Professional Documents
Culture Documents
Peranan Serikat Pekerja Dalam Perlindungan Hukum Terhadap Pencegahan Pelecehan Seksual Untuk Pekerja Perempuan Di Tempat Kerja
Peranan Serikat Pekerja Dalam Perlindungan Hukum Terhadap Pencegahan Pelecehan Seksual Untuk Pekerja Perempuan Di Tempat Kerja
Kerja
Abstract
The presence of labor union were meant to fight for employees’ rights and benefits, so that they would
not be treated arbitrarily by the employer. The success of this objective is highly dependent on the
awareness of the employees themselves. The better the organizations, the stronger the awareness of
employees to organize themselves. At work, female worker has two burdens, financial demand and
male domination. With male domination at work, harassments occasionally happened at work place
which are not only physically but also orally. Physical harassment at work are widely known,
however the oral harassment in form of speaking, insult, joke, photo or any uploads in social media
which is sordid, are rarely acknowledged. Those things made the female employee uncomfortable in
doing their daily activities at work. Hence, the role of labor union is desperately needed by employees
in resolving matters that break the existing rules. Evidently, female position in social life are often
considered as not equal with male even though the effort for the gender equality have been and
continue to be done in order to obtain equal rights. Furthermore, this article mainly uses the term
sexual harassment instead of sexual violence. Work place is one of the most potential places for sexual
harassment to happen. In a study case conducted in one of a company in Bekasi (Hilda 2017), it was
found that they had experienced sexual harassment. In the incident of sexual harassment, most of the
victims were females and most certainly the perpetrators were males. This were not meant that there
was no male whom experienced sexual harassment, however the number and proportion were
relatively low. Therefore, the urgency to discuss the role of labor union in providing the legal
protection to female workers with sexual harassment at work place are supported by strong evidence
without having to deny the opposite fact.
Abstrak
Kehadiran organisasi pekerja dimaksudkan untuk memperjuangkan hak dan kepentingan
pekerja, sehingga pekerja tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak pengusaha.
Keberhasilan maksud ini sangat tergantung pada kesadaran dari para pekerja. Kesadaran
para pekerja untuk mengorganisasikan dirinya, semakin baik organisasi itu, maka akan
semakin kuat. Dalam dunia kerja, perempuan mempunyai beban ganda yaitu karena
tuntutan finansial dan banyak didominasi laki-laki. Dengan dominasi peran laki-laki dalam
dunia kerja, terkadang ditempat kerja timbul pelecehan yang tidak hanya bersifat fisik
tetapi ada juga yang bersifat lisan. Pelecehan di tempat kerja yang berupa pelecehan fisik
sudah sering kita mengetahuinya, akan tetapi pelecehan yang bersifat lisan yang berupa
bicara/caci maki/candaan/foto ataupun unggahan dari sosial media yang jorok jarang kita
mengetahuinya. Hal-hal tersebut yang membuat para pekerja perempuan tidak nyaman
dalam melaksanakan aktivitasnya dalam bekerja. Oleh karena itu peranan serikat pekerja
sangat dibutuhkan oleh anggotanya dalam hal ini disebut pekerja dalam menyelesaikan hal-
hal yang tidak sesuai dengan aturan yang telah ada. Posisi perempuan dalam kehidupan
sosial ternyata sering dianggap belum sejajar dengan laki-laki meskipun upaya ke arah
kesetaraan gender telah lama dan terus dilakukan untuk mendapatkan persamaan hak..
Untuk selanjutnya, dalam tulisan ini lebih banyak menggunakan istilah pelecahan seksual
daripada kekerasan seksual. Tempat kerja merupakan salah satu tempat yang paling
potensial bagi terjadinya pelecehan seksual. Pada studi kasus yang dilakukan di salah satu
perusahaan di Bekasi (Hilda 2017) ditemukan bahwa pernah mengalami pelecehan seksual.
