You are on page 1of 9
PEMBUATAN PEWARNA BIRU. DARI TANAMAN Indigofera tinctoria Oleh: 1. Kun Lestari WF. 2. Riyanto INTISART Tanaman Indigofera yang terdapat di beberapa daerah di persada nusantara (Jawa, Bali, Kalimantan, Sumatera dil) menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai potensi SDA yang melimpah yang dikaitkan dengan perbendaharaan sumber pewarna alami. Sementara itu telah dilakukan percobaan pengambilan zat warna indigo dari daun dan ranting tanaman liar Indigofera tinctoria secara fermentasi dingin. Dalam daun dan ranting tanaman Indigofera terdapat zat warna alam yang mengandung senyawa indigoida dengan struktur >N-H dan kromofor gugus carbonyl (>C == O). Daun dan ranting tanaman Indigofera segar direndam dalam air dengan perbandingan 1: 5. Ekstrak larutan dibuat suasana alkalis dengan penambahan kapur untuk mengendapkan indigo. Dari hasil percobaan ternyata bahwa kondisi optimum pembuatan pasta indigo dari daun segar tanaman Indigofera tinctoria adalah pada penggunaan kapur / alkali 30 g / kg daun, dengan waktu fermentasi antara 24 — 48 jam (24 jam < waktu fermentasi < 48 jam ). Sedang rata ~ rata hasil /kg daun dan ranting segar adalah 167,2 g pasta murni, 197,2 g pasta dan kapur, dan randemen 16,72 %. Dengan memvariasikan jenis dan dosis reduktor untuk melarutkan kembali pasta indigo dan kemudian digunakan untuk mewarnai serat katun dan sutera ternyata kesempurnaan proses reduksi pasta indigo dan hasil pewarnaan terbaik (baik sutera maupun katun) dicapai oleh larutan pewarna yang menggunakan reduktor gula merah sejumlah berat pasta. Hasil pewarnaan diuji ketahanan luntur warnanya terhadap pencucian, gosokan, keringat asam dan sinar matahari yang menghasilkan nilai baik (4 5). Kata kunci: indigofera, pasta, reduktor. PENDAHULUAN Setelah Seminar Revival of Natural Indigo Dye di Chiang May (1998) segera diikuti oleh kembalinya warna - wama alam yang lain oleh Negara — Negara anggota WCC (World Craft Council) termasuk Indonesia. Kegiatan tersebut merupakan aksi nyata menindak lanjuti peringatan Kedutaan Besar Republik Indonesia bidang Perdagangan di Nederlands (tahun 1996) yang merujuk dari CBI (Center for the Promotion of Import from Developing Countries) cef CBI/HB 3032 tanggal 13 Juni 1996 akan bahayanya zat warna sintetis, yang mengandung gugus azo, Karena sifat amino aromatisnya diduga keras menyebabkan penyakit —-kanker —_kulit (karsinogenik). Oleh sebab itu jalur perdagangan zat warna tersebut dengan segala _bentuk produknya terutama yang langsung kontak kulit manusia seperti : clothing, footwear & bed linen, sudah dilarang di kedua negara (Jerman dan Belanda) sejak 1 April 1996. Indigo dijuluki “the king of dyes” (9) adalah pewama alam yang paling tua yang dikenal orang, yang mempunyai peran besar dalam sejarah pewarnaan alami dunia. Termasuk bangsa Indonesia yang dari dulu telah menggunakan pewama Indigo alam untuk memberi warna biru (wedel) pada pembuatan batik tradisional kuno. Pada kenyataannya, indigo alam yang dipakai untuk mewamai Kain ini tetap dalam kondisi baik walaupun sudah berumur ratusan tahun, Walaupun kebanyakan kainnya sudah rapuh (mbedel, Jw.), tapi wama birunya tetap bertahan baik. Itulah sebabnya dalam Klasnya warna indigo ini mempunyai ketahanan wama yang unggul terhadap sinar, chlorine, sabun, gosokan, keringat dll (6). Pada jamannya indigo pernah menjadi salah satu jalur perdagangan produk yang terpenting baik melalui darat maupun laut. Indigo alam sendiri telah diekspor sejak tahun 1918 dalam