You are on page 1of 16
HR fondly A ebor fn) BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA. FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO Laporan Kass: Glaukoma Sekunder pada Pasien Afakia Penyaji : Livia Pembimbing : Dr. Andika Prahasta, dr, SpM (K), M-Kes Ff © re ~ Telah diperiksa dan disetujui oleh | Pembimbing UniyGlaukoma = [f, : Dr. Andika Prahasta, dr, SpM (K), M.Kes ~ Selasa, 18 September 2012 Pukul 14.00 WIB re. KS L GLAUKOMA SEKUNDER PADA PASIEN AFAKIA Abstract Purpose to report clinical features and possible mechanism of secondary glaucoma in aphakic patient without prior history of trauma or ocular surgery. Case report A 68 years old man came to Cicendo Eye Hospital with chief complain of painfiul (on the right eye and throbbing pain in the right part of his head since three weeks ago. Ophthalmological examination showed the visual acuity was light perception, intraocular pressure was 39 mmllg, conjunctival and ciliary flush, corneal edema, vitreous in anterior chamber, midilated pupil 4 mm, and aphakic lens. The gonioscopy examination showed peripheral anterior synechiae in superior, inferior and nasal quadrant. Posterior segment examination showed enlarged cup and dise ratio 0.9-1,0 with prolaps lens nucleus in the vitreous body. The patient was treated with antiglaucoma medication, and trabeculectomy. Conclusion This was a poor prognosis case of secondary aphakic glaucoma with severe visual deterioration. Early diagnosis and prompt treatment is needed to better visual outcomes. PENDAHULUAN Glaukoma merupakan penyebab kedua terbanyak kebutaan di dunia dan di Indonesia setelah katarak. Berdasarkan survei kebutaan dan low vision oleh World ‘Health Organization (WHO) tahun 2002 diperkirakan 37 juta orang yang buta diseluruh dunia, 12,3% (4,4 juta) disebabkan oleh glaukoma, sedangkan 48% nya disebabkan oleh katarak.! Prevalensi Kebutaan Karena glaukoma berdasarkan survei keschatan nasional pada tahun 1993-1996 adalah 0,2%, dengan angka kebutaan sebesar 1,5%. Hasil dari survei kebutaan dan kesehatan mata di provinsi Jawa Barat pada IL tahun 2005 pada kelompok usia diatas 40 tahun, ditemukan prevalensi glaukoma 1,2% dengan prevalensi kebutaan terkait dengan glaukoma adalah sebesar 0,1%.” Secara garis besar glaukoma diklasifikasikan menjadi glaukoma sudut terbuka atau sudut tertutup dan sebagai glaukoma primer atau sekunder, serta childhood glaucoma. Glaukoma diklasifikasikan sebagai glaukoma primer jika keadaan yang menyebabkan obstruksi aliran keluar cairan akuos dan peningkatan tekanan intraokular terbatas pada sudut bilik mata depan atau jalur konvensional tanpa adanya kelainan okular atau sistemik yang tampak, umumnya bilateral dengan dasar Kelainan genetik. Klasifikasi sebagai glaukoma sekunder terjadi Ketika penyebab dan patogenesis dari abnormalitas yang terjadi dapat teridentifikasi, dan terkait dengan abnormalitas okular atau sistemik.** ‘Beberapa penelitian telah memaparkan bahwa diperkirakan 6 juta orang di dunia menderita glaukoma sckunder, dibandingkan dengan 67 juta orang yang menderita glaukoma primer. Berdasarkan data kebutaan dari Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organisation (WHO), Thylefors dan Negrel, menyatakan estimasi prevalensi kebutaan di dunia karena glaukoma sekunder mencapai 2,7 juta.> terbatas, dan penyebab utamanya jarang teridentifikasi. Penyebab glaukoma sckunder Informasi mengenai glaukoma sekunder pada umumnya m: berbeda-beda tetapi penyebab yang umumnya ditemui adalah inflamasi, lens induced, neovaskular dan traumatik. Berdasarkan pengamatan ditemukan bahwa ‘trauma, katarak dan uveitis infektif merupakan faktor resiko khusus untuk berkembang menjadi glaukorna sekunder, Hal ini merupakan penyebab tersering, ‘kebutaan pada negara-negara dunia ketiga.