You are on page 1of 11

Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun

Studi Kualitatif pada Ibu-Ibu di Kampung Nelayan


Muara Angke Jakarta Utara; Studi Kualitatif

Intan Silviana Mustikawati


Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul, Jakarta
Jln. Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510
email : intansilviana@esaunggul.ac.id

ABSTRACT
Washing Hand Behavior Using Soap Among Mothers’ of Underfive Children at Kampung Nelayan
Muara Angke, Jakarta Utara. A Qualitative Study

Introduction. The result of Joint Monitoring Program (JMP) showed the low prevalence of washing hand
using soap at five critical important times.
Objective. This study was aimed at gathering indepth information regarding the behavior as well as its
supporting factors and obstacles among mothers of underfive years old children living at a fishing village
Muara Angke, North Jakarta.
Methods. The study employed qualitative approached and used purposive technique to got 5 informants
mothers of underfive years old childern, one informant from fishermen group and one puskesmas’ staff. Steps
in analyzing data consist of reducing data, presenting data, dan setting a conclusion.
Results. Household mother informants aged 25-35 tahun, have highschool level of education. Family with
monthly income above Rp 3.000.000,00 installed pipewater fasilities. There is no public water fascilities
could be used for washing hand, The Puskesmas had not conducted a PHBS campaign and public training.
Most household informants comprehended what is and benefit of washing hand with soap, diseases could be
provoke by washing hand without soap; some mothers could state the critical important time to wash hand
with soap; yet most of them could not state the steps and proper technique of healthy washing hand. The
attitude of informants toward washing hand was positive. Most informants report that they did not always
washing hand with soap at 5 critical times recommended and that their acts of washing hand were improper.
Conclutions. With positive knowledge on and attitude toward washing hand with soap, the habit of proper
washing of mothers could be improve through training and reduce the obstacle.

Keyword: Handwash, Handwash Using Soap, Qualitative Study

PENDAHULUAN aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat


Buruknya kondisi sanitasi merupakan salah seperti memelihara dan meningkatkan kesehatan,
satu penyebab kematian anak di bawah 3 tahun, mencegah risiko terjadinya penyakit, dan
yaitu sebesar 19% atau sekitar 100.000 anak melindungi diri dari ancaman penyakit (Depkes
meninggal karena diare setiap tahunnya dan RI, 2009).
kerugian ekonomi diperkirakan sebesar 2,3% dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah
Produk Domestik Bruto (Depkes RI, 2009). menetapkan 15 Oktober sebagai Hari Cuci
Perilaku cuci tangan pakai sabun Tangan Pakai Sabun Sedunia. Kegiatan tersebut
merupakan bagian dari program Perilaku Hidup memobilisasi jutaan orang di lima benua untuk
Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah tangga. mencuci tangan pakai sabun. Semakin luas
Program PHBS dilaksanakan sebagai upaya budaya mencuci tangan dengan sabun akan
pemberdayaan anggota rumah tangga agar sadar, membuat kontribusi signifikan untuk memenuhi
mau, dan mampu melakukan kebiasaan hidup target Millenium Development Goals (MDGs)
bersih dan sehat. Dengan menjalankan perilaku- yakni mengurangi tingkat kematian anak-anak di
bawah usia lima tahun pada 2015 hingga sekitar
perilaku melakukan PHBS, masyarakat berperan
70 persen.

