You are on page 1of 18

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No.

1, hal 52 - 69 52

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia


Volume 13 Nomor 1, Juni 2016

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI REMUNERASI DIREKSI:


STUDI KOMPARASI PERUSAHAAN DI AUSTRALIA, SINGAPURA,
INDONESIA, DAN MALAYSIA
(Factors Affecting Directors’ Remuneration: Comparative Study of Companies in Australia,
Singapore, Indonesia and Malaysia)

Agung Nur Probohudono


Universitas Sebelas Maret
mustdownnow@gmail.com

Dwi Perwitasari
Universitas Sebelas Maret
dwip.044@gmail.com

Rifky Pratama Putra


Universitas Sebelas Maret
putra.rifkypratama15@gmail.com

Abstract

The purpose of this paper is to analyze factors affecting directors’ remuneration. Factors
tested in this study are distress status, company performance, ownership structure and
board composition. Sample of this study is non-financial companies listed in Indonesia
Stock Exchange, Malaysia Stock Exchange, Singapore Stock Exchange and Australian Stock
Exchange. A total of 474 companies’ financial reports are used in this study for the period of
2011-2013. This study uses purposive sampling method to select the sample. This study uses
multiple regression to examine factors that affect directors’ remuneration. The result shows
that average of directors’ remuneration for distress and non-distress companies in Indonesia,
Malaysia, Singapore and Australia is different. Singaporean firms tend to provide higher
directors’ remuneration than other countries, while the lowest ones are Malaysian firms. The
result shows that distress status, managerial ownership and ownership concentration affect
directors’ remuneration, while the shareholder return, ROA and board composition do not
affect the directors’ remuneration. This paper is beneficial to connect between remuneration
and corporate performance when firms experience distressed and non-distressed. This paper
also provides contribution for firms, investors and practitioners in issue related to directors’
remuneration.

Keywords: directors’ remuneration, financial distress, company performance, ownership


structure, board composition

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pemberian


remunerasi direksi. Faktor yang diuji dalam penelitian ini adalah distress status, kinerja
perusahaan, struktur kepemilikan, dan komposisi dewan. Sampel dalam penelitian ini adalah
perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Bursa Efek Malaysia,
53 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No. 1, hal 52 - 69

Bursa Efek Singapura, dan Bursa Efek Australia. Total sampel dalam penelitian ini adalah
474 laporan keuangan perusahaan selama periode 2011-2013. Sampel dipilih menggunakan
kriteria tertentu (purposive sampling). Pengujian dalam penelitian ini menggunakan uji
regresi berganda untuk mengetahui faktor yang memengaruhi pemberian remunerasi direksi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata besarnya remunerasi direksi pada perusahaan
distress dan non-distress di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Australia berbeda.
Perusahaan di Singapura merupakan perusahaan cenderung memberikan remunerasi direksi
lebih tinggi jika dibandingkan dengan perusahaan di negara lain, sedangkan yang paling
rendah adalah perusahaan di Malaysia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distress status,
kepemilikan manajerial, dan konsentrasi kepemilikan berpengaruh terhadap pemberian
remunerasi direksi, sedangkan imbal hasil pemegang saham, ROA, dan komposisi dewan tidak
berpengaruh terhadap remunerasi direksi. Penelitian ini berfungsi untuk menghubungkan
antara remunerasi dengan kinerja perusahaan ketika perusahaan mengalami kondisi distress
maupun non-distress. Penelitian ini juga memberikan kontribusi kepada perusahaan, investor,
dan praktisi dalam hal pemberian remunerasi direksi.

Kata kunci: remunerasi direksi, financial distress, kinerja perusahaan, struktur


kepemilikan, komposisi dewan

PENDAHULUAN mengatasinya. Remunerasi sebagai bagian dari


mekanisme tata kelola perusahaan dianggap
Remunerasi merupakan imbalan atau mampu mengatasi menurunnya kinerja agen
balas jasa terhadap kinerja karyawan yang tersebut. Remunerasi yang diberikan dapat
diwujudkan dalam bentuk finansial dan non- memotivasi dan meningkatkan kinerja agen
finansial. Imbalan tersebut dapat berupa gaji, yang akan berdampak pada meningkatnya
bonus, opsi saham, restricted share, dana kinerja perusahaan (Awuor 2012). Remunerasi
pensiun, dan manfaat lainnya (kesehatan, juga berguna untuk mempertahankan tenaga
mobil, rumah, dan lain-lain) (Neokleous 2015). kerja yang kompeten dalam mengelola
Dalam suatu perusahaan, remunerasi tidak perusahaan (Anthony dan Govindarajan 2007).
hanya diberikan kepada karyawan saja, tetapi Remunerasi erat kaitannya dengan tata
remunerasi juga diberikan kepada manajemen. kelola perusahaan (corporate governance)
Manajemen dalam hal ini berfungsi sebagai dan teori agensi. Tata kelola perusahaan
agen yang mengelola operasional perusahaan. merupakan suatu mekanisme mengendalikan
Remunerasi menjadi perhatian agen agar tidak melakukan tindakan yang
banyak negara setelah terjadinya krisis hanya menguntungkan pribadi agen saja
keuangan global1 pada tahun 1997-1998 (Scott et al. 2006), sedangkan teori agensi
yang mengakibatkan kondisi perekonomian menerangkan bahwa perbedaan kepentingan
di banyak negara terpuruk (Wells 2015). antara agen dan prinsipal akan menimbulkan
Lebih jauh lagi, krisis keuangan global konflik. Konflik tersebut contohnya adalah
berdampak pada kerugian pribadi agen serta asimetri informasi yang menyebabkan
penurunan kinerja agen. Kinerja agen yang kecenderungan agen melakukan tindakan yang
menurun menyebabkan menurunnya performa dapat menguntungkan dirinya sendiri karena
perusahaan. Kondisi seperti itu membuat informasi yang dimilikinya lebih banyak
perusahaan berpikir tentang cara untuk daripada pemegang saham. Remunerasi dapat
menjadi jembatan yang menghubungkan
1
Krisis keuangan global tercatat pernah terjadi beberapa antara agen dan prinsipal serta mengurangi
kali, diantaranya adalah krisis pada tahun 1997-1998 konflik antara kedua pihak tersebut (Darmadi
dan pada tahun 2007-2009. Krisis keuangan global
yang terjadi tersebut membuat sejumlah perekonomian
2011).
di beberapa negara terpuruk..
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No. 1, hal 52 - 69 54

Pemberian remunerasi yang tinggi direksi dapat membantu menyelesaikan


mendorong kinerja agen menjadi lebih baik masalah seperti mengurangi asimetri informasi.
dan hal tersebut membuat kinerja perusahaan Kinerja dewan direksi dalam perusahaan
menjadi baik pula (Ruparelia dan Njuguna yang mengalami financial distress2 akan lebih
2016). Kinerja perusahaan ditentukan oleh tinggi daripada perusahaan yang sehat (Kosnik
agen, yang dalam hal ini adalah direktur 1990). Direksi cenderung menaikkan nilai
sebagai pimpinan tertinggi dalam perusahaan. perusahaan agar mereka tidak terkena dampak
Direktur yang dimaksud tersebut adalah buruk dari penurunan nilai perusahaan.
direktur eksekutif yang dapat menentukan Akan tetapi, remunerasi yang diberikan pada
arah perusahaan dan mempunyai tugas serta perusahaan yang mengalami financial distress
fungsi membuat kebijakan-kebijakan tertentu lebih kecil daripada perusahaan yang tidak
bagi perusahaan. mengalami financial distress/perusahaan
Terdapat dua macam sistem yang sehat. Abdullah (2006) menyebutkan bahwa
berlaku pada perusahaan yang menerapkan perusahaan dalam keadaan financial distress
tata kelola perusahaan (Lukviarman 2016). akan membayar total remunerasi lebih
Sistem tersebut adalah sistem one tier dan rendah dibandingkan perusahaan dalam
sistem two tier. Di Indonesia, sistem yang keadaan sehat. Kondisi tersebut bertentangan
berlaku adalah sistem two tier, yaitu peran dengan Ruparelia dan Njuguna (2016) yang
dewan komisaris sebagai pengawas dan peran menyebutkan bahwa pemberian remunerasi
dewan direksi sebagai pelaksana/eksekutif yang besar pada perusahaan yang sehat akan
dipisahkan secara jelas. Sementara itu, membuat kinerja direksi meningkat.
negara lainnya seperti Malaysia, Singapura, Kondisi financial distress dan non-
dan Australia menerapkan sistem one tier, distress pada perusahaan dapat diketahui
yaitu peran dewan komisaris dan peran melalui kinerja perusahaan. Ketika kinerja
dewan direksi digabung menjadi satu dalam perusahaan meningkat, dapat diartikan
satu bagian. Direksi yang dimaksud dalam bahwa manajemen mencapai target yang
penelitian ini merupakan gabungan dari dewan telah ditentukan oleh pemegang saham
direksi sebagai pelaksana/eksekutif dan dewan sehingga manajemen akan mendapatkan
komisaris sebagai pengawas. Penggabungan peningkatan remunerasi. Kinerja perusahaan
tersebut disebabkan karena direksi merupakan dapat dilihat melalui ROA dan imbal hasil
penentu arah perusahaan yang terdiri dari pemegang saham perusahaan. Penelitian
dua pihak, yaitu dewan komisaris dan dewan yang dilakukan oleh Clarkson et al. (2005)
direksi, sehingga salah satunya tidak dapat mengenai pengaruh ROA terhadap remunerasi
ditinggalkan. direksi membuktikan bahwa variabel ROA
Teori agensi menyarankan untuk berpengaruh positif signifikan terhadap
memberikan penghargaan pada direksi sesuai gaji dan bonus CEO. Beberapa penelitian
dengan kinerja perusahaan untuk mengurangi menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang
konflik keagenan (Haron dan Akhtaruddin signifikan positif antara kinerja perusahaan
2013). Namun, penelitian yang dilakukan dengan gaji direksi (Jensen dan Murphy
oleh Kakabadse et al. (2004) memberikan 1990) dan remunerasi eksekutif secara tunai
fakta yang lain bahwa tidak ada hubungan (Kato 1997). Doucouliagos et al. (2007)
antara pemberian remunerasi dengan kinerja menyatakan bahwa imbal hasil pemegang
perusahaan. Remunerasi direksi yang tinggi saham tidak berpengaruh terhadap remunerasi
dapat memotivasi agen agar bekerja untuk
2
menaikkan nilai perusahaan sesuai keinginan Kondisi financial distress pada perusahaan merupakan
pemilik perusahaan serta tidak melakukan penurunan kondisi keuangan sebelum perusahaan
mengalami kebangkrutan atau pailit. Ketika perusahaan
kecurangan yang dapat merugikan perusahaan. mengalami financial distress, maka direksi akan
Menurut Bebchuk et al. (2002), remunerasi berusaha untuk membangkitkan kinerja perusahaan
agar perusahaan tidak mengalami penurunan.
55 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No. 1, hal 52 - 69

