You are on page 1of 12
St WEN i Wal Tahu a n2013 HE 7 Postinany j i a 2016 Positay Tahun 2017 7 7 Pes hy “ Tes HIV dan HIV Positif Berdasarkan Laporan SIHA Tahun 2013-2017 Pendahuluan HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) telah ‘menjadi masalah darurat global. Diseluruh dunia, 35 juta orang hidup dengan HIV dan 19juta orang tidak mengetahui status HIV positif mereka (UNAIDS, 2014). Di kawasan Asia, sebagian besar angka prevalensi HIV pada masyarakat umum masih rendah yaitu <1%, kecuali di Thailand dan India Utara (Kemenkes, 2011). Pada tahun 2012, di Asia Pasifik diperkirakan terdapat 350.000 orang yang baru terinfeksi HIV dan sekitar 64% dari orang yang terinfeksi HiVadalah laki-laki(UNAIDS, 2013). Jumlah Kasus HIV/AIDS di Indonesia Epidemi HIV/AIDS juga menjadi masalah di Indonesia yang merupakan negara urutan ke-5 paling berisiko HIV/AIDS di Asia (Kemenkes, 2013). Laporan kasus baru HIV meningkat setiap tahunnya sejak pertama kali dilaporkan (tahun 1987). Lonjakan peningkatan paling banyak adalah pada tahun 2016 dibandingkan dengan tahun 201 sbesar 10.315 kasus. Berikut adalah jumlah kasus HIV/AIDS yang bersumber dari dari Ditjen Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P), data laporan tahun 2017 yang bersumber dari Sistem Informasi HIV/AIDS dan IMs (SIHA). Sumber: en P2P (Sistem Informasi MAIDS dan IMS (A: Laporan Tahun 2017) Berdasarkan Gambar 1, jumlah kasus HIV yang dilaporkan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, sedangkan jumlah kasus AIDS relatif stabil. Hal asikan bahwa semakin banyak ODHA (Orang Dengan HIV AIDS) yang statusnya masih terinfeksi HIVnamun belum masukpada stadium AIDS. gitvAS! GLOBAL Hiv/a;p. 35 juta orang juta orang di dunia hidup di dunia tidak tahu status dengan HIV. HIV positif mereka v v Sebagian besar angka tTerdapat 350ribu prevalensi HIV masih rendah ‘orang yang baru terinfeksi HIV yaitu < +64%_-nya adalah laki-laki kecuali Thailand & India Utara. 10 is 300 awa Timur NN 8,208 Oxi Jakarta NN 6.625 Jawa Barat mm 5819 Java Tengsh lm 5,225 Papua Mm 4358 SumateraUtare Im 1.914 Sulawesi Selatan 1,365 fonten 1315, Kalimantan Time 1.202 Kep.Riau 1.105 Di vogvakarta | 723, Maluku Kelmantan Barat ampung Kealimantar Suma Sulawesi Ura Sumatera Selatan Papua Barat Jambi Bangka Beltung NB Sulawesi Tengah Maluku Utara sulawes Tenggara ° 100m — 20000 30000 40.000 $0,000 600m ‘Sumber ijn 2 (Sister Informal HV-AIDS dan IMS (SIH): Laporan Tahun 2017) Berdasarkan Gambar 2, lima provinsi dengan jumlah Infeksi HIV terbesar adalah Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Papua. Berdasarkan Gambar 3, provinsi dengan kasus AIDS terbanyak adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Papua, Jawa Timur, dan Bali. Dari jumlah infeksi HIV dan jumlah kasus AIDS yang dilaporkan, paling banyak adalah di Pulau Jawa, Ris M383 KalmartanTimur lm 358 Sumatera Sarat 267 Suawes Sebtan 220 Kepuavanfiau m 208 sumster Seaton Sumaters Uae Sdswes Tengah Sudawes Use Kalmartan Borat Nusa Tena Barat ‘sdawer Teresa Mais ambi Gorontalo Kepuauan dangka Galt Kalevartan tra DivoRrakarts amare Mablu Uta engl Kalimantan settan limantan Tengah sa Tenggara Timur Silawes tort | 6 Papua Bact 0 ° 2000 4000 6.000 200 1000 Sumber: igen P2P (Sistem Infrmasi HN-AIDS dan IMS (SI): Laporan Tahun 2017) Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (Ditjen P2P), data laporan tahun 2017 yang bersumber dari Sistem Informasi HIV-AIDS dan IMS (Infeksi Menular Seksual) (SIHA), persentase HIV yang dilaporkan pada bulan Oktober- Desember 2017 (triwulan4), sebanyak62% kasus HIV yang dilaporkan adalah laki-laki. 62% Takia Sumber: Dien P2P (Sistem Informasi HV-AUDS dan IMS (SIM): Lapoan Tahun 2017) Berdasarkan data SIHA, jumlah infeksi HIV dari Tahun 2010-2017 menurut kelompok umur, usia 25-49 tahun merupakan usia dengan jumlah infeksi HIV paling banyak setiap tahunnya dibandingkan kelompokumurlainnya Selengkapnyadapatdilihat pada Gambar5. 