* Laporan kasus ini membahas mengenai glaukoma sckunder pada pasien afakia tanpa riwayat trauma maupun pembedahan pada mata sebelumnya. LAPORAN KASUS Seorang pria 68 tahun, datang ke RS Mata Cicendo Bandung pada tanggal 24 Mei 2012 dengan keluhan utama nyeri pada mata kanan disertai sakit berdenyut pada kepala sebelah kanan. Keluhan ini dirasakan pasien sejak 3 minggu yang alu. Keluhan ini disertai dengan mata merah, penglihatan yang buram dan rasa ‘mengganjal pada mata kanan. Pasien dirujuk oleh dokter spesialis mata di salah satu rumah sakit swasta ke bagian bedah katarak RS Mata Cicendo dengan diagnosis prolaps nukleus lensa ke posterior dan glaukoma sekunder mata kanan. Diagnosis ini ditunjang dengan hasil ultrasonografi dari rumah sakit swasta tersebut yang dibawa oleh pasien (gambar 1). Pasien tidak mengeluhkan mual dan muntah serta melihat pelangi disekitar cahaya. Riwayat penglihatan buram secara Perlahan-lahan sejak 5 tahun yang lalu. Riwayat kacamata dan wama putih pada bagian tengah mata disangkal. Riwayat hipertensi, diabetes melitus dan glaukoma dalam keluarga disangkal, demikian juga riwayat asma, alergi dan trauma serta pembedahan pada mata disangkal. Status oftalmologis : tajam penglihatan persepsi cahaya dengan proyeksi yang, buruk ke segala arah, dan tajam penglihatan mata kiri 0,32 pinhole 0,63. Koreksi terbaik menggunakan lensa sferis +2.25 dioptri dan lensa silinder -0.50 dioptri aksis 35° adalah 0,8 untuk penglihatan jauh, dan untuk baca dekat menggunakan lensa sferis +3.00 dioptri didapatkan 0,8 M dalam 30 cm. Tekanan intraokular dengan tonometri schiotz pada mata kanan sulit dinilai dan 7,8 mmHg pada mata Kiri, Pemeriksaan segmen anterior pada mata kanan ditemukan kornea edema, dan Jensa afukia. Pemeriksaan segmen anterior pada mata kiri ditemukan lensa keruh dengan grading NO2NC2. Pasien didiagnosis sebagai afakia mata kanan e.c glaukoma sekunder mata kanan, katarak seni suspek prolaps lensa ke vitreus, imatur mata kiri, dan astigmatisma hipermetropia kompositus mata kiri serta presbiopia Gambar 2.1. Ultrasonografi pada mata kanan tanggal 23 Mei 2012 di pusat diagnostik RS Immanuel. Interpretasi hasil USG : Pada pemeriksaan bola mata kanan tampak nukleus dari tensa terdapat didalam korpus vitreus bagian inferior (posterior) dengan bentuk ‘bundar pipih terpisah dari kapsula, Diameter sekitar 5-6 mm dan didalamnya tampak kalsifikasi kecil-kecil. Kapsula lensa berbatas ireguler dan kurang tegas. Tidak ditemukan kelainan lain pada segmen posterior bola mata kanan. Kesan : Tampak prolaps nukleus lens mata kanan ke dalam korpus vitreus bagian inferior (posterior). Tidak ditemukan kelainan lain di segmen posterior bola mata kanan. Pasien kemudian dikonsulkan kebagian retina, dan dirawat inap untuk direncanakan akan dilakukan tindakan vitrektomi pars plana, ckstraksi lensa, dan penanaman lensa intraokular pada mata kanan, Tanggal 5 Juni 2012, saat dikamar operasi tekanan darah pasien mencapai 216/107 mmHg sehingga operasi dibatalkan Kemudian pasien diinstruksikan untuk rawat jalan, dikonsulkan Kembali kebagian penyakit dalam dan dikonsul ke unit glaukoma, ‘Tanggal 2 Juli 2012, pasien datang ke unit glaukoma dengan keluhan utama nyeri pada mata kanan disertai sakit berdenyut pada kepala sebelah kanan, mata ‘merah, penglihatan yang buram dan rasa mengganjal pada mata kanan. Status ‘oftalmologis : tajam