You are on page 1of 22
SIMPOSIUMNASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 677 daxi 1115 PEMERIKSAAN TERHADAP WAJIB PAJAK YANG TIDAK MENYAMPAIKAN SPT, KETENTUAN DAN PEMILIHANNYA SESUAI SE-15/PJ/2018 Trihadi waluyo* -PusdikdaePajak: J Sakti Raya no 2 Jalarta Barat indonesia ennil vihadiwalwo@kemenkeu.goid ABSTRAK ‘Thavatio of ndividual SPT compliance ssi relatively Tow: As recommended by the MF One ofthe fore to increase tax revenue is through examination of taxpayers. Inthe contert of selecting taxpayers Who ‘are provicy audits to be more objective and on target SE-15/ P]/ 2018. whichstatesthat a Special Audit ‘can be carried out on Taxpayers who do not submit SPT. Thi study uses normative lepal research ‘methods with descriptive analysis from the data of Potential Mining Priority Target Lis (DSP3) which haz been collected from the partiipants ofthe Audit Management training, The results showed that quite ‘anumber of KPPs proposed special examinations with che ndeator of Not submitting SPT however, the ‘average number proposed per each KPP is only one ar two taxpayers so that not many taxpayers are Droposed tobe examined onthe base of not submitting SPT. Rasio kepatuhan SPT orang priladi mash reatif rendab, hanya sebesar 63,8 persen tahun 2018, Sebagniniana direkemendasilan oleh International Monetary Fund (IMF), salah stu upaya dalam ‘meninghathan penerimaan pajak adalah melhui pemerikstan terhadap Wajb Pajak Dalam rangka ‘pemaihan Wajib Pajak yang menjadi priori spemeriksaan agar lebih objelif dan tepatsasaran,telah ditebitlan SE-15/P]/2018 tangeal 13 Agustus 2018, yang menyebutkan antara lain bahwa Pemeriksian Khuats dapat dlakulan teria dap Wa ib Pajakyang tidak menyampaikan SPT, Kajian ni ‘menggunalan metode pencitian hukum normative dengan analisa deslapeif dant data yang ada di ‘Pusdildat pajak yaitu data Daftar Sasaran ProvitasPeng gaan Potens (DSP3) yang telah dicumpullan dant peserta dikdat Manajemen Pemenkaan, Hal Penelitan menunjukian cucup banyak KPP yang ‘menguaillan pemeriksaan khusus dalam DSP3 dengan Indilater Tak Mewyampailan SPT. namun ata rata jumlah yang diusulkan per masing-masing KPP hanya satu atau dua Wajl Pajak. ehingga ‘Dehum banyak jumlah Wajib Pajak yang diusillan diperks: dengan alasan Tidak menyampailan SPT ATAKUNCE sidak menyampailan SPT, pemeriksaan pajak 1. PENDAHULUAN Kepatuhan pajak (tax compliance) dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku di ‘mana Wajib Pajak (WP) memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Terdapat dua macam kepatuhan, yakni kepatuhan formal dan kepatuhan materiil. Kepatuhan formal adalah suatu perilaku di mana WP berupaya memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan formal dalamundang- undang perp ajakan. Kep atuhanmateriil adalah suatu perilaku dimana WP secara substantif memenuhi semua ketentuan materiil perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang- undang perpajakan (Nurmantu dalam Cahyonowati 2016). Salah satu indikator kepatuhan pajak formal adalah penyampaian laporan Pajak melalui Surat Pemberitahuan (SPT). jumilah Wajib Pajak yang terdaftar pada tahun 2018 adalah 38,651,881 dengan Wajib Pajak yang wajib menyampaikan SPT sebe sar 17.653.963. Sedangkan jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang melap orkan SPT Tahunan 2017 yakni sebesar 10.589.648. Dengan begitu, rasio kepatuhan SPT orang pribadi tahun 2018 hanya sebesar 63,9 persen. Total jumlah Wajib Pajak yang SIMPOSIUMNASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 678 daxi 1115 sudah menyerahkan SPT setara 70,15 persen dari target 15,58 juta pelapor di tahun 2018. (Pajakgoid). Tabell Pelaporan SPT Tahunan PPh dan Rasio Kepatuhan Sumber: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal ‘Tahun [WP Terdaftar [WP WajibSPT | SPT Tahunan | Rasio PPh Kepatuhan 2012 | 24812569 17.659.278 9.237 948 52.31% 2013 | 28.002205, 17,731,736 9.966.834 36.22% 2014 [30574428 18.357.833 | _10852.304 59,13% 2018_| 33336122 18.159.840__|_10.972.520 04% 2016 | 36446616 20.165.718 | 12264131 60,78% 2017 [| 39.151.603 16.598.887 | 12.057.400 72.64% 2018 | 38.651.881(7)_| _17.653.963 | OP 10.589.648 | _OP 639% ‘ererangan: Pada tahun 2016 ada kenaikan PTKP, menjadi 45 juta sehingga pepawai dengan pendepatan dibawah 45 jute rupiah perbulan tidak wajib menyampaikan SPT, sehingga jumlah Yang wajb SPT ‘menurun. Akibaenye di tahun 2017 ratio meningkat walaupun secara real yang menyampaikan SPT Indikator lainnya untuk mengukur tingkat kepatuhan pajak adalah tax ratio (rasio pajak). Rasio pajak adalah perbandingan antara jumlah penerimaan pajak dengan Produk Dome stik Bruto. Masalah perpajakan di Indonesia, terkait tax ratioini, bahkan disoroti oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Dalam publikasi bertajuk "Revenue Statistics in Asian and Pacific Economies 2019 — Indonesia", OECD mengungkap bahwa tax ratio Indonesia merupakan yang terendah jika dibandingkan dengan negars-negara lain di kawasan Asia Pasifik, Publikasi OECD tersebutmenggunakan datatahun 2017 pada saat tax ratio Indonesia 115% Angla tersebut di bawah rata-rata dari ne garaanggota OECD (34.2%) dengan selisih sebesar 22,7 persentase poin, dan juga dibawah rata-rata kawasan LAC (Latin ‘America and the Caribbean) dan Afrika, yang masing masing sebesar 228% dan 18.2% (CNBC Indonesia 2019). Data rinci tax ratio dari berbagai negara tersebut dapat dicermati pada grafk 1. Berikut ini. SIMPOSIUMNASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 679 daxi 1115 LOL A Grafik 1 Tax ratio negara Amerika latin, Afrika dan Indonesia Sumber: CNBC Indonesia Rozie (2005) telah menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa dengan pemeriksaan pajak akan mendorong timbulnya kepatuhan Wajib Pajak. Tindakan pemeriksaan ini dilakukan sebagai sarana penegakan hukum bagi Wajib Pajak atau penanggung pajak yang lalai dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, dan merupakan salah satu langkah penting dalam mengamankan dan meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. Pemilihan Wajib Pajak menjadi salah satu instruksi penting dalam kegiatan pemeriksaan pajak. Dalam rangka pemilihan Wajib Pajak yang menjadi prioritas pemeriksaan dengan lebih objekif dan tepat sasaran sehingga menghasilkan produk pemeriksaan yang lebih baik dari sisi potensi pajaknya, diterbitkan $E-15/F]/2018 pada 13 Agustus 2018, Surat Edaran ini mempertajam pemeriksaan agar dilakukan terhadap Wajib Pajak yang mempunyai indikator ketidakpatuhan tinggi, diantaranya adalah terhadap Wajib Pajakyang tidak menyampaikan SPT. Ketidak patuhan penyampaian SPT tampak dalamp enyampaian SPT tahun 2020 yang hanya mencapai 63%, dimana hal tersebut dibawah target 80%. Kepala Seksi Peraturan Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan II Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Imiantio Himawan mengatakan DJP menargetkan kepatuhan formal pelaporan SPT Tahunan mencapai 80% di tahun 2020. Imiantio menyebutkan setidaknya terdapat sekitar 19 juta WP yang wajib lapor SPT, namun hingga batas akhir penyamp aian SPT, D]Pbaru menerima 11,9 juta SPT. Artinya, kep atuhan formal baru terealisasi sekitar 63% (DDTCNews 2020). Pemerintah memasang target tax ratio pada tahun 2020 sebesar 115% (Kemenkewgo.id). Target tersebut hanya naik tipis dibandingkan dengan outlook tahun 2019 sebesar 11,1%. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan target rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) akan coba dicapai dengan berbagai Kebijakan pajak dan kepabeanan. Salah satu kebijakan tersebut adalah ‘melakuikan reformasi i bid ang perpajakan (DDTCNews 2019). Upaya dalammeningkatkan penerimaan pajak melalui pemeriksaan terhadap Wajib Pajak direkomendasikan oleh International Monetary Fund (IMF). Adapun rekomendasi tersebut tertuang dalam Letter Of Intent (LOD) tahun 1999 yang dikutip oleh Gunadi (2005), yang menyatakan bahwa langkah kumei untuk meningkatkan, SIMPOSIUMNASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 680 daxi 1115 penerimaan pajak adalah dengan cara menaikkan coverage pemeriksaan pajak (tax audit coverage ratio/ ACR), ACR dihitung berdasarkan perbandingan antara Wajib Pajak yang diperiksa dan jumlah Wajib Pajak yang wajib menyampaikan SPT. Dari ACR tahun 2017 menunjukkan angka 1,36 persen. Realisasi ini masih di bawah standar ACR yang ideal mntuk menjadi instrumen pendorong kepatuhan Wajib Pajak, yakni 3% hingga 5% (IMF 2010). Artinya, tidak semua Wajib Pajak diperiksa atau sekur ang; kurangnya belum menjadi sasaran pemeriksaan pajak. Pemilihan Wajib Pajak menjadi salah satu instrumen penting dalam kegiatan pemeriksaan pajak karenabesarnyajumlah Wajib Pajak di Indonesia danterbatasnya Sumber Daya Manusia di linghungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dalam rangka pemilihan Wajib Pajak yang menjadi prioritas pemeriksaan dengan lebih objekif dan tepat sasaran, DJP telah resmi menerbitkan surat edaran nomor SE-15/F]/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan. Tujuan dari surat edaran tersebut adalah sebagai arahan dari pimpinan DJP kepada jajaran internal baik itu KPP, Kanwil, maupun Kantor pusat DJP untuk memilih Wajib Pajak yang akan dip eriksa. Dengan adanya Surat Edaran tersebut diatas diharapkan dapat diketahui Wafib Pajak yang kurang patuh dalam urusan perpajakan, sehingga Wajib Pajak tersebut akanmasuk dalam Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3) pajak. Penyusunan data kepatuhan dan DSP3 ini akan dilakukan melalui analisis terhadap seluruh data dan informasi di KPP. Jika ditemukan adanya indikator ketidakp atuhan ‘maka Wajib Pajak tersebut berpotensi masuk dalam DSP3. Di dalam SE -15/P].2018 diatur bahwa untuk Wajib Pajak yang memiliki Indikator Ketidakpatuhan pembayaran dan Penyampaian SPT aian masuk dalam Daftar Sasaran Prioritas, Penggalian Potensi (DSP3)p jak. DSP3 pajak adalah daftar Wajib Pajak yangmenjadi sasaran prioritas penggalian potensi sepanjang tahun berjalan baikmelalui kegiatan pengawasan maupun pemeriksaan. Daftar DSP3. disusun sebelum DJP melakukan pemeriksaan pajak. ‘Tindakan pemeriksaan dilakukan sebagai sarana penegakan hukum bagi Wafib Pajak atau penanggung pajak yang lalai dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan merupakan salah satu langkah penting dalam mengamankan dan meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. Dengan dikeluarkannya ketentuan kebijakan Pemeriksaan berupa SE-15/P|/2018 sebagai arahan dari pimpinan kepada jajaran internal DJP_memilih Wajib Pajak yang akan diperiksa, dimana indikator ketidakpatuhan pembayaran dan Penyampaian SPT ditempatkan sebagai urutan pertama dari rincian berbagai indikator Iainnya. Walaupun demikian, kenyataan di lapangan dapat saja dijumpai keadaan yang berbeda dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sehingga untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang bagaimana penerapanny. Bertolak dari latar belakang di atas, perumusan masalah penelitian ini dapat ijabarkan lebih lanjut kedalam tiga pertanyaan penelitian sebagai berikut: (2) Bagaimana ketentuan Perundang-undangan Pajak terkait Pemeriksaan terhadap ‘Woafib Pajak yang tidak menyampaikan SPT? (2) Bagaimana kriteria pemilihan Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak ‘untuk Wajib Pajakyang tidak meny ampaikan SPT sesuai SE-15/P].2018? (3) Bagaimanakah penerapan ketentuan terhadap Wajib Pajak yang Tidak menyampaikan SPT di Kantor Pelayanan p ajaktertentu? Tujuan yang ingin dicapai dengan penelitian ini adalah mengetahui ketentuan Perundang-undangan terkait Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) danmengetahui kriteria pemilihan Wajib Pajak yang dilakukan SIMPOSIUMNASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 681 daxi 1115 pemeriksaan pajak untuk Wafib Pajak yang tidak menyampaikan SPT berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/ 2013 sttd PMK- 184/PMK.03/2015 dan SE-15/PJ/2018, serta menjelaskan analisis penerapan SE15/PI/2018 atas pemeriksaan Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT di kantor pelayanan pajak. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1. Bagi Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpajakan (Pusdiklat Pajak), mengembangkan kompetensi_ Widyaiswara dalam hal melakukan penelitian/kajian akademis; dan 2. Bagi Direktorat Jenderal Pajak, dapat mengetahui kondisi terbaru di lapangan mengenai Kriteria Pemeriksaan pajak sehubungan dengan Pemeriksaan terhadap Woajib Pajakyang tidak menyampaikan SPT 3. Bagi peneliti, untuk melatih menyusun hasil penelitian dan meningkatkan emampuan dalam melakukan penelitian selanjutnya Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis akan meninjau kriteria pemilihan Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak sesuai SE-15/P]/2018 yang dirumuskan dengan judul, “PEMERIKSAAN TERHADAP WAJIB PAJAK YANG TIDAK MENYAMPAIKAN SPT , KETENTUAN DAN PEMILIHANNYA SESUAI SE-15/F]/2018 OLEH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK’. 2. KERANGKA TEORITIS 2.4Kepatuhan Wajib Pajak dan Teori Kepastian Hukum, Ketidakpatuhan Wajib Pajak merupakan persoalan serfus bagi pemerintah. Ketidakpatuhan Wajib Pajak jelas akan berdampakterhadap penerimaan ne gar dari sektor pajak negara yang berkurang, sehingga secara otomatis juga berdampak pada ‘masalah APBN, Halini mengingat cukup besarnyaKentribusi penerimaanpajak dalam APBN (Kastolani dan Ardiyanto 2017). Hasil empiris menunjukkan bahwa penerimaan pajak ditentukan oleh tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Asri dan Vinola (2009) memberikan bukti empiris bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan berpengaruh posit terhadap peningkatan penerimaan pajak. Hubungan antara pemeriksaan dan penerimaan pajak penghasilan dapat dijelaskan dengan teori kepastian hukum, Kepastian hukum dengan tegas mengatur tentang regulasi perpajakan yang diperlukan sehingga tidak ada celah dan peluang, untuk berlaku curang dalam pelaksanaannya. Teor ini mengatakan untuk mencapai sistem hukum yang baik maka diperlukan pula hubungan yang baik antar elemen- clemen didalamnya sehingga untuk mencapai suatu sistem perpajakan yang baik adalah dengan cara menaati senuia peraturan yang telah ditetapkan. Berlaku patuh terhadap peraturan pajak merupakan bentuk menyelaraskan clemen-elemen dalam sistem perpajakan. Kepatuhan hukum adalah Ketaatan pada hhukum dalam hal ini hukum yang tertulis (Kastolani dan Ardiyanto 2017). Tinggi rendahnya kepatuhan Wajib Pajak juga dapat dipengaruhi oleh pemeriksaan pajak. Pemeriksaan merupakan salah satu cara agar Wajib Pajak tetap berada dikoridor peraturan ajak dan fskus dalammelaksanakantugasnyatidak hanya untukke giatan, formalitas saja, melainkan juga untuk memperkuat Kebenaran dari transaksi dan ep atuhan hukum dengan undang-undang yang berlaku agar Wajib Pajakttetap patuh, dalammenjalankan hak dan kewajibannya membayar pjak (Hidayat 2005). Hasil penelitian Cahyonowati (2011) menunjukkan bahwa kepatuhan WP orang pribadi di Indonesia harus dipaksakan melalui mekanisme denda dan pemeriksaan pajak (enforced tax compliance). Beberapa penelitian menyebutkan SIMPOSIUMNASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 682 daxi 1115 bahwa motivas terbesar kepatuhan Wajib Pajak ditentukan oleh pemeriksaan pajak dan denda pajak, misalnya Witte dan Woodbury 1985 (Cahyonowati etal. 2011). 