You are on page 1of 16
VOLUME 7 NOMOR 2 NOVEMBER 2008 ] AKUNTANSI ISSN 1412-5994 DAN TEKNOLOGI INFORMASI Berkala Hasil Penelitian, Gagasan Konseptual, Kajian, dan Terapan Sujoko Efferin Sudarto Krisnhoe Rachmi Fitrijati Krisnhoe Fitrijati Bonnie Soeherman Indrawati Yuhertiana Ayu Dewi Permatasari Ria s Pepie Dipty Yudhi Trianggono elis Arastyo Andono Bertha Silvia Sutejo Yu wati Tan Stevanus Hadi Darmaji Felizia Arni Rudiawarni FEORI INSTYTUSIONAL TERKINI DAN SISTEM PENGENDALEAN MANAIPMEN BIBERAPAAGENDA UNTUK PENGEMBANGAN RERANGKA TEORITIS. LIKUIDITAS SAHAM DAN STRATEGI ORDER SETELAI BENURUNAN FRAKSI PERDAGANGAN DI BURSA EVER INDONESIA INTANGIBLE ASSET. KUNCISUKSES UTAMA, IMPLEMENTASI BALANCED SCORECARD. PENERIMAAN TERTADAP TEKNOLOGI INFORMAS! PADA ORGANISASI SEK TOR PUBLIK METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCTSS DALAM PEMILIHAN PEMASOK PERSEPS! MAHASISWA JURUSANTERNIK INFORMATIKA, DAN MAHASISWA JURUSANAKUNTANS] MENGENAL TINDAKAN FTIS PADA PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI CORPORATE GOVERNANCE AND PUBLIC TRANSPOR TATIONS’ FIRM VALUE= EARLY STUDY DURING FUEL CRISIS IN 2008 EVOLUSI BUDGEE TRADITIONAL MENUTE BEYOND BUDGE TING TANTANGAN PROFESI AUDIT INTERNAL PADA IMPLEMENTASI SARBANES-OXLEY ACT NERACA SEBAGAL BATASAN MANAJEMEN LABA UNTUK MEMENANGKAN EARNINGS SURPRISE GAMES Diterbitkan oleh Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Surabaya Volume 7 Nomor2 Halaman 63 -191 Surabaya, November 2008 ISSN 1412-5994 1 Nomor: 55/ DIKTI/ Kep./ ISSN 1412-5994 AKUNTANSI DAN TEKNOLOGI INFORMASI Akuntansi dan Teknologi Informasi diterbitkan sebagai media komunikasi dan publikasi hasit penelitian, gagasan Konseptual, kajian , terapan teori dan arya ilmiah lainnya seria bertujuan untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuan tentang, akuntansi dan teknologi informasi. Ketua Penyunting: Riesanti Edie Widjaya Wakil Ketua Penyunting: Yenny Sugi: Bendahar Fidelis Arastyo Andono Penyunting Pelaksana/ Editors: Adhicipta Raharja Wirawan Ria Sandra Alimbudiono Dianne Frisko Maria Euginia Hastuti Stevanus Hadi Darmadji Akuntansi dan Teknologi Informasi diterbitkan pertama kali sejak tahun 2002, oleh Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Surabaya dengan nomor ISSN 1412-5994. Sejak Nopember 2005, jurnal ini memperoleh akreditasi Departemen Pendidikan Tinggi dengan surat No. 5S/DIKTV/Kep./2005. Jurnal ini diterbitkan dua kali dalam setahun yaitu bulan Mei ‘dan November. Alamat Redaksi: Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Surabaya, Jalan Raya Kalirungkut, Surabaya, 60293, telepon +62 31 2981297-98, faksimili +62 31 2981131, email: iati@ubaya. Kebijakan Penulisan: Redaksi menerima tulisan yang belum pernah dipublikasikan dalam media cetak lainnya atau tidak sedang dalam proses untuk dipublikasikan dalam media cetak Jainnya. Naskah yang diterima akan ditelaah secara umum oleh penyunting dan selanjutnya akan dievaluasi oleh mitra bestari secara blind review. Atas dasar komentar dan rekomendasi ‘mitra bestari, maka penyunting akan menentukan kelayakan naskah untuk dipublikasikan dalam Akuntansi dan Teknologi Informasi. Bayi naskah yang ditentukan layak untuk dipublikasikan, penulis berkewajiban untuk memperbaiki naskah sesuai Komentar mitra bestari. Selanjutnya naskah akan dievaluasi secara teknis oleh penyunting untuk disesuaikan dengan petunjuk penulisan naskah, VOLUME 7 NOMOR 2 NOVEMBER 2008 ISSN 1412-5994 “ll AKUNTANSI DAN TEKNOLOGI INFORMASI Berkala Hasil Penelitian, Gagasan Konseptual, Kajian, dan Terapan Sujoko Efferin TEORE INSHIUSIONAL TERKINI DAN SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN BEBERAPA AGENDA UNTUK PENGEMBANGAN RERANGKA TRORITIS Sudarto LIKUIDITAS SAHAM DAN STRATEGI ORDER SETELAIT Krisnhoe Rachmi Fitrijati PENURUNAN FRAKSI PERDAGANGAN DI BURSA EFEK Krisnhoe Fitrijati INDONISIA, Bonnie Soeherman INTANGIBLE ASSET, KUNCI SU IMPLEMENTASI BALANCED SCORECARD Indrawati Yuhertiana PENERIMAAN TERHADAP TEKNOLOGI INFORMASI PADA ORGANISASI SEKTOR PUBLIK, Ayu Dewi Permatasari METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM Ria Sandra Allimbudiono PEMILIAN PEMASOK Pepie Diptyana PERSEPSI MAIASISWA TURUSAN TEKNIK INFORMATIKA Yudhi Trianggono DAN MAHASISWA JURUSANAKUNTANS! MENGENAT TINDAKAN ETIS PADA PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI Arastyo Andono CORPORATE GOVERNANCE AND PUBLIC Bertha Silvia Sutejo TRANSPORIATIONS’ FIRM VALUE: EARLY STUDY DURING FUE CRISIS IN 2008 Yt wati Tan EVOJ.USI BUDGET TRADITIONAL MENUW BEYOND BUDGETING Stevanus Hadi Darmaji TANTANGAN PROFESL AUDIT INTERNAL PADA IMPLEMENTASI SARBANES-OXLEY ACT Felizia Arni Rudiawarni NERACA SEBAGAI BATASAN MANAJEMEN LABA UNTUR MEMENANGKAN EARNINGS SURPRISE GAMES Diterbitkan oleh Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Surabaya JATI Volume 7 Nomor2 Halaman 63-191 Surabaya, November 2008 ISSN 1412-5994 ‘Terakreditasi SK Dirjen DIKT! Nomor: 55/ DIKTI/ Kep./ 2005 Efferin, Teori Institusional Terkini dan Sistem... TEORI INSTITUSIONAL TERKINI DAN SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN BEBERAPA AGENDA UNTUK PENGEMBANGAN RERANGKA TEORITIS. Sujoko Efferin e-mail; s_efferin@ubaya.ac.id Universitas Surabaya ABSTRACT Management control system can only be understood effectively by understanding its interactions with control environment. Current literatures of