You are on page 1of 10

Penel Gizi Makan 2012, 35(1): 13-22 Profil gelatinisasi beberapa formula tepung-tepungan N.

Imanningsih

PROFIL GELATINISASI BEBERAPA FORMULASI TEPUNG-TEPUNGAN


UNTUK PENDUGAAN SIFAT PEMASAKAN
(GELATINISATION PROFILE OF SEVERAL FLOUR FORMULATIONS
FOR ESTIMATING COOKING BEHAVIOUR)

1
Nelis Imanningsih

ABSTRACT
The combination of starch from various sources, salt and protein, are the basic formulation often found in the
Indonesian traditional food. The different composition of amylopectine-amylose and the interactions among
the ingredients in the formulation, determines pasting properties in order gain a suitable texture
characteristics. The aim of the research is to study the interactions of severals kinds of flours with water,
white egg protein, and salt and its influences to the cooking behaviour of semi-solid food. There are four
formulations for each kind of flour (rice, glutenniuos rice, wheat and cassava) that are: (1) water: flour = 25 : 3
g; (2) water : flour : salt = 25 : 3 : 0.28 g; (3) water : flour : albumen = 25 : 3 : 0.3 g; and (4) water : flour :
salt : albumen = 25 : 3 : 0.28 : 0.3 g. The flours are analysed for proximate, particle size distribution and
amylose-amylopectine composition. Pasting behaviour is measured using Rapid Visco Analizer (RVA) to
determine peak viscosity, peak temperature, and peak time gelatinisation. Rice, glutinous rice, wheat and
cassava flours have different gelatinization profiles that depend on starches structural origin and amylose and
amylopectin composition. Wheat flour has the lowest peak viscosity among four type of flour examined,
whether cassava flour has the highest. Salt in starch-water system delays peak time. Egg white protein raises
peak viscosity of starches, the addition of salt and egg white protein simultaneously into the system increases
peak viscosity and causes the peak occurs earlier. In food processing, tapioca flour can be used to give
viscosity at short time cooking but it could not give a sufficient viscosity to the cold products. Rice flour needs
a long time cooking to give a suitable viscosity to the products, however this viscosity can hold well in cold
temperature.

Keywords: flour, salt, protein, gelatinisation, viscosity

ABSTRAK
Kombinasi berbagai macam tepung dengan garam dan protein putih telur merupakan formulasi dasar yang
banyak dijumpai pada makanan tradisional Indonesia. Komposisi amilopektin-amilosa yang berbeda serta
adanya interaksi bahan di dalam formula sangat menentukan sifat pemasakan untuk mendapatkan
karakteristik tekstur yang diinginkan. Untuk mempelajari interaksi beberapa jenis tepung dengan air, protein
putih telur dan garam serta pengaruhnya terhadap sifat pemasakan makanan semi-solid. Ada empat
formulasi untuk setiap jenis tepung (beras, beras ketan, terigu dan tapioka), yakni: (1) air : tepung = 25 : 3 g;
(2) air : tepung : garam = 25 : 3 : 0,28 g; (3) air : tepung : protein putih telur = 25 : 3 : 0,3 g; dan (4) air,
tepung, garam, protein putih telur = 25 : 3 : 0,28 : 0,3 g. Tepung-tepungan dianalisis kandungan proksimat,
distribusi ukuran partikel dan komposisi amilosa-amilopektinnya. Sifat pemasakan diuji dengan menggunakan
Rapid Visco Analizer (RVA) untuk menentukan viskositas, suhu dan waktu puncak terjadinya gelatinisasi.
Tepung beras, beras ketan, terigu dan tapioka memiliki sifat gelatinisasi berbeda yang berhubungan dengan
struktur pati dan komposisi amilosa-amilopektin. Tepung terigu memiliki viskositas puncak yang paling
rendah, sementara tepung tapioka tertinggi. Adanya garam akan menunda waktu terjadinya gelatinisasi.
Protein putih telur meningkatkan viskositas puncak, dan adanya garam dan protein putih telur secara
bersamaan meningkatkan viskositas puncak dan menyebabkan viskositas puncak ini terjadi dengan lebih
cepat. Dalam pengolahan pangan, tepung tapioka dapat digunakan untuk memberi kekentalan pada waktu
pemasakan yang singkat, tetapi kurang dapat memberikan kekentalan yang cukup pada produk yang dingin.
Tepung beras memerlukan waktu pemasakan yang cukup lama untuk memberikan kekentalan yang baik
pada produk, tetapi kekentalan ini dapat bertahan baik pada suhu yang dingin. [Penel Gizi Makan 2012,
35(1): 13-22]

