You are on page 1of 8
Warta IHP/J, of Agro-Based Industry Vol. 18, No. 1-2, 2001, pp 37 - 47 Ulasan Hmiah/Review 7 PERAN HIDROKOLOID DALAM INDUSTRI PANGAN The Role of Hydrocolloid in Food Industry Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian (BBIHP) JI. Tr. H, Juanda 11, Bogor 16122 ABSTRACT: Food processed industry is increasingly growing in row with development of food technology. in along with the fact, utilization of hydrocolloids is also increasing in order to get good quality processed foods. There are many hydrocolloids that can be applied in food industries, Choosing hydrocolloid hich is going to be applied for a product will depend on characteristics of each hydrocolloid, characteristics ‘wanted in the product and other consideration factors. PENDAHULUAN stilah hidrokoloid_ merupakan ependekan dari koloid hidrofilik, yang digunakan untuk menyebut bahan yang biasanya bersifat koloid dan di dalam pelarut atau pengembang yang sesuai dapat membentuk gel, larutan atau suspensi ental pada Konsentrasi yang sangat rendah, Mantell (1947) mendefinisikan hidrokoloid sebagai suatu polimer yang larut’ dalam air, mampu membentuk koloid dan mampu. mengentalkan Jarutan atau membentuk gel dari larutan tersebut. Penggunaan hidrokoloid dalam industri pangan tampaknya semakin meningkat, terutama pada industri makanan olahan yang bersifat mudah penyiapannya (convenient foods). Seperti dijelaskan oleh Glicksman (1969), di dalam proses pengolahannya makanan akan mengalami Perubahan sifat fisik yang umumnya disebabkan oleh tetjadinya perubahan air di dalam bahan, baik dalam hal jumiah maupun_bentuknya. Pengaruh. yang paling besar dari terjadinya perubahan air ini akan tampak pada tekstur produk yang dihasilkan, Karena hidrokoloid merupakan bahan yang dalam fungsinya berkaitan dengan air, maka hidrokoloid memegang peran yang sangat penting dalam produk-produk makanan olahan. Menurut Glicksman (1979) selama proses pengolahan hidrokoloid akan mempengaruhi kondisi-kondisi pengolahan melalui berbagai cara, yaitu : (a) mempertahankan daya retensi air, (b) mengurangi laju evaporasi, (c) mengubah laju pembekuan, (d) modifikasi pembentukan Kristal es, dan (e) berpartisipasi dalam reaksi kimia yang terjadi selama proses pengolahan. Perkembangan industri pangan olahan di Indonesia belakangan ini sangat pesat, bukan hanya industri yang berskala rumah tangga, tetapi juga industri berskala menengah dan besar. Peningkatan ini berarti juga meningkatkan penggunaan hidrokoloid untuk berbagai fungsi yang diperlukan agar dapat ‘mempertahankan dan memperbaiki mutu produk yang dihasilkan. Menurut Whistler (1973) ada berbagai jenis dan sumber hidrokoloid yang dapat digunakan dalam industri pangan, baik yang berasal dari sumber-sumber alami maupun hidrokoloid sintetis. Pemilihan jenis hidrokoloid yang digunakan dalam suatu produk pangan tergantung pada sifat-sifat hidrolokoidnya, sifat -produk yang diinginkan serta__faktor pertimbangan biaya. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai klasifikasi hidrokoloid, pembentukan gel hidrokoloid dan peran gel dalam industri pangan, KLASIFIKASI HIDROKOLOID Pada dasamnya hidrokoloid yang berperan dalam industri pangan dibagi menjadi tiga golongan, yaituhidrokoloid lami, hidrokoloid alami modifikasi dan hidrokoloid sintetis. Hidrokoloid Alami Yang dimaksud dengan hidrokoloid alami adalah hidrokoloid yang berasal dari sumber-sumber alami dan tidak — mengalami perubahan sifat-sifat kimiawi selama proses pengolahannya. Ada berbagai jenis hidrokoloid alami, seperti eksudat tumbuhan, gum biji, pektin, ekstrak rumput laut, pati dan gelatin. Warta IHP Vol. 18 No. 1-2, Tahun 2001 38 Eksudat tumbuhan Hidrokoloid yang termasuk dalam golongan eksudat tumbuhan adalah hidrokoloid ‘yang keluar menetes dari batang tanaman, yang, biasanya merupakan tumbuhan berkayu keras. Menurut Glicksman (1969) umumnya tetesan hidrokoloid ini keluar bila ada luka