2.2Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Pada dasarnya banyak ditemukan —_penulisan_atau_penelitian terdahulu/sebelumnya mengenai pemeriksaan pajak yang dilakukan Fungsional Pemeriksa Pajak. Ada banyak kajian/penelitian mengenai Kaitan antara kepatuhan dengan pemeriksaan pajak, misalnya penelitian Kastolani dan Ardiyanto tahun 2017 yang meneliti pengaruh tingkat kepatuhan Wajib Pajak dan pemeriksaan terhadap penerimaan Pajak Penghasilan. Hasil analisis dari hipotesis yang ke dua adalah pemeriksaan untuk Wajib Pajak Badan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan. Artinya tinggi rendahnya pemeriksaan pajak yang dilakukan membuat penerimaan pajak penghasilan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP Pratama) meningkat. ‘Akan tetapi kajian mengenai kxiteria pemilihan Wajib Pajakyang diperikea yang ilakukan oleh Seksi Pemeriksaan Kantor Pelayanan Pajak di Direktorat Jenderal Pajakkhususnya terhadap Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT masih langka. ‘Adapun yang agak mirip mengenai pemeriksaan atas kriteria Wajib Pajak tertentu adalah penelitian terhadap Pemeriksaan atas bendahara pemerintah yang dilakukan oleh Hotmian Helena Samosir dan Tsihadi Waluyo, Secara umum penelitian tersebut menjelaskan mayoritas partisipan Fangsional Pemeriksa Pajak belum pemah sekalipun melaksanakan pemeriksaan terhadap Bendahara Pemerintah selama bekerja sebagai pegawai pajak di Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Walaupun hampir seluruh partisipan menyetujui bahwa atas Wajib Pajak Bendahara pemerintah yang tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang Derlaku dapat dilakukan pemeriksaan, namun hanya sekitar 21% (dua puluh satu persen) saja yang pernah memeriksa Wajib Pajak tersebut sepanjang karirnya sebagai petugas Pemeriksa Pajak. Nanain apabila partisipan diperintahkan untuk melaksanakan pemeriksaan terhadap Bendahara Pemerintah, mereka siap melaksanakannya dan tidak akan mengelak. 2.2.4 Pengertian Pemeriksaan Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, Keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji Kepatuhan pemenuhan Kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Tindakan untuk melakukan pemeriksaan pajak adalah kewenangan yang dimiliki Direktur Jenderal Pajak. Kewenangan melakukan pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak ini oleh Undang- Undang KUP diberikan kepada Direktur Jenderal Pajak sebagai bagian dari fungsi pengawasan terhadap pemenuhan kewafiban perpajakan Wajib Pajak dan setiap Wajib Pajak tidak luput dari kemungkinan untuk éilakukan pemeriksaan. Kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan pemeriksaan diatur secara tegas dalam Pasal 29 Undang-Undang KUP.Tindakan pemerikeaan dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalamrangka melaksanakan ketentuanp erundang- undangan perpajakan. Dalam rangka menjalankan kewenangan tersebut, dalam etentuan perpajakan diatur mengenai hak dan kewajiban Wajib Pajak serta Kewenangan dan kewajiban Pemerikea. Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi Kewajiban yang ditentukan perpajakan, kepada Pemeriksa diberikan kewenangan ‘untuk menetapkan Penghasilan Kena Pajak se cara jabatan sampai dengan diusulkan SIMPOSIUMNASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 683 dasi 1115 tindakan pemeriksaan bukti permulaan. Demikian pula sebaliknya, dalam hal Pemeriksa Pajak tidak melakukan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan perpajakan, Wajib Pajak dap at mengajukan p embatalan hasil pemeriksaan atau surat ketetapan pajak apabila pemeriksaan dilakukan tanpa penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. Dalam perubahanterakhir Undang-Undang KUP yangmulai berlaku 1 Januari 2008, pemeriksaan didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, Berdasarkan definisi tersebut dapat kita uraikan bahwa secara op erasional tindakan pemeriksaan, adalah kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/ atau bukti yang akan digunakan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan. ‘tujuan Iain, Pada tataran prosedural tindakan operasional tersebut harus sesuai dengan standar pemeriksaan. Tindakan pemeriksaan yang menyimpang dari standar pemeriksaan merupakan tindakan yang berpotensi cacat prose dural. 2.2.2 Tujuan Pemeriksaan Sesuai definisi pemeriksaan, tujuan pemeriksaan meliputi pengujian kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Untuk ‘mencapai tujuan tersebut, output dari suatu pemeriksaan adalah berupa bukti yang dengan bukti itu dapat ditentukan kep atuh an p emenuhan kewajiban perpajakan atau untuk tujuan lain, Bukti tersebut merupakan dasar bagi penerbitan surat ketetapan pajak, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang KUP yaitu sbb: “Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan buikti jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pjakyyang terutang,” Dalam penjelasannya dikatakan bahwa "apabila berdasarkan__hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang dihitung dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuanyangbersanglutan tidak benar, misanyapembebananbiayaternyata ‘melebihi yang sebenarnya, Direktur Jenderal Pajak menetapkan besamnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan". ‘Tampa adanya bukti dimaksud berarti tidak ada alasan yuridis bagi Fiskus ‘untuk mengoreksi pajak yang terutang dalam SPT dan menerbitkan surat ketetapan jak. Tidak ada peraturan yang men guraikan bulti seperti apa yang dapat dijadikan sebagai dasar penerbitan surat ketetap an pajak tersebut. 