Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila Melalui Pembelajaran PKN Berbasis Kearifan Lokal Untuk Penguatan Karakter Dan Jati Diri Bangsa

You might also like

You are on page 1of 14

2

REVITALISASI NILAI-NILAI PANCASILA MELALUI


PEMBELAJARAN PKn BERBASIS KEARIFAN LOKAL
UNTUK PENGUATAN KARAKTER DAN JATI DIRI BANGSA

Bambang Sumardjoko
Guru Besar Program Studi PKn FKIP UMS
Jalan A. Yani, Tromol Pos 1, Pabelan, Kartasura, Surakarta 57102
(email: bsmardjoko@yahoo.co.id)

Abstract: General purpose of the research is to find and develop Pkn learning model
at Junior High School bases local wise for revitalization pancasila values strategy to
strength character and self characteristic country. This research is for two years. The
first year, the research is qualitative research. Collecting data technique are interview,
attentively method and observation. Analysis data uses interactive method. Focus prob-
lem reviews and planning draft model uses qualitative approach with pathways: (1) lit-
erature study, collecting materials support relationship Pkn learning model, (2) field
data colleting and triangulation data descript PKn learning model at Junior High School
implementation, (3) SWOT analysis constructs draft model, and (4) refining design mod-
el (tentative) by workshop participation-collaborative. Result of the research shows (1)
Profile background PKn teachers at Junior High School of Surakarta are PKn education
and they have experience teach a long time. (2) PKn teachers have experience in scien-
tific activities in local or national so understanding PKn teachers Junior High School of
Surakarta about the primary and purpose of citizenship education is enough good. (3)
To development PKn learning is powerfull it needs revision to PKn material, the primary
about (a) integration local culture value and (b) strategy and learning method support
mastery competent PKn and education value. (4) According SWOT analysis, draft de-
velops PKn model in Junior High School bases local wise for revitalization strategy
Pancasila values to strength character and self characteristic of country with (a) wise
integration local java culture source from core value esteem, social problem solving,
study with social interaction and study with interaction social-culture, (c) implementa-
tion draft model with problem based learning model, project based learning and value
classification.

Keywords: model, revitalization, Pancasila, local wise, PKn, character

Pendahuluan daya sendiri dalam kehidupan bersama meru-


pakan ”political nation-state”. Kesadaran
Salah satu wacana yang dominan seperti itu hanya dapat dicapai melalui proses
dalam studi globalisasi adalah hipotesis ten- pendidikan dan komunikasi dalam kehidupan
tang “homogenitas budaya” (Hannerz, 1991: bersama sebagai suatu bangsa.
250). Untuk itu menurut Jenkins (2004: 115) Dalam praktiknya, penyelenggaraan
diperlukan peran kearifan lokal yang secara pendidikan telah mengalami degradasi yang
kritis mengubah dan membentuk budaya cukup mengkawatirkan dan nilai-nilai keari-
global menjadi bermakna dan sesuai dengan fan lokal telah tergerus oleh arus pendidikan
kehidupan sosial budaya lokal. Menurut Ti- global. Kondisi seperti ini berakibat meni-
laar (2007:15) etnisitas, identitas budaya, pisnya tatakrama, etika, dan kreativitas anak
kepemilikan dan kebanggaan terhadap bu- bangsa. Dunia pendidikan dianggap tidak

110
Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila Melalui Pembelajaran... 111

mampu melahirkan lulusan yang berkuali- laman belajar (learning experiences) dalam
tas, yakni manusia Indonesia seutuhnya se- bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujud-
bagaimana yang diamanatkan dalam Un- kan dalam kehidupan sehari-hari (Budiman-
dang-undang Sistem Pendidikan Nasional. syah, 2012: 24).
Merosotnya nilai-nilai moralitas dalam tata PKn mempunyai misi sebagai pendi-
kehidupan kolektif sebagai bangsa juga dise- dikan nilai Pancasila dan Pendidikan Ke-
babkan karena mengendornya pemahaman warganegaraan serta sebagai “subject-specif-
dan implementasi nilai-nilai luhur Pancasila. ic paedagogy” (pembelajaran materi subjek)
Padahal kesadaran kolektif seperti itu meru- bagi guru PKn. Dengan demikian pembe-
pakan modal dasar dan modal sosial serta lajaran Pendidikan Kewarganegaraan juga
merupakan character and nation building merupakan upaya menjaga dan melestarikan
guna memperkokoh integrasi bangsa. Pancasila secara preventif, yakni melakukan
Pasal 3, Undang-undang Nomor 20 usaha meningkatkan pengertian, pemaha-
tahun 2003 menyatakan bahwa “pendidikan man, penghayatan dan pengamalannya me-
nasional berfungsi mengembangkan kemam- lalui pendidikan, penerangan, pembinaan
puan dan membentuk watak serta perada- kesadaran nasional, pembinaan kesadaran
ban bangsa yang bermartabat dalam rangka wawasan nusantara dan usaha-usaha pence-
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan gahan lainnya. PKn di tingkat persekolahan
untuk berkembangnya potensi peserta di- bertujuan untuk mempersiapkan para peserta
dik agar menjadi manusia yang beriman dan didik sebagai warga negara yang cerdas dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, be- baik (to be smart dan good citizen). Warga
rakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, negara yang dimaksud adalah warga negara
mandiri, dan menjadi warga negara yang yang menguasai pengetahuan (knowledge),
demokratis serta bertanggung jawab”. Salah keterampilan (skills), sikap dan nilai (atti-
satu instrumen pelaksana pendidikan nasion- tudes and values) yang dapat dimanfaatkan
al untuk mencapai tujuan pendidikan adalah untuk menumbuhkan rasa kebangsaan dan
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). cinta tanah air.
Di Indonesia kerangka sistemik Pendi- Kajian tentang Pendidikan Kewargane-
dikan Kewarganegaraan dibangun atas dasar garaan untuk membentuk warga Negara yang
paradigma bahwa PKn secara kurikuler diran- baik selalu menimbulkan kerumitan, karena
cang sebagai subjek pembelajaran yang ber- pertama, pendidikan kewarganegaraan se-
tujuan mengembangkan potensi individu agar lalu bersentuhan dengan kepentingan politik
menjadi warga negara Indonesia yang bera- kenegaraan sehingga rentan untuk dimanfaat-
khlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertang- kan sebagai alat mempertahankan kepenti-
gung jawab. Secara teoretik, PKn dirancang ngan kekuasaan suatu rezim politik. Kedua,
sebagai subjek pembelajaran yang memuat konsep kewarganegaraan berkaitan dengan,
dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan psiko- atribut “baik” dari seorang warga negara juga
motorik yang bersifat konfluen atau saling berarti mengandaikan perlunya wilayah ka-
berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks jian etika (filsafat moral) kenegaraan. Ketiga,
substansi ide, nilai, konsep, dan moral Pan- pendidikan kewarganegaraan tidak hanya
casila, kewarganegaraan yang demokratis, mengajarkan hak-hak dan kewajiban warga
dan bela negara. Secara programatik, PKn negara terhadap negara (good citizen) tetapi
dirancang sebagai subjek pembelajaran yang juga membangun seorang warga negara yang
menekankan pada isi yang mengusung nilai- berpartisipasi aktif (active citizen).
nilai (content embedding values) dan penga- Kemudian realitas di lapangan
112 Varia Pendidikan, Vol. 25. No. 2, Desember 2013

