Professional Documents
Culture Documents
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Remunerasi Direksi: Studi Komparasi Perusahaan Di Australia, Singapura, Indonesia, Dan Malaysia
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Remunerasi Direksi: Studi Komparasi Perusahaan Di Australia, Singapura, Indonesia, Dan Malaysia
1, hal 52 - 69 52
Dwi Perwitasari
Universitas Sebelas Maret
dwip.044@gmail.com
Abstract
The purpose of this paper is to analyze factors affecting directors’ remuneration. Factors
tested in this study are distress status, company performance, ownership structure and
board composition. Sample of this study is non-financial companies listed in Indonesia
Stock Exchange, Malaysia Stock Exchange, Singapore Stock Exchange and Australian Stock
Exchange. A total of 474 companies’ financial reports are used in this study for the period of
2011-2013. This study uses purposive sampling method to select the sample. This study uses
multiple regression to examine factors that affect directors’ remuneration. The result shows
that average of directors’ remuneration for distress and non-distress companies in Indonesia,
Malaysia, Singapore and Australia is different. Singaporean firms tend to provide higher
directors’ remuneration than other countries, while the lowest ones are Malaysian firms. The
result shows that distress status, managerial ownership and ownership concentration affect
directors’ remuneration, while the shareholder return, ROA and board composition do not
affect the directors’ remuneration. This paper is beneficial to connect between remuneration
and corporate performance when firms experience distressed and non-distressed. This paper
also provides contribution for firms, investors and practitioners in issue related to directors’
remuneration.
Abstrak
Bursa Efek Singapura, dan Bursa Efek Australia. Total sampel dalam penelitian ini adalah
474 laporan keuangan perusahaan selama periode 2011-2013. Sampel dipilih menggunakan
kriteria tertentu (purposive sampling). Pengujian dalam penelitian ini menggunakan uji
regresi berganda untuk mengetahui faktor yang memengaruhi pemberian remunerasi direksi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata besarnya remunerasi direksi pada perusahaan
distress dan non-distress di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Australia berbeda.
Perusahaan di Singapura merupakan perusahaan cenderung memberikan remunerasi direksi
lebih tinggi jika dibandingkan dengan perusahaan di negara lain, sedangkan yang paling
rendah adalah perusahaan di Malaysia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distress status,
kepemilikan manajerial, dan konsentrasi kepemilikan berpengaruh terhadap pemberian
remunerasi direksi, sedangkan imbal hasil pemegang saham, ROA, dan komposisi dewan tidak
berpengaruh terhadap remunerasi direksi. Penelitian ini berfungsi untuk menghubungkan
antara remunerasi dengan kinerja perusahaan ketika perusahaan mengalami kondisi distress
maupun non-distress. Penelitian ini juga memberikan kontribusi kepada perusahaan, investor,
dan praktisi dalam hal pemberian remunerasi direksi.
2002). Menurut Komite Nasional Kebijakan bahwa financial distress berpengaruh negatif
Governance (KNKG), tata kelola perusahaan terhadap remunerasi direksi. Dari penjelasan
merupakan salah satu pilar dari sistem ekonomi tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis
pasar yang berkaitan erat dengan kepercayaan sebagai berikut:
terhadap perusahaan dan iklim usaha di suatu H1: Remunerasi direksi pada perusahaan
negara. distress lebih rendah dibandingkan
pada perusahaan non-distress.