2.2.3 Kriteria Pemeriksaan Dalam Undang-Undang KUP Pasal 1 (satu) ayat 25 disebutkan bahwa Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objeltif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kkewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan kketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Selanjutnya Pasal 29. Undang-Undang KUP menyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban SIMPOSIUMNASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 684 daxi 1115 erpajakan Wafib Pajak dan untuk tujuan lain dalamrangkamelaksanakan ketentuan peraturan perundang-undan gan p erpajakan. Kriteria Wajib Pajak yang Dilaksanakan Pemeriksaan Pajak juga diatur dalam Surat Edaran Nomor SE-15/PJ/2018. Terdapat 2 (dua) kriteria yang merupakan alasan dilakukannya pemeriksaan, yaitu: a) Pemeriksaan Rutin Tabel 2, Pelaksanaan Pemeriksaan Rutin Sumber: SE 15/ PI/2018 : Stat Alasan Jenis Pelaksanaan WP menyampaikan SPT Tahanan PPh yang | Daftar] Wajib rmenyatakan lebih bayarrestitusl, Nominatif WP menyampaikan SPT Masa PPN yang [Daftar | Wajib ‘menyatakan lebih bayarrestitusl, Nominatif WP menyampaikan SPT Masa PPN Lebih Bayar | Daftar | Prfontas Kompensasi Nominatit WP yang telah diberikan pengembalian | DSPS Prioritas pendahultan kelebihan pembayaran pajake WP menyampaikan SPT Tahunan PPh yang | DSPS Dengan menyatakan rugh Pengusilan WP melakakan penggabungan, peleburan, | Daftar | Wajib (Orang Whauidasiataupembubaran usaha | Nominatif | Pribadi) dan Pajak Orang Pribadi akan Prioritas meninggalkan Indonesia untuk selama- ening (Badan) WP melalsakanz DSP Prforitar perubahan tahun bul ‘perubahan metode pembukuan; dan/atau enilaian kembali aktiva tetap. Walib Pajakttidak menyampaikan SOP PBB [Daftar | Priontas Nominatit Perlu diketahui bahwa sifat pelaksanaan pemeriksaan berupa prioritas tidak ‘memiliki prioritas yang sama antara satu dengan yang lain. Adapun beberapa alasan yang bersifat prioritas dijelaskan secara lebih lanjut, antara lain: 1. Pelaksanaan Pemeriksaan Rutin terhadap SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi diprioritaskan terhadap SPT/PKP sebagai berikut: a. terdapat data dan/atau informasi pada aplikasi SIDJP yang menunjukkan bahwa SPT yang disamp aikan oleh Wajib Pajak tidak benar b, PKPnon Pedagang Eceran yang melakukan penyerahan dengan Faktur Pajak tidak lengkap; terdapat indikasi dan/atau pernah terbukti sebagai penerbit dan/atau pengguna Faktur Pajak tidak sab atau 4. memiliki susunan pengurus/direksi yang sama dengan PKP yang terdapat indikasi dan/atau pernah terbukti sebagai penerbit dan/atau pengguna Faktur Pajak tidak sah, SIMPOSIUMNASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 685 daxi 1115 2, Pelaksanaan Pemeriksaan Rutin terhadap Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran ajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Pasal 17D Undang-Undang KUP dan Pasal 9 ayat (4c) Undang- Undang PPN dilakukan dengan pengusulan yang didasarkan atas prioritas. Pengusulan pemeriksaan diprioritaskan terhadap Wajib Pajak/PKP yang memilliki potensi pajak signifikan. b) Pemeriksaan Khusus Berdasarkan SE-15/ 1/2018 Pemeriksaan Khusus dapat dilakukan terhadap Wafib Pajak yang tidak menyampaikan SPT dan telah disampaikan surat teguran kepada Wajib Pajak dan jangka waktu surat teguran telah berakhir dan terhadap Wal aja yang elu dlakukan stvitas himbaan, Pemeriksaan khusus berdasarkan keterangan lain berupa data konkret (audit base on data). Keterangan lain berupa data konkret adalah data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak berupa: a. hasil klarifikasi/konfirmasi Faktur Pajak . bukti pemotongan Pajak Penghasilan data perpajakan terkait dengan Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) Undang- Undang KUP dan setelah ditegur secara tertulis Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran, 4. bukti transaksi atau data yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan Wajib Pajak. (Retno Widyaningrum 2019). 3. METODOLOGI PENELITIAN Untuk menjawab pertanyaan penelitian sebagaimana diuraikan di atas, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif berdasarkan hukum normatif. Penelitian hukum normatif menggunakan asas-asas hukum, norma, kaidah dari peraturan perundang-ndangan atau doktrin, Hasil pengujian atas asas-asas hukum dan doktrin dapat membantu Peneliti dalam mencaripengertian kriteria pemeriksaan dan pemilihan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SFT. Sebagaimana dijelaskan Ibrahim (2005:444), penelitian hukum normatif dapat menggunakan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep, pendekatan analitis, pendekatan perbandingan, pendekatan sejarah, pendekatan filsafat, dan pendekatan kasus. Dari beberapa alternatif pendekatan yang bisa digumakan, penelitian ini akan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Penelitian ini menggunakan data Primer, dari perspektif ukum, yakni peraturan perundang-undangan, teoriteori, konsep maupun pandangan para ahli. Selain itu, juga digunakan data sekunder atau data kepustakaan atau dikenal dengan bahan hukum dalam penelitian hukum berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder. Yang dimaksud bahan hukum primer dan sekunder adalah (Mukti Fajar 2010:157): a. bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terditi darinorma atau kaedah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, dan SIMPOSIUMNASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 686 daxi 1115 yurisprudensi Adapun bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang-Undang KUP. >, _bahanhukum sekunder yaitubahan hukum yang terdiri dari semua publikasi ‘tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, Dalam penelitian ini digumakan buku-buku teks hukum atau jurnal terkait hukum pajak yang ‘menunjang permasalahan yang hendak diteliti Data akan dihimpun melalui Kegiatan penelitian kepustakaan. Data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, modul, publikasi dan hasil penelitian, Peneliti juga memanfaatkan data selamder yang yang dihimpun dari Pusdiklat pajak yaitu data Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3) yang bersumber dari kepala seksi pemeriksaan Kantor Pelayanan Pajak yang pernah ‘menjadi peserta diklat Manajemen Pemeriksaan. Penelitian dilakukan dengan mendapatkan data dari pejabat yang dalam tugamya sehari-hari sebagai Kepala Seksi Pemeriksaan membantu Kepala KPP ‘menyusum peta kepatuhan Wajib Pajak dan DSP3 pada masing-masing KPP. Peta ini diperfukan dalam rangka meningkatkan kualitas penggalian potensi sehubungan dengan optimalisasi penerimaan pajak dari kegiatan pengawasan dan pemeriksaan Pajak. Pemikiran sementara peneliti adalah sangat jarang pemilihan Wajib Pajak yang akan diperiksa adalah Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT. Sedangkan di dalam SE-15/P),/2018 diatur bahwa untuk Wajib Pajak yang memiliki Indikator Ketidakpatuhan pembayaran dan Penyampaian SPT akan masuk dalam Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3) pajak. DSP3 pajak adalah daftar Wajib Pajak yang menjadi sasaran prioritas penggalian potensi sepanjang tahun berjalan baik melalui kegiatan pengawasan maupun pemeriksaan. Daftar DSP3_ disusun sebelum DJP melakukan pemeriksaan pajak. Penelitian ini memfokuskan pada DSP3 yang dibawa oleh para Kepala seksi Pemeriksaan masing-masing KPP. Dasar pemilihan Wajib Pajak yang diperiksa dilthat dari Analisa Ketidakpatuhan Wajib Pajak berdasarkan SE-15/P}./2018. Indikasi ketidakpatuhan WP dibedakan antara indikator ketidakpatuhan WP Orang Pribadi (OP) dan WP Badan. 4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 44 Ketentuan Perundang-Undangan terkait Wajib Pajak yang Tidak Menyampaikan SPT Sistem hukum oleh Hans Kelsen yang menyatakan bahwa sistem hukum merupakan sistem anak tangga dengan kaidah berjenjang di mana norma hukum yang paling rendah harus berpegangan pada norma hukum yang lebih tinggi. Dalam Penjelasan Pasal 7 ayat 2 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Paraturan perundang-undangan dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan hierarki adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-undangan. Penjenjangan didasarkan asas bahwa Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi (mediadesaid. 