Rumah sakit sebagai organisasi sosial yang bertanggung jawab terhadap
pelayanan kesehatan bagi masyarakat dituntut untuk selalu memberikan pelayanan yang baik dan memuaskan bagi setiap pengguna yang memanfaatkannya. Keperawatan merupakan salah satu profesi di rumah sakit yang berperan penting dalam penyelenggaraan pelayanan, karena selama 24 jam perawat berada di sekitar pasien dan bertanggung jawab terhadap pelayanan perawatan pasien. Andriani (2004) mengungkapkan tugas utama perawat dalam membantu kesembuhan pasien, memulihkan kondisi kesehatan bahkan menyelamatkan pasien dari kematian menjadikan profesi perawat sangat rentan mengalami stres kerja. Schaufeli dan Jauczur (1994) mengatakan bahwa dalam menjalankan peran dan fungsinya seorang perawat dituntut memiliki keahlian, pengetahuan, dan konsentrasi yang tinggi. Selain itu pula seorang perawat selalu dihadapkan pada tuntutan idealisme profesi dan sering menghadapi berbagai macam persoalan baik dari pasien maupun teman sekerja. Itu semua menimbulkan rasa tertekan pada perawat, sehingga mudah mengalami stres. Menurut Leatz dan Stolar (dalam Rosyid dan Farhati, 1996) apabila keadaan stres terjadi dalam jangka waktu yang lama dengan intensitas yang cukup tinggi, ditandai dengan kelelahan fisik, kelelahan emosional, dan kelelahan mental, maka akan mengakibatkan perawat mengalami gejala burnout. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Schaufeli menunjukkan profesi bidang kesehatan dan pekerja sosial menepati urutan pertama yang paling banyak mengalami burnout, yaitu sekitar 43%. Di antara profesi di bidang kesehatan, perawat memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dokter dan apoteker. Tingginya stres yang harus di hadapi perawat rentan terhadap munculnya gejala- gejala burnout (Berry, dalam Eviaty, 2005). Baron & Greenberg (2003, h.129) mengatakan bahwa burnout adalah suatu sindrom kelelahan emosional, fisik, dan mental, berhubungan dengan rendahnya perasaan harga diri, disebabkan penderitaan stres yang intens dan berkepanjangan. Pekerja yang mengalami burnout menjadi berkurang energi dan ketertarikannya pada pekerjaan. Mereka mengalami kelelahan emosional, apatis, depresi, mudah tersinggung, dan merasa bosan. Mereka menemukan kesalahan pada berbagai aspek, yakni lingkungan kerja mereka, hubungan dengan rekan kerja, dan bereaksi secara negatif terhadap saran yang ditunjukkan pada mereka (Schultz & Schultz, 2002). Rachmawati (2007), menyebutkan hasil survei yang dilakukan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) tahun 2006, menunjukkan sekitar 50,9 persen perawat yang bekerja di empat provinsi di Indonesia mengalami stres kerja. Perawat sering mengalami pusing, lelah, tidak bisa istirahat karena beban kerja yang tinggi dan menyita waktu. Perawat juga mendapatkan gaji yang rendah tanpa insentif yang memadai. Hasil data yang di himpun PPNI pada Mei 2009 di Makassar menunjukkan 51 persen perawat mengalami stres kerja, pusing, lelah, kurang istirahat karena beban kerja terlalu tinggi. Salah satu faktor yang masih sering dibicarakan oleh beberapa ahli sebagai korelasi dari burnout adalah faktor kepribadian. Buhler dan Land (2004) mengatakan bahwa kecenderungan tipe kepribadian merupakan pengaruh yang kuat dalam menentukan burnout, terutama saat mereka berada dalam lingkungan sosial karena hal ini akan menghasilkan hasil yang negatif bagi aktifitas mereka (Garden dalam Enzman dan Schaufeli, 1999). Cherniss (1987) menyebutkan bahwa salah satu faktor kepribadian yang dapat menimbulkan burnout adalah tipe kepribadian introvert. Ketika individu yang cenderung memiliki kepribadian ekstrovert yang tinggi mendapatkan beban kerja yang berlebihan mereka cenderung untuk menceritakan permasalahannya dengan orang di sekitarnya sehingga mereka akan merasa beban mereka berkurang, sehingga kecenderungan mereka untuk mengalami burnout pun lebih rendah Sedangkan individu dengan tipe kepribadian introvert cenderung tertutup dan memendam segala permasalahan yang ada baik itu dengan atasan, bawahan, rekan kerja, keluarga, klien maupun lingkungan kerja, misalnya merasa pekerjaannya tidak sesuai dengan harapan dan tidak ada timbal balik yang memadai. Mereka tidak berani untuk mengungkapkan semua beban mereka dan cenderung untuk menarik diri dari lingkungan sosialnya, sehingga kecenderungan mereka untuk mengalami burnout lebih tinggi. Berdasarkan penjelasan dan fakta yang diperoleh di atas penulis ingin mengetahui apakah ada hubungan antara tipe kepribadian introvert dan ekstrovert dengan burnout pada perawat.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara tipe kepribadian extrovert dan introvert
dengan burnout pada perawat.
1.2.1 Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi tipe kepribadian perawat 2. Untuk mengidentifikasi tingkat burnout pada perawat 3. Untuk menganalisis hubungan antara tipe kepribadian extrovert dan introvert dengan burnout pada perawat.