Pada peristiwa pelecehan seksual sebagian besar korban adalah perempuan dan pelakunya
hampir pasti laki-laki. Tidak berarti bahwa tidak ada laki-laki yang mengalami pelecehan
seksual, namun jumlah dan proporsinya tergolong kecil. Dengan demikian, urgensi
membahas peranan serikat pekerja dalam perlindungan hukum terhadap pelecehan seksual
untuk pekerja perempuan ditempat kerja memang didukung fakta yang kuat tanpa harus
menafikan kenyataan yang sebaliknya.
dipekerjakan. Oleh karena itu tenaga kerja juga Dengan kata lain sebagai check and
harus diberikan perlindungan yang menjadi balances perusahaan. Antara Pengusaha dan
salah satu hak mereka, dan untuk mengetahui Serikat Pekerja mempunyai peranan yang sama
adanya perlindungan maupun batas-batas dalam menjalankan perusahaan supaya
dalam mempekerjakan anak dan wanita, perusahaan berjalan sesuai tujuan dan lancar.
Pemerintah Indonesia membentuk peraturan Pada saat ini masih sering kita jumpai terdapat
yang mengatur mengenai ketenagakerjaan juga pengusaha yang belum rela menerima
yaitu dalam Undang-Undang No. 13 Tahun kehadiran Serikat Pekerja tetapi hanya sebagian
2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenaga- kecil saja, biasanya kita dapati pada para
kerjaan”), terutama yang terdapat dalam Bab X pengusaha kecil. Peranan Serikat Pekerja selain
yang mengatur mengenai Perlindungan, dari memperjuangkan hak dan kepentingan
Pengupahan, dan Kesejahteraan. Seiring pekerja, juga melindungi anggotanya, dalam
dengan hal tersebut kehadiran Serikat Pekerja hal ini pekerja terhadap tindakan asusila yang
pada saat ini sangat dibutuhkan oleh pekerja dilakukan oleh sesama pekerja maupun dengan
dan pengusaha, aktivitas yang dilakukan tidak atasannya.
hanya memperjuangkan kepentingan anggo- Tindakan asusila itu adalah tindakan
tanya untuk peningkatan kesejahteraannya yang menyimpang dari norma-norma keso-
saja, akan tetapi juga membantu meningkatkan panan yang berlaku di masyarakat. Perbuatan
usaha perusahaan. (Indonesia, 2003). ini banyak terjadi ditengah-tengah kehidupan
Dalam Undang-undang No. 13 Tahun masyarakat dimana yang tereksploitasi adalah
2003 menyatakan bahwa serikat pekerja adalah perempuan dan anak-anak. Namun tidak
oraganisasi yang dibentuk dari pekerja baik di menutup kemungkinan laki-laki dapat menga-
perusahaan maupun diluar perusahaan yang lami tindakan asusila karena berdasarkan hal-
bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis hal tertentu. Oleh karena itu alangkah
dan bertanggung jawab guna pentingnya organisasi pekerja tersebut karena
memperjuangkan, membela serta melindungi itulah kaum pekerja di Indonesia harus turut
hak dan kepentingan pekerja serta serta menghimpun dirinya dalam suatu wadah
meningkatkan kesejahteraan pekerja, dan atau organisasi yang disebut organisasi Serikat
keluarganya. Dengan demikian kehadiran Pekerja Indonesia untuk proteksi diri terhadap
Serikat Pekerja di perusahaan bukan hal-hal yang tidak diinginkan. Sebagai imple-
merupakan masalah bagi perusahaan, tetapi mentasi dari amanat ketentuan Pasal 28 UUD
dapat membantu menyelesaikan masalah yang 1945 tentang kebebasan berserikat dan
dihadapi perusahaan, khususnya yang berkumpul, mengeluarkan pikiran dan dengan
berkaitan dengan peningkatan disiplin dan etos lisan maupun tulisan yang ditetapkan dengan
kerja. Peranan serikat pekerja diantaranya undang-undang (Azis, 2019)
