BN : 978-979-99498-2-0
rsa ih erpISBN: 978-979-99498-2-0
DUNIA PERTANIAN SEBAGAI
PENGAMAN KETAHANAN PANGAN
SEKALIGUS PENYELAMAT
LINGKUNGAN
Prosiding Seminar
Dalam Rangka Dies Natalis ke 51 (1956-2007)
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Medan, 04 Desember 2007
Editor:
T. Sabrina Djunita
Abdul Rauf
Bintang Sitorus
Diterbitkan oleh: Departemen Ilmu Tanah FP-USU Medan
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2008"Dunia Pertanian Sebogai Pengaman Ketahonan Pangan Sekaligus Penyelamat Lingkungan” vii
Prasiding Seminar Dalam Rangka Dies Natalts ke 5{ Fakulias Perganian USU. Medan, ¢ Desember 2007
ISBN 978-979-99498-2-0
32 Kajian Pemberian Limbah Pabrik Rokok (Tembakau) Terhadap Sifat
Fisika dan Kimia Tanah Inseptisol serta Pertumbuhan Tanaman Jagung
(Zea Mays L.).
Kemala Sari Lubis 237
33 Vermikompos Penyelamat Ketahanan Pangan.. Tengku Sabrina Djunita,
Erwin dan Fauzi 243
Ga) Peagendatian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Sebagai Salah Satu
Alteratif Dalam Penelolaan Tanah Yang Mengandung Pirit
Nurhayati dan Razali : 248
3) Potensi Lahan Gambut Untuk Tanaman Pertanian
Nurhayati, dan Bintang 256
36 Tanggap Tanaman Jagung Terhadap Beberapa Perlakuan Pupuk Dan
Bahan Grganik Pada Tanah Ultisol
Bintang dan Gantar Sitanggang 264
Gy) Pupuk Hayati Mikoriza Untuk Pertumbuhan Dan Adaptasi Tanaman Di
Lahan Marginal
Nurhayati, dan Syarifa Mayly Boelian Dachban 268
@& Pengaruh Pemberian Abu Jerami Padi Dan Pupuk Fosfat Terhadap
Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine Max L. Mert) 3
Nurhayati, dan Supardi Umar 276
39 Respon Pertumbuhan Beberapa Varietas Padi Sawah (Oryza Sativa L.)
Pada Berbagai Konsentrasi Garam Nacl.
Khairunnisa Lubis 284
40 Pertumbuhan Jarak Pagar (Jatropha Cureas L) Di Lahan Marginal
Menggunakan Berbagai Macam Bahan Organik
Budi Utomo 288
41 Perubahan Kation-Kation Basa (Na‘,Ca", Mg") Tanah Gambut
Akibat Pemberian Bokashi Tandan Kosong Kelapa Sawit Dan.
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Posma Marbun 294
42 Respon Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma Cacao L.) akibat
Pemberian Bokashi Kulit Buah Kakao dan Pupuk NPK
Meiriani 301
DAFTAR PESERTA SEMINAR 307 +
PANITIA PELAKSANA 310Prosiding Seminar “Dunia Pertanian Sebagai Pengaman Ketahanan Pangan Sekaligus 248
Penyelamet Lingkungan” Balam Rangka Dies Notalfs ke 5] FP-USU,4 Desember 2007
ISBN 978-979-90498-2-0
PENGENDALIAN AKTIVITAS MIKROORGANISME TANAH SEBAGAI
SALAH SATU ALTERNATIF DALAM PENELOLAAN TANAH YANG
MENGANDUNG PIRIT
Nurhayati ”, Razali”
"Staf Pengajar Fakultas Pertanian Jurusen thaw Tanah UNSYIAH,
*Staf Pengajar Fakultas Pertanian Jurusan Agronomi, UPMI
PENDAHULUAN
Tanah sulfat masam terdapat cukup banyak di Indonesia, dan sebagian telah
dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Problem utama pada tanah tersebut adalah adanya
senyawa pirit (Fe2S). Adanya oksidasi senyawa tersebut menyebabkan tanah menjadi
masam, logam-logam dan basa-basa melarut schingge tanah menjadi miskin dan
kehidupan biota perairan yang terkena air drainasenya menjadi tergangeu. Tanah yang
telah teroksidasi tersebut bila tergenang kembali menyebabkan meningkatnya ion besi
ferro dan hidrogen sulfida yang dapat meracuni tanaman padi. Reaksi oksidasi dan
reduksi tersebut secara kimia berjalan lambat, namun adanya bantuan bakteri
pengoksidasi dan pereduksi sebagai katalisator mempercepat proses reaksi tersebut
beberapa ratus sampai juta kali lipat, sehingga dampaknya menjadi lebih besar, karena
itu pengelolaan tanah sulfat masam dapat didekati melalui pengendalian aktivitas
mikroorganisme yang terlibat pada Proses oksidasi-reduksi tersebut, Beberapa tindakan
untuk menghambai aktivitas bakieri Pengoksidasi adalah pemberian bakterisida,
Pemutusan suplai oksigen melalui penggenangan, dan pemberian kapur. Sedangkan
aktivitas bakteri pereduksi perly dirangsang dengan pemberian bahan organik dan
penggenangan.
