You are on page 1of 7

Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2015 Available online at:

Vol. 4 No.1 Hal : 79-85 http://umbidharma.org/jipp


ISSN 2302-6308 E-ISSN 2407-4632

APLIKASI TEKNOLOGI AQUAPONIK PADA SISTEM


PEMELIHARAAN UDANG VANAME ( LITOPENAEUS
VANNAMEI) BERSALINITAS RENDAH DENGAN
TANAMAN SELADA PADA PADAT TEBAR BERBEDA
(Aplication of Aquaponics Technology for Pasific white shrimp
Litopenaeus vannamei in Low Salinity with Lattuce at the Different
Stocking Density)

Dodi Hermawan1*
1Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta KM 04, Pakupatan, Serang, Banten
*Koresponsdensi: dodi_hermawan78@untirta.ac.id

Diterima: 12 April 2015 / Disetujui: 29 Mei 2015

ABSTRACT
Aquaponics is a bio-integration of principled recirculation aquaculture and
hydroponic plants production both of land and water resources are limited.
Application of aquaponics technology maintenance Pasific white shrimp
(Litopenaeus vannamei) in low salinity environment an opportunity to enhance the
production of Pasific white shrimp. Stocking density is related to the number and
weight per unit volume of the unit area water environment. Shrimp can be stocked
so dense that individual or collective space is limited can be a barrier for production
performance. This study aims to determine the optimum stocking density on
maintenance technology aquaponics of Pasific white shrimp in low salinity with
lettuce plants on the survival and growth of Pasific white shrimp. This study will be
carried out for 4 months, in the Laboratory of Aquaculture, Department of Fisheries,
Faculty of Agriculture Untirta. The study consisted of three different treatments in
stocking density: treatment A (stocking density of 50 individuals/m2), treatment B
(stocking density 75 fish/m2), and treatment C (stocking density of 100
individuals/m2). The results of this study indicate that Pasific white shrimp can be
maintained at a low salinity media and maintenance with stocking density 75
individuals/m² give optimal results in supporting the survival and spesific growth
rate.
Keywords: aquaponics, stocking density, Pasific white shrimp, survival rate,
spesific growth rate

ABSTRAK
Akuaponik adalah bio-integrasi yang berprinsip pada resirkulasi budidaya
hidroponik dan produksi tanaman dengan lahan dan sumber air yang terbatas.
Penerapan pemeliharaan teknologi akuaponik udang vaname (Litopenaeus
vannamei) di lingkungan salinitas rendah untuk meningkatkan produksi budidaya
udang vaname. Kepadatan tebaran ada kaitannya dengan jumlah dan bobot per
satuan volume dengan satuan luas lingkungan perairan. Udang dapat ditebar
sedemikian padat sehingga ruang individu atau kolektif yang terbatas dapat menjadi
pembatas bagi kinerja produksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui padat
penebaran optimal pada pemeliharaan teknologi akuaponik vaname udang salinitas
80 HERMAWAN JIPP

rendah dengan tanaman selada pada kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang
vaname. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan, di Laboratorium Budidaya
Perikanan, Departemen Perikanan, Fakultas Pertanian Untirta. Penelitian ini terdiri
dari tiga perlakuan padat penebaran udang vaname yang berbeda : perlakuan A
(padat tebar 50 ekor/m2), perlakuan B (padat tebar 75 ekor /m2), dan perlakuan C
(padat tebar 100 ekor/ m2). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa udang vaname
dapat dipelihara pada media bersalinitas rendah dan pemeliharaan dengan padat
tebar 75 ekor/m² memberikan hasil yang optimal dalam mendukung kelangsungan
hidup dan laju pertumbuhan spesifik.
Kata kunci: akuaponik, padat penebaran, udang vaname, sintasan, laju
pertumbuhan spesifik

PENDAHULUAN memanfaatkan pekarangan rumah.


