You are on page 1of 26
PANDUAN PENENTUAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN DI WILAYAH PERKOTAAN NO. C10/T/BNKT/1990 v Au DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembang. an kehidupan bangsa, sesuai dengan U.U. no. 13/1980 Tentang Jalan, Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan yang menjurus ke arah profesionalisme dalam bidang pengelolaan jalan, baik di pusat maupun di daerah Adanya buku-buku standar, baik mengenai Tata Cara Pelaksanaan, Spesi- fikasi, maupun Metoda Pengujian, yang berkailan dengan perencanaan, pe- laksanaan, pengoperasian dan pemeliharaan merupakan kebutuhan yang men- desak guna menuju ke pengelolaan jalan yang lebih baik, efisien dan seragam Sambil menunggu terbitnya buku-buku standar dimaksud, buku "Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan" ini dikeluarkan guna memenuhi kebutuhan intern di lingkungan Direktorat Pembinaan Jalan Kota Menyadari akan belum sempurnanya buku ini, maka pendapat dan saran dari semua pihak akan kami hargai guna penyempuruaan di kemudian hari Jakarta, Januari 1990. DIREKTUR PEMBINAAN JALAN KOTA. Ri 2 DJOKO ASMORO DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan . . fees vets eee ees ; 1 Maksud dan Tujuan....... : ve ee eee 1 Ruang Lingkup .. be eeeeee Peery . wee 1 Pengertian.............. . ; cee . 1 4.1, Sistem Jaringan Jalan Primer................ sees 1 4.2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder............ cece 5 4.3. Kaitan antara Hirarki Jalan dengan Sistem Jaringan Jalan Menurut Wewenang Pembinaan ..... eee . 6 Kriteria yang Dipertimbangkan dalam Menetapkan Klasifikasi Fungsi Jalan 5.1. dalan Arteri Primer... ........ coon aE 9 5.2. dalan Kolektor Primer. 20.0... 0 0c eee eee eee eee eee 12 5.3. Jalan Lokal Primer... cee 15 5.4, Jalan Arteri Sekunder 20.2... cece oon 15 5.5. Jalan Kolektor Sekunder....... cette neces . 16 5.6. Jalan Lokal Sekunder...... . sees . 16 Penutup.......... peeer Bo oo : 20 L PENDAHULUAN Akhir-akhir ini, jaringan jalan di kota-kota besar di Indonesia telah di6tandai dengan kemacet-an-kemecetan lalu lintas. Selain akibat pertumbuhan lalu lintas yang pesat, kemacetan tersebut d-isebabkan oleh terbaurnya peranan arteri, kolektor dan lokal peda jalan yang seharusnya berperan sebagai jalan arteri dan sebaliknya “Bordasarkan pertimbangan tersebut, perlukiranya dilakukan pemantapan fungsi jaringan jelan kota. Panduan klasifikasi fangsi jalan ini diharapkan dapat meimbantu proses penetapan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkotaan. Acuan utama panduan ini adalah Undang-Undang nomor 13 tahun 1980 tentang Jalan dan Per- aturan Pemerintah nomor 26 tahun 1985 tentang Jalan. ruas-runs jalan yang dite tapkan sesuai dengan fungsinya dapat dipakai sebagai pegangan dan petunjuk seperti untuk koordinasi dengan manajemen sistem transportasi dan tata guna Iahan. Koordi nasi tersebut dimaksudkan untuk dapat ditcrapkannya penggunaan jaringan jalan sesuai dengan fungsinya, sehingga sistem transportasi yang efisien disamping kese- lamatan lalu lintas dapat ditingkatkan/diwujudkan MAKSUD DAN TUJUAN Buku panduan ini dimaksudkan untuk dapat memberikan arahan dan bimbing an dalam perencanaan jaringan jalan di witayah perkotaan, Buku panduan ini diha repkan dapat memperjelas penentuan klasifikasi fungsi jalan, sehingga pelnksanann tugas pembinaan dan perencanaan jaringan jalan di wilayah perkotaan dapat lebih terarnh RUANG LINGKUP Buku panduan ini hanya membahas jaringan jalan di wilayah perkotnan yang tordiri dari sistem jaringan jalan primer dan sekunder, Pokok bahasan meliputi sistem, jaringan jalan dan kriterin unluk fungsi reas jalan. Dengan menggunakan keitorin atom