Tanah sulfat masam merupakan tanah yang mengandung pirit (Fe,S), banyak
terdapat di daerah rawa, baik pada pasang surut maupun lebak. Mikroorganisme sangat
berperan dalam pembentukan tanah tersebut. Pada kondisi tergenang senyawa tersebut
bersifat stabil, namun. bila telah teroksidasi akan memunculkan problem bagi tanah,
kualitas kimia perairan dan biota-biota baik yang di dalam tanah maupun di lingkungan
air, dimana hasil oksidasi tersebut kembali tercuci ke perairan. Mensvoon dan Dent
(1998) menyatakan bahwa senyawa pirit merupakan masalah pada tanah tersebut.
Dilihat luasan, topografi dan ketersediaan air, lahan tersebut sebenarnya
mempunyai potensi untuk pengembangan tanaman Pangan dan tahunan. Di Indonesia
diperkirakan terdapat sekitar 6,7 juta ha lahan berpirit tersebui, yang tersebar di pulau
Kalimantan, Sumatera, Yan Irian (Nugroho et al., 1992). Topografi termasuk Kategori
datar (<3 %) dengan ketersediaan air bervariasi, dan umumnya di bawah potensi
produksi tanaman,
Pembukaan Iahan pada tanah tersebut selalu dibarengi dengan pembuatan
saluran air untuk kepentingan transpertasi dan drainase/ irigasi kawasan tersebut.
Namun dalam kenyataannya, pengelolaan air tidak terkendali dengan baik. Permukaan
air tanah turun di bawah permukaan lapisan pirit, yang menghasilkan asam sulfat,
membuat pH tanah sangat masam. Kemasaman yang rendah tersebut berdampak
negatif terhadap sifat kimia tanah dan aktivitas mikroba tanah.
Tanab-tanah yang sudah teroksidasi ini, bila tergenang pada musim hujan, akan
terjadi proses reduksi. Proses tersebut meningkatkan pembentukan besi ferro dan
sulfida, yang dapat meracuni tanaman padi.Prosiding Seminar “Dunia Pertanian Sebagai Pengaman Ketahanan Pangan Sekaligus 29
Penyelomat Lingkingan" Dalam Rangka Dies Naralis ke 31 FP-USU,4 Desember 2007
ISBN 978-979-99495-2-6
Dilihat dari segi potensi dan dampaknya, maka tanah tersebut membutuhkan
pengelolaan yang tepat dan terintegrasi dari berbagai aspek. Untuk itu perlu dipelajari
proses-proses oksidasi dan reduksi dari senyawa pirit tersebut agar diketahui cara-cara
pengelolaannya yang sesuai.
Reaksi oksidasi dan reduksi pada tanah tersebut dipengaruhi berbagai aspek baik
Kimia, biologi maupun fisika tanah. Ditinjau dari aspek biologi, maka kecepatan
oksidasi senyawa pirit sangat ditentukan oleh peran dani bakteri pengoksidasi pirit yang
disebut Thiobacillus sp. Sedangkan dalam kendisi reduksi, pembentukan pirit atau H2S
sangat ditentukan oleh aktivitas bakteri pereduksi sulfat (Desulfovibro sp). Karena itu
dalam pengelolaan tanah sulfat masam dapat didekati melalui Pemanfaatan peranan
kedua bakteri tersebut. Namun aktivitas kedua bakteri tersebut dipengaruhi oleh
lingkungannya, karena adanya saling ketergantungan satu sama lain antara bakteri
dengan lingkungannya.
Dalam tulisan ini akan dipaparkan peranan mikroorganisme dalam proses reaksi
oksidasi-reduksi, dan upaya-upaya’ pengelolaannya melalui pengendalian aktivitas
mikroba tersebut.