Kata kunci: tepung, garam, protein, gelatinisasi, viskositas

1 Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Litbangkes, Kemenkes R.I. Jl. Percetakan Negara 29 Jakarta

e-mail: n.karyadi@yahoo.com

13
Penel Gizi Makan 2012, 35(1): 13-22 Profil gelatinisasi beberapa formula tepung-tepungan N. Imanningsih

PENDAHULUAN dari sejumlah besar makanan tradisional


Indonesia, seperti bakwan, bolu kukus, putu

P ati merupakan komponen utama yang


membentuk tekstur pada produk
makanan semi-solid. Jenis pati yang
berbeda akan memiliki sifat yang berbeda
dalam pengolahan. Sifat-sifat ini dapat
ayu dan lain-lain. Tepung tapioka merupakan
tepung yang berasal dari umbi yang banyak
digunakan di Indonesia. Tepung ini
diproduksi dari umbi tanaman singkong,
mengandung 90 persen pati berbasis berat
diaplikasikan pada pengolahan pangan
kering. Tepung tapioka banyak digunakan
untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan
untuk membuat makanan tradisional, seperti
gizi, teknologi pengolahan, fungsi, sensori
ongol-ongol, pempek, tiwul, dan tekwan.
dan estetika. Sifat thickening (mengentalkan)
Jumlah fraksi amilosa-amilopektin
dan gelling (pembentuk gel) dari pati
sangat berpengaruh pada profil gelatinisasi
merupakan sifat yang penting dan dapat
pati. Amilosa memiliki ukuran yang lebih
memberikan karakteristik sensori produk
kecil dengan struktur tidak bercabang.
yang lebih baik. Sifat-sifat ini memiliki efek
Sementara amilopektin merupakan molekul
teknologi dan fungsi yang penting dalam
berukuran besar dengan struktur bercabang
proses, baik di tingkat industri maupun
1 banyak dan membentuk double helix. Saat
persiapan makanan di dapur.
pati dipanaskan, beberapa double helix
Formulasi makanan berbahan dasar
fraksi amilopektin merenggang dan terlepas
pati dan tepung sangat umum ditemukan
saat ada ikatan hidrogen yang terputus. Jika
pada makanan tradisional Indonesia. Tepung
suhu yang lebih tinggi diberikan, ikatan
dan pati yang umum digunakan berasal dari
hidrogen akan semakin banyak yang
beras, ketan, terigu dan singkong. Pada
terputus, menyebabkan air terserap masuk
formulasi dasar makanan tradisional, pati
ke dalam granula pati. Pada proses ini,
dan tepung sering dikombinasikan dengan
molekul amilosa terlepas ke fase air yang
garam dan protein telur. Komposisi tertentu
menyelimuti granula, sehingga struktur dari
dari jenis pati yang berbeda dan interaksi
granula pati menjadi lebih terbuka, dan lebih
antar-bahan merupakan hal penting yang
banyak air yang masuk ke dalam granula,
menentukan sifat pemasakan dan karakter
menyebabkan granula membengkak dan
tekstur dari suatu makanan. Oleh karena itu
volumenya meningkat. Molekul air kemudian
pengetahuan tentang interaksi bahan sangat
membentuk ikatan hidrogen dengan gugus
diperlukan untuk mengembangkan desain
hidroksil gula dari molekul amilosa dan
proses dalam rangka mendapatkan tekstur
amilopektin. Di bagian luar granula, jumlah
yang diinginkan atau memprediksi
air bebas menjadi berkurang, sedangkan
perubahan tekstur dengan perubahan
jumlah amilosa yang terlepas meningkat.
komposisi bahan.
Molekul amilosa cenderung untuk
Berbagai macam tepung atau pati
meninggalkan granula karena strukturnya
memberikan sifat yang berbeda pada bahan
lebih pendek dan mudah larut. Mekanisme
makanan. Tepung beras membentuk tekstur
ini yang menjelaskan bahwa larutan pati
yang lembut, tetapi tidak lengket saat 4
yang dipanaskan akan lebih kental.
dimasak. Pati beras memberikan tampilan
Efek tunggal dari bahan-bahan
opaque atau tidak bening setelah proses
(ingredients), seperti protein atau garam,
pemasakan. Contoh produk semi-solid yang
terhadap sifat-sifat reologi telah dipelajari,
menggunakan tepung beras sebagai bahan
tetapi hanya sedikit studi yang menyediakan
utama adalah bubur sum-sum, es cendol,
informasi mengenai interaksi dari bahan-
palu butung dan kue pisang. Tepung beras
bahan ini di dalam suatu formulasi makanan.
ketan adalah tepung yang terbuat dari
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
kultivar beras yang mengandung sejumlah
mempelajari interaksi beberapa jenis pati
besar amilopektin. Pada kue-kue tradisional
dan tepung dengan air, protein putih telur
Indonesia, tepung ketan digunakan untuk
dan garam serta pengaruhnya terhadap sifat
menghasilkan produk-produk yang kenyal
pemasakan makanan semi-solid.
dan agak lengket, seperti kelepon, lumpang,
Pengetahuan ini diperlukan untuk membuat
bugis dan kue lapis. Tepung ketan memiliki
pemodelan karakteristik reologi dan desain
viskositas yang lebih tinggi dan memiliki
proses dari makanan tradisional Indonesia.
granula pati yang berukuran lebih kecil
2
dibandingkan dengan tepung beras. Pati
METODE
gandum memiliki viskositas suhu panas yang
rendah dan menghasilkan gel berwarna Jenis tepung sumber pati dipilih
3
opaque dan mudah putus. Walaupun berdasarkan penggunaan terbanyak dalam
gandum bukan tanaman asli Indonesia, makanan tradisional Indonesia, yaitu tepung
tetapi tepung terigu merupakan bahan baku beras, tepung beras ketan, tepung terigu dan