penetapan fungsi jalan pada buku pardunn ini, klasifikasi fungsi jalan kota sant sekarang dan yang dituju dapat d:formuinsikan, PENGERTIAN Jaringan jalan merupakan satu kesatuan sistem terdiri dari sistem jaringan jelan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hirarki 4.1, Sistem Jaringan Jalan Primer a. Sistem jaringan jalan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang dan struktur pengembangan wilayah ting’at nasional, yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi b. Jaringan jalan primer menghubungkan secara menerus kota jenjang kesatn, kota jenjang kedua, kota jenjang ketiga, dan kota jenjang dibawahnya sampai ke persil dalam satu satuan wilayah pengembangan, Jaringan jalan primer menghubungkan kota jenjang kesntu dengan kota jenjang kesatu antnr satuan wilayah pengembangan. ¢. Jaringan jalan primer Lidak terputus walaupun memasuki kota. Jarinjan jalan primer harus menghubungknn kawasan p dapat berakhir pada suatu kawasan primer. Kawasan yang inompunyai funcsi primer antara lain: industri sknin regional, terminal berann’pergudangen mer. Sualo runs jalan primer pelabuhan, bandar udara, pasar induk, pusat perdagangan skala regional grosir. d. Jalan Arteri Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang ke satu dengan kota jenjang ke satu yang terletak berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua. e. Jalan Kolektor Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga. £ Jalan Lokal Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang dibawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil, atau kota dibawah jenjang ketiga sampai persil g. Yang dimaksud dengan kota jenjang kesatu ialah kota yang berperan mela- yani seluruh satuan wilayah pengembangannya, dengan kemainpuan pelaya- nan jasa yang paling tinggi dalam satuan wilayah pengembangannya serta memiliki orientasi keluar wilayahnya. h. Yang dimaksud dengan kota jenjang kedua ialah kota yangberperan melayani sebagian dari satuan wilayah pengembangannya dengan kemampuan pela yanan jasa yang lebih rendah dari kota jenjang kesatu dalam satuan wilayah pengembangannya dan terikat jangkauan jasa ke kota jenjang kedua serta memiliki orientasi ke kota jenjang kesatu. i, Yangdimaksud dengan kota jenjang keliga ialah kota yangherperan melayani sebagian dari satuan wilayah pengembangannya, dengan kemampuan pela- yanan jasa yang lebih rendah dari kota jenjang kedua dalam satuan wilayah Pengernbangannya dan terikat jangkauan jasa ke kota jenjang kedua serta memiliki orientasi ke kota jenjang kedua dan ke kota jenjang kesatu. 3. Yang dimaksud dengan kota di bawah jenjang ketiga ialah kota yang berperan melayani sebagian dari satuan wilayah pengembangannya, dengan kemam- puan pelayanan jasa yang lebih rendah dari kota jenjang ketiga dan terikat Jangkauan serta orientasi yang mengikuti prinsip-prinsip di atas. k. Kawasan adalah wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan lingkup pengamatan fungsi tertentu. |. Kawasan Primer adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi primer. Pungsi primer (F1) adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebuluhan pelayanan kota, dan wilayah pengembangannya m. Hubungan antar hirarki kota dengan peranan ruas jalan penghubungnya dalam sistem jaringan jalan primer diberikan pada Tabel 1 dan Gambar 1 Tabel 1 disajikan dalam bentuk matrix dan Gambar 1 disajikan dalam hentuk diagram, Tabel1! : | Hubungan antar hirarki kota dengan peranan runs jalan dalam sistem jaringan jalan primer KOTA JENJANG | JENJANG | JENJANG | PERSIL - I i mH JENJANG 1 Arteri Arteri Lokal JENJANG II Arteri Kolektor Kolektor Lokal JENJANG III - Kolektor Lokal Lokal PERSIL Lokal Lokal Lokal