Perumusan Hipotesis
Penelitian ini mempunyai tujuan Pengaruh Imbal Hasil Pemegang Saham
membuktikan faktor-faktor yang memengaruhi terhadap Remunerasi Direksi
pemberian remunerasi direksi di empat negara Imbal hasil pemegang saham merupakan
yang berbeda. Empat negara yang dimaksud cerminan dari kinerja saham. Dapat dikatakan
adalah Indonesia, Malaysia, Singapura, dan bahwa imbal hasil pemegang saham yang tinggi
Australia. Faktor-faktor yang diteliti dalam membuat kinerja saham dalam perusahaan juga
penelitian ini adalah distress status, imbal tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
hasil pemegang saham, ROA, kepemilikan oleh Doucouliagos et al. (2007), imbal hasil
manajerial, konsentrasi kepemilikan, dan pemegang saham dapat digunakan sebagai
komposisi dewan. alat pengukuran kinerja perusahaan. Lebih
dalam lagi, Doucouliagos et al. (2007) dalam
Pengaruh Distress Status terhadap penelitiannya mengungkapkan bahwa imbal
Remunerasi Direksi hasil pemegang saham berpengaruh secara
Teori agensi menerangkan bahwa moderat terhadap remunerasi direksi. Semakin
adanya kemungkinan terjadi konflik antara meningkatnya imbal hasil pemegang saham,
prinsipal dan agen disebabkan oleh perbedaan maka semakin tinggi pula remunerasi direksi
kepentingan antara keduanya. Haron dan karena kinerja saham meningkat. Berdasarkan
Akhtaruddin (2013) menyatakan bahwa cara penjelasan tersebut, dapat dikembangkan
efisien untuk mengontrol agen adalah dengan hipotesis sebagai berikut:
pemberian remunerasi. Pemberian remunerasi H2: Imbal hasil pemegang saham
pada perusahaan yang mengalami keadaan berpengaruh positif terhadap
keuangan tidak baik, atau dikatakan distress, remunerasi direksi.
akan berbeda dengan perusahaan dengan
kondisi keuangan yang baik atau non-distress. Pengaruh ROA terhadap Remunerasi Direksi
Ketika perusahaan dalam keadaan financial Masalah remunerasi direksi terkait
distress, kondisi keuangan dalam perusahaan erat dengan isu tata kelola perusahaan.
sedang mengalami penurunan serta perusahaan Tata kelola perusahaan yang baik dan sehat
akan mengalami kesulitan dalam melakukan harus membatasi pembayaran remunerasi
pembayaran utang. Sebaliknya, ketika keadaan berlebihan yang diberikan kepada direksi dan
perusahaan dalam kondisi non-financial penentuan besarnya remunerasi sebaiknya
distress, maka kondisi keuangan yang ada diperoleh dari kinerja perusahaan (Bonner dan
dalam perusahaan sedang dalam keadaan Sprinkle 2002). Kinerja perusahaan ini sering
normal bahkan meningkat dari biasanya. Hal dikaitkan dengan Return on Asset (ROA).
tersebut akan berdampak pula pada besarnya ROA perusahaan merupakan cerminan kinerja
pemberian remunerasi direksi. Remunerasi perusahaan dalam periode tertentu.
dalam keadaan perusahaan yang baik akan
Jensen dan Murphy (1990) menyatakan
lebih tinggi daripada dalam perusahaan yang
bahwa perusahaan dengan performa baik
mengalami distress. Terdapat penelitian yang
akan memperoleh penjualan, keuntungan,
meneliti mengenai distress status terhadap
kepercayaan dari kreditor, investor yang
remunerasi yaitu penelitian yang dilakukan
tinggi, serta kelangsungan perusahaan dalam
oleh Abdullah (2006) yang menjelaskan
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No. 1, hal 52 - 69 58
jangka panjang. Kondisi demikian membuat yang tinggi. Kepemilikan manajerial yang
perusahaan bersedia untuk memberikan tinggi juga dapat menyebabkan meningkatnya
remunerasi yang tinggi dengan tujuan nilai perusahaan. Bagaimanapun juga,
memotivasi direksi agar bekerja lebih giat dan manajemen selaku pemegang saham akan
memajukan perusahaan. Oleh karena itu, pada berusaha meningkatkan nilai perusahaan
saat kinerja perusahaan baik, maka tingkat yang mereka miliki. Nilai perusahaan yang
remunerasi direksi yang akan dibagikan oleh meningkat akan menjamin kondisi keuangan
perusahaan akan tinggi. Namun, Barkema perusahaan dalam keadaan baik. Dalam
dan Gomez-Mejia (1998) menyatakan hal ini, perlu diperhatikan adanya perilaku
bahwa selama enam dekade melakukan manajemen sebagai pemilik saham untuk
penelitian, mereka gagal untuk membuktikan mengganti remunerasi tunai yang didapatnya
adanya hubungan antara kinerja perusahaan dengan sejumlah kepemilikan saham sebagai
dengan kompensasi manajemen tingkat atas. apresiasi modal yang berguna dalam jangka
Penelitian yang sama dilakukan oleh Ezzamel panjang.
