You are on page 1of 23

Skenario 2

KEPUTIHAN

Pasien wanita berumur 32 tahun, berobat ke dokter dengan keluhan keputihan yang banyak,
terasa sangat gatal, panas dan perih, serta berbau asam sejak 5 hari setelah menstruasi.
Penderita sudah menikah dan tidak sedang menggunakan kontrasepsi ataupun obat-obatan
lain dalam jangka waktu lama. Siklus menstruasi dalam batas normal. Pada pemeriksaan
inspekulo didapatkan : discharge vagina homogen, putih seperti susu pecah dan tampak
ekskoriasi dan eritema pada labium mayus dan minus.

1
Step 1

1. Discharge Vagina : Ekskresi atau substansi yang dikeluarkan dari vagina.

2. Eritema : Kemerahan pada kulit yang dihasilkan kongesti pembuluh


darah.

3. Ekskoriasi : Setiap pengelupasan substansi superficial, seperti terjadi pada


kulit akibat garukan.

4. Keputihan : Gejala gangguan penyakit kelamin yang dialami oleh wanita,


berupa keluarnya cairan berwarna putih kelabu dari saluran
vagina.

5. Pemeriksaan Inspekulo : Pemeriksaan untuk mengetahui keadaan jalan lahir.

2
Step 2

1. Bagaimana keputihan bisa terjadi ?

2. Mengapa terjadi eritema ?

3. Obat-obat apa saja yang dapat menyebabkan keputihan ?

4. Darimana asal sekret / discharge yang dikeluarkan pada keputihan ?

5. Pemeriksaan apa saja yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis keputihan selain
pemeriksaan inspekulo ?

6. Apakah ada hubungan antara kebersihan pada saat menstruasi dengan keputihan ?
Jelaskan !

7. Mengapa pasien merasa sangat gatal, panas, dan perih pada saat keputihan ?

8. Apakah bakteri penyebab keputihan dapat menginfeksi organ lainnya ?

9. Mengapa kontrasepsi seperti pil KB dapat dapat menyebabkan keputihan ?

10. Bakteri dan jamur apa saja yang dapat menyebabkan keputihan ?

3
Step 3

1. Fisiologis : Sebelum dan sesudah menstruasi karena pengaruh hormone estrogen


dan progesteron.
Patologis : Ketidakseimbangan pH vagina menyebabkan pertumbuhan infeksi,
jamur, dan virus sehingga terjadi keputihan.

2. Karena terjadi peradangan sebagai pertahanan tubuh pada genitelia eksterna.

3. Antibiotik spektrum luas, Imunosupresan, Kortikosteroid, Kontrasepsi.

4. Kelenjar-kelenjar pada organ genitalia wanita seperti kelenjar di serviks dan vagina.

5. Pemeriksaan kultur bakteri, USG, Pemeriksaan sekret keputihan, dll.

6. Ada. Jika daerah genitalia tidak higienis atau kondisinya lembab, maka bakteri dan
jamur dapat tumbuh di daerah genitalia. Penggunaan antiseptic vagina berlebihan juga
dapat membunuh flora normal vagina dan menyebabkan ketidakseimbangan
lingkungan vagina.

7. Karena terdapat bakteri yang menyebabkan inflamasi dan rasa gatal, sehingga pasien
menggaruk daerah yang gatal dan terjadi ekskoriasi dan rasa perih.

8. Tergantung dari jenis dan habitat bakteri yang menjadi penyebab keputihan.

9. Karena dapat memacu peningkatan hormon estrogen dan progesteron sehingga


keseimbangan lingkungan vagina terganggu.

10. Candida albicans, Trichomonas vaginalis, Chlamydia trachomatis, Penyakit Menular


Seksual ( Gonorrhea, Human Papilloma Virus ).

4
Step 4

Keputihan adalah gejala gangguan genitalia wanita yang disebabkan oleh infeksi bakteri,
jamur, dan virus. Infeksi ini meningkat pada orang yang kebersihannya buruk, sistem
imunnya rendah, menggunakan antibiotik spektrum luas, kortikosteroid, imunosupresan, serta
kontrasepsi ( pil KB ). Keadaan-keadaan tersebut menyebabkan pH vagina, hormon-hormon
seksual, dan flora normal pada vagina menjadi tidak seimbang, sehingga mudah ditumbuhi
bakteri dan jamur. Gejala yang timbul yaitu pengeluaran sekret dari vagina yang bisa
menyebabkan rasa gatal, panas, dan perih. Untuk mendiagnosis keputihan, dapat dilakukan
pemeriksaan inspekulo, kultur bakteri dari sekret vagina, dan pemeriksaan lain seperti USG
untuk mengetahui keadaan abdomen dan pelvis. Penatalaksanaan keputihan yaitu dengan
memberikan obat yang sesuai dengan penyebabnya. Jika tidak terobati, dapat menyebabkan
pelvic inflammatory disease, dan prognosisnya menjadi buruk. Tetapi jika pengobatannya
baik, maka prognosisnya juga akan baik.

5
Step 5

I. Mengetahui dan memahami keputihan ( fluor albus ).

I.1 Definisi
I.2 Etiologi dan Klasifikasi
I.3 Faktor Resiko dan Predisposisi
I.4 Keputihan Fisiologis
I.5 Keputihan Patologis ( Patofisiologi dan Patogenesis )
I.6 Manifestasi Klinis
I.7 Pemeriksaan
I.8 Diagnosis
I.9 Penatalaksanaan dan Pencegahan
I.10 Komplikasi
I. 11 Prognosis