Peranan Mikroorganisme dalam Proses Oksidasi dan Reduksi Pirit
Adanya oksidasi pirit merupakan penyebab utama munculnya permasalahan
pada lahan sulfat masam. Menurut Dent (1986); Alloway dan Ayres (1997) proses
oksidasi pirit pada tanah sulfat masam terjadi dalam beberapa tahap dan melibatkan
proses kimia serta mikrobiologi. Mula-mula oksigen terlarut dalam air tanah bereaksi
lambat dengan pirit., menghasilkan besi fero (Fe") dan sulfat atau unsur belerang.
Reaksi tersebut adalah sebagai berikut :
FeS.+ 40,+2H > Fe +28+H,0
Oksidasi belerang oleh oksigen terjadi sangat lambat, tetapi dengan bantuan
bakteri autotrop yang berperan sebagai katalisator, dengan reaksi sebagai berikut:
$+320;+H0% SO?*+2H"
Menurut Anonim (2002b), bakteri tersebut adalah Thiobacillus thioksidans dan
merupakan bakteri chemolithotrophs yang menggunakan S yang tereduksi scbagai
sumber energi. Asam sulfat merupakan hasil akhir dan reaksi tersebut menyebabkan pH
lingkungan disekitamya 2 atau kurang. Menurut Anonim (2002a) beberapa bakteri
pengoksidasi yang toleran terhadap kemasaman adalah Thiobacillus ferrooxidans,
‘Thiobacillus thiooxidans pada pH 2-3, dan Thiobacillus acidophilus pada pH 1,4.
Menurut. Dent (1986), kemasaman yang ditimbulkan ditambahkan dengan
kemasaman yang terjadi oleh adanya oksidasi besi monosulfat amorf mengakibatkan
tanah menjadi masam, Jika pH tanah menjadi lebih rendah dari 4, Fe” larut dan
mengoksidasi pirit dengan kecepatan tinggi. Persamaan reaksi oksidasi pirit oleh Fe”
sebagai berikut :
FeS; + 14 Fe” + 8 H,O > 15 Fe" + 280° + 16H”
Dengan adanya oksigen, Fe”” yang dihasilkan dapat berubah menjadi Fe°”,
Namun pada pH kurang dari 3,5 oksidasi melalui proses kimia tersebut berlangsung
lambat. Fe** hanya stabil dengan hadirnya O2 pada pH rendah, dimana pada pH rendah
redoks potensial lebeh besar daripada pH netral (Anonim 2002f). Pada pH rendah
bakteri Theobacillus ferrooxidans mengoksidasi_ Fe™ menjadi Fe” dengan cepat dan
selanjutnya Fe’" yang dihasilkan terlibat lagi dalam proses oksidasi pirit. Reaksi
oksidasi Fe” menjadi Fe” dengan bantuan Theobacillus ferrooxidans adalah sebagai
berikut :Prosiding Seminar “Dunia Pertanian Sebagai Pengaman Ketahanan Pangan Sekaligus 250
Penyelantat Lingkingan” Dalam Rangka Dies Natalis ke 3! FP-USUL4 Desember 2007
ISEN 975-979-99498-2-0
————————
Fe" +%0:+H" > Fe* +4 8,0
Dari persamaan diatas, terlihat bahwa sebagian besar kemasaman (H”) yang
dihasilkan dalam proses oksidasi pirit oleh Fe"?, digunakan dalam proses aksidasi Fe™™
dengan bantuan Theobacillus ferrooxidans, Menurut Anonim (2002c), bakteri tersebut
merupakan bakteri sulfur acidophilic yang dapat menggunakan besi tereduksi (Fe™")
sebagai sumber eneginya. Menurut Mills (2002) dan Natarajan (2002), hadimya Fe™”
akan menyerang logam sulfide (MS) lainnya dengan persamaan reaksi sehagai berikut :
MS+nFe* > M"+S+nFe™
Schingga melarutkan logam-logam dan menghasilakn ion Cu*”, Zn”, Pb’, dan Ca.
Reaksi logam sulfide dengan logam asam sulfat bereaksi lambat tanpa hadimya Fe”.