pada batang kayu tersebut atau pada kondisi_pertumbuhan yang buruk, misalnya pada kondisi udara yang terlalu panas atau pada saat kekurangan air. ‘Ada bermacam-macam gum eksudat ‘tumbuhan yang dapat digunakan dalam industri pangan, seperti gum arab, gum gati dan gum karaya. Gum arab merupakan gum yang paling awal dikenal dalam peradaban manusia, dan diperoleh dari berbagai_spesies Acacia Glicksman dan Sand, 1973), Menurut Mantell (1947), secara alami gum arab merupakan garam yang bersifat netral atau sedikit asam (Karena adanya asam D-glukuronat) dari suatu kompleks polisakarida yang mengandung ion- jon kalsium, magnesium dan kalium. Struktur molekulnya terdiri dari rantai utama yang tersusun dari unit-unit a-galaktopiranosa yang berikatan pada posisi (1,3), dengan rantai cabang yang tterdiri dari unit-unit1,6- galaktopiranosa dan mempunyai gugus terminal asam — glukuronat atau. asam_—4-O- metilglukuronat Gum gati merupakan eksudat tanaman Anogeissus latifolia yang termasuk famili Combretaceae. Eksudat ini bersifat amorf dan bening, warnanya bervariasi mulai coklat muda hingga coklat tua Glicksman, 1969). Menurut Meer, Meer dan Gerard (1973a) gum gati bersifat sebagai larutan penyangga (buffer) alamiah, sehingga adanya asam atau basa dalam jumnlah yang relatif sedikit tidak akan mempengaruhi larutannya, Perubahan pH yang cukup. besar dapat menyebabkan terjadinya penurunan kekentalan larutan. ~ Gum karaya merupakan eksudat dari tanaman Sterculia urens yang banyak terdapat di India.Gum karaya bersifat tidak larut dalam air, tetapi dapat menyerap air dengan cepat dan membentuk - larutan koloid yang Kenta. Kecepatan penyerapan air ini tergantung pada ukuran butiran bahannya, bahan yang lebih hhalus akan menyerap air lebih cepat daripada bahan yang. butirannya lebih besar (Goldstein dan Alter, 1973). Gum tragakan merupakan eksudat dari tanaman genus Astragalus yang termasuk famili Leguminosae. Sementara itu Meet, Meer dan Gerard (1973b) menyatakan bahwa gum tragakan terdiri dari bagian yang tidak larut dalam air yang disebut basorin, serta sisanya merupakan bagian yang larut dalam air, disebut tragakantin, Dj dalam air tragakantin akan larut Warta IHP Vol. 18 No. | -2, Tahun 2001 menghasilkan larutan hhidrosol__koloid, sedangkan basorin akan mengembang menjadi seperti gel. Bila air yang ditambahkan hanya sedikit, maka akan terbentuk pasta yang bersifat lengket dan lunak. Penambahan air yang lebih banyak akan menghasilkan campuran yang homogen dan stabi Gum biji Hampir semua biji__tanaman mengandung pati yang berfungsi sebagai cadangan Karbohidrat yang diperlukan dalam pembentukan dan pertumbuhan embrio tanaman tersebut. Tetapi menurut Glicksman (1969) ada tanaman yang cadangan polisakaridanya bukan dalam bentuk pati, melainkan dalam bentuk polimer molekul-molekul gula lainnya, seperti galaktosa dan manosa. Polimer ini bersifat sebagai hidrokoloid dan bila diisolasi dapat digunakan seperti halnya gum lainnya. Gum biji lokus berasal dari tanaman Ceratonia siliqua L. yang termasuk famili Leguminosae (Rol, 1973). Pada umumnya gum biji lokus merupakan bubuk putih dengan komposisi sebagai berikut : galaktomanan 88%, pentosan 3-4%, protein 5-6 persen, selulosa 1- 4% dan abu 1%. Dijelaskan pula bahwa bila dimasukkan dalam air dingin hanya sebagian gum biji lokus yang akan terlarut. Kelarutan ini akan meningkat bila dilakukan pemanasan, Gum guar diperoleh dari biji tanaman guar, Cyamopsis tetragonolobus, yang termasuk famili Leguminosae. Gum guar dapat larut dengan mudah dalam air dingin dan menghasilkan larutan yang sangat kental. Kekentalam larutan tergantung pada waktu, suhu, Konsentrasi, pH, kekuatan ion dan pengadukan (Glicksman, 1969). Pektin Pektin merupakan istilah umum yang digunakan untuk komponen polisakarida yang terdapat dalam dinding sel tanaman, yang bersama-sama dengan serta berfungsi sebagai bahan perekat interseluler (Towle dan Christensen, 1973).Lebih lanjut