dan Watson (1997) yang membuktikan Penelitian yang dilakukan oleh Abdullah
bahwa kinerja perusahaan tidak berhubungan (2006) menyatakan bahwa kepemilikan
dengan remunerasi. Penelitian yang dilakukan manajerial mempunyai nilai yang signifikan
oleh Veliyath (1999) dan Firth et al. (1999) terhadap remunerasi direksi. Firth et al. (1999)
membuktikan bahwa tidak terdapat hubungan juga membuktikan bahwa kepemilikan saham
antara penghargaan kepada direksi dan kinerja oleh direksi berpengaruh terhadap rendahnya
ekonomi perusahaan. remunerasi. Konsisten dengan penelitian yang
Clarkson et al. (2005) membuktikan dilakukan oleh Cores et al. (1999), kompensasi
bahwa variabel ROA berpengaruh positif CEO akan menurun ketika terdapat fungsi
signifikan terhadap gaji dan bonus CEO. dari kepemilikan CEO semakin tinggi. Dari
Jensen dan Murphy (1990) menjelaskan penjelasan tersebut, maka dapat ditarik
bahwa terdapat hubungan yang signifikan hipotesis sebagai berikut:
antara kinerja perusahaan dengan gaji direksi. H4: Kepemilikan manajerial berpengaruh
Sementara itu, Kato (1997) juga membuktikan negatif terhadap remunerasi direksi.
bahwa kinerja perusahaan berpengaruh
positif terhadap remunerasi eksekutif secara Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan terhadap
tunai. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat Remunerasi Direksi
dikembangkan hipotesis sebagai berikut: Dalam keadaan financial distress,
H3: ROA berpengaruh positif terhadap pemegang saham terbesar berhak untuk
remunerasi direksi. menentukan besarnya remunerasi yang akan
diberikan kepada direksi, terlebih informasi
Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap keadaan perusahaan yang dimiliki oleh
Remunerasi Direksi pemegang saham terbesar lebih banyak
Konflik keagenan dapat diminimalisasi dibandingkan dengan pemegang saham lain.
dengan adanya kepemilikan manajerial, Dalam keadaan financial distress, pemegang
yaitu manajemen memiliki beberapa saham saham terbesar akan memutuskan untuk
perusahaan atau manajemen sekaligus memberikan remunerasi lebih rendah kepada
pemegang saham perusahaan. Tujuan direksi dibandingkan dengan pemberian
dari kepemilikan manajerial adalah untuk remunerasi pada saat keadaan perusahaan
menyelaraskan antara kepentingan manajemen tidak mengalami financial distress. Beberapa
dan pemegang saham dengan alasan manajemen penelitian membuktikan bahwa konsentrasi
mempunyai kepemilikan saham dalam kepemilikan berpengaruh negatif terhadap
perusahaan. Kepentingan pemegang saham remunerasi direksi, seperti penelitian yang
akan selalu dipertimbangkan ketika sebuah dilakukan oleh Na et al. (2014) yang menyatakan
perusahaan memiliki kepemilikan manajerial bahwa konsentrasi kepemilikan mempunyai
59 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No. 1, hal 52 - 69
Tabel 1
Statistik Deskriptif Perbandingan Tiap Variabel
Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Variabel Dependen
REM 474 0,53 521.856,60 3.836,48 27.542,06
Variabel Independen
SHR 474 -1,00 31,79 0,32 2,44
ROA 474 -40,21 1,00 -0,24 1,97
MO 474 0,00 71,40 6,94 12,68
OWN 474 0,17 95,31 33,34 18,49
COMP 474 0,00 10,60 0,81 0,79
Variabel Kontrol
SIZE 474 508,50 46.310.554.524,30 632.151.388,61 2.603.766.585,84
LEV 474 0,00 51,14 0,73 2,55
Keterangan:
REM: remunerasi direksi; SHR: imbal hasil pemegang saham; ROA: return on asset; MO: kepemilikan
manajerial; OWN: konsentrasi kepemilikan; COMP: komposisi dewan; SIZE: ukuran perusahaan; LEV:
leverage.