0.000 if J Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 20" Sumber Ditjen 2 (Sse nermas MV-AIDS dan IMS(SIA}Laparan Tahun 2017) *LapotanMelalu MA per3 Februar2018 Case Fatality Rate (CFR) adalah jumlah kematian (dalam persen) dibandingkan jumlah kasus dalam suatu penyakit tertentu. CFR AIDS di Indonesia pada tahun 2001 menunjukkan penurunan yang signifikan dibandingkan tahun 2000, kemudian naik kembali sampai tahun 2004, selanjutnya sampai September 2017 menunjukkan kecenderungan yang menurun. Hal ini membuktikan bahwa upaya pengobatan yang dilakukan telah berhasil guna menurunkan angka kematianakibat AIDS. 2138 Bu 1300 134 335 $4 512 730 197 108 108 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2000 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Sumber Ditjen 2 (Sse nermas AIDS dan IMS (SIHA}Laporan Tahun 2017) Tes darah merupakan satu-satunya cara untuk dapat mengetahui apakah seseorang terinfeksi HIV atau tidak. Tes HIV merupakan prasyarat penegakan diagnosis, menghubungkan ODHA dengan layanan pencegahan dan perawatan secara lebih dini. Dengan diagnosis yang telah ditegakkan, maka akses terapi dapat dimulai (Kemenkes, 2013). Tes HIV Tes HIV dan konseling merupakan pintu masuk utama pada layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan. Tes dan Konseling HIV akan mendorong seseorang dan pasangan untuk mengambil langkah pencegahan penularan infeksi HIV. Selanjutnya tes HIV akan ‘memberikan kesempatan untukmendapatkan layanan pencegahan (Kemenkes,2010). Prinsip dasar tes HIV dan konseling adalah sebagai berik 1. Mengetahui status HIV Positif secara dini akan memaksimalkan kesempatan ODHA. menjangkau pengobatan, sehingga akan sangat mengurangi kejadian penyakit terkait HIV dan menjauhkan dari kematian, serta dapat mencegah terjadinya penularan kepada pasangan seksualataudariibukebayinya, 2. Pengobatan yang efektif akan mengurangi hingga 96% kemungkinan seseorang dengan HiVakan menularkan kepada pasangan seksualnya. 3..Bila status HIV Negatif maka dapat mempertahankan diri agar tetap negatif melalui upaya pencegahan seperti: perilaku seksual yang aman, penggunaan kondom, sirkumsisi, perilaku menyuntik yang aman, mengurangi pasangan seksual (Kemenkes, 2010). ‘Menurut laporan SIHA tahun 2013-2017 dari layanan yang melaporkan, jumlah orang yang ‘melakukan tes HIV mengalami peningkatan kecuali di tahun 2017 mengalami penurunan. Pada tahun 2017, sebanyak 882.721 orang melakukan tes HIV dan 27.975 di antaranya merupakan HIV Positif. Angka tersebut mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2016 dimana sebanyak 1.515.725 orang melakukan tes HIV dan 41.250 orang di antaranya ‘merupakan HIV Positif. Berikut adalah data Tes HIV dan HIV Postif berdasarkan laporan SIHA Tahun 2013-2017. ‘umber: ijn P2 Sistem nfrmasiH-ADS daniMS (SIMA): LaporanTahun2013,2014,2015,2016 dan 2017), Berdasarkan laporan SIHA tahun 2017, menurut kelompok berisiko, LSL (Lelaki Seks Lelal ‘menempati peringkat ketiga untuk persentase HIV Positif dari yang melakukan tes HIV, yaitu 6,94%, sedangkan Sero Discordant (salah satu pasangan memiliki HIV, sementara yang lain tidak), dan Pelanggan PS (Pekerja Seks) menempati peringkat pertama dan kedua, yaitu £84,91% dan 9,36%. Berikut adalah jumlah tes HIV dan HIV Positif menurut kelompok berisiko