direksi. Namun, penelitian yang dilakukan Terkait dengan pemegang saham,


oleh Firth et al. (2006) mengungkapkan bahwa apabila saham terkonsentrasi oleh sebagian
perusahaan yang terdaftar di China melakukan kecil individu atau kelompok (ownership
pembayaran remunerasi tidak berdasarkan concentration) yang mengakibatkan
kinerja perusahaan. Barkema dan Gomez- pemegang saham memiliki jumlah saham
Mejia (1998) menyatakan bahwa selama yang relatif dominan dibandingkan dengan
enam dekade melakukan penelitian, mereka lainnya, maka akan ada dua kemungkinan
gagal untuk membuktikan adanya hubungan yang akan terjadi pada kondisi konsentrasi
antara kinerja perusahaan dengan kompensasi kepemilikan. Menurut Bebchuk et al. (2002),
manajemen tingkat atas. Penelitian yang adanya penyalahgunaan kontrol yang mereka
dilakukan Ezzamel dan Watson (1997) miliki untuk kepentingan pemilik mayoritas
menunjukkan bahwa kinerja perusahaan tidak dan konsentrasi kepemilikan merupakan
berhubungan dengan remunerasi, sedangkan sinyal dari kualitas perusahaan. Penelitian
penelitian yang dilakukan oleh Cordeiro et al. yang dilakukan oleh Dogan dan Smyth (2002)
(2000) dan Firth et al. (1999) membuktikan mengenai remunerasi direksi dan konsentrasi
tidak terdapat hubungan antara penghargaan kepemilikan membuktikan bahwa apabila
kepada direksi dan kinerja ekonomi perusahaan. konsentrasi kepemilikan tinggi, perusahaan
Faktor lain yang memengaruhi dapat mengabaikan kinerja perusahaan
remunerasi direksi adalah kepemilikan dalam penentuan pemberian kompensasi.
manajerial. Manajemen yang sekaligus Penelitian remunerasi direksi dan konsentrasi
pemegang saham akan meningkatkan nilai kepemilikan juga dilakukan oleh Core et al.
perusahaan karena dengan meningkatnya (1999) yang membuktikan bahwa di Amerika
nilai perusahaan, maka nilai kekayaan sebagai Serikat, kompensasi CEO akan menurun ketika
individu pemegang saham akan meningkat. terdapat konsentrasi kepemilikan.
Kepemilikan manajerial akan berpikir lebih Faktor yang memengaruhi remunerasi
baik meningkatkan nilai perusahaan dan direksi lainnya adalah komposisi dewan.
kemudian berinvestasi dalam jangka panjang Menurut Jensen dan Meckling (1976), teori
dibandingkan dengan memberikan remunerasi agensi mendukung pernyataan bahwa untuk
yang tinggi bagi direksi. Oleh karena itu, meningkatkan independensi dewan, maka
apabila nilai perusahaan meningkat, secara dewan harus didominasi oleh pihak yang
otomatis keuangan dalam perusahaan sedang berasal dari luar perusahaan (outsider).
dalam keadaan yang baik, maka keputusan Beberapa pendapat menyatakan bahwa direksi
yang akan diambil adalah melakukan investasi non-eksekutif diperlukan untuk mengontrol
yang akan memperkaya dirinya. Penelitian dan mengawasi perilaku manajemen yang
yang dilakukan oleh Abdullah (2006) pada bertindak untuk menguntungkan dirinya
perusahaan distress di Malaysia membuktikan sendiri sehingga apabila proporsi direksi
bahwa kepemilikan manajerial mempunyai nilai eksekutif lebih tinggi dari non-eksekutif, maka
yang signifikan terhadap remunerasi direksi. remunerasi yang akan diberikan akan tinggi
Penelitian mengenai kepemilikan manajerial pula seiring lemahnya kontrol dari direksi
dan remunerasi direksi juga dilakukan oleh non-eksekutif. Penelitian yang dilakukan oleh
Allen (1981) yang membuktikan bahwa Doucouliagos et al. (2007) menguji pengaruh
kompensasi CEO menurunkan kepemilikan komposisi dewan terhadap remunerasi
CEO dari saham perusahaan, dimana penelitian direksi dengan hasil semakin tinggi direksi
ini konsisten dengan penelian yang dilakukan non-eksekutif pada dewan, maka kontrol
oleh Holderness dan Sheehan (1988). Namun, dari pembayaran kompensasi akan semakin
pada penelitian yang dilakukan oleh Haron dan ketat. Penelitian mengenai komposisi dewan
Akhtaruddin (2013), kepemilikan manajerial juga dilakukan oleh Conyon (1998), Conyon
tidak berpengaruh terhadap pemberian dan Peck (1998), serta Conyon et al. (1995)
remunerasi direksi.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No. 1, hal 52 - 69 56