management control system tend to view the system in isolation or, at best, as a rational system that support the implementation of organisational strategy to cope with the dynamics of external factors. This paper attempt to open up the possibilities of exploiting sociology’s new institutional theory (NIT) in outlining various paths in the development of MCS's theoretical framework, More specifically, the NIT enables researcher to identify various environmental factors that interact with the MCS, i.e: technical and institutional factors. Technical factors are those related with the creation of technical efficiency within organisational context. On the other hand, institutional factors are those related with the creation of legitimation of the MCS implementation. Organisational isomorphism is required to respond effectively to the needs of obtaining technical efficiency and legitimation simultaneously Keywords: Management Control, The New Institutional Theory, Control Environment PENDAHULUAN Dewasa ini lingkungan bisnis yang harus dihadapi olch perusahaan menjadi semakin kompleks. Pihak-pihak yang berkepentingan dengan sekaligus terlibat dalam aktivitas bisnis menjadi semakin beragam, mulai dari perusahaan, lembaga-lembaga pemerintahan, kreditor, LSM, masyarakat umum dan sebagainya. Masing-masing membawa kepentingannya dimana kolaborasi dan konflik diantara mereka tidak terhindarkan dalam rangka mencapai tujuan individual maupun kolektif, Dalam lingkungan ini, praktik dari para pelaku bisnis sangat diwamai oleh institusi-institusi ekonomi, politik, hukum, teknologi dan sosio-kultural, dan pada gilirannya kolaborasi dan konflik dari para pelaku tersebut memengaruhi dan membentuk institusi-institusi yang ada. Perubahan di satu lingkungan dapat membawa efek berantai ke lingkungan lainnya yang mengakibatkan asumsi-asumsi yang digunakan dalam perencanaan strategis sebuah perusahaan sering menjadi tidak valid lagi. Sebagai contoh, perubahan teknologi informasi disatu sisi dengan adanya internet dapat menyebabkan perubahan berantai ke lingkungan persaingan, politik, sosio-kultural dan hukum. Jadi karakteristik dan kinerja sebuah organisasi sangat erat terkait dengan karakteristik pihak-pihak lain yang terlibat dan konstelasi kekuasaan yang terbentuk di antara mereka. Dinamika ini menuntut para pelaku bisnis untuk semakin mampu beradaptasi secara proaktif, mengclola kompleksitas perbedaan kepentingan tersebut dan sckaligus memberdayakan dirinya, 63 Akuntansi dan Teknologi Informast, Vol. 7 No. 2 Nov 2008 Studi-studi bahwa sebuah organisasi berakar pada lingkungan institusionalnya telah mendapatkan perhatian sejak awal 1980an yang kemudian secara perlahan ,menembus tembok-tembok pembatas antara bidang ilmu bisnis (termasuk manajemen dan akuntansi) dengan bidang-bidang ilmu sosial seperti sosiologi dan antropologi. Studi-studi tersebut menantang validitas teori-teori konvensional sebelumnya yang cenderung menganggap organisasi sebagai sesuatu yang mandiri, memiliki cetak biru yang universal dan berubah mengikuti rasionalitas ekonomi belaka. Literatur sistem pengendalian manajemen (SPM) di Indonesia perlu menyadari dan mengambi! manfaat darinya. Sclama ini kita cenderung mengadopsi literatur-literatur dari negara-negara maju dengan materi yang belum tentu relevan dengan praktik dan permasalahan bisnis di Indonesia. Negara-negara berkembang memiliki lingkungan bisnis yang khas yang hanya bisa dipahami dengan mempelajari secara mendalam lingkungan institusionalnya. Karenanya diperlukan adanya pengembangan ide dan teori yang lebih grounded, hoiistik, kontekstual dan relevan dengan lingkungan kita sendiri. Studi tentang pengendalian manajemen dalam konteks sosialnya merupakan salah satu area yang paling krusial untuk dikembangkan, Tulisan ini akan membahas tentang tantangan pengembangan teoritis sistem pengendalian manajemen (SPM) ke depan dengan menggunakan rerangka sosiologi organisasi yaitu new institutional theory (NIT), serta isu-isu aktual apa yang dapat dikembangkan dalam rerangka tersebut. PEMBAHASAN ‘Sistem Pengendalian Manajemen Sistem pengendalian manajemen (SPM) adalah alat-alat yang digunakan olch manajer untuk memastikan agar perilaku karyawan/bawahannya selaras atau konsisten dengan tujuan dan strategi organisasi (Merchant dan Van der Stede 2003). Fokus dari SPM adalah sumber daya manusia, Karyawan memiliki potensi luar biasa untuk berkembang dan bermanfaat bagi organisasinya sckaligus untuk bertindak merugikan organisasi dengan tidak kalah hebatnya. Sctiap anggota organisasi memiliki kepentingan dan harapan yang berbeda-beda saat memutuskan untuk bekerja. Kepentingan dan harapan ini dapat diwujudkan dalam berbagai tindakan dan putusan yang terkadang selaras dengan kepentingan organisasi secara keseluruhan, namun pada saat yang lain dapat saling bertentangan. Artinya, scorang atasan memerlukan SPM untuk memastikan agar bawahannya berperilaku dan berkinerja sesuai yang diinginkan organisasi schingga tercapai sinergi organisasional. Merchant dan Van der Stede (2003) menggolongkan ada tiga masalah pengendalian, yaitu: Lack of Direction, Motivational Problems, dan Personal Limitations Lack of Direction Kondisi ini terjadi saat karyawan tidak menjalankan tugas dengan benar karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan atas apa yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya. Karyawan sulit mengerti dan memahami kemauan pihak manajemen dan tujuan yang hendak diraih. Hal ini bisa disebabkan olch sistem informasi yang kurang memadai atau tidak efektif atau keterbatasan manajemen dalam mengkomunikasikan Efferin, Teori institusional Terkini dan Sistem... informasi atau memberi instruksi. Akar masalahnya adalah komunikasi antara atasan dan bawahan. Motivational Problems Masalah motivasi terjadi karena adanya perbedaan antara kepentingan pribadi (individu) dengan tujuan organisasi. Semakin banyak anggota organisasi, makin kompleks dan variatif pula keinginan dan kebutuhan yang ada di sana, Berbagai contoh variasi keinginan dan kebuthan adalah; kesejahteraan finansial, penghargaan/apresiasi terhadap individu tersebut, tantangan yang diberikan perusahaan, maupun berbagai bentuk aspirasi lainnya. Masalah ini dapat dimanifestasikan dalam berbagai bentuk, mulai dari keengganan untuk berbuat yang terbaik bagi perusahaan sampai dengan merusak dan mencuri aset perusahaan untuk kepentingan pribadinya. Jadi, akar masalahnya adalah konflik kepentingan antara diri karyawan dengan organisasi secara keseluruhan. Personal Limitations Keterbatasan pribadi adalah kondisi dimana penyimpangan terjadi_ akibat kurangnya kemampuan atau kompetensi seseorang dalam menjalankan tugasnya. Anggota organisasi yang demikian akhirnya tidak melakukan pekerjaannya sesuai dengan standar yang diinginkan organisasi. Hal ini bisa terjadi karena lemahnya sistem perckrutan, pelatihan, atau tidak memadainya panduan prosedur kerja. Jadi akar masalahnya adalah kualifikasi karyawan yang tidak sesuai dengan posisinya. SPM diperlukan untuk menyelesaikan ketiga masalah di atas. Namun perlu diperhatikan bahwa dalam merancang dan mengaplikasikan prosedur pengendalian tetap perlu dipertimbangkan antara biaya, waktu, tenaga dan manfaatnya. Merchant dan Van der Stede menyatakan bahwa untuk menycimbangkannya, manajemen dapat mengembangkan multiple form of control yang terdiri dari result control, action control, personnel control dan cultural control Result control (pengendalian hasil) adalah jenis pengendalian yang berfokus pada hasil akhir yang dicapai. Penetapan target, pengukuran kinerja aktual, pembandingan dengan target dan pemberian insentif menjadi mekanisme utama dari pengendalian jenis ini. Sebagai contoh adalah standar produktivitas, target penjualan, biaya standar, beserta komisi/insentif yang mengikutinya. Pengendalian ini hendak menciptakan kreativitas individu dalam menyelesaikan tugasnya dengan baik Action control (pengendalian tindakan) adalah jenis pengendalian yang berfokus pada tindakan bawahan terhadap instruksi yang diberikan, Sebagai contoh adalah penggunaan Standard Operating Procedures (SOP), otorisasi berjenjang, review proposal, pemisahan fungsi, beserta monitoring dan penetapan reward/punishment yang, mengikutinya. Pengendalian ini hendak menciptakan kepatuhan individu terhadap kebijaksanaan perusahaan, Personnel control adalah pengendalian yang berbasis pada kesadaran individu untuk mengendalikan dirinya scndiri tanpa kehadiran atasan, Kesadaran ini dapat dibangun melalui berbagai metode, seperti pelatihan motivasi, outbound training, seleksi khusus saat rckrutmen, dan sebagainya. Cultural control adalah pengendalian yang berbasis pada kesadaran kelompok untuk saling mengingatkan dalam mematuhi norma/nilai yang ada. Ini dapat dibangun melalui berbagai metode yang sudah disebut di alas maupun melalui program-program penguatan budaya organisasi, Kedua jenis 65 Akuntansi dan Teknologi Informasi, Vol. 7 No. 2 Nov 2008 pengendalian ini bersifat informal dalam rangka saling mengisi dengan kedua jenis pengendalian formal yang disebut di atas (resw/t dan action). Premis dasar dari SPM adalah bahwa pencapaian tujuan organisasi niemerlukan upaya kolektif rasional yang saling mendukung dari seluruh anggota organisasi yang ada. Tugas para atasan adalah bagaimana memastikan agar pengendalian tcrhadap dapat berjalan sccara efektif dan cfisien schingga organisasi dapat survive dan terus berkembang dalam jangka panjang. Berbagai alat akuntansi manajemen dikembangan untuk mendukung upaya ini, antara lain: internal control system, balanced scorecard, budgeting, standard costs dan variance analysis, value added analysis, compensation design, dan sebagainya. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah keberadaan alat-alat teknis-rasional di atas dapat mengatasi berbagai aspek perilaku sumber daya manusia dalam sebuah organisasi? Apakah semua penyimpangan perilaku selalu memiliki alasan rasional? Apakah rasionalitas itu sama untuk semua orang? Institusi, Organisasi dan Aktor New Institutional Theory (NIT) merupakan salah satu pendekatan dari bagian ilmu sosiologi yang mempelajari institusi dan organisasi (dua entitas yang dibedakan). Teori ini berusaha menjelaskan variasi dan kesamaan dari organisasi-organisasi dalam hal struktur dan perilaku mereka, serta menentang pandangan yang menyebutkan bahwa perkembangan organisasi hanyalah proses teknis untuk memperbaiki efisiensi sebagai konsekuensi dari rasionalitas aktor-aktor yang menjalankan organisasi_ tersebut (epperson dan Meyer 1991; DiMaggio dan Powell 1991). Bentuk organisasi (struktur, sistem pengendalian dan aktivitas) dan aktor (termasuk tindakannya) sedikit