You are on page 1of 3

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit sebagai organisasi sosial yang bertanggung jawab terhadap


pelayanan kesehatan bagi masyarakat dituntut untuk selalu memberikan pelayanan
yang baik dan memuaskan bagi setiap pengguna yang memanfaatkannya.
Keperawatan merupakan salah satu profesi di rumah sakit yang berperan penting
dalam penyelenggaraan pelayanan, karena selama 24 jam perawat berada di sekitar
pasien dan bertanggung jawab terhadap pelayanan perawatan pasien. Andriani
(2004) mengungkapkan tugas utama perawat dalam membantu kesembuhan pasien,
memulihkan kondisi kesehatan bahkan menyelamatkan pasien dari kematian
menjadikan profesi perawat sangat rentan mengalami stres kerja.
Schaufeli dan Jauczur (1994) mengatakan bahwa dalam menjalankan peran
dan fungsinya seorang perawat dituntut memiliki keahlian, pengetahuan, dan
konsentrasi yang tinggi. Selain itu pula seorang perawat selalu dihadapkan pada
tuntutan idealisme profesi dan sering menghadapi berbagai macam persoalan baik
dari pasien maupun teman sekerja. Itu semua menimbulkan rasa tertekan pada
perawat, sehingga mudah mengalami stres. Menurut Leatz dan Stolar (dalam Rosyid
dan Farhati, 1996) apabila keadaan stres terjadi dalam jangka waktu yang lama
dengan intensitas yang cukup tinggi, ditandai dengan kelelahan fisik, kelelahan
emosional, dan kelelahan mental, maka akan mengakibatkan perawat mengalami
gejala burnout.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Schaufeli menunjukkan profesi bidang
kesehatan dan pekerja sosial menepati urutan pertama yang paling banyak
mengalami burnout, yaitu sekitar 43%. Di antara profesi di bidang kesehatan,
perawat memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dokter dan apoteker.
Tingginya stres yang harus di hadapi perawat rentan terhadap munculnya gejala-
gejala burnout (Berry, dalam Eviaty, 2005).
Baron & Greenberg (2003, h.129) mengatakan bahwa burnout adalah suatu
sindrom kelelahan emosional, fisik, dan mental, berhubungan dengan rendahnya
perasaan harga diri, disebabkan penderitaan stres yang intens dan berkepanjangan.
Pekerja yang mengalami burnout menjadi berkurang energi dan ketertarikannya pada
pekerjaan. Mereka mengalami kelelahan emosional, apatis, depresi, mudah
tersinggung, dan merasa bosan. Mereka menemukan kesalahan pada berbagai aspek,
yakni lingkungan kerja mereka, hubungan dengan rekan kerja, dan bereaksi secara
negatif terhadap saran yang ditunjukkan pada mereka (Schultz & Schultz, 2002).
Rachmawati (2007), menyebutkan hasil survei yang dilakukan Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (PPNI) tahun 2006, menunjukkan sekitar 50,9 persen
perawat yang bekerja di empat provinsi di Indonesia mengalami stres kerja. Perawat
sering mengalami pusing, lelah, tidak bisa istirahat karena beban kerja yang tinggi
dan menyita waktu. Perawat juga mendapatkan gaji yang rendah tanpa insentif yang
memadai. Hasil data yang di himpun PPNI pada Mei 2009 di Makassar menunjukkan
51 persen perawat mengalami stres kerja, pusing, lelah, kurang istirahat karena beban
kerja terlalu tinggi.
Salah satu faktor yang masih sering dibicarakan oleh beberapa ahli sebagai
korelasi dari burnout adalah faktor kepribadian. Buhler dan Land (2004) mengatakan
bahwa kecenderungan tipe kepribadian merupakan pengaruh yang kuat dalam
menentukan burnout, terutama saat mereka berada dalam lingkungan sosial karena
hal ini akan menghasilkan hasil yang negatif bagi aktifitas mereka (Garden dalam
Enzman dan Schaufeli, 1999).
Cherniss (1987) menyebutkan bahwa salah satu faktor kepribadian yang
dapat menimbulkan burnout adalah tipe kepribadian introvert. Ketika individu yang
cenderung memiliki kepribadian ekstrovert yang tinggi mendapatkan beban kerja
yang berlebihan mereka cenderung untuk menceritakan permasalahannya dengan
orang di sekitarnya sehingga mereka akan merasa beban mereka berkurang, sehingga
kecenderungan mereka untuk mengalami burnout pun lebih rendah
Sedangkan individu dengan tipe kepribadian introvert cenderung tertutup dan
memendam segala permasalahan yang ada baik itu dengan atasan, bawahan, rekan
kerja, keluarga, klien maupun lingkungan kerja, misalnya merasa pekerjaannya tidak
sesuai dengan harapan dan tidak ada timbal balik yang memadai. Mereka tidak
berani untuk mengungkapkan semua beban mereka dan cenderung untuk menarik
diri dari lingkungan sosialnya, sehingga kecenderungan mereka untuk mengalami
burnout lebih tinggi.
Berdasarkan penjelasan dan fakta yang diperoleh di atas penulis ingin
mengetahui apakah ada hubungan antara tipe kepribadian introvert dan ekstrovert
dengan burnout pada perawat.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara tipe kepribadian extrovert dan introvert


dengan burnout pada perawat.

1.2.1 Tujuan Khusus


1. Untuk mengidentifikasi tipe kepribadian perawat
2. Untuk mengidentifikasi tingkat burnout pada perawat
3. Untuk menganalisis hubungan antara tipe kepribadian extrovert dan
introvert dengan burnout pada perawat.

You might also like