penglihatan mata kanan persepsi cahaya dan mata kiri 0,32 pinhole 0,63. Koreksi terbaik menggunakan lensa sferis +2.25 dioptri dan tensa silinder -0.50 dioptri aksis 35° adalah 0,8 untuk penglihatan jauh, dan untuk baca dekat menggunakan lensa sferis +3.00 dioptri didapatkan 0,8 M dalam 30 cm. ‘Tekanan intraokular dengan tonometri aplanasi Goldmann pada mata kanan adalah 39,0 mmilg dan 15 mmHg pada mata kiri. Hasil pemeriksaan gonioskopi pada mata kanan sulit dinilai karena media keruh, sedangkan pada mata kiri idapatkan sclera spur (SS) 360°. Pemeriksaan segmen anterior pada mata kanan ditemukan injeksi Konjungtiva dan siliar; kornea edema; bilik mata depan didapatkan massa vitreus dengan kedalaman Van Herrick (VH) grade Ill; pupil bulat, diameter 4 mm, reflex cahaya sult dinitai; iris tidak terdapat atrofi, sinekia dan neovaskular; serta lensa afakia, " Pemeriksaan segmen anterior pada mata kiri ditemukan lensa keruh dengan grading NO2NC2. Pemeriksaan segmen posterior pada mata kanan didapatkan media keruh, detail sulit dinilai. Pemeriksaan segmen posterior pada mata kiri didapatkan rasio cawan:diskus 0,3-0,4, lain-lain dalam batas normal. Pasien didiagnosis sebagai afakia mata kanan e.c Iuksasi lensa ke posterior, glaukoma sekunder mata kanan, katarak seni Kompositus mata kiri serta presbiopia. Pasien kemudian diberikan terapi maleat 0,5% 2 x 1 tetes pada mata kanan, Asetazolamid 3 x 500 mg, Aspak K (K L-aspartate 100 mg, Mg L-aspartate 100 mg, bisbentiamine 10 mg, vitamin B6 5 imatur mata kiri, astigmatisma hipermetropia. imolol mg) 1 x 1 tablet, dan rencana dilakukan tindakan vitrektomi pars plana, ekstra Jensa, penanaman lensa intraokular dan trabekulektomi pada mata kanan, ‘Tanggal 12 Juli 2012 pasien kembali kontrol ke unit glaukoma masih dengan keluban yang sama mata kanan nyeri, berair dan merah, Didapatkan tajam penglihatan mata kanan menjadi no light perception dengan tekanan intraokular pada mata kanan adalah 21,0 mmHg dengan tonometri aplanasi Goldmann. Kemudian pasien diberikan tambahan terapi medikamentosa dengan prednisolone asetat micronized 10 mg/ml 6 x 1 tetes mata kanan. Unit retina menyarankan untuk dilakukan TSCPC (Transscleral cylophotocoagulation), sedangkan dari unit glaukoma merencanakan melakukan tindakan trabekulektomi pada mata kanan. Gambar 2.2. Segmen anterior mata kanan (A) dan mata kiri (B) sebelum operasi. Pemeriksaan laboratorium darah dan urine seria rekam jantung dalam batas normal. Setelah prosedur persiapan operasi, informed consent dan persetujuan tindakan operasi dipenuhi, operasi dilakukan pada tanggal 20 Juli 2012. Tekanan intraokular pada mata Kanan sebelum operasi adalah 34,0 mmHg dengan tonometri aplanasi Goldmann. Adapun laporan operasinya adalah sebagai berikut : pasien dalam anestesi neuroleptika, dilakukan tindakan a dan antiseptik pada ‘mata kanan, kemudian dipasang duk steril dan spekulum pada kelopak mata kanan pasien, Anestesi subtenon dengan lidokain 1% ditempatkan diregio inferonasal, selanjutnya dilakukan jahitan kendali pada kornea dengan vieryl 7-0. Operasi dilanjutkan dengan membvat flap sklera berukuran 4x3 mm di superotemporal, dan sideport dibuat di jam 9. Selanjutnya dilakukan sklerotomi dengan ukuran 2x2 ‘mm, kemudian dilakukan iridektomi perifer di jam 12. Plap sklera dijahit dengan ethylon 10-0. Dilakukan suntikan antibiotik dan steroid subkonjungtiva. Spekulum dilepas dan diberikan salep mata antibiotik. Operasi selesai Pasca operasi hari pertama tgl 21 Juli 2012 didapatkan tekanan intraokular pada mata kanan adalah 18,0 mmHg dengan tonometri aplanasi