adalah mendorong dan meningkatkan produk- Maka pemerintah telah meratifikasi
tivitas perusahaan. Keberlangsungan bisnis konvensi Organisasi Perburuhan Internasional
perusahaan tidak terlepas dari peran No. 98 dengan Undang-Undang No. 18 tahun
pekerjanya tetapai bukan berarti perusahaan 1956 tentang Dasar-Dasar Hak Berorganisasi &
meng-eksploitasi pekerjanya. Jadi antara Berunding Bersama (UU No.18 Tahun 1956,
Perusahaan dengan Serikat Pekerja saling 1956)
membutuhkan adanya. Hal ini sekaligus dapat Masalah ketenagakerjaan mempunyai
menghilangkan pandangan negatif terhadap multi dimensi yang cakupannya luas dan
Serikat Pekerja, tetapi kehadirannya membawa kompleksitas. Jumlah penduduk Indonesia
angin segar yang sangat diperlukan dalam yang begitu besar dan persentase untuk popu-
pertumbuhan usaha. Oleh pengusaha lasi perempuan lebih banyak dibandingkan
dibutuhkan karena sebagai sarana untuk laki-laki akan sangat berpengaruh dalam dunia
mengontrol jalannya perusahaan dalam hal ini kerja. Begitupun juga dengan kondisi per-
khususnya untuk pekerjanya apakah sesuai ekonomian yang kurang menguntungkan,
dengan aturan yang berlaku, dalam hal ini maka akan berpengaruh ke tingkat pendidikan.
Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Dengan tingkat perekonomian yang
Ketenagakerjaan. (Indonesia, 2003) rendah maka untuk memperoleh tingkat
pendidikan yang layak atau pendidikan tinggi 3. Pelecehan isyarat, bahasa tubuh dan atau
sangat susah untuk dijangkau oleh masyarakat gerakan tubuh yang bernada seksual,
khususnya untuk kaum perempuan, oleh kerlingan yang dilakukan berulang-ulang,
karena itu kebanyakan perempuan isyarat dengan jari, dan menjilat bibir.
dikorbankan untuk dapat bekerja walaupun 4. Pelecehan tertulis atau gambar mengirim
usia sebagai pekerja belum cukup umur. atau memperlihatkan tampilan bahan
Kemiskinan menjadi hal yang berpengaruh pornografi, gambar, screensaver atau
dalam tingkat perekonomian. Pendidikan poster seksual, atau pelecehan lewat e-
angkatan kerja perempuan masih rendah. mail dan moda komunikasi elektronik.
Dengan rendahnya tingkat pendidikan 5. Pelecehan psikologis (emosional),
perempuan tersebut, sebagian pekerja permintaan dan ajakan kencan yang terus
perempuan bekerja di sektor padat karya. menerus dan tidak diinginkan,
Dengan banyaknya tenaga kerja perempuan penghinaan atau celaan yang bersifat
yang bekerja dan rendahnya tingkat seksual. (ILO, 2005)
pendidikan, maka dengan mudah akan ter-
jadinya pelecehan. Padahal kenyamanan Pengakuan prinsip-prinsip kesetaraan
bekerja sangat mempengaruhi dalam kesempatan untuk laki-laki dan perempuan
mewujudkan hubungan industrial yang dalam memperoleh hak untuk hidup tanpa rasa
kondusif. Tindakan-tindakan pelecehan tidak takut dari kekejaman dan pelecehan diatur
hanya sekedar mengganggu tetapi sudah dalam pasal 27 (2) UUD 1945: “Tiap-tiap warga
merupakan masalah yang merugikan bagi negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
pihak yang dilecehkan. Salah satu hal yang layak bagi kemanusiaan” (Andhini, 2017) dan
perlu mendapatkan perhatian dalam pasal 28 (2) UUD 1945 : “Setiap orang berhak
mewujudkan kenyamanan bekerja adalah bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas
adanya kondisi kerja yang terbebas dari adanya dasar apapun dan berhak mendapatkan
pelecehan seksual di tempat kerja. Pelecehan perlindungan yang bersifat diskriminatif itu”.
