You are on page 1of 51
JURNAL (@ PENELITIAN HAS HUTAN Forest Products Research Journal Vol. 13 No. 5, 1995 ISSN 0216 — 4329 ISI / Content MUTU DOLOK, RENDEMEN KAYU GERGAJIAN DAN KUALITAS PENGERJAAN KAYU AGATIS (Agathis spec.) Log’s Quality, Sawn Timber Recovery and Machining Quality of Agathis (Agathis spec.) Bakir Ginoga i ne FURFURILASI PADA KAYU TUSAM (Pinus merkusii Jungh. et de Vr.) DAN MANGIUM (Acacia mangium Willd.) Furfurylation on tusam and mangium Jamal Balfas PENGARUH UKURAN BILAH KAYU SENGON TERHADAP BEBERAPA SIFAT PAPAN BLOK Tho effect of strip dimension on some properties of sengon (Paraserianthes falcataria) blockboard |.M.Sulastiningsih, Paribotro Sutigno & M.l.Iskandar PENENTUAN NILAI MANFAAT EKONOMII TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO. ‘SEBAGAI TEMPAT REKREASI Economic Valuation of Recreational Site in the Gede Pangrango National Park Rahayu Supriadi PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN DAN SOSIAL EKONOM! KEHUTANAN FOREST PRODUCTS AND SOCIO-ECONOMICS RESEARCH AND DEVELOPMENT CENTRE: BOGOR — INDONESIA Jurnal Penelitian Hasil Hutan adalah media resmi publikasi ilmiah hasil penelitian dalam bidang ‘teknologi hasil hutan, keteknikan hutan dan sosial ekonomi kehutanan dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan. The Forest Products Research Journal is a formal medium for dissemination or research ‘findings dealing with forest products technology, forest engineering and forest socio-economics of the Forest Products and Socio-Economics Reseach and Development Centre, Bogor. Berdasarkan Surat Nomor 4474/SK/1988 tanggal 18 Juli 1988, Panitia Penilai Jabatan Peneliti Lembaga lmu Pengetahuan Indonesia (P2JP-LIPI) telah menetapkan Jumal Penelitian Hasil Hutan sebagai Majalah Iimiah. Dewan Redaksi (Editorial Board) Ketua (Chairman) merangkap anggota : Dr. Ir, Djaban Tinambunan, MS Anggota (Member) : Dr. Ir, Paribotro Sutigno, MS Dr. Ir. Hariyatno Dwiprabowo, M.Se Dr. Ir. Benny D. Nasendi, MS Dr. Ir. Boen M. Pumama, M.Se Staf Dewan Redaksi (Editorial Board Staff) Koordinator (Coordinator) : Ir. Buharman Anggota (Member) 2 Tuli Afiati Drs. Yuli Jajuli Diterbitkan Oleh (Published by) : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan (Forest Products and Socio-Economics Research and Development Centre) Alamat (Address): Jalan Guaung Batu, PO.BOX 182, Bogor 16001, Indonesia Telpon (Phone) : (0251) - 326378 Fax. (Fax) 2 (0251) - 313 613 Cable : Pussilhut JURNAL @ PENELITIAN HASIL HUTAN Forest Products Research Journal Vol. 13 No. 5, 1995 ISSN 0216 — 4329 ISI / Content MUTU DOLOK, RENDEMEN KAYU GERGAJIAN DAN KUALITAS PENGERJAAN KAYU AGATIS (Agathis spec.) Log's Quality, Sawn Timber Recovery and Machining Quality of Agathis (Agathis spec.)) Baki Ginoga 169 FURFURILASI PADA KAYU TUSAM (Pinus merkusié Jungh. et de Vr.) DAN MANGIUM (Acacia mangium Willd.) Furlurylation on tusam and mangium Jamal Balfas 176 PENGARUH UKURAN BILAH KAYU SENGON TERHADAP BEBERAPA SIFAT PAPAN BLOK The effect of strip dimension on some properties of sengon (Paraserianthes falcataria) blockboard LM.Sulastiningsih, Panbotro Sutigno & M.L.iskandar 186 PENENTUAN NILAI MANFAAT EKONOMI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO ‘SEBAGAI TEMPAT REKREASI Economic Valuation of Recreational Site in the Gede Pangrango National Park Rahayu Supriadi nnn so 196 ype EE EEE ASER EE TE! PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN DAN SOSIAL EKONOM! KEHUTANAN FOREST PRODUCTS AND SOCIO-ECONOMICS RESEARCH AND DEVELOPMENT CENTRE BOGOR — INDONESIA Jurnal Penelitian Hasil Hutan Forest Products Research Journal Vol. 13 No. 5 (1995) pp. 169 - 175 MUTU DOLOK, RENDEMEN KAYU GERGAJIAN DAN KUALITAS PENGERJAAN KAYU AGATHIS (Agathis spec.) (Log's Quality, Sawn Timber Recovery and Machining Quality of Agathis (Agathis spec.) Olet/By Bakir Ginoga Summary Log's tapering of agathis (Agathis spec.), ranges from 0.5% to 5.5 % and tends to be morre silindical at 200 cm above the butt. The circularity of logs is more than 80 %, with the range of 81 % to 97 % at the butt and 83 to 98 % at the top end. Recovery of wet sawn timber is 69,7 % on average, and ranges from 50 % to 82 %. The average specific gravity in air dried condition is 0.44 (= 440 kg/m) with the range from 0,42 10 0,46 (420 kg/m? to 460 kg/m’). Working properties of agathis wood is classified as easy; planing and moulding quality are classified as good to very good, while boring property is classified as medium. 1. PENDAHULUAN Salah satu upaya untuk menunjang program pengembangan pemanfaatan jenis- jenis kayu Hutan Tanaman Industri (HTI), ialah penyediaan berbagai data dan informasi mengenai mutu dolok, efisiensi pengolahan dan mutu hasil kayu olahan, serta kemungkinan pemanfaatannya untuk berbagai kebutuhan umat manusia Sehubungan dengan tujuan tersebut, laporan ini menyajikan beberapa hasil pengamatan dan penelitian keragaman karakter/mutu dolok serta rendemen kayu gergajian basah. keragaman berat jenis kayu kering udara, serta hubungannya dengan kualitas pengerjaan kayu agathis (Agathis spec.) sebagai salah satu jenis kayu HTI. Il. BAHAN DAN METODE A. Bahan Sembilan dolok, diambil dari tiga pohon ; masing-masing pohon diambil tiga dolok yang mewakili bagian pangkal (=A), tengah (=B), dan bagian atas batang 169 (=C). Tiap dolok panjangnya 200 cm, Dolok ini berasal dari hutan tanaman berumur 29 tahun di KPH Perum Perhutani Sukabumi, Jawa Barat. B. Metode 1. Mutu Dolok Salah satu peubah yang diamati dan diukur serta dihitung untuk menetapkan mutu dolok, ialah bentuk dolok, yang terdiri dari a. Kesilindrisan, dihitung berdasarkan perbandingan antara sclisih rata-rata dia- meter bontos pangkal dan bontos ujung, dengan panjang dolok, dinyatakan dalam persen (%); b. Kebundaran, dihitung berdasarkan perbandingan ukuran diameter terpendek dan terpanjang dinyatakan dalam persen (%); masing-masing pada bontos pangkal dan bontos ujung (Anonymous 1987 ; dan 1993). 