Goldmann. Pasien kemudian diperbolehkan rawat jalan, kontrol | minggu yang akan datang serta Aiberikan terapi cefadroxyl 2 x 500 mg, timolol maleat 0,5% 2.x I tetes pada mata Kanan, ofloxacin 3mg/ml 6 x 1 tetes mata kanan, prednisolone asetat micronized 10 mg/ml 6 x 1 tetes mata kanan, serta artificial tears 6 x 1 tetes mata kanan, ‘Tanggal 26 Juli 2012, didapatkan tekanan intraokular pada mata kanan adalah 28,0 mmbg dan mata kiri 14 mmHg dengan tonometri aplanasi Goldmann. Pasien kemudian diberikan tambahan terapi dorzolamide 20 mg/ml 3 x 1 fetes mata ‘Kanan. i Tanggal 2 Agustus 2012, didapatkan tekanan intraokular pada mata kanan adalah 26,0 mmifg dan mata kiri 16 mmHg dengan tonometri aplanasi Goldmann, Hiasil pemeriksaan gonioskopi pada mata kanan terlihat scleral spur namun didapatkan adanya sinekia pada kuadran superior dan temporal, multiple sinekia pada kuadran nasal dan inferior (gambar 2.3). Pemeriksaan segmen anterior pada mata kanan ditemukan, konjungtiva bulbi hiperemis, bleb terbentuk dengan vaskularisasi, kornea edema, bilik mata depan Van Herrick (VH) grade III, pupil bulat, diameter 4 mm, reflex cahaya direk menurun, pada iris tampak iridektomi pada jam 12, sinekia tidak ada, serta lensa afakia. Pemeriksaan segmen posterior pada mata kanan didapatkan media agak keruh, lensa di vitreus, rasio cawan : diskus 0,9-1,0. Terapi medikamentosa masih dilanjutkan. Tanggal 9 Agustus 2012, dilakukan pemeriksaan Humphrey visual field, optical coherence tomography pada mata kiri dan didapatkan hasilnya batas normal. Gambar 2.3. Gonioskopi kuadran superior (A), temporal (B), inferior (C), dan nasal (D) pada mata kanan Gambar 2.4, Papil saraf optik mata kanan. m. PEMBAHASAN Glaukoma sekunder sudut tertutup dan sudut terbuka merupakan penyebab penting morbiditas okular dan kehilangan penglihatan pada komunitas. Glaukoma sekunder terjadi Karena adanya penyakit okular yang didapat lainya (dispersi pigmen, infeksi intraokular, inflamasi intraokular, dan penyakit pembuluh darah retina), trauma tumpul segmen anterior, pembedahan intraokular (khususnya cangkok kornea dan katarak kongenital) dan penggunaan kortikosteroid topikal. ‘Terapi medikasi pada glaukoma sekunder berbeda dari glaukoma primer dan harus disesuaikan dengan keadaan pasien. Deteksi dini dan rujukkan pada Penanganan yang tepat sangat diperlukan pada pasien dengan resiko tinggi. Studi berbeda menunjukkan penycbab glaukoma sekunder yang berbeda- beda, bergantung pada daerah dan sampel penelitiannya. Studi di kompleks medikal Hayatabad Peshawar tahun 2003 didapatkan glaukoma sekunder adalah 36,14% dari total glaukoma. Studi tersebut menyebutkan bahwa glaukoma fakolitik sebesar 4,1%, sedangkan studi oleh Uzma Fasih dk, mendapatkan glaukoma sekunder pada pasien afakia dengan blok pupil adalah sebesar 1,9% dan untuk glaukoma fakolitik sebesar 4,7%.> - Pasien datang dengan keluhan utama nyeri pada mata kanan disertai sakit berdenyut pada kepala sebelah kanan, mata merah, penglihatan yang buram dan rasa mengganjal pada mata kanan, Riwayat penglihatan buram perlahan sejak 5 tahun yang lalu, tanpa adanya riwayat trauma, kelainan okular maupun sistemik serta pembedahan mata sebelumnya. Tajam penglihatan mata kanan_persepsi cahaya Kemudian menjadi no light perception dan mata kiri 0,32 pinhole 0,63. Koreksi terbaik menggunakan fensa sferis +2.25 dioptri dan lensa silinder -0.50 dioptri aksis 35° adalah 0,8 untuk penglihatan jauh, dan untuk baca dekat menggunakan Iensa sferis +3.00 dioptri didapatkan 0,8 M dalum 30 em. ‘Tekanan intraokular dengan tonometri aplanasi Goldmann pada