You are on page 1of 62
MENTER! KESEMATAM REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 422/MENKES/SK/1N1/2010 TENTANG PEOOMAN PENATALAKSANAAN MEDIK GANGGUAN PENGGUNAAN NAPZA Menimbang : Mengingat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTER! KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, bahwa gangguan penggunaan NAPZA merupakan masalah kompleks yang penatalaksanaannya melibatkan banyak bidang keilmuan baik medik maupun rion medik;, bahwe diperukan suatu acuan dalam penatataksanaan medik gangguan penggunaan NAPZA sesuai dengan standar dan berdasarkan kebutuhan pasien bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf 6, peru menetapkan Pedoman Penatalaksanaan Medik Gangguan Penggunaan NAPZA dengan Keputusan Menteri Kesehatan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkolika dan Psikotropika (United Nation Convention Against ict Trafic in Narcotic Drugs and Psycotropic Substances), (Lembaran Negara Repubiik Indonesia Tahun 1997 Nomor 17, Tambehan Lemtaran Negara Republik Indonesia Nomor 3673); Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 38:13) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3848): 40. "1 12. MEN) ER) KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Prakuk Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 446, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambehan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomer 4437) sebagaimena telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tembahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 143, ‘Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5082); Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lombaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negare Republik Indonesia Nomor 5063); Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 lentang Tenaga Kesehatan {Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); Peraturan Pemerintah Nomor °8 Tahun 2007 tentang Perbagian Urusan Pemerintehan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik inconesia Nomor 4737); Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nesional: Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003, tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota; Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XIl/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peratuan Menteri Kesehatan Nomor 439/Menkee/Per/VI/2009; Menetapkan : KESATU KEDUA KETIGA KEEMPAT KEUMA MENTER! KESEHATAN REPUALIK INDONESIA 13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 486/Menkes/SK/IV/2007 tentang Kebijaken dan Rencana Strategis Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya ({NAPZA); MEMUTUSKAN: KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN PENATALAKSANAAN MEDIK GANGGUAN PENGGUNAAN NAPZA. Pedoman Penatalaksanaan Wiedk Gangguan Penggunaan NAPZA sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu tercantum dalam Lampiran Keputusan ini Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua digue akan sebagai acuan ole! tenaga kesehatan dalam penatalaksanaan medik penggunaan NAPZA di fasilitas pelayanan kesehatan Pembinaan dan pengawasan te‘hadap pelaksanaan pedoman ini dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan KabupateniKota, dengan melibatkan organisasi profesi terkait sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing Keputusan ini mulai berlaku pads tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Maret 2010 MENTERI KESEHATAN, Miia ki dr. ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH, MPH, DrPH MENTERI NESEHATAM REPUBLIK INDONESIA, Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 422/MENKES/SK/IIV/2010 Yanggal : 31 Maret 2010 PEDOMAN PENATALAKSANAAN MEDIK GANGGUAN PENGGUNAAN NAPZA 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gangguan penggunaan NAPZA (narkotika, psikotropika dan zat adiktt lain) merupeken problema Kompleks yang penstalaksanaannya melibatkan banyak bidang keilmuan (medik dan non-medik). Fenaislaksanaan seseorang dengan kelergantungan napza merupakan suatu proses panjang yang memakan waktu relatif cukup lama dan melibatkan berbagai pendekatan dan latar belakang profes’ Gangguan penggunaan NAPZA merupakar masaiah bio-psiko-sosio-kullural yang sangat rumit sehingga perlu ditenggulangi secara multidisipliner dan lintas sektoral dalam svatu program yang menyeiuruh (komarchensif) serta Konsisten Pedoman int hanya memfokuskan pembahasan pada penatslaksanaan medik-kedokteran Gangguan penagunsan Narkotika Psikotropka dan Zat Adiktif Lain (NAPZA) merupakan masalah yang menjadi keprihatinan dunia internasional di samping masalah HIVIAIDS, kekerasan (violence), kemiskinan, pencemaran lingkungan, pemanasan global dan kelangkaan pangan. ‘WHO memperkicakan bahwa jumiah Pengguna tembakau sebanyak 1,1 milyar orang, pengguna alkohol sebanyak 250 juta orang, dan pengguna NAPZA lain sebanyak 15 juta orang di selurwh dunia Global Burden of Diseases (GBD) yang diakibatkan dan yang terkait dengan pengunaan NAPZA adalah sebesar 8,9% sedangkan Global Mortality Rate akibat penggunaan NAPZA sebasar 12.4% dan Disable Adjusted Life Years (DALYS) sebesar 8.9 % Gangguan penggunaan NAPZA daiam pola tertentu berkaitan erat dengan penularan HIV/AIDS dan dalam batas tertentu juga dengan kekerasan dan kemiskinant Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, perilaku merokok di Indonesia secare nasional pada kelompok uniur 10 tahun keatas adalah sebesar 29.2%, sedangkan perilaku minum aikohal selama 12 bulan terakhir adalah 4.6% dan dalam 1 bulan terakhir adalah 3.0%, Semvntara itu prevalensi penyalahgunaan NAPZA lainaya di Indonesia sulit untuk diketaui besarannya. Namun berdasarkan hasil perhitungan estimasi yang dilakukan oleh Badan Narxotika Nasional (BNN) diperkirakan ada 3,2 juta orang (1.5% dari totel populasi) o) [ndonesia mempunyai riwayat menggunakan NAPZA, Dari juraiah te-sebut diperkirakan hanya 10% yang mendapat layanan dari tenaga Kesehatan, MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Dalam pedoman ini digunakan istiah Gangguan Penggunaan karena alasan kepraktisan dan istilan NAPZA dipakai agar konsisten dengan kebijakan Kementerian Kesehatan yang telah memakai istiish NAPZA sebagai pengganti istilah zat pskkoatif yang dipakai oleh WHO. dalam ICD X atau zat (substance) yang digunaken dalam DSM IV IDSM IV TR Gangguan Penggunaan NAPZA pada pasien jarang ditemukan berdiri sendiri melainkan terdapat bersema dengan gangguan lain (komorbicitas) seperti depres! atau ansietas, yang dapat terjadi karena kondisi predisposisi ataupun sebagai akibat penggunaan NAPZA dalam jangka waktu tertentu, Sedangkan pola penagunaan NAPZA itu sendiri, khususnya penggunaan cengan cara suntik, dapat memouat seseorang menderita penyakit penyulit (komplikasi) seperti HIV/AIDS, Infeksi Menular Seksual (IMS), hepatitis B atau © dan tain-lain. Pedoman ini diharapkan menjadi acuan bag) petugas kesehatan di Puskesmas, Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Jiwa oi Indonesia dalam penatalaksenaan pasien dengan kondisi fisik dan psikiatrik terkait dengan gangguan penggunan NAPZA. Termasuk didalamnys kasus kegawatdaruratan, intoksikasi dan komorbiitas. Pecoman ini juga memberikan pedoman rujukan, pencataten den pelaporan kasus terkait NAPZA dan rinsip monitoring dan evaluasi penatalaksanaan, Tujuan 4. Tujyan Umum ‘Sebagal acuan bagi petugas kesenatan dais penatalaksanaen madi gangguan penggunean NAPZA 2. Tujuan Khusus a Memperluas pengetahuan petugas kesehatan tentang efek kirs penyalahgunasn masing-masing NAPZA pada diri pasien D Meningkatkan pengetzhuan petugas besehalan tentang penatalaksariaan medik gangguan penggunaan NAPZA berdasaikan masing-masing jenis zatnya. ‘Sasaran ‘Sasaran pedoman ini edalah dokter di Puskesinas, Rumah Sakit Umum dan Rumah Saxit Jiwa yang sudsh atau akan melaksenak.an penatalaksanaan medik gangguan penggunaan NAPZA. Kebijakan Kebijakan Penanggulangan Penyalahgunaan NAPZA Kementerian Kesehetar berdasar Kepmenkes Nomor 486/Menkes/V/20)07 a, Peningkatan Kesehatan dan penceganan penyalahgunaan NAPZA melalui upaya promotif dan preventif.

You might also like