Hadimya ion logam tersebut dapat bersifat toksik bagi mikroorganisme, misalnya hasil
oksidasi arseno pirit (FeAs) yaitu ion arsenit dan arsenal, sangat menghambat
pertumbuhan bakteri pengoksida. Menurut Mills (2002), bakteri pengoksidasi tersebut
berasal dari genus Thiobacillus, Thiomicrospira dan sulfalobus,
Reaksi oksidasi pirit yang terjadi dalam beberapa tahap dengan hasil akhir
ferihidroksida secara ringkas dapat dinyatakan dalam persamaan reaksi sebagai berikut:
FeS; + 15/40; +7/2H;0 + Fe(OH); + 2S0;-+4H°
Menunst Konsten er af(1988) kemasaman maksimal terbentuk jika proses
oksidasi pirit menghasilkan feri hidroksida (Fe(OH)3). Seperti terlihat dalam persamaan
reaksi diatas, oksidasi 1 mol pirit menghasilkan 4 mol H’. Jika dalam oksidasi pirit
terbentuk jarosit, kemasaman yang dihasilkan hanya 3 mol H’ setiap 1 mol pirit
teroksidasi. Reaksi oksidasi pirit yang menghasilkan jarosit adalah sebagai berikut:
FeS; + 15/4 02 + 5/2 HO + 13K" > 1/3 KFe(SO,)OH), + 43 SO? + 3—°
Oksidasi pirit menghasilkan kemasaman lebih rendah jika proses oksidasi pirit
tersebut menghasilakan Fe°*. Reaksi oksidasi pirit tersebut merupakan oksidasi kimia,
yang menghasilakan Fe”, reaksinya adalah sebagai berikut:
FeS; + 7/20 +8H,0 > Fe” +280;"-+2H"
Menunn Breemen (1933), kecepatan penurunan pH akibat oksidasi pirit
ditentukan oleh jumlah pirit, kecepatan oksidasi, kercepatan perubahan hasil oksidasi,
dan kapasitas netralisasi.
Dari uraian proses oksidasi senyawa pirit di atas terlihat bahwa mikroorganisme
(bakteri pengoksidasi) sangat berperan sekali dalam proses oksidasi senyawa pirit, baik
sebagai pengoksidasi sulfat maupun besi. Tanpa adanya bakteri sebagai katalisator
proses reaksi secara kimia berjalan sangat lambat. Berdasarkan perhitungan Dugan
(1974), oksidasi yang disebabkan olch mikroba beberapa ratus kali lipat lebih besar
dibanding oksidasi secara kimia. Sedangkan menurut Evangelou dan Zhang (1995
dalam Mills, 2002), oksidasi sulfida yang dikatalisasi oleh bakteri, kecepatan reaksinya
pangkat 6
(1 juta kali) lebih besar daripada reaksi yang sama tanpa adanya bakteri, Anonim
(2002b), menyebutkan bahwa dalam lingkungan aerobik (oksidasi), sulfida dikonversi
menjadi sulfat oleh bakteri bakteri pengoksidasi sulfur, oksidasi kimia dari sulfida juga
terjadi tetapi lebih lambat daripada dengan adanya mikroba. Ini artinya bahwa dampak
yang ditimbulkan oksidasi senyawa pirit secara kimia relatif keeil, namun adanya
baktreri pengoksidasi menyebabkan oksidasi senyawa pirit menjadi lebih cepat sehingga
menghasilkan asam yang lebih bayak.
‘Tanah sulfat masam yang telah mengalami oksidasi pada musim kemarau dapat
tergenang pada musim hujan, sehingga merubah kondisi oksidasi menjadi reduksi.
Adanya perubahan tersebut akan meningkatkan pH tanah karena adanya penggunaan H”Armiding Seminar “Dunia Pertanian Sebagai Pengaman Ketahanan Pangan Sekaligus 251
Periamal Lingkungan” Dalam Rangka Dies Natatis ke 51 FP-USU.4 Desember 2007
SEEN 975-979-99498-2-0
a
| tm reaksi reduksi (Dent, 1986). Sebagai contoh penggunaan H™ olch Fe(OH); yang
| Sisilkan dalam oksidasi pirit, dengan persamaan reaksi sebagei berikcut:
: Fe(OH)s + 2H’ +%CH,0 > Fe” + 11/4 8,0 41/4 CO,
Hezksi reduksi tersebut beriangsung dengan bantuan bakteri anaerob dan adanya bahan
| @rznik sebagai penyumbang elektron. Oleh sebab itu, dibandingkan pada tanah biasa,
‘e=xpatan reduksi pada tanah sulfat masam yang digenangi lebih lambat karena
femasaman yang tinggi, rendahnya ketersediaan hara dan bahan organik yang mudah
‘edekomposisi, atau kombinasi dari kondisi-kondisi tersebut yang mengakibatkan
taiteri anaerob kurang mampu berkembang. Hal ini terjadi terutama pada tanah sulfat
masam yang telah lanjut sehingga mengandung kristal geotit dan hematit yang stabil
sesingga sulit direduksi, sedangkan pada tanah sulfat masam yang muda, kaya akan
| Scloid besi. Konsten ef al, (1996) mendapatkan tidak adanya peningkatan pH setelah
| Betggenangan pada tanah yang mempunyai kandungan oksidasi besi feri yang rendah.