bentuk indigo kering dan basah, Data ekspor tercatat sampai tahun 1925, setelah itu tidak lagi terdeteksi (9). Tidak ada tanaman penghasil ZWA yang begitu Kentalnya berkaitan erat dengan budaya. Warna birunya yang spesifik telah melahirkan apresiasi yang tinggi terhadap pemakainya sejak ratusan tahun yang lalu, Sebagian besar negara-negara di dunia telah mengenal dan menggunakannya. Tidak mustahil Indonesia yang lebih kaya akan sumber daya alamnya mampu memasok kebutuhan mereka, disamping untuk konsumsi lokal atau sendiri Ironisnya sebagian besar masyarakat Indonesia belum mengetahui tentang zat wara biru alam yang mempesona ini, Tanpa adanya sosialisasi pesona biru indigo tidak akan dikenal Walaupun zat wama alam digunakan dalam kalangan yang terbatas (niche marker), namun prospek komersialnya sangat menjanjikan dengan semakin sadamya beberapa negara tujuan ekspor yang sangat membutuhkan pewarna yang aman. Eksplorasi atau penggalian potensi indigo dilakukan dengan memanfaatkan — tanaman Indigofera yang selama ini masih tummbuh liar sebagai sumber pewarna biru yang berasal dari alam. Pengambilan indigo dari_tanaman Indigofera sangat bervariatif’ (1,234.58) dari daerah ke daerah, dari negara ke negara (table 1.) Dalam percobaan ini akan dikembangkan cara nenek moyang kita dalam mengolah indigo alam dengan mengkombinasikan cara-cara yang sangat variatif tersebut yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Tabel 1 Komponen yang Digunakau dalam Pembustan Pasta Indigo serta Pewarnaannya Di Beberapa Tempat f Komponea | No | Daerab/Negara | Seny. | Lye | Te | Kap Gula | whis | Soda Kult | Hydros [ Mustard i besi_| sol | tes | ur _| merah | ky abu_| gandum | ulf, oil 1. | Thailand + + 2._| Pakistan = [eps ts = 5 3._| Bangladesh +[L+ [+ + 4_| Jepang + + 3._{ India es 6. | Malaysia + + 7. | Korea + + 8, | Tuban = ++ 9[ Yogyakarta |" + a ee 10 | Belanda = LATAR BELAKANG TEORI yang intensif, seperti 1. tinctoria,J. sumatrana, 1. Indigo yang berwarna biru diperoleh dari tanaman Indigofera. Menurut K Heyne ada 11 species yaitu Indigoferra arrecta Hochst , I. enncaphylla Linn, 1. linifolia Ritz, I. galegoides DL, /. guatimalensis Moc, 1. hendecaphylla Jacq, I suffruticosa Mill, I. Sumatra Gaertn, [. tinctoria uct, /, hirsuta Linn, J. longeracemosa Boiv. Disamping tanaman Indigofera, tanaman lain yang juga mengandung pewara biru indigo adalah Polygonium tinctorium, Isatis indigotica, Isatis tinctoria L. Brassicaceve, Strobilanthes cusia, Strobilanthes flaccidifollus, Mercurials lejocurpa SIEB ETZNCC, Rhaphioleps umbellata, Marsdenia tinctoria R. Di Indonesia terdapat 11 species tanaman Indigofera yang telah disebutkan di atas dan hanya beberapa species yang menghasilkan pewama biru suffruticosa, |. arrecta dan pemah dibudidayakan didaerah-daerah Tuban, Yogyakarta, ‘Tenganan/Bali, Pekalongan dil. Dari mulai pembibitan tanaman indigo bisa dipanen setelah 4-5 bulan dan selanjutnya dipanen setiap 3-4 bulan selama 2-3 tahun Jumlah pemanenan tergantung pada jenis _/spesies Indigofera, misalnya untuk I. arrecta 22-100 t daun per ha per tahun dan menghasilkan indigo cake 137-325 kgfha/tahun; 1. tinctoria menghasilkan daun 10-13 t /hatahun, Dalam batang dan daun tom segar terdapat indikan, diambil melalui proses fermentasi selama 24 - 48 jam. Indikan tergolong zat indigoida, bersifat larut dalam air, yang karena pengaruh enzym. indimuase berubah menjadi indoksil dan gula. indoksil ini dalam suasana alkali mudah teroksidasi oleh udara menjadi pigmen indigo yang berwarna