menunjukkan adanya gejala keinginan Secara kebahasaan, revitalisasi berarti


untuk menolak pembelajaran Pendidikan proses, cara atau tindakan untuk memvital-
Kewarganegaraan yang semata-mata me- kan (menganggap penting) kembali. Revi-
nampilkan nilai moral. Di sisi lain Pendidi- talisai diartikan sebagai peninjauan ulang
kan Kewarganegaraan dianggap kehilangan mengenai suatu hal untuk ditata, digarap, dan
karakteristik akademisnya karena tidak ter- disesuaikan agar lebih bermanfaat dalam arti
dapatnya teori-teori keilmuan yang cukup luas. Konsep revitalisasi menyarankan perlu-
memadai. Model pembelajaran PKn dini- nya bukti-bukti yang mendorong revitalisasi
lai lebih menekankan kepentingan rezim tidak ditentukan secara individual karena
politik dengan materi yang tidak menarik masing-masing dari dorongan mereka mem-
dan formalistik. Proses pembelajaran tidak perkuat dan berpengaruh satu sama lain. Un-
mendorong kemampuan siswa untuk ber- tuk memenuhi dorongan tersebut diperlukan
pikir kritis dan kreatif. Hal ini disebabkan kriteria yang memperkuat dalam menentukan
karena (1) materi yang diajarkan cenderung warisan budaya yang seharusnya direvita-
verbalistik atas nilai-nilai moral Pancasila lisasi, yang didasarkan pada filosofi, keper-
sebagai civic virtues, (2) model pembe- cayaan, sosio-budaya, dan latar kesejarahan
lajarannya cenderung berbentuk hafalan yang ditandai pada tradisi yang harmonis,
kognitif sehingga menimbulkan kejenuhan teratur dengan kondisi lingkungan dan kein-
karena materi yang diajarkan cenderung dahan. Untuk masing-masing kriteria itu se-
monoton, teoretik, kognitif bahkan verbal- lalu berubah menurut persepsi masyarakat-
istik (Samsuri, 2010: 130). Untuk itu perlu nya. Jika kriteria warisan budaya ini dapat
dikembangkan pembelajaran Pendidikan dikelompokkan menurut posisi, makna, dan
Kewarganegaraan yang sesuai dengan tun- skala peranan maupun proses pemantapan-
tutan dan kebutuhan pembangunan karakter nya maka prioritas revitalisasi menjadi lebih
bangsa, suatu pembelajaran yang mampu mudah dilakukan.
merealisasikan tujuan akhir dari pendidi- Revitalisasi adalah upaya untuk mem-
kan kewarganegaraan. vitalkan kembali suatu kawasan atau ba-
Dalam pembelajaran PKn para peserta gian kota yang dulunya pernah vital/hidup
didik perlu dikondisikan untuk selalu bersikap tetapi kemudian mengalami kemunduran/
kritis dan berperilaku kreatif sebagai anggota degradasi. Skala revitalisasi terbagi menjadi
keluarga, warga sekolah, masyarakat, warga tingkatan makro dan mikro. Proses revita-
negara, dan umat manusia di lingkungannya lisasi sebuah kawasan mencakup perbaikan
secara cerdas dan baik. Proses pembelajaran- aspek fisik, aspek ekonomi dan aspek sosial.
nya perlu diorganisasikan dalam bentuk bela- Pendekatan revitalisasi harus mampu me-
jar sambil berbuat (learning by doing), belajar ngenali dan memanfaatkan potensi lingku-
memecahkan masalah sosial (social problem ngan (sejarah, makna, keunikan lokasi dan
solving learning), belajar melalui perlibatan citra tempat). Menurut Hasan (2001), revi-
sosial (socio-participatory learning), dan talisasi bertujuan untuk 1) menghidupkan
belajar melalui interaksi sosial-kultural se- kembali kawasan pusat kota yang memudar
suai dengan konteks kehidupan masyarakat. atau menurun kualitas lingkungannya, 2)
Dengan demikian maka perlu dilakukan re- meningkatkan nilai ekonomis kawasan yang
vitalisasi nilai-nilai Pancasila melalui model strategis, 3) merangsang pertumbuhan dae-
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan rah sekitarnya, 4) mendorong peningkatan
berbasis kearifan lokal untuk penguatan ka- ekonomi lokal dari dunia usaha dan masyara-
rakter dan jati diri Bangsa. kat, 5) memperkuat identitas kawasan, dan 6)
Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila Melalui Pembelajaran... 113