2, Penggergajian Pola penggergajian pada gergaji utama “Bandsaw” 44 inci, menggunakan pola satu sisi terus menerus (flat sawing/live sawing) ; untuk tebal bahan papan 3,0 cm dan 6.0 cm. Bahan papan tersebut, selanjutnya digergaji dengan "bandresaw" 38 inci, untuk disamakan lebarnya sesuai lebar tersempit dari tiap bahan papannya. Dengan demi- kian lebar papan yang diperoleh disesuaikan dengan Iebar tersempit dari tiap bahan papan. Rendemen kayn gergajian yang masih basah, untuk tiap dolok, dihitung ber- dasarkan perbandingan isi papan dengan isi doloknya, dinyatakan dalam persen (%). 3. Kualitas Pengerjaan Kualitas hasil pengerjaan kayu yang diamati, terdiri dari penyerutan, pemben- tukan, dan pemboran. Lima contoh uji diambil dari papan kayu gergajian yang telah kering udara, untuk setiap dolok, sebagai bahan untuk pengujian masing-masing sifat tersebut. Penetapan kualitas hasil pengerjaan dari masing-masing sifat, dilakukan sesuai dengan standar ASTM D 1666-64, (Anonymous, 1976; Abdurach- man dan Kamasudirdja, 1982 ; Anonimous, 1987) 4. Berat Jenis Untuk menetapkan berat jenis kayu dalam keadaan kadar air kayu kering udara, diambil contoh tiga buah mewakili masing-masing dolok. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kesilindrisan dolok Hasil pengamatan/pengukuran dan perhitungan nilai kesilindrisan dicantumkan dalam Tabel 1. Nilai kesilindrisan seluruh dolok yang diteliti berkisar antara 0.5 % - 5,5 %, dengan kisaran diameter rata-rata 27 cm sampai 55 cm untuk bontos pangkal dan 26 cm sampai 44 cm untuk bontos ujung. Kesilindrisan dolok bagian pangkal batang (A) yaitu sampai ketinggian 200 cm kisarannya 2,5 % - 5,5 % ; dan pada ketinggian sampai 600 cm, kisarannya 0,5 % - 1,0 %, atau < 1,0%. 170 Jun. Pen. Has. Hut. Vol. 13 No.5 (1995) Tabel 1.Ukuran, kesilindrisan, dan kebulatan serta rendemen kayu gergajian basah tiap dolok dari kayu agathis (Agathis spec.) Table I. Log's size, tapering, circularities and recovery of green sawn timber of agathis wood (Agathis spec.) eee Dolak hag? Tapp et (Greet stn timber Kode “Dimnsurisrea Keaindrinn Kebulaan —Pasjng ~ Rendon Taba Ben dame om (Creare) (Tree number) (Code) Pangkal — Ujung (Topering) Pangkal —Ujung (Length) (Recovery) (Thickness) Boson) (Top) se Bonom opt em?) OND aS a 35 363918 30 a1 30 1 8 4 @ as es oat € 8 é We 94D a oe 3 210 300 sta 40 0 Boa & rd 32 30 ew Sk € 8 % to gio Ms at ARH 25 W283 30 30060 m 2 & fF as me 3 mo SSO en ks a3 m7 oo i ragam kesilindrisan antar dolok kayu agathis (Agathis spec.) Table 2. Analysis of variance for log's tapering among trees for agathis wood (Agathis spec.) ‘Sumber keragaman Derajat bebas Jumiah kuadrat_ _Kuadrat tengah F hit (Gource of variance) Degrees of freedom) (Sum of squares) Adean of squares) Cale) 1. Antar dolok-dolok (Among logs) 2 17,086 8,278 7,675 * 2.Galat Error) 6 6,667 Quan Total : 8 23,72 Keterangan (Remarks) '* Nyata pada peluang 95 % (Significant at P = 95 9% ) Uji beda t (-test difference) ; hit (t calc.) = 2,7948 * (4.b) = 4 Nilai rata rata kesilindrisan tia dolok (Mean of each log's tapering) A Boc 3,50 0.67 0,50 Tabel 3.Nilai (%) kebundaran bontos pangkal dan bontos ujung tiap dolok kayu agathis (Agathis spec.) Table 3. Circularities values (%) of log's bottom and top cross section for agathis wood (Agathis spec.) Dolok Bagian Pohon nomor (Tree number) Rata-rata (Log) (Position) 1 2 3 (Mean) A P 964 88,2 90,93 u 978 81.0 #937 B Pp 886 95,2 80,6 88,13 u 90,5 95,0 33,3 89,60 c P 34 9040 3.0 90.13 t 78 846 857 9.23 Rata-rata (Mean) P 94,13 91,13, 83,93 89,73 u 95.23 8887 £4.10 89.40 Keterangan (Remarks): P = Bontos Pangkal Dolok (Log's bottom cross section). U= Bontos Ujung Dolok (Log's top cross section) For. Prod. Res. J. Vol. 13 No.5 (1995) 171 Analisis statistik menunjukkan bahwa nilai kesilindrisan antar dolok berbeda nyata. Nilai ini berbeda nyata antara dolok bagian pangkal (=A) dengan dolok di atasnya, yaitu dolok B maupun dolok C, sedangkan antara dolok B dengan dolok C perbedaannya tidak nyata. Nilai rata-rata kesilindrisan untuk dolok A= 3,5 %, sedangkan untuk dolok B dan C masing-masing 0,67 % dan 0,50 %, Dari data ini dapat dikemukakan bahwa nilai kesilindrisan dolok A > 2%, sedangkan untuk dolok CdanD<1%. B. Kebulatan/Kebundaran dolok Nilai kebulatan untuk bontos pangkal dari keseluruhan dolok, berkisar antara 81 % - 97%, pada bontos ujung 83 % - 98 %. dari data ini dapat digambarkan bahwa nilai kebulatan dolok kayu ini adalah > 80 %. Nilai kebulatan rata-rata untuk semua dolok, adalah 89,7 % untuk bontos pangkal, dan 89,4 % untuk bontos ujung. Nilai ini tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95 %. Menurut Martawijaya ef al. (1981), kayu ini mempunyai bentuk batang yang silindris dan lurus. Dalam penetapan standar mutu kayu bulat/bundar (Anonymous, 1993), tercantum lima parameter untuk bentuk dolok, yaitu kelurusan, kesilindrisan, kebundaran, arah serat, dan alur. Arah serat dolok yang diteliti umumnya lurus; alur terdapat pada bagian bontos pangkal dan hanya ditemukan pada dolok contoh IA, IB, dan II A, dengan nilai kurang dari 30 %. C. Rendemen Kayu Gergajian Dalam penetapan standar mutu kayu bundar, dicantumkan juga hasil kayu kon- versi. Untuk bahan kajian, dalam penelitian ini menunjukkan bahwa rendemen rata- rata. papan kayu gergajian yang masih basah, untuk tebal papan 3,0 om berkisar antara 68,1 % - 71,5 %, dengan rata-rata 69,7 %; sedangkan untuk papan dengan tebal 6,0 cm, berkisar antara 50,0 % - 82,0 %, dengan rata-rata 69,7 %, Pada dolok bagian pangkal (=A), rendemennya lebih rendah. D. Kualitas Pengerjaan Hasil pengujian dan penelitian kualitas atau mutu pengerjaan kayu kering udara yang meliputi penyerutan, pembentukan, dan pemboran, dicantumkan dalam Tabel 2. Kualitas hasil penyerutan pada permukaan kayunya tergolong sangat baik (I); untuk pembentukan/moulding tergolong baik (II) sampai sangat baik (1), untuk pemboran tergolong sedang (IIT) sampai baik (II). Peranan ketajaman mata pisau mesin yang digunakan di dalam pengerjaan kayunya nampaknya sangat penting, antara lain berhubungan dengan kekerasan/berat jenis kayunya yang agak rendah. Mata kayu perlu diperhatikan dan diamati karena mempengaruhi sifat pengerjaan kayunya. Mata schat umumnya terdapat pada hampir semua contoh papan, tetapi cenderung lebih banyak pada dolok bagian atas (A dan B). Sekitar 54 % dari contoh uji mengandung mata kayu sehat maupun mata kayu busuk; diameter mata kayu rata- rata berkisar antara 15 mm - 41 mm, dengan jarak antar mata kayu 11 cm - 41 cm. 172 Jur. Pen. Has. Hut. Vol. 13 No.5 (1995) Tabel 4. i beda nilai rata-rata kebulatan untuk bontos pangkal dengan bontos ujung dari semua dolok agathis (Agathis spec.) Table 4. Test of difference means of circularities between log's bottom and top for all logs of agathis (Agathis spec.) Wilai (Values) ‘Bontos pangkal (Bortom) ‘Bontos wjung (Top) 1.Rata-rata (ear) 99,733 89,400 2.Standar devissi (Standard Deviation) 5.7871 5.9586 3a 9 9 4Standar Error (Standard Error) 2,7688 S.Perbedaan (Difference) 0333 6snit 1Cale ) 0,120408 (4.6/4.0 = 16 Prob. = 0,45 Keterangan (Remarks) : 1S = Perbedaan tidak nyata pada P = 0,95 (non significant at P = 0.95) Tabel 5.Berat jenis kering udara menurut pohon dan dolok contoh kayu agathis (Agathis spec.) Table 5. Air dry specific gravity of log and tree samples of agathis wood (Agathis spec.) Nomor contoh Pohon (Tree) 1 Pohon (Tree) 2 Pohon (Tree) 3 Dolok (Log) Dolok (Log) Dolok (Log! (Sample number) A B c A B € A B ¢ 1 0,54 0.47 0,43 0,42 037 0,39 047 0,43 O41 2 0,50 0,44 0,48 0,39 0,51 0,40 0,43 3 0,55 0,33 0,42 0,42 0,40 0,39 0,45 0,45 0,39 Rata-rata dolok 0,53 0,48 0,42 O41 0,41 039 0,48 0,43 041 (Log Mean) ‘Rata-rata pohon 048 041 0,44 (Tree Mean) ‘Tabel 6.Analisis ragam berat jenis kering udara antar pohon kayu agathis (Agathis spec.) Table 6. Analysis of variance among trees for dry specific gravity of agathis wood (Agathis spec.) ~ Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat —-Kuadrat tengah F hit (Source of variance) (Degrees of freedom) (Sum of squares) (Mean of squares) (F Cale 1. Antar pohon (Among trees) ai 0.022141 0.011070 6.1565 ** 2.Galat Error) 24 0.043156 __0,0017981 ‘Total 26 0,065297 Keterangan (Remarks) : ** Sangat nyata pada peluang 99 % (Highly significant at P = 99% ) Tabel 7.Analisis ragam berat jenis kering udara antar dolok kayu agathis (Agathis spec.) Table 7. Analysis of variance among logs for airdry specific gravity of agathis wood (Agathis spec.) ‘Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat—_Kuadrat tengah F hit (Source of variance) (Degrees of freedom) (Sum of squares) (Mean of squares) (F Calc) 1. Antar dolok (Among logs) & 0,048830 0,0061037 6.6721 °° 2.Galat Error) 1" 0.016467 __0,00091481 Total 26 0.065296 ‘Keterangan (Remarks) : ** Sangat nyata pada peluang 99 % (Highly significant at P = 99% ) For. Prod. Res. J. Vol. 13 No.5 (1995) 173 Martawijaya ef a/. (1981) melaporkan bahwa warna kayu gubal Agathis sama dengan warna kayu terasnya ; kayunya berwarna keputih-putihan sampai kuning coklat, kadang-kadang semu merah jambu. Tekstur kayu halus merata, permukaan kayu licin dan mengkilap. Serat lurus, kadang-kadang berpilin. Kayunya mudah dikerjakan, baik digergaji atau diserut serta dibentuk (moulding) dengan hasil yang sangat baik. Setelah diampelas , permukaan kayunya nampak licin mengkilap. dan dapat dipolitur atau divernis dengan hasil yang baik. E. Berat Jenis Hasil pengujian serta penetapan berat jenis rata-rata dalam keadaan kadar air kayu kering udara, untuk masing-masing dolok, dicantumkan dalam Tabel 3. Berat jenis rata-rata seluruh dolok contoh adalah 0,44 (440 kg/m’), pada selang kepercayaan 95 % memiliki kisaran 0,42 - 0,46 (= 420 kg/m? - 460 kg/m’). Nilai rata-rata serta nilai minimum dan maksimum berat jenis tersebut masih tergolong di dalam kelas kuat III. Martawijaya ef al. (1981), melaporkan bahwa tiga species Agathis, yaitu A. alba, A.borneensis, dan A.labillardieri semuanya tergolong kelas kuat III ; berturut-turut nilai rata-rata dan kisarannya 0,48 (0,43-0,54); 0,47 (0,36-0,64), dan 0,47 (0,42- 0,52). Dilaporkan selanjutnya bahwa kayu ini dapat digunakan, antara lain untuk kayu pertukangan/perumahan dan komponen mebel ; alat ukur/gambar, korek api, potlot, sendok es krim, dan sebagainya. IV. KESIMPULAN DAN SARAN: Dari hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut : |. Kesilindrisan dolok kayu agathis (Agathis spec), berkisar antara 0,5 % - 5,5 % : pada dolok dengan ketinggian di atas 200 cm dari pangkal pohon, kesilindrisan- nya lebih rendah; pada ketinggian sampai 200 cm dari pangkal pohon, kesilindrisannya berkisar 2,5 % - 5,5 %, sedangkan pada 200 cm sampai 600 cm, kisarannya 0,5 % - 1,0 %. Kebulatan/kebundaran dolok, nilainya >80 %, dengan kisaran 81 % - 98 %. Doloknya tergolong lurus. 2. Rendemen rata-rata papan kayu gergajian basah, 69,7 %; rendemen rata-rata untuk papan dengan tebal 3,0 cm berkisar antara 68,1 % - 71,5 %, dan untuk tebal 6,0 cm berkisar 50,0 % - 82,0 %. 