14
Penel Gizi Makan 2012, 35(1): 13-22 Profil gelatinisasi beberapa formula tepung-tepungan N. Imanningsih

tepung tapioka. Bahan untuk formulasi lalu ditingkatkan secara perlahan sampai
adalah garam dan protein putih telur. mencapai suhu gelatinsasi pati, yaitu suhu di
Tepung-tepungan dianalisis komposisi mana granula pati mulai membengkak dan
kimianya meliputi kadar air, abu, protein, viskositas meningkat. Peningkatan suhu dan
lemak, karbohidrat, pati, dan fraksi amilosa viskositas ini dikenal dengan istilah suhu
5
dan amilopektin di dalam pati. puncak dan viskositas puncak (peak
Distribusi ukuran granula pati (particle viscosity). Ketika sebagian besar granula
size distribution) diukur dengan pati membengkak, terjadi peningkatan yang
menggunakan ayakan bertingkat dengan cepat pada viskositas. Fase ketiga, saat
ukuran 600 µm, 425 µm, 250 µm dan 125 temperatur-tetap meningkat dan pengadukan
µm yang disusun berturut-turut dari atas ke terus dilakukan (holding), granula pati akan
bawah. Pati atau tepung dimasukkan melalui pecah dan amilosa keluar dari granula ke
ayakan di bagain atas yang berukuran paling cairan, yang menyebabkan viskositas
besar, kemudian ayakan digoyang, hingga menurun. Pada fase keempat, campuran
pati turun ke bagian dasar. Jumlah pati yang kemudian didinginkan, yang menyebabkan
tertinggal pada masing-masing ayakan asosiasi kembali antara molekul-molekul pati
ditimbang, dan dihitung persentasenya. (setback), sehingga terbentuklah gel dan
Sifat pemasakan dari beberapa viskositas kembali meningkat hingga
7
macam tepung diamati dan dibandingkan mencapai viskositas akhir.
dengan menggunakan alat Rapid Visco Penelitian ini memiliki desain
analyzer (RVA) untuk mengevaluasi sifat- eksperimen rancangan acak lengkap. Jenis
sifat gelatinisasi pati selama proses tepung yang diteliti meliputi tepung beras,
pemasakan. Tepung ditimbang sebanyak 3 tepung beras ketan, tepung terigu dan pati
g, kemudian ditambahkan air sebanyak 25 g tapioka. Ada empat formulasi untuk setiap
dan dipanaskan di dalam tabung aluminium jenis tepung yang diuji, yakni formulasi
yang dilengkapi dengan kayuh (impeller) tepung dan air; formulasi tepung, air dan
plastik. Sampel diperlakukan sesuai program garam; formulasi tepung, air dan protein;
suhu dan waktu yang telah diatur, yakni serta formulasi tepung, air, garam dan
pemanasan, sampai diperoleh viskositas protein. Komposisi garam dihitung 1 persen
puncak, penahanan selama lima menit, dan dari total berat air dan tepung. Protein putih
pendinginan. Program ini ditujukan untuk telur ditambahkan sebanyak 10 persen dari
meniru kondisi pemasakan yang banyak berat tepung. Komposisi formula yang duji
6
dijumpai pada proses sehari-hari. adalah sebagai berikut: (1)perbandingan air :
RVA mengukur apparent viscosity tepung = 25 : 3 g; (2) perbandingan air :
berdasarkan rasio antara shear stress dan tepung : garam = 25 : 3 : 0,28 g;
shear rate (  /  ). Apparent viscosity (3) perbandingan air : tepung : putih telur =
berubah seiring dengan fungsi temperatur, 25 : 3 : 0,3 g; dan (4) perbandingan air :
gesekan, waktu dan jenis sampel. Data tepung : garam : putih telur = 25 : 3 : 0,28 :
apparent viscosity diperoleh pada tingkat 0,3 g. Seluruh formulasi tersebut didasarkan
gesekan yang berbeda, berupa jumlah atas berat kering.
putaran per menit (rpm). Data ini dapat Untuk menentukan pengaruh jenis
digunakan untuk mengkarakterisasi sifat dari tepung dan formulasi, dilakukan Analisis of
7
larutan pati. Kurva yang dihasilkan oleh Variant (ANOVA) dan uji lanjut Least
RVA memiliki karakteristik yang sangat khas. Significant Different (LSD).
Sumbu x pada kurva ini adalah waktu,
sedangkan sumbu y adalah viskositas HASIL
(mPas). Selama pengukuran, cairan Komposisi Bahan
dipanaskan sambil diaduk. Gaya tahan Kadar air tepung pada umumnya di
cairan terhadap baling-baling pemutar diukur bawah 12 persen (basis basah), kecuali
sebagai viskositas. tepung tapioka. Kadar air merupakan faktor
Ada fase-fase dalam pengukuran yang sangat penting karena perhitungan
dengan menggunakan RVA. Pada fase perbandingan tepung dan air untuk
pertama kurva, suhu masih berada di bawah pengukuran RVA menggunakan basis
suhu gelatinisasi pati, sehingga viskositas kering.
yang terukur rendah. Pada fase kedua, suhu