Akuaponik merupakan bio-integrasi dari
Ketersediaan lahan dan air untuk
akuakultur berprinsip resirkulasi dan
kegiatan budidaya perikanan dan per-
produksi tanaman/sayuran hidroponik
tanian semakin terbatas seiring dengan
yang dapat dilakukan di pada lahan
bertambahnya jumlah penduduk dan
sempit dan sumber air terbatas,
perkembangan pembangunan. Pertam-
termasuk di daerah perkotaan (Diver,
bahan penduduk yang diikuti dengan
2006; Ahmad et al. 2007). Sistem
meningkatnya kegiatan di bidang
akuaponik berperan dalam mengurangi
industri dan perumahan telah meng-
limbah nitrogen sisa pakan yang tidak
konversi lahan budidaya, sehingga
terkonsumsi dan metabolisme ikan.
setiap waktu luasnya semakin ber-
kurang. Situasi ini menyebabkan per- Udang vaname memiliki sifat
lunya perkembangan teknologi dan euryhalin sehingga dapat dipelihara di
inovasi baru sehingga industri akua- daerah perairan pantai dengan kisaran
kultur dapat terus berlanjut. salinitas 0,5 ppt - 40 ppt (Bray et al.,
1994). Kondisi ini memberi peluang bagi
Teknologi dan inovasi baru diper-
petambak udang untuk mengembang-
lukan untuk mengantisipasi penurunan
kan udang vaname di perairan daratan
produksi akuakultur akibat penyusutan
(inland water) dengan salinitas rendah.
lahan budidaya dan penurunan kualitas
Potensi lahan untuk pengembangan
perairan. Hal tersebut diharapkan mam-
budidaya di air bersalinitas rendah
pu mengurangi limbah dan mening-
sangat besar, mencapai 2,072 juta
katkan produktivitas per satuan luas
hektar lahan air tawar (kolam dan
lahan budidaya. Beberapa inovasi baru
sawah) dengan belum termanfaatkan
yang telah diteliti diantaranya adalah
sekitar 89,9% (DKP 2005). Budidaya
sistem sirkulasi (Rijn et al. 2006; Van
udang vaname di air bersalinitas rendah
Wyk 1999), pengembangan lahan
juga dapat merupakan pilihan alternatif
basah (Tilley et al. 2002), sistem
mengingat mulai munculnya berbagai
polikultur yang menggunakan air kolam
penyakit virus mematikan pada udang
untuk makan tiram, kerang, dan rumput
vaname yang dipelihara di tambak air
laut di sungai tercemar (Yuan et al.
payau. Penerapan teknologi aquaponik
2010), penurunan debit air (Martínez-
pemeliharaan udang vaname di ling-
Cordova et al. 1998), menghilangkan
kungan salinitas rendah, akan mem-
padatan tersuspensi (Ray et al. 2010)
buka peluang untuk meningkatkan
dan pemberian pakan yang lebih baik
produksi budidaya udang vaname.
(Casillas-Hernández et al. 2006).
Penelitian ini bertujuan untuk me-
Usaha di bidang budidaya per-
nentukan padat tebar yang optimum
ikanan dapat dikembangkan secara
dengan teknologi akuaponik pada
bersamaan dengan sektor pertanian
pemeliharaan udang vaname bersa-
melalui teknik akuaponik dengan
Vol. 4, 2015 Aplikasi Teknologi Aquaponik 81