mata kanan adalah 39,0 mmHg. Hasil pemeriksaan gonioskopi pada mata kanan terlihat scleral spur namun didapatkan sinekia pada kuadran superior dan temporal, multiple sinekia pada kuadran nasal dan inferior. Pemeriksaan segmen anterior pada mata kanan 10 ditemukan injeksi konjungtiva dan siliar; korea edema; bilik mata depan didapatkan massa vitreus dengan kedalaman Van Herrick (VH) grade III; pupil bulat, diameter 4 mm, dan lensa afakia, Pemeriksaan segmen posterior pada mata kanan didapatkan media agak keruh, lensa di vitreus, rasio cawan : diskus 0,9-1,0. Pemeriksaan USG menunjukkan tampak adanya prolaps nukleus Jensa mata kanan ke dalam korpus vitreus bagian inferior (posterior). Permasalahan pada pasien ini adalah bagaimana mekanisme terjadinya glaukoma sekunder, penanganan serta prognosisnya. ‘Mekanisme terjadinya glaukoma pada pasien ini merupakan suatu proses yang kompleks, disebabkan pada mulanya Karena adanya blok aliran humor akuos ‘oleh bolus vitreus, kemudian inflamasi karena kebocoran protein lensa (glaukoma fakolitik), Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pada beberapa kasus, mekanisme glaukoma lebih kompleks termasuk inflamasi, blok pupil, dan pembentukan sinekia perifer anterior, seperti halnya yang terjadi pada pasien ini.” Glaukoma Karena vitreus di bilik mata depan merupakan penyebab Permukaan vitreus glaukoma sudut terbuka yang jarang pada mata yang afaki yang intak dapat memblok pupil, menghasilkan peningkatan tahanan pada aliran humor akuos. Keadaan ini berhubungan dengan pupil yang midilatasi, Pada’ pemeriksaan tampak peningkatan tekanan intraokular dan sudut yang terbuka.** Pada pasien ini, terjadi peningkatan tekanan intraokular, sudut bilik mata depan yang terbuka, adanya massa vitreus pada bilik mata depan, pupil midilatasi serta Jensa afakia. Hasil pemeriksaan USG menunjukkan adanya lensa pada badan vitreus bagian inferior (posterior). Glaukoma fakolitik merupakan glaukoma inflamasi yang disebabkan oleh kebocoran protein lensa melalui kapsul lensa pada katarak matur atau hipermatur. Materi ini dapat menyebabkan sumbatan pada jaringan trabekular dan juga menstimulasi inflamasi dan respon makrofag. Makrofag ini akan menelan protein Jensa dan akan menyebabkan sumbatan pada saluran keluar. Glaukoma fakolitik pada umumnya tampak pada pasien berusia tua, dimana biasanya mempunyai riwayat penglihatan yang menurun selama beberapa bulan atau tahun, Penyakit ini biasanya muncul dengan onset akut nyeri monokular, merah, dan kemungkinan ry penurunan tajam penglihatan. Pemeriksaan menunjukkan peningkatan tekanan intraokular yang tinggi, edema kornea, injeksi siliar, sudut terbuka, dan flare dan sel yang banyak. Tajam penglihatan pada kondisi ini, terkadang pada tingkatan persepsi cahaya yang inakurat. Diagnosis glaukoma fakolitik biasanya dibuat berdasarkan gambaran Klinis.**67"" Pada kasus ini didapatkan, pasien berusia tua, dengan riwayat penglihatan yang menurun selama 5 tahun terakhir, onset akut nyeri monokular, merah, dan penurunan tajam penglihatan sampai pada persepsi cahaya Kemudian no light perception. Pemeriksaan oftalmologis menunjukkan peningkatan tekanan intraokular, edema korea, injeksi siliar, serta masih tampaknya scleral spur pada pemeriksaan sudut bilik mata depan merupakan tanda sebelum terbentuk sinekia perifer anterior karena inflamasi yang terjadi sudut bilik mata depannya terbuka, ‘Tujuan utama terapi glaukoma adalah menurunkan tekanan intraokular sementara tetap mempertahankan penglihatan pasien dan kualitas hidupnya.’