You are on page 1of 4

DETERIORASI

PEPER PRAKTIKUM
MATAKULIAH TEKNOLOGI BENIH

Oleh :
Velian Sandy W 512017050

FAKULTAS PERTANIAN DAN BISNIS


UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Benih merupakan salah satu penentu keberhasilan saat budidaya tanaman.
Benih yang telah melalui proses seleksi sehingga diharapkan dapat mencapai proses
pertumbuhan yang maksimal. Untuk itu memerlukan kualitas benih yang baik agar
tercapai pada saat benih masak secara fisiologis karena pada saat benih masak
fisiologis berat kering benih, viabilitas dan vigornya tinggi namun tidak harus 100%.
Setelah masak fisiologis kondisi benih cenderung menurun. Menurunnya kondisi
benih tersebut disebut dengan kemunduran benih atau deteriorasi benih Proses
kemunduran benih yang terjadi pasca masak fisiologis disebut deteriorasi.
Deteriorasi tidak dapat dihentikan, tetapi hanya bisa dihambat. Pengertian
deteriorasi menurut Sadjad (1993) merupakan proses kemunduran viabilitas benih
yang terjadi karena faktor alami baik di lapang produksi maupun dalam ruang
simpan. Deteriorasi pada benih ini dapat menimbulkan perubahan dalam benih
secara menyeluruh, baik perubahan fisik, fisiologis, maupun kimiawi yang
mengakibatkan menurunnya viabolitas benih. Benih yang mengalami proses
deteriorasi akan mengalami turunnya mutu dan sifat benih jika dibandingkan pada
saat benih tersebut mencapai masa fisiologinya. Pada saat masak fisiologi tercapai
vigor benih tertinggi. Setelah itu benih akan mengalami kemunduran secara
perlahan-lahan sampai akhirnya mati. Kandungan air dalam benih merupakan salah
satu sebab pemicu laju kemunduran benih. Kadar air dalam benih dipengaruhi oleh
kemampuan benih dalam menyerap dan menahan uap air. Setiap benih memiliki
kemampuan menahan uap air yang berbeda, tergantung ketebalan dan struktur kulit
benih serta komposisi kimia dalam benih.
Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu benih akibat
perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor dari dalam benih yang terjadi
secara perlahan-lahan dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) (Copeland
and McDonald, 2001). Menurut Tatipata et al. (2004) kemunduran benih dapat
ditengarai secara biokimia dan fisiologi. Penurunan aktivitas enzim, penurunan
cadangan makanan, meningkatnya nilai konduktivitas merupakan indikasi biokimia
dari benih yang mengalami kemunduran benih. Penurunan daya berkecambah dan
vigor merupakan indikasi fisiologis dari benih yang mengalami kemunduran benih.
Untuk itu pada praktikum ini dilakukan pengujian mutu benih, salah satunya
pengujian deteriorasi dengan melihat seberapa lama daya simpan suatu benih.
2. Tujuan
1. Mengetahui faktor yang mempengaruhi proses deteriorasi
2. Mengetahui pengaruh proses deteriorasi pada suatu benih
3. Mahasiswa mampu meengatahui metode simulasi pengusangan cepat secara
fisik maupun kimia.
BAB II
Pembahasan
Dalam praktikum ini dilakukan pengujuan mutu suatu benih dengan
melakukan uji deteriorasi pada benih. Menurut sadjad, (1993) berpendapat bahwa
deteriorasi ini merupakan kondisi mutu fisiologis benih mengalami kemunduran
yang dapat menimbulkan perubahan di dalam benih secara menyeluruh, baik fisik,
fisiologis maupun kimiawi yang mengakibatkan menurunnya viabilitas benih.
Menurut Subantoro (2014) mengukapkan bahwa kemunduran benih ini dapat
diindentifikasi secara biokimia dan fisiologi. Indikasi biokimia kemunduran benih
ditandai dengan penurunan aktivitas enzim, penurunan cadangan makanan,
penurunan laju respirasi dan meningkatnya nilai konduktivitas. Indikasi fisiologi
kemunduran benih adalah penurunan vigor dan viabilitas. Gejala fisiologi juga
dipengaruhi oleh aktivitas enzim menurun dan respirasi menurun. Sedangkan untuk
syarat utama peningkatan produksi tanaman adalah menggunakan benih yang
bermutu.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kemunduran benih
adalah invigorasi. Invigorasi benih adalah perlakuan yang diberikan kepada benih
sebelum penanaman dengan tujuan memperbaiki perkecambahan dan pertumbuhan
kecambah salah satu untuk mengetahui invigorasi benih dengan melakukan uji nilai
viabilitas dan keserempakan tumbuh. Untuk melakukan uji viabilitass di lakukan
pengujian perkecambahan dengan melakukan beberapa perlakuan dan pengujian
pengamsan untuk mengetahui kualitas untuk penyimpanan suatu benih. Seperti yang
di kemukakan oleh Copeland dan McDonald (2001), bahwa penggunaan kemasan
sangat berperan dalam usaha mempertahankan viabilitas benih selama penyimpanan.
Untuk penyimpanan benih, efektivitas suatu kemasan ditentukan oleh
kemampuannya mempertahankan kadar air benih dan viabilitas benih selama
penyimpanan.serta pada saat suhu rendah, respirasi berjalan lambat dibanding
suhu tinggi sehingga viabilitas benih dapat dipertahankan.

BAB III
Kesimpulan
1. Dalam praktikum yag telah dilakukan untuk faktor terjadinya deteriorasi ini
adalah faktor suhu, lingkungan simpan, dan RH
2. Deteriorasi ini dapat mempengaruhi mutu benih. Jika terjadinya proses
deteriorasi pada benih maka untukakan berdampak pada fisik, fisiologis, dan
kimiawi pada benih.
3. Untuk mengetahui proses terjadinya deteriorasi pada benih ini dilakukan 2
metode yaitu metode secara fisik meliputi lingkungan simpan, suhu dan RH,
serta untuk secara kimiawinya menggunakan etanol

DAFTAR PUSTAKA
Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Jakarta (ID): PT Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Copeland LO. McDonald MB. 2001. Principles of Seed Science and Technology.
Fourth Edition. Massachuset (US): Kluwer Academic Publishers
Subantoro, Renan. 2014. Studi Pengujian Deteriorasi (Kemunduran) Pada Benih
Kedelai. Jurnal Mediagro. Vol. 10 no.1: 23-30.
Tatipata A., Yudono P., Purwantoro A. dan Mangoendidjojo W. 2004. Kajian
aspek fisiologi dan biokimia deteriorasi benih kedelai dalam penyimpanan.
Ilmu Pertanian. Vol. 11 No. 2:76-87.

You might also like