3. Kualitas hasil pengerjaan permukaan papan yang diserut, tergolong sangat baik (1); untuk pembentukan/moulding tergolong baik (II) sampai sangat baik (1); untuk pemboran tergolong sedang (III) sampai baik (II). Dalam pengerjaan, perlu memperhatikan antara lain ketajaman pisau mesin yang digunakan, untuk meningkatkan/mempertahankan mutu hasil pengerjaan kayu yang lebih baik. 4. Berat jenis rata-rata dalam keadaan kadar air kayu kering udara = 0.44 (440 kg/m’), dengan kisaran 0,42 - 0,46 (420 kg/m3 - 460 kg/m3) ; tergolong dalam kelas kuat I. 174 Jum. Pen. Has. Hut. Vol. 13 No.5 (1995) 5. Kayu agathis ini mudah pengerjaannya, serta dapat digunakan antara lain untuk kayu perumahan, kayu pertukangan/berbagai komponen mebel dan papan sambung. DAFTAR PUSTAKA ‘Abdurahman, A.J., dan S. Karnasudirdja. 1982. Sifat Pemesinan Kayu-kayu Indonesia. Laporan Balai Penelitian Hasil Hutan, Nomor 160. Bogor. Anonymous. 1976. Standard Method of Conducting Machining Tests of Wood and Wood - Base Materials. ASTM D 1666 - 64. Annual Book of ASTM Standards, Parts : 22: Wood; Adhesives. Philadelphia, U.S.A. _______, 1987, Standar Kehutanan Indonesia : Moulding Kayu. SKI. C-bo-007. Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan, Departemen Kehutanan. 1993 Konsep Standar Mutu kaya Bundar Mahoni. (konsep) SNI, diajukan ke Dewan Standarisasi Nasional. Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan, Departemen Kehutanan. Martawijaya, A., I. Kartasujana, K. Kadir, dan S.A. Prawira. 1981. Atlas Kayu indonesia. Jilid I. Balai Penelitian Hasil Hutan, Bogor. Nasoetion, A.H., dan Barizi. 1973. Metoda Statistika. Untuk Penarikan Kesimpulan. Departemen Statistika dan Komputasi Fakultas Pertanian IPB. For. Prod. Res. J. Vol. 13 No.5 (1995) 175 Jurnal Penelitian Hasil Hutan Forest Products Research Journal Vol. 13 No. 5 (1995) pp. 176 - 185 FURFURILASI PADA KAYU TUSAM (Pinus merkusii Jungh. et de Vr.) DAN MANGIUM (Acacia mangium Willd.) Furfurylation on tusam and mangium Oleh/By Jamal Balfas Summary Wood specimens of tusam (Pinus merkusii Jungh. et de Vr.) and mangium (Acacia mangium Willd.) were air-dried to approximately 16-18% moisture content. One group of the specimens was further oven-dried to reach moisture content of 6-8%, Furfurylation was undertaken by soaking wood specimens for 24 hours in a 98% furfuryl alcohol solution containing 0.35% (v/v) of ZnCl as catalyst. Furfurylated specimens were then cured at 100°C for 48 hours. Wood characteristics observed in this study include dimentional stability, hardness, compression ‘strength and shear strength. Test results showed that the initial wood specimens of tusam had a higher radial but a lower tangential swelling rates than those specimens of mangium. Furfurylation could improve wood dimentional stability of both species by more than 90% on tusam and 75% on mangium. Values of hardness, compression strength and shear strength of tusam were markedly lower than mangium. After furfurylation, however, tusam had a greater hardness than mangium. Furfurylation could increase hardness, compression strength and shear strength of tusam by more than 94%, 83% and 76% respectively. A lower wood mechanical improvements were encountered with the mangium specimens. 1. PENDAHULUAN Kegiatan penelitian dalam bidang pemuliaan pohon pada dasarnya telah dilakukan oleh hampir setiap negara di dunia. Hasil penelitian ini secara periodik didiskusikan dalam forum simposium dan konferensi yang diselenggarakan dalam tingkat nasional maupun internasional. Forum ilmiah tersebut tidak hanya membahas aspek silvikultur dan manajemen pada tegakan hutan tanaman, tapi juga mencakup karakteristik kayu yang dihasilkan dari sistem tersebut. Sifat kayu yang diteliti secara intensif umumnya berkaitan dengan karakteristik fisis dan mekanis kayu, seperti berat jenis, panjang serat, tebal dinding sel, kekuatan serat, dan beberapa karakteristik lainnya yang dianggap penting bagi industri kertas. 176 Dewasa ini industri kayu di Indonesia mulai dihadapkan dengan hasil hutan tanaman yang telah dikembangkan pada areal hutan rakyat dan areal HTI di wilayah konsesi HPH. Sebagian dari areal hutan tanaman tersebut dibangun dengan Komposisi pohon super, yang diperoleh melalui pemuliaan genetis atau ‘kultur jaringan, disertai dengan optimalisasi lingkungan pertumbuhan seperti pengaturan jarak tanam, irigasi, pemupukan, pemangkasan, penjarangan dan praktek silvikultur modern lainnya. Kayu yang diperoleh dari sistem ini ternyata memiliki karakteristik yang berbeda dengan kayu sejenis yang diperoleh dari hutan alam, sehingga menimbulkan permasalahan baru dalam proses pengolahannya, Hal ini mungkin berhubungan dengan hasil pengamatan Bendtsen (1978) yang menyimpulkan bahwa kayu yang diperoleh dari hutan buatan ("manmade forest") memiliki nilai berat jenis dan karakteristik serat yang lebih rendah daripada kayu sejenis dengan ukuran diameter yang sama berasal dari hutan alam. Desakan kebutuhan kayu yang terus meningkat dan tekanan ekonomi yang berlangsung makin serius dalam dasawarsa terakhir cenderung melandasi kebijaksanaan penanaman jenis pohon cepat tumbuh yang memiliki daur panen relatif singkat. Sementara itu hasil studi di negara maju menunjukkan bahwa kelompok jenis pohon cepat tumbuh umumnya mengandung lebih banyak porsi kayu muda (juvenile wood) dibandingkan dengan kelompok jenis berdaur panen panjang. Sifat inferior kayu muda dibandingkan dengan kayu dewasa (mature wood) telah dilaporkan oleh Dadswell (1958). Erickson dan Arima (1974) dan beberapa penulis lainnya. Penurunan karakteristik fisis dan mekanis pada kayu yang diperoleh dari hutan buatan tampaknya tidak berakibat serius bagi industri kertas, tetapi bagi industri _kayu utuh (solidwood) dan keperluan konstruksi hal tersebut dapat menimbulkan banyak permasalahan baru dalam proses pengolahan dan penggunaan produknya. Di samping masalah penurunan sifat fisis dan mekanis, kayu hutan tanaman umumnya memiliki sifat keawetan dan