II. Mengetahui dan memahami thaharah dalam keputihan.

II.1 Penggolongan najis


II.2 Cara bersuci dari najis

6
Step 6

Belajar Mandiri

7
Step 7

I. Fluor Albus

1. Definisi

Fluor albus ( Duh tubuh, Leukorea, White Discharge, Keputihan ) adalah


nama gejala yang diberikan pada cairan yang dikeluarkan dari alat genital yang tidak
berupa darah. Cairan ini dapat berupa sekret, transudasi yang berlebih atau eksudat
dari organ atau lesi di saluran genital. Sumber cairan ini dapat berasal dari sekresi
vulva, cairan vagina, sekresi serviks, sekresi uterus, atau sekresi tuba falopii, yang
dipengaruhi fungsi ovarium.
Fluor albus vagina merupakan gejala umum pada pasien penyakit kelamin.
Gejala ini biasanya diketahui pasien karena adanya sekret yang mengotori celananya.
Fluor albus yang berkaitan dengan infeksi menular seksual ( IMS ) adalah terjadinya
perubahan bau, warna, dan atau jumlah yang tidak normal. Keluhan ini dapat diserta
gatal, edema genitalia, disuria, nyeri abdomen bagian bawah atau nyeri pinggang.
Bentuk anatomis dari traktus urogenitalis wanita menyebabkan infeksi sering
asimptomatis.

2. Epidemiologi

Berdasarkan hasil penelitian Myrna Safrida tahun 1994-1995 di RSUD Dr.


Soetomo, Surabaya, fluor albus paling banyak diderita oleh wanita usia 21-25 tahun,
dengan urutan kasus terbanyak karena Infeksi Genital Non-Spesifik ( IGNS ),
kandidiasis vulvovaginal, gonorrhea atau trikomoniasis.
IGNS tersering disebabkan oleh Chlamydia trachomatis. Di seluruh dunia,
prevalensi infeksi genital karena C. trachomatis pada wanita bekisar antara 0-37 %. Di
Thailand, ditemukan 24 % infeksi C. trachomatis pada wanita usia 20-24 tahun, dan 9
% pada usia 25-30 tahun.
Prevalensi kandidiasis vulvovaginal diperkirakan antara 5-15 %, menyerang
kebanyakan wanita minimal satu kali dalam hidupnya, dimana 40-50 % mengalami
kekambuhan.
Trikomoniasis mempunyai [revalensi antara 5-10 % populasi umum wanita,
dengan peningkatan sebesar 50-60 % pada wanita dalam tahanan dan pekerja seks
komersial.

3. Etiologi dan Klasifikasi

Fluor albus dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis. Fluor albus
fisiologis ditemukan pada keadaan sebagai berikut :

- Bayi baru lahir sampai usia 10 hari


- Waktu di sekitar Menarche
- Wanita dewasa jika dirangsang sebelum atau saat koitus
- Waktu sekitar ovulasi
- Wanita dengan penyaki menahun, neurosis, dan ektopion porsionis uteri

Sedangkan fluor albus yang patologis disebabkan oleh :

8
a. Infeksi

- Bakteri : Gardanerrella vaginalis, Chlamidia trachomatis,


Neisseria gonorhoae, dan Gonococcus
- Jamur : Candida albicans
- Protozoa : Trichomonas vaginalis
- Virus : Herpes dan Human Papilloma Virus.

b. Iritasi

- Sperma, pelicin, kondom


- Sabun cuci dan pelembut pakaian
- Deodorant dan sabun
- Cairan antiseptic untuk mandi.
- Pembersih vagina.
- Celana yang ketat dan tidak menyerap keringat
- Kertas tisu toilet yang berwarna.

c. Tumor atau jaringan abnormal lain


d. Fistula
e. Benda asing
f. Radiasi
g. Penyebab lain

- Psikologi : Volvovaginitis psikosomatik


- Tidak dikatehui : “ Desquamative inflammatory vaginitis”.

Seringkali fluor albus merupakan indikasi suatu vaginitis, lebih jarang


merupakan indikasi dari servisitis tetapi kadang kedua-duanya muncul bersamaan.
Infeksi yang sering menyebabkan vaginitis adalah Trikomoniasis, Vaginosis bacterial,
dan Kandidiasis. Sering penyebab noninfeksi dari vaginitis meliputi atrofi vagina,
alergi atau iritasi bahan kimia. Servisitis sendiri disebabkan oleh Gonore dan
Klamidia. Selain itu vaginitis seringkali asimptomatis dan dapat disebabkan lebih dari
satu penyebab. Berikut adalah penjelasan dari Bakteri, Jamur, dan Virus yang dapat
menyebabkan fluor albus.

a. Trikomoniasis

Trikomoniasis adalah infeksi protozoa flagellate yaitu Trichomonas vaginalis,


pada saluran genitalia. Wanita merupakan pembawa utama penyakit ini. Infeksi
biasanya asimptomatis atau muncul bersama non-gonococcal urethritis ( NGU ).
Ditularkan melalui hubungan seksual.
Trichomonas vaginalis merupakan satu-satunya spesies Trichomonas yang
bersifat pathogen pada manusia dan dapat dijumpai di traktus urogenital. Pertama kali
ditemukan oleh Donne pada tahun 1836, berbentuk ovoid dengan ukuran 10-20 mu,
mempunyai membrane undulate yang pendek. Pada sediaan basah mudah terlihat
karena gerakannya yang menghentak-hentak.
T. vaginalis cepat mati jika mongering, terkena sinar matahari, dan terpapar air
selama 35-40 menit. Pada kondisi hygiene yang kurang, dapat terjadi penularan
melalui handuk atau pakaian yang terkontaminasi.