bahwa setiap negara mempunyai kebijakan Malaysia, Singapura, dan Australia). Pada
remunerasi yang berbeda. Kebijakan tersebut tabel tersebut, dapat diketahui bahwa
membuat besaran remunerasi yang diberikan pemberian remunerasi direksi di Indonesia,
kepada direksi bervariasi di setiap negara. Singapura, dan Australia, pada saat keadaan
Uji beda pada tabel 2 menunjukkan distress lebih rendah dibandingkan dengan
besarnya tingkat pemberian remunerasi direksi besarnya pemberian remunerasi direksi ketika
per negara pada saat kondisi distress dan non- perusahaan dalam keadaan non-distress.
distress. Pada tabel 2 ini, sudah dilakukan Sementara itu, di Malaysia, pemberian
seleksi terhadap data yang outlier. Dari tabel 2, remunerasi direksi lebih tinggi ketika
diketahui bahwa jumlah pemberian remunerasi perusahaan dalam kondisi distress. Hal tersebut
direksi dari keempat negara memiliki menunjukkan bahwa di tiga negara (Indonesia,
perbedaan. Pada saat keadaan distress, Singapura, dan Australia), perusahaan yang
pemberian remunerasi direksi terendah mengalami kondisi non-distress cenderung
adalah perusahaan di Indonesia sebesar US$ menaikkan besaran remunerasi yang diberikan
573.011,59 dan tertinggi adalah perusahaan kepada direksi. Hal tersebut terjadi karena
di Malaysia sebesar US$ 3.430.560,48. perusahaan dalam kondisi keuangan yang baik
Pada saat keadaan non-distress, pemberian dan mempunyai laba yang positif mempunyai
remunerasi direksi terendah adalah perusahaan sumber daya yang cukup untuk menaikkan
di Malaysia sebesar US$ 1.123.300,659 dan remunerasi direksinya. Hal ini berbeda dengan
tertinggi adalah perusahaan di Indonesia perusahaan pada kondisi keungan yang
US$ 2.756.447,18. Untuk jumlah pemberian distress, dimana sumber daya perusahaan pada
remunerasi direksi pada perusahaan distress kondisi keuangan distress cenderung dipakai
dan non-distress secara keseluruhan (pooled) untuk melunasi hutang dan berbagai macam
yang tertinggi adalah US$ 1.661.761,14 dan tanggungan perusahaaan.
terendah adalah US$ 2.224.016,2. Hal yang berbeda dilakukan oleh
Tabel 2 menjelaskan bahwa terdapat negara Malaysia, dimana pada saat kondisi
perbedaan yang signifikan terhadap pemberian keuangan perusahaan dalam keadaan distress,
remunerasi direksi keempat negara (Indonesia, perusahaan cenderung memberikan remunerasi
63 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No. 1, hal 52 - 69
Tabel 2
Uji Beda – Tingkat Pemberian Remunerasi Direksi Tiap Negara pada Saat Kondisi Distress dan
Non-Distress
N Mean Std. Deviation T-Value Sig
INDONESIA
Distress 39 573.011,59 767.718,28 41,653 0,000*
Non Distress 42 2.756.447,18 2.591.327,94
MALAYSIA
Distress 66 3.430.560,48 21.742.526,56 4,338 0,039**
Non Distress 66 1.123.300,66 993.988,97
SINGAPURA
Distress 67 1.345.103,14 1.814.600,52 4,357 0,039**
Non Distress 68 2.710.846,75 8.116.642,24
AUSTRALIA
Distress 60 777.370,52 761.367,02 40,132 0,000*
Non Distress 59 2.515.213,59 2.071.388,60
Pooled Data
Distress 232 1.661.761,14 11.641.882,85 0,062 0,803
Non Distress 235 2.224.016,2 4.675.511,006
Keterangan: Jumlah pemberian remunerasi direksi perusahaan distress dan non-distress di empat
negara. Data pooled merupakan data secara keseluruhan.