? Penanganan glaukoma sckunder pada mata yang buta cenderung kepada terapi konservatif bergantung pada derajat kebutaan dan nyeri. Penanganan mata glaukoma yang buta bergantung pada kenyamanan pasien dan tampilan secara Kosmetik. Pemberian medikasi penurun tekanan intraokular dianjurkan secara topikal, demikian juga pemberian sikloplegik dan steroid topikal untuk mata dengan inflamasi. Pemberian antiglaukoma sistemik dan steroid sistemik tidak dianjurkan karena cfek samping sistemik.'* Glaukoma yang disebabkan oleh vitreus pada bilik mata depan biasanya kondisi yang self-limited. Vitreus biasanya tertarik sejalan dengan waktu, dan kemudian tekanan intraokular menurun. Selama periode ini, medikasi penurun tekanan topikal dan sistemik dianjurkan untuk mengontrol tekanan intraokular.. Pada pasien yang tidak berespon dimana terdapat ancaman terhadap nervus coptikus, vitrektomi perlu dipertimbangkan.° Glaukoma sekunder tanpa blok pupil biasanya diterapi_ dengan medikamentosa, sangat penting bahwa inflamasi residual ditckan dengan kortikosteroid. Pasien biasanya lebih nyaman dengan terapi tambahan agen sikloplegik topikal. Operasi filtrasi harus dipertimbangkan jika terapi medikasi gagal untuk mengontrol tekanan intraokular. Ekstraksi katarak dengan atau tanpa implantasi lensa intraokular merupakan terapi definitif untuk glaukoma fakolitik. ‘Sebelum pembedahan, tekanan intraokular dan inflamasi harus diturunkan dengan terapi_ medikasi, termasuk penggunaan agen hiperosmotik, agen adrenergik topikal, inhibitor karbonik anhidrase, dan kortikosteroid topikal. Iridotomi perifer dan/atau iridoplasti dapat dilakukan untuk melepaskan blok pupil dan memberikan san.u46 waktu untuk merencanakan pembedahan. asien ini terlebih dahulu diberikan terapi medikamentosa antiglaukoma yaitu B-bloker (timolol maleat), inhibitor karbonik anhidrase (dorzolamide, acetazolamide). Pasien juga diberikan steroid topikal sebagai antiinflamasi, disamping perbaikan keadaan umum/sistemik. ‘Terapi pembedahan glaukoma intraokular dikontraindikasikan Karena resiko simpatetik oftalmia, dan komplikasi postoperatif, dan diperlukan follow up yang intensif dan jadwal pemberian obat yang ketat, Tindakan bedah yang direncanakan dan dilakukan harus dapat menghentikan rasa nyeri dan menghasilkan tampilan kosmetik yang baik. Pasien harus diedukasi untuk tindakan yang dilakukan dan prognosis visual.'* Selama follow up ternyata tidak terjadi penurunan tekanan intraokular yang bermakna, juga disertai dengan rasa rnyeri meskipun telah diberikan terapi medikamentosa secara kombinasi sehingga dilakukan tindakan trabekulektomi pada mata kanan, Hal ini sesuai dengan epustakaan yang menyatakan bahwa trabekulektomi telah menjadi prosedur glaukoma standar, dengan hasil yang sangat baik untuk banyak tipe glaukoma sudut terbuka dan tertutup. Afakia, inflam: sekunder tidak terkontrol lainnya dapat diterapi dengan trabekulektomi,®!? i, traumatik, dan bentuk glaukoma Vitrektomi pars plana dan ekstraksi len tidak dilakukan pada pasien ini dikarenkan tajam penglihatan no light perception (buta) dan tindakan intervensi erat dibanding manfaatnya. Pertimbangan ini sesuai dengan kepustakaan yang, menyatakan bahwa dislokasi total dari lensa dengan kapsul yang intak tidak membutuhkan intervensi pembedahan secepatnya karena resiko untuk terjadinya saraf optik glaukomatus, inflamasi, dan komplikasi retina lebih rendah pada e B kondisi ini. Demikian juga dikatakan bahwa fragmen nukleus yang sangat kecil ‘dapat ditoleransi tanpa intervensi yang spesifik.” Transscleral cyclophotocoagulation (TSCPC) umumnya dilakukan pada ‘mata dengan potensi penglihatan yang minimal dan tekanan yang sangat tinggi, glaukoma reffakter, mata dengan kegagalan prosedur trabekulektomi atau ‘ube shunt, meskipun telah mendapatkan terapi medikasi maksimal, untuk mata yang sangat nyeri dengan tckanan yang sangat tinggi, maupun mata dengan glaukoma neovaskular.'