yang membandingkan remunerasi dengan kepentingan dan kontrol. Haron dan


komposisi dewan. Akhtaruddin (2013) menyatakan bahwa
Penelitian terdahulu sudah menerangkan cara efisien untuk mengontrol agen adalah
bahwa ada beberapa faktor yang memengaruhi dengan pemberian remunerasi. Remunerasi
pemberian remunerasi direksi pada direksi dipandang sebagai suatu alat yang
perusahaan-perusahaan di beberapa negara. dapat digunakan untuk mengurangi konflik
Akan tetapi, penelitian-penelitian terdahulu kepentingan antara manajer dan pemegang
tersebut masih terbatas dalam lingkup satu saham (Florackis et al. 2009). Remunerasi
negara saja dan hasilnya berbeda-beda direksi dapat memotivasi agen agar bekerja
untuk setiap negara tersebut. Penelitan ini untuk menaikkan nilai perusahaan sesuai
mempunyai tujuan memberikan bukti empiris keinginan pemilik perusahaan serta tidak
mengenai perbandingan remunerasi direksi melakukan kecurangan yang dapat merugikan
pada perusahaan yang mengalami financial perusahaan. Menurut Bebchuk et al.
distress dan non-distress di empat negara yang (2002), remunerasi direksi dapat membantu
berbeda. Analisis empat negara yang berbeda menyelesaikan masalah seperti mengurangi
(multiple country) menjadi penting dilakukan asimetri informasi. Di dalam rangkaian
untuk memberi bukti empiris mengenai remunerasi yang kompleks, remunerasi
perbandingan tiap negara. Analisis multiple direksi juga merupakan mekanisme penting
country (Indonesia, Malaysia, Singapura, dalam mentransfer apa yang diinginkan dari
dan Australia) digunakan dalam penelitian pemegang saham kepada agen.
ini untuk memprediksi faktor-faktor yang
memengaruhi remunerasi direksi pada empat Tata Kelola Perusahaan (Corporate
negara yang berbeda. Penelitian ini mempunyai Governance)
tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang Cheng et al. (2011) menjelaskan bahwa
memengaruhi pemberian remunerasi direksi di corporate governance adalah tata kelola dalam
empat negara yang berbeda tersebut. sebuah perusahaan yang dapat mengarahkan
dan mengendalikan perusahaan. Dalam sebuah
perusahaan, fungsi dari direksi merupakan
TELAAH LITERATUR DAN mekanisme tata kelola perusahaan (Jensen
PENGEMBANGAN HIPOTESIS 1993). Dalam konsep tata kelola perusahaan,
terdapat dua hal penting yang harus diketahui.
Teori Agensi Dua hal penting tersebut adalah hak pemegang
Pada dasarnya, seorang agen tidak saham untuk memperoleh informasi serta
akan meyerah sebelum kepentingan kewajiban manajemen perusahaan untuk
pribadinya terpenuhi (Kasum et al. 2011). melakukan pengungkapan (disclosure) secara
Untuk menjelaskan hal tersebut, teori agensi akurat, tepat waktu, transparan terhadap
sangat cocok untuk digunakan. Teori agensi semua informasi terkait kinerja perusahaan,
menghubungkan antara pemegang saham kepemilikan, dan stakeholder (Kaihatu 2006).
(prinsipal) dan manajemen (agen) yang Untuk mendukung penerapan tata kelola
memiliki kepentingan berbeda (Jensen dan perusahaan, diperlukan empat komponen,
Meckling 1976). Teori agensi mencoba yaitu transparasi, akuntabilitas, kewajaran, dan
menjelaskan bahwa manajemen memiliki dapat dipertanggungjawabkan.
informasi yang lebih besar terkait dengan Masalah remunerasi direksi erat
operasional perusahaan daripada pemegang kaitannya dengan isu tata kelola perusahaan
saham. Ketidakseimbangan informasi tersebut (Abdullah 2006). Perusahaan yang baik dan
menyebabkan adanya konflik (Glover et al. sehat harus membatasi pembayaran berlebih
2006). kepada direksi (Bebchuk dan Fried 2006) dan
Teori agensi menggambarkan masalah penentuan besarnya remunerasi ditentukan
insentif yang disebabkan oleh perbedaan oleh kinerja perusahaan (Bonner dan Sprinkle
57 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No. 1, hal 52 - 69

2002). Menurut Komite Nasional Kebijakan bahwa financial distress berpengaruh negatif
Governance (KNKG), tata kelola perusahaan terhadap remunerasi direksi. Dari penjelasan
merupakan salah satu pilar dari sistem ekonomi tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis
pasar yang berkaitan erat dengan kepercayaan sebagai berikut:
terhadap perusahaan dan iklim usaha di suatu H1: Remunerasi direksi pada perusahaan
negara. distress lebih rendah dibandingkan
pada perusahaan non-distress.
Perumusan Hipotesis
Penelitian ini mempunyai tujuan Pengaruh Imbal Hasil Pemegang Saham
membuktikan faktor-faktor yang memengaruhi terhadap Remunerasi Direksi
pemberian remunerasi direksi di empat negara Imbal hasil pemegang saham merupakan
yang berbeda. Empat negara yang dimaksud cerminan dari kinerja saham. Dapat dikatakan
adalah Indonesia, Malaysia, Singapura, dan bahwa imbal hasil pemegang saham yang tinggi
Australia. Faktor-faktor yang diteliti dalam membuat kinerja saham dalam perusahaan juga
penelitian ini adalah distress status, imbal tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
hasil pemegang saham, ROA, kepemilikan oleh Doucouliagos et al. (2007), imbal hasil
manajerial, konsentrasi kepemilikan, dan pemegang saham dapat digunakan sebagai
komposisi dewan. alat pengukuran kinerja perusahaan. Lebih
dalam lagi, Doucouliagos et al. (2007) dalam
Pengaruh Distress Status terhadap penelitiannya mengungkapkan bahwa imbal
Remunerasi Direksi hasil pemegang saham berpengaruh secara
Teori agensi menerangkan bahwa moderat terhadap remunerasi direksi. Semakin
adanya kemungkinan terjadi konflik antara meningkatnya imbal hasil pemegang saham,
prinsipal dan agen disebabkan oleh perbedaan maka semakin tinggi pula remunerasi direksi
kepentingan antara keduanya. Haron dan karena kinerja saham meningkat. Berdasarkan
Akhtaruddin (2013) menyatakan bahwa cara penjelasan tersebut, dapat dikembangkan
efisien untuk mengontrol agen adalah dengan hipotesis sebagai berikut:
pemberian remunerasi. Pemberian remunerasi H2: Imbal hasil pemegang saham
pada perusahaan yang mengalami keadaan berpengaruh positif terhadap
keuangan tidak baik, atau dikatakan distress, remunerasi direksi.
akan berbeda dengan perusahaan dengan
kondisi keuangan yang baik atau non-distress. Pengaruh ROA terhadap Remunerasi Direksi
Ketika perusahaan dalam keadaan financial Masalah remunerasi direksi terkait
distress, kondisi keuangan dalam perusahaan erat dengan isu tata kelola perusahaan.
sedang mengalami penurunan serta perusahaan Tata kelola perusahaan yang baik dan sehat
akan mengalami kesulitan dalam melakukan harus membatasi pembayaran remunerasi
pembayaran utang. Sebaliknya, ketika keadaan berlebihan yang diberikan kepada direksi dan
perusahaan dalam kondisi non-financial penentuan besarnya remunerasi sebaiknya
distress, maka kondisi keuangan yang ada diperoleh dari kinerja perusahaan (Bonner dan
dalam perusahaan sedang dalam keadaan Sprinkle 2002). Kinerja perusahaan ini sering
normal bahkan meningkat dari biasanya. Hal dikaitkan dengan Return on Asset (ROA).
tersebut akan berdampak pula pada besarnya ROA perusahaan merupakan cerminan kinerja
pemberian remunerasi direksi. Remunerasi perusahaan dalam periode tertentu.
dalam keadaan perusahaan yang baik akan
Jensen dan Murphy (1990) menyatakan
lebih tinggi daripada dalam perusahaan yang
bahwa perusahaan dengan performa baik
mengalami distress. Terdapat penelitian yang
akan memperoleh penjualan, keuntungan,
meneliti mengenai distress status terhadap
kepercayaan dari kreditor, investor yang
remunerasi yaitu penelitian yang dilakukan
tinggi, serta kelangsungan perusahaan dalam
oleh Abdullah (2006) yang menjelaskan
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No. 1, hal 52 - 69 58

jangka panjang. Kondisi demikian membuat yang tinggi. Kepemilikan manajerial yang
perusahaan bersedia untuk memberikan tinggi juga dapat menyebabkan meningkatnya
remunerasi yang tinggi dengan tujuan nilai perusahaan. Bagaimanapun juga,
memotivasi direksi agar bekerja lebih giat dan manajemen selaku pemegang saham akan
memajukan perusahaan. Oleh karena itu, pada berusaha meningkatkan nilai perusahaan
saat kinerja perusahaan baik, maka tingkat yang mereka miliki. Nilai perusahaan yang
remunerasi direksi yang akan dibagikan oleh meningkat akan menjamin kondisi keuangan
perusahaan akan tinggi. Namun, Barkema perusahaan dalam keadaan baik. Dalam
dan Gomez-Mejia (1998) menyatakan hal ini, perlu diperhatikan adanya perilaku
bahwa selama enam dekade melakukan manajemen sebagai pemilik saham untuk
penelitian, mereka gagal untuk membuktikan mengganti remunerasi tunai yang didapatnya
adanya hubungan antara kinerja perusahaan dengan sejumlah kepemilikan saham sebagai
dengan kompensasi manajemen tingkat atas. apresiasi modal yang berguna dalam jangka
Penelitian yang sama dilakukan oleh Ezzamel panjang.
dan Watson (1997) yang membuktikan Penelitian yang dilakukan oleh Abdullah
bahwa kinerja perusahaan tidak berhubungan (2006) menyatakan bahwa kepemilikan
dengan remunerasi. Penelitian yang dilakukan manajerial mempunyai nilai yang signifikan
oleh Veliyath (1999) dan Firth et al. (1999) terhadap remunerasi direksi. Firth et al. (1999)
membuktikan bahwa tidak terdapat hubungan juga membuktikan bahwa kepemilikan saham
antara penghargaan kepada direksi dan kinerja oleh direksi berpengaruh terhadap rendahnya
ekonomi perusahaan. remunerasi. Konsisten dengan penelitian yang
Clarkson et al. (2005) membuktikan dilakukan oleh Cores et al. (1999), kompensasi
bahwa variabel ROA berpengaruh positif CEO akan menurun ketika terdapat fungsi
signifikan terhadap gaji dan bonus CEO. dari kepemilikan CEO semakin tinggi. Dari
Jensen dan Murphy (1990) menjelaskan penjelasan tersebut, maka dapat ditarik
bahwa terdapat hubungan yang signifikan hipotesis sebagai berikut:
antara kinerja perusahaan dengan gaji direksi. H4: Kepemilikan manajerial berpengaruh
Sementara itu, Kato (1997) juga membuktikan negatif terhadap remunerasi direksi.
bahwa kinerja perusahaan berpengaruh
positif terhadap remunerasi eksekutif secara Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan terhadap
tunai. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat Remunerasi Direksi
dikembangkan hipotesis sebagai berikut: Dalam keadaan financial distress,
H3: ROA berpengaruh positif terhadap pemegang saham terbesar berhak untuk
remunerasi direksi. menentukan besarnya remunerasi yang akan
diberikan kepada direksi, terlebih informasi
Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap keadaan perusahaan yang dimiliki oleh
Remunerasi Direksi pemegang saham terbesar lebih banyak
Konflik keagenan dapat diminimalisasi dibandingkan dengan pemegang saham lain.
dengan adanya kepemilikan manajerial, Dalam keadaan financial distress, pemegang
yaitu manajemen memiliki beberapa saham saham terbesar akan memutuskan untuk
perusahaan atau manajemen sekaligus memberikan remunerasi lebih rendah kepada
pemegang saham perusahaan. Tujuan direksi dibandingkan dengan pemberian
dari kepemilikan manajerial adalah untuk remunerasi pada saat keadaan perusahaan
menyelaraskan antara kepentingan manajemen tidak mengalami financial distress. Beberapa
dan pemegang saham dengan alasan manajemen penelitian membuktikan bahwa konsentrasi
mempunyai kepemilikan saham dalam kepemilikan berpengaruh negatif terhadap
perusahaan. Kepentingan pemegang saham remunerasi direksi, seperti penelitian yang
akan selalu dipertimbangkan ketika sebuah dilakukan oleh Na et al. (2014) yang menyatakan
perusahaan memiliki kepemilikan manajerial bahwa konsentrasi kepemilikan mempunyai
59 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No. 1, hal 52 - 69