seksual di tempat kerja dapat menimpa siapa (Presiden RI, 2000)
saja dan merugikan semua pihak. Pelecehan Oleh karena itu dengan mengutamakan
seksual adalah segala tindakan seksual yang prinsip-prinsip dan hak mendasar ditempat
tidak diinginkan, per-mintaan untuk kerja (bebas dari kerja paksa, adanya kebebasan
melakukan perbuatan seksual, tindakan lisan berserikat, tidak ada diskriminasi dan bebas
atau fisik atau isyarat yang bersifat seksual, dari pekerja anak), akan memberikan
atau perilaku lain apapun yang bersifat seksual, perlindungan sosial terhadap resiko-resiko
yang membuat seseorang merasa tersinggung, yang timbul dalam melaksanakan tugas,
dipermalukan dan/atau terintimidasi dimana dengan tanpa mengurangi kesempatan bekerja
reaksi seperti itu adalah masuk akal dalam serta memberikan kesempatan untuk adanya
situasi dan kondisi yang ada, dan tindakan dialog sosial. Prinsip non diskriminasi sebagai
tersebut mengganggu kerja, dijadikan hak dasar pekerja di tempat kerja dalam
persyaratan kerja atau menciptakan lingkungan hubungan industrial ditujukan untuk
kerja yang mengintimidasi, bermusuhan atau memberikan kenyamanan bekerja diatur dalam
tidak sopan. Konvensi ILO No. 100 tentang Pengupahan
Adapun jenis pelecehan ditempat kerja yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk
dapat berupa : pekerjaan yang sama nilainya, (Konvensi ILO
1. Pelecehan secara fisik, sentuhan yang No. 100 Th 1951, n.d.) dan Konvensi ILO No.
tidak diinginkan dan mengarah ke 100 tentang Diskriminasi dalam pekerjaan dan
perbuatan seksual, seperti mencium, jabatan. (Konvensi ILO No. 100 Th 1951, n.d.)
menepuk, mencubit, melirik, dan Diskriminasi terhadap gender laki-laki
menatap penuh nafsu. dan perempuan yang sudah jelas diatur dalam
2. Pelecehan secara lisan, ucapan verbal atau Konvensi ILO tersebut, akan tetapi seperti
komentar yang tidak diinginkan tentang perlindungan hukum tehadap pencegahan
kehidupan pribadi atau bagian tubuh pelecehan seksual untuk pekerja perempuan
atau penampilan seseorang. apakah diatur dalam UU No. 13/2003 tentang
akhirnya akan menjadi sebuah pelecehan tertentu dalam hal ini menghindari pekerjaan
seksual. yang ditugaskan diluar kantor, merasa malu
dan tidak percaya diri dan tentunya ingin
1. Uraian Kasus. mengundurkan diri.
Dalam kasus ini, terdapat kasus Dengan dilaporkannya perbuatan
pelecehan seksual dalam hubungan horizontal pelaku oleh korban, maka baik dari bagian
yaitu yang dilakukan oleh seorang sopir HRD maupun dari induk organisasi pekerja
dalam hal ini disebut pelaku terhadap salah dalam hal ini Serikat Pekerja telah memanggil
satu seorang staff perempuan dalam hal ini korban dan pelakunya untuk dimintai
disebut korban yang merupakan staff keterangan yang benar.
perempuan dari departemen HRD. Dalam UU Induk organisasi pekerja dalam hal ini
No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan telah Serikat Pekerja memanggil pelaku untuk
memberikan perlindungan bagi tenaga kerja dikonfrontir tentang tindakan yang dilakukan
yaitu dalam pasal 86 ayat 1 yang menyatakan oleh pelaku terhadap korban. Hal tersebut
bahwa : “setiap buruh memperoleh hak dalam dimaksudkan untuk mencegah agar jangan
perlindungan atas perlakuan yang tidak sesuai sampai terjadi perbuaatan yang melecehkan
dengan harkat dan martabat manusia serta nilai- terhadap korban.