15
Penel Gizi Makan 2012, 35(1): 13-22 Profil gelatinisasi beberapa formula tepung-tepungan N. Imanningsih

Tabel 1
Komposisi Beberapa Jenis Tepung yang Digunakan untuk Formulasi
Sampel Kadar Abu Protein Lemak Karbohidrat Pati Amilosa Amilopektin
air % % % % % % dari % dari
% pati pati
Tepung beras 11,38 0,34 6,98 1,00 80,30 67,68 11,78 88,22
Tepung beras 11,05 0,29 6,61 1,00 81,05 63,31 0,88 99,11
ketan
Tepung terigu 11,97 0,72 10,30 1,60 75,41 60,33 10,23 89,77
Tepung tapioka 13,71 0,18 6,98 1,00 78,13 65,26 8,06 91,94

Fraksi pati di dalam tepung-tepungan yang sangat tinggi. Dari hasil analisis
ini tidak terlalu berbeda satu sama lain, yaitu diketahui bahwa kadar amilopektin beras
ada pada kisaran 60-68 persen basis basah. ketan pada fraksi patinya di atas 99 persen,
Namun, komposisi amilosa dan amilopektin sementara tepung beras, terigu dan tapioka
di dalam tepung-tepungan ini cukup memilki komposisi amilopektin sekitar 88-92
berbeda. Beras ketan merupakan kultivar persen dari fraksi patinya (Tabel 1).
beras yang memiliki komposisi amilopektin

Tabel 2
Persentase Jumlah Partikel yang Tersisa pada Ayakan
Jenis Tepung 600 μm 425 μm 250 μm 125 μm Dasar
% % % % %
Beras 1,05 0,57 0,57 65,63 30,76
Beras Ketan 0,09 0,38 3,60 77,17 18,20
Terigu 0,30 0,27 0,13 50,80 48,94
Tapioka 0,18 0,13 0,18 19,67 78,33

Ukuran Partikel persen. Tepung tapioka memiliki diameter


Proporsi terbesar (lebih dari 60%) partikel yang paling kecil dibandingkan
partikel beras dan beras ketan memiliki dengan tepung lain yang diuji dalam
ukuran diameter 125-250 μm. Distribusi penelitian ini. Sebanyak 80 persen dari
partikel tepung terigu yang berada dalam partikelnya memiliki ukuran lebih kecil dari
kisaran 125-250 μm sebesar 50,8 persen, 125 μm (Tabel 2).
dan yang kurang dari 125 μm sebesar 48,9

Tabel 3
Hasil ANOVA Jenis Tepung terhadap Viskositas, Suhu dan Waktu Puncak
Variabel SS df MS F F crit Keterangan
Viskositas Puncak 73259435,42 3 24419811,81 370,51 2,80 sig
Suhu Puncak 3887,33 3 1295,78 211,68 2,80 sig
Waktu Puncak 202,86 3 67,62 1992,39 2,80 sig

Profil Gelatinisasi Tepung puncak. Nilai F hitung dari jenis tepung lebih
Hasil ANOVA pada Tabel 3 tinggi dari F kritis. Selanjutnya dilakukan
menunjukkan bahwa jenis tepung sangat analisis lanjut untuk mengetahui apakah
memengaruhi viskositas puncak, temperatur pengaruh tersebut berbeda untuk setiap
puncak dan waktu untuk mencapai viskositas jenis tepung (Tabel 3).