| acl tingkat kelarutan besi ferro dan kenaikan pH sangat dipengaruhi oleh ketersedian
| Desi yang dapat direduksi, bahan organik dan suasana anaerobik,
: Peningkatan pH tanah menurunkan tingkat aktivitas Al’*. Penurunan aktivitas Al
“kn menurunkan tingkat toksisitasnya, tetapi dilain pihak kondisi reduktif tersebut
| @pat mengakibatkan timbulnya ion atau senyawa lain juga bersifar toksik (racun) bagi
| Beaman, yaitu Fe™, HS, asam organik, dan CO) yang larut dalam jumlah tinggi dalam
‘=rvtan tanah.
Menurut Hardjowigeno dan Rayes (2001), pada tanah sulfat masam muda, Fe?"
ming tinggi mudah terbentuk dan dapat bertahan beberapa bulan, karena tanah disangga
stieh sulfat pada pH rendah schingga Fe” tetap berada dalam larutan. Peningklatan Fe"
| amumnya mencapai puncak setelah 2-5 minggu digenangi. Hasil penclitian Moore dan
?erick (1993) menunjukkan bahwa serapan Fe pada tanaman padi berkorelasi dengan
scivitas Fe** dalam lanman tanah. Sedangkan pertumbuhan tanaman berkorelasi dengan
aktivitas Fe™” dalam Jarman tanah. Sedangkan pertumbuhan tanaman berkorelasi dengan
2H tanah dan Ag, (rasio aktivitas Fe” terhadap jumlah aktivitas kation divalent)
Keracunan H;S tidak bersifat spesifik pada tanah sulfat masam. Mitsui 1964
_ @lam Breemen 1993) menyebutkan bahwa pada konsentrasi 0,1 mg/l H,S sudah dapat
aeracun lanaman padi. Keracunan terjadi umumnya pada tanah yang kaya bahan
» arganik dan rendah besi. Keracunan HS hanya muncul setelah pH mencapai 5 yang
‘exxapai setelah penggenangan yang lama, hal ini berkaitan dengan aktivitas bakteri
pereduksi sulfat (Desulfovibro). Timbuinya H)S tersebut menurut Dent (1986), Konsten
(1990) dan breemen (1993) karena proses reduksi SO,” dan jumlah yang terbentuk
‘4erhubungan langsung dengan bahan organik dengan reaksi sebagai berikut:
e SO," +2CH;,0+ H > HyS + 2CO; +210
Reaksi reduksi sulfat tersebut selain membutuhkan bahan organik sebagai sumber
ektron, dan juga pH yang sesuai agar berjalan cepat yaitu pH anatara 4-5. Reduksi
sulfat berjalan sangat lambat pada pH di bawah angka tersebut, karena itu pada tanah
| sulfat masam muda, reduksi sulfat berjalan lebih cepat dibanding pada tanah sulfat
_ =asam tua. Tanaman padi yang mengalami keracunan H7S sangat mudah terinfeksi
- penyakit dan akar kurang berkembang (Puslitbangtan Pangan, 2002). Bentuk sulfida
» Gervariasi, pada pH rendah dominan berada dalam bentuk HS, sedangkan pada pH
setral dalam bentuk HS’, dan pada pH alkalin dominan berada dalam bentuk S*
- (Anonim, 2002e). -
Menurut Anonim (2002d), bakteri pereduksi sulfat mereduksi sulafat ke
Sidrogen sulfida pada lingkungan anacrob.Organisme ini menggunakan campuran
:Prosiding Seminar “Dunia Pertanian Sebogai Pengaman Ketahanan Pangan Sekaligus 252
Pemvelamat Linghungan” Datam Rangka Dies Natalis ke 51 FP-USU.4 Desember 2007
ISBN 978-979.99498.2.0
organik atau Hz sebagai sumber elektron untuk mereduksi sulfal. Sedangkan sulfida
merupakan hasil oksidasi kimia oleh O,. Oksidasi sulfida secara biologi dilakukan oleh
bakteri chmolithptrophic terjadi dalam beberapa strata.
Asam-asam organik terbentuk sebagai hasil fermentasi tanah tergenang yang
kaya bahan organik, dan ini Sangat berbahaya bagi tanaman padi bila konsentrasinya
berada 0,1-1 mmol/l. Biasanya terjadi pada tanah bergambut dengan kimia yang miskin,
tanah berpasir dengan besi aktif rendah, diman PH tetap rendah setelah Penggenangan
(Okazaki dan Wada 1976 diacu dalam Breemen 1993).
