You are on page 1of 14
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 1903UNO ‘TEKNIK GEOLOGI PAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta APLIKASI METODE STRUCTURE FROM MOTION DALAM PENENTUAN KEDUDUKAN BIDANG GELINCIR DI DESA NGORO-ORO, KECAMATAN PATUK, KABUPATEN GUNUNGKIDUL, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA. YOGYAKARTA Abdel Hafiz " Agung Setianto ? Depatemen Telotik Geologi, Faluiltas Telok, Universitas Gadjah Mada " Departemen Telok Geologi, Fakaultas Telouk, Universitas Gadjal Mada® “Corresponclieg Author: adel hafiz@mailxugm acid ABSTRAK. Bidang diskontinuitas seperti batas perlapisan, bidang sesar, ataupun kekar merupakan parameter penting yang dapat digunakan untuk mengetahui kestabilan lereng dari suatu singkapan, Umumnya, pengukuran kedudukan bidang diskontinuitas ini dilakukan menggunakan kompas geologi. Namun, pengukuran menggunakan kompas geologi membutuhkan waktu yang lama dan seringkali tidak memungkinkan pada bidang diskontinuitas dengan kedudukan menggantung, Visualisasi singkapan geologi dalam bentuk model 3D dapat menjadi solusi bagi permasalahan tersebut. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk memodelkan suatu singkapan adalah metode Structure from ‘Motion (SM). Dengan menggunakan metode SfM, suatu singkapan geologi dapat ditransformasi menjadi model 3D hanya dengan menggunakan kamera saku biasa. Hal ini dicapai dengan melakukan pemotretan singkapan dari berbagai sudut yang berbeda, Kemudian diproses menggunakan Agisoft Photoscan untuk membentuk dense point cloud, yang nantinya dianalisis lebih lanjut menggunakan CloudCompare untuk memperoleh Kedudukan bidang diskontinuitas, Pada penelitian ini, metode SfM digunakan untuk ‘membuat model 3D dari satu ruas tebing di Desa Ngoro-oro, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogayakarta, yang nantinya digunakan untuk menentukan kedudukan bidang gelincir pada tebing tersebut melalui analisis kinematika lereng. Lokasi ini dipilih karena tingginya potensi longsor di Desa Ngoro-oro, Berdasarkan hasil penelitian, terlihat adanya perbedaan kedudukan bidang diskontinuitas antara model 3D dengan singkapan geologi di lapangan. Walaupun demikian, perbedaan ini masih berada dalam Kisaran yang cuikup rendah, yakni <15° dari kedudukan aslinya, sehingga secara umum, orientasi keruntuhan yang terjadi masih relatif sama yakni berada pada arah timur laut dengan tipe keruntuhan membaji Kata Kunci: penginderaan jauh, fotogrametri, sim, analisis kinematika, geologi teknik I. PENDAHULUAN Pendekatan geomorfologis untuk akuisisi data spasial berbasis topografis mengalami kemajuan pesat pada beberapa tahun terakhir. Hal ini tidak hanya disebabkan 1362 eran imu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonsenasi& Geoheriage Serta Memperingat 35 Tahun Kampus Lapangan Geobogi UGH "Prof Soeroso Hotohadiprawite” saya, ten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 1903UNO ‘TEKNIK GEOLOGI PAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta oleh pesatnya perkembangan teknologi, sehingga memungkinkan akuisisi data spasial yang lebih sering, namun juga karena berkembangnya metode-metode baru yang mampu mengiringi perkembangan teknologi. Umumnya, riset-riset_geomorfologi berbasis topografis hanya terfokus pada konstruksi digital elevation models (DEMs) menggunakan data fotogrammetri dan differential global positioning systemt (AGPS) (Micheletti dkk., 2015). Beberapa tahun belakangan juga muncul beberapa metode alternatif seperti airborne radar dan terrestrial laser scammer (TLS) yang marak digunakan untuk memperoleh data topografis berkualitas tinggi dengan resolusi yang tinggi pula (Heritage dan Hetherington, 2007 dalam Micheletti dkk,, 2015), Namun, metode-metode