Tabel 3
Uji Beda – Tingkat Pemberian Remunerasi Direksi Tahun 2011, 2012, 2013 pada Perusahaan
Distress dan Non-Distress
Kinerja
N Remunerasi Std Deviation T-Value Sig
Perusahaan
2011
Distress 77 799.795,45201 965.002,724902 7,081 0,009*
Non-distress 78 2.257.780,58615 5.343.681,131086
2012
Distress 77 3.426.648,90455 20.113.397,256853 1,844 0,176
Non-distress 79 2.454.275,70085 5.664.287,570821
2013
Distress 78 770.414,99997 1.312.887,381055 10,212 0.002*
Non-distress 78 1.957.040,26979 2.291.157,189621
Pooled Data
Distress 232 1.661.761,14419 1.661.761,14419 0,062 0,803
Non-distress 235 2.224.016,20056 2.224.016,20056
Keterangan: Perbedaan rata-rata remunerasi antara 232 perusahaan distress dan 235 perusahaan non
distress tahun 2011, 2012, 2013.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No. 1, hal 52 - 69 64
dalam besaran yang lebih tinggi dibandingkan distress pada tahun 2011, 2012, 2013, dan data
pada saat kondisi perusahaan non-distress. pooled dari besarnya pemberian remunerasi
Perusahaan-perusahaan di Malaysia cenderung direksi. Tabel tersebut menunjukkan bahwa
menggunakan cara lain selain cara menaikkan terdapat perbedaan secara signifikan atas
remunerasi yang diberikan kepada direksi. remunerasi direksi tahun 2011 dan 2013,
Cara lain tersebut, menurut Abdullah (2006), sedangkan tahun 2012 dan pooled tidak terdapat
adalah misalnya dengan tidak menggunakan perbedaan. Secara spesifik, t-test menunjukkan
uang (manfaat finansial) sebagai penghargaan, bahwa terdapat perbedaan secara signifikan
tetapi lebih kepada manfaat-manfaat non- pada remunerasi direksi tahun 2011 (p-value
finansial seperti opsi saham, restricted share, = 0.009), tahun 2013 (p-value = 0.002), dan
dan dana pensiun. Dengan demikian, pada saat tidak terdapat perbedaan pada tahun 2012
kondisi keuangan perusahaan dalam keadaan (p-value = 0.176, dan pooled data (p-value
distress, maka direksi perusahaan berusaha = 0.803). Hasil tersebut menunjukkan bahwa
untuk mengeluarkannya dari kondisi tersebut level tertinggi dalam pemberian remunerasi
sehingga kondisi perusahaan menjadi normal direksi adalah perusahaan non-distress. Pada
kembali. tahun 2012, dampak distress status dalam
Tabel 3 menunjukkan perbedaan rata-rata perusahaan tidak signifikan karena dalam
remunerasi antara 232 perusahaan distress dan menanggapi krisis keuangan yang terjadi pada
235 perusahaan non-distress. Tabel tersebut tahun 2007 sampai dengan 2009, perusahaan
menunjukkan analisis yang mempresentasikan memiliki cara penanggulangan sendiri.
hasil dari independent sample test antara Terdapat indikasi bahwa pada tahun 2012,
perusahaan distress dan perusahaan non- perusahaan yang mengalami financial distress
Tabel 4
Analisis Regresi
Variabel Prediksi t Sig.
Variabel Independen
DISTRS - -9,3994 0,0000***
SHR + -0,4848 0,628
ROA + -1,0559 0,2916
MO - -1,8766 0,0612*
OWN - -2,6414 0,0085***
COMP + 0,9119 0,3623
Variabel Kontrol
SIZE 5,0808 0,0000***
LAVERAGE -1,0654 0,2873
DMLY -2,5726 0,0104
DSGN 0,3696 0,7118
DAUS 1,8182 0,0697
Keterangan:
DISTRS: distress status; SHR: imbal hasil pemegang saham; ROA: return on asset; MO: kepemilikan
manajerial; OWN: konsentrasi kepemilikan; COMP: komposisi dewan; SIZE: ukuran perusahaan; LEV:
leverage; DMLY: dummy country (Malaysia); DSGN: dummy country (Singapura); DAUS: dummy
country (Australia).
*** Signifikan tinggi (1%), ** Signifikan (5%), dan * Signifikan moderat (10%)
Dependent Variable Directors’ Remuneration
Adjusted R Square: 30,8%
65 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No. 1, hal 52 - 69
remunerasi direksi dengan koefisien negatif direksi, dapat meningkatkan efisiensi biaya
(-1,8766), artinya hipotesis diterima. yang akan dikeluarkan oleh perusahaan.