Lokal. KOTA —__ JALAN ARTERI 7 PRIMER sENZANG JALAN ARTERI PRIMER JALAN ARTERT PRIMER — JALAN KOLEKTOR ro - PRIMER ™~ JALAN KOLEKTOR PRIMER JALAN KOLEKTOR PRIMER JALAN LOKAL KOTA _—— JALAN LOKAL PRIMER - oennane PRIMER, | 5 JALAN LOKAL PRIMER LOKAL| PRIME] JALAN LOKAL PRIMER 1 JALAN LOKAL PRIMER tly { PERsIL Gambar 1. Sistem Jaringan Jalan Primer 4 4.2, Sistem Jaringan Jalan Sekunder a, Sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan peng- aturan tata ruang kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder ke satu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke porumahan b. Jalan Arteri Sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawason sckunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan ka- wasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. c. Jalan Kolektor Sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau menghubungksn kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. d. Kawasan Sekunder adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi sekunder. Fungsi sekunder sebuah kota dihubungkan dengan pela- yanan terhadap warga kota itu sondiri yang lebih beroricntasi ke dalam dan jangkauan lokal. Fungsi ini dapat mengandung fungsi yang terkait pada peelayanan jasa yang bersifat pertahanan keamanan yang selanjutnya disebut fungsi sekunder yang bersifat. khusus. g. Fungsi primer dan fongsi sckunder harvs tersusun teratur dan tidal terbaurken, Fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua dan seterusnya terikat dalam satu hubungan hirarki h. Fungsi primer adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan peia- yanan kota, dan wilayah pengembangannya. i. Fungsi sekunder adalah fungsi kote dalam hubuangannya dengan kedudukan kota sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan pen- duduk kota itu sendiri j. Wilayah dimaksudkan sebagai kesatuan geografi beserta segénap unsur yang terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan pengamatan administratif dan atau fungsional k. Struktur kawasan kota dapat dibedakan berdasarkan besarnya pen- duduk kota yang bersangkutan. Ketentuan tentang fungsi kawasan, penduduk pendukung dan jenis sarananya dapat dilihat. pada Lampi ran. 1. Hubungan antar kawasan kota dengan peranan ruas jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder diberikan pada Tabel 2 dan Gambar 2 Tabel 2 disajikan dalam hentuk matrix dan Gambar 2 disajikan dalam bentuk diagram Tabel2: Hubungan antar kawasan kota dengan peranan ruas jalan dalam sistem jaringan jalan sckunder KAWASAN PRIMER ~SERUNUER SERUNDEN SERUNDEI PHRUMATAR = 1 " a fy ev PRIMER Srteri ~ ey Arteri Arter Artert . Lokal SEKUNDER II Arteri Koteltor (F22) SEKUNDER IIL Kolekto (Fa: PERUMAHAN Laknl Voted Vokal 4.3. Kaitan antara Hirarki Jalan dengan Sistem Faringan Jalan Men- urut Wewenang Pembinaan Menurut wewenang pembinaan jalan dikclompokkan menjadi jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Ketamadya dan Jalan Khusus, a. Jalan Nasional Yang termasuk kelompok jalan nasional adalali jalan arteri primer, jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota propinsi, dan jalan lain yang mempunyai nilai stratepis terhadap kepentingan nasional. Penetapan status sualu jalan sebagai jalan nasional d lakukan dengan Keputusan Meateri b. Jalan Propinsi Yang termasuk kelompok jalan propinsi adalah: i. Jalan kolektor primer yang menghvbunykan Ibukota Propinsi dengan Ibukota Kabupaten/Kotamadya ii, Jalan kolektor primer yang menghubungknn antar Ihukota Kabupaten/ Kotamadya. iii, Jalan lain yang mempunyai kepentingan strategis Lerhadap kepentingan propinsi iv. Jalan dalam Daerah Khusus Ibukola Jakarta yang lidak lermasuk jalan nasional. Penetapan