2018), 10 SIMPOSIUMNASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 687 daxi 1115 Dikutip dari situs resmi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, berikut int penjelasan mengenai jenis dan hierarki (jenjang) Peraturan Perundang-undangan: “Sesuai urutan dari yang tertinggi adalah: Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ( UUD 1945) Ketetap an Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR) Undang-undang (UU) atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Peraturan Pemerintah ( PP) Peraturan Presiden ( Perpres) Peraturan Daerah ( Perda) Provinsi Peraturan Kabupaten atau Kota.” Selain jenis dan hierarlé tersebut, masih ada jenis Peraturan Perundang undangan lain yang diakui keberadaannya. Peraturan Perundang-undangan lain ini juga mempunyai kekuatan hukummengikat sepanjang dip erintahkan oleh Peraturan, Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Dari kajian ketentuan Peraturan tersebut diketahui bahwa dapat dilakukan pemeriksaan Pajak terhadap Wajib Pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan, Surat Pemberitahuan, dengan hirarki ketentuannya adalah: ~ Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Unum dan Tata Cara Perpajakan statd Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 ~Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata cara Pelakeanaan Hak dan pemenuhan Kewafiban Perpajakan - Peraturan Menteri Keuangan Nomer 17/PMK03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan stdd Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/ 2015 4.1.4 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan stdtd Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2009 ‘Undang; Undang Republik IndonesiaNomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan ‘Unum dan Tata Cara Perpajakan statd Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16Tahun 2009 menjelaskan pemeriksaanpada Pasal 1 (satu) ayat 25. Dalam ayat ini Gitegaskan bahwa pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji Kepatuhan pemenuhan Kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan Jain dalam rangka ‘melaksanakan ketentuanp eraturan perundang-undangan perpajakan. Selanjutnya, pasal 29 Undang-Undang KUP menyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemerikszan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpjakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kemudian dalam Pasal 48 Undang-Undang KUP diyatakan bahwa hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang ini di atur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 4.1.2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2011 Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Pasal 11 ayat (1), Wajib Pajak yang diperiksa wajib memperlihatkan dan atau/ meminjamkan buku, atau catatan, dokumen yang menjadi dasamya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak dan atau obyek yang terutang pajak. Berikutnya pada pasal 10 ayat (3) dinyatakan bahwa etentuan lebih lanjut mengenai jenis dokumen dan atau informasi tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tata cara pengelolaannya di atur dengan dan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 4.1.3 Peraturan Menteri Keuangan Peraturan Menteri Keuangan merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Menteri Keuangan dan mempunyai kekuatan, hhukum mengikat sepanjang diperintah secara langsung oleh peraturan perundang- u SIMPOSIUMNASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 688 daxi 1115 undangan lebih tinggi, yang dalam hal ini Undang-Undang KUP atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Adapun Peraturan Menteri Keuangan yang berhubungan dengan pemilihan Wajib Pajak yang akan dilaksanakan pemeriksaan pajak yaitu Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan stdd PMK 184/PMK03/2015, ‘Tujuan pemeriksaan disebutkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 Pasal 2, bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan dengan tujuan untuk menguji Kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan Iain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Berdasarkan pada Pasal 4 PMK Nomor 184/PMK.03/2015, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam hal ‘memenhi kriteria sebagai berika a, Wajib Pajak yangmen gajukanp ermohonan pengembaliankelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, b. terdapat keterangan lain berupa data konkret sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a Undang- Undang KUP, Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, selainyang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada huraf 3; 4. Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak: ¢. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rug, f Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamany2 . Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau arena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap: hh, Wajib Pajak tidak = menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan Analisis Risiko; atau Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan Analisis Risiko. 42 Kriteria pemilihan Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak berdasarkan Surat Edaran Nomor SE-15/PJ/2018 D/P telah resmi menerbitkan Surat Edaran nomor SE-15/P|/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan. Tujuan dari surat edarantersebut adalah sebagai arahan dari pimpinan DJP kepada jajaran internal baik itu KPP, Kanwil, maupun kantor pusat DJP untuk memilih Wajib Pajak yang akan diperiksa. Dengan adanya Surat Edaran tersebut diatas diharapkan dapat diketahui para Wajib Pajak yang kurang patuh dalam urusan perpajakan, sehingga Wajib Pajak tersebut akan masuk dalam Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3) pajak. Tujuan Surat Edaran tersebut seperti dikutip dari SE-15/)/2018 adalah: a. Meningkatkan tertib administrasi pemeriksaan. b, Memberikan keseragaman langkah dalam pelaksanaan ke giatan pemeriksaan. ‘Meningkatkan kualitas pemilihan Wajib Pajak yang akan 4 Meningkatkan knalitas pemeriksaan pajak. ‘Meningkatkan penerimaan pajak dari kegiatan pemeriksaan. SIMPOSIUMNASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 689 daxi 1115 Seiring dengan kebutuhan untuk melakukan penyempurnaan dalam kegiatan pemeriksaan dan sejalan dengan reformasi birokrasi yang sedang dilaksanakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), diperlukan pengaturan ulang mengenai penentuan Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan, Pengaturan ulang ini antara Iain ‘melalui penyusuman peta kepatuhan dan Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3) pada masing-masing Kantor Pelayanan Pajak (KPP) serta pembentukan Komite Perencanaan Pemeriksaan yang bertugas untuk melakukan pembahasan dan penentuan Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan melalui kriterizkriteria yang telah ditetapkan. Dengan adanya Surat Edaranttersebut diatas diharapkan dapat diketahui para Wafib Pajak yang kurang patuh dalam urusan perpajakan, sehingga Wajib Pajak tersebut akan masuk dalam DSP3 pajak. Penyusunan data kepatuhan dan DSP3 ini akan dilakukan melalui analisis terhadap seluruh data dan informasi di KPP. Jika ditemukan adanya inikator ketidakpatuhan maka Wajib Pajak tersebut berpotensi ‘masuk dalam DSP3. Revitalisasi proses bisnis pemeriksaan diperlukan dalam rangka pemilihan Wafib Pajak yang menjadi prioritas pemeriksaan dengan lebih objektif dan tepat sasaran. Optimalisasi kinerja SDM Pemeriksa Pajak dan perbaikan peraturan perpajakan