dijelaskan oleh Glicksman (1979) bahwa molekul asam pektat memiliki unit-unit asam D-galakturonat dalam konfigurasi piranosa yang saling berikatan secara a-1,4 glikosidik. Dalam keadaan alami, gugus karboksilnya dimetilasi__sebagian membentuk ester yang dikenal sebagai pektin. Selain itu gugus hidroksil sekunder juga dapat diesterfikasi oleh asam asetat. Dengan demikian derajat esterifikasi dari pektin dapat bervariasi secara fuas, Sementara itu Fardiaz (1989) menyatakan bahwa sifat-sifat bahan_ pektin sangat tergantung pada bobot molekul serta derajat substitusinya, 40 Sedangkan dekstrin adalah produk yang diperoleh dari pati yang dipanaskan dalam kkeadaan ering. Tetapi dekstrin juga dapat diperoleh melalui proses hidrolisis.terkendali oleh enzim-enzim tertentu atau asam. Dekstrin bersifat lebih mudah terdispersi dan membentuk Tarutan yang lebih jernih, lebih encer serta lebih stabil dibandingkan pati asalnya (Satterthwaite dan Iwinski, 1973). Turunan selulosa Modifikasi kimiawi terhadap selulosa dapat menghasilkan produk-produk yang bersifat larut dalam air dan bersifat sebagai hidrokoloid. Penggunaan produk —turunan selulosa dewasa ini telah cukup luas dalam industri pangan dan industri lainnya. Salah satunya adalah metilselulosa yang menurut Greminger dan Savage (1973) merupakan hasi modifikasi dari D-glukan yang memiliki gugus metoksil sebagai gugus__pensubstitusi menggantikan gugus hidroksil pada selulosa. Akibat dari substitusi ini bahan menjadi bersifat Jarut dalam ait Contoh lainnya adalah hidroksialkilselulosa yang diperoleh_melalui reaksi selulosa alkali dengan alkilen oksida (etilen oksida atau propilen oksida) pada suhu dan tekanan tinggi, sehingga gugus hidroksil yang ada pada selulosa akan tersubstitusi oleh gugus alkil (Desmarais, 1973). Natrium —karboksimetil _selulosa ‘merupakan turunan selulosa yang digunakan secara Tuas dalam industri pangan. Memurut Batdorf dan Rossman (1973) sifat-sifat produk yang diperoleh tergantung pada derajat. substitusi dan derajat polimerisasinya. Pada umumnya produk dengan derajat substitusi rendah bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam basa. Sedangkan derajat_polimerisasi akan mempengaruhi sifat-sifat kekentalannya, di mana derajat polimerisasi yang semakin tinggi akan menghasilkan Kekentalan yang semakin tinggi pula. rokoloid yang Dihasilkan Mikroorganisme Sampai saat ini hidrokoloid yang berasal dari tumbuhan dan hewan masih ‘merupakan sumber hidrokoloid yang utama, ‘Tetapi di samping itu ada pula berbagai jenis hidrokoloid yang telah berhasil diproduksi melalui proses fermentasi mikroorganisme. Hal penting yang harus _diperhatikan dalam penggunaan hidrokoloid jenis ini adalah faktor keamanannya, terutama apabila _hidrokoloid tersebut akan digunakan untuk industri pangan. Menurut Sandford (1979) sejauh ini baru gum xantan yang diperbolehkan untuk digunakan Warta IMP Vol. 18 No. 1 — 2, Tahun 2001 dalam bahan pangan, Gum ini dihasilkan oleh Xanthomonas campestris. Substrat_ yang digunakan dapat berupa D-glukosa, sukrosa atau Jenis-jenis karbohidrat dalam bentuk lainnya (McNeely dan Kang, 1973). Hidrokoloid yang tain di antaranya adalah skleroglukan yang dihasilkan oleh Selerotium — glucanicum (Rodgers, 1973); dekstran yang menurut Murphy dan Whistler (1973) dihasilkan —oleh_-—_Leuconostoc mesenteroides, L. dextranicum, dan Betacoccus arabinosaceous; curdlan yang dihasilkan oleh Alcaligenes faecalis" var. myxogenes, Agrobacterium radiobacter dan A. rhizogenes, serta pululan yang dihasilkan oleh kapang, Aureobasidium pullulan (Harada, 1979), PEMBENTUKAN GEL HIDROKOLOID Mekanisme Pembentukan Gel Semua _hidrokoloid.