You are on page 1of 5
Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB) Faktor Risiko Obstructive Sleep Apnea Agus Dwi Susanto Departemen Pulmonologi dan llmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta Abstrak Obstructive sleep apnea (OSA) merupakan penyakit dengan karakteristik terjadinya episode berulang kolaps saluran napas atas, baik sebagian ataupun total yang terjadi selama tidur Mendengkur merupakan gejala utama dari OSA sebagai akibat dari kolapsnya saluran napas datas selama tidur. Terdapat beberapa faktor risiko OSA pada dewasa seperti jenis kelamin laki- Jaki, usia yang bertambah, berat badan lebih atau kegemukan/obesitas, bentuk leher besar, kelainan kraniofasial, kelainan saluran napas atas, merokok, faktor genetik, menopause, sumbatan hidung dan kebiasaan minum alkohol. Dari semua faktor risiko tersebut berat badan lebih atau kegemukan merupakan faktor risiko utama terjadinya OSA. Kegemukan juga ‘meningkatkan progresivitas OSA. Kata kunci: obstructive sleep apnea, faktor risiko Korespondensi: Agus Dwi Susanto E-mail: agus_ds2000@yahoo.com 434 J Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor: 9, September 2014 Faktor Risiko Obstructive Sleep Apnea Risk Factors for Obstructive Sleep Apnea Agus Dwi Susanto Department of Pulmonology and Respiratory Medicine Faculty of Medicine Universias Indonesia, Persahabatan Hospital, Jakarta Abstract Obstructive sleep apnea (OSA) is a disease with recurrent episodic of partial or total upper airway collapse during sleep. Snoring is a main symptom of OSA because it may be caused by upper airway collapse during sleep. Several risk factors has been identified as risk factors for OSA. They are male gender, increased of age, overweight or obesity, big neck, craniofacial abnormality, upper airway disease or abnormalit 7 smoking, gene, menopause, nasal congestion, and alcohol consumption. Overweight or obesity are major risk factor of OSA. Obesity also increased progressivity of OSA. Keywords: obstructive sleep apnea, risk factors Pendahuluan Obstructive sleep apnea (OSA) merupakan penyakit dengan karakteristik terjadinya episode berulang kolaps saluran napas atas, baik sebagian atau total yang terjadi selama tidur. Kolapsnya saluran napas tersebut menye- babkan aliran udara berkurang (Aypopned) atau berhent total (apnea) meskipun masih terdapat rangsangan proses inspirasi. Proses yang terjadi pada OSA menyebabkan tidak adekuatnya ventilasi ke alveolus sebagai akibat penyempitan saluran napas atas. Selanjutnya terdapat kemungkinan terjadi penurunan saturasi oksigen dan peningkatan tekanan parsial kkarbon dioksida (CO,). Pada akhirnya hal ini menyebabkan pasien terbangun dari tidur (arousal). Kolapsnya saluran napas atas menyebabkan pasien mendengkur dan ini ‘merupakan gejala utama dari OSA.!? Prevalensi OSA cukup tinggi di masyarakat, sekitar 4% pada laki-laki dan 2% pada perempuan. Kondisi OSA seringkali tidak dikenali atau tidak terdiagnosis karena pasien menganggapnya sebagai hal yang biasa atau sebagai ‘manifestasi pola hidup yang tidak baik.’ Pengenalan terhadap faktor risiko merupakan salah satu cara deteksi dini kemungkinan seseorang menderita OSA. Faktor Risiko OSA ‘Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menimbulkan OSA, namun faktor risiko utama yang paling penting adalah egemukan. Individu dengan peningkatan berat badan 10% dari berat badan ideal berhubungan dengan peningkatan risiko OSA derajat sedang sampai berat sebesar 6 kali pat. Sekitar dua per tiga pasien OSA mempunyai berat badan 20% di atas nilai berat badan normal, Kegemukan J Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor: 9, September 2014 meningkatkan rata-rata progresivitas OSA dan penurunan berat badan akan menurunkan progresivitas lebih lanjut. Pada anak-anak, faktor risiko utama OSA adalah hipertrofi adenotonsil. Faktor risiko OSA yang terkait demografiantara lain:* Jenis kelamin laki-laki, usia 40-70 tahun, dan anggota keluarga yang mengalami OSA (familial aggregation) Selain demografi, terdapat faktorrisiko OSA yang sudah terbukti yaita bentuk tubuh serta abnormalitas kraniofasial dan saluran napas atas. Yang termasuk dalam bentuk tubuh adalah berat badan lebih atau kegemukan/obesitas, distribusi emak tubuh di daerah sentral, dan bentuk leher besar. Faktor risiko yang diduga berkaitan dengan OSA namun belum ‘erbukti antara lain adalah genetik, kebiasaan merokok, meno- pause, konsumsi alkohol sebelum tidur, dan sumbatan hidung pada malam hari.’ Jenis Kelamin Pada umumnya telah disepakati bahwa jumlah laki-laki yang mengalami OSA jauh lebih besar dibandingkan wanita. Dalam sebuah studi disebutkan risiko sleep apnea pada laki- Jaki adalah sekitar 5-8 kali lebih tinggi dari perempuan.’ Ada beberapa kemungkinan alasan untuk perbedaan rasio jenis kelamin ini. Kemungkinan pertama adalah lingkar leher dan deposit lemak di saluran napas sekitar faring. Penumpukan lemak di sekitar jalan napas pada laki-laki terbukti lebih banyak 65 tahun dibandingkan dengan usia pertengahan (30-64 tahun).*? Pada masa anak-anak, remaja, dan dewasa muda tidak terdapat korelasi OSA dengan pertambahan usia. ‘Beberapa lteratur menyatakan bahwa peningkatan prevalensi ‘OSA terkait usia ini mulai menetap pada usia 65 tahun dengan indeks massa tubuh yang terkontrol.”? Kerentanan anatomi terhadap OSA juga meningkat seiring dengan proses penuaan, seperti adanya deposisi Jemak terutama di sektar faring, memanjangnya palatum mole, serta perubahan struktur anatomi lain di sekitar faring." Berat Badan Lebih dan Obesitas Meskipun tidak semua pasien OSA adalah obesitas, namun berdasarkan banyak penelitian epidemiologi dapat diperkirakan bahwa sebanyak 90% dari pasien obesitas ‘mengalami sleep apnea.* Obesitas meningkatkan risiko OSA sebesar 2-10 kali lipat. Ada beberapa mekanisme yang menyebabkan obesitas menjadi predisposisi OSA."? Penumpukan lemak pada bantalan lemak faringeal secara Jangsung mempersempit saluran napas atas dan kolaps ketika aktivasi neruomuskular saluran napas atas menurun saat tidur. Penumpukan lemak pada toraks dan abdomen juga akan meningkatkan kerja pernapasan karena terjadi hipoventilasi dan pengurangan volume paru sehingga kemudian menimbulkan tahanan pada parenkim paru dan memudahkan terjadinya kolaps saluran napas. Penurunan berat badan dapat menurunkan gejala OSA serta mempermudah penggunaan tekanan positif (continuos positive airway pres- sure) untuk terapi.”? Distribusi Lemak Tubuh Sentral Distribusi lemak tubuh sentral disebutkan berperan penting dalam patogenesis OSA. Tidak diketanui apakah ini arena efek mekanik lemak sentral pada mekanika paru dan ventilasi, atau ukuran saluran napas bagian atas, ataukah 436 karena lemak viseral yang aktif secara metabolik. Obesitas sentral dikaitkan dengan penurunan volume paru yang menyebabkan hilangnya tahanan pada kaudal saluran napas atas, Hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya kolaps saluran napas.° Bentuk Leher Besar Telah diketahui bahwa lingkar leher yang besar atau obesitas pada tubuh bagian atas berhubungan dengan peningkatan penyakit kardiovaskular, mendengkur, dan terjadinya OSA. Diduga bahwa penumpukan lemak pada dacrah Ieher dapat membuat saluran napas atas menjadi lebih sempit. Kemungkinan lainnya adalah pasien obesitas dengan cher yang besar memiliki velum faring yang lebih mudah mengalami kolaps sehingga mempermudah terjadinya sumbatan saluran napas atas pada waktu tidur.” Abnormalitas Kraniofasial dan Saluran Napas Atas Morfologi kraniofasial penting dalam menentukan Kolapsnya saluran napas atas selama tidur. Kelainan sefalometrik, seperti retroposisi rahang atas dan rahang bawah serta palatum mole yang besar, berpotensi meng- ganggu patensi jalan napas atas dan hal ini cenderung ditemukan dalam satu keluarga. Sebuah studi meta analisis mengenai faktor risiko kraniofasial menunjukkan bahwa panjang mandibula adalah pengukuran kraniofasial yang ‘memiliki asosiasi terkuat dengan peningkatan risiko."” Beberapa faktor dari jaringan lunak dan keras dapat mengubah bentuk dari saluran napas bagian atas dan meningkatkan kecenderungan untuk kolaps saat tidur. Analisis sefalometrik statis menggunakan radiografi, com- puterized tomography, dan magnetic resonance imaging telah mengungkapkan sejumlah perbedaan struktural pada skeletal dan jaringan lunak antara individu dengan atau tanpa OSA selama terjaga/ticak tidur.’ Gangguan anatomi seperti retrognatia, tonsil hiperttof,lidah membesar atau langit-langit lunak, posisi yang inferior dari tulang hyoid, retroposisi rahang atas dan rahang bawah, dan penurunan ruang napas posterior dapat mempersempit dimensi saluran napas atas dan memicu terjadinya apnea dan hipopnea saat tidur. Genetik Diperkirakan babwa sekitar seperempat dari angka prevalensi pasien OSA atau orang dengan nilai AHI yang tinggi memiliki dasar genetik. Dilaporkan bahwa lebih dari (62% pasien yang mempunyai keluhan mendengkur, memiliki satu atau lebih orang tua dan saudara mereka yang juga mendengkur.” Kecenderungan genetik untuk OSA dapat dibagi menjadi 2 jenis kelainan. Yang pertama adalah kelainan tulang, termasuk maloklusi maksila atau mandibula, ukuran dagu dan posisi, bentuk hidung, dan lain sebagainya. Tipe kedua, diwariskan dalam beberapa bagian, yaitu kelainan yang melibatkan struktur jaringan lunak, seperti langit-langit lunak ‘J Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor: 9, September 2014 Faktor Risiko Obstructive Sleep Apnea dan jumlah struktur jaringan lunak massa di saluran napas atas, dan ukuran uvula dan lidah dan volume dinding parapharyngeal lateralis." Merokok Merokok juga merupakan faktorrisiko dari mendengkur dan OSA. Seorang perokok diyakini memiliki kemungkinan OSA 3 kali lebih banyak dibandingkan orang yang tidak pernah merokok.*"" Ada beberapa kemungkinan bagaimana merokok dapat menyebabkan OSA, salah satunya adalah keterkaitan rokok dalam membuat tidur tidak nyenyak serta, inflamasi saluran napas. Tidak nyenyaknya saat tidur, yang, sering ditemukan pada OSA, dapat diperbaiki dengan ‘mengurangi kadar nikotin dalam darah satu malam. " Selain, itu, peradangan saluran napas yang berhubungan dengan merokok dan penyakit terkait rokok dapat meningkatkan kerentanan terhadap OSA."* ‘Menopause dan Kehamilan Kehamilan, terutama pada trimester ketiga, telah dilaporkan berkaitan dengan tingginya prevalensi men- dengkur, tercekik, atau terbangun saat tidur. Meski ada beberapa perubahan fisiologis saat hamil yang dapat ‘melindungi dari OSA, namun penambahan berat badan, ‘menurunnya ukuran lumen faring akibat edema difus faring, serta perubahan fisiologis paru meningkatkan kecen- derungan timbulnya gangguan napas saat tidur.'' Madani, etal,!' membuktikan kalau mendengkur saat kehamilan akan ‘menghilang beberapa bulan setelah persalinan, Risiko OSA meningkat pada masa menopause sampai dengan 5 tahun setelah menopause. Penurunan produksi hormon wanita mungkin menjelaskan peningkatan prevalensi gangguan napas saat tidur pada wanita pascamenopause. Dalam sebuah studi kohort, risiko OSA ditermukan 4 kali lebih besar pada wanita postmenopause yang tidak menggunakan terapi hormon dibandingkan wanita premenopause. Selain itu, prevalensi sleep apnea pada wanita pascamenopause lebih banyak daripada wanita premeno- pause di semua rentang keparahan apnea. Wanita pasca- ‘menopause memiliki nilai AHI yang lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan wanita premenopause. Perbedaan yang signifikan ini bertahan bahkan setelah ada perbaikan indeks massa tubuh dan lingkar leher.* Konsumsi alkohol Young, et ai menunjukkan efek jangka pendek pada frekuensi hipopnea dan sleep apnea, namun efek jangka panjang pada berkembangnya menjadi OSA belum diketahui. Konsumsi alkohol dapat membahayakan pernapasan saat tidur dengan meningkatkan resistensi hidung dan nasal secara tiba-tiba. Hal ini terjadi karena alkohol dapat ‘menginduksi atau memperburuk kolapsnya faring yang, ‘memungkinkan berkurangnya pengeluaran udara perna- pasan ke saluran napas atas sehingga menyebabkan ‘J Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor: 9, September 2014 hipotonus oot orofaringeal."" Mengonsumsi alkohol sebelum tidur juga telah terbukti meningkatkan terjadinya kolaps saluran napas atas serta menetapnya OSA dan hipopnea saat tidur. Selain itu, konsumsi alkohol dapat memperpanjang durasi apnea dan memperburuk tingkat keparahan terjadinya hipoksemia."