mendukung pembentukan citra kota. Atas dasar itu maka keberadaan Pancasila
Revitalisasi sendiri bukan sesuatu yang pada hakekatnya adalah nilai-nilai yang ber-
hanya berorientasi pada penyelesaian kein- harga, yang memuat nilai-nilai dasar manu-
dahan fisik tetapi harus dilengkapi dengan siawi dan nilai-nilai kodrati yang melekat
peningkatan ekonomi masyarakatnya serta pada setiap individu manusia diterima oleh
pengenalan budaya yang ada. Untuk melak- Bangsa Indonesia.
sanakan revitalisasi perlu adanya keterli- Bangsa Indonesia mewarisi nilai-ni-
batan masyarakat. Revitalisasi berarti men- lai budaya dari nenek moyangnya. Hingga
jadikan sesuatu atau perbuatan menjadi vital. kini, nilai-nilai budaya tersebut melandasi
Kata vital mempunyai arti sangat penting tata kehidupan masyarakat Indonesia. Sari
atau perlu sekali (untuk kehidupan dan se- dan puncak sosio-budaya masyarakat Indo-
bagainya). Dengan demikian, revitalisasi nesia adalah nilai-nilai yang melandasi tata
pada hakikatnya adalah membangkitkan kem- kehidupan masyarakat yang disebut sebagai
bali vitalitas atau usaha-usaha untuk men- pandangan hidup. Karena itu, nilai-nilai Pan-
jadikan sesuatu itu menjadi penting dan casila tampak dari dalam kehidupan sosio-
perlu sekali. Revitalisasi pada hakikatnya budaya bangsa Indonesia, seperti adanya (a)
adalah suatu upaya membuat sesuatu (bu- Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
daya) dengan meninjau ulang akan kekuran- sebagai Maha Pencipta dan Pengayom alam
gannya untuk disesuaikan dengan kondisi za- semesta; (b) Asas kekeluargaan, cinta ke-
man dalam upaya memenuhi kebutuhan yang bersamaan sebagai satu keluarga, ayah, ibu,
lebih bermanfaat. dan anak-anak. Cinta dan kekeluargaan ini
Kemudian, bagaimana dengan nilai- menjadi dasar terbentuknya masyarakat; (c)
nilai Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, Pan- Asas musyawarah mufakat. Kebersamaan
casila pada hakikatnya adalah dasar Negara merupakan kumpulan banyak pribadi, war-
(filsafat negara) sekaligus pandangan hidup ga, dan keluarga. Agar mereka tetap rukun
(filsafat hidup) bangsa. Memahami hakikat dan bersatu, maka keputusan ditetapkan atas
Pancasila berarti memahami makna pokok dasar musyawarah mufakat; (d) Asas gotong
dari nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan royong. Keputusan yang ditetapkan atas asas
berbangsa dan bernegara. Kedua kedudukan musyawarah mufakat untuk kebersamaan
dan fungsi tersebut bersifat hakiki. Karena adalah tanggung jawab bersama. Jadi dilak-
itu, berbagai kedudukan dan fungsi Pancasila sanakan bersama secara gotong royong oleh
yang lain, seperti sebagai jiwa dan kepriba- dan untuk kebersamaan; (e) Asas tenggang
dian bangsa, ideologi nasional, perjanjian rasa; saling menghayati keadaan dan perasaan
luhur, tujuan bangsa, termasuk sebagai norma antar warga, antar pribadi; saling menghargai
dasar dan kriteria dasar watak/ kepribadian dan menghormati dalam keragaman dan per-
manusia Indonesia semuanya dapat dikemba- bedaan. Saling menghormati hak, pendapat,
likan pada sifat hakiki tersebut. Berdasarkan keyakinan, dan agama masing-masing demi
kedudukan nilai Pancasila yang hakiki itu la- terpeliharanya kesatuan dan keharmonisan
hir berbagai nilai dan fungsi Pancasila yang hidup bersama.
melandasi tata kehidupan bermasyarakat, Selanjutnya, bagaimana dengan ma-
berbangsa, dan bernegara. salah kearifan lokal. Secara umum, local wis-
Secara material, rumusan Pancasila dom (kearifan setempat) dapat dipahami seb-
memuat nilai-nilai manusiawi sedangkan se- agai gagasan-gagasan setempat yang bersifat
bagai dasar Negara, Pancasila memiliki ciri bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang
khas yang hanya dimiliki bangsa Indonesia. tertanam dan diikuti oleh anggota masyara-
114 Varia Pendidikan, Vol. 25. No. 2, Desember 2013

katnya. Menurut Nurjaya (2006: 2-4) keari- dari para elit dan masyarakatnya adalah yang
fan lokal pada hakikatnya berpangkal dari menentukan dalam pembangunan peradaban
sistem nilai dan religi yang dianut dalam ko- masyarakat.
munitasnya. Ajaran agama dan kepercayaan Dari konsep tersebut di atas maka kea-
masyarakat lokal menjiwai dan memberi rifan lokal sering dikonsepsikan sebagai kebi-
warna serta mempengaruhi citra lingkungan jakan setempat (local wisdom), pengetahuan
dalam wujud sikap dan perilaku terhadap setempat (local knowledge) atau kecerdasan
lingkungannya. Hakikat yang terkandung di setempat (local genious). Kearifan lokal
dalamnya adalah memberi tuntunan kepada adalah sikap, pandangan, dan kemampuan
manusia untuk berperilaku yang serasi dan suatu komunitas di dalam mengelola ling-
selaras dengan irama alam semesta sehingga kungan rohani dan jasmaninya, yang mem-
tercipta keseimbangan hubungan antara ma- berikan kepada komunitas itu daya tahan dan
nusia dengan alam lingkungannya. daya tumbuh di dalam wilayah dimana ko-
Kearifan lokal menurut Wales diartikan munitas itu berada. Dengan kata lain kearifan
sebagai “the sum of the cultural characteris- lokal adalah jawaban kreatif terhadap situasi
tics which the vast majority of a people have geografis-geopolitis, historis, dan situasional
in common as result of their experiences in yang bersifat lokal. Kearifan lokal adalah
early life” (dalam Atmodjo, 1986:46). Ber- pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta
dasarkan rumusan ini, menjadi jelas bahwa berbagai strategi kehidupan yang berwujud
lokal yang dimaksud Wales merupakan sub- aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lo-
strat kebudayaan Pra-Indian atau yang dise- kal dalam menjawab berbagai masalah dalam
but sebagai “Pribumi” (Poespowardojo, pemenuhan kebutuhan mereka. Kearifan lo-
1986: 30). Kearifan lokal juga dapat diartikan kal pada dasarnya dapat dipandang sebagai
sebagai local development, yaitu perkemba- landasan bagi pembentukan jati diri bangsa
ngan setempat yang arahnya menuju ke arah secara nasional. Upaya menemukan identitas
perubahan. Kearifan lokal dan perkembangan bangsa yang baru atas dasar kearifan lokal
lokal berkembang setelah terjadinya kontak merupakan hal yang penting demi penyatuan
kebudayaan atau akulturasi dengan kebuda- kebudayaan bangsa di atas dasar identitas se-
yaan lain, terutama yang datang dari India jumlah etnik yang mewarnai Nusantara ini.
(kebudayaan Hindu). Kearifan lokal bangsa Kemudian bagaimana dengan kearifan
Indonesia merupakan kemampuan penyera- lokal budaya Jawa. Secara umum kebudayaan
pan kebudayaan asing yang datang secara Jawa dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu
selektif, artinya disesuaikan dengan suasana kebudayaan pedalaman dan pesisir. Daerah
dan kondisi setempat (Atmodjo, 1986:47). pedalaman Jawa berpusat di Yogyakarta dan
Secara substansial, kearifan lokal Surakarta atau disebut wilayah kebudayaan
adalah nilai-nilai yang berlaku dalam suatu Jawa Negarigung. Sedangkan “kebudayaan
masyarakat. Nilai-nilai yang diyakini ke- pesisiran” meliputi daerah pesisir pantai utara
benarannya dan menjadi acuan dalam ber- Jawa yang berpusat di wilayah Pati, Blam-
tingkah-laku sehari-hari masyarakat setem- bangan, dan Tegal (Sukmawati: 2004:12).
pat. Sebagaimana dikatakan Geertz (1963: Geertz (1981: X-Xll) menggambarkan
26) bahwa kearifan lokal merupakan entitas masyarakat Jawa terutama yang berada di
yang sangat menentukan harkat dan martabat wilayah kebudayaan Jawa Negara gung me-
manusia dalam komunitasnya. Hal itu berarti miliki pandangan hidup atau falsafah dalam
kearifan lokal yang di dalamnya berisi unsur memahami makna kehidupan sehingga mem-
kecerdasan kreativitas dan pengetahuan lokal punyai pedoman dalam melakukan tinda-
Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila Melalui Pembelajaran... 115

