KEPASTIAN HUKUM HAK TANGGUNGAN SEBAGA| JAMINAN’
Oleh : Taufig El Rahman
A. Pengantar
Jaminan sebagai suatu hubungan hukum, dalam sistem hukum Indonesia
solely merupskan hubungan hukum yang Loreifat avuexsol (jrslineeap) lessen
bukan merupakan hubungan hukum yang pertama walaupun belum tentu yang
terakhir.
Sifat eccesoir salah satunya menunjukkan bahwa jaminan bukan
merupakan suatu keharusan dalam hubungan hukum yang mendahuluinya.
Akan tetapi, sifat accesoir juga menunjukkan bahwa jaminan diperlukan untuk
mendukung hubungan hukum yang mendahului, Oleh karena itu pada
hakekalnya sifat accesoir itu menunjukken bahwa jaminan sebagai suatu
hubungan hukum merupakan suatu pilihan atau altematif. Namun untuk subyek
bukum tertentu (misalnya perbankan) delam melakukan suatu hubungan hukum
tertentu (misalnye perjanjian kredit), jaminan dikonotasikan sebagai sesuatu yang
wajib, karena jaminan merupakan perwujudan dari “kepercayaan’. Hal ini
merupakan sesuatu yang logis karena pada hakekatnya fungsi Jaminan adalah
“manakala kemungkinan terburuk debitur tidak dapat membayar utangnya, maka
Jaminan digunakan untuk pelunasen’.
Hak Tanggungan sebagai salah satu jaminan khusus atau jaminan yang
diperjanjiken, merupakan salah satu jaminan kebendaan yang relatif sering
dibuat dalam praktek perbanken. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan
Tanah (UU Hak Tanggungan) menjadi acuan untuk memberkan “pertindungen”
kepada kreditur. Keluarnya Sertiikat Hak Tanggungan merupakan bentuk rill
perlindungan kepada kreditur manakala debitur tidak dapat memenuhi
prestasinya,
Secara yuridis formal sesungguhnya tidak ada yang salah dalam
pengaturan tentang Hak Tanagungan, dalam arti bahwa sepaniang ketentuan-ketentuan di dalam UU Hak Tanggungan diikut dengan benar, make posisi
kreditur akan terlindungi. Akan tetap! secara praktis ternyata Hak Tanggungan
menimbulkan permasalahan-permasalahan yang pada akhimya menimbulkan
pertanyaan : amankah kredit etau pembiayaan yang dijamin dengan Hak
Tanggungan?
B. Kepastian Hukuin Hak Tanggungan
Sccora normatif, suet. undang-undang dibentuk herujuan untuk
momborikan kepastian hukum scbagai bentulk perlindungan hukum. Demikian
juga dengan UU Hak Tanggungan. UU Hak Tanggungan secara eksplisit
memberiken kedudukan pemegarg Hak Tanggungan (kreditur) sebagai kreditur
preferen (kreditur yang didahulukan) dibanding kreditut-kreditur lain. UU. Hak
Tanggungan juga mengatur tentang Sertifikat Hak Tanggungan yang memuat
irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa’, yang
menunjukkan bahwa Sertifat Hak Tanggungan mempunyai _kekuatan
eksekutorial. Ketentuan
merupakan esensi dari fungsi Hak Tanggungan
sebagai ‘pelunasan utang”
Realisasi dari “pelunasan utang” sebagai fungsi dari Hak Tanggungan
adalah eksekusi obyek Hak Tanggunga
UU Hak Tanggungan mengatur 3
cara oksokusi, yaitu :
a. Parate eksekusi ~
b. Titel okeekutorial
es
Dengan eksekusi obyek Hak Tanggungan, maka hak pemegang Hak
c. Penjualan di bawah tangan
‘Tanggungen yang tidak dibayar oleh debitur dapat dilunasi.
Dalam kenyataannya, tidak selalu mudah melakukan eksekusi terhadap
obyek Hak Tenggungan untuk pelunasan utang debitur. Paling tidak ada 2 hal
yang menjadi penyebab gagainya pelunasan utang debitur karena masalah tidak
dapat dieksekusinya obyek Hak Tanggungan.