linitas rendah dengan tanaman selada N2 = Salinitas air laut diencerkan (ppt)
terhadap kelangsungan hidup dan Penurunan salinitas dilakukan
pertumbuhan udang vaname. dengan cara menambahkan air tawar
yang mengandung kalsium (CaCO 3).
Setiap wadah diisi air bersalinitas 30 ppt
METODE PENELITIAN
yang selanjutnya diturunkan secara
Penelitian dilaksanakan selama 4 gradual hingga salinitas perlakuan akhir
bulan, yakni pada bulan Agustus 1 ppt. Selama tahapan aklimasi ke
sampai dengan November 2014 di salinitas rendah, Artemia diberikan
Laboratorium Budidaya Perikanan, secara ad libitum dengan jumlah sekitar
Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian 300 ind/PL dan pakan buatan berbentuk
Untirta. pelet dengan feeding rate sebanyak
Hewan uji yang digunakan adalah 10%. Frekuensi pemberian pakan 5 kali
postlarva (PL) udang vaname yang dalam sehari yang diberikan pada pukul
berasal dari hatchery yang memiliki 06.00, 10.00, 14.00, 19.00, 22.00.
induk SPR (Spesific Pathogen Udang berumur 20 hari (PL 10)
Resistant). Sebelum digunakan, post- secara bertahap diaklimasikan selama
larva diaklimatisasi selama 15 hari dari 15 hari sampai salinitasnya 1 ppt.
PL 10 hingga PL 25. Media pemeli- Penurunan salinitas dilakukan dengan
haraan berupa air bersalinitas 30 ppt cara menambahkan media air tawar
yang disesuaikan dengan salinitas di yang mengandung kalsium 50 ppm.
hatchery. Pemberian pakan pada benih Sistem akuaponik dirancang
vaname dilakukan kontinyu 5 kali per dengan cara menempatkan wadah
hari hingga PL 25 dengan Artemia dan tanaman di atas akuarium berukuran 70
pakan buatan. x 35 x 40 cm yang diisi air sebanyak 85
Sebelum digunakan, seluruh wadah liter. Wadah tanaman selada hampir
dicuci dengan deterjen, selanjutnya menutupi sekitar 70% luasan akuarium
disucihamakan dengan PK (kalium ikan. Wadah pemeliharaan tanaman
permanganat). Wadah kemudian ditem- dilengkapi dengan batu apung yang
patkan di atas rak dan diatur secara berfungsi sebagai filter fisik, media
acak sesuai satuan percobaan. Untuk tempat tumbuh mikroorganisme, dan
menjaga kestabilan suhu media maka tempat berdirinya tanaman selada.
ruangan kultur dilengkapi lampu pene- Wadah tanaman juga dilengkapi dengan
rangan. Media pemeliharaan yaitu air pipa PVC berdiameter 1 inci sebagai
laut yang berasal dari perairan pantai saluran inlet dan outlet. Bagian ujung
Anyer Banten. Sebelum digunakan, air pipa yang berada dalam kolam disam-
disterilkan dengan pemberian kaporit bungkan dengan pompa untuk menye-
100 ppm dan dinetralkan dengan so- dot air naik ke wadah pemeliharaan
dium thiosulfat 50 ppm. Air laut kemu- tanaman, sedangkan bagian ujung pipa
dian diendapkan selama 7 hari dalam lainnya disambungkan dengan keran air
bak penampung dengan diaerasi. Media untuk mengatur debit air yang masuk ke
air laut bersalinitas sekitar 30 ppt dalam wadah pemeliharaan tanaman.
kemudian diencerkan menjadi salinitas Air dialirkan dengan prinsip resirkulasi,
1 ppt. sehingga air buangan dari proses
Teknik pengenceran salinitas budidaya ikan yang masuk ke dalam
menggunakan rumus : wadah pemeliharaan tanaman selada
V1 x N1 = V2 x N2 selanjutnya akan digunakan kembali
sebagai sumber air pada proses
Keterangan :
budidaya ikan.
V1 = Volume akhir (l)
N1 = Salinitas akhir (ppt) Selama penelitian, pengelolaan me-
V2 = Volume air laut diencerkan (l) dia air dilakukan secara seksama agar
kualitas air tetap terjaga dengan baik.
82 HERMAWAN JIPP

Kualitas air media dipertahankan pada Laju Pertumbuhan Spesifik atau


keadaan yang mendukung sintasan Specific Growth Rate (SGR) merupakan
postlarva melalui pengaturan suhu, pH, laju pertambahan bobot individu dalam
salinitas, serta aerasi. Pengamatan persen per hari. SGR dihitung dengan
suhu media dilakukan setiap hari jam menggunakan rumus (Huisman 1987):
06.00 dan 14.00, sedangkan juga pH,
oksigen dan amoniak setiap 7 hari
sekali. SGR(%)=100x
Rancangan penelitian yang digu-
Keterangan :
nakan adalah model rancangan acak
We= Bobot ikan akhir (g)
lengkap yang terdiri dari tiga perlakuan
dengan masing-masing tiga ulangan. Ws= Bobot ikan awal (g)
Perlakuan ditentukan berdasarkan per- d = Periode pemeliharaan
bedaan padat tebar udang vaname
yang disajikan sebagai berikut : Penelitian ini menggunakan ran-
A. Padat tebar udang vaname 50 cangan percobaan berupa Rancangan
ekor/m2 atau 13 ekor/wadah Acak Lengkap dengan tiga perlakuan
dengan masing-masing tiga ulangan.
B. Padat tebar udang vaname 75
Data yang diperoleh dianalisis dengan
ekor/m2 atau 16 ekor/wadah
C. Padat tebar udang vaname 100 menggunakan analisis ragam dengan
tingkat kepercayaan 95%. Untuk melihat
ekor/ m2 atau 25 ekor/wadah
perbedaan perlakuan maka dilakukan
uji lanjut dengan uji Duncan’s Multiple
Parameter Penelitian Range dengan menggunakan program
Sintasan ikan adalah perbandingan komputer SPSS 17.
jumlah ikan yang hidup di awal dan
akhir pembesaran. Rumus yang digu- Hasil dan Pembahasan
nakan untuk menghitung SR adalah Tingkat kelangsungan hidup
sebagai berikut (Effendie 2002): udang vaname yang diperoleh
SR = [ Nt / No ] x 100% berdasarkan hasil penelitian ini
Keterangan : diperlihatkan pada Tabel 1.
SR = Kelangsungan hidup ikan (%)
Nt = Jumlah ikan yang hidup di akhir
pembesaran (ekor)
No = Jumlah ikan yang hidup di awal
pembesaran (ekor)