kan. Pandangan orang Jawa dalam melihat, benaran tetapi juga harus terarah kepada ke-
memahami, dan berperilaku berorientasi dan bijakan sebagai tujuan akhir (Sutrisno, 2002).
bersumber dari budaya. Karena itu perkem- Unsur kejiwaan kebudayaan Jawa men-
bangan budaya Jawa selaras dengan dinamika jadikan manusia berbudi luhur dan suci dalam
masyarakat yang mengacu pada konsep bu- sikap bathin dan tingkah lakunya. Lahirnya
daya induk, yaitu “sangkan paraning du- nilai-nilai tersebut karena adanya hubungan
madi” (dari mana dan mau ke mana) yang antara manusia dengan manusia dengan Sang
menunjukkan bahwa hidup bagi orang Jawa Hyang Illahi yang bersifat universal. Keseim-
adalah sebuah “lelaku” (perjalanan). Hidup bangan antara hati nurani yang berinteraksi
di dunia harus memahami dari mana ‘asal’, dengan alam dan Sang Hyang Pencipta de-
akan ke mana ‘tujuan’, dan ‘akhir’ perjala- ngan dilandasi penalaran intelektual disebut
nan hidupnya untuk mencapai “kasampurna- ‘ngelmu”. Ketiganya berhubungan dan tidak
ning dumadi” (kesempurnaan tujuan hidup) dapat dipisahkan dalam hidup dan kehidupan
sehingga dianggap “wingkan sangkan ing orang Jawa. (Mulder, 1996).
paran”. Masyarakat Jawa memiliki karakteris-
Menurut Soeseno (2000: 76) kebuda- tik budaya yang khas sesuai dengan kondisi
yaan Jawa selalu berhubungan dengan nilai- masyarakatnya. Prabowo (2003: 24) memba-
nilai falsafah kejiwaan maupun pola pikir. gi budaya menjadi dua, yaitu budaya lahir dan
Hal yang bersifat filsafati terletak pada nilai- batin. Budaya lahir terkait dengan kedudu-
nilai simbolisme akibat adanya kontak antara kan seseorang sebagai makhluk individu dan
manusia dengan mikro-makro kosmos, antara makhluk sosial. Dalam hal itu, budaya Jawa
kehidupan lahir dan batinnya yang disebut memiliki kaidah-kaidah yang dapat dengan
“kejawen”. Titik berat yang melatar belakan- mudah diidentifikasi berdasarkan ungkapan-
gi kejawen disebut ‘ngilmu” sehingga ilmu ungkapan budaya sebagai pengejawantahan
kejawen dapat menembus lingkungan bersifat nilai-nilai budaya yang didukung masyarakat.
umum dan universal. Sebaliknya budaya batin terkait dengan per-
Dalam tataran epistemologis, ilmu pe- soalan-persoalan yang bersifat supranatural
ngetahuan dinilai sebagai sebuah “kawruh”, atau hal-hal yang tidak dapat dijangkau ber-
maka kegiatan seseorang untuk mencari dasarkan penghitungan empiris atau objektif
dan mendapatkan ilmu pengetahuan disebut tetapi menduduki posisi yang penting dalam
”ngangsu kawruh”. Budaya pikir masyarakat sistem kehidupan masyarakat Jawa. Budaya
Jawa lebih mengkombinasikan pengalaman batin yang dalam klasifikasi Koentjaraningrat
dan kesesuaian hati dibandingkan dengan (1982: 2) dimasukkan pada sistem religi atau
rasional dan empiris. Karena itu, aktivitas keagamaan Jawa tersimbolisasikan dalam un-
pemikiran dalam budaya Jawa diistilahkan gkapan manunggaling kawula Gusti.
sebagai “menggalih”, yang berarti menggu- Salah satu wujud ideal kebudayaan ma-
nakan hati nurani, kata “galih” yang berarti syarakat Jawa adalah Kejawen. Kata kejawen
hati. Kebenaran tertinggi yang dicapai oleh berasal dari kata Jawi yang merupakan bentuk
“kawruh” bukanlah kebenaran kritis seperti halus atau krama dari kata Jawa. Pengertian
disyaratkan oleh ilmu pengetahuan melain- pertama kejawen mencakup segala hal yang
kan satu pendekatan tentang kebijakan yang berhubungan dengan pandangan hidup Jawa
diistilahkan sebagai kabecikan. Ada ungka- serta wawasan tentang Jawa. Menurut Mul-
pan kebenaran belum tentu dekat kepada ke- der (1996: 7), kejawen bukan suatu agama
bijakan atau “bener iku durung mesti pener”. tetapi cenderung kepada suatu etika dan gaya
Seseorang tidak hanya butuh mengetahui ke- hidup yang berpedoman pada pemikiran khas
116 Varia Pendidikan, Vol. 25. No. 2, Desember 2013