16
Penel Gizi Makan 2012, 35(1): 13-22 Profil gelatinisasi beberapa formula tepung-tepungan N. Imanningsih

Tabel 4
Perhitungan Uji Lanjut LSD Perbedaan Jenis Tepung terhadap Viskositas,
Suhu dan Waktu Puncak
Variabel Terikat Jenis Tepung Nilai Tengah Keterangan*
VISKOSITAS PUNCAK Tapioka 5387,94 a
(mPas) Beras Ketan 3996,25 b
Beras 3713,88 c
Terigu 2375,25 d
TEMPERATUR PUNCAK Beras 85,39 a
(ºC) Terigu 82,38 b
Tapioka 69,56 c
Beras Ketan 67,47 d
WAKTU PUNCAK Beras 9,97 a
(menit) Terigu 8,90 b
Tapioka 6,05 c
Beras Ketan 5,87 d
* Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata

Hasil uji lanjut LSD menunjukkan, 8,9 menit, dan tepung beras pada 9,97
viskositas puncak, temperatur puncak dan menit.
waktu puncak keempat jenis tepung berbeda Tepung beras ketan tergelatinisasi
satu sama lain. Tepung tapioka memiliki pada suhu yang lebih rendah dibandingkan
viskositas puncak yang paling tinggi dengan tepung lainnya. Suhu terjadinya
dibandingkan dengan ketiga jenis tepung gelatinisasi pada tepung ini adalah 67,47ºC.
lainnya, yakni 5387,94 mPas, diikuti oleh Sementara suhu terjadinya gelatinisasi pada
tepung beras ketan 3996,25 mPas, dan tepung tapioka, tepung terigu dan tepung
tepung beras 3713,88 mPas. Tepung terigu beras berturut-turut adalah pada 69,56ºC,
memiliki viskositas puncak yang paling 82,38ºC dan 85,39ºC.
rendah dengan nilai rata-rata 2375,25 mPas Pengaruh formulasi dianalisis dengan
(Tabel 4). perhitungan ANOVA, seperti pada Tabel 5.
Waktu yang dibutuhkan tepung beras Diketahui bahwa F hitung dari formulasi lebih
ketan untuk tergelatinisasi sempurna paling besar daripada nilai F kritis, sehingga dapat
cepat dibandingkan dengan tepung lainnya. disimpulkan bahwa paling sedikit terdapat
Hal ini diindikasikan dengan waktu puncak, dua jenis formulasi yang menyebabkan
yaitu pada 5,87 menit. Sementara untuk perbedaan viskositas puncak, suhu puncak
tergelatinisasi sempurna, tepung tapioka dan waktu puncak dengan tingkat
memerlukan waktu 6,05 menit, tepung terigu kepercayaan 95 persen.

Tabel 5
Perhitungan ANOVA Efek Formulasi terhadap Viskositas,
Suhu dan Waktu Puncak
Variabel SS df MS F P-value F kritis Keterangan
Viskositas
puncak 50151537,17 3 16717179,06 253,642 1,98E-29 2,798 sig
Suhu puncak 142,42 3 47,47 7,755 0,000253 2,798 sig
Waktu puncak 8,66 3 2,89 85,042 3,19E-19 2,798 sig

Selanjutnya tes ANOVA menunjukkan memberikan pengaruh paling tinggi,


bahwa interaksi antara formulasi dan jenis dilakukan analisis Least Significant
tepung juga memengaruhi perubahan pada Difference (LSD), seperti disajikan pada
viskositas, suhu dan waktu puncak. Untuk Tabel 6 berikut ini.
mengetahui jenis tepung dan formulasi yang

17
Penel Gizi Makan 2012, 35(1): 13-22 Profil gelatinisasi beberapa formula tepung-tepungan N. Imanningsih

Tabel 6
Perhitungan LSD Perbedaan Efek Formulasi terhadap Viskositas,
Suhu dan Waktu Puncak
Variabel Terikat Formulasi Mean Keterangan*
VISKOSITAS PUNCAK
(mPas) F4 5396,13 a
F3 3475,81 b
F2 3330,75 bc
F1 3270,63 c
SUHU PUNCAK (ºC) F2 78,62 a
F1 75,97 bc
F3 75,64 c
F4 74,56 d
WAKTU PUNCAK (min) F2 8,19 a
F4 7,91 b
F3 7,37 c
F1 7,32 c
* Huruf yang berbeda mengindikasikan perbedaan yang nyata

Analisis LSD juga membuktikan bahwa BAHASAN


penambahan garam (F2) tidak meningkatkan
Setiap jenis pati memiliki karakteristik
viskositas puncak secara bermakna, tetapi
gelatinisasi (puncak, waktu dan suhu) yang
dapat menunda waktu puncak dan
berbeda-beda. Gelatinisasi dan sifat
meningkatkan suhu puncak. Penambahan
pembengkakan dari setiap jenis pati
protein putih telur (F3) dapat meningkatkan
sebagian dikontrol oleh struktur amilopektin,
viskositas puncak, menurunkan suhu
komposisi pati, dan arsitektur granula. Ketika
puncak, tetapi tidak menunda waktu puncak.
pati dipanaskan bersama air berlebih di atas
Penambahan garam dan protein putih telur
suhu gelatinisasinya, granula pati yang
secara bersamaan (F4) meningkatkan
memiliki kandungan amilopektin lebih tinggi
viskositas puncak, menurunkan suhu, dan
akan membengkak lebih besar dibandingkan
menunda waktu puncak.
dengan yang memiliki kandungan yang lebih
rendah.