* Pada kasus ini tidak dilakukan TSCPC karena pasien belum pernah mengalami prosedur trabekulektomi yang merupakan prosedur standar glaukoma. Prognosis pada pasien ini quo ad vitam dan quo ad functionam ad malam, karena telah terjadi perburukan tajam penglihatan sampai mengalami kebutaan (110 light perception), sementara reaksi peradangan dan peningkatan tekanan intraokular masih terus terjadi, @ DAFTAR PUSTAKA Quigley HA, Broman AT. The number of people with glaucoma worldwide in 2010 and 2020. Br J Ophthalmol [dokumen pada internet}. 2006 [diunduh 22 Agustus 2012] 90:253-254. Tersedia dari : www.bjophthalmol.com. Harmen. Glaucoma week In bukit tinggi [dokumen pada internet}. 7-13 Maret 2011 [diunduh 22 Agustus 2012). Tersedia dari hup:/'www-foxitsoftware.com. George AC, Durcan FJ, Girkin CA, Gross RL, Netland PA, Samples JR, ‘kk, Glaucoma: basic and clinical science course section 10. Singapore: American Academy of Ophthalmology; 2011. hal.6, 108 Allingham RR, Damji KF, Freedman S, Moroi SE, Shaffanov G, Shields MB. Shields text book of glaucoma. Edisi ke-S. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005. Hal.15. Fasih U, Fehmi MS, Shaikh N, Shaikh A. Secondary Glaucoma - Causes and Management [dokumen pada internet}. 2008 [diunduh 22 Agustus 2012]; Vol. 24 No.2. Tersedia dari : www.pubmed.com. - Stamper RL, Lieberman MF, Drake MV. Becker-shaffer’s diagnosis and therapy of the glaucomas. Edisi ke-8, Philadelphia: Elsevier mosby; 2009. Sullivan BR, Roy H. Lens-particle glaucoma clinical presentation [dokumen pada internet}. Diperbaharui 16 April 2012 [diunduh 22 Agustus 2012}. ‘Tersedia dari : www.medscape.com. Bobrow CJ, Blecher MH, Glasser DB, Mitchell KB, Rosenberg LF. Reich J, dk, Lens and Cataract: basic and cl ‘Singapore: American Academy of Ophthalmology; 2011, hal.67. Kanski JJ, Bowling B, Nischal KN, Pearson A. Clinical ophthalmology a systematic approach. Edisi ke-7. China: Elsevier; 2011. Hal.364, Kuchtey RW, Lowder CY, Smith SD. Ophthalmology clinic of north America [dokumen pada intemet}. 2005 [diunduh 22 Agustus 2012]; 18: 421 — 430..Tersedia dari : www. Ophthalmology.theclinics.com . ical science course section 10. 1 2. 13. 4. 15. 16. 15 Fang SK, Rahman RA, Zahari M. Lens associated angle closure. Dalam: Hong C, Yamamoto T, editor. Angle closure glaucoma. Amsterdam: Kugler Publications; 2007. Hal.163-4 Barac IR, Pop MD, Balti F. Refractory secondary glaucoma clinical case. Journal of Medicine and Life [dokumen pada internet]. January-March 2012 [diunduh 12 September 2012]; Vol.5:1. Hal.107-9, Tani KM. management of blind, painful eye from glaucoma. Dalam: Zimmerman TJ, Kooner KS, editor. Clinical pathways in glaucoma, New York: Thieme; 2001. Hal.535-44 Ishida K, Yamamoto T. Trabeculectomy. Dalam: Hong C, Yamamoto. Tt editor. Angle closure glaucoma. Amsterdam: Kugler Publications; 2007. Hal.225-9 Gaasterland D. Laser Therapies: Iridotomy, Iridoplasty, and ‘Trabeculoplasty. Dalam: Schacknow PN, Samples JR, editor. The Glaucoma Book A Practical, Evidence-Based Approach to Patient Care. New York: Springer Science Business Media; 2010, Hal.730. Gamerp GE. Glaucoma associated with lens disorders. Dalam: TJ, Kooner KS, editor. Clinical pathways in glaucoma. New York: Thieme; 2001. Hal.204-6, ‘immerman

You might also like