nilai agama.” Pelecehan yang dilakukan oleh Untuk langkah awal dari pemeriksaan
pelaku berupa pelecehan fisik seperti kasus tersebut dari pihak Serikat Pekerja
memegang badan korban, pelecehan visual berpedoman kepada asas praduga tak bersalah
verbal yang berupa komentar atau ucapan terhadap pelaku. Hal tersebut digunakan
yang tidak diinginkan tentang kehidupan sebagai pedoman Serikat Pekerja karena secara
korban, pelecehan isyarat dan pelecehan sederhananya bahwa asas ini merupakan
psikologis yang berupa ajakan kencan yang prasyarat utama untuk menetapkan bahwa
tidak diharapkan oleh korban. Hal itu dapat suatu proses telah berlangsung jujur, adil dan
terjadi karena korban sering ditugaskan keluar tidak memihak sesuai dengan pasal pasal 8
kantor dengan pelaku tersebut. Intensitas Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman tahun
pertemuan- pertemuan tersebut yang menjadi 2009 dan dalam penjelasan umum KUHAP.
faktor yang secara tidak langsung timbul Dari langkah awal pemeriksaan kasus tersebut
terjadinya pelecehan seksual. Pada awalnya yang dilakukan oleh Serikat Pekerja bahwa
dengan sikap menyimpang yang dilakukan pelaku merasa tidak melakukan hal yang telah
oleh pelaku dianggap sebagai gurauan saja disangkakan. Untuk meyakinkan bahwa
oleh korban. Akan tetapi lama kelamaan hal pelaku tidak melakukan seperti yang
tersebut terjadi secara terus menerus baik disangkakan, maka saksi korban dihadapkan
dilakukan pada saat bekerja atau diluar jam juga. Setelah dikonfrontir oleh Serikat Pekerja,
kerja dengan cara sering menelpon si korban antara pelaku dan korban terdapat beberapa
dengan maksud tertentu dan bujuk rayu yang temuan yaitu :
menjurus kepada pelecehan seksual. Tindakan 1. Pelaku memang dengan sengaja
yang dilakukan oleh korban untuk menghidari melakukan pelecehan seksual dengan
atau melarang hal tersebut adalah berbicara korban baik yang berupa bujuk rayu,
kepada pelaku bahwa tindakan yang candaan mesra, memperlihatkan foto yang
dilakukan oleh pelaku itu membuat tidak tidak senonoh, dan berusaha memegang
nyaman dalam bekerja. Selain daripada itu badan korban.
tindakan dari pelaku tersebut telah dilaporkan 2. Pelaku dari awal mula memang sudah ada
oleh korban kepada atasannya dan juga ketertarikan dengan korban
kepada pengurus Serikat Pekerja sebagai 3. Pelaku sadar akan perbuatan yang
induk organisasi pekerja di kantor tersebut dilakukan dan sering dilakukan berulang
untuk mencegah terjadinya pelecehan yang kali karena pelaku merasa tidak mungkin
terus menerus dilakukan oleh pelaku dan hal tersebut sampai dilaporkan kepada
meminta perlindungan hukum. Bagi korban atasannya ataupun kepada Serikat
dengan dilecehkannya oleh pelaku, maka Pekerja, oleh karena itu pelaku tidak
korban merasa menghindari dari situasi kerja
mempunyai rasa takut atau jera terhadap dari Serikat Pekerja, pelaku dapat
apa yang telah dilakukan. memperbaiki kela-kuannya sampai batas yang
ditentukan yaitu selama 6 bulan sejak surat
Oleh karena diperusahaan tersebut ada suatu peringatan ke 3 diberikan. Dalam masa
Perjanjian Kerja Bersama yang telah disepakati tersebut, pelaku dapat memperbaiki sikap dan
antara pekerja dalam hal ini diwakili oleh perbuatannya. Karena dalam masa tersebut si
Serikat Pekerja dengan Majikan dalam hal ini pelaku dapat menun-jukkan itikad baiknya,
diwakili oleh Pengusaha, maka untuk berarti surat peringatan ke 3 sudah tidak
perbuatan yang dilakukan oleh pelaku berlaku lagi, hal itu sesuai dengan ketentuan
tersebut termasuk dalam pelanggaran berat yang telah disepakati dalam Pejanjian Kerja
yang sanksinya dapat pemecatan. Kasus Bersama yang dimiliki oleh perusahaan
tersebut tidak sampai dilaporkan kepada tersebut.Akan tetapi dari pihak korban sudah
pihak kepolisian mengingat bahwa kasus merasa tidak nyaman bekerja di perusahaan
tersebut dapat diselesaikan secara internal tersebut akhirnya si korban mengundurkan
atau bipartit. Lembaga kerjasama bipartit diri untuk tidak bekerja di perusahaan
dalam hal ini merupakan forum komunikasi tersebut secara baik-baik.