—_-memiliki kemampuan untuk meningkatkan kekentalan suatu larutan, dan beberapa di antaranya ‘memiliki kemampuan untuk membentuk gel. Yang dimaksud dengan gel di dalam pangan ‘menurut Powrie dan Tung (1976) adalah suatu fase kontinyu dari partikel makromolekul yang saling berhubungan dengan melibatkan fase cair yang kontinyu pula, misalnya air. Gel memiliki berbagai derajat rigiditas, elastisitas dan kerapuhan yang akan tergantung pada jenis dan konsentrasi bahan —pembentuk —_gelnya, kandungan garam, pH larutan serta suhu. Mekanisme pembentukan gel pada hidrokoloid —bervariasi dari satu__jenis hidrokoloid ke jenis lainnya, Tetapi pada prinsipnya pembentukan gel hidrokoloid terjadi arena adanya pembentukan jala atau jaringan tiga dimensi oleh molekul-molekul polimer yang terentang pada seluruh volume gel yang terbentuk dengan memerangkap sejumlah air di dalamnya (Oakenfull, 1984). Beberapa jenis gel bersifat thermo- reversible, yaitu gel dapat mencair dan mengeras kembali bila dilakukan penambahan ‘atau pengurangan enersi panas. Sifat thermo- reversible ini sebagian besar disebabkan oleh adanya ikatan hidrogen antar molekul dalam jumlah yang cukup besar. Sedangkan gel yang bersifat’ thermo-irreversible umumnya mempunyai lebih banyak ikatan kovalen antar ‘molekulnya, atau antara molekul dengan partikel kompleksnya (Glicksman, 1979). Gel polisakarida Menurut Meyer (1973) ada tiga teori pembentukan gel polisakarida yang mendapat banyak dukungan dari ahli kimia koloid, yaitu : (@) Teori adsorpsi pelarut, (b)Teori pembentukan jaringan tiga dimensi, serta (c) Teori orientasi partikel. Teori adsorpsi pelarut : Teori ini ‘mempostulasikan bahwa terjadiadsorpsi molekul pelarut oleh partikel -zat_ terlarut sehingga pada waktu pendinginan akan terbentuk partikel yang akan semakin membesar dengan bertambahnya lapisan. pada partikel zat terlarut. Partikel yang membesar ini akhienya akan saling bersinggungan dan berhimpitan sehingga seluruh sistem terimobilisasi dan terjadi kekakuan, Teori_pembentukan jaringan jaringan tiga dimensi ; Teori ini mempostulasikan bahwa Komponen pembentuk gel. memiliki_struktur berserat atau dapat bereaksi dengan dirinya sendiri untuk membentuk serat. Pada waktu Pendinginan serat akan membentuk suatu Jaringan tiga dimensi melalui pembentukan ikatan silang di sepanjang rantainya. Teori ini dapat digunakan untuk —_-mengjelaskan pembentukan gel pada sistem yang pembentukan gelnya sangat ditentukan oleh suhu, Konsemntrasi, pH serta konsentrasi garam. Teori orientasi partikel : Teori ini mempostulasikan bahwa pada beberapa sistem ada kecenderungan bagi partikel-partikel pelarut ddan zat terlarut untuk saling berorientasi dalam suatu konfigurasi rung tertentu. melalui pengaruh gaya-gaya berjangkauan panjang, seperti yang terjadi di dalam kristal Gel pektin Menurut Hodge dan Osman (1976) pembentukan gel pada pektin bermetoksil tinggi disebabkan oleh adanya ikatan hidrogen di antara gugus-gugus karboksil bebas pada molekul pektin serta di antara gugus-gugus hidroksil pada molekul-molekul yang berdekatan. Sedangkan pada pektin bermetoksil rendah pembentuk gel terjadi karena adanya garam-garam —kalsium. —Oakenful (1984) menyatakan bahwa pembentukan gel pektin bermetoksil rendah disebabkan oleh adanya struktur pita ‘kerdut (corrugated ribbon) yang saling —bertumpuk dalam —_lapisan-lapisan berongga yang oleh ion-ion kalsium sebagai pendukung stabilitas —_strukturnya. Mekanisme yang sama diperkirakan juga terjadi untuk gel alginat, Gel pati Pembentukan gel pati ditentukan oleh afinitas antara gugus-gugus hidroksil dalam satu molekul dengan molekul lainnya. Hal ini terutama terlihat pada saat pasta pati didinginkan, Bila larutan tersebut didiamkan tanpa pengadukan, baik setelah maupun sebelum pengadukan, maka akan cenderung membentuk 41 ikatan intermolekuler. Akibatnya kelarutan akan berkurang dan molekul-molekul _tersebut cenderung untuk saling bergabung. Pada molekul berantai lurus, seperti selulosa dan amilosa, rantai yang lurus akan berorientasi membentuk susunan paralel sehingga gugus- gugus hidroksil pada satu rantai akan berdekatan dengan gugus-gugus hidroksil pada rantai di sebelahnya dan membentuk ikatan hidrogen. Akibatnya