® Sumbatan Hidung Masih kontroversial apakah hidung yang tersumbat ‘mencetuskan terjadinya OSA atau tidak. Madani, et al" ‘meyatakan bahwa hidung tersumbat meningkatkan prevalensi OSA sekitar 2 kali lipat dibandingkan dengan kontrol, terlepas dari penyebab dari hidung tersumbat tersebut. Peran hidung tersumbat dalam terjadinya OSA ditandai dengan peningkatan frekuensi mendengkur dan sleep apnea pada penderita rinitis alergika musiman saat gejala rhinits muncul." Clarenbach'* ‘menunjukkan bahwa pengobatan farmakologis untuk hidung tersumbat memiliki efikasi klinis yang terbatas dalam memperbaiki gangguan pernapasan saat tidur pada pasien OSA dengan hidung tersumbat. Ringkasan ‘Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menimbulkan OSA pada dewasa seperti jenis kelamin, usia, faktor genetik, kegemukan, bentuk leher besar, abnormalitas kraniofasial dan saluran napas, menopause serta konsumsi alkohol. Berat badan lebih dan kegemukan merupakan faktorrisiko utama yang dapat menimbulkan OSA. Daftar Pustaka 1. De Backer W. Obstructive sleep apnea-hypopnea syndrome. Definitions and pathophysiology. In: Randerath WJ, Sanner BM, Somers VK editors. Sleep apnea. Current diagnosis and treatment Prog Respir Res. Basel: Karger; 2006. vol 35. p. 90-6 2. Patel NP, Schwab RJ. Sleep apnea syndromes. In: Fishman AP, Elias 1A, Fishman JA, Grippi MA, Senior RM, Pack AL. Fishman’s Pulmonary Disease and Disorders. 4 ed. Vol 2. New York: McGrawHill; 2007. p. 1697-726. 3. MeNicholas WT. Diagnosis of obstructive sleep apnea in adults, Proc Am Thorac Soc. 2008;5:154-60 4. Smith IE. Alternative therapies for obstructive sleep apnea syn- drome: behavioral and pharmacological options. In: Randerath WJ, Sanner BM, Somers VK, editors. Sleep apnea. Current diag- nosis and treatment. Prog Respir Res. Basel: Karger. 2006. vol 35. p. 174.9 5. Young T, Skatrud J, Peppard PE. Risk factors for obstructive sleep apnea in adults. JAMA. 2004;291(16):2013-6. 6. Pack AL. Advances in sleep-disordered breathing. Am J Respir Crit Care Med. 2006;173:7-15. 7. Yaggi, HK, Kingman PS. Adult Obstructive Sleep Apnea/Hypopnea ‘Syndrome: Definitions, Risk Factors, and Pathogenesis. Clin Chest Med. 2010;31(2):179-86, 8. Ila FB, Martinez-Garcia MA. Obstructive sleep apnea: epidemi- ology, risk factors, and pathophysiology. In: Spiro SG. Gerrard AS, Alvar A, editors. Clinical Respiratory Medicine. Philadelphia: Saunders. 2012. p. 731-40. 9. Lam JC, Sharma SK, Lam B. Obstructive sleep apnoea: defini- tions, epidemiology & natural history. Indian J Med Res. 2040:131:165-70. 437 Faktor Risiko Obstructive Sleep Apnea 10, Punjabi NM. The epidemiology of adult obstructive sleep apnea Proc Am Thorac Soc. 2008:5:136-43, 11, Madani M, Madani F. Epidemiology, pathophysiology, and clini- cal features of obstructive sleep apnea, Oral Maxillofacial Surg Clin N Am. 2009;21:369-75. 12, Redline S. Genetics of Obstructive sleep apnea. In: Kryger MH, Roth T, Dement WC, editors. Principles and practice of sleep ‘medicines. 5 Ed. Missouri: Saunders. 2011. p. 1183-98. 438, a 13, 4, 15, ‘Shah N, Roux F. The relationship of obesity and obstructive sleep ‘apnea. Clin Chest Med. 2009;30(3):455-65. Young T, Peppard PE, Gotticb DJ. Epidemiology of obstructive sleep apnea. A population health perspective. Am J Respir Crit ‘Care Med. 2002;165(9):1217-39, Clarenbach CF, Kohler M, Senn O, Thurnheer R, Bloch KE. Does nasal decongestion improve obstructive sleep apnea? J Sleep Res,2008517:444.9, ®@ J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 9, September 2014

You might also like