biru. Untuk mendukung proses pengolahan tersebut diperlukan peralatan yang dapat member fasilitas teroksidasinya indoksil oleh udara sehingga diperoleh pigmen indigo baik dalam bentuk pasta atau ball yang siap digunakan / dipasarkan, i t a red c c i == Dalam kondisi tereduksi/larut, pigmen indigo akan terjerat ke dalam serat dan segera teroksidasi oleh oksigen dari udara, schingga terjadi pengendapan di permukaan serat yang memberi wama bint permanen. Indigoida mengandung khromofor yang dapat tereduksi menjadi bentuk leuco Tye ¢= ¢- ¢— Bentuk /euco mengendap dalam serat dan dapat teroksidasi menjadi bentuk carbonyl semula yang tidak larut. Detail perubahannya adalah sebagai berikut: H H indoxyl OH N H H ? I COSCO SO 28s I oO indigo I H cOo-<0- OH Leuco indigo/indigo white HIPOTESA Pasta indigo dibuat melalui proses oksidasi indoksil dalam suasana’ alkalis. Untuk dapat digunakan sebagai larutan pewama harus dilakukan reduksi kembali terhadap pigmen indigo, Jenis dan jumlah reduktor serta_waktu sangat ~mempengaruhi kesempumaan fermentasi. Dalam percobaan ini digunakan reduktor gula merah yang sangat mudah diperoleh dan hidrosulfit sebagai pembanding. PELAKSANAAN PERCOBAAN A. Bahan © daun dan ranting Indigofera tinctoria © kapur tohor yang masih aktif © air © kain katun . . segar tanaman kain sutera gula jawa hidrosulfit 9 eevee eeee . Peralatan bak perendam dari plastic pemberat water circulator saringan pasir spatel timbangan kasar dan teliti kemasan/plastic kompor minyak Metode Percobaan Variabel percobaan atau resep diambil berdasarkan hasil penggalian pada table 1. yang telah dikombinasikan dan mengingat bahan- bahan yang mudah didapat di Indonesia/Jawa. Unutan pelaksanaan percobaan adalah sebagai berikut: Pemanenan daun dan ranting Indigofera Penimbangan daun dan ranting Indigofera Perendaman daun dan ranting Indigofera Pemisahan daun dan ranting Indigofera Pengeburan ekstrak daun dan ranting Indigofera Pengendapan indigo Penyaringan indigo Pengemasan indigo Pewarnaan dengan indigo pasta pada media kkatun dan sutera Pengujian ketahanan luntur wama terhadap pencucian, gosokan, keringat dan sinar matahari. Rekomendasi dan tindak lanjut. D. Pelaksanaan Percobaan Pengambilan Zat Warna Indigo Prinsip pengambilan berdasarkan kenyataan bahwa Indoksil dalam ekstrak daun Indigofera mudah teroksidasi oleh udara dalam suasana alkali, membentuk pigmen Indigo yang tidak larut dalam air. Kapur sangat mudah didapatkan sehingga digunakan untuk membuat suasana alkalis. Adapun langkah proses pengambilan atau cara membuat pasta indigo adalah sebagai berikut: - 1 kg daun indigo segar direndam dalam 5 liter air, diberi pemberat agar daun tetap terendam. = Setelah + 10 jam, mulai terjadi proses peragian yang ditandai dengan adanya gelembung2 gas dan wama biru (larutan berwama hijau). = Proses peragian selesai apabila gelembung2 gas tidak lagi timbul (air berwarna kuning Kehijauan bening), biasanya_memakan waktu 24 - 48 jam. ~ Keluarkan daun dari air, diperas, dan air disaring - Kebur (larutan diaerasi) selama 0,5 jam ~ Masukkan # 30 gram bubuk kapur, larutkan baik-baik dan pengeburan dilanjutkan selama 0,5 jam lagi. + Indikasi indigo sudah mulai_mengendap adalah dengan pengetesan, ambil sedikit cairan (sudah berwarna coklat) diatas tabung reaksi/eawan putih, amati apakah nampak butiran2 yang bergerak turun. - Kalau sudah, cairan didiamkan semalam untuk menyempurnakan pengendapan. - Buang cairan diatasnya (berwama kuning jerami), maka akan didapat pasta indigo. - Pasta indigo ini tahan dalam penyimpanan selama 2 tahun, asal selama penyimpanan di alas pasta indigo diberi lye solution. Tabel 2 memuat data pembuatan pasta indigo alam. Tabel 2. Hasil Pembuatan Pasta Indigo Alam No | Daun | Fermentasi | Kapur? | Pasta indig Pasta indigo murni | Randemen tkg)_| Gam) | Kg daun(g) | __(kg)__| kg daun (kg) | /kg daun (g) (%) 1 9 24 40 2,000 0,220 180 18 2.