pengaruh negatif signifikan terhadap dengan komposisi dewan. Penelitian mengenai


kompensasi eksekutif. Menurut Dogan dan komposisi dewan yang diwakili oleh persentase
Smyth (2002), apabila konsentrasi kepemilikan dari direksi non-eksekutif juga dilakukan oleh
tinggi, perusahaan dapat mengabaikan kinerja Fleming dan Stellios (2002). Dari penjelasan
perusahaan atau sektor dalam penentuan tersebut, maka dapat ditarik hipotesis sebagai
pemberian kompensasi. Hal ini sesuai dengan berikut:
penelitian yang dilakukan oleh Barontini dan H6: Komposisi direksi non-eksekutif
Bozzi (2011) mengenai kompensasi dewan berpengaruh positif terhadap
dan struktur kepemilikan di Italia yang remunerasi direksi.
menyatakan ketika konsentrasi kepemilikan
meningkat, maka akan berpengaruh terhadap
turunnya kompensasi dewan. Penurunan METODE PENELITIAN
tersebut dapat meningkatkan efisiensi biaya
yang akan dikeluarkan oleh perusahaan. Hal ini Sampel Penelitian
berbeda ketika perusahaan akan meningkatkan Data yang digunakan dalam penelitian
remunerasi direksi, dimana biaya yang ini adalah data sekunder. Penelitian ini
dikeluarkan akan meningkat sehingga laba menggunakan 474 sampel perusahaan non-
yang dihasilkan perusahaan akan menurun. keuangan yang terdaftar di Bursa Efek
Hal tersebut akan berdampak pada rendahnya Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Australia
imbal hasil pemegang saham. pada tahun 2011-2013. Jumlah sampel distress
Penelitian dari Core et al. (1999) selama tiga tahun sebanyak 237 laporan
membuktikan bahwa kompensasi CEO di keuangan dan non-distress sebanyak 237
Amerika Serikat akan menurun ketika terdapat laporan keuangan dari empat negara yang
konsentrasi kepemilikan karena adanya tingkat berbeda. Data tersebut diperoleh melalui
keefektifan monitoring yang dilakukan oleh website www.idx.co.id, bursamalaysia.com,
external blockholders. Berdasarkan penjelasan www.sgx.com, dan www.asx.com.au. Setelah
di atas, maka dapat ditarik hipotesis sebagai dilakukan uji asumsi klasik, terdapat data
berikut: yang outlier sehingga tersisa 467 sampel yang
H5: Konsentrasi kepemilikan berpengaruh terdiri dari 232 perusahaan distress dan 235
negatif terhadap remunerasi direksi. perusahaan non-distress.
Sampel yang digunakan dalam penelitian
Pengaruh Komposisi Dewan terhadap ini dipilih dengan metode purposive sampling
Remunerasi Direksi (dengan kriteria tertenru) yaitu semua
Komposisi dewan yang dimaksud disini perusahaan non-keuangan dengan kondisi
adalah seberapa banyak komposisi direksi distress dan non-distress yang terdaftar di
non-eksekutif dalam perusahaan. Menurut Bursa Efek Indonesia, Malaysia, Australia,
Doucouliagos et al. (2007), semakin tinggi dan Singapura pada tahun 2011, 2012, 2013.
direksi non-eksekutif pada dewan direksi dan Perusahaan non-distress dikategorikan
komisaris, maka kontrol dari pembayaran mempunyai laba positif pada tahun tersebut
kompensasi akan seamakin ketat. Direksi dan tahun sebelumnya dan perusahaan distress
non-eksekutif pun lebih berpengalaman dan dikategorikan dengan laba operasi negatif
berpotensi untuk melakukan kontrol dalam pada tahun tersebut dan tahun sebelumnya
perusahaan sehingga proporsi direksi non- (Abdullah 2006).
eksekutif dalam perusahaan harus lebih banyak Australia, Singapura, Indonesia, dan
dibandingkan dengan direksi eksekutif. Direksi Malaysia dipilih sebagai objek penelitian
non-eksekutif harus memikirkan kepentingan karena perbedaan kategori market dan GDP
dari pemegang saham. Penelitian mengenai (Gross Domestic Product) empat negara
komposisi dewan juga dilakukan oleh Conyon tersebut. Indonesia dan Malaysia tergolong
(1998) yang membandingkan remunerasi emerging market (negara berkembang),
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No. 1, hal 52 - 69 60

sedangkan Singapura dan Australia tergolong LEV = leverage


sebagai developed market (negara maju). DMLY, DSNG,
Selain kategori market yang berbeda, keempat DAUS = variabel dummy untuk
negara tersebut dipilih karena memiliki GDP negara (dengan Indonesia
yang besar. Berdasarkan data World Bank pada sebagai kategori dasar)
tahun 2013, GDP (Gross Domestic Product)
Indonesia adalah US$ 868.345,65 miliar, Definisi dan Pengukuran Variabel
Malaysia US$ 313.159,09 miliar, Singapura
Variabel Dependen
US$ 297.941,26 miliar, dan Australia US$
Variabel dependen dalam penelitian ini
1.560.372,47 miliar. Selain kategori market
adalah remunerasi direksi. Remunerasi direksi
dan GDP, keempat negara tersebut tergabung
diambil dari total remunerasi perusahaan
dalam organisasi yang sama yaitu APEC (Asian
yang dibayarkan kepada dewan direksi dan
Pasific Economic Corporation). Penelitian
dewan komisaris. Penelitian ini mengadopsi
dilakukan pada perusahaan yang bergerak
pengukuran yang dilakukan oleh Abdullah
dalam sektor non-keuangan. Perusahaan
(2006).
yang bergerak pada sektor keuangan sengaja
tidak digunakan dalam penelitian ini karena
Remuneration (REM) = Ln (Total
perusahaan yang bergerak di sektor keuangan
Remunerasi Direksi) ................................ (2)
merupakan perusahaan yang sangat teregulasi
yang sangat berbeda karakteristiknya dengan
Variabel Independen
perusahaan yang bergerak pada sektor non-
Variabel independen dalam penelitian
keuangan.
ini adalah distress status, kinerja perusahaan
(imbal hasil pemegang saham dan ROA),
Model Penelitian
struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial
Penelitian ini menggunakan multiple
dan konsentrasi kepemilikan), dan komposisi
linear regression menggunakan SPSS. Model
dewan.
regresi yang dipakai adalah seperti berikut ini:
Variabel distress dan non-distress
LNREMi = α + β1DISTRSi + β2SHRi diukur menggunakan variabel dummy, 1 untuk
+ β3ROAi + β4MOi + distress dan 0 untuk non-distress. Apabila
β5OWNi+ β6COMPi + perusahaan mempunyai laba negatif pada
tahun tersebut dan pada tahun sebelumnya,
βSIZEi + βLEVi + βDMLYi
maka dikategorikan sebagai perusahaan yang
+ βDSNG i + βDAUS i +
mengalami distress. Apabila perusahaan
εi ............................... (1) mempunyai laba positif pada tahun tersebut dan
Keterangan: pada tahun sebelumnya, maka dikategorikan
LNREM = logaritma natural dari total sebagai perusahaan non-distress. Pengukuran
remunerasi direksi ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
DISTRS = distress status Abdullah (2006) dan Samsul (2006).
SHR = imbal hasil pemegang saham Imbal hasil pemegang saham (shareholder
(shareholder return) return) digunakan untuk mengukur tingkat
ROA = return on asset pengembalian saham. Pengukuran variabel
OWN = konsentrasi kepemilikan ini berdasarkan penelitian oleh (Jensen dan
(ownership concentration) Murphy 1990) dan (Murphy 1985).
MO = kepemilikan manajerial
(managerial ownership) Shareholder Return (SHR) =
COMP = komposisi dewan (board Harga Saham Akhir - Harga Saham Awal
composition) Harga Saham Awal
………… (3)
SIZE = ukuran perusahaan
61 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No. 1, hal 52 - 69