di atas masih tergolong mahal dan membutuhkan tenaga ahli yang berpengalaman untuk memproses dan meningkatkan kualitas datanya. Sebaliknya, perkembangan metode Structure from Motion (SfM) menyebabkan akuisisi data topografis resolusi tinggi dapat dilakukan dengan lebih murah dan lebih mudah (Micheletti dkk., 2015), SIM memungkinkan akuisisi data topografis resolusi tinggi ‘menggunakan Kamera digital biasa yang bisa dilakukan sendirian sehingga mengurangi secara signifikan jumlah tenaga ahli yang dibutuhkan untuk konstruksi model topografis menggunakan metode ini (Micheletti dkk,, 2015). ‘Walaupun memiliki potensi yang besar, penggunaan metode SfM untuk riset-riset berbasis geologi masih sangat jarang dijumpai, terutama di Indonesia. Pada penelitian kali ini, metode SfM digunakan untuk membuat model tiga dimensi dari satu ruas tebing di Dusun Sepat, Desa Ngoro-oro, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogayakarta, yang nantinya digunakan untuk menentukan kedudukan bidang gelincir pada tebing tersebut melalui analisis kinematika lereng, Lokasi ini dipilih Karena tingginya potensi longsor di Desa Ngoro-oro, sebagaimana yang telah diteliti sebelumnya oleh Prasetyo dan Dibyosaputro (2014) dan Priangga, dkk (2018), serta belum adanya riset terkait kedudukan bidang gelincir pada daerah perelitian. Hal ini disebabkan Karena ruas jalan yang memotong tebing ini baru beroperasi sejak tahun 2018, sehingga belum ada riset terkait kedudukan bidang gelincir di daerah penelitian hingga perelitian ini dilakukan, Analisis kinematika lereng yang nantinya menghasilkan kedudukan bidang gelincir pada ruas tebing yang diteliti memiliki beragam manfaat, terutama pada ‘manajemen bencana daerah penelitian. Kedudukan bidang gelincir int dapat menjadi pedoman bagi pembuat kebijakan untuk menentukan metode yang tepat untuk mengurangi risiko bencana yang dapat dihasilkan dari daerah penelitian. Selain itu, informasi yang dihasilkan dari penelitian ini dapat menjadi referensi untuk menentukan safety factor (Fs) pada tebing di daerah penelitian bagi peneliti-peneliti di masa yang akan datang, II. KONDISI GEOLOGI 1363 eran imu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonsenasi& Geoheriage Serta Memperingat 35 Tahun Kampus Lapangan Geobogi UGH "Prof Soeroso Hotohadiprawite” saya, ten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 1903UNO ‘TEKNIK GEOLOGI PAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta Secara umum, daerah penelitian tersusun oleh blok batuan vulkanik yang terangkat sejak Miosen Tengah dan tetap menjadi tinggian hingga kemudian terangkat Kembali pada Pleistosen Tengah dan Pleistosen Akhir membentuk pola-pola kelurusan yang memanjang BL-Tg dan BBL-TTg (Husein dan Srijono, 2007). Blok batuan vulkanik ini terbentuk pada kala Miosen Awal dan dibedakan menjadi dua formasi batuan, Kedua formasi batuan ini dibedakan dari Karakteristik batuan penyusunnya yang merupakan implikasi dari sumber erupsi yang berbeda pula Bagian bawah formasi Semilir didominasi oleh tuf lapili dengan sisipan tuf dan. lempung tufan, batupasir tufan, dan breksi batuapung, sedangkan bagian atas dari formasi ini didominasi oleh tuf dengan sisipan tuf lapili, batupasir tufan, dan batupasir kerikilan (Surono, 2009). Formasi Semilir merupakan penyusun utama litologi daerah penelitian (Gambar 1.). Formasi Semilir Kemudian ditindih oleh Formasi Nglanggeran yang terbentuk dari hasil erupsi gunungapi purba Nglanggeran dengan litologi dominan breksi gunungapi dan aglomerat serta sisipan tuf dan lava andesit. Berdasarkan penemuan foraminifera oleh Rahardjo (2007, dalam Surono, 2009), Formasi Nglanggeran memiliki ‘umur berkisar N5 — Né, atau setara dengan Miosen Awal. II. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan, yakni pendahuluan, pengumpulan dan analisis data, serta penyusunan laporan (Gambar 2.) IV. HASIL PENELITIAN A. Pengumpulan data Pada tahap ini, foto singkapan dikumpulkan menggunakan kamera Canon EOS ‘M3, Pemotretan dilakukan pada tanggal 23 Desember 2018, dengan total foto yang diperoleh berjumlah 152 foto. Lintasan yang digunakan dalam pemotretan dapat dilihat pada Gambar 3. Selain melakukan pemotretan singkapan, dilakukan juga perekaman posisi titik ikat menggunakan GPS Garmin Etrex 10. Titik ikat yang digunakan merupakan pembatas jalan yang tersebar di sekitar singkapan, Titik ikat ini nantinya digunakan untuk ‘mengubah Koordinat lokal pada model 3D menjadi koordinat global. B. Pemrosesan Data Pemrosesan data metode SfM terdiri dari beberapan tahapan utama, yakni penjajaran foto, pembentukan dense point cloud, registrasi titik ikat, dan pembentukan model 3D. Perangkat lunak yang digunakan dalam pemrosesan data ini adalah Agisoft Photoscan Profesional. Spesifikasi komputer yang digunakan untuk memproses data pada penelitian ini antara lain, prosesor Intel Core i5-4200U dengan RAM 8GB serta SSD 256GB. 1364 eran imu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonsenasi& Geoheriage Serta Memperingat 35 Tahun Kampus Lapangan Geobogi UGH "Prof Soeroso Hotohadiprawite” saya, ten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 1903UNO ‘TEKNIK GEOLOGI PAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta Tahapan pertama, yakni penjajaran foto, menghasilkan sparse point cloud sebanyak 51.159 titik, dengan wraktu pemrosesan selama 1 jam 56 menit, Sparse point cloud ini kemudian diproses lebih lanjut menjadi dense point cloud kualitas tinggi, yang menghasilkan 34,084,234 titik dengan waktu pemrosesan selama 2 hari 18 jam 20 ment. Setelah dense point cloud terbentuk, dilakukan registrasi titik ikat (mnarker) yang telah. direkam sebelumnya di lapangan. Hal ini bertujuan agar dense point cloud yang akan dianalisis lebih lanjut nantinya memiliki koordinat global. Pada perelitian ini, koordinat yang digunakan pada titik ikat yang akan diregistrasi adalah UTM Zona 495. Setelah titik ikat diregistrasi, dense point cloud dapat diproses lebih lanjut menjadi model 3D melalui proses mesiang, ataupun langsung di ekspor dalam ekstensi *Jas untuk dianalisis lebih lanjut menggunakan CloudCompare. Model yang dihasilkan pada masing- masing tahapan yang telah diuraikan sebelumnya dapat dilihat pada Gambar 4 C. Perhitungan Strike dan Dip Pada tahapan ini, dense point cloud yang telah memiliki koordinat global, dianalisis, lebih lanjut menggunakan perangkat lunak CloudCompare untuk menghitung strike dan dip dari bidang diskontinuitas yang ada pada singkapan. Sebelum dilakukan perhitungan strike dan dip, dense point cloud yang telah diekspor sebelumnya dihitung bidang normalnya. Kemudian, barulah perhitungan strike dan dip ini dapat dilakukan menggunakan program yang telah terintegrasi pada CloudCompare, yakni Compass. Tabel 1 menunjukkan kedudukan bidang diskontinuitas yang diperoleh menggunakan Compass. D. Analisis Kinematika Lereng Model SIM Keruntuhan membaji, seperti yang terlihat pada Gambar 5, terjadi pada 57 titik perpotongan bidang diskontinuitas, dengan signifikansi sebesar 9,05% dari total titik perpotongan bidang diskontinuitas. Daerah berwarna merah muda pada stereonet ‘menunjukkan daerah kritis terjadinya keruntuhan membaji, sedangkan daerah berwarna Kuning menunjukkan daerah semi kritis keruntuhan membaji, Keruntuhan rebah langsung (direct toppling), seperti yang tetlihat pada Gambar 6, terjadi pada 21 titik perpotongan bidang diskontinuitas, dengan signifikansi sebesar 3,33% dari total titik perpotongan bidang diskontinuitas, Daerah