Ketika kepemilikan manajerial tinggi, maka Efisiensi biaya sangat diharapkan oleh
pemberian remunerasi direksi akan rendah dan sebagian besar pemegang saham karena
sebaliknya. Hal ini dikarenakan remunerasi dengan melakukan efisiensi biaya tersebut,
yang berlebihan menyebabkan nilai perusahaan maka pendapatan perusahaan akan meningkat
oleh pasar menjadi menurun. Menurut Abdullah dan menyebabkan laba perusahaan akan
(2006), remunerasi dianggap berlebihan jika meningkat juga. Efisiensi biaya tersebut terus
remunerasi tidak dikaitkan dengan kinerja. didorong oleh sebagian besar pemegang
Allen (1981) membuktikan bahwa kepemilikan saham perusahaan sehingga menyebabkan
oleh CEO menurunkan remunerasi CEO dari konsentrasi kepemilikan (pemegang saham
saham perusahaan. Penelitian ini konsisten besar perusahaan) berpengaruh negatif
dengan penelitian yang dilakukan oleh terhadap besarnya remunerasi yang diberikan
Holderness dan Sheehan (1988). Hasil analisis kepada direksi.
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hasil pengujian membuktikan bahwa
oleh Abdullah (2006). Manajemen tidak hanya variabel komposisi dewan, yang diwakili
menginginkan remunerasi dalam bentuk tunai, dengan direksi independen, tidak berpengaruh
namun dengan memiliki sejumlah saham, terhadap remunerasi direksi. Hasil analisis
direktur akan mendapatkan apresiasi modal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan
yang dapat berguna dalam waktu jangka oleh Doucouliagos et al. (2007), yang
panjang. Ketika sebuah perusahaan dalam mengungkapkan bahwa semakin tinggi direksi
keadaan keuangan yang baik dan komposisi non-eksekutif (independen) pada dewan,
kepemilikan manajerial tinggi, manajemen maka kontrol dari pembayaran kompensasi
cenderung melakukan investasi dibandingkan akan semakin ketat. Alasan komposisi dewan
meningkatkan remunerasi direksi untuk yang diwakili dengan direksi independen
mendapatkan manfaat dalam jangka panjang tidak berpengaruh terhadap remunerasi direksi
yang akan memberikan keuntungan bagi kemungkinan karena direksi independen
perusahaan. Oleh karena itu, manajemen tidak di negara-negara Asia tidak benar-benar
memikirkan kepentingan pribadi saja, namun independen (Li 2003). Banyak perusahaan di
juga memikirkan perkembangan perusahaan. Asia yang memilih direksi independen yang
Variabel konsentrasi kepemilikan berasal dari kalangan perusahaan sendiri,
berpengaruh negatif terhadap remunerasi misalnya karyawan berprestasi perusahaan
direksi. Hasil analisis ini sesuai dengan yang sudah pensiun atau supplier perusahaan
penelitian yang dilakukan oleh Haron dan yang sengaja dipilih menjadi direksi
Akhtaruddin (2013) serta Dogan dan Smyth independen. Tidak independennya direksi
(2002) yang menyatakan bahwa konsentrasi independen ini menyebabkan kontrol yang
kepemilikan berpengaruh negatif terhadap tidak baik untuk perusahaan karena tujuan
remunerasi direksi. Konsentrasi kepemilikan awal di bentuknya direksi independen adalah
akan meningkat dan tingkat remunerasi sebagai kepanjangan tangan dari pemegang
direksi akan menurun. Hal ini karena adanya saham yang mempunyai tugas utama
keefektifan monitoring yang dilakukan oleh melakukan kontrol terhadap perusahaan.
external blockholder. Hasil analisis yang telah Dari beberapa variabel kontrol, yang
dilakukan konsisten terhadap penelitian yang berpengaruh terhadap besarnya remunerasi
dilakukan oleh Barontini dan Bozzi (2011) direksi adalah variabel ukuran perusahaan. Hal
mengenai kompensasi dewan dan struktur ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
kepemilikan di Italia yang menyatakan bahwa oleh Eichholtz et al. (2008). Ukuran yang
ketika konsentrasi kepemilikan meningkat, besar pada perusahaan digunakan sebagai
maka akan berpengaruh terhadap turunnya dasar pemberian remunerasi kepada direktur.
kompensasi dewan. Penurunan kompensasi Semakin besar ukuran perusahaan, maka
dewan, dalam penelitian ini adalah remunerasi akan semakin besar juga remunerasi yang
67 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No. 1, hal 52 - 69