di bidang pemeriksaan yang sejalan dengan arah reformasi perp jakan yang sedang dilakukan DJP. Sesuai dengan SE-15/P)/2015, terdapat 7 (tujuh) hal yang harus dilaksanakan terkait revitalisasi proses bisnis, naman hanya 2 (dua) hal yang merujuk pada pemilihan Wajib Pajak, yaitu penyusunan peta kepatuhan Wajib Pajak dan DSP3 pada masing-masing KP. Keduanya diperlukan dalam rangka meningkatkan kuslitas penggalian potensi sehubungan dengan optimalisasi penerimaan pajak dari kegiatan pengawasan serta pencairan surat ketetapan pajak (pemeriksaan dan penagihan) dalamtahun berjalan. Adapun variabelyang digumakan dalamp enentuan Wajib Pajak yang akan menjadi populasi DSP3 adalah: a. Indikasi Ketidakpatuhan Tinggi (adanya tax gap) Indikasi ketidakpatuhan memperhatikan indikasi _ketidakpatuhan material, yaitu adanya kesenjangan antara profil perpajakan (profil berdasarkan SPT) dengan profil ekonomi yang sebenarnya. Profil ekonomi yang sebenamya diketahui dari berbagai sumber baik dari data internal, eksternal, maupunpengamatan di lapangan. Indikasi ketidakpatuhan Wajib Pajak dibedakan menjadi 2 (dua), antara la = Indikator ketidakpatuhan Wajib Pajak pada 35 UP2 Penentu Penerimaan ~ _ Indikator ketidakpatuhan Wajib Pajak pada KPP Pratama Indikasi ketidakpatuhan WP dibedakan antara indikator ketidakpatuhan WP Orang Pribadi (OP) dan WP Badan (online-pajak.com). Indikator ketidakpatuhan bagi WP OP adalah: -Ketidakpatuhan p embayaran dan penyampaian SFT. “WPbelumpernah dilakukan pemerikszan secara all tae selama tiga tahun terakhir. -Ketidaksesuaian antara profil SPT dengan beberapa aspek misalnya skalausaha WP, harta WP yang mencakup investasi, kepemilikan sham, dan lair-lain, Sementara indikator ketidakpatuhan WP Badan adalah: - Ketidakpatuhan pembayaran dan penyampaian SPT. - WPbelum pemah dilakukan pemeriksaan dengan ruang lingkup seluruh jenis pajak (all taxes) selama tiga tahun terakhir. - Analisis CTTOR, Gross Profit Margin (GPM), Nett Profit Margin (NPM) dibandingkan dengan hasil benchmarking industri sejenis di Kanwil terkait. 13 SIMPOSIUMNASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 690 daxi 1115 - Ketidaksesuaian antara profil SPT dengan profil ekonomi WP (usaha dan Kekayaan) sesungguhnya berdasarkan faktalapangan. - Memiliki transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa yang berke dudukan di negara dengan tarif pajakyang lebih rendah dari Indonesia. ~ Memiliki transaksi afiliasi dalam ne geri (intragroup transaction) dengan nilai transaksi lebih dari $0% dari total nilai transaksi. - Memiliki transaksi afiliasi dalam negeri dengan anggota grup usaha yang ‘memiliki kompensasi kerugian. - WP yang menerbitkan Faktur Pajak kepada pembeli dengan NPWP 000 lebih dari 25% dari total Faktur Pajak yang diterbitkan dalam satu Masa Pajak. Terdapat hasil analisis IDLP dan/atau CTA untuk WP itu. b, Indikasi modus ketdakcpatuhan Wajib Pajak Kepala KPP melakukan identifikasi atas Wajib Pajak yang terindikasi memiliki ‘modus-modus tertentu atasketid akpatuhannya. Identifikasi modus ketidak patuhan dimaksudkan untuk membantu Pemeriksa Pajak dalam menentukan ruang lingkup (scope) dan kedalaman pemeriksaan, sehingga memudahkan dalam membuat dan menetapkan Audit Plan, Audit Program, dan dokumen- dokumen yang akan dipinjam dan diperikea. Modus ketidakpatuhan Wajib Pajak antara lain: ~ Wajib Pajak tidakmelaporkan omset yang sebenarnya ~ Wajib Pajak membebankan biaya yang tidak seharusnya ~ Modus ketidakpatuhan Pajak Pertambahan Nilai (PN) ~ Wajib Pajak yang melakukan perencanaan pajak agresif (aggressive tax planning) ~ Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (treaty abuse) ~ Wajib Pajak tidak melaporkannilai pengalihannharta yang sebenarnya dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha, tau - Wajib Pajak tidak melaporkan nilai perolehan atau nilai penjualan yang sebenamya dalam hal terjadi tukar-menuikar harta. ¢. Identifikasi Nilai Potensi Pajak Wajib Pajak yang menjadi prioritas adalah yangmemiliki potensi pajak besar. Niai potensi tersebut harus dihitung dalam rupiah sesuai dengan indikator ketidakp tuhan Wafib Pajak dengan cara mengalikan tarif pajak dengan potensi taxgap. 4. Identifikasi _Kemampuan Wajib Pajak untuk Membayar Ketetapan Pajak (collectability) Kepala KPP harus melakukan identifikasi kemampuan Wajib Pajak untuk membayar ketetapan pajak (collectability) dalam rangka optimalisasi pencairan dari hhasil pemeriksaan, Identifikasi yang dapat dilakukan diantaranya adalah: ~ Identifikasi keberlangsungan usaha dan harta yang dimiliki Wajib Pajak berdasarkan SPT; ~ Bksistensi usaha Wajib Pajak (ber dasarkan fakta lapangan); dan/atau - _Penanggung Pajak diketahui keberadaannya. Pertimbangan Direktur Jenderal Pajak ber dasarkanpertimbangan tertentu se suai dengan kewenangamny a, Direktur Jenderal Pajak dap at menetapkan Wajib Pajak yang akan menjadi DSP3. 4.3 Analisis penerapan SE-15/P]/2018 di Kantor Pelayanan Pajak 14 SIMPOSIUMNASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 691 daxi 1115 Sebagaimana telah disampaikan pada bagian metode penclitian, untuk melakukan analisis penerapan SE-15/PJ/2018 di Kantor Pelayanan Pajak, peneliti memanfaatkan data DSP3 yang telah dikumpulkan dari peserta diklat Manajemen Pemeriksaan yang pernah diadakan oleh Pusdiklat Pajak yaitu para Kepala Seksi Pemeriksaan Kantor Pelayanan Pajak. 4.3.4 Analisis deskriptif Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3) Berikut adalah karakteristik DSP3 ditampilkan pada tabel berikut: Tabel 3: Distribusi asal DSP3 Sumber: hasil pengolahan DSP3, 2020 No Pulau Jumiah Ranwil_) —Jumlah KPP T___[ Sumatera gy 3 2. [Tawa 7 cu 3._| Kalimantan 2 3 | Sulawesi 2 + 3.___| Papua dan maluku 1 2 Berdasarkan tabel di atas diperoleh jumlah DSP 3 adalah berasal dari seluruh Jima pulau besar Indonesia yakni Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Jumlah kanwil dan KPP paling banyak di Pulau Jawa karena jumlah Wajib Pajak terbanyakmemang berada di pulau ini, Tabel 4: Tabel Nama KPP sumber DSP 3 Sumber: hasil pengolahan DSP3, 2020 Wo Nama KPP Nama Kanwil DJP T__[KPP Balige Sumutz 2___[KPPPematangSiantar | Sumut 2 3__|KPP Tebing Tinggi ‘Sumut 2 4 | KPPBatamSelatan __| Riau dan Riau Kepulauan © __[KPP Madya Batam Riau dan Riau Kepulauan 7_[KPP Dumat Riau dan Riau Kepulauan @__|KPP Padang Dua ‘Sumatera Barat dan lambi o__[KPP Bengkulu Bengkulu Lampung T0__[KPP Gilegon Banten T_[KPP Pulogadung Jakarta Timur 12 __|KPP Cakung Dua Jakarta Timur T3__[KPP Duren Sawit Jakarta Timur 14 __[KPP Madya Bandung Jawa Barat 1 15__|KPP indramayu Jawa Barat 1 T6__|KPPDepok Cimanggis __| Jawa Barat 2 T7__[KPP Klaten Jawatengah2 Ta__[KPP Bantul Yosyakarata To__[KPP Sleman Yosyakarata 15 SIMPOSIUMNASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 692 dasi 1115 20_| KPP Pontianak Barat Kalimantan Barat 2L__[KPP Sintang Kalimantan Barat 22_ | KPP Muara Teweh Kalimantan Selatan 23_ | KPP Mamuju ‘Selsel Barat tenggara 24 _| KPP Kendari Sulsel Barat Tenggara 25_ | KPP Gorontalo ‘Sulut Tenggo Malut 26 | KPP Tahuna ‘Sulut Tenggo Malut 27_ | KPP Ambon Papua dan Maluku 28__ | KPP Sorong Papua dan Maluku 29 | KPP Badan &Orang Asing | Khusus Dari tabel datas, terdapat KPP Badan dan Orang Asing sebagai KPP yang ‘mengawasi Wajib Pajak Subyek pajak Luar Negeri berupa BUT yang ada di Indonesia, KPPtersebut dibawah Kanwil khusus yang berada di jakarta. 