status suatu jalan sebagai jalan propinsi dilakukan dengan Kepu- tusan Menteri Dalam Negeri atas usul Pemerininh Daerah ‘Tingkat | yang bersangkutan, dengan memperhatikan pendapat. Menteri JALAN ARTERY SEKUNDER (JAS ——» kawABAN | SEKUNI DER, | JALAN ARTERY SEKUNDER (JAS) Foz KAWASAN SEKUNDER, 1 JALAN LOKAL SEKUNDER| (Ls) JALAN KOLEKTOR SEKUNDER (JES) \ JALAN LOKAL SEKUNDER GLs) t JALAN LOKAL SEKUNDER (JLS) GAMBAR 2, SISTEM JARINGAN JALAN SEKUNDER JALAN ARTERi SEKUNDER ) (was) — 7 AWS ~«—— JALAN ARTERI SeeUnoey ——~ [SEKUNLER SEKUNDER JAS) t SS ARTERI SEKUNDER (JAS) mn JALAN KOLEKTOR KAWASAN ~—— ‘SEKUNDER SEKUNDER OKs) 7 b, Jalan Kabupaten Yang termasuk kelompok jalan kabupaten adalah, i. dalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan propinsi ii, Jalan lokal primer jalan sekunder dan jalan lain yang tidak termasuk dalam kelompok jalan nasional, jalan propinsi dan jalan kotamadya Penetapan status suatu jalan sebagai jalan kabupaten dilakukan dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, atas usul Pemerintah Daerah ‘Tingkat II yang bersangkutan d, Jalan Kotamadya Yang termasuk kelompok jalan Kotamadya adalah jaringan jalan sckunder di dalam kotamadya, Penetapan status suatu ruas jalan arteri sekunder dan atau ruas jalan kolektor sekunder sebagai jalan kotamadya dilakukan dengan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat. I atas usul Pemerintah Daerah Kotamadya yang bersangkutan. Penetapan status suatu ruas jalan lokal sekunder sebagai jalan Kotamadya dilakukan dengan Keputusan Walikotamadya Daerah Tingkat If yang ber: sangkutan. e, Jalan Khusus Yang termasuk kelompok jalan khusus adalah jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansifoadan hukumvperorangan untuk melayani kepen- tingan masing-masing. Penetapan status suatu ruas jalan khusus dilakukan oleh instansifyadan hukum/perorangan yang memiliki ruas jalan khusus tersebut dengan mem. perhatikan pedoman vang ditetapkan olch Menteri Pekerjaan Umum. £ Perubahan Status Jalan Suatu ruas jalan dapat ditingkatkan statusnya menjadi lebih tinggi apabila dipenuhi persyaratan sebagai berikut: i, Ruas jalan tersebut berperan penting dalam pelayanan terhadap wilayal’ kawasan yang lebih luas dari wilayab/kawasan semula. fi, Ruas jalan tersebut makin dibutuhkan masyarakat dalam rangka pengem- baugan sistem transportasi. Suatu ruas jalan dapat diturunkan statusnya menjadi lebih rendah apabila terjadi hal-hal yang berlawanan dengan yang tersebut di atas. Peralihan status suatu jalan dapat diusulkan oleh pembina jalan semula kepada pem- bina jalan dituju. Pembina jalan yang menerima usulan alau saran mem- berikan pendapatnya kepada pejabat yang menetapkan status semula. Pene- tapan status ruas jalan dilaksanakan olch pejabat yang berwenang mene- tapkan status baru dari ruas jalan yang bersangkuian, setelah mendengar pendapat pejabat yang menetapkan status semula. KRITERIA YANG DIPERTIMBANGKAN DALAM MENETAPKAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN Kriteria ini dimaksudkan sebagai ciri-ciri umum yang diharapkan pada masing-masing fangsi jalan. Ciri-ciri ini dapat merupakan arahan fungsi jalan ynng perly didekati. Sketsa hipotetis hirarki jalan kota dapat dilihat pada Gambar 3. 5.1. Jalan Arteri Primer a. Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan jalan arteri Primer luar kota, b. Jalan arteri primer melalui atau menuju kawasan primer, © dalan arteri primer dirancang berdasarkan kecepatan reneana paling rendah 60 km/jam. 4. Lebar badan jalan arteri primer tidak kurang dari 8 meter (Gambar 4), ae a BANDAR PELABUILAN u DANGAN KAWASAN INDUSTRI A ih , Ly | Sill / il a a Sih | TERMINAL, ANGKUTAN — Sistem Primer —~— Jalan Arteri Sekunder Jalan Kolektor Sekunder Jalan Lokal Sekunder Gambar 3: Sketsa Ilipotetis Hirarki Jalan Kota 10 Jo fee fe ib 0.38 nts JJee ffi] ne TROTOAR JALUR _JSEPARATOR JALUR LALU i LALU UNTAS TINTAS Kondial Minimal Ideal { \3/ | | en mine BAHU JALUR LALU LINTAS BANU sara Kondiei Minimal BADAN JALAN Galan 4 : Penampang Tipikal Jalan Arteri Primer iW 52. e. Lalu lintas jarak jauh pada jalan arteri primer adalah lalu-lintas regional. Untuk itu, lalu lintas tersebut tidak boleh terganggu oleh alu lintas ulong alik, dan lalu lintas lokal, dari kegiatan lokal (Gambar 5). f. Kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan umum bus dapa kan melalui jalan ini. g. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi secara efisien. J arak antar jalan masuk/akes langsung tidak boleh lebih pendek dari 00 meter, h, Persimpangen pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya. i. Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. j. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari fungsi jalan yang lain k, Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan seharusnya tidak diizinkan, 1. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu penerangan jalen dan lain-lain, m. Jalurkhusus seharusnya disediakan yang dapat digunakan unlitk sepeda dan kendaraan lambat lainnya. n, Jalan arteri primer seharusnya dilengkapi dengan median. Jalan Kolektor Primer a. Jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar kota. b. Jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer. c. Jalan kolektor primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling tendah 40 (empat pulub) km per jam, 4. Lebar badan jalan kolektor primer tidak kurang dari 7 (tujuh) meter (Gambar 6). e. Jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi secara efisien. Jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendck dari 400 meter. 12 Jalan Primer dan Tingkat akses meningkat + Jalan Arteri Sekunder eee Jalan Kolektor fe E Sekunder == | > Jalan Lokal Sekunder Lalu lintas mencrus/jarak jauh meningkat Gambar 5: Konsep Klasifikasi Fungsi Jaian Dalam Hubungannya dengan Tingkat Akses 13 | |-- os | ; __S~ LL — ; ed I P07 ff. OF. -l-{- Le +e -H- AE 16 4 Loy | | | | — ||—— | TROTOAR! JALUR SEPARATOR JALUR' MEDIAN SAMPING TAL ENtas Kondisi minimal ideal BADAN JALAN, Kondisi minimum Gambar 6: Penampang Ti al Jalon Kolektor Primer 5.3. 54, £ Kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini 8. Persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan pengaturan tertontu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya, h. Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. i, Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan scharusnya tidak diiz- inkan pada jam sibuk, i. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, Jampu pengatur lalu lintas dan lampu penerangan jalan, k. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendal: dari jalan arteri primer. 1. Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan uniitk srpeda dan kendaraan lambat lainnya, Jalan Lokal Primer a. Jalan lokal primer dalam kota merupakan terusan jalan lokal primer Inar kota. b, Jalan lokal primer melalui atau menuju kawasan pri lainnya, er atan jalan primer ¢. Jalan lokal primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua putuh) km per jam. 4. Kendsraan angkutan barang dan bus dapat di kan melalui jalan ini ¢. Lebar badan jalan lokal primer tidak kurang dari (enam) meter (Gambar 7) Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah pada sistem primer. Jalan Arteri Sekunder a, Jalan arteri sckunder menghubungkan: i, _kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu. ii, antar kawasan sekunder kesatu. ili. kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua, iv. jalan arteri/kolektor primer dengan kawasan sckunder kesntu. b. Jalan arteri sckunder dirancang berdasarkan kecepatan rencana pal tendah 30 (tiga puluh) km per jam. ©. Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 (delapan) meter (Gambar 8) 4. Lalu lintas cepat pada jalan arteri sckunder tidak boleh tergangrru ool lato lintas Inmbat. e. Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 50 meter. 15 55. 5.6, f Kendaraan angkutan barang ringan dan bus untuk pelayanan kota dapat diizinkan melalui jalan ini &. Persimpangan pada jalan arteri sekunder diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya. kapasitas sama atau lebih besar dari h. Jalan arteri sekunder mempuny. volume lalu lintas rata-rata. i. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diizinkan pada jam sibuk i: Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur Ialu lintas, lampu jalan dan lain-lain k. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling besar dari sistem sekunder yang lain, |, Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya. m. Jarak selang dengan kelas jalan yang sejenis lebih besar dar dengan kelas jalan yang lebih rendah. ak selang Jalan Kolektor Sckunder a. Jalan kolektor sekunder menghubungkan: i. antar kawasan sckunder kedua. ii, kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketigea b. Jalan kolektor sekunder dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) km per jam ¢. Lebar badan jalan koiektor sckunder tidak kurang dari 7 (tujth) meter (Gambar 9), d. Kendaraan angkutan barang berat tidak diizinkan melalui fungsi jalan ini di daerah pemukiman, e. Lokasi parkir pada badan jalan dibatasi £ Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup & Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari sistem primer dan arteri sckunder. Jalan Lokal Sckunder a. Jalan lokal sekunder menghubungkan: i, antar kawasan sekunder ketiga atau dibawahnya. ji, kawasan sekunder dengan perumahan. b. Jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling ren 10 (sepuluh) km per jam. ¢. Lebar badan jalan lokal sekunder tidak kurang dari 5 (lima) motor (Gambar 10), 16 + iv d 0,75, 4,5 m 0,75 BAHU! JALUR LALU LINTAS - BAHU Gamber 7: Penampang Tipikal Jalan Lokal Primer 17 1 be “Hee ot 6s 4 {p+ yj_8 bot J | valu atte SEPARATOR THOTOAR SaMING T ALU LINTAS Kondisi minimum ideal TALU UINTAS ° BADAN JALAN Kondisi minimum Gambar 9; Penampang Tipikal Jalan Kolektor Sekunder 4. Kendaraan angkutan barang berat dan bus tidak diizinkan melalui fungsi ja lan inidi dae-rah pemukiman, & Besamya alu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah di- bandingkan dengan fungsi jalan yang lain. PENUTUP Buku panduan ini telah memberikan arahan secara teknis dalam mempersiapkan Penetapan klasifikasi fungsi jalan. Selanjutnya hal-hal yang perludiperhatikan adnlah 6.1 6.2, Penetapan ruas-ruas jalan menurut peranannya dalam sistem Jaringsn jalan primer dan jalan arteri sekunder dilakukan secara berkala sch Menteri Peker- {fan Umum setolah mendengar pendapat Menteri Perhubungan seein dengan tingkat perkembangan wilayah yang telah dicapai Penetapan ruas-ruas jalan menurut peranannya dalam sistem Jaringan jalan sekunder kecuali jalan arteri sekunder dilakukan soearn berkala oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, atas usul Bupaty/Walikotn Madya Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan dengan memperhatiken Petunjuk Menteri Peker- Gan Umum dan Menteri Perhubungen sesuai dengan tinghat perkembangan kawasan kota yang telahd icapai, Kiranya dapat disimpulkan bahwa data utama yang perlu disimpulkan dan beberapa faktor khusus yang