Return on Asset (ROA) merupakan Variabel Kontrol


salah satu rasio profitabilitas untuk mengukur Variabel kontrol yang digunakan dalam
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan penelitian ini adalah ukuran perusahaan,
laba dari aset yang digunakan. ROA juga leverage, dan variable dummy untuk country.
merupakan total keuntungan atau kerugian Variabel kontrol ukuran perusahaan dan
yang dialami suatu investasi selama periode leverage merupakan cerminan kinerja
tertentu. Pengukuran ROA berdasarkan perusahaan.
penelitian yang dilakukan oleh Abdullah Beberapa penelitian terdahulu
(2006) dan Samsul (2006). mengungkapkan bahwa kinerja perusahaan
akan memengaruhi remunerasi. Ukuran
Return on Asset (ROA) = perusahaan (size) mencerminkan besar
EBIT(Earning Before Income Tax) kecilnya perusahaan berdasarkan kapitalisasi
Total Asset .............. (4)
pasarnya. Besar kecilnya suatu perusahaan
Kepemilikan manajerial (managerial dapat diukur menggunakan total aset, jumlah
ownership) merupakan pemegang saham yang penjualan, rata-rata total penjualan, dan rata-
mempunyai kedudukan sebagai manajemen rata aset. Penelitian ini menggunakan total
dalam perusahaan baik sebagai direksi aset.
maupun sebagai dewan komisaris. Pengukuran
Ukuran Perusahaan (SIZE) = Ln (Total
kepemilikan manajerial berdasarkan penelitian
Asset) ........................................................ (8)
yang dilakukan oleh (Abdullah, 2006).
wal Leverage menunjukkan seberapa besar
Managerial Ownership (MO) = perusahaan mempunyai ketergantungan
Kepemilikan Saham Direksi dan Komisaris
….… (5) terhadap kreditor dalam melakukan
Harga Saham Akhir - Harga Saham Awal
Jumlah Saham Beredar pembiayaan ekuitas perusahaan.
Harga Saham Awal
Konsentrasi kepemilikan (ownership
concentration) mengacu pada jumlah saham
EBIT(Earning Before Income Tax) Leverage (LEV) = Total hutang ….…… (9)
Total ekuitas
yang dimiliki oleh investor individu dan
Total Asset
pemegang saham besar (investor yang
Kepemilikan Saham Direksi dan Komisaris Sementara itu, variabel kontrol yang
memegang setidaknya 5 persen kepemilikan
Jumlah Saham Beredar ketiga adalah variabel country. Country
saham dalam perusahaan). Pengukuran ini merupakan variabel level negara yang diukur
berdasarkan Jumlah Saham Terbesar
penelitian yang dilakukan oleh menggunakan variabel dummy (1 dan 0).
Jumlah Saham Beredar Variabel ini menggunakan 3 variabel dummy
Haron dan Akhtaruddin (2013).
Non-independent directors dengan negara Indonesia sebagai kategori
Ownership Concentration (OWN) =
Independent directors dasar.
Jumlah Saham Terbesar
Jumlah Saham Beredar ............................... (6) HASIL PENELITIAN DAN
Komposisi dewan (board composition) PEMBAHASAN
terkait dengan monitoring dewan. Yang
dimaksut dengan komposisi dewan disini Dari statistik deskriptif variabel pada
spesifik pada komposisi direksi non-eksekutif tabel 1, diketahui nilai rata-rata untuk variabel
perusahaan. Pengukuran komposisi dewan dependen remunerasi direksi adalah sebesar
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh US$ 3.836,48 ribu dengan nilai minimum U$
Doucouliagos et al. (2007). 0,53 ribu, yaitu oleh salah satu perusahaan di
Malaysia pada tahun 2012. Nilai maksimum
Board Composition (COMP) = untuk variabel remunerasi direksi adalah
Non-independent directors sebesar US$ 521.856,60 ribu, yaitu oleh salah
Independent directors .......................... (7) satu perusahaan di Singapura pada tahun 2011.
Standar deviasi untuk remunerasi direksi adalah
US$ 27.542,06. Hal tersebut membuktikan
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No. 1, hal 52 - 69 62

Tabel 1
Statistik Deskriptif Perbandingan Tiap Variabel
Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Variabel Dependen
REM 474 0,53 521.856,60 3.836,48 27.542,06
Variabel Independen
SHR 474 -1,00 31,79 0,32 2,44
ROA 474 -40,21 1,00 -0,24 1,97
MO 474 0,00 71,40 6,94 12,68
OWN 474 0,17 95,31 33,34 18,49
COMP 474 0,00 10,60 0,81 0,79
Variabel Kontrol
SIZE 474 508,50 46.310.554.524,30 632.151.388,61 2.603.766.585,84
LEV 474 0,00 51,14 0,73 2,55
Keterangan:
REM: remunerasi direksi; SHR: imbal hasil pemegang saham; ROA: return on asset; MO: kepemilikan
manajerial; OWN: konsentrasi kepemilikan; COMP: komposisi dewan; SIZE: ukuran perusahaan; LEV:
leverage.
bahwa setiap negara mempunyai kebijakan Malaysia, Singapura, dan Australia). Pada
remunerasi yang berbeda. Kebijakan tersebut tabel tersebut, dapat diketahui bahwa
membuat besaran remunerasi yang diberikan pemberian remunerasi direksi di Indonesia,
kepada direksi bervariasi di setiap negara. Singapura, dan Australia, pada saat keadaan
Uji beda pada tabel 2 menunjukkan distress lebih rendah dibandingkan dengan
besarnya tingkat pemberian remunerasi direksi besarnya pemberian remunerasi direksi ketika
per negara pada saat kondisi distress dan non- perusahaan dalam keadaan non-distress.
distress. Pada tabel 2 ini, sudah dilakukan Sementara itu, di Malaysia, pemberian
seleksi terhadap data yang outlier. Dari tabel 2, remunerasi direksi lebih tinggi ketika
diketahui bahwa jumlah pemberian remunerasi perusahaan dalam kondisi distress. Hal tersebut
direksi dari keempat negara memiliki menunjukkan bahwa di tiga negara (Indonesia,
perbedaan. Pada saat keadaan distress, Singapura, dan Australia), perusahaan yang
pemberian remunerasi direksi terendah mengalami kondisi non-distress cenderung
adalah perusahaan di Indonesia sebesar US$ menaikkan besaran remunerasi yang diberikan
573.011,59 dan tertinggi adalah perusahaan kepada direksi. Hal tersebut terjadi karena
di Malaysia sebesar US$ 3.430.560,48. perusahaan dalam kondisi keuangan yang baik
Pada saat keadaan non-distress, pemberian dan mempunyai laba yang positif mempunyai
remunerasi direksi terendah adalah perusahaan sumber daya yang cukup untuk menaikkan
di Malaysia sebesar US$ 1.123.300,659 dan remunerasi direksinya. Hal ini berbeda dengan
tertinggi adalah perusahaan di Indonesia perusahaan pada kondisi keungan yang
US$ 2.756.447,18. Untuk jumlah pemberian distress, dimana sumber daya perusahaan pada
remunerasi direksi pada perusahaan distress kondisi keuangan distress cenderung dipakai
dan non-distress secara keseluruhan (pooled) untuk melunasi hutang dan berbagai macam
yang tertinggi adalah US$ 1.661.761,14 dan tanggungan perusahaaan.
terendah adalah US$ 2.224.016,2. Hal yang berbeda dilakukan oleh
Tabel 2 menjelaskan bahwa terdapat negara Malaysia, dimana pada saat kondisi
perbedaan yang signifikan terhadap pemberian keuangan perusahaan dalam keadaan distress,
remunerasi direksi keempat negara (Indonesia, perusahaan cenderung memberikan remunerasi
63 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No. 1, hal 52 - 69

Tabel 2
Uji Beda – Tingkat Pemberian Remunerasi Direksi Tiap Negara pada Saat Kondisi Distress dan
Non-Distress
N Mean Std. Deviation T-Value Sig
INDONESIA
Distress 39 573.011,59 767.718,28 41,653 0,000*
Non Distress 42 2.756.447,18 2.591.327,94
MALAYSIA
Distress 66 3.430.560,48 21.742.526,56 4,338 0,039**
Non Distress 66 1.123.300,66 993.988,97
SINGAPURA
Distress 67 1.345.103,14 1.814.600,52 4,357 0,039**
Non Distress 68 2.710.846,75 8.116.642,24
AUSTRALIA
Distress 60 777.370,52 761.367,02 40,132 0,000*
Non Distress 59 2.515.213,59 2.071.388,60
Pooled Data
Distress 232 1.661.761,14 11.641.882,85 0,062 0,803
Non Distress 235 2.224.016,2 4.675.511,006
Keterangan: Jumlah pemberian remunerasi direksi perusahaan distress dan non-distress di empat
negara. Data pooled merupakan data secara keseluruhan.