[ i 35. 35. 2,288 | 0,208 173 17,3 3. Pin 35 30 2,145 0,195 165 16,5 4.) 35 25 2,035 0,185 160 16 5. 14 40, 20 1,958 0,178 158 t 15,8 i) E, TEHNOLOGI PEWARNAAN INDIGO ALAM Untuk dapat mewamai, pigmen indigo yang tidak larut dalam air dibuat larut dulu dengan mereduksi kembali, Reduktor yang paling mudah diperoleh adalah gula merah dibandingkan dengan yang lainnya (tetes, hidrosulfit, tunjung, whisky, dll), Pasta indigo yang dihasilkan dari percobaan di atas direduksi kembali dengan variasi reduktor sebagaimana tercantum dalam tabel 3. Reduktor yang member hasil lanutan pewarna yang terbaik / reduksi sempuma digunakan untuk mewamai katun dan sutera, sebagai percobaan pewamaan pendahuluan, 1. Pembuatan Larutan Pewarna, = mereduksi pigmen indigo dengan variasi reduktor (gula merah dan hidrosulfit) = fermentasi. berlangsung —_sehari semalam, selesainya proses reduksi ditandai dengan berubahnya larutan indigo dari warna biru ke hijau. - kg pasta dilarutkan dengan 10 liter air dan gula merah yang divariasi seperti pada table 3. Tabel 3. Variasi Reduktor Pada Pelarutan 1 kg Pasta Indigo, air 101 (jumilah alkali tetap, waktu reduksi + 16 jam) No Guia Merah Hidrosulfit (kg) (gram) i. 1 0 2. 0,75 75 A [3 0,50 75 4. 0,25 75 3. 0 75 1. 0,50 6,5 2. 0,50 5,5 B- [3 0,50 45 4. 0,50 35 5. 0,50 2,5 Keterangar A. variasi reduktor gula merah (hidrosulfit tetap, kecuali 0 pada penggunaan | kg reduktor gula merah). B_variasi reduktor hidrosulfit (gula merah tetap). . Proses Pewarnaan = larutan pewarna yang diperoleh (10 variasi) digunakan untuk mewarnai kain katun dan sutera_—_(percobaan pendahuluan untuk —_menentukan ‘optimalisasi proses reduksi). - Kain dicelup selama 10 - 15 menit, diangkat, dicuci dengan air bersih kemudian diangin ~ anginkan, - Frekuensi pencelupan sebanyak 3 kali -Formulasi. yang menghasilkan pewarnaan terbaik digunakan seterusnya untuk mewarnai kain W sutera dan katun baik dalam bentuk polos maupun —datik-—yang dikombinasikan dengan —_‘Tegeran (Maclura chinchinensis). Untuk mengetahui ——_ualitasnya, ——_—hasil pewamaan diuji ketahanan Iuntur warnanya terhadap pencucian, gosokan, keringat asam dan sinar matahari. HASIL PERCOBAAN, PEMBAHASAN A, Pembuatan Pasta Indigo - Dosis Kapur Dari Tabel 2. (Pembuatan Pasta Indigo Alam Dengan Variasi Alkali Dan Waktu Fermentasi) terlihat_ bahwa hasil pasta indigo akan meningkat dengan bertambahnya penggunaan Kapur, Kalau diasumsi perkisaran_ perbedaan kadar indigo dalam daun dan ranting segar tanaman Indigofera pada percobaan 1 sid 5 adalah sangat’ kecil, maka kapur hanya berfungsi sebagai pengikat indigo disamping ‘membuat suasana alkalis. Perbedaan berat pasta indigo hasil dari percobaan 1 - 2,2 -3,3-4 dan 45 berturut-turut adalah : 7,8,5 dan 2 gram, sehingga dapat disimpulkan dosis kapur sebanyak 30 gram / kg daun dan ranting Indigofera segar, adalah paling _efektif (Percobaan III). Penggunaan kapur yang terlalu banyak menyebabkan alkalinitas pasta juga terlalu tinggi sehingga pada proses pelarutan Kembali tidak perlu lagi menambah alkali, tapi tidak tepat untuk pemakaian beberapa media pewamaan terutaman pada sutera. pH pewarnaan