berwarna merah muda pada stereonet menunjukkan daerah Kritis terjadinya Keruntuhan rebah langsung, sedangkan daerah berwarna kuning ‘menunjukkan daerah semi kritis keruntuhan rebah miring (oblique toppling), Keruntuhan rebah miring ini memiliki signifikansi yang kecil, yakni 2,22% dari total titik perpotongan bidang diskontinuitas. Selain itu, keruntuhan rebah miring ini juga memiliki kemungkinan 1365 eran imu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonsenasi& Geoheriage Serta Memperingat 35 Tahun Kampus Lapangan Geobogi UGH "Prof Soeroso Hotohadiprawite” saya, ten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 1903UNO ‘TEKNIK GEOLOGI PAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta terjadi yang lebih kecil daripada keruntuhan rebah langsung Karena berada pada daerah semi kritis. E. Analisis Kinematika Lereng Model Lapangan Keruntuhan membaji, seperti yang terlihat pada Gambar 7, terjadi pada 33 titik perpotongan bidang diskontinuitas, dengan signifikansi sebesar 5,25% dari total titik perpotongan bidang diskontinuitas. Daerah berwarna merah muda pada stereonet ‘menunjukkan daerah kritis terjadinya keruntuhan membaji, sedangkan daerah berwarna Kuning menunjukkan daerah semi kritis keruntuhan membaji, Keruntuhan rebah langsung (direct toppling), seperti yang tetlihat pada Gambar 8, terjadi pada 51 titik perpotongan bidang diskontinuitas, dengan signifikansi sebesar 8,11% dari total titik perpotongan bidang diskontinuitas, Daerah berwarna merah muda pada stereonet menunjukkan daerah Kritis terjadinya Keruntuhan rebah langsung, sedangkan daerah berwarna kuning ‘menunjukkan daerah semi kritis keruntuhan rebah miring (oblique toppling), Keruntuhan rebah miring ini memiliki signifikansi sebesar 2,54% dari total titik perpotongan bidang diskontinuitas, Selain itu, keruntuhan rebah miring ini juga memiliki kemungkinan terjadi yang lebih Kecil daripada keruntuhan rebah langsung Karena berada pada daerah semi kritis. V.PEMBAHASAN A. Perbandingan Hasil Analisis Kinematika Lereng, Pada perelitian ini, terdapat dua analisis kinematika lereng yang masing- masingnya dilakukan pada model bidang diskontinuitas yang berbeda. Model bidang diskontinuitas tersebut antara lain model Compass dan model hasil observasi lapangan. Kedua model bidang diskontinuitas ini menghasilkan tiga tipe Keruntuhan yang sama yakni tipe Keruntuhan membaji, tipe keruntuhan rebah langsung, dan tipe keruntuhan rebah miring. Walaupun demikian, terdapat perbedaan signifikansi tipe keruntuhan pada masing-masing model. B. Perbandingan Kedudukan Bidang Diskontinuitas Berdasarkan Tabel 3, diperoleh perbedaan strike rata-rata sebesar 5,51° dan perbedaan dip rata-rata sebesar 3,90°antara model SfM dengan model lapangan. Baik strike maupun dip dengan perbedaan maksimum berada pada bidang diskontinuitas set 2, yang sebagian besar merupakan bidang perlapisan. Hal ini disebabkan karena luas permukaan beberapa bidang diskontinuitas di set ini sangat kecil serta kurang tegasnya batas pada beberapa bidang perlapisan. Selain itu, pengambilan data model SfM yang hanya berdasarkan tampak depan singkapan juga menyebabkan tidak akuratnya depth maps yang 1366 eran imu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonsenasi& Geoheriage Serta Memperingat 35 Tahun Kampus Lapangan Geobogi UGH "Prof Soeroso Hotohadiprawite” saya, ten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 1903UNO ‘TEKNIK GEOLOGI PAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta dihasilkan dikarenakan adanya efek bayangan pada bidang yang tidak secara langsung direkam kamera seperti bidang perlapisan bagian bawah. Secara keseluruhan, bidang diskontinuitas model SfM dengan model lapangan berkorelasi cukup baik VI. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1, Pendekatan Compass cocok digunakan pada singkapan dengan skala kecil seperti pada singkapan di daerah perelitian dikarenakan keleluasaannya dalam delineasi bidang diskontinuitas 2. Daerah penelitian memiliki tiga kelompok bidang diskontinuitas dengan orientasi rerata N1I°E/74° pada set 1, N119°E/21° pada set 2, dan N200°E/77" pada set 3, Terdapat perbedaan kedudukan bidang diskontinuitas antara model SfM dengan lapangan, dengan perbedaan maksimum sebesar 14». 3. Tebing di daerah perelitian memiliki tiga tipe keruntuhan yang mungkin terjadi, yakni keruntuhan membaji, Keruntuhan rebah langsung, dan keruntuhan rebah miring Masing-masing tipe keruntuhan memiliki kedudukan bidang gelineir yang berbeda- beda, Kedudukan bidang gelincir pada tipe keruntuhan membaji berkisar pada trend NBS55°E-680E dengan plunge 29-70". Selain itu, pada keruntuhan tipe rebah langsung dan rebah miring, diperoleh kedudukan bidang gelincir pada Kisaran trend 165°-305° dan plunge 119-80", Terdapat perbedaan kedudukan bidang gelincir antara hasil analisis dari model SfM dengan hasil analisis dari data lapangan. DAFTAR PUSTAKA Assali, P., Grussenmeyer, P,, Villenim, T., Pollet, N., & Viguier, F. (2014). Surveying and modeling of rock discontinuities by terrestrial laser scanning and photogrammetry: Semi-automatic approaches for linear outcrop inspection. Journal of Structural Geology, v.66, 102-114. doi:10.1016/)jg.2014.05.014 Cawood, A., Bond, C, Howell, J, Butler, R, & Totake, Y. (2017). LIDAR, UAV or compass clinometer? Accuracy, coverage and the effects on structural models. Journal of Structural Geology, v.98, 67-82. dot:10.1016)} jog 2017.04.04 Dewez, T,, Girardeau-Montaut, D., Allanic, C., ée Rohmer, J. (2016). FACETS : A CloudCompare Plugin To Extract Geological Planes From Unstructured 3D Point Clouds. Int. Arch Photogramm. Remote Sens. Spatial Inf Sci (hal. 799-804). ISPRS. dot'10.5194/isprs- archives-XLI-B5-799-2016 Haneberg, W. (2008). Using close range terestrial digital photogrammetry for 3-D rock slope ‘modeling and discontinuity mapping in the United States, Bulletin of Engineering Geology and the Environment, v.67(4), 457-469, doi:10.1007/s10064-008-0157-y 1367 eran imu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonsenasi& Geoheriage Serta Memperngat 35 Tahun kampus Lapangan Geologi UGM "Prof Soeroso Notohadiprawito’ Baya, vaten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 1903UNO ‘TEKNIK GEOLOGI PAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta Hoek, E. (2000). Practical Rock Engineering. Krakow: AGH University of Science and Technology Diambil kembali dani http //home agh edu pl/-cala/hoek/Chapter!1 pat Hoek, Ed Bray, J. (1981). Rock Slope Engineering. London: The Institute of Mining and Metallurgy. Husein, S, & Siijono. (2007). Tinjauan Geomorfologi Pegunungan Selatan DIY/Jawa Tengah peran faktor endogenik dan eksogenik dalam proses pembentukan pegunungan Seminar Potensi Geologi Pegunungan Selatan dalam Pengembangan Wilayah. Yogyakarta. Husein, S,, & Srijono. (2010), Peta Geomorfologi Daerah Istimewa Yogyakarta. Simposium Geologi ‘Yogyakarta. Yogyakarta Kissi, J. (2016). Automatic Fracture Orientation Extraction from SfM Point Clouds. London: The University of Wester Ontario, Diambil kembali dari https://irlibuwo ca/etd/4243 Luhmann, T, Robson, $, Kyle, S, & Harley, I. (2006). Close Range Photogrammetry: Principles, techniques and applications. Caithness: Whittles Publishing Micheletti, N., Chandler, J., & Lane, S. (2015). Structure from motion (SEM) photogrametry. Dalam L. Clarke, & J. Nield, Geomorphological Techniques (Online Edition). London: British Society for Geomorphology. Nomish, N,, & Wyllie, D. (1996). Rock