banyak berakar dari, dibentuk dan ditranéformasikan olch lingkungan cksternalnya, Institusi adalah tatanan atau pola sosial yang telah memiliki properti, telah menjadi rutin dan berulang-ulang, dan memiliki proses reproduksi sendiri; institusionalisasi adalah, proses pembentukan institusi sckaligus hasil dari proses tersebut (Jepperson 1991; Jary dan Jary 1995). Institusi memiliki elemen kognitif, normatif dan proses regulasi. Elemen kognitif terdiri dari sistem makna (cara menginterpretasikan sesuatu dan pemahaman bersama terhadap aktivitas schari-hari) dalam bentuk tindakan dan pola perilaku. Makna timbul dari interaksi sosial dan dilanggengkan dan dimodifikasi oleh perilaku manusia. Elemen normatif terdiri dari aturan-aturan yang mengkonseptualisasikan tindakan- tindakan yang diangeap Jayak, yaitu bagaimana aktor harus bertindak. Institusi juga memiliki proses regulasi, yaitu mekanisme formal dan informal untuk menegakkan aturan normatif, baik secara cksplisit maupun implisit, dengan sistem pemberian reward / punishment untuk kepatuhan dan pelanggaran. Jadi institusi mendefinisikan arti dan identitas individu serta pola aktivitas ekonomi, potitik dan budaya yang dianggap layak. Menurut Scott (1994), institusi menyediakan aturan main dalam sebuah lingkungan dimana organisasi bertindak dan bersaing sebagai pemain. Elemen-clemen dari institusi akan diserap oleh organisasi. Institusi membentuk persepsi dan perilaku dari aktor-aktor secara individual dan pada gilirannya, aktor-aktor tersebut_ membentuk institusi dengan cara memproduksi, mereproduksi dan mentransformasikan institusi yang ada secara berkclanjutan ke bentuk-bentuk institusi yang baru, Dalam kontcks organisasi, institusi_ menyediakan kendala bagi aktor dalam mengambil putusan sekaligus menyediakan mekanisme perubahan institusi dan organisasi selanjutnya. Efferin, Teori Institusional Terkini dan Sistem... Ada dua jenis lingkungan yang dihadapi sebuah organisasi: lingkungan teknis dan lingkungan institusional (Scott dan Meycr 1991). Lingkungan teknis adalah lingkungan dimana barang dan jasa diproduksi dan dipertukarkan, dan organisasi menerima imbalan untuk efisiensi dan efektivitas dalam proses kerjanya. Lingkungan institusional adalah lingkungan yang terdiri dari berbagai aturan/persyaratan sosial dan budaya dimana organisasi_ harus mentaatinya dan scbagai imbalannya organisasi akan menerima legitimasi dan kelangsungan hidup. Kedua jenis lingkungan tersebut dapat berjalan seiring maupun saling bertentangan. Karenanya scbuah organisasi perlu untuk memahami kedua jenis Jingkungan dimana ia berada sehingga organisasi tersebut dapat melakukan berbagai adaptasi yang diperlukan yang disebut sebagai isomorfi. Proses isomorfi ini akan dibahas pada bagian selanjutnya. Isomorfi Organisasi Isomorfi_ adalah proses adaptasi dari sebuah organisasi terhadap_lingkungan institusionalnya. Organisasi-organisasi yang menghadapi karakteristik lingkungan yang sama akan memiliki bentuk yang serupa (struktur, penyendalian dan aktivitas). Kesesuaian antara organisasi dengan lingkungannya akan menentukan legitimasi dan kelangsungan hidupnya. Ada beberapa jenis isomorfi (DiMaggio dan Powell 1991): paksaan (coercive), mimetik (mimetic) dan normatif (normative). Isomorfi paksaan adalah hasi! dari tekanan (formal/informal; cksplisit/implisit) dari pihak Juar dengan mana organisasi tersebut memiliki ketergantungan_techadapnya. Sebagai contoh: perusahaan anak dengan perusahaan induk, perusahaan dengan negara (state). perusahaan dengan elit politik/aparatur neyara yang berkuasa, perusahaan dengan institusisosial dan budaya dari masyarakat sckitar, perusahaan dengan berbagai stakeholder-nya, dan sebagainya. Isomorfi mimetik terjadi manakala sebuah organisasi berusaha meniru organisasi sejenis yang telah berhasil pada sebuah lingkungan dengan tingkat ketidakpastian tinggi dan panduan yang ada sedikit sekali. Isomorfi' mimetik dianggap sebagai cara yang paling tidak berisiko sckaligus meningkatkan legitimasi organisasi tersebut dengan menunjukkan usahanya untuk memperbaiki diri dengan meniru pada apa yang dianggap sebagai benchmark. Banyak perusahaan di Indonesia berusaha menira apa yang dipraktekkan oleh perusahaan lain baik nasional maupun internasional yang telah berkembang dalam hal manajemen organisasi maupun pengembangan produk tanpa memahami dengan jelas relevansinya. Tsomorfi normatif berasal dari berkembangnya komunitas profesi, yaitu usaha kolektif sckelompok anggota sebuah pekerjaan untuk mendefinisikan dan menstandarisasi kondisi dan metode kerja. Sebagai contoh, profesi akuntan dan perencana keuangan profesional dengan produk-produk standarnya yang mengatur praklik seorang akuntan dan perencana keuangan. Meskipun demikian isomorfi ini seringkali harus berkompromi dengan klien, pemilik modal dan badan-badan regulasi schingga isomorfi ini tidak bisa disebut sebagai sebuah proses yang netral, obyektif dan bebas nila. Peran institusi-institusi politik dan sosial-budaya dalam proses isomorfi sangatlah kental karena mereka bukan hanya membatasi altcmnatif tindakan ekonomi yang tersedia bagi sebuah organisasi, namun juga menentukan cara dan tujuan yang hendak dicapai. Bentuk-bentuk maksimalisasi kepuasan dan profit, kckuasaan, dan kepentingan bersifat 61 Akuntansi dan Teknologi Informasi, Vol. ? No. 2 Nov 2008 