115 ~ ARKESMAS, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2017


Mencuci tangan pakai sabun adalah salah Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) dan flu
satu upaya pencegahan melalui tindakan sanitasi burung hingga 50%.
dengan membersihkan tangan dan jari jemari Sebagian besar kuman infeksius penyebab
menggunakan air dan sabun. Tangan manusia diare ditularkan melalui jalur fecal-oral, yang
seringkali menjadi agen yang membawa kuman masuk ke dalam mulut antara lain melalui jari-jari
daan menyebabkan patogen berpindah dari satu tangan. Tangan yang bersentuhan langsung
orang atau dari alam ke orang lain melalui kontak dengan kotoran manusia dan binatang, ataupun
langsung atau tidak langsung. (Depkes, 2009; cairan tubuh lain (seperti ingus, dan
Wagner & Lanoix) makanan/minuman yang terkontaminasi saat tidak
Menurut Depkes RI (2009), penyakit- dicuci dengan sabun) dapat memindahkan bakteri,
penyakit yang dapat dicegah dengan cuci tangan virus, dan parasit pada orang lain yang tidak sadar
pakai sabun yaitu; (1). Infeksi saluran pernapasan bahwa dirinya sedang ditularkan (Fewtrell et al,
karena mencuci tangan dengan sabun dapat 2005).
melepaskan kuman-kuman pernapasan yang Mencuci tangan dengan air saja lebih
terdapat pada tangan dan permukaan telapak umum dilakukan, namun hal ini terbukti tidak
tangan, dan dapat menghilangkan kuman penyakit efektif dalam menjaga kesehatan dibandingkan
lainnya, (2). Diare karena kuman infeksius dengan mencuci tangan dengan sabun.
penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal-oral, Menggunakan sabun dalam mencuci tangan
sehingga mencuci tangan pakai sabun dapat sebenarnya menyebabkan orang harus
mencegah penularan kuman penyakit tersebut, mengalokasikan waktunya lebih banyak saat
(3). Infeksi cacing, mata dan penyakit kulit, mencuci tangan, namun penggunaan sabun
dimana penelitian telah membuktikan bahwa menjadi efektif karena lemak dan kotoran yang
selain diare dan infeksi saluran pernapasan, menempel akan terlepas saat tangan digosok dan
penggunaan sabun dalam mencuci tangan bergesek dalam upaya melepasnya. Di dalam
mengurangi kejadian penyakit kulit, infeksi mata lemak dan kotoran yang menempel inilah kuman
seperti trakoma, dan cacingan khususnya untuk penyakit hidup.
ascariasis dan trichuriasis. Agar efektif, WHO (2009) telah
Jika jumlah masyarakat yang menerapkan menetapkan langkah-langkah cuci tangan pakai
perilaku cuci tangan pakai sabun meningkat, sabun sebagai berikut: membasahi kedua tangan
dapat mengurangi jumlah kejadian diare di dengan air mengalir, beri sabun secukupnya,
Indonesia. Hasil studi WHO (2007) membuktikan menggosokan kedua telapak tangan dan punggung
bahwa angka kejadian diare dapat menurun tangan, menggosok sela-sela jari kedua tangan,
sebesar 32% dengan meningkatkan akses menggosok kedua telapak dengan jari-jari rapat,
masyarakat terhadap sanitasi dasar (jamban, jari-jari tangan dirapatkan sambil digosok ke
pengolahan sampah rumah tangga, pengolahan telapak tangan, tangan kiri ke kanan, dan
limbah cair domestik); 45% dengan perilaku sebaliknya, menggosok ibu jari secara berputar
mencuci tangan pakai sabun; dan 39% dengan dalam genggaman tangan kanan, dan sebaliknya,
perilaku pengelolaan air minum yang higienis di menggosokkan kuku jari kanan memutar ke
rumah tangga. Intervensi dengan telapak tangan kiri, dan sebaliknya, basuh dengan
mengintegrasikan ketiga upaya tersebut dapat air, dan mengeringkan tangan.
menurunkan angka kejadian diare sebesar 94%. Selain langkah-langkah tersebut, hal lain
Data WHO juga memperlihatkan bahwa mencuci yang juga kritis dalam pencegahan penyakit
tangan dengan sabun mampu menurunkan kasus adalah waktu kapan seseorang harus mencuci
tangan. Menurut Depkes RI (2009), lima waktu

116 ~ ARKESMAS, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2017Silviana Mustikawati. Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun ~ 116
Intan
terpenting untuk cuci tangan pakai sabun yaitu penerapan perilaku tersebut, serta dapat
sebelum makan, sebelum menyusui bayi atau melakukan observasi di lapangan mengenai
menyuapi bayi/anak, sesudah ke WC atau buang perilaku cuci tangan pakai sabun pada ibu-ibu di
air besar. sesudah menceboki bayi/anak, dan kampung nelayan Muara Angke, Jakarta yang
sebelum memasak atau menyiapkan makanan. dilakukan melalui pendekatan kualitatif.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(2007), ditemukan bahwa persentase kebiasaan METODE
CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun) pada Jenis penelitian yang digunakan dalam
masyarakat Indonesia masih belum mencapai penelitian ini yaitu penelitian kualitatif dengan
angka 50%. Padahal, penyediaan dana kurang pengumpulan data melalui wawancara mendalam,
lebih sebesar Rp. 30.000,00 dapat menyelamatkan observasi, studi pustaka, dan dokumentasi.
masyarakat hingga 100.000 orang dari penyakit Metode pengambilan sampel dilakukan
(Depkes RI, 2009). secara purposif. informan yang dipilih dalam
Berdasarkan survei Joint Monitoring penelitian ini adalah lima orang ibu rumah tangga
Program (JMP) pada tahun 2004, masyarakat yang memiliki anak berusia di bawah lima tahun
yang melakukan cuci tangan pakai sabun (CTPS) (balita) di kampung nelayan Muara Angke, satu
pada lima waktu kritis (sebelum menjamah orang koordinator nelayan di kampung nelayan
makanan, sebelum menyuapi anak, sebelum Muara Angke tersebut, dan satu orang petugas di
makan, setelah membersihkan BAB/buang air bagian promosi kesehatan Puskesmas Muara
besar anak dan setelah BAB) kurang dari 15%. Angke.
Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) Untuk menjamin validitas penelitian ini,
pada tahun 2006, didapatkan bahwa pola cuci dilakukan triangulasi sumber (ibu rumah tangga
tangan pakai sabun pada masyarakat yaitu 12% yang punya balita, koordinator nelayan, dan
setelah buang air besar, 9% setelah membersihkan petugas promosi kesehatan Puskesmas),
tinja bayi dan balita, 14% sebelum makan, 7% triangulasi data dan triangulasi metode
sebelum memberi makan bayi, dan 6% sebelum (wawancara dan observasi). Data utama penelitian
menyiapkan makanan. ini dikumpulkan melalui wawancara mendalam
Berdasarkan observasi, ditemukan bahwa dengan informan utama. Analisis data yang
masih banyak masyarakat di kampung nelayan digunakan mencakup reduksi data, penyajian data
Muara Angke yang belum menerapkan perilaku dan penarikan kesimpulan.
hidup bersih dan sehat di rumah tangga, sehingga
angka kejadian diare dan Infeksi Saluran HASIL
Pernapasan Atas (ISPA) masih merupakan angka Kampung nelayan Muara Angke terletak di
kesakitan tertinggi (60%) di Puskesmas Muara kawasan pelabuhan perikanan di Kelurahan
Angke. Kondisi perilaku masyarakat yang masih Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan,
belum menerapkan perilaku hidup bersih dan Kotamadya Jakarta Utara. Sebagian besar
sehat dapat menimbulkan berbagai dampak yang masyarakat yang berada di kampung nelayan
merugikan terhadap kesehatan masyarakat,
Muara Angke bermata pencaharian sebagai
lingkungan hidup dan kegiatan ekonomi yang
nelayan, pada sebagian besar rumah tangga, suami
berkaitan erat dengan kesejahteraan masyarakat.
bekerja menangkap ikan atau mengolah ikan
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti
ingin mengetahui lebih mendalam mengenai menjadi ikan asin, sementara istrinya bekerja
perilaku cuci tangan pakai sabun beserta faktor- sebagai ibu rumah tangga atau membantu
faktor yang mendukung serta menghambat suaminya untuk mengolah ikan menjadi ikan asin.