Slope Stability Analysis. Dalam A. Turner, é& R. Schuster, Landslides: Investigation and Mitigation. United States of America: National Academy Press Prasetyo, D., & Dibyosaputro, S. (2014). Kajian Kerawanan Longsorlahan Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process Dan Sistem Informasi Geografis di Das Ijo Daerah Istimewa ‘Yogyakarta. Jurnal Bumi Indonesia, v.3(3). Diambil kembali dari http /fib geo ugm acid Priangga E., Pramumidjojo, S, & Satyarno, I. (2018). Risiko Kestabilan Lereng Akibat Gempabumi (Studi Area di Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul). Semesta Teknika, v.21(1), 93- 105. doi:10.18196/st 211215 Rocscience, (2016). Dips 7.0 Tutorial. Tutorial 4 : Toppling, Planar Sliding, Wedge Sliding, Diambil Kembali dani https //wwwrocscience com Saputra, A, Rahandianto, T,, & Gomez, C. (2016). Application of Structure from Motion (SfM) for Physical Geography and Natural Hazard, Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016, (hal. 577-587). Surakarta. Shervais, K. (2015). Structure from Motion Introductory Guide. Diambil kembali dari UNAVCO: itp //www-unaveo org Shervais, K. (2016). Structure from Motion (SfM) Photogrammetry Field Methods Manual for Students, Diambil kembali dari UNAVCO: http://www-unaveo org Shervais, K., & Dietrich, J. (2016). Structure from Motion (SfM) Photogrammetry Data Exploration and Processing Manual. Diambil kembali dari UNAVCO: http://www unaveo org Strang, D. (2010). Engineering Geological Characterisation and Slope Stability Assesment of Whitehall Quamy, Waikato. Christchurch: University of Canterbury. 1368 eran imu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonsenasi& Geoheriage Serta Memperngat 35 Tahun kampus Lapangan Geologi UGM "Prof Soeroso Notohadiprawito’ Baya, vaten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 1903UNO ‘TEKNIK GEOLOGI PAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta Surono. (2009). Litostratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Timur Daerah Istimewa Yogyakarta JSDG, v.19(3), 209-221. Surono, Toha, B, & Sudamo, I. (1992). Peta geologi lembar Surakarta-Ginitontro, Jawa, skala 1-100,000. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. van Bemmelen, R. W. (1949). The Geology of Indonesia vol. 1A: General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes. The Hague van Zuidam, R. A. (1985). Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and Geomorphologic ‘Mapping. The Netherlands: Enschede. Vasuli, Y, Holden, E., Kovesi, P,, ée Micklethwaite, $. (2014). Semi-automatic mapping of geological Structures using UAV-based photogrammetric data’ An image analysis approach. Computers & Geosciences, 69, 22-32 doi:10 1016/) cageo.2014.04.012 Westby, M., Brasington, J., Glasser, N., Hambrey, M., & Reynolds, J. (2012). ‘Structure-from- Motion’ photogrammetry: A low-cost, effective tool for geoscience applications. Geomorphology, 179, 300-314. doi:10.1016/j geomorph.2012.08.021 1369 eran imu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonsenasi& Geoheriage Serta Memperngat 35 Tahun kampus Lapangan Geologi UGM "Prof Soeroso Notohadiprawito’ Baya, vaten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 }03UNO. TEKNIK GEOLOGL FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA, 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta Tabel 1. Kedudukan bidang diskontinuitas model SfM Posisi Ga) SET Sailee Dip 04s 2 1s Z 038 3 208 77 2 2 e 16 25 T a 7% 55 T 3 © 75 2 re) 3 3 2 15 % 109 2 12 30 13 T TT 7 Ted 2 re 2 167 2 a 2 169 2 105 zB Ws 2 Ta B 1 3 12 7% 195 T 7 7 19.65 T 3 7 209 2 re 3 aa 3 195 B as 2 13 3s Ra 3 198 7 28 3 197 3 Ba T 7 wo mS 3 2 3 268 3 193 B ws 3 2 7% ey 2 is B 285 2 7 7 3a 2 Tz z 3 2 Tz a 352 3 208 3 3545 3 12 7% 