perlu Gipertimbangkan untuk mene- fapkan klasifikasi fungsi jalan meliputi: a. Peta jaringan jalan. b. Peta tata guna lahan, baik untuk keadaan sekarang maupun rencana Pongembangannya di masa mendatang yang discrini dengan inne muasi lebih lengiap mengenai potensi aictivilas-aktivit perdagangan, Pergudangan, perkantoran, industri, pondidikan serta jasa-jasa lain balk ‘yang bersifat regional maypun lokal. (Untuk mengurangi kori ancy vee ansportasi dan fata guna tahun, keseimbengar/kesesuaian antara Fungel javingan jalan denen tata guna lahan pertu dipenuhiiy © Volume kendaraan sesuai dengan jenisnya, (Meskipun volume alu lintas bergantung kepada beberapa faktor, lapi secara umum dapat dikatakan bahwa makin ting volume Lalu lintas pada suatu ruas jalan makin tinggi pula Klass jalan te- icbut. Sebagai contoh bahwa volume lalu lintas bukan sata atunya kiteria yang digunakan adalah scbagai berikut; annie ruas jalan Jang melayani volume lalu lintas yang rendah dan berdasarleay ce tome ini bisa digolongkan pada jalan lokal seharvanys a lah jalan arieni sekundor jikalau jalan tersebut melayani kenderonn-hewrnn an berat dan hanya saiu-satunya runs jalan yang menghubungkan alan arteri. Scbalikaya, jalan-jalan yang member. akses ke daerah parkir suatu pusat pertokoan dan melayani tala lintas yang ‘nee Udak bisa digolongkan sebagai jalan arlert sekundor) d. Lebar jalan, rambu-rambu lalu lintas serta fasililas parkir kendarann e. Rute kendaraan umum bis dan bema serta truk 20 6.4. £. Proporsi lalu lintas menerus pada jalan-jalan utama. g. Rencana induk kota. h. Data pendukung lain yang tersedia. Didalam menentukan klasifikasi fungsi jalan, pedoman utama yang harus diikuti adalah pasal 3 dan pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia tentang jalan serta pasal 4 sampai pasal 12 Peraturan Peme- rintah Republik Indonesia No. 26 tahun 1985 tentang jalan. Isi pedoman utama ini telah dijabarkan pada Bab pengertian. 21 am im 2m ‘TROTOAR JALUR LALU LINTAS Kondisi Minimum Ideal BAHU p2Sm jo 4.6m pane JALUR LALU LINTAS. a BADAN JALAN Kondisi Minimum Gambar 10, Penampang Tipikal Jalan Lokal Sekunder pp Lampiran STRUKTUR KAWASAN SEKUNDER Hirarki Pusat Pelayanan Penduduk Pendukung Jenis Sarana 1.000.600 F22 Fi 5 - 480.000- 1.000.000 F200 F21 : 120.000- 480.000 1.Balai Kotu 2.Gedung Kesenian 3.Bioskop 4.Mesjid 5.Gedung serbaguna 6.Perpustakaan 7.Parkir 8.Kantor Polisi 9.Kantor Pos 10.Kantor Telepon 11. Kantor PAM 12.Kantor PLN 13.Peribadatan lainnya 14.Pusat Perbelanjaan 15.Akademi/Perti L.Taman/Tempat mainvolah raga 2. Pusat Perbelanjaan 3.Rumah Sakit 4.Gedung serbaguna 5.Bioskop 6.Gedung kesenian T.Parkir 8.Kantor Wilayah 9.Kantor Polisi 10.Pos Pemadam Kebakaran 1L.Kantor Telepon 12.Pelayanan Umum dan Rekreasi 1. Tamand/tempat main olahraga SLA Pusat Perbelanjaan . Puskesmas + B. Pertemuan 5. Gedung serba- guna Mesjid Parkir Kantor Keeamatan Kantor Polisi Kantor Pos AEN Seana 23 Penduduk Pendukung. Jenis Sarana P24 F.23 F22 F21 Fad F23 F22 30.000 - 120.000.- 2.506 - 30,000 11, Pos Pemadam Kebakaran 12. Kantor Telepon 13. Pelayanan Umum dan Rekreasi 1. Taman/tempat main/ olahraga 2. SLP (2'session) 3. BKIA + Session) 3. BIA + R. Bersalin 4. nusat Perbelanjaan 5. Puskesmas + B. Pertemuan 6. Apotik 7. Gedung serbnguna 8. Masjid 9. Bioskop 10. Parkir 11, Kantor Lingkungan 12. Kantor Polisi 13, Kantor Pos 14, Pos Pemadam Kebaklaran LTaman/tempat main/olah 3.S.D. (2 session) 4.Pertokoan 5.Langgar 6.Balai Pertemuan ‘TLParkir 8.Pelayanan Umum dan Rekreasi terangan: SSRGER Kota Metropolitan Kota Besar Kota Sedang Kota Kecil Kawasan Sekunder I Kawasan Sekunder IT Kawasan Sekunder III Kawasan Sekunder IV Kawasan Sekunder V 24

You might also like