117 ~ ARKESMAS, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2017


Karakteristik Informan untuk kita pake mandi-mandi dan mencuci,
Sebagian besar informan berjenis kelamin tapi harus bayar.” (BS, 25 tahun)
perempuan, berumur 2535 tahun, berpendidikan
SMU, dan mempunyai penghasilan lebih dari Rp. “Maunya sih ada fasilitas umum cuci tangan
3.000.000,00. pakai sabun kayak kran air yang bisa diambil
airnya secara gratis dan juga tersedia
Fasilitas Rumah Tangga untuk Cuci Tangan sabunnya, nggak usah bayar-bayar kalo pake
Pakai Sabun air bersih kayak di MCK umum.” (RN, 27
Sebagian besar informan mengatakan tahun)
bahwa mereka memiliki fasilitas berupa air bersih Menurut informasi dari koordinator
dan sabun di rumahnya masing-masing. Bila nelayan Muara Angke, tidak ada fasilitas umum
mereka tidak memasang PAM, maka mereka akan air bersih yang dibangun oleh pemerintah di
membeli air bersih dari penjual air keliling. kampung nelayan Muara Angke. Namun, disana
tersedia fasilitas umum untuk penggunaan air
“Saya mempunyai air bersih dari PAM untuk bersih bantuan program Corporate Social
mencuci tangan. Biasanya saya menggunakan Responsibility dari Bank BNI, yaitu berupa
sabun cair Lifebuoy untuk mencuci tangan.” tampungan air yang terdiri dari beberapa dirigen
(HM, 32 tahun) besar beserta kran.
Namun masalah dari penampungan air
“Saya pasang PAM di rumah, jadi bisa pake tersebut adalah airnya yang asin, dikarenakan
air bersih untuk cuci tangan. Di kamar mandi pengeboran sumur yang kedalamannya kurang
juga selalu tersedia sabun untuk cuci dari 100 meter. Dengan kondisi pemukiman yang
tangan.” (DN, 26 tahun) jaraknya dekat dengan laut, seharusnya
pengeboran air sumur dilakukan pada kedalaman
“Di rumah saya tidak pasang PAM, makanya 100 hingga 200 meter. Kondisi air tersebut asin,
saya beli air setiap hari dari penjual air menyebabkan penampungan air yang ada tidak
keliling untuk memasak minum, makanan, dimanfaatkan oleh masyarakat. Padahal kondisi
mandi, dan cuci-cuci. Kalo sabun selalu ada penampungan air tersebut cukup baik, terdiri dari
di kamar mandi.” (TK, 30 tahun) beberapa dirigen dan kran yang memungkinkan
banyak masyarakat dapat mengakses air, dan
Fasilitas Umum untuk Cuci Tangan Pakai
lokasinya cukup strategis di depan pintu masuk
Sabun
wilayah kampung nelayan Muara Angke.
Sebagian besar informan mengatakan
bahwa tidak terdapat fasilitas umum yang dapat “Fasilitas umum air bersih yang dibangun
digunakan oleh masyarakat untuk cuci tangan
oleh pemerintah di kampung nelayan Muara
pakai sabun secara cuma-cuma. Yang tersedia
Angke tidak ada. Namun, disana tersedia
yaitu fasilitas Mandi, Cuci, Kakus (MCK) umum
fasilitas umum untuk penggunaan air bersih
atau toilet umum yang dapat dipergunakan oleh
masyarakat untuk keperluan mandi dan mencuci bantuan program Corporate Social
dengan membayar Rp 1.000 sampai dengan Rp Responsibility dari Bank BNI, yaitu berupa
2.000 untuk setiap pemakaian. tampungan air yang terdiri dari beberapa
dirigen besar beserta kran...” (SD, 57
“Nggak ada kok fasilitas umum untuk cuci tahun)
tangan pakai sabun, yang ada MCK umum

2017 Silviana Mustikawati. Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun ~ 118


118 ~ ARKESMAS, Volume 2, Nomor 1, Januari-JuniIntan
Program Cuci Tangan Pakai Sabun menggunakan air dan sabun supaya tangan
Seluruh informan mengatakan bahwa menjadi bersih dan wangi.
belum pernah diadakan program atau penyuluhan
cuci tangan pakai sabun oleh pemerintah atau “Cuci tangan pakai sabun itu berarti
Puskesmas setempat. membersihkan tangan dari kotoran-kotoran.”
(DN, 26 tahun)
“Belum pernah ada tuh penyuluhan kesehatan “Menggosok kan tangan dengan sabun
atau program cuci tangan pakai sabun yang supaya tangan menjadi bersih dan wangi.”
diadakan oleh pemerintah.” (HM, 32 tahun) (RN, 27 tahun)