9
Insiden tertinggi pada wanita dengan pasangan seksual multiple dan infeksi
PMS lain, biasanya meningkat pada kehamilan. T. vaginalis mempunyai reseptor
androgen dan estrogen spesifik, sehingga hormone steroid dapat mempengaruhi
organism secara langsung.
Resistensi relatif terhadap infeksi oleh T. vaginalis pada gadis premenarche
dan wanita yang sudah monopouse berkaitan dengan karakteristik vagina
hipoestrogenik, misalnya pH tinggi, dan glikogen relatif kurang. Sedangkan
lingkungan vagina pada bayi perempuan baru lahir mirip dengan wanita dewasa
dengan glikogen dalam jumlah besar dan epitel yang tebal lebih mudah terinfeksi T.
vaginalis.

b. Kandidiasis Vulvavaginalis ( KVV )

Kandidiasis genital adalah infeksi pada vulva, vagina, prepusium, dan glands
penis yang disebabkan oleh Candida albicans atau kadang-kadang species Candida
yang lain, Torulopsis sp, atau yeast lain.
Candida adalah mikroorganisme oportunitis, dapat dijumpai di seluruh badan,
terutama mulut, kolon, kuku, vagina dan saluran anorektal. Tumbuh sebagai blastopor
bentuk oval tanpa kapsul, dan bereproduksi melalui pembentukan tunas, hifa yang
pipih, memanjang, dan tidak bercabang.
Candida sp. yang paling sering menyebabkan infeksi adalah Candida albicans.
Selain itu ada juga spesies Candida non-albicans yang bisa menginfeksi yaitu Candida
galbrata. Secara klinis, sering sulit membedakan apakah vaginitis yang terjadi
disebabkan oleh Candida albicans atau non-albicans. Biasanya Candida yang non-
albicans sering resisten terhadap terapi.

c. Vaginosis Bakterial

Vaginosis bacterial merupakan sindrom klinis akibat pergantian Lactobacillus


spp. penghasil H2O2 yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri anaerob
konsentrasi tinggi ( misalnya Bacteroides spp., Mobiluncus spp. ), Gardnerella
vaginalis, dan Mycoplasma hominis.
Gardnerella vaginalis diperkirakan berinteraksi dengan bakteri anaerob dan
Mycoplasma genital dengan cara tertentu untuk menyebabkan vaginosis bakterial.
Penemuan bakteri anaerob dihubungkan dengan penurunan laktat dan peningkatan
suksinat dan asetat pada cairan vagina. Bacteroides spp. juga banyak ditemukan,
begitu pula Mobiluncus spp. yang merupakan batang anaerob lengkung. Pada wanita
normal, Bacteroides spp. lebih jarang ada dan Mobiluncus spp. hampir tidak
ditemukan. Sedangkan Mycoplasma hominis ditemukan dengan konsentrasi 100-1000
kali lebih besar pada wanita dengan vaginosis bakterial.

d. Klamidiosis

Klamidiosis adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh Chlamydia


trachomatis, merupakan penyebab tersering infeksi PMS, dan terutama pada wanita
sukar didiagnosis karena gejala yang asimptomatis atau jika ada minimal atau tidak
spesifik. Infeksi ini dapat berperan pada aborsi spontan rekurens, persalinan
premature, ketuban pecah dini, kehamilan ektopik dan berat bayi lahir rendah.
Chlamydia trachomatis adalah suatu organism obligat intraseluler, yang hanya
dapat hidup dalam sel eukariot hidup dengan membentuk semacam koloni atau

10
mikrokoloni disebut badan inklusi. C. trachomatis berbeda dengan bakteri lain,
berkembang melalui suatu siklus dalam dua bentuk yang berbeda yaitu berupa badan
elementer dan badan retikulat atau badan inisial.

4. Faktor Predisposisi

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya fluor albus pada dasarnya


antara lain :

- Penggunaan antibiotik spektrum luas dalam jangka waktu yang lama,


karena dapat membunuh flora normal sehingga menyebabkan proliferasi.

- Penyakit metabolic seperti diabetes mellitus menyebabkan peningkatkan


kolonisasi Candida.

- Perubahan hormonal seperti saat kehamilan membuat wanita lebih rentan


terkena Candida. Hal ini disebabkan karena meningkatnya hormone
reproduksi, sehingga konsentrasi glikogen menjadi tinggi pada epitel
vagina. Keadaan ini merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan
jamur. Diduga, peningkatan estrogen juga dapat meningkatkan perlekatan
sel-sel jamur pada mukosa vagina.

- Defisiensi sistem imun seperti pada keadaan malnutrisi, polusi, dan


kerusakan system imun ( HIV / AIDS ), dapat menyebabkan pertumbuhan
Candida albicans berlebih.

- Penggunaan obat-obatan lain seperti Imunosupresan ( steroid dan


antikanker ) serta hormon dalam kontrasepsi oral menyebabkan
peningkatan pertumbuan Candida albicans.

- Penyakit Menular Seksual akibat berganti pasangan, frekuensi koitus yang


tinggi, dan rendahnya pemahaman tentang hubungan seksual yang aman.

- Rendahnya tingkat higiene pribadi.

- Kebiasaan penggunaan bahan atau alat dalam kehidupan sehari-hari seperti


pakaian dalam tidak menyerap keringat, ikat pinggang dari nilon, celana
jeans yang ketat, deodorant vagina, tisu toilet yang berwarna dan
berparfum, douching vagina ( vaginal spray maupun vaginal wipes ),
antiseptik vagina yang berlebihan, dan mandi busa dapat menyebabkan
terjadinya Kandidiasis dan Vaginosis Bakterial.

5. Fluor Albus Fisiologis

Pada wanita, fluor albus yang fisiologis merupakan suatu hal yang alami dari
tubuh untuk membersihkan diri, sebagai pelicin, dan pertahanan dari berbagai infeksi.
Dalam kondisi normal, fluor albus tampak jernih, putih keruh atau berwarna
kekuningan ketika mengering pada pakaian. Fluor albus ini non-irritan, tidak
mengganggu, tidak terdapat darah, dan memiliki pH 3,5-4,5. Terdiri atas cairan yang

11
kadang-kadang berupa mukus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang
jarang.
Lingkungan vagina yang normal ditandai adanya suatu hubungan yang
dinamis antara Lactobacillus acidophilus dengan flora endogen lain, estrogen,
glikogen, pH vagina dan hasil metabolit lain. Lactobacillus acidophilus menghasilkan
endogen peroksida yang toksik terhadap bakteri pathogen. Karena aksi dari estrogen
pada epitel vagina, produksi glikogen, lactobacillus ( Doderlein ) dan produksi asam
laktat yang menghasilkan pH vagina yang rendah sampai 3,8-4,5 dan pada level ini
dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain. Adapun flora normal pada vagina
meliputi Corinebacterium, Bacteroides, Peptostreptococcus, Gardnerella, Mobiluncus,
Mycoplasma dan Candida spp. Lingkungan dengan pH asam memberikan fungsi
perlindungan yang dihasilkan oleh lactobacillus. Jika pH menjadi basa, maka flora
normal tersebut bisa berproliferasi dan menyebabkan fluor albus yang patologik.
Keadaan dimana ditemui Fluor Albus fisiologis antara lain :

- Bayi baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari karena pengaruh estrogen
dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin.