dan konsultasi mengenai hal-hal yang Kasus pelecehan seksual ditempat
berkaitan dengan hubungan industrial di satu kerja memang nyata adanya tetapi jarang
perusahaan yang anggotanya terdiri dari terjadi. Di Indonesia, sebagian besar hal
unsur pengusaha dan Serikat Pekerja yang tersebut tidak dilaporkan. Alasan mengapa
sudah tercatat pada instansi yang bertanggung korban pelecehan seksual di kantor atau tempat
jawab dibidang ketenagakerjaan atau dari kerja sering kali memutuskan untuk tidak
unsur pekerja/buruh. Dalam lembaga membuat laporan resmi adalah kurangnya
kerjasama bipartit ini, segala hal yang dukungan dan perlindungan dari para pihak
menyangkut proses produksi dan perusahaan dalam hal ini dari serikat pekerjanya. Para
serta yang berhu-bungan dengan kepentingan korban harus dihadapkan dengan
pekerja/buruh dapat dimusyawarahkan konsuekuensi setelahnya, misalnya hilangnya
sehingga apabila terdapat keresahan yang pekerjaan, kurangnya dukungan dari pimpinan
timbul dapat disele-saikan sedini mungkin tempat kerja atau tidak tidak tertangkapnya
agar tercipta hubungan ketenagakerjaan yang pelaku karena penyelidikan yang tidak
harmonis dan kete-nangan berusaha menyeluruh.. Pada akhirnya para korban lebih
(industrial peace). Kasus yang dilakukan memilih untuk diam, demi melindungi nama
pelaku terhadap korban dalam satu dan dirinya sendiri dari sistem hukum yang
perusahaan dari pihak pengusaha tidak berpihak kepadanya. Kasus pelecehan
memutuskan bahwa si pelaku sudah seksual ditempat kerja memiliki implikasi
sepantasnya diberikan sanksi pemecatan, akan serius bagi korban. Para korban yang menjadi
tetapi dari pihak Serikat Perkerja memohon target tentu akan mengalami berbagai
supaya pelaku diberikan surat peringatan ke 3, konsekuensi yang negatif, termasuk masalah
dengan alasan bahwa si pelaku masih dapat kesehatan fisik dan metal, gangguan karier, dan
dibina dan diperbaiki untuk tidak mengulangi pendapatan yang lebih rendah..Komnas
perbuatannya. Pertimbangan pengusaha Perempuan menemukan bahwa hanya sekitar 3
memberikan surat peringatan ke 3 karena persen perempuan yang berani membuat
melihat dari bobot kesalahan yang dilakukan pengaduan. Kondisi tersebut menunjukkan
oleh pelaku. Dari kasus ini Serikat Pekerja bahwa perempuan yang mengalami pelecehan
telah memberikan perlindungan hukum seksual tidak yakin tempat kerja mereka dapat
kepada pelaku untuk tidak dilakukan mengatasi perma-salahan yang mereka hadapi
pemecatan dalam bekerja, mengingat pelaku dan mungkin saja karena takut akan
sudah berkeluarga dan menjadi tulang kehilangan pekerjaan mereka sehingga
punggung keluarga. Atas kesepakatan dengan membuatnya enggan untuk melapor. Dalam
pihak pengusaha, maka usulan dari Serikat studi kasus ini, pihak korban berani untuk
Pekerja dikabulkan oleh pengusaha. Seiring membuka diri melapor kepada yang
dengan berjalannya waktu dan monitoring berwenang ditempat kerja. Kasus tersebut
1945.pdf