relatif tergantung pada institusi-institusi yang dominan pada lingkungan tersebut. Situasi ini juga menjadi kompleks dikarenakan aktor-aktor yang memimpin perusahaan bereaksi terhadap institusi-institusi yang ada dengan caranya masing-masing. ‘Resistensi, kesadaran, sikap yang proaktif, kemampuan mengko-optasi, dan kepentingan pribadi akan memengaruhi putusan yang diambil yang pada gilirannya menjadi tindakan organisasi. Lingkungan institusional tidak sclamanya bertentangan dengan lingkungan teknis. Pada situasi dimana keduanya bertentangan, organisasi seringkali melakukan praktik decoupling pada isomorfinya, di mana ada praktik yang dilakukan untuk memenuhi tuntutan lingkungan institusional dan ada praktik yang diperlukan untuk memcnubi tuntutan efisiensi teknis, Namun kadangkala ada juga situasi dimana terjadi konvergensi diantara kedua lingkungan terscbut schingga sulit memisahkan tindakan mana yang dilakukan untuk kcbutuhan legitimasi dan kebutuhan efisicnsi teknis. Kepatuhan terhadap sebuah tuntutan institusional sekaligus dapat meningkatkan kinerja tcknis sebuah perusahaan, demikian pula sebaliknya. ‘Apapun juga bentuk hubungan diantara kedua jenis lingkungan tersebut, tesis di atas menunjukkan bahwa bisnis (termasuk SPM) tidak dapat dipelajari dengan menggunakan dimensi tunggal ekonomi belaka. Aktivitas dan kinerja ekonomi sebuah masyarakat sangat ditentukan oleh bentuk lingkungan institusional dan teknis serta efeKtivitas proses isomorfi yang dilakukan organisasi-organisasi di dalamnya. Dalam era globalisasi dan demokratisasi, negara (s/ate) bukan lagi satu-satunya pihak yang paling menentukan eksistensi kedua jenis fingkungan tersebut. Tekanan dari berbagai kepentingan baik internasional (diantaranya pemerintah negara-nogara maju, organisasi perdagangan internasional, lembaga sertifikasi internasional, pemilik modal asing, organisasi politik dan ekonomi regional dan global) maupun nasional (diantaranya LSM lokal, masyarakat profesi, elit politik setempat, pesaing, masyarakat sckitar) telah membentuk kedua jenis lingkungan di atas dengan berbagai institusi di dalamnya menghasilkan sebuah konstelasi kekuasaan yang jauh lebih kompleks daripada beberapa ratus tahun yang lalu manakala teori-teori ekonomi Klasik dan neoklasik pertama kali dikembangkan. Konstelasi ini juga memungkinkan munculnya berbagai kepentingan yang saling berkompetisi yaitu kepentingan bisnis murni, pembangunan ekonomi, hegemoni politik, pelanggengan kekuasaan dan eksploitasi ekonomi, perjuangan moral, dan sebagainya. Konsielasi tersebut terbentuk secara berbeda pada masyarakat yang berbeda pula. Dengan demikian, kapitalisme berdampak berbcda pada masyarakat yang berbeda, hal mana yang tidak akan nampak jika hanya mengandalkan pada ortodoksi dari perspektif neo-classical economics. Antar institusi yang satu dengan yang lain juga ada yang saling bertentangan dan saling mendukung sehingga akan ada institusi yang hilang, termodifikasi, bertahan dan berkembang sekaligus menentukan {egitimasi dan kelangsungan hidup organisasi- organisasi bisnis yang ada. Aktor dan organisasi yang kuat dan adaptif akan mampu untuk bertahan dan berkembang, sobaliknya yang lemah akan tersingkir dan menjadi termarjinalisasi secara ekonomi dan/atau politik. Isomorfi dan SPM. Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, tuntutan lingkungan pengendalian dapat dibedakan menjadi dua jenis: teknis dan institusional. Tuntutan tcknis terdiri dari sifat Efferin, Teori Institusional Terkini dan Sistem. operasi teknis perusahaan (sebagai contoh: metode/proses produksi, metode/proses penanganan logistik, metode/proses layanan pelanggan, struktur organisasi, dan sebagainya), skala organisasi (jumlah karyawan, jumiah kantor cabang, wilayah operasi, perputaran uang, dan sebagainya), standar operasi masyarakat profesi terkait, dan sebagainya. Desain dan implementasi sebuah SPM perlu menyesuaikan dengan tuntutan di atas agar bisa memenuhi kebutuhan tcknis dari para penggunanya. Sebagai ilustrasi, sebuah perusahaan yang menggunakan bahan baku mudah terbakar akan membutuhkan pengendalian tindakan dalam bentuk Standard Operating Procedures (SOP) yang amat ketat terkait material handling dibandingkan perusahaan yang menggunakan bahan baku tidak mudah terbakar. Bahkan cara beserta pengawasan untuk penyimpanan, penerimaan dan pengeluaran bahan dari gudang akan membutuhkan prosedur yang melibatkan lebih banyak pihak diikuti alokasi sumber daya (uang, teknologi dan pengembangan keahlian SDM) yang proporsinya signifikan dari total biaya produksi. SPM, dalam hal ini, memiliki nilai fungsional-instrumental yang harus dipenuhi dalam melayani kebutuhan teknis rasional dari atasan, bawahan, investor, supplier, dan konsumen. Dengan kata lain, SPM dirancang untuk memenuhi kebutuhan teknis dari para penggunanya yang diasumsikan rasional. Tuntutan institusional meliputi semua tuntutan non-tcknis yang diperlukan agar SPM tersebut dapat diterima oleh semua pihak yang berkepentingan. Ini dapat bersumber dari antara lain: asumsi/keyakinan pribadi pemimpin, kebutuhan aktualisasi diri anggota organisasi, perasaan di-orangkan oleh para bawahan, budaya (nilai/norma) yang berlaku pada komunitas eksternal yang lebih luas, zona nyaman kehidupan berorganisasi, ritual/kebiasaan yang sudah ada, persyaratan politis untuk mendapatkan