- Waktu disekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen.


Leukore disini biasanya hilang sendiri. Tetapi, dapat menimbulkan
keresahan pada orang tua.

- Wanita dewasa apabila dirangsang sebelum dan pada waktu koitus,


disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding vagina.

- Waktu disekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri


menjadi lebih encer.

- Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri juga bertambah


pada wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada wanita
dengan ektropion porsionis uteri.

6. Patogenesis Fluor Albus Patologis

a. Trikomoniasis

Pada usia pubertas, keadaan vagina tidak mendukung pertumbuhan dari


Trichomonas vaginalis, karena dinding vagina masih tipis dan pH-nya lebih dari 4,7
sehingga saluran kencing kemungkinan merupakan satu-satunya tempat infeksi.
Terjadinya penyebaran infeksi kea rah proksimal ( cervix ) sangat jarang dan hal ini
kemungkinan disebabkan daya resistensi dari epital kolumnar di daerah tersebut. Jika
perempuan bertambah usia, maka dinding vagina menjadi lebih tebal dan banyak
mengandung Lactobacillus. pH menjadi kurang dari 4,5. Keadaan ini memungkinkan
terjadinya trikonomiasis. Selama infeksi, dapat ditemukan Trichomonas vaginalis
pada sediaan segar dan pH vagina meningkat, serta ditemukan sejumlah leukosit
penyakit menular seksual sebagai mekanisme pertahanan tubuh dan respon dari bahan
kemotaktik yang dilepaskan Trichomonas. Pelepasan ini merusak sel epitel vagina,
disamping itu kerusakan epitel vagina juga akibat kontak langsung dari Trichomonas
vaginalis.

12
Trikonomiasis pada wanita bervariasi dari asimtomatis sampai terjadi suatu
reaksi peradangan yang bersifat akut. Pada sepertiga kasus asimtomatis, dalam waktu
6 bulan dapat berubah menjadi simptomatis bila terjadi perubahan-perubahan pada sel
hospesnya. Beberapa faktor di sekitar vagina yang dapat mempengaruhi perubahan
terhadap sifat patogenitas dari parasit antara lain : pH, kemampuan mengadakan
reaksi reduksi-oksidasi, hormonal, serta adanya infeksi mikroba lain.
Terjadinya perubahan pH vaginal kearah basa dari pH vagina normal ( < 4,5 )
mempunyai kecenderungan menimbulkan infeksi. Penyebaran infeksi selain melalui
hubungan seksual, dapat melalui handuk dan spon mandi yang terkontaminasi, kolam
renang, toilet, karena T. vaginalis dapat hidup 1-5 jam di lingkungan luar yang
mendukung.

b. Kandidiasis Vulvavaginalis ( KVV )

Candida mencapai vagina terutama dari daerah perianal. Ada dua hal dasar
yang penting untuk memahami pathogenesis KVV. Pertama, menyangkut mekanisme
terjadinya perubahan koloni Candida menjadi KVV simptomatis. Kedua, tentang
mekanisme terjadi KVV rekuren dan kronis.
Mekanisme terjadinya KVV rekuren masih merupakan suatu perdebatan.
Penyebab rekurensi apakah berasal dari infeksi Candida pada vagina oleh strain yang
virulen dari reinfeksi atau non-eradikasi, atau hal tersebut berhubungan dengan
pertumbuhan berlebih dari kuman komensal, masih memerlukan penelitian lebih
lanjut.
Candida harus melekat pada sel vagina untuk membuat koloni. C. albicans
mempunyai kemampuan melekat lebih baik dibandingkan Candida lainnya. Hal ini
mungkin menjadi penyebab mengapa spesies lain selain C. albicans kurang
menyebabkan vaginitis.
Hurley dkk. mempunyai pandangan bahwa C. albicans tidak pernah sebagai
komensal di vagina, dan menegaskan bahwa klinisi selalu dapat mendeteksi peristiwa
patologis pada vagina pada penderita asimtomatis yang dari cairan vaginanya dapat
diisolasi strain Candida. Tetapi, peneliti berikutnya tidak membenarkan pandangan ini
dan bisa menunjukkan bahwa banyak wanita yang dalam cairan vagina mengandung
C. albicans tidak mempunyai keluhan maupun gejala vaginitis selama C. albicans
dalam konsentrasi rendah. Penelitian ini sesuai dengan pandangan bahwa C. albicans
bisa sebagai komensal maupun pathogen dalam vagina dan biasanya selalu terjadi
perubahan dalam lingkungan vagina host sebelum organism tersebut menimbulkan
efek patologis.
Kolonisasi Candida pada alat kelamin pria yang mempunyai pasangan wanita
penderita kandidiasis vulva vagina adalah sebanyak 20 %. Organisme Candida sering
ditemukan pada pria yang tidak disirkumsisi. Kolonisasi Candida asimptomatis
meningkat 4 kali lipat pada pria dengan pasangan seksual menderita KVV. Biasanya
ditemukan spesies yang sama pada pasangan tersebut. Meskipun bukti tersebut
menunjukkan bahwa bisa terjadi penularan melalui hubungan seksual, tetapi
mekanisme pasti terjadinya infeksi masih belum diketahui. Hasil kultur penis dan
uretra menunjukkan bahwa penularan melalui hubungan seksual sangat terbatas.
Sehingga terapi rutin bagi pria pasangan seksual dari wanita penderita KVV bukan
merupakan suatu hal yang perlu dilakukan untuk menurunkan angka kejadian
rekurensi.