indigo berkisar antara 1] ~ 12 untuk media katun sedang untuk sutera diturunkan sedikit dengan asam cuka sampai mencapai nilai pH = 9. PENGUJIAN DAN Waktu Fermentasi Selain jumlah kapur, waktu fermentasi temyata juga berpengaruh terhadap jumlah indikan yang terambil yang akan berubah menjadi indoksil Sehingga dari table 2. hasil _percobaan pembuatan pasta. indigo tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi optimum dicapai pada penggunaan Kapur yang tidak terlalu banyak yaitu 30 g/kg daun dengan waktu fermentasi berkisar antara 24 — 48 jam (24 jam 3 [as] a] 4 | 3-4 | 3 4 4 Keterangan: $S: Staining Scale; GS: Grey Scale; KP: Kapas; ST: Sutera; KR: Kering; BS: Basah ; 5 sangat baik ;4—5:baik ; 4: baik;3- 4: cukup baik ;3: cukup ; 2-3 :jelek 1. Pewarnaan Polos Data pada table § menunjukkan bahwa semua jenis ketahananluntur warna untuk pencelupan (polos) dengan pasta indigo pada media katun dan sutera bemilai baik (4 / 4 — 5). Pemnyataan bahwa dalam klasnya warna indigo ini mempunyai ketahanan yang unggul terhadap sinar, chlorine, sabun, gosokan, keringat dll, telah terbukti. Zat warna indigo (alam) termasuk golongan zat warna bejana, nm : kurang;2: kurang;1- 2 Antara serat dengan zat warna tidak terikat secara kimia. Setelah teroksidasi olch udara, indigo menjadi pigmen yang tidak larut dalam air dan terjadi pengendapan di permukaan serat, . Pewarnaan Batik Pada pencelupan batik, wama indigo telah dikombinasi dengan wama kuning dari Tegeran sehingga data yang tertera pada tabel 6 mewakili ketahanan warna tumpangan. Pewarnaan dengan Tegeran memerlukan fiksasi untuk lebih memperkuat waa Biasanya dipakai fiksator twas / KAI(SO.)2, Kapur’ Ca(OH); dan tunjung/FeSOs. Hasil pewaraannya mempunyai kualitas yang masih tetap baik meskipun nilai_perubahan warnanya kurang, Hal ini disebabkan karena ikatan hidrogen antara Morin (zat wama alam yang terdapat pada Tegeran) dengan serat diperlemah dengan adanya endapan indigo di permukaan serat. EVALUASI TEKNO EKONOMI Sampai sekarang belum ada industri yang Khusus menyediakan pasta indigo. Kebutuhan indigo selama ini hanya disuplai oleh masing- masing pengguna dalam skala_keeil, yang bahan bakunya mengandalkan tanaman ~ tanaman liar atau tanaman yang tidak/belum dibudidayakan. Satu-satunya daerah penghasil pasta indigo yang dapat dibilang kontinyy memproduksi adalah dacrah Tuban, Karena tidak terkelola dengan baik produksinya sangat tergantung pada musim. Pada saat kemarau tanaman Indigofera mati, schingga indigo tidak dapat diproduksi. Dengan ko: seperti itu mereka sering kehabisan stok pasta indigo. Sementara itu kenyataan membuktikan bahwa kebutuhan indigo yang tidak terdata sangat besar. Dari hasil survey (di Yogyakarta) 1 unit UKM pengguna pasta indigo memerlukan rata- rata 200 kg pasta indigo/bulan, maka untuk 10 unit UKM saja diperlukan 2 ton pasta per bulan atau 24 ton per tahun, Perkiraan Biaya produksi / kg pasta indigo: Untuk 1 kg pasta indigo diperlukan 1/16,72% x 1 kg = 5,980 ~ 6 kg daun dan ranting segar tanaman Indigofera. Karena daun tersebut diperoleh secara liar maka harga per kg Rp.2.500,- * 6kg daun @ 2.500,- © airS1x6 15,000,- © tenaga (ngebur,menyaring,dll) ‘© kapur 150 gram © pengemasan * beaya produksi # keuntungan 20% = 40.800,- © harga jual/kg Kenyataannya harga pasta indigo di pasaran Yogya berkisar antara 50 - 75 ribu per kg. Kalau mengamati biaya produksi yang tidak besar, apalagi kalau tanaman sudah dibudidayakan maka produksi indigo secara home industry mempunyai prospek pemasaran