Dari uraian di atas terlihat bahwa pada kondisi reduksi pun, mikroorganisme
tetap berperan baik dalam reduksi besi ferri maupun reduksi sulfat. Tanpa adanya
bantuan bakteri, maka reaksi reduksi berjalan sangat lambat, Adanya eran bakteri
tersebut dapat dimanfaatkan untuk usaha Percepatan peningkatan kualitas lahan sulfat
masam.
Pengelolaan Lahan Sulfat Masam Melaluj Kontrol Aktivitas Mikroorganisme
Adanya proses oksidasi dan reduksi Senyawa pirit, dimana dari hasil proses
oksidasi tersebut memberikan berbagai dampak negatif bagi pertmbuhan tanaman dan
lingkungan sekitamya, Karena itu periu dilakukan upaya penanggulangan agar dampak
negatif tersebut dapat ditekan seminimal mungkin tanpa banyak mengurangi tingkat
produksi padi.
Dalam proses oksidasi-reduksi pada tanah sulfat masam, terlihat betapa besamya
peran dari mikroorganisme, karena itu pendekatan pengelolaan tanah sulfat masam
melalui mikroorganisme dapat didekati melalui:
1. Mencegah atau memperlambat terjadinya proses oksidasi, yaitu mencegah kerja dari
bakteri pengoksidasi, melalui :
a. Pemberian bakterisida. Aktivitas bakteri bakteri pengoksidasi dapat ditekan
melalui pemberian bakterisida yang spesifik. Hasil pengujian Polford er al
(1980), pemberian NaN3 dan N-ethylmaleimide (NEM) mampu menghambat
oksidasi Fe * dan S°
b. Mengurangi suplai oksigen melalui Penggenangan, schingga kerja bakteri
pengoksidasi terhambat. Menurut Anonim, (2002b), adanya udara mempercepat
oksidasi $ yang menyebabkan masalah Pada organisme lain dan melarutkan
- logam-logam berat, sehingga lahan tidak layak digunakan untuk perlanian, tetapi
berguna untuk menghambat Streptomyces scbies penyebab penyakit pada
kentang. Wako er al. (1984) dan Jaynes et al. (1984 dalam Mensvoort dan Dent
1998) menyatakan bahwa kondisi ‘optimum untuk oksidasi pirit sama dengan
Kondisi optimum ummuk oksidasi besi oleh Thiobacillus ferroxidans yaitu
konsentrasi oksigen > 0,01 Mole fraksi (1%) temperatur 5-55°C (optimal 3,3).
Menurut Anonim (2002b), bakteri tersebut adaptif pada pH rendah (optimum
pertumbuhannya 2-3) dengan konsentrasi besi ferro yang tinggi, besi tersebut
digunakan sebagi donor elektron, dimana Pengaruh pH pada konsentrasi besi
direpleksikan dengan energi yang dihasilkan.
¢. Pemberian kapur, sehingga PH meningkat di atas 5,0 akibatnya aktivitas bakteri
pengoksidasi terhambat, karena meningkatnya populasi bakieri lainnya yang
dapat menyaingi dalam Pengambilan berbagai kebutuhan hidupnya sepertiProsiding Seminar “Dunia Pertanian Sebagai Pengaman Ketahanan Pangan Sekaligas 253
Penyelamat Lingkungan™ Dalam Rangha Dies Natalis ke 5} FP-USU.4 Desember 2007
ISBN 978-979-08495.2-0
oksigen dan lainnya. Menurut Mills (2002), terjadi suksesi bakteri dengan
perubahan pH tanah. pH yang cocok untuk habitat Thiobacillus ferrooxidans
adalah 1,5-3,5, dengan suhu optimal 30-35° C. Pada pH 3,5-4,5 didominasi oleh
bakteri _metalogenum, sedangkan pada pH netral didominasi oleh bakteri
Thiobacillus thoparus. Selain itu, adanya ion Ca yang berasal dari kapur akan
menekan on sulfat membentuk gipsum (CaSO,) sehingga menurunkan aktivitas
ion sulfat, Hasil penelitian Arkesteyn (1980), menunjukkan bahwa adanya
penambahan kapur mencegah pemasaman, dimama pada pH diatas 4,0,
kemampuan oksidasi secara biologi tidak berbeda dengan secara kimia, yaitu
berjalan sangat lambat. Pada percobaan tersebut, bakteri pengoksidasi pirit
lainnya seperti Leptospirillum ferrooxidans atau genus Metallogenium gagal
diisolat
2. Mempercepat proses reduksi sulfat dan besi, dengan menciptakan kondisi
lingkungan yang diperlukan oleh bakteri tersebut. Hasil reduksi tersebut dikeluarkan
dari lahan melalui air drainase saat air surut. Menurut Anonim (2002b), reduksi
sulfat tersebut dimedia oleh organisme yang diketahui secara kolektif sebagai
bakteri pereduksi sulfur (SRB). SRB merupakan bakteri obligat anacrob yang
menggunakan H; atau organik scbagai donor cicktron (chemolithotrophic).