c. Vaginosis Bakterial

13
Vaginosis bakterial terjadi ketika keseimbangan normal dari bakteri pada
vagina berubah sehingga Lactobacillus jumlahnya berkurang dan pH vagina berubah (
biasanya pH > 4,5 ). Hal tersebut menyebabkan pertumbuhan berlebih bakteri anaerob
dalam konsentrasi tinggi.
Vaginosis bakterial disebabkan penurunan flora normal Lactobacillus dengan
akibat meningkatnya pertumbuhan beberapa flora, diantaranya adalah Gardnerella
vaginalis, kuman anaerob, dan Mycoplasma hominis. Titik berat perhatian terhadap
pathogenesis vaginosis bakterial difokuskan pada bagaimana terjadinya perubahan
ekosistem mikroba vagina. Salah satu penyebab perubahan ini adalah karena aktivitas
seksual.
Faktor hospes terhadap terjadinya vaginosis bakterial belum dapat
diidentifikasi dengan jelas. Diduga penggunaan IUD bisa menjadi faktor predisposisi
terjadinya vaginosis bakterial. Tetapi mekanismenya masih belum jelas. Potensial
redoks ( Eh ) dari permukaan epitel vagina lebih rendah pada wanita dengan
Vaginosis bakterial daripada wanita normal. Setelah terapi dengan metronidazol,
potensial redoks dari epitel vagina kembali dalam rentang yang normal. Hal ini
sekaligus membuktikan bahwa faktor potensial redoks bukan merupakan faktor
hospes yang menetap.
Diperkirakan produksi amin oleh mikroflora penyebab vaginosis bakterial
karena proses dekarboksilase menyebabkan fishy odor ( amis ) dari sekret vagina.
Ditemukan kadar trimethylamine yang meningkat pada cairan vagina penderita
bakterial vaginosis.
Efek perubahan tipe dari asam organic masih belum jelas, meskipun bisa
ditunjukkan bahwa asam suksinat yang dihasilkan kuman anaerob vagina bisa
menghambat respon kemotaktik dari sel darah putih. Cairan vagina wanita dengan
vaginosis bakterial mengalami peningkatan kadar endotoksin, sialidase, dan
mucinase. Selain itu juga didapatkan peningkatan interleukin-1α dan prostaglandin
pada cairan mukus serviks. Belum dilakukan studi tentang efek vaginosis bakterial
pada epitel vagina.

d. Klamidiosis

Siklus pertumbuhan Chlamydia diawali dengan perlekatan dan penetrasi pada


hospes yang cocok. Proses perlekatan ini melibatkan reseptor yang spesifik. Adanya
reseptor spesifik ini dapat membedakan sel mana yang cocok sebagai hospes.
Perlekatan C. trachomatis pada hospes yang sesuai rupanya dimediasi oleh molekul
seperti heparin sulfat yang bekerja sebagai jembatan antara sisi pada sel hospes yang
sesuai dan sisi pada tubuh dari organisme. Perlekatan pada sisi spesifik sel hospes
yang cocok, akan memicu proses endositosis. Saat Chlamydia berpenetrasi, mereka
mempertahankan endosom seperlunya untuk siklus pertumbuhan dan mereka secara
spesifik menghambat fusi fagosom. Terbunuhnya organisme tersebut oleh panas dan
antibodi terhadap Chlamydia tidak menginduksi penambahan dan menghambat fusi
dari fagositosis. Dua hal ini menginduksi fagositosis dan menghambat fusi fagosom,
serta mungkin merupakan faktor virulensi utama dari organisme ini.
Walaupun morfologi dari berbagai jenis Chmalydia berbeda, semua spesies
mempunyai siklus pertumbuhan yang identik. Siklus ini dapat dibagi menjadi
beberapa tahap. Yaitu :

- Perlekatan partikel awal yang infeksius pada sel hospes

14
- Masuknya partikel ke sel hospes
- Perubahan morfologi menjadi partikel retikulate yang mengalami
pertumbuhan intraseluler dan terjadi replikasi
- Perubahan morfologi dari partikel retikulate menjadi elementary bodies
- Pelepasan bakteri yang infeksius.

7. Manifestasi Klinis

a. Trikomonasiasis

Trikomonasiasis dqpat asimptomatis atau muncul dengan gejala fluor albus


yang kental, bau busuk, warna kuning kehijauan, dan pruritus pada vulva. Bagina dan
serviks imumnua juga mengalami peradangan, kadang ditemukan perdarahan ringan
dengan ulserasi pada serviks ( colpitis macularis atau strawberry cervix ).

b. Kandidiasis Vulvavaginais ( KVV )

Penderita mengeluh adanya adanya pruritus pada vagina dan fluor albs yang
yidak herbau, atau herbau asam. Keputihan dapat banyak, putih keju atau seperti
gumpalan susu, tetapi kebanyakan sedikit dan cair. Pada dinding vagina biasanya
dijumpai gumpalan keju ( cottage cheese ). Gejala nonspesifik meliputi soreness, rasa
terbakar, dispareunia, dan disuria. Penderita pria mengeluh adanya penile rash. Pada
pemeriksaan didapatkan eritema vulva, fisura, lesi satelit papulopustular, maserasi,
dan fluor albus yang thick curdy, atau pada pria didapatkan bercak putih atau
kemerahan di glans penis.

c. Vaginosis Bakterial

Sebagian besar penderita dapat tanpa gejala atau mengeluh adanya bau vagina
yang khas yaitu bau amis, disebabkan oleh adanya amin yang menguap bila cairan
menjadi basa. Pada pemeriksaan didapatkan sekret homogen, tipis dan cair, berwarna
putih keabu-abuan, dan tidak terdapat peradangan pada vagina atau vulva. Kuman-
kuman penyebab vaginosis bakterial memproduksi enzim fosfolipase A2 dalam
jumlah besar, merangsang pembentukan prostaglandin yang merupakan perangsang
kontraksi uterus potensial, sehingga wanita hamil dapat terjadi kelahiran praterm atau
ketuban pecah dini.

d. Klamidiasis

Manifestasi klinis pada wanita sering tidak khas, asimptomatis atau sangat
ringan. Jika ada, keluhan berupa fluor albus kekuninhan ( mukopurulen ). Klamidiosis
sering ditemukan pada wanita dengan pasangan seksual yang menderita uretrotis
nonspesifik. Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan eksudat serviks mukopurulen,
atau erosi serviks.