“Saya nggak tau kalo ada penyuluhan cuci Pengetahuan tentang Manfaat Cuci Tangan
tangan pakai sabun yang diadakan oleh Pakai Sabun
Puskesmas. Kalo ada saya mau ikut.” (DN, Informan memahami bahwa manfaat cuci
26 tahun) tangan pakai sabun yaitu agar tangan bersih,
kuman mati, dan terhindar dari penyakit.
“Waktu itu kayaknya pernah ada penyuluhan
kesehatan, tapi topiknya tentang pengolahan “Yaa... Manfaat cuci tangan pakai sabun itu
ikan yang higienis, bukan tentang cuci tangan agar kuman mati, terhindar dari penyakit.”
pakai sabun.” (RN, 27 tahun) (TK, 30 tahun)

“Kalo kita cuci tangan pakai sabun, nanti


Berdasarkan hasil wawancara dengan
tangan kita bersih dan nggak ada kumannya.”
salah seorang petugas Puskesmas, ia mengatakan
(HM, 32 tahun)
bahwa memang belum pernah diadakan program
atau penyuluhan cuci tangan pakai sabun oleh
Pengetahuan tentang Penyakit yang Timbul
Puskesmas Muara Angke. Hal ini dikarenakan
bila tidak Cuci Tangan Pakai Sabun
sumber daya manusia atau petugas bagian
Informan memahami bahwa penyakit yang
Promosi Kesehatan (Promkes) di Puskesmas
ditimbulkan bila tidak cuci tangan pakai sabun
jumlahnya terbatas, sedangkan program-program
yaitu penyakit perut (diare).
lain yang harus dijalankan jumlahnya sangat
banyak.
“Kalo kita nggak cuci tangan pakai sabun,
nanti bisa menyebabkan penyakit diare.”
“Kita dari Puskesmas belum pernah
(HM, 32 tahun)
mengadakan penyuluhan cuci tangan pakai
sabun kepada masyarakat di kampung
“Wah, penting itu cuci tangan pakai sabun,
nelayan Muara Angke. Mau gimana lagi
kalo nggak nanti bisa kena sakit perut.” (RN,
mbak, orang di bagian Promkes terbatas,
27 tahun)
saya nggak bisa ngurus semuanya. Masih
banyak program-program Puskesmas lainnya
Ada juga informan yang mengatakan
yang harus dilaksanakan.” (TS, 35 tahun)
bahwa kulitnya akan gatal-gatal bila tidak cuci
Pengetahuan tentang Pengertian Cuci Tangan tangan pakai sabun.
Pakai Sabun
“Kulit bisa gatal-gatal kalo nggak cuci
Informan memahami bahwa cuci tangan
tangan pakai sabun, soalnya kan kotor.” (DN,
pakai sabun adalah membersihkan tangan
26 tahun)

119 ~ ARKESMAS, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2017


Pengetahuan tentang WaktuWaktu hanya menggosokkan tangan menggunakan sabun
Pelaksanaan Cuci Tangan Pakai Sabun dan dibilas dengan air.
Waktu penting mencuci tangan dengan
sabun yang dikenal luas oleh informan adalah “Yah gosokin aja tangan pakai sabun setelah
sebelum dan sesudah makan; satu responden juga itu dibilas dengan dengan air. Yang penting
menyebutkan sesudah Buang Air Besar (BAB). tangan udah berbusa dan wangi.” (BS, 25
Tidak satupun informan yang mengatakan tahun)
“sesudah menceboki anak”, dan “sebelum masak
atau menyiapkan makanan”. Kebanyakan Sikap tentang Cuci Tangan Pakai Sabun
informan mengatakan bahwa cuci tangan pakai Semua informan mempunyai sikap yang
sabun dilaksanakan sesudah makan dan sesudah positif dan setuju bahwa cuci tangan pakai sabun
buang air besar. bermanfaat untuk menjaga kesehatan dan
mencegah penyakit, dan mereka juga setuju
“Waktunya cuci tangan pakai sabun ya bahwa cuci tangan pakai sabun harus
sebelum dan sesudah makan, supaya tangan dilaksanakan pada waktu-waktu penting, yaitu
menjadi bersih.” (DN, 26 tahun) sebelum makan, sebelum menyusui bayi atau
menyuapi bayi/anak, sesudah buang air besar,
“Biasanya kita cuci tangan pakai sabun sesudah menceboki bayi/anak, dan sebelum
sebelum makan, sesudah makan, dan sesudah masak atau menyiapkan makanan.
Buang Air Besar.” (HM, 32 tahun)
“Saya setuju kalo cuci tangan pakai sabun itu
Pengetahuan tentang Cara Cuci Tangan Pakai bisa mencegah penyakit, makanya penting
Sabun yang Baik untuk dilakukan.” (HM, 32 tahun)
Tiga dari lima informan ibu rumaah tangga
dapat menyebutkan cara atau gerakan cuci tangan “Saya setuju cuci tangan pakai sabun supaya
pakai sabun yang benar, sesuai dengan yang bisa menjaga kesehatan dan terhindar dari
dikembangkan oleh WHO penyakit” (DN, 26 tahun)