Tabel 3
Uji Beda – Tingkat Pemberian Remunerasi Direksi Tahun 2011, 2012, 2013 pada Perusahaan
Distress dan Non-Distress
Kinerja
N Remunerasi Std Deviation T-Value Sig
Perusahaan
2011
Distress 77 799.795,45201 965.002,724902 7,081 0,009*
Non-distress 78 2.257.780,58615 5.343.681,131086
2012
Distress 77 3.426.648,90455 20.113.397,256853 1,844 0,176
Non-distress 79 2.454.275,70085 5.664.287,570821
2013
Distress 78 770.414,99997 1.312.887,381055 10,212 0.002*
Non-distress 78 1.957.040,26979 2.291.157,189621
Pooled Data
Distress 232 1.661.761,14419 1.661.761,14419 0,062 0,803
Non-distress 235 2.224.016,20056 2.224.016,20056    
Keterangan: Perbedaan rata-rata remunerasi antara 232 perusahaan distress dan 235 perusahaan non
distress tahun 2011, 2012, 2013.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No. 1, hal 52 - 69 64

dalam besaran yang lebih tinggi dibandingkan distress pada tahun 2011, 2012, 2013, dan data
pada saat kondisi perusahaan non-distress. pooled dari besarnya pemberian remunerasi
Perusahaan-perusahaan di Malaysia cenderung direksi. Tabel tersebut menunjukkan bahwa
menggunakan cara lain selain cara menaikkan terdapat perbedaan secara signifikan atas
remunerasi yang diberikan kepada direksi. remunerasi direksi tahun 2011 dan 2013,
Cara lain tersebut, menurut Abdullah (2006), sedangkan tahun 2012 dan pooled tidak terdapat
adalah misalnya dengan tidak menggunakan perbedaan. Secara spesifik, t-test menunjukkan
uang (manfaat finansial) sebagai penghargaan, bahwa terdapat perbedaan secara signifikan
tetapi lebih kepada manfaat-manfaat non- pada remunerasi direksi tahun 2011 (p-value
finansial seperti opsi saham, restricted share, = 0.009), tahun 2013 (p-value = 0.002), dan
dan dana pensiun. Dengan demikian, pada saat tidak terdapat perbedaan pada tahun 2012
kondisi keuangan perusahaan dalam keadaan (p-value = 0.176, dan pooled data (p-value
distress, maka direksi perusahaan berusaha = 0.803). Hasil tersebut menunjukkan bahwa
untuk mengeluarkannya dari kondisi tersebut level tertinggi dalam pemberian remunerasi
sehingga kondisi perusahaan menjadi normal direksi adalah perusahaan non-distress. Pada
kembali. tahun 2012, dampak distress status dalam
Tabel 3 menunjukkan perbedaan rata-rata perusahaan tidak signifikan karena dalam
remunerasi antara 232 perusahaan distress dan menanggapi krisis keuangan yang terjadi pada
235 perusahaan non-distress. Tabel tersebut tahun 2007 sampai dengan 2009, perusahaan
menunjukkan analisis yang mempresentasikan memiliki cara penanggulangan sendiri.
hasil dari independent sample test antara Terdapat indikasi bahwa pada tahun 2012,
perusahaan distress dan perusahaan non- perusahaan yang mengalami financial distress

Tabel 4
Analisis Regresi
Variabel Prediksi t Sig.
Variabel Independen
DISTRS - -9,3994 0,0000***
SHR + -0,4848 0,628
ROA + -1,0559 0,2916
MO - -1,8766 0,0612*
OWN - -2,6414 0,0085***
COMP + 0,9119 0,3623
Variabel Kontrol
SIZE 5,0808 0,0000***
LAVERAGE -1,0654 0,2873 
DMLY -2,5726 0,0104
DSGN 0,3696 0,7118
DAUS 1,8182 0,0697
Keterangan:
DISTRS: distress status; SHR: imbal hasil pemegang saham; ROA: return on asset; MO: kepemilikan
manajerial; OWN: konsentrasi kepemilikan; COMP: komposisi dewan; SIZE: ukuran perusahaan; LEV:
leverage; DMLY: dummy country (Malaysia); DSGN: dummy country (Singapura); DAUS: dummy
country (Australia).
*** Signifikan tinggi (1%), ** Signifikan (5%), dan * Signifikan moderat (10%)
Dependent Variable Directors’ Remuneration
Adjusted R Square: 30,8%
65 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No. 1, hal 52 - 69

mengurangi besaran remunerasinya kepada berpengaruhnya imbal hasil pemegang saham


direksi. Hal tersebut kemungkinan terjadi dalam penelitian ini membuktikan bahwa
karena perusahaan menganggap bahwa kondisi kinerja perusahaan yang diwakili imbal hasil
ekonomi sudah membaik pasca kejadian krisis pemegang saham tidak mempunyai pengaruh
keuangan pada tahun 2007 sampai dengan terhadap besar kecilnya remunerasi yang
2009. diberikan kepada direksi. Dalam praktiknya,
Tabel 4 menunjukkan hasil regresi empat imbal hasil pemegang saham mencerminkan
negara (Indonesia, Malaysia, Singapura, dan total keuntungan atau kerugian yang dialami
Australia) pada tahun 2011 sampai dengan 2013. suatu investasi selama periode tertentu. Imbal
Analisis tersebut menguji hubungan antara hasil pemegang saham sangat bergantung sekali
variabel dependen remunerasi direksi dengan dengan kondisi pasar, kemudian kondisi pasar
variabel independen distress status, imbal sangat bergantung kepada informasi baik atau
hasil pemegang saham, ROA, kepemilikan buruknya perusahaan yang diperoleh investor.
manajerial, konsentrasi kepemilikan, dan Artinya, dalam merespons pasar, manajemen
komposisi dewan. Tabel 4 menjelaskan bahwa yang terdiri dari direktur dan komisaris fokus
nilai adjusted R Square adalah 30,8%. Hal pada membangun informasi yang baik, bukan
ini membuktikan bahwa variabel dependen berusaha untuk menaikkan remunerasi direksi.
dipegaruhi 30,8% variabel independen yang Oleh karena itu, tingkat pengembalian saham
ada dalam penelitan ini, sisanya 69,2% tidak memengaruhi pemberian remunerasi
dipengaruhi oleh faktor lain di luar penelitian. direksi dalam situasi distress maupun non-
Tabel tersebut menjelaskan bahwa pemberian distress.
remunerasi direksi dipengaruhi oleh distress Penelitian ini membuktikan bahwa
status, kepemilikan manajerial, konsentrasi ROA tidak mempunyai pengaruh terhadap
kepemilikan, dan ukuran perusahaan. remunerasi direksi. Penelitian ini tidak
Pada tabel 4, diketahui bahwa distress sejalan dengan pendapat dari Haron dan
status berpengaruh negatif terhadap besarnya Akhtaruddin (2013) yang menyatakan bahwa
remunerasi direksi. Hasil pengujian tersebut ROA berpengaruh positif signifikan terhadap
menunjukkan hasil yang konsisten dengan pemberian remunerasi direksi dengan sampel
penelitian Abdullah (2006) yang menyatakan perusahaan publik di Malaysia. Selain itu,
bahwa ketika perusahaan dalam keadaan hasil ini juga tidak sejalan dengan penelitian
distress, maka besarnya remunerasi direksi akan yang dilakukan oleh Darmadi (2011) yang
lebih rendah dibandingkan dengan besarnya membuktikan bahwa ketika perusahaan
remunerasi direksi pada saat perusahaan dalam memiliki kemampuan menghasilkan laba yang
kondisi non-distress. Hal tersebut dikarenakan besar, maka perusahaan memiliki sumber daya
kondisi keuangan dalam perusahaan sedang keuangan yang besar pula sehingga dapat
mengalami penurunan sehingga menyebabkan membayar remunerasi direksi yang tinggi pula.
besarnya remunerasi menurun. Sebaliknya, Hasil pengujian ini sejalan dengan penelitian
ketika perusahaan dalam keadaan non-distress, yang dilakukan oleh Abdullah (2006) yang
kondisi keuangan perusahaan dalam keadaan menyatakan bahwa variabel kinerja perusahaan
baik sehingga pemberian remunerasi akan yang diukur dengan ROA bukan merupakan
lebih besar. faktor penting dalam pemberian remunerasi
Variabel imbal hasil pemegang saham direksi. Tidak berpengaruhnya ROA dalam
tidak berpengaruh terhadap remunerasi direksi. pengujian terjadi karena mungkin kinerja
Hasil analisis ini berbeda dengan penelitian keuangan yang digunakan sebagai dasar
yang dilakukan oleh Jensen dan Murphy pemberian kompensasi bukan ROA, tetapi
(1990), Coughlan dan Schmidt (1985), serta ukuran yang lain yang belum dimasukkan
Murphy (1985) yang menemukan bahwa imbal dalam model penelitian ini.
hasil pemegang saham berpengaruh positif Kepemilikan manajerial berpengaruh
signifikan terhadap kompensasi manajer. Tidak secara moderat (siginifikansi 10%) terhadap
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No. 1, hal 52 - 69 66