stabilitas dimiensi yang lebih rendah dibandingkan dengan kayu sejenis dari hutan alam. Karakteristik ini merupakan masalah serius dalam penggunaan kayu untuk keperluan bangunan. Sejalan dengan perkembangan masalah di atas, sejak tahun 1960-an para ahli teknologi kayu melakukan penelitian secara intensif dalam upaya penyempurnaan karakteristik kayu melalui berbagai modifikasi kimia. Cara yang paling umum dilakukan adalah memasukkan (impregnasi) senyawa kimia yang dapat bereaksi dengan komponen dasar pada dinding scl kayu (selulosa, hemiselulosa dan lignin) schingga diperoleh penyempurnaan pada struktur kimia kayu, yang diikuti dengan perbaikan karakteristik fisis dan mekanis kayu. Salah satu cara praktis yang termasuk ke dalam sistem tersebut adalah perlakuan furfurilasi, yaitu impregnasi kayu dengan bahan furfuryl alcohol, yang mampu menyelenggarakan reaksi silang dengan gugus hidroksil di dalam dinding sel. Dari beberapa studi yang telah dilakukan sebelumnya diketahui bahwa furfurilasi dapat meningkatkan berbagai sifat keteguhan kayu, serta meningkatkan ketahanan kayu terhadap serangan jamur dan serangga (Goldstein dan Dreher, 1961). Furfuri- lasi dapat dilakukan dengan cara difusi pada kayu kering udara (kadar air 10 sampai dengan 18 %), sehingga membuatnya lebih praktis dari pada cara impregnasi dengan menggunakan senyawa lainnya. Dalam studi ini akan dilakukan pengujian pen- dahuluan apakah furfurilasi mampu memperbaiki sifat-sifat inferior pada kayu hutan For. Prod. Res. J. Vol. 13 No.5 (1995) im tanaman. Tujuan penelitian ini adalah menyempurnakan karakteristik kayu yang berasal dari hutan tanaman, sehingga dapat memenuhi persyaratan teknis yang dibutuhkan dalam penggunaan kayu untuk keperluan bangunan. I. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Persiapan contoh uji Bahan kayu yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 jenis kayu yang berasal dari hutan tanaman, yaitu tusam (Pinus merkusii Jungh.) dan mangium (Acacia mangium Willd.). Kayu bulat (log) dari masing-masing jenis digergaji men- jadi sortimen berukuran tebal 1, 3 dan $ Cm, lebar 5 dan 10 Cm dan panjang 50 Cm. Semua sortimen dikeringkan secara alami (diangin-angin) dalam ruang laborato- rium pengerjaan kayu hingga mencapai kadar air kering udara (15 - 18%). Sortimen kemudian diserut dan diseleksi untuk memperoleh contoh uji bebas cacat. Untuk masing-masing jenis kayu dibuat 30 contoh uji stabilitas dimensi berukuran 10 mm x 10 mm x 100 mm dengan arah orientasi serat radial dan tangensial. Untuk pengujian sifat keteguhan tekan tegak lurus serat, keteguhan geser sejajar serat dan kekerasan dibuat contoh uji berukuran 25 mm x 25 mm x 50 mm sebanyak 60 buah dan ukuran 25 mm x 25 mm x 75 mm sebanyak 15 buah dari masing-masing jenis kayu. B. Perlakuan furfurilasi Larutan furfuril alkohol yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Aldrich, Amerika dengan kemurnian 98 %. Sebagai katalis digunakan larutan 5 % ZnCl2 dengan pelarut air. Komposisi campuran kedua larutan tersebut yang digunakan dalam penelitian ini adalah 95 : 5 menurut volume larutan. Perlakuan furfurilasi dilakukan dengan cara merendam contoh uji selama 24 jam dalam larutan furfuril alkohol. Setelah perendaman, contoh uji dibungkus dengan kertas aluminium foil, kemudian.dimasukkan dalam oven pada suhu 100 °C selama 48 jam. C. Pengukuran dan pengujian Efektifitas perlakuan furfurilasi ditentukan berdasarkan perubahan berat pada contoh uji, yaitu dengan cara penimbangan contoh uji sebelum dan sesudah Perlakuan. Pada contoh uji stabilitas dimensi dilakukan juga pengukuran dimensi radial dan tangensial pada contoh uji saat sebelum dan sesudah furfurilasi, Pengujian stabilitas dimensi kayu dilakukan dengan menggunakan alat swellometer. Efektivitas furfurilasi dalam peningkatan stabilitas dimensi kayu ditentukan berdasarkan nilai efisiensi anti pengembangan (EAP), yang dihitung dengan rumus berikut : % Pengembangan pada Kontrol - % Pengembangan pada Perlakuan me % Pengembangan pada Kontrol Pengujian sifat keteguhan kayu yang meliputi keteguhan tekan tegak lurus serat, keteguhan geser sejajar serat dan kekerasan ditentukan menurut Pprosedur yang diuraikan oleh Nurwati (1988). 178 Jum, Pen. Has. Hut. Vol. 13 No.5 (1995) D. Rancangan percobaan Penelitian ini melibatkan 3 faktor utama, yaitu jenis kayu, orientasi serat dan metode furfurilasi. Faktor pertama terdiri dari 2 jenis kayu, faktor ke dua terdiri dari 2 arah serat (radial dan tangensial), sedangkan faktor ke tiga terdiri dari 3 taraf perlakuan, yaitu kontrol, perendaman contoh uji pada kadar air kering udara dan perendaman contoh uji pada kadar air sekitar 7%. Untuk mengurangi variasi contoh uji menurut perlakuan digunakan metode pengambilan contoh uji secara berpasangan (paired samples). Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah menurut prosedur analisa statistik 3 arah yang diuraikan oleh Mustafa (1994). HII. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar air kering udara pada contoh uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 15,10% pada kayu tusam dan 18,57% pada kayu mangium. Sedangkan pada kelompok contoh uji yang dike- ringkan dalam oven pada suhu 60 0C selama 3 hari sebelum perlakuan furfurilasi, kayu tusam memiliki kadar air keseimbangan sekitar 6% dan mangium sekitar 8%. Perbedaan kandungan air pada kedua jenis kayu ini mungkin berhubungan dengan perbedaan karakteristik fisis dan kimia antara dua jenis kayu tersebut. Kayu mangium yang memiliki berat jenis dan kandungan ekstrak- tif yang lebih besar cenderung memiliki tempat ikatan air yang lebih banyak, sehingea memiliki nilai kadar air keseimbangan yang lebih tinggi dari pada kayu tusam. Perubahan dimensi (pengembangan) kayu selama 3 hari perendaman dalam air menunjukkan bahwa kayu tusam memiliki derajat pengembangan radial yang lebih besar daripada kayu mangium (Tabel 1). Sebaliknya pengembangan kayu mangium pada arah tangensial adalah lebih besar dari pada kayu tusam. Dalam periode awal (4 jam) rendaman, perubahan dimensi pada kayu tusam berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan kayu mangium baik pada arah radial maupun tangensial (Gambar 1A). Perbedaan ini menunjukkan bahwa kayu tusam lebih mudah mengalami pembasahan atau lebih permeabel daripada kayu mangium. Tabel 1, Karakteristik stabilitas dimensi kayu Table 1. Characteristics of wood dimentional stability Jeniskays ——‘Perlakuan ——Arahserat —-Penambahan berat_ Penambahan dimen: Pengembangan. EAP (Wood species) (Treatment) (Grain direction) (Weight gain)(%) (Dimentional gain)(%) _(Swelling)%») _(%) Tuam Control Radial ze = Tangential - : 343 - Metode 1 Radial $239 286 02 90,13 (Method 1) Tangential 33.98 299 030 91.25 Metode 2 Radial 36.54 290 0.17 92:38 (Method 2) Tangential 3490 331 027 92,13 Mangium Control Radial : - 2.00 : Tangential : 3.82 - Metode 1 Radial 16.73 1.40 049 75,50 (Method 1) Tangential 1718 345 089 76.70 Metode 2 Radial Zs 184 041 79:50 (Method 2) Tangential 23 429 0,70 81,68 Ketcrangan (Remarks): EAP = Efisiensi anti pengembangan (Anti-swelling efficiency), Metode | dan metode 2 masing-masing adalah perlakuan furfurilasi yang dilakukan pada contoh uji dengan kadar air kayu kering udara an kadar air sekitar 6 - 8% (Method | and method 2 are the furfurylation applied to wood specimens at air dry and 6 - 8% moisture content respectively) For. Prod. Res. J. Vol. 13 No.5 (1995) 179 Pengembangan (Sweting), % Qe Team rciat 2 fH Toma angen HE Mangium rcs BE iangiur tangential Gambar 1A. Pengembangan kayu kontrol selama 72 jam rendaman dalam air Figure 1A. Swelling of the control specimens during 72-hour immersion in water Pengembangan (Swelling), % 05 05 1 4 2 48 72 Waktu (Time), Jam (Hours) Gambar 1B. Pengembangan kayu yang difurfurilasi dengan metode I selama 72 jam rendaman dalam air Figure 1B. Swelling of the method I furfurilated specimens during 72-hour immersion in water 180 Jum. Pen. Has. Hut. Vol. 13 No.5 (1995) OH tones > Se een TR ene Gambar 1C. Pengembangan kayu yang difurfurilasi dengan metode II selama 72 jam rendaman dalam air Figure 1C. ‘Swelling of the method II furfurilated specimens during 72-hour immersion in water Perlakuan furfurilasi pada contoh uji stabilitas kayu menyebabkan penambahan berat dan dimensi pada contoh uji (Tabel 1). Penambahan tersebut secara nyata (p< 0.05) dipengaruhi oleh faktor jenis kayu dan interaksi antara faktor jenis kayu dan metode perlakuan. Penambahan berat pada kayu tusam lebih besar daripada kayu mangium, Hal ini berarti bahwa reaksi senyawa furfuryl alcohol dengan komponen serat kayu terjadi secara lebih masif pada kayu tusam dibandingkan dengan kayu mangium. Perbedaan tersebut juga menunjukkan bahwa kayu tusam bersifat lebih mudah dimasuki larutan (permeabel) dibandingkan kayu mangium. Penambahan berat pada kayu tusam tidak berbeda nyata (p > 0,05) menurut metode perlakuan, sedangkan pada kayu mangium penambahan berat akibat furfurilasi dipengaruhi oleh metode perlakuannya. Contoh uji kayu mangium yang direndam dalam larutan furfuril alkohol pada keadaan kadar air kering udara (18%) mengalami penambahan berat yang lebih rendah dibandingkan dengan contoh uji yang memiliki kadar air sekitar 8%, Perbedaan ini tampaknya berhubungan dengan sifat permeabilitas antara kedua jenis kayu sebagaimana telah dibahas sebelumnya. Hasil di atas menunjukkan bahwa permeabilitas kayu mangium mengalami peningkatan dengan berkurangnya kandungan air pada kayu tersebut. Pengaruh perlakuan furfurilasi terhadap stabilitas dimensi kayu bervariasi menu- rut faktor jenis kayu, orientasi serat, metode perlakuan, interaksi antara faktor jenis kayu dan orientasi serat, serta interaksi antara orientasi serat dan metode perlakuan (Tabel 2). Pengaruh perlakuan furfurilasi pada sifat pengembangan kayu tusam adalah lebih besar dibandingkan dengan kayu mangium. Hal ini juga ditunjukkan oleh nilai efisiensi anti pengembangan (Tabel 1) pada kayu tusam lebih dari 90%, sedangkan pada kayu mangium kurang dari 82%. Perbedaan ini terutama berhubungan dengan tingkat furfurilasi yang lebih tinggi pada kayu tusam sebagaimana ditunjukkan oleh prosentase pertambahan berat yang lebih tinggi daripada kayu mangium (Tabel 1) For. Prod. Res. J. Vol. 13 No. 5 (1995) 181 Tabel 2, Sidik ragam pengembangan kayu selama 72 jam rendaman dalam air Table 2. Anova of wood swelling during 72-hour immersion in water ‘Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah F-hitung (Source of variation) (Degrees of freedom) (Mean square) (F-cateulated) Jenis kayu (Wood species), A 1 1,170 6525 ‘Arah serat (Grain direction), B 1 6,208 34,59°* Perlakuan (Treatment), C 2 42,133 234,73°* Interaksi (Interaction) Ax B 1 0,845 an" Interaksi (Interaction) A xC 2 O17 038 Interaksi (Interaction) B x C 2 2,723, 0,0001°* Interaksi (Interaction) A x Bx C 2 0,191 03532 Keterangan (Remarks): * Nyata (Significanty, ** Sangat nyata (Very significant) Nilai pengembangan kayu pada arah radial lebih kecil daripada arah tangensial, Perbedaan nilai pengembangan radial dan tangensial berlaku umum baik pada kontrol maupun pada kayu yang difurfurilasi. Hal ini berarti bahwa perlakuan furfurilasi merubah sifat pengembangan secara proporsional pada arah radial dan tangensial. Dengan perkataan lain, perlakuan furfurilasi tidak menghilangkan perbedaan alami antara pengembangan radial dan tangensial. Kayu yang difurfuri- lasi pada kondisi kadar air kering udara (Gambar 1B) memiliki sifat pengembangan yang