Kelompok organisme pereduksi sulfat ini secara genetik diberi nama awal dengan
“desulfo”, dimana SO,” sebagai aseptor elektron.
Menurut Mills (2002) bakteri tersebut berasal dari genus Desulfobibrio dan
Desulfotomaculum yang merupakan organisme heterotrophic,yang menggunakan
sulfate, thiosulphate (S203) dan sulfide (SOs) atau ion yang mengandung sulfur
tereduksi sebagai terminal aseptor elektron dalam proses metabolisme. Bakteri tersebut
memerlukan subtrat organik yang berasal dari asam organik berantai pendek seperti
asam laktat atau asam piruvat. Dalam kondisi alamiah, asam tersebut dihasilkan oleh
aktivitas fermentasi dari bakteri anaerob lainnya. Laktat digunakan oleh SRB selama
respirasi anaerobik untuk menghasilkan acetat dengan reaksi berikut:
2CHCHOHCOO’ + SO; 2CH;COO"+2HCO;* + 13S
HyS yang terbentuk berguna untuk mengendapkan Cu, Zn, Cd sebagi metal sulfide.
Menurut Anonim (2002a) dan Gadd (1999), bakteri pereduksi sulfat dapat mereduksi
sulfat pada kondisi anaerob menjadi sulfida, selanjutnya dapat mengendapkan logam-
logam toksik sebagai logam sulfida. Menurut Saida (2002), pada percobaan lab dengan
media agar, bakteri tersebut dapat tumbuh sampai pH 2 dan meningkatkan pH media
menjadi 6,4. Menurat Beecketi etal, (dalam Sullivan et al. 2002), reduksi sulfat ke
sulfide dalam lingkungan anacrobik dilakukan oleh bakteri dan fungi. Beberapa gas
dihasilkan dalam oksidasi-reduksi sulfur. Dua gas terpenting adalah SO, dan H2S. SO
dari lahan basah bergabung dengan yang berasal dari industri dapat membentuk formasi
hujan asam. Pada kondisi aerobik, H:5 mungkin dikonsumsi olch pengoksidasi S,
dimana SQ, diserap secara kimia.
KESIMPULAN
1. Adanya senyawa pirit merupakan salah satu penciri tanah sulfat masam dan
merupakan sumber masalah pada tanah tersebut.
2. Adanya oksidasi senyawa pirit menyebabkan tanah menjadi masam, basa-basa
tercuci, kelarutan logam-logam meningkit, aktivitas mikroorganisme tanah dan
kchidupan biota perairan menjadi terganggu.Prosiding Seminar “Dunia Pertawian Sebagai Pengaman Ketahanan Pangan Sekaligus 254
Penyelamat Lingkungan™ Dalam Rangka Dies Natalis ke 51 FP-USU,4 Desember 2007
ISBN 978.979-99498-2-0
nn
3. Proses oksidasi senyawa pirit dan reduksi dari ion atau senyawa yang dihasilkannya
teqjadi secara kimia dan biologi,
4. Kecepatan oksidasi dan reduksi secara kimia berjalan lambat. Adanya bantuan
bakieri pengoksidasi atau pereduksi scbagai katalisator mempercepat reaksi tersebut
beberapa ratus sampai juta kali.
5. Pengelolaan tanah sulfat masam dapat dilakukan melalui pengendalian aktivitas
mikroorganisme yaitu menghambat aktivitas bakteri pengoksidasi melalui
pemberian bakterisida, pemutusan suplai oksigen melalui Penggenangan dan
pemberian kapur agar terjadi suksesi bakteri. Sedangkan pada proses reduksi, perlu
dirangsang dengan pemberian bahan organik sebagai sumber elektron dan energi
serla penggenangan untuk memutus suplai oksigen sebagai aseptor elektron.
DAFTAR PUSTAKA
Alloway BJ. And Ayres DC. 1997. Chemichal Principles of Enviromental Pollutan.
Second edition, London: Blackie Acad and Profesional.