remunerasi direksi dengan koefisien negatif direksi, dapat meningkatkan efisiensi biaya
(-1,8766), artinya hipotesis diterima. yang akan dikeluarkan oleh perusahaan.
Ketika kepemilikan manajerial tinggi, maka Efisiensi biaya sangat diharapkan oleh
pemberian remunerasi direksi akan rendah dan sebagian besar pemegang saham karena
sebaliknya. Hal ini dikarenakan remunerasi dengan melakukan efisiensi biaya tersebut,
yang berlebihan menyebabkan nilai perusahaan maka pendapatan perusahaan akan meningkat
oleh pasar menjadi menurun. Menurut Abdullah dan menyebabkan laba perusahaan akan
(2006), remunerasi dianggap berlebihan jika meningkat juga. Efisiensi biaya tersebut terus
remunerasi tidak dikaitkan dengan kinerja. didorong oleh sebagian besar pemegang
Allen (1981) membuktikan bahwa kepemilikan saham perusahaan sehingga menyebabkan
oleh CEO menurunkan remunerasi CEO dari konsentrasi kepemilikan (pemegang saham
saham perusahaan. Penelitian ini konsisten besar perusahaan) berpengaruh negatif
dengan penelitian yang dilakukan oleh terhadap besarnya remunerasi yang diberikan
Holderness dan Sheehan (1988). Hasil analisis kepada direksi.
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hasil pengujian membuktikan bahwa
oleh Abdullah (2006). Manajemen tidak hanya variabel komposisi dewan, yang diwakili
menginginkan remunerasi dalam bentuk tunai, dengan direksi independen, tidak berpengaruh
namun dengan memiliki sejumlah saham, terhadap remunerasi direksi. Hasil analisis
direktur akan mendapatkan apresiasi modal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan
yang dapat berguna dalam waktu jangka oleh Doucouliagos et al. (2007), yang
panjang. Ketika sebuah perusahaan dalam mengungkapkan bahwa semakin tinggi direksi
keadaan keuangan yang baik dan komposisi non-eksekutif (independen) pada dewan,
kepemilikan manajerial tinggi, manajemen maka kontrol dari pembayaran kompensasi
cenderung melakukan investasi dibandingkan akan semakin ketat. Alasan komposisi dewan
meningkatkan remunerasi direksi untuk yang diwakili dengan direksi independen
mendapatkan manfaat dalam jangka panjang tidak berpengaruh terhadap remunerasi direksi
yang akan memberikan keuntungan bagi kemungkinan karena direksi independen
perusahaan. Oleh karena itu, manajemen tidak di negara-negara Asia tidak benar-benar
memikirkan kepentingan pribadi saja, namun independen (Li 2003). Banyak perusahaan di
juga memikirkan perkembangan perusahaan. Asia yang memilih direksi independen yang
Variabel konsentrasi kepemilikan berasal dari kalangan perusahaan sendiri,
berpengaruh negatif terhadap remunerasi misalnya karyawan berprestasi perusahaan
direksi. Hasil analisis ini sesuai dengan yang sudah pensiun atau supplier perusahaan
penelitian yang dilakukan oleh Haron dan yang sengaja dipilih menjadi direksi
Akhtaruddin (2013) serta Dogan dan Smyth independen. Tidak independennya direksi
(2002) yang menyatakan bahwa konsentrasi independen ini menyebabkan kontrol yang
kepemilikan berpengaruh negatif terhadap tidak baik untuk perusahaan karena tujuan
remunerasi direksi. Konsentrasi kepemilikan awal di bentuknya direksi independen adalah
akan meningkat dan tingkat remunerasi sebagai kepanjangan tangan dari pemegang
direksi akan menurun. Hal ini karena adanya saham yang mempunyai tugas utama
keefektifan monitoring yang dilakukan oleh melakukan kontrol terhadap perusahaan.
external blockholder. Hasil analisis yang telah Dari beberapa variabel kontrol, yang
dilakukan konsisten terhadap penelitian yang berpengaruh terhadap besarnya remunerasi
dilakukan oleh Barontini dan Bozzi (2011) direksi adalah variabel ukuran perusahaan. Hal
mengenai kompensasi dewan dan struktur ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
kepemilikan di Italia yang menyatakan bahwa oleh Eichholtz et al. (2008). Ukuran yang
ketika konsentrasi kepemilikan meningkat, besar pada perusahaan digunakan sebagai
maka akan berpengaruh terhadap turunnya dasar pemberian remunerasi kepada direktur.
kompensasi dewan. Penurunan kompensasi Semakin besar ukuran perusahaan, maka
dewan, dalam penelitian ini adalah remunerasi akan semakin besar juga remunerasi yang
67 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No. 1, hal 52 - 69

dibayarkan kepada direktur perusahaan. Keterbatasan dari penelitian ini adalah


Ukuran perusahaan merupakan lambang dari sampel yang diambil hanya setelah terjadinya
sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan krisis keuangan global, yaitu pada tahun 2011
sehingga ukuran perusahaan yang besar sampai dengan 2013. Hal tersebut belum
menandakan bahwa sumber daya perusahaan mencerminkan keadaan pada masa sebelum
cukup untuk memberikan remunerasi kepada krisis keuangan global dan pada waktu krisis
direktur. keuangan global. Penelitian selanjutnya
dapat mengambil tahun antara 2007-2013
SIMPULAN yang mencerminkan tiga keadaan, yaitu
masa sebelum krisis, masa krisis, dan masa
Remunerasi direksi merupakan imbalan setelah krisis (recovery) sehingga diperoleh
atau balas jasa yang diberikan dalam bentuk tiga perbandingan keadaan. Di samping itu,
finansial maupun non-finansial. Tujuan dari penelitian ini hanya menggunakan perusahaan
pemberian remunerasi adalah meningkatkan yang bergerak dalam kategori non-keuangan
kinerja agen sehingga kinerja perusahaan secara saja, tidak memasukkan kategori perusahaan
keseluruhan akan meningkat. Berdasarkan keuangan. Penelitian selanjutnya dapat
analisis data dan pembahasan yang telah meneliti perusahaan yang masuk dalam
dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa kategori perusahaan keuangan sehingga
variabel yang memengaruhi pemberian dapat menambah bukti empiris mengenai
remunerasi direksi adalah distress status, faktor-faktor yang memengaruhi pemberian
kepemilikan manajerial, dan konsentrasi remunerasi pada perusahaan keuangan.
kepemilikan. Variabel imbal hasil pemegang
saham, ROA, dan komposisi dewan tidak
memengaruhi besarnya pemberian remunerasi DAFTAR PUSTAKA
direksi.
Pada praktiknya, setiap negara akan Abdullah, S. N. 2006. Directors’ Remuneration,
berbeda-beda dalam penentuan pemberian Firm’s Performance and Corporate
remunerasi direksi sehingga perusahaan tidak Governance in Malaysia among
perlu mengacu besar kecilnya pemberian Distressed Companies. Corporate
remunerasi direksi pada negara lain. Selain itu, Governance: The International Journal
meskipun pada saat kondisi distress, perusahaan of Business in Society, 6 (2), 162-174.
cenderung memberikan remunerasi direksi Allen, M. P. 1981. Power and Privilege in
lebih kecil daripada saat kondisi non-distress. the Large Corporation: Corporate
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Control and Managerial Compensation.
distress status berpengaruh negatif terhadap American Journal of Sociology, 86 (5),
pemberian remunerasi direksi. Hal ini berguna 1112-1123.
bagi perusahaan agar dapat meningkatkan Anthony, R. N. and V. Govindarajan. 2007.
kinerja keuangan dalam kondisi baik sehingga Management Control Systems 12th. New
dalam pemberian remunerasi direksi tidak York: McGraw-Hill.
mengalami penurunan. Penelitian ini berfungsi Awuor, M. M. 2012. The Relationship between
untuk memberikan bukti empiris hubungan Director Remuneration and Performance
antara remunerasi dengan kinerja perusahaan of Firms Listed in the Nairobi Securities
ketika perusahaan mengalami kondisi distress Exchange. Working Paper, University of
maupun non-distress di empat negara berbeda. Nairobi.
Selain itu, penelitian ini memberikan fungsi Barkema, H. G. and L. R. Gomez-Mejia.
berupa manfaat bagi pengembangan ilmu 1998. Managerial Gompensation and
ekonomi khususnya akuntansi, lebih dalam Firm Performance: A General Research
lagi penelitian mempunyai kontribusi berupa Framework. Academy of Management
informasi kepada perusahaan dan investor Journal, 41 (2), 135-145.
dalam hal pemberian remunerasi direksi. Barontini, R. and S. Bozzi. 2011. Board
Compensation and Ownership Structure:
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No. 1, hal 52 - 69 68