43.2 Analisis deskriptif jumlah Wajib Pajak yang diusulkan diperiksa DSP3. diusulkan kepada Kanwil untuk dievaluasi dan dimintakan persetujuannya agar dapat dilakukan Pemeriksaan khusus dengan ruang lingkup pemeriksaan seluruh jenis pajak, mempertimbangkan periode penerbitan instruksi pemeriksaan khusus yang diatur sebagai berikut: i, Tahap I: Penerbitan instruksi dilakukan paling lambat awal Mei; Tahap I Penerbitan instrukst dilakukan paling lambat awal Agustus; fii, Tahap Ill: Penerbitan instruksi dilakukan paling lambat awal November: Dari 29 DSP3 yang diteliti, usulan pemeriksaan adalah untuksatuperiode, jadi tidak menggambarkan usulan untuk satu tahun, dimungkinkan pengusulan masing- masing KPP setiap periode untuk berbeda-beda banyaknya. Karakteristik DSP3 ditampilkan pada tabel berikut. Tabel S WP diusulkan pemeriksaan khusus untuk satu periode Sumber: hasil pengolahan DSP3, 2020 No Pulau Tunnlah RPP asal_] Jumlah WP dfusulkan DsP3 iperiksa T._| Sumatera 3 76 2. [Tawa i 233 3.__| Kalimantan 3 @ _[Salawest g # 3._[ Papua dan malik z B Berdasarkan tabel di atas diperoleh jumlah DSP 3 adalah berasal dari seluruh Jima pulau besar Indonesia yakni Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Jumlah kanwil dan KPP paling banyak di Pulau Jawa Karena jumlah Wajib Pajakterbanyak adalah di pulau Jawa. Tabel 6: Tabel Jumlah Wajib Pajak yang diusuikkan pemeriksaan Khusus ‘untuk satu periode DSP3 Sumber: hasil pengolahan DSP3, 2020 16 SIMPOSIUMNASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 693 daxi 1115 Jumlah Wajib Pajak diusulkan No | Nama KPP T_|KpP Balige 2_[KPP Pematang Siantar 6 3_|KPP Tebing Tings a7 4_|KPP Padang Dua 6 3____|KPP Madya Batam 1 © _|KPP Batam Selatan 3 a Ge 1 @_[KPP Bengkulu 1 9 __| KPP Pulogadung 4 TO __[KPP cakung Dua a TL_[KPP Duren sawit 3 12 _|KPP Badora Eg T3_ | KPP Gilegon 7 14 __[Madya bandung B TS__[KPP indramayu 72 T6__[KPP Depok Cimanggis T7._|KPP Klaten Ta __[KPP Bantul a To__[KPPSleman 20__| KPP Sintang 21_ | KPP Pontianaka Barat 30 22_ | KPP Muara Teweh 26 23_ | KPP Mamuju 24 _| KPP Kendari 25_ | KPP Mamuju 26 __ | KPP Gorontalo a 27__[KPP Tahuna 20 28_[KPP Ambon To 29_ | KPPSorong 3 Dari tabel di atas diketahui bahwa usulan untuk masing-masing periode berbeda beda untuk tiap KPP, ada yang hanya mengusulkan satu Wajib Pajak namun juga ada juga yang mengusulkan puluhan Wajib Pajak untuk diperiksa 4.33 Analisis deskriptif atas Indikator Ketidak patuhan Usulan pemeriksaan khusus yang terdapat dalam DSP3 terdiri dari Wafib Pajak badan dan Wajib Pajak orang Pribadi. Indikator ketidak patuhan untuk masing- masing Wajib Pajak berbeda-beda, dan indikator ketidakpatuhan pembayaran dan penyampaian SPT tersebut ditempatkan sebagai urutan pertama dari rincian Dberbagai indikator lainnya. Tabel 7 :Usulan Pemeriksaan khusus terhadap Jenis Wajib Pajak 7 SIMPOSIUMNASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 694 daxi 1115 Sumber: hasil pengolahan DSP3, 2020 Jenis Wajib Pajak Jumlah Wajib Pajak diusulkan pemeriksaan Khusus dalam DSP3 Badan 363 Orang Pribadi 6 Jumilah Wajib Pajak Badan lebih banyak diusulkan pemeriksaan Khusus oleh masing-masing KPP, Hal ini dikarenakan usulan DSP3 harus memperhatikan identifikasi nilai potensi pajak. Pada umumnya Wajib Pajak Badan mempunyai Potensi pajak yang lebih be sar dibanding Wajib Pajak Orang Pribadi (OP). Wajib Pajak yang menjadi prioritas adalah yang memiliki potensi pajak besar. Nilai potensi tersebut harus dihitung dalam rupiah sesuai dengan indikator ketidakpatuhan Wajib Pajak. abel 8 Identifikasi Ketidakpatuhan menurut KPP yang diusulkan Pemeriksaan khusus Sumber: hasil pengolahan DSP3, 2020 Identifikasi Ketidak patuhan dalam DSP3__| _Jumlah KPP yang sehingga diusulkan Pemeriksaan Khusus Mengusulkan pemeriksaan Khusus “Analisa Laporan Keuangan 18 Belum pernah diperiksa 3 tahun terakhir 14 Ketidak sesuaian profil i Tidak melaporkan SPT a Equalisasi SPT PPh dan SPT Masa PN, a Equalisasi SPT PPh den SPT Masa a Data prioritas Bukti Potong PPh a 3 a z ‘Memiliki hubungan istimewa dgn lawan transaksi Penyerahan faktur pajak 000 lebih 25% Tidak melaporkan SPT Masa PPN Jumlah KPP yang mengusulkan Pemeriksaan Khusus dengan indikator Ketidak patuhan tidak menyampaikan SPT adalah sejumlah 9 KPP, dan 2 KPP untuk tidak ‘menyamp aikan SPT Masa PPN. Dari DSP3 29 KPPmaka jumlah 9 KPP dan 2 KPP tersebut mencakup kuranglebih 35 persen dari DSP 3yang diajukan oleh KPP. Hal ini menunjukkan cukup banyak KPP yang mengusulkan pemeriksaan Khusus dalam DSP3nya, dengan indikator tidak ‘menyamp aikan SPT. Tabel 9 Identifikasi Ketidakpatuhan menurut jumlah Wajib Pajak untuk diusulkan Pemeriksaan Khsusus 18 SIMPOSIUMNASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 695 daxi 1115 Sumber: hasil pengolahan DSP3, 2020 Tdentifikasi Ketidak patuhan Tumlah Wajib Pajak “Analisa Laporan Keuangan 18 Belum pernah diperiksa 3 tahun terakhir 105) Data prioritas Bukti Potong PPh By Ketidak sesuaian profil a0 Equalisasi SPT PPh dan SPT Masa PN, 26 Tidak melaporkan SPT 2 Tidak melaporkan SPT Masa PPN 2 ‘Memiliki hubungan istimewa dgn lawan transaksi Fy Penyerahan faktur pajak 000 lebih 25% 10 Equalisasi SPT PPh den SPT Masa 3 Jumlah Wajid Pajak yang diusulkan Pemeriksaan Khusus dengan indikator kketidak patuhan tidak menyampaikan SPT adalah sejumiah 21 Wajib Pajak dan 2 Wafib Pajak untuk tidak menyampaikan SPT Masa PPN, Dari DSP3 428 Wajib Pajak, ‘maka jumlah 21 Wajib Pajak dan 2 Wajib Pajak tersebut mencakup hanya kurang lebih 5 persen dari DSP3 yang diajukan oleh KPP. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar Wajib Pajak yang diusulkan Pemeriksaan Khusus adalah bukan berasal dari Kriteria “Tidak Menyampaikan SPT " namun indikator yang digunakan dalam menyusun DSP3 terbanyak adalah dari indikator hasil analisa laporan euangan yaitu sebanyak 35 % dan tidak diperiksa selama 3 tahun terakhir sebanyak 25 %, Hal ini menunjukkan belum banyak jumlah Wafib Pajak yang diusulkan diperiksa dengan alasan tidakmenyampaikan SPT. Hal ini dikarenakan usulan DSP3 harus memperhatikan identifikasi nilai potensi pajak dan kemampuan membayar ajak. Kepala KPP juga harus melakukan identifikasi kemampuan Wajib Pajak untuk membayar ketetapan p ajak (collectability) dalam rangka optimalisasi pencairan dari hasil pemeriksaan. Tabel 10 Jumlah WP yang diusulkan pemeriksaan khusus karena Tidak ‘Menyampaikan SPT Sumber: hasil pengolahan DSP3, 2020 Tidak Tidak No Nama KPP menyampaikan | menyampaikan SPT SPT PPN 7 | KPP Bengkulu 1 2 | KPP Duren sawit 1 = 3 | KPP Pulogadung 2 = | KPP Indramayu 10 1 5 | KPP Depok Cimanggis 1 1 6 | KPP Badora 1 = 7 _[ KPP Sorong, 2 = | KPP Padang Dua 1 = ‘9 | KPP Steman 2 = 19 SIMPOSIUMNASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 696 daxi 1115 Dari tabel di atas jelas bahwa KPP yang sudah mengusulkan pemeriksaan Khusus dalam DSP3 nya pada periode tertentu dengan indikator ketidak patuhan tidak menyampaikan SPT berjumlah 9 KPP, namun rata rata jumlah yang diusulkan hanya satu atau dua Wajib Pajak. KPP indramayu adalah pengecualian dengan mengusulkan pemeriksaan khusus dalam DSP3nya pada periode tertentu sejumlah sebelas Wajib Pajak, 5. KESIMPULAN Rendahnya kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia dapat diindikasikan dari besaran tax ratio (penerimaan pajak dibandingkan GDP) dibawah rata-rata, yakni