akses sumber daya tertentu, dan insting/naluri dari para anggota organisasi_ dalam kondisi ketidakpastian. Karena manusia adalah fokus, subjek dan sekaligus objek dari SPM, maka tidak mungkin membicarakan SPM dari perspektif teknis-fungsional-instrumental semata. SPM terkait dengan pemenuhan kepentingan dari para pelaku utama dalam organisasi. Kepentingan tersebut ada yang terletak dari dalam organisasi itu sendiri maupun dari luar organisasi, Sebagai ilustrasi kepentingan dari dalam organisasi, seorang pemimpin/atasan berkepentingan untuk memastikan agar para bawahannya menjalankan instruksinya dan memenuhi keinginannya, Terkadang kepentingan itu ada yang murni terkait pencapaian tujuan/sasaran organisasi namun terkadang kepentingan itu lebih ke arah kebutuhan pribadi sang atasan, misalkan pemenuhan target tertentu untuk promosi karir atasan, kebutuhan untuk dibormati/disegani oleh bawahan, mendapatkan akses sumberdaya organisasi yang lebih besar, dan sebagainya. Sebagai contoh, saat metode evaluasi kinerja cabang-cabang akan didesain, para manajer cabang akan cenderung memilih metode yang paling menguntungkan dirinya (baca: paling mudah mendapatkan penilaian baik dengan kondisi saat ini). Scbaliknya, pihak korporat akan cendcrung memilih metode yang lebih ketat untuk memacu prestasi cabang-cabang agar lebih baik lagi pada tahun-tahun yang akan datang. Sclain kepentingan internal organisasi, kepentingan ckstcrnal juga memiliki pengaruh yang signifikan. Studi yang dilakukan olch Covaleski dkk (1993) terkait implementasi SPM di beberapa rumah sakit di US. Pemerintah US memperbarui persyaratan teknis akuntabilitas (Diagnostic Related Groups-DRGs) bagi rumah sakit publik untuk mendapatkan pendanaan pemerintah. Sistem administrasi untuk perhitungan Cy Akuntansi dan Teknologi Informasi, Yol. 7 No. 2 Nov 2008 dan penggunaan obat dan layanan medis yang diterapkan di berbagai rumah sakit diubah untuk meningkatkan akuntabilitas penggunaan dana publik. Pada dasamya sistem baru ini memindah sebagian kewenangan dari dokter/tenaga medis ke administratér. Sistem ini kemudian digunakan oleh rumah sakit sebagai scbuah sistem scremonial untuk menghasilkan laporan yang dapat diterima oleh pihak cksternal penyandang dana (US Federal Government). Contoh lain adalah studi dari Abernathy dan Chua (1996) pada sebuah rumah sakit pendidikan publik di Australia. Perubahan kebijakan pemerintah untuk menckan biaya layanan kesehatan dan meningkatkan akuntabilitas telah mengubah pengendalian manajemen dan budaya rumah sakit tcrsebut dari semula informal, kualitatif dan non- birokratis menjadi lebih formal dan birokratis disertai penggunaan limit anggaran untuk berbagai kegiatan. Perubahan ini juga diikuti dengan penghapusan sebagian kewenangan dari tenaga medis dan peningkatan kewenangan dari pihak manajemen rumah sakit. Lingkungan teknis dan institusional dapat mendukung atau menghambat sebuah SPM dalam mengkoordinasikan upaya para anggota organisasi dalam mencapai tujuan organisasi tersebut. Sebclum menjalankan fungsi teknis instrumentalnya dengan baik, SPM perlu mendapatkan legitimasi dari para pelakunya maupun pihak-pihak terkait lainnya. Resistensi terhadap implementasi sebuah SPM dapat mengurangi cfcktivitasnya. Karenanya penting untuk menekan resistensi terscbut melalui perolehan legitimasi dari pihak-pihak yang dominan. Pengembangan Rerangka Teoritis SPM Orientasi_ pengembangan rerangka teoritis. SPM perlu. diarabkan pada pengembangan kehidupan organisasi yang menghargai martabat manusia. Sayang sekali banyak literatur SPM di Indonesia yang terlalu terpukau dengan muatan ilmu yang merupakan impor dari literatur-literatur negara maju yang relevansinya mungkin tidak banyak dengan kondisi di Indonesia. Muatan tersebut lebih bersifat generik dimana aplikasi dan adaptasinya diserahkan pada lulusan, hal mana yang justru menambah beban bagi masyarakat penggunanya (masyarakat bisnis dan industri). Akibatya mahasiswa kita menjadi semakin tcralienasi dan terisolasi dari kompleksitas lingkungan di sekitarnya. Berangkat dari uraian-uraian di atas maka pengembangan teoritis SPM perlu mengakomodasi hal-hal sebagai berikut: perspektif yang holistic; muatan yang grounded dan kontekstual namun kompatibel tethadap globalisasi, Pembentukan sikap yang kritis, cerdas dan beretika. Perspektif yang holistik. Pengembangan rerangka tcoritis SPM perlu mengadopsi pendckatan lintas disiplin agar wawasan mahasiswa tidak terkotak-kotak dengan bidang ilmunya masing-masing (pemasaran, keuangan, sumberdaya manusia, IT, dsb). Rerangka teoritis SPM perlu berisi muatan yang berbasiskan perspektif sosial lainnya termasuk diantaranya sosiologi, antropologi dan psikologi. Adanya cara pandang yang utuh - multi dimensional guna menyikapi sebuah permasalahan pengendalian akan membuat Tulusan semakin bijak dalam mengambil putusan saat mercka terjun dalam kehidupan berorganisasi di masyarakat. SPM perlu dikembangkan scbagai sebuah teknologi dalam sistem sosial (masyarakat) yang memfusilitasi terciptanya signifikansi makna, dominasi dan Iegitimasi 70 Efferin, Teori Institusional Terkini dan Sistem... struktural dan sekaligus menghadapi cfck-efek yang timbul dari gesekan perbedaan kepentingan dalam organisasi . Giddens (1984) menjelaskan tentang saling peran dan hubungan dialektis yang dimainkan oleh agen dan