359 2 9 w 36 2 108 Fy 305 2 Tz % 383 T 3 7 388 T 7 Ey 1370 eran imu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonsenasi& Geoheriage Serta Memperngat 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi Ut Prot Soereso Notokadipravio” saya, Kbten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 TEKNIK GEOLOGL FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA, 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta 1903UNO Tabel 2. Signifikansi masing-masing tipe keruntuhan untuk tiap mode Tipe Keruntuhan Model Se Model Lapangam Membax 905% Ed Rebah Langeang 335% ane Tabak Miring 2am Tae eran imu Kebumian Dalam Pengembangan Geows Serta Memperingat 35 Tahun Kampus Lapangan Geobogi UGH "Prof Soeroso Hotohadiprawite” saya, ten 2, Geolonsenasi& Geoheriage B71 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 TEKNIK GEOLOGL FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA, 5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta }03UNO. Tabel 3. Perbedaan kedudukan bidang diskontinuitas model SfM dengan model lapangan 7 ‘Model SEM Model Lapangan Pes edaan Posisi(m) | SET | Suike | Dip | Stike | Dip | Strike ous 2 13 7 140 Ey 3 035 3 208 20 aL z 2 2 a 96 1 m1 25 1 1% 10 80 3 Bas 1 3 18 oS 13 75 2 1 33 155 3 6 3 2 125 26 150 20 3 109 2 12 30 150 2 3 3 13 1 I 78 18 7 7 1 Ted 2 133 2 1 18 1 10 167 2 2 2 108 13 i 3 169 2 105 z i 16 6 6 175 2 re 2B To 19 i 10 18 3 152 76 198 30 6 4 195 1 oO 7 3 7 3 4 1965 1 3 70 10 6 7 2 209 2 13a 3a 125 30 9 4 24 3 195 7 190 70 3 3 25 2 134 Ey 138 35 6 3 2a 3 198 7 195 70 3 1 28 3 197 3 200 80 3 3 34 1 7 10 7 3 2 243 3 2 210 ‘a1 1 2 268 3 193 185 76 3 3 23 3 21 205 30 6 2 Ey 2 118 a7 2 1 0 285 2 37 95 15 6 2 324 2 12 m3 19 1 oO 3425 2 7 wa Ey 2 3 352 3 203 200 30 3 5 3545 3 192 185 7 7 1 359 2 7 105 15 3 4 36 2 103 107 15 7 4 365 2 7 To 30 7 5 383 1 10 70 7 2 388 1 3 7 I 1 eran imu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonsenasi& Geoheriage Serta Memperingat 35 Tahun Kampus Lapangan Geobogi UGH "Prof Soeroso Hotohadiprawite” saya, ten 1372 PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 1903UNO ‘TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5.6 September 2019: Hotel Alana: Yogyakarta: Gambar 1. Kondisi geologi daerah perelitian. Daerah perelitian ditunjukkan oleh tanda bintang (modifikasi dari Surono, dkk., 1992 aaa Gambar 2. Diagram alir penelitian. 1373 eran imu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonsenasi& Geoheriage Serta Memperngat 35 Tahun kampus Lapangan Geologi UGM "Prof Soeroso Notohadiprawito’ Baya, vaten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 1903UNO ‘TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5.6 September 2019: Hotel Alana: Yogyakarta: Gambar 3. Konfigurasi pemotretan pada daerah penelitian. Lintasan ditunjukkan oleh garis bir, sedangkan titik ikat ditunjukkan oleh simbol bendera Gambar 4, Model yang dihasilkan pada masing-masing tahap. Model (b) dense point cloud telah mengalami proses cleaning, sehingga ve getasi serta objek-objek artifisial seperti tiang listrik hilang, 1374 eran imu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonsenasi & Geohe Serta Memperngat 35 Tahun kampus Lapangan Geologi UGM "Prof Soeroso Notohadiprawito’ Baya, vaten PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 1903UNO ‘TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5.6 September 2019: Hotel Alana: Yogyakarta: Gambar 5. Konfigurasi keruntuhan membaji pada model SfM Gambar 6. Konfigurasi keruntuhan rebah langsung dan rebah miring pada model SfM_ 1375 eran imu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonsenasi & Geohe Serta Memperngat 35 Tahun kampus Lapangan Geologi UGM "Prof Soeroso Notohadiprawito’ Baya, vaten

You might also like