis Halal-Haram Produk Olahan Daging


Vol.1 No 9. Bogor:Food Review Indonesia

Hariyadi, P. 2006. Mutu dan Ingridien Pangan Vol.1 No 5. Bogor :Editorial Food
Review Indonesia.

Hariyadi,P.2006. Halal dan Sekaligus Praktis Vol.1 No 9. Bogor: Editorial Food


Review Indonesia.

Murti, Tridjoko Wisnu.2010. Penerapan Good Halal Practices Sebagai Suatau


Sistem Jaminan Halal Produk.
peternakan.http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/1084_pp0911256.p(27-12-2010)

Pram.2010.Kriteria Makanan Halal (bagian 2 dari 2)


http://blog.tokohaba.com/2010/04/kriteria-makanan-halal-bagian-2-dari-3/
(diakses 27 Desember 2010)

Ridho,Rasyid.2010. INDONESIA SEBAGAI PUSAT HALAL DUNIA

http://immppg.blogspot.com/2010/12/indonesia-sebagai-pusat-halal-dunia.html

(diakses 27 Desember 2010)

Republika on line. 2007. Dicari! Obat-obatan dan Kosmetika Halal. Jumat 27 April

2007. http://www.republika.co.id. Diakses 27 Desember 2010

Santoso, Umar. (2006). Industri Pangan Halal : Bagaimana Prospeknya? Vol.1 No


5. Bogor: Editorial Food Review Indonesia

Qardhawi, Yusuf. 2000. Halal dan Haram.Jakarta:Rabbani Press

You might also like