90
80
70
60
persentase (%)

50
40
30
20
10
0
600 425 250 125 DASAR
-10
um

Tp Beras Tp Ketan Tp Terigu Tp Sagu

Gambar 1
Distribusi Ukuran Partikel pada Setiap Jenis Tepung

18
Penel Gizi Makan 2012, 35(1): 13-22 Profil gelatinisasi beberapa formula tepung-tepungan N. Imanningsih

Jenis tepung yang berbeda memiliki dalam setiap jenis tepung yang digunakan
distribusi pertikel yang berbeda. Ukuran dalam penelitian ini, tidak ada ukuran partikel
partikel memegang peran penting dalam yang lebih besar dari 250 μm. Sejumlah kecil
pembasahan tepung dan penyerapan air partikel yang tersisa di atas ayakan bukan
pada tepung. Makin besar ukuran partikel, dikarenakan ukuran partikelnya lebih besar
maka luas permukaannya akan semakin daripada lubangnya, tetapi karena partikel
kecil, sehingga air memerlukan waktu yang tersebut saling menempel dan menyumbat
lebih lama untuk diabsorpsi ke dalam partikel lubang dari ayakan, sehingga terhitung
pati. Sebaliknya, ukuran partikel lebih kecil sebagai ukuran partikel yang lebih besar dari
125 μm (Gambar 1).
4
akan meningkatkan laju hidrasi tepung. Di

6000

5000

4000

3000

2000

1000

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
-1000

Tp Ketan Tp Tapioka Tp Beras Tp Terigu

Gambar 2
Sifat Gelatinisasi Beberapa Jenis Tepung

8
Dari kurva RVA yang disajikan pada ukuran granular pati. Di samping itu,
Gambar 2, dapat diketahui bahwa profil perbedaan sifat gelatinisasi juga dikarenakan
3
gelatinisasi keempat jenis tepung berbeda distribusi berat granula pati. Makin besar
satu sama lain. Tepung tapioka memiliki berat molekul, maka gelatinisasi akan terjadi
viskositas puncak yang paling tinggi pada suhu yang lebih rendah dibandingkan
dibandingkan dengan tepung lainnya dan dengan yang berat molekulnya lebih rendah.
memiliki waktu gelatinisasi yang lebih cepat Contoh, pati serealia memiliki berat molekul
dibandingkan dengan tepung beras dan yang lebih rendah dibandingkan dengan pati
tepung terigu, tetapi hampir bersamaan umbi-umbian, sehingga suhu terjadinya
dengan tepung beras ketan. Tepung terigu gelatinisasi tepung beras lebih rendah
memiliki viskositas puncak yang paling dibandingkan dengan tepung tapioka.
rendah dibandingkan dengan ketiga jenis Saat larutan pati dipanaskan di atas
tepung lainnya. Nilai viskositasnya empat temperatur gelatinisasinya, pati yang
kali lebih rendah dibandingkan dengan jenis mengandung amilopektin lebih banyak akan
tepung lainnya. Tepung beras memiliki waktu membengkak lebih cepat dibandingkan
8
terlama untuk mencapai viskositas puncak. dengan pati lain. Teori ini dapat
Akan tetapi, tepung ini memiliki nilai menjelaskan fenomena profil gelatinisasi dari
viskositas tertinggi pada fase suhu rendah beras ketan. Beras ketan merupakan jenis
(set-back). tepung dalam penelitian ini yang
Setiap jenis tepung memiliki mengandung amilopektin dengan komposisi
karakteristik gelatinisasi yang berbeda-beda. sebesar 99,11 persen dari fraksi patinya.
Sifat gelatinisasi dan pembengkakan dari Sesuai dengan teori tersebut, beras ketan
suatu pati, salah satunya ditentukan oleh memiliki gelatinisasi yang paling cepat,
struktur amilopektin, komposisi pati dan dengan suhu paling rendah. Sebaliknya,