“Cuci tangan pakai sabun dimulai dari “Saya bersedia cuci tangan pakai sabun
mengalirkan air ke tangan, ambil sabun, lalu pada waktu sebelum makan dan menyuapi
mulai menggosokkan tangan. Mulai dari anak, sesudah Buang Air Besar dan sesudah
telapak tangan, punggung tangan, sela-sela menceboki anak, dan sebelum menyiapkan
jari dan kuku. Yah pokoknya semua bagian makanan.” (TK, 30 tahun)
tangan dicuci semuanya.” (HM, 32 tahun)
Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun
“Pertama kita ambil sabun dan air, terus Perilaku cuci tangan pakai sabun dalam
penelitian ini meliputi waktu-waktu penting
mulai menggosokgosokkan bagian
pelaksanaan cuci tangan pakai sabun dan cara cuci
tangan, mulai dari telapak tangan, jari-jari,
tangan pakai sabun yang baik. Hasil penelitian
kuku, sampai ke punggung tangan.” (RN, 27
menunjukkan bahwa informan belum menerapkan
tahun)
cuci tangan pakai sabun pada waktu-waktu
Namun tiga informan yang tidak penting sesuai dengan standar Depkes RI (2009),
mengetahui cara mencuci tangan pakai sabun yaitu sebelum makan, sebelum menyusui bayi
yang baik. Menurutnya, cuci tangan pakai sabun atau menyuapi bayi/anak, sesudah ke WC atau
Buang Air Besar, sesudah menceboki bayi/anak,

120 ~ ARKESMAS, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2017


Intan Silviana Mustikawati. Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun ~ 120
dan sebelum menyiapkan makanan. Mereka hanya sempet mbak, jadi sekedarnya saja, yang
menerapkan cuci tangan pakai sabun pada waktu penting tangan sudah bersih dan wangi.”
sesudah makan, sesudah Buang Air Besar (BAB), (TK, 30 tahun)
dan sesudah menceboki anak dengan alasan
supaya tangan menjadi bersih, tidak lengket, Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat
wangi, dan dapat membunuh kuman. dalam Cuci Tangan Pakai Sabun
Sebagian informan mengatakan bahwa
“Saya kalo cuci tangan pakai sabun ya tidak ada kesulitan untuk mempraktekkan cuci
sesudah makan, supaya tangan menjadi bersih tangan pakai sabun karena tersedianya air bersih
dan tidak lengket.” (DN, 26 tahun) dan sabun di kamar mandinya. Dikarenakan
wilayah kampung nelayan Muara Angke yang
“Biasanya kita cuci tangan pakai sabun berdekatan dengan laut, biasanya air sumur yang
sebelum makan dan sesudah makan supaya ada di rumah masyarakat terasa asin sehingga
tangan bersih dan wangi.” (BS, 25 tahun) sebagian masyarakat memasang air PAM di
rumahnya masing-masing. Bagi yang tidak
“Saya mencuci tangan pakai sabun ya memasang PAM, mereka bisa mendapatkan air
sesudah buang air besar dan juga sesudah bersih dari penjual air keliling dengan harga Rp
menceboki anak supaya bersih dan tidak ada 50.000,00 per gerobaknya.
kumannya.” (TK, 30 tahun)
“Tidak sulit kok untuk mempraktekkan cuci
Cara Cuci Tangan Pakai Sabun yang Baik tangan pakai sabun karena saya punya air
Sebagian besar informan belum bersih dan sabun di kamar mandi. Saya pake
menerapkan cara cuci tangan pakai sabun yang PAM di rumah dan biasanya pake Lifebuoy
baik sesuai dengan standar WHO (2009) yaitu sabun cair untuk cuci tangan.” (HM, 32
dimulai dari membasahi kedua tangan dengan air tahun)
mengalir dan diberi sabun secukupnya,
menggosok kedua telapak tangan, punggung “Saya sih selalu sedia sabun di tempat cuci
tangan, serta sela-sela jari kedua tangan, piring, jadi gampang kalo mau nyuci tangan.
menggosok kuku-kuku, lalu basuh dengan air dan Kalo air bersih biasanya saya beli dari
dikeringkan. Sebagian besar informan hanya penjual air keliling karena saya tidak
mencuci tangan pakai sabun sekedarnya saja, menggunakan PAM.” (RN, 27 tahun)
yang penting tangan basah dan menggunakan
sabun, dikarenakan kesibukan dan waktu yang Namun ada juga yang kesulitan untuk
tidak banyak. mempraktekkan cuci tangan pakai sabun karena
sulit untuk mendapatkan air bersih, karena air
“Saya kalo cuci tangan pakai sabun ya yang yang biasa keluar di sumurnya berupa air asin.
penting tangan basah dan menggunakan
sabun, ga pake lama-lama soalnya banyak “Saya mah kalo cuci tangan seperlunya aja
kerjaan.” (DN, 26 tahun) soalnya air rumah saya asin. Kalo beli di
penjual air keliling mahal mbak, satu
“Kalo cuci tangan pakai sabun yang penting gerobaknya bisa Rp 50.000,00” (TK, 30
tangan bersih dan wangi, ga sampe lama- tahun)
lama nyuci tangannya.” (BS, 25 tahun)
“Saya tau si langkah-langkah cuci tangan “Biasanya saya pake cuci tangan pake air
pakai sabun yang baik, tapi suka nggak sumur aja, tapi rasanya asin. Kadang juga