rantai-rantai tersebut akan bersatu. dan _membentuk agregat yang bersifat tidak larut. Pada larutan yang sangat encer, agregat amilosa yang terbentuk akan _mengendap, sedangkan pada larutan yang lebih pekat akan membentuk gel GGlicksman, 1969). Gel gelatin Gelatin mampu membentuk gel pada kisaran pH yang sangat Iuas tanpa memerlukan adanya bahan tambahan lain seperti logam dan gula (Fardiaz, 1989). Mekanisme pembentukan gelnya mirip dengan karbohidrat, yaitu dengan membentuk jala yang memerangkap air di dalamnya. Mekanisme pembentukan gel lainnya Pada beberapa jenis _hidrokoloid turunan selulosa, seperti metilselulosa dan hidroksipropilmetilselulosa, pembentuk gelnya bertolak —belakang dengan mekanisme pembentukan gel pada umumnya. Kebanyakan ‘okoloid akan mengalami —_penurunan kekentalan bila suhu larutan ditingkatkan, Pada metilselulosa dan hidroksipropilmetil-selulosa yang bersifat larut dalam air, penurunan kekentalan karena pemanasan ini hanya terjadi sampai tik tertentu. Bila pemanasan dilanjutkan, kekentalan larutan akan meningkat dan akhimya membentuk gel. Mekanisme ini disebut juga sebagai proses _termo-gelasi ‘Glicksman, 1969). Faktor-Faktor Yang Pembentukan Gel Pada dasamya ada banyak faktor yang, mempengaruhi pembentukan gel hidrokoloid. Faktor-faktor ini dapat berdiri sendiri atau berhubungan satu sama lain schingga memberikan pengaruh yang sangat kompleks. Menurut Fardiaz (1989) di antara faktor-faktor tersebut yang paling menonjol adalah onsentrasi, suhu, pH, dan adanya ion-ion atau komponen aktif lainnya. Mempengaruhi Pengaruh konsentrasi Konsentrasi hidrokoloid _sangat berpengaruh terhadap kekentalan larutannya. Pada Konsentrasi yang sangat rendah larutan hidrokoloid biasanya akan bersifat sebagai Warta IHP Vol. 18 No. 1-2, Tahun 2001 42 aliran Newtonian. Dengan _semakin meningkatnya konsentrasi maka alirannya akan berubah menjadi non Newtonian (Fardiaz, 1989), Hampir semua hidrokoloid memiliki kekentalan yang tinggi pada konsentrasi yang sangat rendah, antara 1-5%, kecuali pada gum arab yang dapat mencapai konsentr i 40%. Hal ini disebabkan karena gum arab memiliki kelarutan yang sangat tinggi (Glicksman dan Sand, 1973). Pengaruh suhu Pada beberapa hidrokoloid, terutama jenis gum, kenaikan suhu akan menyebabkan penurunan kekentalan. Karena itu kenaikan suhu dapat mengubah sifat aliran yang semula non Newtonian menjadi Newtonian (Fardiaz, 1989). Pada beberapa jenis gum, misalnya gum guar, suhu penyiapan temyata akan mempengaruhi kekentalannya. Menurut Glicksman (1969) larutan gum guar yang dibuat pada suhu lebih tinggi ternyata memiliki kekentalan maksimum yang lebih tinggi dibandingkan lerutan yang disiapkan pada suhu yang lebih rendah. Pengaruh pH Hidrokoloid pada umumnya akan membentuk gel dengan baik pada kisaran pH tertentu. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan kekentalan dengan meningkatnya PH hingga mencapai suatu titik tertentu, dan kemudian kekentalannya akan semakin menurun bila pH terus mana_tercapai berbagai jenis hidrokoloid dapat di Tabel 1. Pengaruh ion : Beberapa _—jenis_-—_—hidrokoloid membutuhkan ion-ion logam tertentu untuk membentuk gelnya, seperti halnya kappa- karagenan dan iota-karagenan. Penjelasan mengenai hal ini adalah Karena dalam pembentukan gelnya melibatkan pembentukan Jembatan melalui ion-ion yang selektif. Fardiaz (1989) berpendapat. bahwa —mekanisme pembentukan gel Tabel I. Kisaran pH untuk mencapai kekentalan maksimum pada berbagai jenis hidrokoloid Hidrokoloid Kisaran pH Gum arab 57 Gum gati 57 Gum karaya. 