8. Pemeriksaan

a. Anamnesis

15
Tanyakan mengenai usia, metode kontrasepsi yang dipakai oleh akseptor KB,
kontak seksual, perilaku, jumlah, bau dan warna leukore, masa inkubasi, penyakit
yang diderita, penggunaan obat antibiotik atau kortikosteroid dan keluhan-keluhan
lain.

b. Pemeriksaan Fisik dan Genital

Inspeksi Kulit perut bawah, rambut pubis, terutama perineum, dan anus.
Inspeksi dan palpasi genitalia eksterna. Pemeriksaan spekulum untuk vagina dan
serviks, pemeriksaan bimanual pelvis, palpasi kelenjar getah bening dan femoral.

c. Laboratorium

Hasil pengukuran pH cairan vagina dapat ditentukan dengan kertas pengukur


pH. Keadaan pH diatas 4,5 sering disebabkan oleh trichomoniasis. Tetapi tidak cukup
spesifik. Cairan juga dapat diperiksa dengan melarutkan sampel dengan 2 tetes larutan
normal saline 0,9% diatas objek glass dan sampel kedua di larutkan dalam KOH 10%.
Penutup objek glass ditutup dan diperiksa dibawah mikroskop. Trichoma vaginalis
atau clue cells ( sel epitel dengan batas yang gelap oleh bakteri kecil ), biasanya
mudah diindentifikasi pada preparat saline yang mana merupakan karakteristik dari
vaginosis bakteri. Leukosit yang meningkat tanpa trikomonas atau ragi biasanya
mengarahkan terjadinya cervisitis. Sel ragi atau pseudohyphae dari candida lebih
mudah didapatkan pada preparat KOH. Namun kultur T. vaginalis lebih sensitif
dibanding pemeriksaan mikroskopik.

Pemeriksaan Vaginosis Bakterial :

- Sekret vagina pada BV berwarna putih, melekat pada dinding vagina,


jumlahnya meningkat sedikit.
- PH cairan vagina >4,5
- Adanya fishy odor dari cairan vagina yang ditetesi KOH 10%
- Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan Clue Cells.

Pemeriksaan Gonnorhea :

- Saluran urogenital ditemukan sekret mukopurelen dari servik, perdarahan /


sekret dari vagina.
- Nyeri abdomen bagian bawah dengan 1 atau tanpa penyebaran rasa nyeri.
Nyeri saat servik digerakan, nyeri tekan adneksa, panas badan, dan nyeri
tekan abdomen bagian kanan atas.
- Pewaranaan gram pada wanita dengan hasil kultrur serviks yang positif dan
adanya >30 sel PMN mencerminkan adanya servitis.
- Tes nucleic acid amplification untuk melihat rangkaian DNA.
- Tes untuk mendeteksi antigen / genom gonokokuseksudat. Yaitu Fluorescein
Conjugated monoclonal antibodies, Enzim-linked immunoassays,
Polymerase chain reaction test.

Pemeriksaan Trikomoniasis :

- Pemeriksaan organisme penyebab dengan spesimen yang diambil dari

16
vagina fornik anterior dan posterior menggunakan lidi kapas, lalu diletakkan
di objek glass yang ditetesi garam fisiologis.
- Pewarnaan Giemsa dan Acridine Orange.
- Pembiakan di media Trichosel brotch, Diamond’s Medium, Hollander,
Kupferberg’s, atau Feinberg. Merupakan standar baku untuk menegakkan
diagnosis.
- Tes serologi teknik Elisa, Immunofluorescent antibody, dan Aglutinasi
lateks.
- Tes PCR ( Polymerase Chain Reaction ) dan LCR ( Ligase Chain Reaction ).

9. Diagnosis

a. Trikomoniasis

Untuk menegakkan diagnosis trikomoniasis, dapat berdasarkan pemeriksaan


laboratorium antara lain :

- Menemukan Trichomonas vaginalis melalui pemeriksaan mikroskopis dari


sekret vagina.
- Kultur dengan media Feinberg-Whittington sebagai standar baku.
- Rapid Strip Test misalnya Xenostrip-Tv test.

b. Kandida Vulvovaginalis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan gejala klinis. Selain


itu dilakukan pemeriksaan mikroskopis sekre vagina sebagai berikut :

- Pewarnaan gram atau sediaan basah ( saline / KOH 10 % ) terhadap


hapusan dari dinding vulva / vagina memperlihatkaan sel budding yeast
dan pseudohifa.
- Pemeriksaan gram bentuk ragi Candida bersifat gram positif.
- Pemeriksaan pH vagina 4 - 4,5
- Kultur pada media Sabouraud

c. Vaginitis Bakterialis

Gejala klinik saja tidak cukup untuk menegakkan diagnosis vaginosis


bakterial. Disarankan diagnosis berdasarkan adanya 3 dari 4 tanda berikut :

- Pemeriksaan inspekulo didapatkan discharge vagina homogeneous, putih


keabuan, melekat pada dinding vagina.
- Pemeriksaan mikroskopis ditemukan ‘clue cell’
- pH vagina > 4,5
- Pemeriksaan Whiff test dengan menggunakan Potassium Hidroxide pada
diascharge mengasilkan bau amis.

d. Klamidiosis

Diagnosis diteggakan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.