Tabel 1 Tingkat kelangsungan hidup rataan post larva udang vaname


Kelangsungan hidup (%)
Waktu
A B C
Minggu 0 100,00±0,00 100,00±0,00 100,00±0,00
Minggu 1 94,87±4,44 98,25±3,04 94,67±2,31
Minggu 2 89,74±4,44 96,49±3,04 88,00±4,00
Minggu 3 89,74±4,44 94,74±0,00 82,67±2,31
Minggu 4 87,18±4,44a 94,74±0,00b 81,33±2,31c
Keterangan: huruf superskrip yang berbeda menyatakan perbedaan antar perlakuan (p<0.05)
Vol. 4, 2015 Aplikasi Teknologi Aquaponik 83

4,00
3,50
Bobot (gram) 3,00
2,50
2,00 A
1,50 B
1,00
C
0,50
0,00
Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Waktu

Gambar 2 Bobot rerata individu postlarva udang vaname

Tabel 2 Laju pertumbuhan harian, suhu, oksigen terlarut, pH dan amoniak


Parameter Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C
Laju pertumbuhan (%) 11,95±0,23a 13,09±0,23b 12,03±0,01a
Suhu (°C) 26,00-28,00 26,50-28,00 26,50-28,00
pH 7,18-7,47 7,23-7,54 7,09-7,51
Oksigen terlarut (mg/l) 3,50-5,40 3,50-5,40 3,50-5,10
Amoniak (mg/l) 0,04-0,06 0,06-0,08 0,06-0,11

Analisis sidik ragam memper- bobot tubuh postlarva di setiap


lihatkan bahwa pemeliharaan udang perlakuan adalah sama, namun setelah
vaname pada salinitas rendah dengan minggu kedua peningkatan bobot udang
padat tebar berbeda memberikan lebih tinggi teramati pada perlakuan B
perbedaan nyata terhadap tingkat (padat tebar 75 ekor/m²) yang berlanjut
kelangsungan hidup udang vaname hingga akhir pengamatan minggu ke
(P<0,05). Perlakuan B dengan padat empat.
tebar 75 ekor/m² memberikan tingkat Dari data bobot rerata individu
kelangsungan hidup yang paling tinggi maka nilai laju pertumbuhan harian
sebesar 94,74±0,00% dibandingkan yang terukur berbeda di antara
dengan perlakuan A (87,18±4,44%) dan perlakuan padat tebar. Peningkatan
perlakuan C (81,33±2,31%). padat tebar menunjukkan respon laju
Perbedaan padat tebar berpe- pertumbuhan harian lebih tinggi diban-
ngaruh terhadap laju pertumbuhan dingkan padat tebar lebih rendah, nilai
bobot rerata harian. Berdasarkan optimum dicapai pada padat tebar 75
pengamatan pertumbuhan tiap minggu ekor/m² dan kemudian menurun.
(Gambar 2), pola pertumbuhan post- Analisis sidik ragam memperlihatkan
larva pada seluruh perlakuan secara bahwa pemeliharaan udang vaname
umum hampir serupa. Pola pertum- pada salinitas rendah dengan padat
buhan selama pemeliharaan empat tebar berbeda memberikan perbedaan
minggu penelitian merupakan fase nyata terhadap laju pertmbuhan harian
pertumbuhan eksponensial dengan udang vaname (P<0,05). Perlakuan B
ditandai terus meningkatnya laju dengan padat tebar 75 ekor/m²
pertumbuhan. Pada awal penelitian, memberikan laju pertumbuhan harian
84 HERMAWAN JIPP

yang paling tinggi yaitu sebesar tertentu dalam batas-batas tertentu.