85 Gum tragakan 46 32,5 3-11 licksman, 1979 Warta IP Vol. 18 No. 1 ~2, Tahun 2001 sebenamya melalui dua tahap proses, dimulai dengan perubahan komposisi intramolekuler yang tidak berhubungan dengan ion-ion logam, kemudian diikuti dengan turunnya kelarutan dan pembentukan ikatan silang yang tergantung pada adanya ion-ion logam —spesifik yang menyebabkan struktur gel terbentuk. Sementara itu Glicksman (1969) menyatakan bahwa penambahan elektrolit ke dalam larutan gum arab akan menyebabkan terjadinya penurunan kekentalan. Penurunan ‘yang terjadi akan sebanding dengan peningkatan valensi kation serta konsentrasi elektrolit yang ditambahkan. Fenomena yang sama juga terjadi pada gum karaya. Pada gum gati kenaikan kekentalan akan terjadi bila ditambahkan ion kalsium, sedangkan adanya ion natrium akan menurunkan kekentalannya. Pada pektin adanya ion logam divalen diperlukan untuk menghubungkan rantai-rantai asam pektinat sehingga dapat -membentuk jaringan gel (Towle dan Christensen, 1973). Sementara itu. pembentukan gel kappa karagenan dan furselaran membutuhkan ion kalium, sedangkan iota-karagenan membutuhkan ion kalsium untuk meningkatkan sifat-sifat gelnya Glicksman, 1969). Pengaruh komponen aktif lain Beberapa —jenis_—_—hiidrokoloid membutuhkan adanya bahan lain untuk pembentukan —gelnya—ataupun untuk memperbaiki sifat-sifat gelnya. Hidrokoloid lain : Sifat-sifat fungsional beberapa jenis hidrokoloid dapat dipengaruhi oleh adanya hidrokoloid lain, Pengaruh ini dapat bersifat negatif, dalam arti sifat fungsionalnya semakin berkurang dengan adanya hidrokoloid Jain; ataupun bersifat positif karena adanya pengaruh sinergis di antara_hidrokoloid- hidrokoloid yang bergabung. Contoh dari interaksi positif adalah antara gum arab dengan pati dan protein, antara gum guar dengan pati gandum serta antara kappa-karagenan dengan biji lokus. Mekanisme dari kerjasama ini belum diketahui, tetapi biasanya salah satu hidrokoloid akan berperan sebagai pengental atau penangkap air, sedangkan yang lainnya sebagai penstabil (Christensen dan Trudsoe, 1980), Sedangkan yang berinteraksi secara negatif di antaranya adalah antara gum arab dengan natrium alginat atau gelatin (Glicksman dan Sand, 1973). Menurut Fa (1989) pada umumnya pengaruh adanya hidrokoloid ini dikontro! oleh pH dan konsentr: Gula : Pada beberapa jenis hidrokoloid gula diperlukan untuk meningkatkan kekerasan gelnya ataupun untuk pembentuk gelnya sendit Pemilihan Hidrokoloid Seperti telah diketahui ada berbagai Jenis hidrokoloid pembentuk gel yang dapat digunakan dalam industri pangan. Masing- masing _hidrokol memiliki karakteristik gel serta mekanisme pembentuk gel yang berbeda satu sama lain. Dengan demikian pemilihan Jenis hidrokoloid yang akan digunakan untuk suatu produk tertentu merupakan hal yang penting arena berkaitan dengan mutu produk akhir yang diperoleh. Menurut Pedersen (1979) hal-hal yang. hharus —dipertimbangkan dalam —_pemilihan hidrokoloid yang akan digunakan untuk suatu produk tertentu meliputi : (a) jenis produk, (b) Penampilan akhir, (c) sifat optik, (d) biaya, (e) sifat-sifat organoleptik, (f)_sifat-sifat emulsifikasi, (g) sifat-sifat khusus seperti sifat rion ionik, stabilitasterhadap sam, pembentukan film, dan sebagainya, (h) adanya hidrokoloid Iain sebagai kombinasi, Kompatibilitas hidrokoloid dengan komponen utama di dalam bahan pangan atau dengan bahan lain yang ditambahkan ke dalam sistem, @) stabilitas tethadap suhu, kelembaban, waktu dan pH, dan (m) pertimbangan peraturan yang berlaku (GRAS, standar, dan sebagainya). PENUTUP. Hingga saat ini masih banyak tanaman penghasil hidrokoloid yang memiliki potensi besar namun belum dimanfaatkan secara maksimal, Hal ini antara lain disebabkan karena kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai bahan tersebut. Di Indonesia sumber-sumber hidrokoloid yang memiliki_potensi_ tinggi jumlahnya cukup banyak, baik yang sudah dieksploitasi_ maupun belum. Di antara yang belum dimanfaatkan secara maksimal adalah berbagai jenis pati, seperti pati sagu dan ganyong. Pati sagu dapat menghasilkan gel yang kokoh dan transparan (Heyne, 1987) dan antara lain digunakan dalam pembuatan keju dan isi pie. Sedangkan pati ganyong (dari tanaman Canna edulis) bersifat mudah dicerna sehingga banyak dimanfaatkan dalam —_ pembuatan makanan bayi atau untuk orang sakit (Whistler dan Corbett, 1957). Sumber hidrokoloid lain yang cukup penting adalah iles-iles yang mengandung glukomanan. Keistimewaan dari glukomanan adalah daya pengembangannya yang sangat besar, yaitu mencapai 138 - 200% (Meir, 1987). Gel manan dapat membentuk lapisan tipis yang plastis, kuat dan transparan. Glukomanan banyak dikonsumsi di Jepang dan dikenal sebagai konyaku (Manurung, 1979). 