121 ~ ARKESMAS, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2017


ngga cuci tangan soalnya airnya suka lengket pakai sabun, penyakit yang dapat terjadi bila tidak
gitu dan busanya nggak hilang-hilang kalo cuci tangan pakai sabun, waktu-waktu penting
cuci tangan pake sabun.” (DN, 26 tahun) cuci tangan pakai sabun, dan cara cuci tangan
pakai sabun yang baik.
PEMBAHASAN Temuan studi ini memperlihatkan semua
Temuan tentang perilaku mencuci tangan informan ibu rumah tangga bersikap positif
dengan sabun menunjukkan bahwa hampir tidak terhadap cuci tangan. Walaupun demikian, sikap
ada informan yang menjalankan perilaku mencuci yang umum ini belum memunculkan perilaku
tangan dengan sabun di setiap waktu kritis atau mencuci tangan seperti yang diharapkan, yakni
waktu penting. Mencuci tangan sebelum dan pada lima waktu kritis dan dengan cara yang
sesudah makan dilakukan oleh hampir semua benar. Untuk terjadinya perilaku yang benar,
informan rumah tangga, disusul mencuci tangan harus didasari oleh sikap spesifik. Dasar sikap
sesudah BAB sesudah menceboki anak, dan tidak spesifik ini adalah pengetahuan yang diyakini atau
satupun yang melakukannya sebelum keyakinan perilaku (Montano n Kasprzk, 2008).
menyusukan atau menyiapkan makanan. Perilaku Oleh karena sikap spesifik “setuju mencuci
para informan rumatangga ini konsisten dengan tangan pada waktu...” dan “setuju mencuci
pengetahuan tentang waktu-waktu kritis mencuci tangan dengan langkah-langkah ....” didasari oleh
tangan yang menjadi patokan Depkes (2009). pengetahuan dan keyakinan menyangkut hal
Pengetahuan informan yang tidak cukup tentang tersebut, maka perilaku informan yang muncul
“cara” mencuci tangan dengan sabun ternyata sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan yang
menghasilkan perilaku “yang penting tangan dia punyai.
basah dan menggunakan sabun, ga pake lama- Perilaku mencuci tangan adalah suatu
lama”, atau “sekedarnya saja, yang penting aktivitas, tindakan mencuci tangan yang di
tangan sudah bersih dan wangi” kerjakan oleh individu yang dapat diamati secara
Pengetahuan memegang peranan penting langsung maupun tidak langsung. Menurut
dalam terjadinya perilaku sukarela, yang muncul Depkes (2009), cuci tangan pakai sabun adalah
dari kesadaran. Pengetahuan adalah cikal bakal salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan
dari keyakinan (aspek kognitif dari sikap) dan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun
sikap (Montano n Kasprzk, 2008). Pengetahuan oleh manusia untuk menjadi bersih dan
tentang waktu kritis termasuk ke dalam memutuskan mata rantai kuman.
pengetahuan untuk berperilaku dan merupakan Perilaku “ala kadarnya dan tidak mau
bagian dari variabel kapabilitas perilaku dalam berlama-lama mencuci tangan” seperti yang
Teori Kognitif Sosial (McAlister, Perry dan diungkapkan informan tidak hanya bersumber
Parcell, 2008). Pengetahuan tentang konsep dari pengetahuan dan keyakinan, tetapi juga
berupa sebab dan akibat tidak memadai untuk faktor “ketersediaan waktu” yang secara konsep
berperilaku. Seseorang tidak mungkin merupakan faktor pemungkin (enabling factor)
menjalankan perilaku bila ia tidak tahu “seperti dari perilaku (Green di dalam Notoatmodjo,
apa perilaku itu”, “langkah-langkah perilaku” 2009). Menurut informan, mereka mempunyai
“waktu harus menjalankan perilaku”, “di mana waktu yang terbatas untuk menerapkan langkah-
perilaku itu dapat dijalankan” dan “di mana objek langkah cuci tangan yang baik. Walaupun
perilaku itu dapat diperoleh” Pengukuran
mereka mempunyai pengetahuan yang baik,
pengetahuan mengenai perilaku cuci tangan pakai
namun tidak didukung oleh ketersediaan waktu,
sabun meliputi pengetahuan mengenai pengertian
maka akan mempengaruhi untuk melakukan
cuci tangan pakai sabun, manfaat cuci tangan
suatu tindakan.

