3. PIHAK KEDUA dan PIHAK PERTAMA masing-masing bertanggungjawab untuk dan wajib
membela, mengganti rugi dan membebaskan PIHAK lainnya dari dan terhadap semua
tuntutan atas kematian dari atau cidera pribadi atas Pihak Ketiga dan kerusakan pada atau
kerugien atas harta milk Pihak Ketiga yang timbul yang berhubungan secara langsung
dengan Perjanjian. Yang dimaksud dengan “Pihak Ketiga" dalam Pasal ini adalah pihak
manapun selain PIHAK KEDUA dan PIHAK PERTAMA,
Pasal 12,
Pajak-Pajak
‘Semua pajak, beban, bea dan retribusi yang timbul sehubungan dengan atau dalam pelaksanaan
Perjanjian ini menjadi beban PIHAK KEDUA sepenuhnya kecuali diatur lain dalam Peraturan
Perundang — Undangan. PIHAK KEDUA membebasken dan melepaskan PIHAK PERTAMA
atas sanksi dan/atau denda yang timbul sehubungan dengan kegagalan PIHAK KEDUA
melakukan pembayaran, termasuk sanksi pidana yang mungkin dikenakan berdasarkan
ketentuan pajak yang berlaku.
Pasal 13
Keadaan Kahar
4. Suatu PIHAK dibebaskan dari kewajibannya berdasarkan Perjanjian ini, jika kewajiban
tersebut tidak dapat dilaksanakan karena keadaan yang berada di luar Kontrol yang wajar
car PIHAK tersebut, tidak dapat dihindari meskioun dengan perencanan yang balk dan
tidak dapat diatasi dengan upaya yang wajar (“Keadaan Kahar”)
2. Kejadian-kejadian berikut adalah peristiwa keadaan Keadaan Kahar: a) kerusuhan masal
perang saudara, pemberontakan, perebuten kekuasaan, perang dengan Negara lain lain
atau terorisme; atau b) gempa bumi, danjir, Kebakaran, ledakan gunung berapi dan/atau
bencana alam lainnya: atau c) senaketa industrial atau pemogokan masal yang terjadi di
tingkat nasional maupun daerah: atau d) perubahan peraturan perundang-undangan
nasional maupun daerah secara material.
3. Suatu PIHAK hanya akan dibebaskan dari kewajibannya berdasarkan Perjanjian ini dengan
alasan Keadaan Kahar jka: a) keadaan dimaksud berdampak langsung pada pelaksanaan
kewaliban PIHAK tersebut, dan b) tidak ada unsur Kesengajaan dan/atau Kelalaian yang
cilakukan oleh PIHAK tersebut.
4, PIHAK yang mengalami Keadaan Kaher wajib memberitahukan PIHAK lainnya secara lisan
selambat-lambatnya dalam waktu 1 x 24 jam sejak terjadinya Keadaan Kahar yang diikuti
dengan pemberitahuan tertulis dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender setelah terjadinya
Keadaan Kahar tersebut. Pemberitahuan itu sekurang-kurangnya harus menjelaskan jenis
Keadaan Kahar yang terjaci, perkiraan lamanya Keadaan Kahar akan beriangsung dan
upaya-upaya penanggulangan yang telah dan akan dilakukan oleh PIHAK yang mengirimkan
pemberitahuan.
5. PIHAK yang mengalami Keadaan Kahar wajib mengambil langkah-langkah yang diperlukan
agar PIHAK tersebut dapat melanjutkan pelaksanaan kewajibannya sesuai Perjanjian.
6. Apabila dalam waktu 7 (tujun) hari Kalender sejak terjadinya Keadaan Kahar, PIHAK yang
mengalami keadaan itu tidak mengirimkan pemberitahuan sesuai dengaf ayat 4 Pasal ini di
atas, maka Keadaan Kahar dianggap tidak pernah terjadi
7. PIHAK yang menerima pemberitahuan Keadaan Kahar dapat menolek mengakui adanya
Keadaan Kahar selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari Kalender setelah diterimanya
8
PIHAK PERTAMA | PIHARKEDUA