Kuman dapat ditemukan dengan pemeriksaan berikut :

17
- Mikroskopik langsung dengan pewarnaan Giemsa.
- Kultur dengan media McCoy
- Tes deteksi antigen dengan Immunfluoresen langsung dan Enzyme
Immuno assay.
- Tes hibridasi asam nukleat
- PCR dan LCR

10. Penatalaksanaan dan Pencegahan

Untuk menghindari komplikasi yang serius dari keputihan (fluor albus),


sebaiknya penatalaksanaan dilakukan sedini mungkin sekaligus untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya penyebab lain seperti kanker leher rahim yang juga memberikan
gejala keputihan berupa sekret encer, berwarna merah muda, coklat mengandung
darah atau hitam serta berbau busuk.
Penatalaksanan keputihan tergantung dari penyebab infeksi seperti jamur,
bakteri atau parasit. Umumnya diberikan obat-obatan untuk mengatasi keluhan dan
menghentikan proses infeksi sesuai dengan penyebabnya. Obat-obatan yang
digunakan dalam mengatasi keputihan biasanya berasal dari golongan flukonazol
untuk mengatasi infeksi candida dan golongan metronidazol untuk mengatasi infeksi
bakteri dan parasit. Sediaan obat dapat berupa sediaan oral ( tablet, kapsul ), topikal
seperti krem yang dioleskan dan uvula yang dimasukkan langsung ke dalam liang
vagina.
Untuk keputihan yang ditularkan melalui hubungan seksual, terapi juga
diberikan kepada pasangan seksual dan dianjurkan untuk tidak berhubungan seksual
selama masih dalam pengobatan. Selain itu, dianjurkan untuk selalu menjaga
kebersihan daerah intim sebagai tindakan pencegahan sekaligus mencegah
berulangnya keputihan yaitu dengan :

- Pola hidup sehat yaitu diet yang seimbang, olah raga rutin, istirahat cukup,
hindari rokok dan alkohol serta hindari stres berkepanjangan.
- Setia kepada pasangan. Hindari promiskuitas atau gunakan kondom untuk
mencegah penularan penyakit menular seksual.
- Selalu menjaga kebersihan daerah pribadi dengan menjaganya agar tetap
kering dan tidak lembab misalnya dengan menggunakan celana dengan
bahan yang menyerap keringat, hindari pemakaian celana terlalu ketat.
- Biasakan untuk mengganti pembalut, pantyliner pada waktunya untuk
mencegah bakteri berkembang biak.
- Biasakan membasuh dengan cara yang benar tiap kali buang air yaitu dari
arah depan ke belakang.
- Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan karena
dapat mematikan flora normal vagina. Jika perlu, lakukan konsultasi medis
dahulu sebelum menggunakan cairan pembersih vagina.
- Hindari penggunaan bedak talkum, tissue atau sabun dengan pewangi pada
daerah vagina karena dapat menyebabkan iritasi.
- Hindari pemakaian barang-barang yang memudahkan penularan seperti
meminjam perlengkapan mandi dsb. Sedapat mungkin tidak duduk di atas
kloset di WC umum atau biasakan mengelap dudukan kloset sebelum
menggunakannya.

18
Tujuan dari pengobatan mengatasi fluor albus adalah :

- Menghilangkan gejala
- Memberantas penyebabnya
- Mencegah terjadinya infeksi ulang
- Pasangan diikutkan dalam pengobatan

Untuk fluor albus yang fisiologis, tidak ada penatalaksanaan khusus yang
perlu dilakukan. Cukup dengan mengedukasi pasien agar kecemasan berkurang.
Sedangkan pada fluor albus yang patologis, pengobatan dilakukan berdasarkan
etiologi yang telah ditentukan dalam diagnosis. Yaitu :

a. Trikomniasis

- Metronidazole 2 gram dosis tunggal


- Metronidazole 3 x 250 mg perhari Selma 7 hari
- Preparat nomidazole 2 x 250 mg selama 6 hari jika ada ISK
- Nimirazol 2 gram dosis tunggal
- Tinidazol 2 gram dosis tunggal
- Omidazole 1,5 gram dosis tunggal
- Klotrimazole 100 mg vaginal tablet selama 7 hari, pada malam hari

b. Kandidiasis Vulvovaginalis

- Topikal

Nistatin tablet vagina 2 x sehari selama 2 minggu


Klotrimazol 1% vaginal krim 1 x sehari selama 7 hari
Mikonazol nitrat 2% 1 x ssehari selama 7 – 14 hari

- Sistemik

Nistatin tablet 4 x 1 tablet selama 14 hari


Ketokonazol oral 2 x 200 mg selama 7 hari
Nimorazol 2 gram dosis tunggal
Ornidazol 1,5 gram dosis tunggal

c. Vaginosis Bakterial

- Metronidazole 2 x 500 mg
- Ampisillin 4 x 500 mg oral sehari selama 7 hari
- Pasangan seksual diikutkan dalam pengobatan

d. Klamidiasis

- Metronidazole 600 mg/hari 4-7 hari


- Tetrasiklin 4 x 500mg selama 10-14 hari oral
- Eritromisin 4 x 500 mg oral selama 10-14 hari
- Minosiklin dosis 1200mg di lanjutkan 2 x 100 mg/hari selama 14hari
- Doksisiklin 2 x 200 mg/hari selama 14 hari

19
- Kotrimoksazole sama dengan dosis minosiklin 2 x 2 tablet/hari selama 10
hari

e. Gonnorhea

- Penicillin prokain 4,8 juta unit im atau


- Amoksisiklin 3 gr im
- Ampisiillin 3,5 gram im atau

Ditambah :

- Doksisiklin 2 x 100mg oral selama 7 hari atau


- Tetrasiklin 4 x 500 mg oral selama 7 hari
- Eritromisin 4 x 500 mg oral selama 7 hari
- Tiamfenikol 3,5 gram oral
- Kanamisin 2 gram im
- Ofloksasin 400 mg/oral

Untuk Neisseria gonorhoeae penghasil Penisilin :

- Seftriaxon 250 mg im atau


- Spektinomisin 2 mg im atau
- Ciprofloksasin 500 mg oral

Ditambah :