lebih besar dibandingkan dengan kayu yang difurfurilasi pada kadar air sekitar 6 - 8 % (Gambar IC). Perbedaan ini tampaknya berhubungan dengan tingkat furfurilasi yang lebih tinggi pada kelompok kayu terakhir. Karakteristik mekanis kayu tusam dan mangium disajikan pada Tabel 3. Pengaruh furfurilasi terhadap penyempurnaan sifat mekanis kayu secara umum beragam menurut faktor jenis kayu, perlakuan dan interaksi antara kedua faktor tersebut (Tabel 4). Nilai kekerasan, keteguhan tekan tegak lurus serat dan keteguhan geser sejajar serat pada kontrol kayu tusam lebih rendah dibandingkan dengan kontrol kayu mangium. Namun demikian setelah furfurilasi, nilai kekerasan dan keteguhan geser pada kayu tusam menjadi lebih tinggi daripada kayu mangium. Kayu tusam yang difurfurilasi umumnya mengalami penambahan nilai keteguhan lebih dari-100 %, sedangkan penambahan keteguhan pada kayu mangium umumnya kurang dari 60 %. Hal ini terutama disebabkan oleh tingkat furfurilasi yang lebih besar pada kayu tusam sebagaimana ditunjukkan oleh nilai pertambahan berat kayu akibat furfurilasi (Tabel 3). Penyempurnaan sifat keteguhan pada kedua jenis kayu tersebut pada dasamnya disebabkan oleh adanya intrusi gugus furfuril ke dalam struktur dinding sel kayu dan membentuk jembatan polimer di antara rantai lignoselulosa melalui reaksi ikatan silang (crosslinking), sehingga terjadi suatu modifikasi semacam penebalan pada dinding sel kayu dan mengisi sebagian rongga pada jaringan kayu. Modifikasi ini secara makroskopis meningkatkan keteguhan masif jaringan kayu. 182 Jurn. Pen. Has. Hut. Vol. 13 No.5 (1995) Tabel 3. Karakteristik mekanis kayu Table 3. Wood mechanical characteristics Jens Kayu dan pevaiuan Conta Up Anhsent —-Penambuban bent KeteguhanPenambahanketeguban (od species and wreasment) (Test specimen) (Grain direction) (Weight goin, % (Strength) _—_—(Stength gan) Pinas Cone Kekersan Radial : 0 : Hordness) Tangential : am ‘Tekan tagak haras Raid : ru serat (Compression Tangent 1039 perpendicular 10 grain) Gover ser seat Rail : 92 (Shear parralel grein) Tangential : 1242 Metode | Kekensan Rail 491 60, 12533 (eshod 1) (Hardness) Tangential 491 7309 136388 ‘Telan tepals serat(Com- Rasa 028 2541 104.26 ‘pression perpendicular to grain) Tangental ar 23 Coser sear set Rail se les (Shear parralle vo grom) Tangential 2886 2007 Metode 2 Ketensan Rada an se20 9400 (dethod 2) (Hordness) Tangental a7 0s.0 10753 Tekan tegak urs seratCom- Radial msi my ns reson perpendicular 10 grein) Tangential 3555 Bs ist ese sey sera Radal 317 was 7632 (Sheer parva to groin) Tangent 30 va nas Mangan ‘Control Kekeran Radial xs Hardness) “Tangential 7 : Tekan tegak rus semtiCom- Ral 251 pression perpendicular to groin) Tangential 26 Case ser sera Radial 1) (Sheer parva io rain) Tangental 13, Metode | Kekersan Radial oro mis (dethod 1) Hardness) Tangential sso ais Tekan tegak hrs sertiCom- Rata 376 ws ‘pression perpendicuar 10 grain) Tangent ams su? ese sear sera Radia 1360 190 374 (Shear porralll io grein) Tangential: 1298 mss 260 Metode 2 Kekemsan Radial al 10 are (dethod 2 ardness) Tangental Bal sao 2 “Tekan wpa hus sera(Com- Radial 13 a2 a5.96 (pression perpendicular to grain) Tangential 3 Te 6552 Gese sep sera Radia 1626 isa 3687 (Shear parrall to gram) Tangential 168 283 or For. Prod. Res. J. Vol. 13 No. 5 (1995) 183 Tabel 4. Sidik ragam sifat mekanis kayu Table 4. Anova of wood mechanical characteristics ‘Sumber keragaman Derajat bebas Sifat mekanis (Mechanical properties) (Source of variation) (Degrees of freedom) KKR oss KT Fait KT Pht OKT Pht Jens kaya, A 1 1081.67 864°" 25376007 17019" 24402 0S (Wood species. A) Amah sera, B 1 2480667 522° 130667088 10176402 243 04°" (Grain direction, B) Perlaaauan, © 2 47106167 9910 14172740 9505** 4419522 105:55** (Treatment, C) Interakst AxB 1 2406.67 051 se1s40 3.79 Mosz ost (Interaction A xB) Inneraksi Ax C 2 $9981.67 1893°° — loo1keT 672" = 652215 44°" (Interaction A x C) Inneraksi B xC 2 652167137 36427 058 amaa32 11.20%" (Interaction B x C) Innerakst AxBxC 2 2761.67 038 295280198 1s2232 368° (interaction A xB xC) Keterangan (Remarks) KKR = Kekerasan (Hardness), TTLS = Keteguhan tekan tegak lurus serat (Compression perpendicular to grain), OSS = Keteguhan geser sejjarserat (Shear parralle! to grain), KT = Kuadrat tengah (Mean square), F-hit = F-hitung (F-calculated) * Nyata (Sigmyficant), °* Sangat nyata (Very significant) IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Perlakuan furfurilasi dapat meningkatkan sifat stabilitas dimensi, keteguhan mekanis dan keawetan pada kayu tusam dan mangium, Efektivitas furfurilasi ditentukan oleh permeabilitas kayu dan kadar air kayu. Penyempurnaan stabilitas dimensi dan keteguhan kayu bersifat proporsional dengan tingkat furfurilasi. B. Saran Penelitian furfurilasi perlu dilakukan pada contoh kayu berukuran besar, seperti reng, usuk, papan dan balok. Untuk menghindari ketergantungan terhadap barang impor dan penyempurnaan nilai ekonomis dari perlakuan ini kiranya perlu dilakukan sintesa furfuryl alcohol dari limbah pertanian. DAFTAR PUSTAKA Bendtsen, B.A. 1978. Proporties of wood from improved and intensively managed trees, Forest Prod. J. 28(10): 61-72. Dadswell, H.E. 1958. Wood structure variations occuring during free growth and their influence on properties. J.Inst. Wood Sci.(1): 11-32. 184 Jum. Pen. Has. Hut. Vol. 13 No.5 (1995) Erickson, H.D. T. Arima. 1974. Douglas-fir wood quuality studies. Part I: Effects of age and stimulated growth on fibrill angle and chemical constifuents. Wood Sci. and Tech. (8):255-256. Goldstein, T.S. and W.A.Dreher. 1961. Stuble furfuryl alcohol impreguating solution. Ind.Eng.Chem. 52(11):57-58. Mustafa, Z. 1994. Panduan microstat untuk mengolah data statistik. Edisi III. Andi Offset, Yogyakarta. Nurwati Hajib. 