122 ~ ARKESMAS, Volume 2, Nomor 1, Januari-JuniIntan


2017Silviana Mustikawati. Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun ~ 122
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa waktu-waktu kritis untuk mencuci tangan dan cara
ibu-ibu di kampung nelayan Muara Angke belum mencuci tangan yang benar sebagai upaya
menerapkan perilaku cuci tangan yang baik, pencegahan penyebaran penyakit. Promosi
dimana mereka belum menerapkan perilaku cuci kesehatan tentang waktu kritis dapat dilakukan
tangan pada waktu-waktu penting dan mereka dengan upaya pemberian informasi yang luas
belum menerapkan cara atau gerakan cuci tangan melalui berbagai saluran yang tersedia seperti
yang baik. Analisis atas faktor predisposisi (Green pertemuan warga, posyandu, sekolah. Promosi
di dalam Notoatmodjo, 2009) berupa faktor sosio- kesehatan tentang cara-cara mencuci tangan yang
demografis (umur, tingkat pendidikan) tidak dapat benar sesuai dengan patokan WHO perlu
dikategorikan sebagai faktor yang berperan dalam dilakukan melalui “pelatihan” dan “pembiasaan”
hal perilaku mencuci tangan pakai sabun pada (conditioning). Pelatihan dapat dilakukan untuk
ibu-ibu di Muara Angke ini, karena kedua faktor kader posyandu dan sebagian ibu rumah tangga
tersebut homogen. Selain itu, dalam hal serta pelatihan pada murid sekolah.
kesehatan, faktor pendidikan formal tidak bersifat
langsung mempengaruhi pengetahauan, KESIMPULAN DAN SARAN
melainkan melalui keterpajanan terhadap Berdasarkan hasil wawancara mendalam
informasi. pada ibu-ibu di kampung nelayan Muara Angke,
Di lain pihak, faktor penghasilan maka dapat disimpulkan bahwa: Sebagian besar
menunjukkan peran melalui ketersediaan sarana informan berjenis kelamin perempuan,
cuci tangan (faktor enabling, Green, 2000). berumur 25-35 tahun, berpendidikan SMU,
Keluarga yang berpenghasilan Rp. 3.000.000 dan mempunyai penghasilan lebih dari Rp
perbulan dapat memasang instalasi air bersih 3.000.000,00.
berasal dari PAM, atau membeli dari penjual air Sebagian besar informan memiliki fasilitas
dalam gerobak, sedangkan yang berpenghasilan berupa air bersih dan sabun di rumahnya masing-
kurang cenderung menggunakan air sumur yang masing, namun tidak terdapat fasilitas umum
asin. Hal ini sesuai dengan penelitian yang untuk cuci tangan pakai sabun secara cuma-cuma
dilakukan oleh peneliti Universitas Airlangga dan belum adanya program cuci tangan pakai
pada tahun 2012 di wilayah Probolinggo sabun yang diadakan oleh Pemerintah atau
mengenai implementasi perilaku cuci tangan pada Puskesmas setempat.
pedagang pasar, bahwa sebagian masyarakat Sebagian besar informan mempunyai
selalu mempraktekkan cuci tangan pakai sabun pengetahuan yang baik mengenai cuci tangan
dikarenakan tersedianya fasilitas untuk cuci pakai sabun, dimana mereka memahami mengenai
tangan pakai sabun. pengertian dan manfaat cuci tangan pakai sabun,
Analisis mengenai intervensi promosi penyakit yang ditimbulkan jika tidak cuci tangan
kesehatan ditemukan berperan dalam pakai sabun, waktu-waktu cuci tangan pakai
menghasilkan gambaran perilaku mencuci tangan sabun, dan cara cuci tangan pakai sabun yang
pakai sabun di Kampung Nelayan Muara Angke. baik.
Seperti diungkapkan oleh informan dari Seluruh informan mempunyai sikap yang
puskesmas, sampai saat dilakukan studi ini, positif dan setuju bahwa cuci tangan pakai sabun
puskesmas belum melaksanakan upaya promosi bermanfaat untuk menjaga kesehatan dan
kesehatan baik berupa kegiatan pendidikan mencegah penyakit.
kesehatan yang bersifat komunikasi informasi Sebagian besar informan belum
maupun pelatihan. Subjek promosi kesehatan menerapkan perilaku cuci tangan yang baik,
yang sangat mendesak adalah tentang tentang dimana mereka belum menerapkan cuci tangan

123 ~ ARKESMAS, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2017


pada waktu-waktu penting dan belum menerapkan masyarakat dalam rangka meningkatkan
cara cuci tangan yang baik. pengetahuan, sikap, dan perilaku cuci tangan
Faktor yang mendukung dalam penerapan pakai sabun.
cuci tangan pakai sabun yaitu adanya pengetahuan Perlu adanya sosialisasi perilaku cuci
dan sikap yang baik mengenai cuci tangan pakai tangan pakai sabun dengan menggunakan media-
sabun, sementara faktor yang menghambat cuci media informasi yang diletakkan di tempat-
tangan pakai sabun yaitu ketersediaan fasilitas air tempat strategis sehingga informasinya mudah
bersih. diakses oleh masyarakat.
Dengan demikian peneliti menyarankan: Perlu adanya penambahan fasilitas cuci
Perlu adanya peningkatan kegiatan Komunikasi, tangan pakai sabun di tempat-tempat strategis
Informasi, dan Edukasi (KIE) secara terus sehingga memudahkan masyarakat untuk
menerus dengan melibatkan lebih banyak mempraktekkan perilaku cuci tangan pakai sabun.

ABSTRAK
Pendahuluan. Perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan bagian dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) di rumah tangga. Hasil survei Joint Monitoring Program (JMP) dan Riset Kesehatan Dasar,
menunjukkan prevalensi cuci tangan pakai sabun pada lima waktu kritis kurang masih rendah. Penelitian
ini untuk mendapatkan informasi mendalam mengenai perilaku cuci tangan pakai sabun pada ibu-ibu di
kampung nelayan Muara Angke, Jakarta dan faktor-faktor yang mendukung dan menghambat.
Metode. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sampel diambil secara purposif, terdiri dari
lima orang ibu rumah tangga yang memiliki balita, koordinator nelayan Muara Angke, dan petugas
Puskesmas. Validasi data dilakukan dengan triangulasi sumber, triangulasi data, dan triangulasi metode.
Analisis data dilakukan melalui reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan,
Hasil. Informan ibu rumah tangga berumur 2535 tahun, berpendidikan SMU. Hanya keluarga
berpenghasilan lebih dari Rp. 3.000.000,00 perbulan memiliki fasilitas air bersih dari PAM. Tidak
terdapat fasilitas umum untuk cuci tangan pakai sabun secara cuma-cuma, dan belum ada program cuci
tangan pakai sabun yang diadakan oleh Puskesmas setempat. Kebanyakan informan memahami
pengertian dan manfaat cuci tangan pakai sabun, penyakit yang dapat timbul jika tidak cuci tangan pakai
sabun. Sebagian ibu tidak mengetahui secara lengkap waktu-waktu cuci tangan pakai sabun; dan cukup
banyak ibu rumah tangga yang tidak mengetahui cara cuci tangan pakai sabun yang baik. Seluruh
informan mempunyai sikap positif. Dilihat dari waktu-waktu penting dan dari cara cuci tangan, sebagian
informan belum menjalankan perilaku cuci tangan yang benar.
Kesimpulan. Dengan pengetahuan dan sikap yang sudah baik, perilaku yang benar dapat ditingkatkan
dengan menghilangkan faktor penghambat seperti ketersediaan fasilitas air bersih dan pelatihan untuk
pembiasaan.