19
Penel Gizi Makan 2012, 35(1): 13-22 Profil gelatinisasi beberapa formula tepung-tepungan N. Imanningsih

tepung-tepungan dengan kandungan ion asam lemah, dan kation cenderung untuk
amilosa yang lebih tinggi, seperti tepung melindungi dan menstabilkan struktur
beras dan tepung terigu, memerlukan granula, sedangkan anion berperan sebagai
temperatur yang lebih tinggi agar patinya agen gelatinisasi yang dapat memutuskan
10
tergelatinisasi. ikatan hidrogen. Saat garam (sodium
Adanya air pada formula dapat klorida) ditambahkan ke dalam pati yang
menyebabkan terjadinya ikatan hidrogen terlarut di dalam air, beberapa gugus alkohol
antara gugus hidroksil pada pati dengan di dalam granula pati berubah menjadi gugus
molekul air. Ikatan ini menggantikan ikatan- natrium alkoholat. Gugus ini dapat
ikatan hidrogen antara rantai pati, sehingga berdisosiasi dengan lebih baik, sehingga
9
akan mengakibatkan disosiasi ikatan pati. menghasilkan Donnan potential yang
Pada formula 2 di seluruh tepung, membuat granula pati seperti memiliki
penambahan 1 persen garam dapat lapisan ganda kation. Lapisan-lapisan kation
menunda suhu puncak gelatinisasi dan ini menurunkan difusi ion klorida, yang
meningkatkan suhu gelatinisasi secara merupakan anion yang memicu gelatinisasi.
bermakna. Oleh karenanya, untuk membuat ikatan
Peningkatan suhu gelatinisasi dapat hidrogen putus dan menimbulkan
dijelaskan oleh teori sebagai berikut. gelatinisasi, dibutuhkan suhu yang lebih
11
Hipotesisnya, pati berperan sebagai penukar tinggi dan waktu yang lebih lama.

: Formula 1 tepung : air


: Formula 2 tepung : air : garam
: Formula 3 tepung : air : protein putih telur
: Formula 4 tepung : air : garam : protein putih telur

Gambar 3
Sifat Gelatinisasi dari Beberapa Jenis Tepung dan Beberapa Formulasi

12
Dari analisis ANOVA yang sama meningkatkan viskositas pati jagung. Efek
diketahui bahwa penambahan protein putih protein di dalam fomula makanan tergantung
telur (F3) dapat meningkatkan viskositas pada rasio amilosa-amilopektin dan jumlah
puncak secara nyata, cenderung air. Interaksi antara amilopektin dan protein
menurunkan suhu puncak (tetapi tidak terlibat dalam peningkatan viskositas. Saat
nyata), dan tidak memengaruhi waktu pati tergelatinisasi dan protein terdenaturasi,
puncak (Gambar 3). Penambahan terbentuk struktur network yang
13
konsentrat protein secara nyata menyebabkan peningkatan viskositas.