Jawa. Kejawen sering disebut dengan istilah baikan lain. Karena itu harus ikhlas dan rila
Ilmu Jawi, suatu ajaran tentang cara menjadi legowo pada saat membantu, menyumbang
seorang manusia Jawa seutuhnya. Pandangan atau meminjamkan sesuatu pada orang lain.
dunia Jawa bertolak dari perbedaan antara dua Dalam konteks kebaikan seperti itu menurut
segi fundamental seperti atas dan bawah serta Suratno dan Astiyanto (2009: 99) ”keikhla-
hal-hal yang telah disebutkan di atas. Inilah san” adalah ibarat ”idhep-idhep nandur pari
yang menjadi titik tolak dari ajaran kejawen jero” Pari jero artinya padi yang memerlu-
yang pada intinya adalah kebatinan, yakni kan waktu lama untuk dapat dipanen.
gerak diri harus mengalir dari luar ke dalam, Budaya Jawa mengutamakan rasa, cip-
dari penguasaan lahir ke pengembangan ba- ta, dan karsa dalam hidup. Ketiganya berpa-
tin. Karena itu kejawen pada hakekatnya du menjadi satu kesatuan yang erat. Menurut
adalah menyelaraskan diri dengan kebenaran Mulder (1986) terdapat tiga nilai utama dalam
yang lebih tinggi hingga lebur (transenden). pandangan hidup masyarakat Jawa, khusus-
Manusia dinilai keberadaannya dalam nya di lingkungan keluarga priyayi di Sura-
konteks kosmologis, di tengah alam semesta karta. Ketiga nilai utama itu adalah hormat,
yang diyakini merupakan kancah peperangan rukun, dan tolong-menolong. Berdasarkan
antara dua kekuatan untuk diselaraskan. Se- dasar pemikiran dan tinjauan teoretis di atas
bagaimana diungkapkan Suseno (1991: 39), maka pertanyaannya adalah bagaimanakah
bahwa keselarasan hidup dalam masyarakat pengembangan model pembelajaran Pendi-
Jawa ditentukan dua prinsip dasar, yaitu prin- dikan Kewarganegaraan di Sekolah Mene-
sip rukun dan hormat. Ditambahkan oleh De ngah Pertama berbasis kearifan lokal sebagai
Jong (1985: 19-20) sifat orang jawa adalah strategi revitalisasai nilai-nilai Pancasila dan
(1) Narimo, yang berarti merasa puas dengan untuk meningkatkan jati diri bangsa?
nasibnya dan percaya bahwa Tuhan memi-
liki rencana sendiri untuknya, (2). Rila, yang Metode
berarti keikhlasan hati yang didasari pemaha-
man bahwa segala sesuatunya adalah milik Penelitian pengembangan ini dilakukan
Tuhan dan segala sesuatu yang ada di dunia selama dua tahap dalam waktu dua tahun.
adalah barang pinjaman, sewaktu-waktu akan Tujuan umum penelitian adalah menemukan
diambil kembali, (3) Sabar, merupakan kela- dan mengembangkan model pembelajaran
pangan dada dalam melewati segala cobaan. PKn di SMP berbasis kearifan lokal sebagai
Kesabaran diibaratkan dengan samudera strategi revitalisasi nilai-nilai Pancasila un-
yang tidak pernah meluap meski sebanyak tuk penguatan karakter dan jati diri bangsa.
apapun air yang mengalirinya. Tujuan penelitian tahun ke -1 adalah (1)
Sikap hidup yang mencerminkan keru- mendeskripsikan profil guru pendidikan
kunan tersebut tidak terlepas dari sikap tepo kewarganegaraan di SMP Surakarta, (2)
slira (tenggang rasa). Dengan berbekal kes- mendeskripsikan pemahaman guru SMP di
adaran bahwa nandur bakal ngundhuh (mena- Surakarta tentang Pendidikan Kewarganega-
nam akan memetik) atau ngundhuh wohing raan, (3) mendeskripsikan pembelajaran PKn
pakarti (memetik buah perbuatan), sikap dan di SMP dalam penguatan karakter dan jati diri
perilaku orang Jawa sesungguhnya diken- bangsa yang saat ini dilaksanakan, dan (4)
dalikan oleh cahaya hati nurani untuk men- menemukan draf model pembelajaran PKn
jauhi perbuatan nista. Bagi orang Jawa tidak berbasis kearifan lokal sebagai strategi revi-
berpikiran bahwa pada saat mereka memberi talisasi nilai-nilai Pancasila untuk penguatan
harus kembali kepadanya dalam bentuk ke- karakter dan jati diri bangsa (tentatif).
Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila Melalui Pembelajaran... 117

Untuk tujuan tersebut di atas maka Berdasarkan wawancara lebih lanjut,


penelitian ini dilakukan dua tahap. Penelitian salah satu responden menjelaskan bahwa
tahun pertama merupakan penelitian kualita- Pendidikan Kewarganegaraan menjadi mata
tif. Data dikumpulkan melalui teknik wawa- pelajaran setelah terpecah dari Pendidikan
ncara, metode simak, dan observasi. Derajat Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
keabsahan data dilakukan melalui pemerik- Pada awalnya mata pelajaran tersebut diga-
saan derajat kepercayaan, kecukupan refe- bungkan menjadi satu, karena isi dari Pendi-
rensial, dan triangulasi. Data dianalisis den- dikan Kewarganegaraan bersumber dari Pan-
gan menggunakan metode interaktif. Fokus casila itu sendiri. Kemudian dipecah menjadi
permasalahan yang dikaji dan perencanaan mata pelajaran sendiri karena Pendidikan
draf model menggunakan pendekatan kuali- Kewarganegaraan dianggap penting untuk
tatif dengan menempuh alur pelaksanaan se- diajarkan kepada siswa. Hal tersebut karena
bagai berikut: (1) studi literatur, dilakukan un- dalam Pendidikan Kewarganegaraan diajar-
tuk mengumpulkan bahan-bahan pendukung kan materi kewarganegaraan yang lebih luas
yang berkaitan dengan model pembelajaran dan sumbernya tidak hanya langsung dari
PKn, (2) pengumpulan data lapangan dan tri- Pancasila. Mempelajari materi Pendidikan
angulasi data dilakukan untuk mendiskripsi- Kewarganegaraan bagi sebagian siswa tidak
kan model pembelajaran PKn di SMP yang ubahnya mempelajari Pancasila tahap dua
saat ini dilaksanakan, (3) analisis SWOT un- atau bahkan tidak jauh berbeda dengan Pen-
tuk menyusun draf model, dan (4) perumu- didikan Moral Pancasila dan Sejarah Bangsa.
san desain model (tentatif) melalui lokakarya Pendidikan Kewarganegaraan di In-
partisipatif-kolaboratif. donesia bersifat multi dimensional, artinya
program PKn bukan hanya untuk satu tujuan.
Hasil dan Pembahasan Sebagaimana dijelaskan Winataputra (2001)
bahwa ada tiga dimensi dalam PKn, yakni (1)
Pemahaman Guru SMP Surakarta Ten- PKn sebagai program kurikuler, pada haki-
tang Pendidikan Kewarganegaraan katnya merupakan program PKn yang diran-
Berbicara tentang pemahaman guru cang dan dibelajarkan kepada peserta didik
PKn terhadap hakikat dan maksud PKn maka pada jenjang satuan pendidikan tertentu. (2)
dapat digambarkan sebagai berikut. Seluruh PKn sebagai program akademik, merupakan
responden menyetujui bahwa PKn di tingkat program kajian ilmiah yang dilakukan oleh
persekolahan bertujuan mempersiapkan para komunitas akademik PKn menggunakan
peserta didik sebagai warga negara yang cer- pendekatan dan metode penelitian ilmiah
das dan baik (to be smart and good citizen). untuk memecahkan masalah-masalah kon-
Tujuan yang terperinci menjadi beberapa bu- septual dan operasional guna menghasilkan
tir tersebut dipahami para guru PKn, yakni generalisasi serta teori untuk membangun
(1) warga negara yang menguasai pengeta- batang tubuh keilmuan PKn. dan (3) PKn se-
huan (knowledge); (2) memiliki keterampilan bagai program sosial kultural. Program PKn
(skills), (3) mengembangkan sikap dan nilai ini dikembangkan dalam konteks kehidupan
(attitudes and values) dan dimanfaatkan un- masyarakat dengan sasaran semua anggota
tuk menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta masyarakat. Tujuannya lebih pada upaya
tanah air. Berbagai pendapat ini menunjukkan pembinaan warga masyarakat agar menjadi
bahwa guru-guru PKn di Surakarta memiliki warga negara yang baik dalam berbagai situ-
pemahaman yang cukup baik terhadap kon- asi dan perkembangan zaman yang senantiasa
sep dan tujuan PKn. berubah.
118 Varia Pendidikan, Vol. 25. No. 2, Desember 2013