hanya 11, 5 % dan bahwa lebih dari 35 % Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Upaya dalam meningkatkan penerimaan pajak melalui pemeriksaan terhadap Wajib Pajak direkomendasikan oleh IMF dalam Letter Ofintent (ZO1) tahun 1999, dengan langkah kunci untuk meningkatkan penerimaan pajak adalah dengan menaikkan coverage pemeriksaan pajak (tax audit coverage ratio/ACR). ACR dihitung berdasarkan perbandingan antara Wajib Pajak yang diperiksa dan jumlah Wajib Pajak yang wajib menyampaikan SPT, Standar ACR yang, {deal untuk menjadi instrumen pendorong kepatuhan Wajib Pajak adalah 3%hingga 5% Pemilihan Wajib Pajak menjadi salah satu instrumen penting dalam kegiatan pemeriksaan pajak. Dalam rangka pemilihan Wajib Pajak yang menjadi prioritas pemeriksaan dengan lebih objekif dantepat sasaran, dengan kepatuhan formal hanya sekitar 63% (DDT CNews 2020), maka Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SFT dapat menjadi pilthan untuk meningkatkan kepatuhan formal dan sekaligus material. Pemeriksaan atas Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan std 184/PMK.03/2015, Peraturan tersebut dalam konsiderannya ‘mencantumkan ketentuan yang menjadi dasarnya, yaitu: -Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan stdtd Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009; dan -Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Berdasarkan pada Pasal 4 PMK Nomor 184/PMK03/2015 tersebut, pemeriksaan ‘untuk mengufi kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan diantaranya terhadap Wafib Pajak yang tidakmenyampaikan SPT. Untukpelaksanaan pemilihan Wajib Pajak yang diperiksa, DirektoratJenderal Pajak telah menerbitkan SE-15/P]/2018 tanggal 13 Agustus 2018, yang mengatur antara lain penyusunan peta kepatuhan Wajib Pajak dan DSP3 pada masing-masing KPP yang diusulkkan ke kanwil sebanyak 3 periode dalam setahun. Terdapat 2 (dua) Jkriteria yang merupakan alasan dilakukannya pemeriksaan, yaitu pemeriksaan rutin dan pemeriksaan Khusus. Adapun variabel yang digunakan dalam penentuan Wajib Pajak yang akan diperiksa dengan pemeriksaan khusus antara lain adalah Indikasi Ketidakpatuhan Tinggi (adanya tax gap), diantaranya terhadap Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SFT. Dari data sekunder yang telah ada di Pusdiklat Pajak, yaitu data Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3) yang dikumpulkan dari peserta diklat ‘Manajemen Pemeriksaan dari 29 Kantor Pelayanan Pajak di 1.6 Kanwil DJP dari Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua diperoleh informasi sebagai berikut. SIMPOSIUMNASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 697 daxi 1115 - Dari DSP3 29 KPP, terdapat 9 KPP yang mengusulkan pemeriksaan khusus untuk Woajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT. Jumlah tersebut mencakup kurang lebih 35 persen dari DSP3 yang diajukan oleh KPP. Hal ini menunjukkan cukup banyak KPP yang mengusulkan pemeriksaan Khusus dalam DSP3 dengan indikatomya tidak menyampaikan SPT. namun rata rata jumlah yang diusulkan permasing-masingg KPP hanya satu atau dua Wajib Pajak. - Dari DSP3 sejumlah 428 Wajib Pajak yang diusuilkan Pemeriksaan khusus terdapat 23 Wajib Pajak dengan indikator tidak menyampaikan SPT, maka hal ini hanya kkurang lebih 5 persen dari DSP 3 yang diajukan oleh KPP. Hal ini memunjukkan belum banyak jumlah Wajib Pajak yang diusulkan diperiksa dengan alasan tidak menyampaikan SPT. Hal ini dikarenakan usulan DSP3 harus memperhatikan identifikasi nilai potensi pajak dan kemampuan membayar pajak. 6.1mplikasi dan Keterbatasan Langkah kunci untuk meningkatkan penerimaan pajak adalah dengan cara menaikkan coverage pemeriksaan pajak (tax audit coverage ratio/ACR).ACR dihitung, berdasarkan perbandingan antara Wajib Pajak yang diperiksa dan jumlah Wajib Pajak yang wajib menyampaikan SPT. Standar ACR yang ideal untuk menjadi instrumen pendorong kepatuhan Wajib Pajak, yakni 3Y%hingga 5% Dari DSP3 29 KPP terdapat 428 Wajib Pajak yang diusulkan Pemeriksaan khusus dengan 23 Wajib Pajak dengan indikator tidak menyampaikan SPT, perlu ditingkatkan jumlah Wajib Pajak yang diperiksa agar standar ACR ideal dapat tercapai, Indikator Ketidakpatuhan berupa tidak menyampaikan SPT dapat menjadi dasar Pengusulan Pemeriksaan Khusus di dalam DSP 3 yang diajukan oleh masing- masing KPP. Dikarenakan Usulan DSP3 harus memperhatikan identifikasi nilai potensi pajak dan kemampuan membayar pajak maka diusulkan untuk Diklat Manajemen pemeriksaan yang diadakan oleh Pusdildat pajak ditambahkan pelajaran, Penggalian Potensi. ‘Sebagaimana diatur dalam SE 15/P]/2018, pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang tidakmenyampaikan SPT, dapat menjadi pilihan untuk sekaligus meningkatkan epatuhan formal dan kepatuhan material Wajib Pajak, Nanuin hal ini berpulang ep ada masing-masing Kantor Pelayanan Pajak untuk mengusulkannya dalam DSP 3. Penelitian ini mendasarkan pada data satu periode DSP 3 beberapa KPP, sehingga belum menggambarkan data untuk setahun pajak. Juga dikarenakan pada saat pendlitian sedang terjadi Pandemi Covid 19, maka tidak dapat dilakukan verifikasi melalui wawancara atas data sekunder tersebut kepada masing-masing pengusl DSP3, untuk menggali latar belakang dan alasan pemilihan keiteria ketidakpatuhan, DAFTAR PUSTAKA BUKU Suliyanto,2015, Metode Riset Bisnis Edisi I. Andi Publisher Johny Ibrahim, 2005, Pendekatan Ekonomi terhadap Hukum, Putra Media Nusantara ‘Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normative Dan Empiris, Pustaka Pelajar Undang-Undang/Peraturan SIMPOSIUMNASIONAL KEUANGAN NEGARA 2020 | HALAMAN 698 daxi 1115 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- sundang Nomor 16 Tahun 2009 Menteri Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomer 184/PMK03/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuan gan Direktur Jenerat Pajak, Surat Edaran Nomor SE-15/P}.0/2018 Tentang Kebijakan Pemeriksaan. Artikel Cahyonowati Dwi Ratmono,Faisal 2011, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia ‘Volume 9 Nomor 2, Desember 2012 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Olivia Jessica Yusuf Kastolani, Moh. Didik Ardiyanto , 2017, DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 6, Nomor 3, Tahun 2017, Halaman 1-10 ,Universitas Diponegoro Ida Bagus Meindra Jaya, Ketut jati2 2016, E- Jurnal Akuntansi Universitas Udayana ‘Volume 16 ,Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Retno Widyaningrum, 2019, Karya Tults Tugas Akhir, Tahun 2019, Sekolah Tinggi ‘Akuntansi Negara https://news.ddte.co.id/pasang-target-tax-ratio-115-ini-strategi-menkeu-pada- 2020-16791 (Juni 2020) https: //www.enbeindonesia.com/news/20190726094730-4-87743 /miris- ternyata-tax-ratio-indonesia-terendah-di-asta-pasifik (Juni 2020) https://www.pajak-go.id/kepatuhan-meningkat-penyampaian-spt-tumbuh-double- digit (Juni 2020) htp://eprints.ums.ac.id/21681/2/4.BAB_Lpaf (Juni 2020) ittps://mediadesa.id/teori-stufenbau-han-kelsen-dalam-struktur-hukum- indonesia/ (Juni 2020) http://eprints.ums.ac:id/21681/10/2.NASKAH_PUBLIKASI ILMIAH.péf (Juni 2020) https:/ /www-pajak go.id sites /default/files/2019-03/LAKIN%20D]P%202017.pdf Guni 2020) |nttps:/ /www-online-pajak.com/pemeriksaan-pajak (Juni 2020) https://news.datc.co.id/kejar-kepatuban-formal-80-djp-imbau-wajib-pajak-tetap- lapor-spt-20842 (Juni2020)

You might also like