45 Tanaman lain yang juga berpotensi adalah janggelan yang menghasilkan gel cincau hitam, Gel ini dipercayai memiliki Kkhasiat tertentu, seperti meredakan sakit tenggorokan dan menghilangkan panas dalam. Permintaan ekspor janggelan cukup tinggi, terutama dari Taiwan dan Cina, Selama ini ekspor janggelan dilakukan dalam bentuk tanaman__ ering (Anonim, 1975), Dengan telah berhasilnya pembuatan cincau hitam instan, maka janggelan dapat diekspor dalam bentuk serbuk cincau hitam instan yang lebih ringan, awet, dan mudah Penanganannya (Nuraini, Sunarto dan Lucyana, 2000). DAFTAR PUSTAKA Anonim. (1975). Penelitian Bahan-bahan yang Dapat Menghasilkan Agar-agar Selain Rumput Laut. I. Penelaahan Daun Janggelan (Mesona palustris BL). Komunikasi Balai Penelitian Kimia Semarang. Batdorf, J.B. and Rossman, J.M. (1973). "Sodium Carboxymethylcellulose" in Industrial Gums: Polysccharides and Their Derivatives, 2" ed., ed. By R.L. Whistler and J.N. BeMiller. Academic Press, New York: 695-729. BeMiller, J.N. (1973). "Starch Amylose” in Industrial Gums: Polysccharides and Their Derivatives, 2" ed., ed. By R.L. Whistler and J.N. BeMiller. Academic Press, New York: 545-566 Bjerre-Petersen, E., Christensen, J. and Hemmingsen, P. (1973). "Furcellaran” in Industrial Gums: Polysccharides and Their Derivatives, 2" ed., ed. By RL. Whistler and J.N. BeMiller. Academic Press, New York: 123-136. Christensen, O. and Trudsoe, J. (1980). "Effect of Other Hydrocolloids on the Texture of Kappa Carrageenan Gels". J. Texture Studies, 11: 137-147. Clark, W.L. and Shirk, R.J. (1965). "A Hot-Melt ‘Transparent Peelable Coating for Food". Food Technol., 1910): 105-111. Desmarais, AJ. (1973). "Hydroxyalkyl Derivatives of Cellulose" in Industrial Gums: Polysccharides and Their Derivatives, 2" ed., ed. By R.L. Whistler and J.N. BeMiller. Academic Press, New York: 649-672. Fardiaz, D. (1989). Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi - IPB. Glicksman, M. (1969). Gum Technology in the Food Industry. Academic Press, New York Warta IHP Vol. 18 No. 1 ~ 2, Tahun 2001 46 Glicksman, M. (1975). "Carbohydrate for Fabricated Foods" in Fabricated Foods, ed. by G.C. Inglett. AVI, Westport: 68- 88, Glicksman, M. (1979). "Gelling Hydrocolloids in Food Product Applications” in Polysaccharides in Food, ed. by MN. Blanshard and «JR. Mitchell. Butterwoths, London: 185-204. Glicksman, M and Sand, RE. (1973). "Gum Arabic” in Industrial Gums: Polysccharides and Their Derivatives, 2" ed. ed, By R.L. Whistler and J.N. BeMiller. Academic Press, New York: 197-263, Goldstein, A.M. and Alter, EN. (1973). "Gum Karaya" in Industrial Gums: Polysccharides and Their Derivatives, 2" ed., ed. By Whistler and J.N. BeMiller. Academic Press, New York: 273-281. Greminger, G.K. and Savage, A.B. (1973) "Methylcellutose and Its Derivatives" in Industrial Gums: Polysecharides and Their Derivatives, 2 ed., ed. By RL. Whistler and J.N. BeMiller. Academic Press, New York: 619-947. Harada, T. (1979). "Curdlan: A Gel Forming p- 1,3-Glucan” in Polysaccharides in Food, ed. by JMV. Blanshard and JR. Mitchell. Butterwoths, London: 283-300. Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia, jilid Wl, terjemahan. Sarana ‘Wana Jaya, Jakarta Hodge. J.E. and Osman, EM. (1976). "Carbohydrates" in Principles of Food Science, Part I: Food Chemistry, ed. by OR. Fennema. Marcel Dekker, New ‘York: 41-138 Mantell, C.L. (1947). The Water Soluble Gums. Reinhold, New York. Manurung, R.M.H. (1979). Prospek Budidaya Mes-iles di Indonesia. Direktorat Bina Produksi Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan, Jakarta, McNeely, W.H. and Kang, K.S. (1973). "Xanthan and Some Other Biosynthetic Gums" in Industrial Gums: Polysccharides and Their Derivatives, 2" ed., ed. By R.L. Whistler and J.N. BeMiller. Academic Press, New York: 473-497. McNeely, W.H. and Pettitt, D.J. (1973). "Algin" in Industrial Gums: Polysccharides and Their Derivatives, 2" ed., ed. By RL. Whistler and J.N. BeMiller. Academic Press, New York: 49-81. Warta IHP Vol. 18 No. | ~2, Tahun 2001 Meer, G., Meer, W.A. and Gerard, T. (1973a). "Gum Ghatti" in Industrial Gums: Polysccharides and Their Derivatives, 2" ed., ed. By RL. Whistler and J.N. BeMiller. Academic Press, New York: 265-271. Meer, G., Meer, W.A. and Gerard, T. (1973b). "Gum Tragacanth” in Industrial Gums: Polysccharides and Their Derivatives, 2" ed., ed. By R.L. Whistler and JN. BeMiller. Academic Press, New York: 289-299. Meir, A. (1967). Manan and Galactomanan. Advance in Carbohydrates, vol. 21. ‘Academic Press, New York. Meyer, L.H. (1973). Food Chemistry. East-West ress, New York. Murphy, P.T. and Whistler, RL. (1973). "Dextrans" in Industrial Gums: Polysccharides and Their Derivatives, 2" ed., ed. By R.L. Whistler and J.N. BeMiller. Academic Press, New York: 513 - 542. Nuraini, D., Sunarto, P. dan Lucyana. (2000). “Bkstraksi Komponen Pembentuk Gel CincauHitam dan Karakteristik Gelatinisasinya". Warta IHP, 17(1-2):36- al Cakenfull, D.G. (1984). Food Gels. CSIRO Food Res. Q., 44(3):49. Pedersen, JK. (1979). "The Selection of Hydrocolloids 10 Meet Functional Requirements" in Polysaccharides in Food, ed. by JM. Blanshard and JR. Mitchell. Butterwoths, London: 219-227. Powell, E.L. (1973). "Starch Amylopectin (Waxy Corn and Waxy Sorghum)" in Industrial Gums: Polysccharides and Their Derivatives, 2 ed., ed. By R.L. Whistler and J.N. BeMiller. Academic Press, New York: 567-576. Powrie, W.D. and Tung, M.A. (1976). "Food Dispersions" in Principles of Food Science, part I: Food Chemistry, ed. by O.R. Fennema. Marcel Dekker, New York: 539-576. Rodgers, N.E. (1973), "Seleroglucan" in Industrial Gums: Polysccharides and Their Derivatives, 2" ed., ed. By R.L. Whistler and J.N. BeMiller, Academic Press, New York: 499-511. Rol, F. (1973). "Locust Bean Gum'" in Industrial Gums: Polysaccharides and Their Derivatives, 2" ed., ed. By R.L. Whistler and J.N. BeMiller. Academic Press, New York: 323-337, Sandford, P.A. (1979). "A Survey of Possible New Polysaccharides” in Polysaccharides in Food, ed. by JM. Blanshard and JR. Mitchell. Butterwoths, London: 251-263. Satterthwaite, R.W. and Iwinski, D.J. (1973). "Starch Dextrins” in Industrial Gums: Polysccharides and Their Derivatives, 2" ed., ed, By RL. Whistler and J.N. BeMiller. Academic Press, New York: 577-599. Selby, H.H. and Wynne, W.H. (1973). "Agar" in Industrial Gums: Polysccharides and Their Derivatives, 2" ed., ed. By RL. Whistler and J.N. BeMiller. Academic Press, New York: 29-48. Thomas, W.R. (1999). "Carrageenan” in Thickening Gelling Agents for Food, 2" ed., ed. by A. Imeson. Aspen Publishers, Maryland. Towle, G.A. (1973). "Carrageenan” in Industrial Gums: Polysccharides and Their Derivatives, 2° ed., ed. By RL. Whistler and J.N. BeMiller. Academic Press, New York: 83-114. Towle, G.A. and Christensen, O. (1973), "Pectin" in Industrial Gums: Polysccharides and Their Derivatives, 2" ed., ed. By R.L. Whistler and J.N. BeMiller. Academic Press, New York: 429-464, Whistler, R.L. and Corbett, W.M. (1957). "General Aspects of Phyto and Microbial Polysaccharides" in The Carbohydrates Chemistry, Biochemistry, Physiology, ed. by W. Pigman, Academic Press, New York: 641-708. Whistler, R.L. (1973)."Factors Influencing Gum Costs and Applications” in Industrial Gums: Polysccharides and Their _ Derivatives, 2" ed., ed. By R.L. Whistler and J.N. BeMiller. Academic Press, New York: 5-18, Warta IHP Vol. 18 No. | -2, Tahun 2001 47

You might also like