struktur dalam masyarakat yang mana prosesnya discbut sebagai structuration. Agen bertindak sesuai dengan struktur yang ada sekaligus turut memproduksi dan mereproduksi struktur tersebut. Struktur adalah panduan bagi agen dalam bertiundak sekaligus hasil dari intcraksi para agen. Struktur signifikansi terkait dengan aturan-aturan semantik dengan mana makna tercipta dan masuk akal bagi semua pihak yang terlibat. Struktur dominasi melibatkan sumber daya-sumber daya yang dipakai untuk menghasilkan kekuasaan. Dan struktur legitimasi terkait dengan norma-norma dan nilai-nilai yang terlibat dalam produksi moralitas. Pengendalian manajemen adalah proses yang turut menciptakan struktur signifikansi, dominasi dan legitimasi dalam sebuah organisasi dalam proses isomorfinya. Sebagai contoh, dalam struktur signifikansi, manajemen memaknai aktivitas- aktivitas yang dilakukan melalui simbol-simbol yang menjadi panduan dalam mengambil putusan di setiap level organisasi seperti adanya visi dan misi perusahaan, efisiensi, penilaian kinetja dan penghargaan, stratcgi bisnis dan rasio-rasio keuangan. Dalam struktur dominasi, makna yang telah tersimbolisasi di atas digunakan untuk membentuk hubungan kekuasaan macam apa yang diinginkan diantara atasan dan bawahan dalam sebuah perusahaan melalui alokasi sumber daya finansial dan otoritas. Dalam struktur legitimasi, manajemen menciptakan indikator-indikator kinerja sebagai standar untuk membentuk moralitas dan mendefinisikan perilaku mana yang dapat diterima/tidak dalam organisasi serta konsekuensi-konsckuensi yang mengikutinya (misal reward and punishment). Cara pandang ini bisa diakomodasi dalam penelitian di bidang SPM. Topik-topik penelitian SPM yang mampu memfasilitasi telaah kritis multidimensional tentang simbolisasi makna dan kepentingan, kekuasaan, resistensi, kepatuhan, pemberdayaan, moralitas, dan perilaku dalam organisasi maupun dalam hal hubungan isomorfi antara organisasi dengan pihak eksternal merupakan agenda pertama bagi pengembangan rerangka teoritis SPM. Pada gilirannya, ini akan dapat mengembangkan teori SPM yang lebih spesifik dalam kontcks negara berkembang, misalkan bentuk-bentuk pengendalian (result control, action control, personnel conirol dan cultural control) apakah yang cocok dalam kondisi tersebut. Muatan yang grounded dan kontekstual namun kompatibel terhadap globalisasi Globalisasi dalam hal perdagangan bebas dan perkembangan teknologi informasi memang membuat ekonomi negara-negara menjadi semakin terintegrasi, namun ini tidaklah membuat segala sesuatunya harus seragam. Perdagangan bebas tidak berhenti pada dimensi ekonomi, melainkan meluas menjadi lintas dimensi termasuk kepentingan hegemoni. Meskipun tidak terhindarkan, globalisasi tidak harus ditclan mentah-mentah apalagi diterima scbagai sebuah institusi yang bersifat given dengan segala elemen kognitif, normatif dan proses regulasi yang mengikuti logika teknis semata. Ini berarti impor literatur SPM yang bersifat generik dari negara-negara maju tidak selamanya membawa manfaat bagi kebutuhan pelaku usaha di Indonesia, Literatur SPM perlu diarahkan untuk membekali wawasan mahasiswa dengan pemahaman yang mendalam tentang lingkungan institusional yang melingkupi aktivitas bisnis disekitarnya, W Akuntansi dan Teknologi Informasi, Vol. 7 No. 2 Nov 2008 Efektivitas sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya hanya dapat dicapai bila aktor pengendali organisasi memahami dan mampu beradaptasi dengan baik dengan Tingkungan institusional dan teknisnya, dalam hal ini kepentingan ekonomi Indonesia sebagai sebuah negara berkembang. {su-isu khas negara berkembang yang perlu diangkat adalah keterbatasan kualitas SDM, pengangguran, penguasaan informasi dan hegemoni teknologi pemrosesan data oleh sekelompok kapitalis global, dinamika gcopolitik, krisis periodik pasar finansial, kerawanan sosial, KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), konflik antar kelas sosial, etnisitas, jender, ideologi, lingkungan hidup dan budaya. Isu-isu tersebut tidak selamanya bersifat negatif / kontraproduktif dalam aktivitas bisnis sehingga harus selalu dipandang scbagai kelemahan. Scbaliknya mereka juga dapat dipandang sebagai peluang atau faktor positif dalam meningkatkan kinerja perusahaan, Dalam hal budaya misalnya, dikenal adanya kebiasaan pada banyak masyarakat Asia yang mengandalkan kepercayaan dalam berbisnis. Sebagai contoh, pada etnis Tionghoa Kontrak bisnis bemnilai raksasa seringkali disepakati cukup dengan secangkir teh atau jabat tangan tanpa harus diikuti dengan kontrak legal yang berbelit-belit dan ini merupakan sebuah penghematan untuk transaction costs (Low 1995; Yeung 1999). Contoh lainnya konsep /i dalam Konfusianisme maupun konsep paternalisme Jawa yang jika dikelola secara baik dan sclektif dapat mereduksi konflik psikologis antara pekerja dan manajemen dalam organisasi, hal mana yang sulit dihindari di negara-negara Barat karena konflik antar kelas sosial yang telah terinstitusionalisasi tanpa ada budaya pencegah yang kuat (Efferin dan Hopper 2007). Kurangnya perhatian dalam menggali kearifan lokal yang telah/pemah ada akan mengurangi relevansi literatur SPM dalam menyelesaikan berbagai masalah organisasional. Hal lain yang penting di sini adalah kebanyakan perusahaan di Indonesia berskala kecil dan menengah dengan model