Empirical Evidence for Italian Listed and Firm Performance. Journal of


Companies. Journal of Management & Financial Economics, 51 (3), 371-406.
Governance, 15 (1), 59-89. Coughlan, A. T. and R. M. Schmidt. 1985.
Bebchuk, L. A. and J. M. Fried. 2006. Pay Executive Compensation, Management
without Performance Overview of the Turnover, and Firm Performance: An
Issues. The Academy of Management Empirical Investigation. Journal of
Perspectives, 20 (1), 5-24. Accounting and Economics, 7 (1), 43-66.
Bebchuk, L. A., J. M. Fried, and D. I. Walker. Darmadi, S. 2011. Remuneration of Board
2002. Managerial Power and Rent Members in a Two-Tier System:
Extraction in the Design of Executive The Indonesian Evidence. Paper
Compensation. Working Paper, National dipresentasikan pada acara Simposium
Bureau of economic Research. Nasional Akuntansi XIV, Banda Aceh.
Bonner, S. E. and G. B. Sprinkle. 2002. The Dogan, E. and R. Smyth. 2002. Board
Effects of Monetary Incentives on Remuneration, Company Performance,
Effort and Task Performance: Theories, and Ownership Concentration: Evidence
Evidence, and a Framework for from Publicly Listed Malaysian
Research. Accounting, Organizations Companies. ASEAN Economic Bulletin,
and Society, 27 (4), 303-345. 19 (3), 319-347.
Cheng, S., G. Lui, C. Shum, and S. F. A. Doucouliagos, H., J. Haman, and S. Askary.
Wong. 2011. The Influence of Corporate 2007. Directors’ Remuneration and
Governance Structure on Executive Pay. Performance in Australian Banking.
Research in Business and Economics Corporate Governance: An International
Journal, 3, 1-17. Review, 15 (6), 1363-1383.
Clarkson, P., S. Nichols, and J. Walker. Eichholtz, P. M., N. Kok, and R. Otten. 2008.
2005. Evidence on the Link between Executive Compensation in UK Property
CEO Remuneration and Company Companies. The Journal of Real Estate
Performance. Thesis, University of Finance and Economics, 36 (4), 405-
Queensland. 426.
Conyon, M. J. 1998. Directors’ Pay and Turnover: Ezzamel, M. and R. Watson. 1997.
An Application to a Sample of Large UK Executive Remuneration and
Firms. Oxford Bulletin of Economics and Corporate Performance. In K. Keasey
Statistics, 60 (4), 485-507. and M. Wright (eds.) Corporate
Conyon, M. J. and S. I. Peck. 1998. Board Governance: Responsibilities, Risks and
Control, Remuneration Committees, Remuneration. Chichester: Wiley.
and Top Management Compensation. Firth, M., M. Tam, and M. Tang. 1999. The
Academy of Management Journal, 41 Determinants of Top Management Pay.
(2), 146-157. Omega, 27 (6), 617-635.
Conyon, M., P. Gregg, and S. Machin. 1995. Firth, M., P. M. Fung, and O. M. Rui. 2006.
Taking Care of Business: Executive Corporate Performance and CEO
Compensation in the United Kingdom. Compensation in China. Journal of
The Economic Journal, 105 (450), 704- Corporate Finance, 12 (4), 693-714.
714. Fleming, G. and G. Stellios. 2002. CEO
Cordeiro, J., R. Veliyath, and E. J. Eramus. Remuneration, Managerial Agency
2000. An Empirical Investigation of and Boards of Directors in Australia.
the Determinants of Outside Director Accounting Research Journal, 15, 126-
Compensation. Corporate Governance, 145.
8 (3), 268-279. Florackis, C., A. Kostakis, and A. Ozkan. 2009.
Core, J. E., R. W. Holthausen, and D. F. Managerial Ownership and Performance.
Larcker. 1999. Corporate Governance, Journal of Business Research, 62 (12),
Chief Executive Officer Compensation, 1350-1357.
69 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2016, Vol. 13, No. 1, hal 52 - 69

Glover, S. M., W. F. Messier, and D. F. Prawitt. Academy of Management Journal, 33


2006. Auditing & Assurance Services: (1), 129-150.
A Systematic Approach. New York: Li, J. S. 2003. Relation‐Based Versus Rule‐
McGraw-Hill Education. Based Governance: An Explanation of
Haron, H. and M. Akhtaruddin. 2013. the East Asian Miracle and Asian Crisis.
Determinants of Directors’ Review of International Economics, 11
Remuneration in Malaysian Public (4), 651-673.
Listed Companies. Indian Journal of Lukviarman, N. 2016. Corporate Governance,
Corporate Governance, 6 (2), 17-41. Menuju Penguatan Konseptual dan
Holderness, C. G. and D. P. Sheehan. 1988. Implementasi di Indonesia. Surakarta:
The Role of Majority Shareholders Era Adicitra Intermedia.
in Publicly Held Corporations: An Murphy, K. J. 1985. Corporate Performance
Exploratory Analysis. Journal of and Managerial Remuneration:
Financial Economics, 20, 317-346. An Empirical Analysis. Journal of
Jensen, M. C. 1993. The Modern Industrial Accounting and Economics, 7 (1), 11-42.
Revolution, Exit, and the Failure of Na, J., Q. Chen, X. Ren, and Y. Guo. 2014.
Adaptive Prescribed Performance
Internal Control Systems. The Journal
Motion Control of Servo Mechanisms
of Finance, 48 (3), 831-880.
with Friction Compensation. IEEE
Jensen, M. C. and K. J. Murphy. 1990.
Transactions on Industrial Electronics,
Performance Pay and Top-Management
61 (1), 486-494.
Incentives. Journal of Political Economy,
Neokleous, C. I. 2015. Executive Compensation
98 (2), 225-264. as a Corporate Governance Problem.
Jensen, M. C. and W. H. Meckling. 1976. Theory Essex Student Research Online, 7, 27-
of the Firm: Managerial Behavior, Agency 41.
Costs and Ownership Structure. Journal of Ruparelia, R. and A. Njuguna. 2016.
Financial Economics, 3 (4), 305-360. Relationship between Board
Kaihatu, T. S. 2006. Good Corporate Remuneration and Financial
Governance dan Penerapannya di Performance in the Kenyan Financial
Indonesia. Jurnal Manajemen dan Services Industry. International Journal
Kewirausahaan, 8 (1), 1-9. of Financial Research, 7 (2), 247-255.
Kakabadse, N. K., A. Kakabadse, and Samsul, M. 2006. Pasar Modal dan Manajemen
A. Kouzmin. 2004. Directors’ Portofolio. Jakarta: Erlangga.
Remuneration: The Need for a Geo- Scott, A., et al. 2006. Job Satisfaction and
Political Perspective. Personnel Review, Quitting Intentions: A Structural Model
33 (5), 561-582. of British General Practitioners. British
Kasum, A. S., E. Muthar, F. Oyebola, and A. Journal of Industrial Relations, 44 (3),
Abdulraheem. 2011. Agency Problem in 519-540.
Corporate Governance in the Nigerian Veliyath, R. 1999. Top Management
Banking Industry: A Review. Working Compensation and Shareholder Returns:
Paper, University of Ilorin, Nigeria. Unravelling Different Models of the
Kato, T. 1997. Chief Executive Compensation Relationship. Journal of Management
and Corporate Groups in Japan: New Studies, 36 (1), 123-143.
Evidence from Micro Data. International Wells, P. J. 2015. Executive Remuneration:
Journal of Industrial Organization, 15 Regulatory Reforms in UK Company
(4), 455-467. Law. International Journal of Law and
Kosnik, R. D. 1990. Effects of Board Management, 57 (4), 300-339.
Demography and Directors’ Incentives
on Corporate Greenmail Decisions.

You might also like