berdasarkanlaporan SIHA Tahun 2017. Tabel 1. Jumlah Tes HIV dan HIV Positif Menurut Kelompok Berisiko Tahun 2017 WPS (Wanita Penjaja Seks) 161.215 3.313 2,06% PPS (Pria Penjaja Seks) 2.063 a2 543% Waria (Wanita Pria) 25.533 1.002 3,92% LSL(Lelaki Seks Lelaki) 153.154 10.628 694% IDU (Injecting Drug User) 18.930 832 440% Pasangan Risti (Pasangan Risiko Tinggi) 95.336 4.097 430% Pelanggan PS (Pasangan Pekerja Seks) 34,800 3.257 9,36% Lain-lain 347.562 3.935 1.13% ‘wep (Warga Binaan Pemasyarakatan) 43.704 439 1,00% Sero Discordant (Salah satu pasangan 424 360 84.91% ‘memiliki HIV, sementara yang lain tidak) SimberijenP2 (Stem InfrmasiHW-ADS danlvS(SHA}:Laparanhun2017) Tes HIV sampai saat ini di Indonesia masih bersifat “voluntary”. Namun, walaupun telah dilakukan berbagai macam penyuluhan tentang HIV/AIDS, jumlah penduduk yang telah melakukan tes HIV sampai saat ini masih tergolong rendah. Pertama, tidak banyak yang ‘menyadari bahwa HIV/AIDS sebetulnya mengancam kita semua, sehingga yang merasa tidak berperilaku berisiko tertular HIV tidak menganggap perlu melakukan tes HIV karena yakin bahwa mereka pasti negatif. Kedua, karena stigma yang melekat pada HIV dan AIDS begitu kuat, maka banyak orang yang seharusnya ingin tahu status HIV-nya, urung datang ke laboratorium untuk melakukan tes HIV karena alasan malu, enggan, takut, dan lain-lain (Yayasan Kapeta, 2012). Hambatan yang signifikan untuk melakukan tes HIV, diantaranya takut akan hasil yang positif, keberatan terhadap waktu buka dan waktu menunggu di klinik ‘untuk melakukan tes, dan kekhawatiran bahwa tes HIV positif akan menyebabkan penolakan oleh calon pasangan seksual yang percaya bahwa diri mereka negatif http://spiritia.orid/). Konseling dan Tes HIV Sukarela (KTS) Mulai tahun 2006, model utama layanan tes HIV adalah atas inisiatifklien atau yang dikenal dengan Konseling dan Tes HIV Sukarela atau KTS (Kemenkes, 2013). Konseling dan tes HIV secara sukarela (KTS) adalah layanan konseling dan tes HIV yang dibutuhkan oleh klien secara aktif dan individual. KT: sanya menekankan pengkajian dan penanganan faktor risiko dari klien oleh konselor, membahas masalah keinginan untuk menjalani tes HIV dan implikasinya serta pengembangan strategi untuk mengurangi faktor risiko. KTS dilaksanakan dalam berbagai macam tatanan layanan, yang salah satunya adalah di sarana layanan kesehatan, klinik KTS mandiri di luar sarana layanan kesehatan, layanan KTS yang diberikan secara bergerakatau mobile KTS, dimasyarakat atau bahkan dirumah (Kemenkes, 2010). Pendekatan KTS semata-mata mengandalkan keaktifan klien dalam mencari layanan tes HIV difasilitas kesehatan ataupun layanan tes HIV berbasis masyarakat. Namun tenyata cakupan dari layanan KTS tersebut terbatas karena masih adanya ketakutan akan stigma dan diskriminasi serta kebanyakan orang tidak merasa dirinya berisiko tertular HIV meskipun berada di daerah atau di kelompok dengan prevalensitinggi (Kemenkes,2010).. Tes HIV atas Ini: Konseling (TIPK) Untuk memperluas cakupan KTS, diperlukan pendekatan lain, yaitu tes HIV atas inisiatif pemberilayanan kesehatan dan konseling (TIPK) yang menjadi pendekatan utama dilayanan kesehatan dan akan dapat meningkatkan cakupan tes HIV, memperbaiki akses ODHA pada layanan kesehatan yang akan meningkatkan kesempatan untuk mendapatkan layanan pencegahan HIV (Kemenkes, 2013). TIPK adalah suatu tes HIV dan konseling yang diinisiasi oleh petugas kesehatan kepada pengunjung sarana layanan kesehatan sebagai bagian dari standarpelayanan medis. Tujuan utamanya adalah untuk membuat keputusan klinisdan/atau menentukan pelayanan medis khusus yang