organisasi yang cenderung informal sehingga berbeda dengan model birokrasi-formal _sebag: ma diasumsikan dalam literatur SPM konvensional. Model organisasi informal lebih mengandalkan pada hubungan personal antara atasan-bawahan tanpa aturan kerja dan struktur organisasi yang tertulis dan resmi, kontak-kontak yang terjadi tanpa dilandasi olch kesadaran eksplisit tentang tujuan bersama, pembagian kerja yang sering tanpa garis batas yang jelas, scrta interaksi sosial diantara mereka dapat bersifat bersahabat (friendly) atau justra penuh konflik. Teori-teori SPM konvensional tentunya tidak relevan untuk diterapkan pada model organisasi seperti ini karena aspek hubungan sosialnya justru lebih menonjol daripada aspek teknisnya. Selain itu mengasumsikan bahwa bentuk seperti ini lebih inferior dari mode] birokrasi- formal, adalah merupakan pendapat yang tidak selamanya benar karena model tersebut memiliki logika dan rasionalitas yang berbeda sehingga harus dipahami secara berbeda pula menurut konteks yang ada. Studi semacam ini dapat juga dikembangkan untuk memeriksa aspek efisiensi dan efektivitas dari praktek SPM yang mungkin berbeda dengan apa yang diajarkan selama ini. Hal-bal di atas akan mewamai lingkungan institusional dan teknis dari bisnis sehingga membutuhkan proses isomorfi yang khusus dari para pelaku bisnis. Salah satu strategi dalam mendapatkan pengetahuan yang grounded dan kontekstual adalah dengan menggunakan metode penelitian yang lebih bersifat induktif- kualitatif seperti interpretive dan critical. Penelitian ini memungkinkan peneliti untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam sekaligus menggali kompleksitas dari konteks spesifik fenomena organisasi bisnis yang tengah diteliti (Efferin dkk, 2004). Hasil-hasil penelitian semacam ini memungkinkan doscn dan mahasiswa manajemen untuk 2 Efferin, Teori tnstitusional Terkini dan Sistem... memahami fenomena tersebut dari kacamata para pelaku di lapangan daripada sekedar kacamata teori yang ada dengan tujuan memprediksi/membuktikan kebeparan teori berdasarkan penalaran deduktif, Pembentukan sikap yang kritis, cerdas dan beretika Adalah naif kalau kita beranggapan bahwa ilmu adalah sesuatu yang sclamanya netral, obycktif dan bebas nilai. Foucault (1977) menyatakan bahwa pengctahuan (knowledge) tidak terpisahkan dari struktur kekuasaan (power) yang melingkupinya. Kekuasaan (power) perlu diartikan seluas-luasnya meliputi semua ide, institust formal, dan sistem moral yang menentukan siapa yang memiliki akses lebih dari yang lain tethadap suatu sumber daya. Ini kemudian disebut sebagai hubungan antara kekuasaan dan pengetahuan (power-knowledge relationship) (Foucault 1980). Kekuasaan menghasilkan pengetahuan, seperti mata uang yang tak terpisahkan, tidak ada kekuasaan yang muncul tanpa memiliki hubungan dengan bidang pengetahuan demikian juga tidak ada pengetahuan yang tidak diikuti dengan munculnya kekuasaan. Pelaksanaan kekuasaan tidak mungkin terjadi tanpa adanya produksi, akumutasi, dan penyebarluasan wacana-wacana yang pada akhimnya membentuk pengetahuan. Pada gilirannya kekuasaan menentukan pengetahuan/ilmu macam apa yang dapat berkembang. Perlu disadari secara kritis bahwa teori-teori_ manajemen yang dipelajari sesungguhnya telah ~—bereproduksi —berulangkali-akhirnya —tanpa_—_disadari terinstitusionalisasi menjadi sebuah institusi yang di dalamnya terkandung pemihakan- pemihakan yang bermuara pada pelanggengan kekuasaan tertentu. Ini juga tidak terlepas dari transformasi tatanan dunia, khususnya hubungan antara negara-negara Utara dan Selatan di mana manajemen hubungan internasional dan ekonomi dunia menjadi sangat tidak menguntungkan bagi negara-negara berkembang, menimbulkan kekecewaan dan ketidakadilan yang luas. Wacana perdagangan bebas global misalnya, adalah wacana yang jelas tidak memihak pada kepentingan negara berkembang dan para pelaku ekonominya. Tidak mungkin ada perdagangan bebas yang adil jika starting point para pelakunya tidak sama dengan ukuran, institusi dan sistem yang sedari awal telah bias. Isaak (2005) mengungkapkan bahwa globalisasi adalah salah satu bentuk hegemoni kapitalisme Anglo-American dalam hal budaya uang dan inovasi tcknologi yang memaksa semua lapisan masyarakat di dunia untuk mengadopsi cara hidup tertentu. Dari kesadaran kritis tentang ilmu yang dipelajari, mahasiswa berhak mendapatkan alternatif- alternatif paradigma berpikir yang scluas-luasnya. [mu dapat menjadi pembebas, dan pilibhan semacam itupun juga bersifat pemihakan, khususnya pemihakan terhadap martabat manusia untuk membentuk kekuasaan yang memberdayakan manusia. Isaak (2005) juga mengemukakan bahwa globalisasi mendorong pelaku mapan untuk menggunakan alat-alat ckonomi dan politik untuk mengcksploitasi peluang- peluang pasar, meningkatkan produktivitas teknologi dan memaksimalkan kepentingan material jangka pendck schingga hasilnya adalah peningkatan kesenjangan secara cepat antara negara majworang kaya dan negara berkembang/orang miskin. Isaak memberikan data yang menunjukkan bahwa di tahun 1998, jumlah kekayaan 225 orang terkaya di dunia (60 diantaranya warga negara AS) adalah senilai Iebih dari USD | trilyun - setara dengan pendapatan per tahun dari 47% penduduk termiskin di dunia. Di tahun 2002, 227 dari 500 orang terkaya di dunia adalah warga negara AS B

You might also like