Program sosial kultural pernah dilak- gotong-royong, toleransi, tepo seliro, solidar-
sanakan pada masa pemerintahan Orde Baru, itas dan lain sebagainya sangatlah baik jika
yakni melalui berbagai program penataran P4. ditanamkan pada siswa di sekolah. Dengan
Terjadinya perubahan sistem politik pascare- demikian harapan memiliki generasi muda
formasi yang menimbulkan euforia politik yang berbudaya akan terwujud di kemudian
berlebihan. Penataran P4 dipandang telah me- hari. Praksis sadar ber-Pancasila itu sendiri
nyimpang dari tujuan sehingga tidak berjalan harus dimulai sejak dini sehingga nilai-nilai
efektif. Padahal apabila dilihat dari kepentin- Pancasila dapat terpatri erat dalam diri manu-
gan berbangsa dan bernegara terutama dalam sia Indonesia. Selain komitmen penyelengga-
pembangunan karakter bangsa, PKn melalui ra negara maka komitmen warga negara juga
program sosial kultural ini sangat penting. tak kalah pentingnya dalam membumikan tol-
Oleh karena itu, perlu dicari strategi program eransi.Warga negara harus aktif dalam meng-
PKn dalam dimensi sosial kultural pada pas- hidupi Pancasila dalam hidup sehari-hari. Se-
ca penghentian program penataran P4 sesuai mangat kearifan lokal Indonesia seperti saling
dengan tuntutan dan kebutuhan pembangunan menolong, menghargai perbedaan, dan hidup
karakter warga negara Indonesia yang baik. bersama dalam keberagaman, nilai-nilai kear-
ifan lokal pada dasarnya merupakan inti dari
Pemahaman Guru Tentang Integrasi Nilai- Pancasila.
nilai Kearifan Lokal Pendidikan Kewarganegaraan perlu
Semua guru memahami bahwa content mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dan ni-
yang bersifat structural formal merupakan lai-nilai kearifan lokal/nilai-nilai budaya/pen-
perekat, pemersatu Bangsa, serta memperkuat didikan budi pekerti. PKn bukan semata-mata
semangat nasionalisme Indonesia dan NKRI. hanya mengajarkan pasal-pasal Undang-un-
Sedangkan content informal bersifat kontek- dang Dasar (UUD). Lebih jauh PKn mengkaji
stual tergantung lingkungan tempat di mana perilaku warga negara dalam hubungannya
siswa berada sehingga memungkinkan pem- dengan warga negara lain dan alam sekitarnya.
belajaran dikembangkan secara kontekstual. Menurut M. Numan Somantri (2001:276)
Pengembangkan content informal termasuk dalam objek studi civities ialah:
bersifat kontekstual dalam pembelajaran tingkah laku, tipe pertumbuhan pikir, potensi
PKn, dapat dilakukan dengan memecahkan yang ada dalam setiap diri warga negara, hak
masalah-masalah sosial, melalui pembiasaan, dan kewajiban, cita-cita dan aspirasi, kesada-
jabat tangan setiap pagi, penerapan kedisi- ran (patriotisme, nasionalisme, pengertian
plinan dan berdoa, dan kunjungan. Metode internasional, moral Pancasila), usaha atau
pembelajaran yang dilakukan guru antara lain kegiatan dan partisipasi serta tanggung jawab.
menggunakan metode penugasan, membuat Dalam hal persiapan mengajar, selu-
kliping, wawancara dengan tokoh, dan per- ruh responden sudah mempersiapkan segala
mainan. Metode pembelajaran yang sering di- kebutuhan administratif yang digunakan seb-
gunakan para guru dalam pembelajaran PKn agai acuan dalam proses pembelajaran. Kebu-
adalah ceramah, tanya jawab, metode jigsaw, tuhan administratif tersebut antara lain adalah
kontektual, kooperatif, diskusi kelompok, menyiapkan kalender akademik, program se-
portofolio, dan penugasan. mester tahunan, program semester gasal/ge-
Budaya Jawa yang memiliki banyak nap, silabus, kriteria ketuntasan maksimum,
nilai-nilai kearifan lokal, sudah saatnya digali serta RPP semester gasal/genap. Langkah-
lebih dalam lagi sehingga bisa disosialisasi- langkah pembelajaran yang dibuat antara lain
kan kepada generasi muda. Nilai-nilai seperti pendahuluan berupa apersepsi dan pemberian
Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila Melalui Pembelajaran... 119

motivasi. Kegiatan inti berupa eksplorasi, aktif siswa kurang optimal. Menanggapi per-
elaborasi, dan konfirmasi. Di akhir pembe- an aktif siswa yang kurang maksimal, guru
lajaran dilakukan kegiatan penutup. Meng- mensiasatinya dengan menggunakan metode
ajarkan PKn bertujuan untuk memberikan yang lain, yakni tanya jawab, diskusi, serta
pengetahuan tentang pentingnya nilai-nilai penugasan. Hal ini menunjukan bahwa ke-
Pancasila. Selain itu juga mengembangkan mampuan dan kreativitas guru dalam men-
partisipasi siswa agar bertanggung jawab se- ciptakan pembelajaran yang aktif dan berpu-
bagai warga negara, sekaligus membangun sat pada peserta didik terhambat oleh materi
komunikasi sosial kultural bagi siswa. yang tidak sebanding dengan alokasi waktu.
Selanjutnya dalam proses pembelajar- Banyaknya cakupan materi dalam
an, semua responden menyatakan bahwa pembelajaran PKn menjadi salah satu kenda-
proses pembelajaran PKn telah diorganisasi- la dan kesulitan bagi guru dalam menyusun
kan dalam berbagai bentuk, yakni (1) belajar RPP dan implementasi pembelajaran PKn.
sambil berbuat (learning by doing) dan (2) Kesulitan dan hambatan yang dihadapi guru
belajar melalui interaksi sosial-kultural se- saat pembelajaran PKn dan mengintegrasi-
suai dengan konteks kehidupan masyarakat. kan nilai-nilai Pancasila dan kearifan lokal
Sepuluh guru menambahkan proses bela- berbeda-beda. Berdasarkan hasil wawancara-
jar PKn juga melalui (3) belajar memecah- hambatan dalam pembelajaran PKn meliputi:
kan masalah sosial (social problem solving (1) Kesesuaian antara materi PKn dengan
learning); (4) belajar melalui pelibatan sosial alokasi waktu yang terdapat pada kurikulum
(socio-participatory learning); Pembelajaran kurang berimbang; (2) Guru dihadapkan pada
PKn melalui interaksi sosial-kultural bersifat motivasi siswa yang rendah dalam mengikuti
kontekstual memungkinkan guru menginte- pelajaran PKn di kelas.(3) Guru juga diha-
grasikan nilai-nilai budaya (kearifan lokal). dapkan pada persepsi siswa bahwa pelajaran
Semua guru (100%) menyatakan setuju. PKn tidak terlalu penting. (4) Dalam mena-
Situasi yang kondusif untuk belajar namkan nilai-nilai Pancasila dan kearifan lo-
diciptakan oleh guru bersama siswa berdasar kal, guru terkadang dihadapkan pada realitas
urutan jawaban yang terbanyak dari respon- masyarakat yang tidak sesuai dengan materi
den adalah (1) pendekatan yang humanistic; pelajaran.(5) Guru terkadang mengalami ken-
dan guru berorientasi pada siswa (students’ dala dalam menerapkan metode, model atau-
centered), (2) mengembangkan kemampuan pun strategi pembelajaran student centered.
belajar (learning skills) yakni meningkatkan (6) Guru merasa menyampaikan materi PKn
kesadaran siswa terhadap identitas bangsa sebenarnya mudah namun esensi penting
(learning how to learn), (3) menggunakan dari pembelajaran PKn yang tujuan akhirnya
metode yang divariasikan dan menerapkan adalah pengetahuan serta implementasi di la-
proses pembelajaran dengan pengalaman pangan belum bisa tercapai secara maksimal.
langsung sehingga hasil belajar itu akan me- Berdasarkan kekuatan, kelemahan, pe-
nyatu dan mempribadi (personalized) dalam luang, dan ancaman dirumuskan strategi untuk
dirinya. Pengembangan Model Pembelajaran Pendi-
Meskipun guru sangat paham dengan dikan Kewarganegaraan di Sekolah Menen-
situasi yang kondusif untuk belajar tetapi ke- gah Pertama Berbasis Kearifan Lokal sebagai
nyataan di dalam kelas metode yang paling strategi revitalisasai nilai-nilai Pancasila dan
sering digunakan adalah ceramah, dengan untuk meningkatkan jati diri bangsa. Dari ha-
alasan materi PKn yang sangat banyak, na- sil penelitian pendahuluan dan Focus Group
mun alokasi waktu yang sedikit meski peran Discusion terbatas berbagai komponen pe-
120 Varia Pendidikan, Vol. 25. No. 2, Desember 2013