Kata kunci: cuci tangan, perilaku cuci tangan pakai sabun, studi kualitatif

DAFTAR PUSTAKA 5. Departemen Kesehatan RI Departemen Kesehatan RI.


(2007). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan
1. Agboatwalla, et al. (2005). Effect of Hand Washing on
Child Health: A Randomised Controlled Trial. The Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Lancet Infectious Diseases 2005, 366 (9481): 225-233 Kesehatan RI
2. Aiello. (2008). Effect of Hand Hygiene on Infectious 6. Departemen Kesehatan RI. (2007). Pedoman
Disease Risk in the Community Setting: A Meta-
Analysis. American Journal of Public Health 2008, 98 Pemberantasan Penyakit Diare Edisi Ketiga. Jakarta:
(8):1372–1381 Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
3. Curtis, V & Cairncross, S.. (2003). Effect of Washing Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI
Hands with Soap on Diarrhoea Risk in the Community:
7. Departemen Kesehatan RI. (2009). Panduan
A Systematic Review. The Lancet infectious diseases
2003, 3 (5), 275-281 Penyelenggaraan Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia
4. Departemen Kesehatan RI. (2007). Pemberdayaan (HCTPS). Jakarta:
Masyarakat Bidang Kesehatan. Jakarta: Pusat Promosi
Kesehatan

124 ~ ARKESMAS, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2017


Intan Silviana Mustikawati. Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun ~ 124
8. Departemen Kesehatan RI Departemen Kelautan dan 15. Montano, Daniel E and Kasprzyk, Danuta. (2008).
Perikanan RI. (2007). Sosial Budaya Masyarakat Theory of Reasoned Action, Theory of Planned
Nelayan; Konsep dan Indikator Pemberdayaan. Jakarta: Behavior and Integrated Behavioral Model, di dalam
Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan
Perikanan RI Glanz, K; Rimer, Barbara K; and Viswanath, K
9. Fewtrell et al. (2005). Water, sanitation, and hygiene (editors): Health Behavior and Health Education:
interventions to reduce diarrhoea in less developed Theory, Research, and Practice, 4th edition hal 67-96.
countries: A systematic review and meta analysis. Jossey-Bass, San Francisco
Lancet Infectious Diseases 2005, 5 (1):42-52 16. Notoatmojo. (2003). Pendidikan dan Perilaku
10. Green, L. W. Kreuter, M (2000). Health Promotion
Planning, An Educational and Environmental Kesehatan. Jakarta:PT Rineka Cipta
Approach, 2nd Edition. California:Mayfield Publishing 17. Notoatmodjo. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu
Company Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta
11. Kaufmann et al. (2005). Water, Sanitation, and 18. Savolainen et al, 2012. Hand Washing with Soap and
Hygiene Interventions to Reduce Diarrhoea in Less Water Together with Behavioural Recommendations
Developed Countries: A Systematic Review and Meta
Analysis. The Lancet Infectious Diseases 2005, 5 (1), Prevents Infections in Common Work Environment: An
42-52. Open Cluster Randomized Trial. BioMed Central
12. Luby et al. (2004). The Effect of Handwashing on Ltd.2012, 13 (1):10-21
Child Health: A randomised Controlled Trial. The 19. Wagner & Lanoix, (1958). Excreta Disposal for Rural
Lancet Infectious Diseases 2004, 98(8): 1372–1381 Areas and Small Communities. Geneva: WHO
13. Luby et al. (2011). The Effect of Handwashing at
Recommended Times with Water Alone and With Soap Monograph series No.39:9-24
on Child Diarrhea in Rural Bangladesh: An 20. WHO. (1986). The Ottawa Charter for Health
Observational Study. PLoS Medicine 2011, 8 (6):40-52 Promotion. Geneva: WHO
14. McAlister, Alfred L.; Perry, Cheryl L.; and Parcel, Guy 21. WHO (2002). The World Health Report 2002;
S. (2008), How Individuals, Environment and Health Reducing Risks, Promoting Healthy Life. Geneva:
Behavior Interact: Social Cognitive Theory, di dalam
Glanz, K; Rimer, Barbara K; and Viswanath, K WHO
(editors): Health Behavior and Health Education: 22. WHO. (2009). Guidelines on Hand Hygiene in
Theory, Research, and Practice, 4th edition, hal 169- Healthcare. Geneva: WHO.
188. Jossey-Bass, San Francisco

125 ~ ARKESMAS, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2017

You might also like