13,09±0,23 % dibandingkan dengan Kepadatan penebaran merupakan
perlakuan A (11,95±0,23 %) dan faktor yang mempengaruhi terjadinya
perlakuan C (12,03±0,01 %). kompetisi antar organisme budidaya
Salinitas erat kaitannya dengan dalam mendapatkan makanan. Pe-
tekanan osmotik dan ionik air, baik air ningkatan padat penebaran akan
sebagai media internal maupun eks- berhenti pada suatu batas tertentu
ternal. Perubahan salinitas akan karena pakan dan lingkungan sebagai
menyebabkan perubahan tekanan pembatas (Hickling 1971 dalam
osmotik, sehingga semakin rendah Nurmalasari 2007). Meningkatnya padat
salinitas maka tekanan osmotiknya juga penebaran individu yang dipelihara
akan semakin rendah (Venberg and akan meningkatkan pula persaingan
Vernberg 1972). Tekanan osmotik air antara individu yang dipelihara,
bergantung pada ion yang terlarut terutama persaingan untuk mempe-
dalam air tersebut, semakin besar rebutkan ruang gerak dan pakan
jumlah ion yang terlarut dalam air maka sehingga individu yang kalah akan
tekanan osmotik larutan akan semakin terganggu kelangsungan hidupnya.
tinggi. Osmoregulasi merupakan peng- Kelangsungan hidup udang vana-
aturan tekanan osmotik cairan tubuh me dipengaruhi oleh padat penebaran
yang layak bagi kehidupan ikan karena hal ini menimbulkan kompetisi
sehingga proses fisiologis tubuh ruang, pakan dan ketersediaan oksigen
berjalan normal (Rahardjo 1980). serta kandungan hara yang dapat
Kepadatan tebaran ada kaitannya mempengaruhi kehidupan biota ter-
dengan jumlah dan bobot per satuan sebut. Menurut Effendi (2004), padat
volume dengan satuan luas lingkungan penebaran akan menentukan tingkat
perairan. Udang dapat ditebar sede- intensitas pemeliharaan. Semakin ting-
mikian padat sehingga ruang individu gi padat penebaran yang berarti
atau kolektif yang terbatas dapat semakin banyak jumlah atau biomassa
menjadi pembatas bagi kinerja produksi. per satuan luas maka semakin intens
Namun demikian, ketika kepadatan tingkat pemeliharaannya. Pada padat
meningkat, baik kualitas air maupun penebaran yang tinggi, kebutuhan ok-
jangkauan pakan menurun dan sigen dan pakan juga besar, serta
membatasi kinerja produksi sebelum buangan metabolisme seperti feses,
ruang yang terbatas menjadi suatu NH3 dan CO2 juga banyak.
faktor. Oleh karenanya, populasi udang Kisaran nilai kualitas air yang di-
yang tebarannya berlimpah (over- peroleh pada media pemeliharaan
stocked) merupakan populasi yang udang vaname selama penelitian masih
kepadatannya berpengaruh negatif memiliki nilai yang baik untuk
terhadap kinerja produksi melalui menunjang pertumbuhan dan kelang-
pengaruhnya terhadap kualitas air dan sungan hidup hewan uji secara layak.
jangkauan pakan (Schmittou et al.
2004). Pertumbuhan udang dipengaruhi
oleh kepadatan udang yang dipelihara. KESIMPULAN
Kepadatan tinggi akan meningkatkan Udang vaname (Litopenaeus
kompetisi dalam tempat hidup, maka- vannamei) dapat dipelihara dengan
nan dan oksigen. Pada kepadatan teknologi akuaponik pada media
rendah udang lebih mudah dalam bersalinitas rendah. Pemeliharaan de-
mendapatkan makanan dan oksigen ngan padat tebar 75 ekor/m² mem-
sehingga udang lebih mudah untuk berikan hasil yang optimal dalam
tumbuh. menunjang kelangsungan hidup dan
Padat penebaran adalah jumlah laju pertumbuhan spesifik udang
individu yang ditebar dalam satu wadah vaname.
Vol. 4, 2015 Aplikasi Teknologi Aquaponik 85