1988. Pengaruh jenis monomer dan dosis radiasi terhadap sifat fisis dan mekanis kayu plastik. Thesis Pasca Sarjana Program S-2, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak diterbitkan. Stamm, A.J. 1977. Dimensional stabilization of wood with furfury! alcohol resin. In: LS. Goldstein (Ed.): wood technology; chemical aspects. Washington D.C. For. Prod. Res. J. Vol. 13 No. $ (1995) 185 Jurnal Penelitian Hasil Hutan Forest Products Research Journal Vol. 13 No. 5 (1995) pp. 186 - 195 PENGARUH UKURAN BILAH KAYU SENGON TERHADAP BEBERAPA SIFAT PAPAN BLOK The effect of strip dimension on some properties of sengon (Paraserianthes falcataria) blockboard. Oleh/By IM Sulastiningsih, Paribotro Sutigno & M.L.Iskandar Summary Experimental blockboards (5-ply) were made of sengon wood (Paraserianthes falcataria) glued with urea formaldehyde. Thickness of veneers were 2 mm for face and back layers and 3 mm for cross core layer. The dimension of strip (core layer) divided into two different thickness (1 cm and 1.5 cm) and three different width (0.7 cm; 2.5 cm and 7.6 cm). The blockboard properties were tested according to the Indonesian Standard (SNI), Japanese Standard (JAS) and Germany Standard (DIN) included moisture content, density, bending strength, moisture resistant bonding strength and delamination. The objective of this study was to determine the effect of strip dimension on some properties of sengon blackboard. The result revealed that the average density of sengon blockboard was 0.33 g/m3. The width of strip affected the thickness swelling and the length expansion of sengon blockboard but the width expansion. The thickness of strip affected the width and length expansions however did ‘not affect the thickness swelling of sengon blockboard. The moisture resistant bonding strength of sengon blockboard with all treatments based on tensile strength and delamination tests met the SNI and JAS requirements. Compared with DIN Standard the sengon blockboard that met the bending strength requirement only that made of strip with 0.7 cm in width and 1 cm thick. Indonesian Standard for blockboard does not require bending strength test. I. PENDAHULUAN Pohon sengon (Paraserienthes falcataria) adalah salah satu jenis pohon yang sudah lama dikenal masyarakat. Jenis tanaman ini termasuk cepat tumbuh, tidak menuntut kesuburan tanah yang tinggi, dapat tumbuh baik pada tanah-tanah kering, tanah lembab, bahkan pada tanah yang mengandung garam dan juga tahan terhadap Kekurangan oksigen. Pada umur 6 tahun pohon sengon dapat menghasilkan kayu bundar sebesar 156 m? per hektar dan pada umur 15 tahun dapat menghasilkan kayu bundar 372 my per hektar. Di samping itu kayu sengon baik digunakan untuk bahan peti kemas, tripleks, korek api, konstruksi ringan di bawah atap serta bahan pulp dan kertas (Prajadinata dan Masano, 1989). 186 Pohon sengon dapat mencapai diameter 80 cm, tinggi 40 m dan tinggi batang bebas cabang 10 - 30 m. Kayunya mempunyai berat jenis 0,33, termasuk kelas kuat TV - V. Kelas awet IV - V dan ketahanannya terhadap rayap termasuk kelas II] (Martawijaya, Kartasujana, Mandang, Prawira dan Kadir, 1989). Seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan industri pengolahan kayu di Indonesia maka dewasa ini kayu sengon banyak digunakan sebagai bahan baku industri pengerjaan kayu, seperti papan sambung (jointed board) dan hasilnya diekspor ke Jepang. Dengan berkembangnya industri papan sambung tersebut maka akan diperoleh limbah berupa sebetan dan potongan ujung. Bahan ini masih dapat dimanfaatkan sebagai inti papan blok sehingga dapat meningkatkan efisiensi pemakaian kayu sengon tersebut. Kegunaan papan blok yang terutama adalah untuk bahan mebel sebagai pengganti multipleks. Papan blok adalah kayu lapis yang intinya berupa bilah kayu gergajian. Di Indonesia papan blok mulai dibuat pada tahun 1972 oleh perusahaan kabinet mesin jahit dan mulai tahun 1978 dibuat oleh pabrik kayu lapis. Pada saat ini di Indonesia terdapat 59 pabrik papan blok yang sebagian besar terpadu dengan pabrik kayu lapis (Sutigno, 1991). Berdasarkan lebar bilah inti, dikenal 3 macam papan blok yaitu "batten board" dengan lebar bilah inti sampai dengan 76 mm, "block board" dengan lebar bilah inti sampai dengan 25 mm dan "lamin board" dengan lebar bilah inti sampai dengan 7 mm (Anonim, 1966). Lapisan inti yang tersusun dari bilah tersebut sangat menentukan kualitas papan blok yang dihasilkan. Lebar bilah inti papan blok akan berpengaruh terhadap kestabilan dimensi papan blok, banyaknya perekat yang diperlukan dan kekuatannya. Dalam tulisan ini disajikan hasil penelitian pengaruh ukuran bilah kayu sengon terhadap sifat papan blok. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ukuran bilah kayu sengon yang merupakan bahan panel inti papan blok terhadap beberapa sifat papan blok yang dihasilkan, serta untuk mengetahui ukuran bilah yang memenuhi syarat sebagai bahan inti papan blok. Adapun sasarannya adalah tersedianya teknik pengolahan kayu sengon yang tepat untuk papan blok, dan hasil penelitian ini diharapkan dapat menunjang industri pengolahan kayu khususnya industri papan sambung dan industri papan blok. II. BAHAN DAN METODE A. Bahan Kayu sengon (Paraserienthes falcataria) berasal dari Jawa Barat, berbentuk dolok dengan diameter 30 cm dan panjang 1,5 m. Perekat yang dipergunakan adalah urea formaldchida cair dengan pengeras NH4Cl dan ekstender terigu. B. Metode 1. Pembuatan Venir Dolok kau sengon dibuat venir dengan menggunakan mesin kupas dengan target ketebalan venir 2 mm dan 3 mm. Venir yang dihasilkan sebagian dipotong menjadi For. Prod. Res. J. Vol. 13 No.5 (1995) 187

You might also like