mangku kepentingan pendidikan dirumuskan pengalaman nyata atau stimulus dan menjadi
bahwa arah model pembelajaran Pendidikan pelajar yang otonom dan mandiri (Ibrahim,
Kewarganegaraan di SMP berbasis kearifan 2000). Dengan Problem Based Learning
lokal sebagai strategi revitalisasai nilai-nilai siswa dilatih menyusun sendiri pengetahuan-
Pancasila dan untuk meningkatkan karakter nya, mengembangkan ketrampilan pemeca-
dan jati diri bangsa adalah sebagai berikut. han masalah, mandiri serta meningkatkan ke-
(1) Materi content informal dalam PKn yang percayaan diri. Selain itu dengan pemberian
bersifat kontekstual dan sesuai dengan reali- masalah yang autentik, siswa dapat memben-
tas sosial budaya peserta didik, yakni budaya tuk makna dari bahan pelajaran melalui pro-
Jawa. (2) Core value budaya Jawa bersumber ses belajar selanjutnya menyimpulkan dalam
dari prinsip hormat dan rukun yang kemudi- ingatan sehingga dapat digunakan di kemu-
an menjadi harmonisasi kemudian dijabarkan dian hari (Nurhadi, 2004).
dan dipetakan dengan nilai-nilai Pancasila Pembelajaran Klarifikasi nilai adalah
dan nilai karakter. (3) Untuk mempersiapkan model pembelajaran penumbuh kembangan
peserta didik sebagai warga negara yang cer- nilai moral yang bersentuhan langsung de-
das dan baik (to be smart dan good citizen) ngan upaya pencarian langsung oleh anak
maka pembelajaran dilakukan melalui (a) be- didik secara cerdas, dialogis dan reflektif
lajar sambil berbuat (learning by doing), (b) terhadap problematika dan dilemma moral
belajar memecahkan masalah sosial (social yang akan selalu dihadapi anak. Karena itu
problem solving learning), (c) belajar melalui model strategi klarifikasi nilai memiliki arti
perlibatan sosial (socio-participatory learn- yang sangat strategis terutama untuk me-
ing), dan (d) belajar melalui pembiasaan serta numbuhkan kesadaran dari dalam diri anak
interaksi sosial-kultural (enculturation and itu sendiri dalam rangka penumbuh kemban-
socialization). (4) Implementasi model yang gkan nilai moral secara cerdas dan elegan
dikembangkan, melalui (a) belajar sambil ber- bukan melalui paksaan dan tekanan dari luar
buat, (b) belajar memecahkan masalah sosial, diri anak itu sendiri (Candee R, 1977: 1249-
(c) belajar melalui perlibatan sosial direalisa- 1250).
sikan dengan model pembelajaran Problem Dengan memanfaatkan klarifikasi nilai
Based Learning, Project Based Learning, dan peserta didik akan merefleksikan dan berfikir
Klarifikasi Nilai. (5) Proses belajar melalui secara kritis dan komprehensip akan nilai-
pembiasaan serta interaksi sosial-kultural di- nilai yang dimilikinya dan nilai-nilai dalam
realisasikan melalui budaya sekolah dan role masyarakat. Kegiatan ini dilakukan dengan
model dari guru, kepala sekolah, dan orang memanfaatkan situasi riil kehidupan sehari-
tua. (6) Untuk merealisasikan tujuan pendidi- hari atau mengkaitkannya dengan persoalan-
kan kewarganegaraan menjadi warga negara persoalan yang telah pernah ada dalam kehi-
yang baik (good citizen) dan warga negara dupan (Raths, LE.; Merrill Harmil & Sidney
yang aktif (active citizen) digunakan pendeka- B. Simon, 1978: 5).
tan Problem Based Learning dan Klarifikasi Pembelajaran klarifikasi nilai disebut
nilai. juga sebagai inkuiri nilai karena dapat me-
Problem Based Learning ini dipilih ngembangkan sikap dan kepribadian. Sikap
untuk merealisasikan model dilandasi teori dan kepribadian yang berkembang dengan
konstruktivis. Problem Based Learning uta- belajar inkuiri antara lain meragukan kebena-
manya dikembangkan untuk membantu siswa ran yang telah lama dan ingin mengetahui hal
mengembangkan kemampuan berpikir pem- yang baru, menghargai penalaran sebagai cara
ecahan masalah dan keterampilan intelektual, untuk memperoleh suatu kebenaran, menghar-
Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila Melalui Pembelajaran... 121