tidak mungkin dilaksanakan tanpa mengetahui status HIV seseorang sepertimisalnya ART (AntiRetroviral Therapy) (Kemenkes,2010). jatif Pemberi Layanan Kesehatan dan TIPK juga bertujuan untuk mengidentifikasi infeksi HIV pada stadium awal yang tidak menunjukkan gejala penyakit yang jelas karena penurunan kekebalan. Oleh karenanya kadang-kadang konseling dan tes HIV juga ditawarkan kepada pasien dengan gejala yang mungkin tidak terkait dengan HIV sekalipun. Pasien tersebut dapat mendapatkan manfaat dari pengetahuan tentang status HIV reaktif guna mendapatkan layanan pencegahan dan terapiyang diperlukan secara lebih dini (Kemenkes, 2010) TIPK harus selalu didasarkan atas kepentingan kesehatan pasien. Pemberian informasi yang ‘cukup mengenai tujuan, keuntungan melakukan tes, jaminan konfidensialitas serta rencana perawatan, dan pengobatan yang jelas akan membantu pasien dalam mengambil keputusan secara sukarela. Penerapan TIPK bukan berarti menerapkan tes HIV secara mandatori atau ‘wajib sebagai pendekatan dasar kesehatan masyarakat. Masalah konfidensialitas pada pasien dengan HIV adalah sama dengan pasien karena penyakit lain yang berpedoman pada Undang-undang Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 48 mengenai rahasia kedokteran, dimana arti Konfidensialitas disini tidak bersifat absolut dan dapat dibuka sepanjang untuk kepentingan pasien (wajib simpan, pembukaan rahasia kedokteran pada keadaantertentu) (Kemenkes,2010). Persyaratan penting dalam menerapkan TIPK adalah tersedianya layanan konseling pasca tes bagi semua pasien yang menjalani tes HIV serta rujukan ke layanan perawatan medis dan mendapat dukungan psikososial bagi pasien dengan HIV Po: pasien berhak untuk menolak tes HIV tanpa mempengaruhi kualitas layanan atau perawatan yang tidak terkait dengan diagnosis HIV-nya (Kemenkes, 2010). Bagan/skema layanan konseling dan tes HIVatasinisiasi petugas kesehatan (TIPK) dapat dilihat sebagai berikut: Toe Tes HIV Petugas menyampaikan hasil tes kepada pasien UNAIDS.2013. UNAIDS Report 2013:HIVin Asia and the Pasifi UNAIDS.2014.The Gap Report. Kementerian Kesehatan RI.2010. Tes dan Konseling HIV Terintegrasi di SaranaKesehatan/PITC. Jakarta: kementerian Kesehatan RI Kementerian Kesehatan 2010. Konseling danTes HIV atas nisiasi Petugas Kesehatan: Pedoman Penerapan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Rl Kementerian Kesehatan RI.2013. Pedoman Nasional Tes dan Konseling HIV dan AIDS. Kementerian Kesehatan RI UNAIDS.2013. UNAIDS Report 2013:HIV in Asia and the Pasifi Kementerian Kesehatan RI.2014.Laporan Perkembangan HIV AIDSTriwulan IV Tahun 2013, Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.2015. Laporan Perkembangan HIV AIDSTriwulan IVTahun 2014, Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.2016.Laporan Perkembangan HIV AIDS Triwulan IV Tahun 2015, Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.2017. Laporan Perkembangan HIV AIDS & Penyakit Infeksi Menular ‘Seksual (PIMS) Triwulan IV Tahun 2016. Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.2018. Laporan Perkembangan HIV AIDS &Infeksi MenularSeksual (IMs) riwulan IV Tahun 2016. Jakarta: Kementerian Kesehatan Yayasan Kapeta.2012.Info SeputarTes HIV. httpy/www.mautau.com/index.php?option=com_content8&task=viewSid=148ite mid=92, diakses pada tanggal 28 Januari 2016 pukul 13.54 http://spiritia.or.id/news/bacanews.php?nwno=3387, diakses pada 15 Juli 2016 pukul7.57 Penanggung Jawab + Diék Budjanto Penyuntng : Nuning Kunash DesainerGrfistayouter : Ha Habib Redaktor Rudy KuriswanPenuli + Intan Surjans Indah arta: USAT DATA DAN INFORMASI 2018 1

You might also like