20
Penel Gizi Makan 2012, 35(1): 13-22 Profil gelatinisasi beberapa formula tepung-tepungan N. Imanningsih

Pembetukan jaring antara amilopektin dan tepung lainnya. Nilai viskositasnya empat
protein terjadi di atas suhu gelatinisasi pati kali lebih rendah dibandingkan dengan jenis
dan percabangan dari amilopektin dan akan tepung lainnya. Aplikasi pada pengolahan
berinteraksi dengan gugus hidroksil dari pangan adalah tepung terigu kurang cocok
14
molekul protein. Formula keempat memiliki digunakan sebagai bahan pembentuk
nilai viskositas yang paling tinggi kekentalan pada makanan semi-solid.
dibandingkan dengan formula lainnya. Tepung beras memiliki waktu terlama untuk
Viskositas formula ini meningkat 65 persen mencapai viskositas puncak, tetapi tepung
dibandingkan dengan kontrol (sistem pati- ini memiliki nilai viskositas tertinggi pada
air). Dari analisis dapat disimpulkan bahwa fase set-back. Aplikasinya, tepung beras
formulasi ini menyebabkan puncak viskositas memerlukan waktu pemasakan yang cukup
terjadi lebih cepat. lama untuk memberikan kekentalan yang
Formasi protein-polisakarida baik pada produk, tetapi kekentalan ini dapat
umumnya diatur oleh ikatan hidrogen dan bertahan baik pada suhu yang dingin.
interaksi elektrostatik. Adanya garam Formulasi tepung memengaruhi sifat
mengganggu muatan permukaan pemasakannya. Penambahan garam ke
makromolekul dan hal ini memengaruhi dalam sistem pati-air akan menunda waktu
tingkat interaksi antara protein dan puncak terjadinya gelatinisasi dan
polisakarida. Biasanya interaksi yang meningkatkan suhu puncak terjadinya
maksimal terjadi pada muatan yang minimal. gelatinisasi. Penambahan protein putih telur
Selain itu berat molekul dan konsentrasi meningkatkan viskositas puncak secara
relatif antara protein dan polisakarida juga nyata, cenderung menurunkan suhu puncak
memengaruhi stabilitas dan sifat fungsional (tetapi tidak nyata) dan tidak memengaruhi
15
dari kompleks protein-polisakarida. Seperti waktu puncak. Penambahan garam dan
telah didiskusikan di muka, penambahan protein putih telur secara bersamaan ke
garam menyebabkan peningkatan suhu dalam sistem, akan meningkatkan viskositas
puncak gelatinisasi. Namun, penambahan puncak dan menyebabkan viskositas puncak
protein cenderung akan menurunkan suhu terjadi lebih cepat.
puncak, walaupun secara statistik tidak
bermakna (p > 0,05). Fenomena ini karena SARAN
karbohidrat, garam dan protein berkompetisi
Penelitian ini menyediakan data umum
untuk air terbatas yang ada dalam sistem.
tentang sifat pemasakan dari formulasi
Air digunakan untuk membuat pati
makanan dengan konsentrasi yang tetap.
tergelatinisasi dan juga untuk mendenaturasi
Namun, tidak tersedia data pada konsentrasi
protein, sehingga sebelum suhu gelatinisasi
berapa bahan-bahan tersebut memengaruhi
yang seharusnya terjadi, yakni pada suhu
sifat. Oleh karena itu, diperlukan penelitian
76ºC (pada kontrol), air sudah digunakan
lanjutan untuk melihat interaksi bahan
seluruhnya, dan viskositas puncak terjadi
makanan pada konsentrasi yang berbeda.
lebih awal, sehingga pengaruh garam dalam
meningkatkan suhu gelatinisasi tidak lagi
UCAPAN TERIMA KASIH
terlihat.
Ucapan terima kasih penulis
KESIMPULAN sampaikan kepada Australia Development
Scholarship yang telah menyediakan dana
Tepung beras, beras ketan, terigu dan
sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
tepung tapioka memiliki sifat gelatinisasi
yang berbeda, tergantung pada struktur asal
RUJUKAN
dan komposisi amilosa dan amilopektinnya.
Tepung tapioka memiliki viskositas puncak 1. Rapaille A, Vanhemelrijck J. “Modified
yang paling tinggi dan waktu gelatinisasi Starches”. In: Imeson A, ed.
yang lebih cepat dibandingkan dengan Thickening and Gelling Agents for
nd
tepung lainnya, tetapi memiliki viskositas Food, 2 edition. London: Chapman
suhu rendah (set-back) yang agak rendah. and Hall, 1999. p 199-229.
Dalam pengolahan pangan, aplikasinya 2. Tadakoro “The Biological Synthesis of
adalah tepung tapioka dapat digunakan starch”. In: Manners DJ, ed. Starch
untuk memberi kekentalan pada waktu and its derivatives. London: Chapman
pemasakan yang singkat, tetapi kurang and Hall. P 66-90.
dapat memberikan kekentalan yang cukup 3. Howling D. The Influence of the
pada produk yang dingin. Tepung terigu structure of starch on its rheological
memiliki viskositas puncak yang paling properties. Food Chemistry. 1980. 6:
rendah dibandingkan dengan ketiga jenis 51-61.

21
Penel Gizi Makan 2012, 35(1): 13-22 Profil gelatinisasi beberapa formula tepung-tepungan N. Imanningsih

4. Mailhot WC, Patton JC. “Criteria of 10. Oosten BJ. Interactions between
flour quality”. In: Pomeranz Y, ed. starch and electrolytes. Starch-Stärke.
rd
Wheat Chemistry and Technology, 3 1990; 42(9): 327-330.
ed. St Paul, Minnesota: American 11. Akintayo ET, Oshodi AA, and Esuoso
Association of Cereal Chemists, 1988. KO. Effects of NaCl, ionic strength and
p 69-90. pH on the foaming and gelation of
5. AOAC. Official Methods of Analysis: pigeon pea (Cajanus cajan) protein
Cereal Foods. 1998. 32; 1-2,11. concentrates. Food Chemistry. 1996;
6. Steffe, J.F. Rheological Methods in 66: 51-56.
nd
food Processing Engineering. 2 12. Corke H and Bejosano F. Effects of
edition. East Lansing. Freeman Press. Amaranthus and Buckwheat proteins
1996. on the rheological properties of maize
7. Rapid Visco Analyzer (RVA), Manual. starch. Food Chemistry. 1999; 65:
1994. 493-501.
13. Mine Y. Recent advance in the
8. Tester RF. “Starch: the polisaccharide
understanding of egg white protein
fractions”. In: Frazier, PJ, Donald. A.M.
functionality. Trends in Food Science
Richmond, P, editors. Starch
and Technology. 1995; 6: 225-231.
Structure and Functionality. London:
14. Muhrbeck P. and Eliasson AC.
The Royal Society of Chemistry, 1997.
Rheological Properties of
p.163-169.
Protein/Starch Mixed Gels. Journal of
9. Jane, J-L. Mechanism of starch Texture Studies. 1991; 22: 317-332.
gelatinization in neutral salt solutions.
15. Damodaran S and Paraf A. Food
Starch-Stärke. 1993; 45(5): 161-166.
Proteins and Their Applicatons. New
York: Marcel Dekker. 1997.

22

You might also like