gai data sebagai alat untuk menguji kebenaran, casila untuk menguatkan karakter dan jati
objektif terhadap data yang ada serta menghin- diri bangsa dengan didasari oleh: (a) integrasi
dari prasangka, bersedia menerima keputusan kearifan lokal budaya jawa yang bersumber
sementara sebelum mendapatkan kepastian ja- dari core value hormat, rukun, dan tolong
waban (Beyer, 1979: 18-20). menolong sebagai strategi revitalisasi nilai-
Perlunya pengembangan inkuiri nilai nilai Pancasila dan nilai karakter, (b) untuk
didasarkan bahwa penumbuh kembangan mempersiapkan peserta didik sebagai warga
nilai-nilai moral pada anak didik ternya- negara yang cerdas dan baik, pembelajaran
ta tidak hanya sebatas mengupayakan dan dilakukan dengan belajar sambil berbuat,
menciptakan bentuk-bentuk interaksi sosial belajar memecahkan masalah sosial, belajar
yang sangat kondusif dan positif bagi tum- melalui perlibatan sosial, dan belajar melalui
buhkembangnya nilai-nilai moral dalam pembiasaan serta interaksi sosial-kultural. (c)
kehidupan anak yang akhirnya bermuara Implementasi draf model dilakukan dengan
pada perilaku moral dalam kehidupan ke- pendekatan pembelajaran Problem Based
seharian mereka. Namun yang lebih pen- Learning, Project Based Learning, dan Klari-
ting dan memiliki arti yang amat strategis fikasi nilai.
dari yang pertama adalah menciptakan ke- Komponen penting pendukung draf
mampuan bagi anak-anak didik secara cer- model pembelajaran PKn berbasis kearifan
das mampu memahami dan menemukan lokal adalah (1) partisipasi seluruh elemen
nilai-nilai moral dalam dinamika interaksi pemangku kepentingan (unsur pemerin-
sosialnya yang penuh dengan tantangan, tah, swasta, dan masyarakat), (2) Dikpora
terutama pada kondisi-kondisi sosial yang merupakan komponen kunci yang menen-
dinilai tidak kondusif bagi penumbuh kem- tukan pelaksanaan model, (3) Sekolah yang
bangan nilai-nilai moral. merupakan komponen utama dalam pelak-
sanaan model, (4) guru sebagai komponen
Simpulan dan Saran kunci dalam implementasi model, dan (5)
peserta didik yang merupakan merupakan
Untuk pengembangan pembelajaran subyek belajar yang diharapkan berperan
PKn yang powerfull perlu dilakukan revisi aktif dalam revitalisasi nilai-nilai Pancas-
terutama berkaitan dengan (a) integrasi nilai- ila. Karena itu, para pihak yang berkaitan
nilai budaya lokal dan (b) strategi dan metode dengan implementasi pengembangan pem-
pembelajaran yang mendukung penguasaan belajaran PKn berbasis kearifan lokal un-
kompetensi PKn dan pendidikan nilai. Ber- tuk penguatan karakter dan jati diri Bangsa
dasarkan analisis SWOT dikembangkan draf harus komitmen dan mempunyai kesamaan
model PKn di SMP berbasis kearifan lokal persepsi dalam mewujudkan tujuan pembe-
sebagai strategi revitalisasi nilai-nilai Pan- lajaran.
122 Varia Pendidikan, Vol. 25. No. 2, Desember 2013

DAFTAR PUSTAKA

Ayatrohaedi. 1986. Kepribadian Budaya Bangsa (local Genius). Jakarta: Pustaka Jaya.
Barker. 2005. Cultural Studies: Teori dan Praktek. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Beyer, B.K. 1979. Inquiry in the Social Studies Classroom: A. Strategy for Teaching. Colum-
bus, OH: Charles E. Merril Publ.Co.
Chapin, June R. 2006. Elementary Social Studies: A Practice Guide. Pearson/Allyin and Ba-
con.
Couto, Richard A. 1998. “The Art of Teaching Democracy: the Practice”. Journal CIVITAS,
Sept.-Oct. V.2 No.5.
Budimansyah, D. 2012. Dimensi-dimensi Praktik Pendidikan Karakter. Bandung: Widya Ak-
sara Press.
Hannerz, U. 1992. Cultural Complexity: Studies in the Social Organization of Meaning. Co-
lumbia University Press.
Hasan, Hamid. 2001. Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.
Jenkins, Henry. 2004. Pop Cosmopolitanism: Mapping Cultural Flows in an Age of Media Con-
vergence in theNew Millennium (edeteds) Marcelo M. Suárez-Orozco and Desirée Baolian
Qin-Hilliard University of California Press Berkeley and Los Angeles, California.
Ibrahim, H. Muslimin. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press.
Jarolimek, J. & Foster, C.D. 1976. Teaching and Learning in the Elementary School. London:
Macmillan Publishing Co., Inc. Antara Kebudayaan dan Kebangsaan” dalam Prisma No.
8, Agustus. Jakarta : LP3ES.
Kerr, L. 1996. Sage Advice. Wood Lake Publishing Inc., 1 Jan 1996 - 256 halaman.
Kirdi Dipoyudo. 1990. Membangun Atas Dasar Pancasila. Jakarta: Yayasan Proklamasi. CSIS.
Raths, L.E.,H.M & Simon, SB. 1978. Values and Teaching: Working with values in the class-
room. Second edition. Columbus: Charles E. Merrill Publishing Company.
Martorella, P. 1994. Social Studies for Elementry School Children: Developing Young Citizen.
New York: MacMillan.
Miles, M.B. & Huberman, A.M. 1992. Qualitative Data Analysis. Beverly Hills: Sage Publica-
tion.
Nurhadi. 2004. “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Terhadap Prestasi Belajar
Matematika Geometri Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa”. Dalam Tesis. Surakarta.
Poespowardojo, S. 1989. Filsafat Pancasila: Sebuah Pendekatan Sosio Budaya. Jakarta:
Gramedia.
Samsuri. 2010. “Pembentukan Karakter Warga Negara Demokratis dalam Politik Pendidikan
Indonesia Periode Orde Baru Hingga Era Reformasi”. Dalam MGMP PKn Kab.Sleman.
Sleman Press.
Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila Melalui Pembelajaran... 123

Sapriya dan Winataputra. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan: Model Pengembangan Materi


dan Pembelajaran. Bandung: Laboratorium PKn UPI.
Somantri, Nu’man. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Dedi Supriadi & Rohmat
Mulyana (ed). Bandung: PPS-FPIPS UPI dan PT. Remadja Rosda Karya.
Suseno, Franz Magnis. 1996. Etika Jawa, Sebuah Analisa falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup
Jawa, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Tilaar, HAR. 2007. Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta.
Winataputra, Udin S. & Sapriya. 2003. “Pengorganisasian Kurikulum Pendidikan Kewarganeg-
araan dan IPS di Sekolah Dasar”. Jurnal Sekolah Dasar: Kajian Teori dan Praktik Pen-
didikan. Tahun 12 Nomor 2, November 2003.

You might also like