- Doksisiklin 2 x 100 mg selama 7 hari atau


- Tetrasiklin 4 x 500 mg oral selama 7 hari
- Eritromisin 4 x 500 mg oral selama 7 hari

f. Herpes Simpleks

Belum ada obat yang dapat memberikan kesembuhan secara tuntas. Saat ini
dapat dipakai :

- Asiklovir krim dioleskan 4 x sehari


- Asiklovir 5 x 200 mg oral selama 5 hari
- Povidone iododine bisa digunakan untuk mencegah timbulnya infeksi
sekunder

11. Komplikasi

Komplikasi dari Trikominasis vaginalis dapat meliputi nyeri abdomen yang


menunjukkan adanya vaginitis berat, endometritis atau salpingitis, dan pelvic
inflammatory disease.
Komplikasi Kandidiasis jarang terjadi pada penderata imunokompeten.
Insiden kandidiasis oral meningkat pada bayi yang dilahirkan ibu dengan Kandidiasis
Vulvovaginal. Komplikasi lain yang serius meskipun jarang terjadi adalah abses otak
dan peritonitis.
Komplikasi Vaginosis Bakterial adalah endometritis dan penyakit radang
panggul setelah terminasi kehamilan. Komplikasi pada kehamilan yaitu kelahiran

20
prematur, ketuban pecah dini, dan endometritis post-partum. Vaginosis Bakterial
disertai peningkatan resiko infeksi traktur urinarius juga merupakan komplikasi.
Komplikasi pada Klamidiasis meliputi infertilitas, PID, Bartholinis,
Kehamilan Ektopik, Ketubah Pecah Dini, Persalinan Prematur, Infeksi Puerperal, dan
pada neonates berupa Konjungtivitis dan pneumonia.

12. Prognosis

Biasanya kondisi-kondisi yang menyebabkan fluor albus memberikan respon


terhadap pengobatan dalam beberapa hari. Kadang-kadang infeksi akan berulang.
Dengan perawatan kesehatan akan menentukan pengobatan yang lebih efektif.

II. Thaharah Saat Keputihan

Jenis-Jenis Najis dan Cara Bersucinya

Dalam agama islam mengajarkan kita untuk selalu bersih dari kotoran atau
najis, terutama pada saat hendak melakukan ibadah kepada Allah SWT. Najis bisa
menempel di badan/tubuh, di pakaian atau di suatu tempat. Najis terbagi atas beberapa
tingkatan dari mulai yang ringan sampai yang berat.

a. Najis Mukhaffafah (Najis Ringan)

Yang termasuk najis ringan ini adalah air seni atau air kencing bayi laki-laki
yang hanya diberi minum asi (air susu ibu) tanpa makanan lain dan belum berumur 2
tahun. Untuk mensucikan najis mukhafafah ini yaitu dengan memercikkan air bersih
pada bagian yang kena najis.

b. Najis Mutawassithah (Najis Biasa/Sedang)

Segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur manusia dan binatang/hewan
adalah najis biasa dengan tingkatan sedang. Air kencing, kotoran buang air besar dan
air mani/sperma adalah najis, termasuk bangkai (kecuali bangke orang, ikan dan
belalang), air susu hewan haram, khamar, dan lain sebagainya.

Najis Mutawasitah terdiri atas dua bagian, yakni :

- Najis 'Ainiyah : Jelas terlihat rupa, rasa atau tercium baunya.


- Najis Hukmiyah : Tidak tampat (bekas kencing & miras)

Untuk membuat suci najis mutawasithah 'ainiyah caranya dengan dibasuh 1 s/d
3 dengan air bersih hingga hilang benar najisnya. Sengankan untuk najis hukmiyah
dapat kembali suci dan hilang najisnya dengan jalan dialirkan air di tempat yang kena
najis.

c. Najis Mughallazhah (Najis Berat)

Najis mugholazah contohnya seperti air liur anjing, air iler babi dan
sebangsanya. Najis ini sangat tinggi tingkatannya sehingga untuk membersihkan najis

21
tersebut sampai suci harus dicuci dengan air bersih 7 kali di mana 1 kali diantaranya
menggunakan air dicampur tanah.

d. Tambahan

Najis Ma'fu adalah najis yang tidak wajib dibersihkan/disucikan karena sulit
dibedakan mana yang kena najis dan yang tidak kena najis. Contoh dari najis mafu
yaitu seperti sedikit percikan darah atau nanah, kena debu, kena air kotor yang tidak
disengaja dan sulit dihindari. Jika ada makanan kemasukan bangkai binatang
sebaiknya jangan dimakan kecuali makanan kering karena cukup dibuang bagian yang
kena bangkai saja.

Daftar Pustaka

22
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri, R, Wardhani,W.I, Setiowulan, W. Keputihan In.
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. 2001. Media Aesculapius : Jakarta.

Wiknjosastro, H, Saifuddin, B, Rachimhadi, Trijatmo. Radang dan Beberapa penyakit


lain pada alat genital wanita in Ilmu Kandungan. 1999. Edisi kedua , Cetakan Ketiga.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo : Jakarta

Amiruddin, D. Fluor Albus in Penyakit Menular Seksual. 2003.LKiS : Jogjakarta

Murtiastutik, Dwi. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual, Bab 5, Fluor Albus dan
Penyakit Dengan Gejala Fluor Albus, Fak. Kedokteran Universitas Airlangga, 2008.
Hlm. 45-51.

Setiabudy R. Antimikroba lain dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen


Farmakologi dan Terapeutik Fak. Kedokteran Universitas Indonesia.

Fluor Albus. http://aslimtaslim.blogspot.com/2008/02/fluor-albus.html

Vaginal Discharge. http://www.pamf.org/teen/health/femalehealth/discharge.html

Jenis-Jenis Najis. http://organisasi.org/jenis-macam-macam-najis-mukhaffafah-


mutawassithah-dan-mughallazhah

Fiqih Thaharah. http://indrea.multiply.com/journal/item/7

23

You might also like