Anonim. 2002a. Sulphur Cycle. Anp://bob. Soil wise. edufhickey soil 523/Partill/sulphur
eyele hem,
Anonim. 2002b. Microbial Transformation of Sulfur, Phosphorus and Metals. Pan 2
Section 3. In Biochemistry. htip://bob, Soil wise. edwhickey soil 523/Partill/p?
Section 3.
Anonim. — 2002c. Metabolic diversity. In’ + CK ~—Biology of
Microorganisms. hlip-/few prenhall.com/b o0khind/pubbooks/CK/chapier
idobjectives deluxe-content.him!,
Anonim. 2002. Microbial Ecology. In: Brock Biology of Microorganisms.juyy
Hew, prenhall.com/bookhind/pubbooks/CK/chapter | 3/objectives _ deluxe-
content html,
Anonim. 2000¢ . Chemolithotrops: Chemical Energy Source Using an Inorganic
Coumpound to Supply Electronto etp.http:/stin.ac. uk/Departements/Nanial
jences/DBI rsenates 31 Chemoiiths. An
Arkesteyn GIMW. 1980. Contribution of Microorganisms to the Oxidation of Pyrit.
WAU Disertation no. 791. hip: agraim.nl.wda abstracts/ ab 791.htm.
Breement. N. Van, 1993. Environmental Aspects of Acid Sulphate Soil, In: Dent DK
advan Mensvoort MEF. (ed). Selected Paper of the Ho Chi Minh City
Syimposium on Acid Sulphate Soils: Vietnam.
Dent D. 1986. Acid Sulphate Soil: A baseline for Research and Development
Wageningen: ILRI Publ.39.
Dugan PR. 1974. Biolchemichal Ecology of Water Pollution. New York: Plenum Press,
Evangelou, VP and Zhang YL. 1995. A review: Pyrite Oxidation Mechanisms and Acid
Mine Drainase Prevention, Critical Reviews in Environmental Science and
Technology.
Gadd GM. 1999. Mctal - Microbe Interctions. In: adv. Microb. Physiol. 41:47-92.
http://www. Dundee.ae.uk Biocentre
Hardjowigeno S$ dan Rayes ML. 2001. Tanah Sawah Bogor - IPB, Program
Pascasarjana.
Konsteas CJM, Suping 8, Aribawa IB, and Widjaja-Adhi IPG. !990,Chemichal
Processes in Acid Sulphate Soil in Pulau Petak, South and Central Kalimantan.
Iz_AARD/LAWOO (ed). Paper Workshop on Acid Sulfate Soil in the Humid
Tropics; Bogor .Prosiding Seminar “Dunia Pertanian Sebagai Pengaman Ketahanan Pangan Sekaligus 255
Penyelanat Lingkungan™ Dalam Rangka Dies Natalis ke 5} FP-USU4 Désember 2007
ISBN 978-979-99498-2.0
—————
Mensvoon. MEF van and Dent DL. 1998. Acid Sulphate Soil In, Lal R, Blum WH,
Valintine C, and Stewart BA. (ed). Method for Assesessment af Soil
Degradation. Florida : CRC Press LLC.
Mills C. 2002. The Role of Microorganisme in Acid Rock Drainage. hup://www,
Environmine, Com/ard/microorgnisms/nele of. htm,
Moore PA and Patrick Jr.WH.1993. Metal Availability and Uptake by Rice in Acid
Sulphate Soil. In: Dent DK and Wan Mensvoort MEF. (ed). Selected Paper of
the Ho Chi Minh City Syimposium on Acid Sulphate Soil: Vietnam.
Natarajan. KA, 2002. How Can Bacteria Augment Gold Recovery. Departement of
Metallurgy, India_hrp-/Anww.c.sic iisc.ernet in fesicweb/insck Ht S/bacteria. huni.
Nogroho K, Alkasuma, Paidi, Wahdini W, Abdurachman, Suhardjo H, dan Widjaja-
Adhi IPG. 1992. Peta Areal Potensial untuk Pengembangan Pertanian Lahan
Pasang Surut Rawa dan Pantai. Proyek Penelitian Sumber Daya Lahan. Bogor:
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Pulford ID, Backes CA, and Duncan HJ, 1988. inhibition of Pyrite Oxidation in Cool
Mine Waste. In Dost H. (ed). Selected Papers of the Dakkar Syimposium on
Acid Sulphate Soil; Dakar, January 1986. Wageningen : ILRI
Saida. 2002. Isolasi, Karakteristik dan Uji Aktivitasi Bakteri Pereduksi Sulfat dari
Ekosistem Air Hitam Kalimantan Tengah. Arpeancw ichb.org indonesiaé
penelition-penelitin 12m