yang sangat menjanjikan KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Dari kegiatan pembuatan pewama biru dari tanaman Indigofera tinctoria dan percobaan — percobaan yang dilakukan dapat _ditarik disimpulkan sebagai berikut: 1. kondisi optimum pembuatan pasta indigo dari daun segar tanaman Indigofera tinctoria adalah pada penggunaan kapur / alkali 30 g / kg daun, dengan waktu fermentasi antara 24 - 48 jam (24 jam < waktu fermentasi < 48 jam), dengan rata — rata hasil pasta / kg daun dan ranting segar adalah 167,2 g (atau 197,2 g pasta dan kapur). 2. indigo pasta dapat diproduksi secara home industry dengan randemen berkisar sekitar 16,72 %. 3. predikat indigo scbagai “the king of dyes” telah terbukti dengan uji_ketahanan luntur wama pada hasil pewamaan yang bemilai baik. 4, proses reduksi pasta indigo yang paling sempuma dan hasil pewamaan terbaik (baik sutera maupun Katun) dicapai oleh larutan pewama yang menggunakan reduktor gula Jawa sejumlah berat pasta. B. REKOMENDASI Berdasarkan kenyataan — kenyataan yang ada, beberapa rekomendasiberikut layak untuk dipikirkan diantaranya: 1, segera membangun pilot plan industri indigo alam sebagai unit percontohan di Yogyakarta 2, mempromosikan pesona biru indigo dalam even ~ even baik dalam negeri maupun luar negeri 3. memenubi Kkebutuhan lokal indigo sebelum bergerak ke bidang ekspor, 4, ikut dalam jaringan dunia “revival natural indigo dye, natural dyes and their products” REFERENS! 1. Fen-Mei-Ma, “Indigo Originates from Blue 1 — The Taiwanese Indigo Dye Plants and the Study of the Techniques of Indigo Dye Fabrication by Precipitation”, Researcher assistant, National Taiwan Craft Research Institute, of The Society of Intemational Natural Dyeing, Vol.1. No.1, The Society of Intemational Natural Dyeing (SIND), The Society of Korean Natural Dyeing (SKND), December, 2001 2. Gosta Sandberg,”Indigo Textiles”, Technique and History, Lark Books, Asheville North Caroline, First published in USA, 1989. 3, Jagada Rejapa, “The Heritage of Natural Dyes”, Craft Council of India, Revival of Natural Indigo Dye, Chiang May, September 1998. 4, Kazuyo Iseki Ph.D., “A Comparative Study of Technology for The Process of Making Indigo”, Professor of Ethnic Art, Osaka University of Art, Japan, Journal of The Society of Intemational Natural Dyeing, Vol.1. No.l, The Society of Intemational Natural Dyeing (SIND), The Society of Korean Natural Dyeing (SKND), December, 2001 Journal ‘im Ji-Hee, Prof. “Traditional Dyeing Process with Natural Indigo in Korea”, Catholic University of Taegu-Hyosung, Revival of Natural Indigo Dye, Chiang May; September 1998 . Kun Lestari WF, “Dyeing Process with Natural Indigo:The Tradition and Technology”, Institute for Research and Development of Handicraft and Batik Industries, Indonesia, Revival of Natural Indigo Dye, Chiang May, September 1998 . Kun Lestari WF, “Pencelupan Zat Wana Nila Untuk Batik dengan Proses Ekstraksi Dingin”, Laporan Rutin Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik, Yogyakarta, 2002. . Miyoko Kawahito, “Natural Indigo Dyeing in Tokushima,Japan”, Lafe — style Sciences Division, Tokushima Perfectural Industrial Technology Center, Journal of The Society of Intemational Natural Dyeing, Vol.1. No.1, The Society of Intemational Natural Dyeing (SIND), The Society of Korean Natural Dyeing (SKND), December, 2001. . PROSEA, Plant Resources of South-East Asia” 3,” Dye and tannin-producing plants”, pp.81 - 83, Prosea Foundation, Bogor, Indonesia, 1991/1992.

You might also like