DAFTAR PUSTAKA Nurmalasari DM. 2007. Pemanfaatan


Silase Ikan sebagai Pakan
Ahmad T, Sofiarsih L, and Rusmana.
terhadap Produksi Kista Artemia
2007. The growth of patin
franciscana Pada Berbagai Padat
(Pangasius hypopthalmus) in a
Penebaran. [SKRIPSI]. Purwokerto:
close system tank. Indonesian
Jurusan Biologi Universitas Sebelas
Aquaculture Journal. 2 (1): 67-73.
Maret. 88 hlm.
Bray WA, Lawrence AL, Leung-Trujillo
Rahardjo MF. 1980. Ichtyologi. Institut
JR. 1994. The effect of salinity on
Pertanian Bogor. Fakultas
growth and survival of Penaeus
Perikanan. Departemen Biologi
vannamei,with observations on the
Perairan. Bogor
interaction of IHHN virus and
Ray AJ, Lewis BL, Browdy CL, Leffler
salinity. Aquaculture 122:133-146.
JW. 2010. Suspended solids
Casillas-Hernández, R Magallón-Bara
removal to improve shrimp
jas F, Portillo-Clarck G, Páez-
(Litopenaeus vannamei) production
Osuna F. 2006. Nutrient mass
and an evaluation of a plant-based
balances in semi-intensive shrimp
feed in minimal-exchange,
ponds from Sonora, Mexico using
superintensive culture systems.
two feeding strategies: trays and
Aquaculture. 299: 89–98.
mechanical dispersal. Aquaculture
Rijn JV, Tal Y, Schreier HJ. 2006.
258: 289–298.
Denitrification in recirculating
[DKP] Departemen Kelautan dan Per-
systems: theory and applications.
ikanan. 2005. Revitalisasi Perika-
Aquacultural Engineering 34, 364–
nan Budidaya 2006-2009. Jakarta:
376.
DKP RI.
Schmittou HR, Cremer MC, Zhang J.
Effendie HMI. 2002. Biologi Perikanan.
2004. Beberapa Prinsip dan
Yogyakarta: Yayasan Pustaka
Praktek Budidaya Ikan pada
Nusatama.
Kepadatan Tinggi Dalam Keramba
Effendi I. 2004. Pengantar Akuakultur.
Volume Rendah. Amerika: Soybean
Jakarta: Penebar Swadaya. Hal
Association. Hal 34.
140.
Tilley DR, Badrinarayanan H, Rosati R,
Hickling CE. 1971. Fish Culture Second
Son J. 2002. Constructed wetlands
Edition. London: Faber & Fabear
as recirculation filters in large-scale
Queen.
shrimp aquaculture. Aquacultural
Huisman EA. 1987. Principles of Fish
Engineering. 26: 81–109.
Production. Departemen of Fish
Van Wyk PM. 1999. Principles of
Culture and Fisheries Wageningen
recirculating system design, in:
Agricultural University. Wage-
(Eds.), Farming marine shrimp in
ningen. Netherlands. p: 57-122
recirculating freshwater systems.
Martínez-Cordova LR, Porchas-Cornejo,
Florida Department of Agriculture
A, Villareal-Colmenares H, Calde
and Consumer Services, USA.
ron-Pérez JA, Naranjo-Paramo J
Vernberg WB dan Vernberg FJ. 1972.
1998. Evaluation of three feeding
Environmental Physiology of Marine
strategies on the culture of white
Animal. Springer-Verlag. New York.
Penaeus vannamei Boone 1931 in
Yuan D, Yi Y, Yakupitiyage A,
low water exchange ponds. Aqua-
Fitzsimmons K, Diana JS. 2010.
cultural Engineering. 17: 21–28.
Effects of addition of red tilapia
(Oreochromis spp.) at different
densities and sizes on production,
water quality and nutrient recovery
of intensive culture of white shrimp
(Litopenaeus vannamei) in cement
tanks. Aquaculture. 298: 226–238.

You might also like