1. RegulasiJike eksekusi Hak Tanggungan menggunakan cara Parate eksekusi, maka
ketentuan yang berlaku adalah Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 27/PMK.U6'2016 tentang Potunjuk Pelakcanaan Lelang
(Pormenkeu No. 27 Tahun 2016). Dalam Permenkeu No. 27 Tahun 204
dratur mengenai “pembatalan roncana pclaksanoan |elang”. Sepintas
kehati-
hatian dalam polakcanaan Ielang. Akan tetepi jika hal tersebut cikailha
ketentuan mengenai hal tereebut logis dan momporlihatkan sik
Uungan eksokusl obyek Hak Tanggungan, maka ketentuan tersebut secara
eksplisit mengeliminasi hakekat Hak Tanggungan sebagai jaminan atau
dengali hele Jaitt iiviigiillatigkan Kepastlan Hukum atas pemasangan Hak
Tanggungan
Seperti telah disebutkan di atas, hakekat jaminan adaleh “manakala
kemungkinan terburuk debitur tidek dapat mebayar utangnya, maka jaminan
digunakan untuk pelunasan’. Oleh karena itu seharusnya eksekusi terhadap
obyek Hak Tanggungan harus dilakukan sepanjang telah memenuhi syarat
untuk dicksekusi. Bahwa ada pihak lain yang merasa keberatan atau meresa
dirugikan dengan pelaksanaen leleng tersebul, sangat mungkin terjad
Sepanjang pihak lain yang dirugikan tersebut mempunyai alas hak untuk
menggugat, dapat menggugat ke Pengadilan setelah proses lelang selesai
Eksekusi terhadap obyek Hak Tanggungan edalah satu hal, dan gugatan
terhadap obyek Hak Tanggungan adalah hal yang lain.
2, Pembuatan APHT
a. Obyek Hak Tanggungan bukan milik debitur
Sengketa yang menyebabkan tidak dapat dieksekusinya obyek Hak
Tanggungan selalu terkait dengan kepemilikan obyek Hak Tanggungan.
‘Ada kemungkinan obyek Hak Tanggungen yang secara yuridis formal atas
nama debitur, namun sebelulnya bukan miik debitur sepenuhnya, akan
tetapi milk beberapa orang lain yang bersama-sama dengan debitur
merupakan ali warls, Atau kemungkinan yang lain, obyek Hak
Tanggurgan milk orang ‘ain dan sebelum dibebani Hak Tanggungan telah
mengadakan perjenjian dengan debitur.
Hal-hal semacam itu harus menjadi perhatian PPAT sebelum membuat
APHT untuk mengeliminasi kemungkinan gagalnya eksekusi obyek Hak
Tanggungan manakala debitur tidak mampu membayar utangnya.b. Hak Tanggungan tidak tepat digunakan sebagai pengikatan jaminan
Vi dalam praklek perbankan, khususnya perbankan syarich, ade produk
yay sebelulnya tldak tepat Jka dilkat dengan Jaminan Hak Tanggungan.
Sebagai contoh adalah pembiayaan Mudharabah. Di dalam UU Hek
Tanggungan disebutkan bahwa pemesangan Hak Tanggungan harus
didahului dengan pefjanjian yang secara tegas menyatakan bahwa
‘pelunasan utang dijamin dongan Hak Tanggungan”. Apckah dalam
pembiayaan Mudharahah terdapat utang? Pertanyaan selanjutnya adalah
“kapan momentum untuk melakukan eksekusi terhadap obyek Hak
Tanggungan?” Pertanyaan ini menjadi sangat penting Karena dalam
pembiayaan Mudharabah tidak ada kolekiibiltas “macet’. Behwa bener
ada Peraturan Bank Indonesia yang menyetakan bahwe pembiayaan
Mudherabah dapat djamin dengan Hak Tanggungan. Ketentuan ini
sebetulnya dapat dillhat sebagai “jalan keluar’, karena lembaga perbankan
menyalurkan dana pembiayaan yang berasal dari pihak lain (penabung,
deposan) yang wajib dilindungi.
Secara yuridio Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang dibuat
merupakan akta yang ton existens. Akta semacam ini merupakan akta
yang cacat karena tidak memenuhi unsur essensialia. APHT yang non
existens sangat potensial menimbulkan masalah ketika harus masuk pada
tahap eksekusi obyek Hak Tanggungan.
C. Penutup
UU Hak Tanagungan dibuat untuk memberkan perlindungan hukum yang
berupa kepastian hukum bagi para pelaku ekonomi, khususnya kreditur. Hal ini
semakin relevan ketike pelaku ekonomi merupakan institusi yang mengelola
ana masyarakat yang wajib dilindungi. Olen karena ity hakeket Hak
Tanggungan sebagai lembaga jaminan tidak boleh dieliminasi dengan reculas!
yang bersifat teknis, Hilananya kepercayaan pada lembaga jaminan ini dapat
dipastikan akan berdampak pada kegiatan perekonomian negara,
* Disampaiken dalam Seminar Nasional & Temu Kangen KANOGAMA pada tanggal 3 Desember
2016