You are on page 1of 22
Sejarah, Teori, dan Aplikasi Kritik Sastra Feminis Cahya Buana’* Abstract: Feminist literary criticism is the term which is used to criticize literary works through the exami- nation of female points of view, concerns and values. Jt encompasses not only female literary works but al- so male literary works, leaving men to be held ac- countable for their portrayal of women as well as men in their literary works. Generally, feminist litera- ty criticism exists to counter, resist, and eventually eli- minate the traditions and conventions of patriarchy ideology or belief system which sees as “natural” the dominance and superiority of men over women in both private and public contexts as it exists n literary, historical and critical contexts. Kata Kunci: Aritik sastra feminis, feminisme, gender, ideologi, patriarkhi, Sosialisme, Marxisme, superior, inferior, dominasi, dan ginokritik. MUNCULNYA rasa ketidakadilan yang dirasakan oleh kaum perempuan dalam berbagai aspek kehi- dupan, menyulut sebuah gerakan yang dikenal de- ngan feminisme. Gerakan ini mewabah ke seantero dunia dan menyentuh hampir seluruh sektor kehidu- pan manusia tanpa kecuali dunia sastra. Adanya ke- timpangan nilai yang diberikan oleh masyarakat ter- hadap hasil karya sastra kaum perempuan, mendo- “Jurusan/Program Studi Bahasa dan Sastra Arab-Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidaya- tullah Jakarta. Al-Tur8s, Vol. XV No. 3, September 2009 258 rong gerakan ini untuk meng- kaji ulang karya sastra dengan bertumpu seluruhnya pada perempuan. Untuk mengenal lebih jauh disiplin ini, perlu ki- ta ketahui sejarah, teori, mau- pun aplikasinya dalam kritik sastra. Sejarah Kritik Sastra Fe- minis Berbicara mengenai se- jarah kritik sastra feminis, pa- da dasarnya tidak dapat dipi- sahkan dari sejarah feminisme itu sendiri, yaitu sebuah gera- kan perempuan yang muncul pertama kali di Amerika Seri- kat (AS) dan menjadi perintis gerakan ini. Dalam bukunya yang berjudul Aritik Sastra Fe- minis, Soenarjati Djayanegara menyimpulkan bahwa terda- pat tiga faktor yang memicu munculnya gerakan feminis- me di AS, yaitu faktor politik, keagamaan (evangelis), dan sosial. Faktor politik bermula pada saat rakyat AS mempro- Klamirkan kemerdekaannya pada 1776. Salah salah satu statement dari proklamasi itu adalah all men are created equual (semua laki-laki dicip- takan sama), dengan tanpa Sejarah, Teori, dan Aplikast. menyebutkan kata perempu- an. Para feminis merasa bah- wa pemerintah AS tidak pe- duli pada kepentingan perem- puan. Statement itu akhimya memicu munculnya gerakan perempuan yang dilakukan secara terorganisir yang dike- nal dengan Women's Great Rebellion (pemberontakan be- sar perempuan). Maka pada 1848 dalam sebuah konvensi di Seneca Falls, para tokoh feminis memproklamirkan ver si lain dari Deklarasi Kemer- dekaan AS, yaitu al/ men and women are created equal (se- mua laki-laki dan perempuan diciptakan sama). Selain faktor politik, aga- ma juga dituduh sebagai fak- tor yang tidak kalah penting- nya bagi munculnya gerakan feminisme. Gereja dianggap sebagai lembaga yang turut bertanggungjawab atas terja- dinya inferioritas perempuan, sebab agama Kristen baik Protestan maupun Katolik me- nempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah dari laki-laki.Sebagai contoh, Mar- tin Luther dan John Calvin dalam ajaran-ajarannya me- nyebutkan bahwa meskipun laki-laki dan perempuan sa- Al-Turdé, Vol. XV No. 3, September 2009 ‘Sejarah, Teor, dan Aplitasi.. ma-sama bisa berhubungan langsung dengan Tuhan, na- mun perempuan tidak layak bepergian, selain itu ia juga harus tinggal di rumah dan mengatur urusan rumah tang- ga. Bahkan dalam gereja Ka- tolik perempuan dianggap se- bagai makhluk kotor dan wa- kil iblis.! Aspek ketiga yang me- mengaruhi ideologi feminisme adalah konsep sosialisme dan Marxisme.? Menurut kaum fe- minis, kaum perempuan me- tupakan suatu kelas dalam masyarakat yang ditindas oleh kelas lain, yaitu kaum laki-la- ki. Sejalan dengan pemikiran Marx, maka perempuan seba- gai kelas yang tertindas, tidak memiliki nilai ekonomi, sebab pekerjaan rumah tangga di- anggap tidak berharga karena tidak menghasilkan uang se- bagaimana pekerjaan laki-la- ki. Ketiga aspek inilah, yakni Politis, sosial, dan agama, yang dijadikan sebagai landa- san gerakan feminisme di AS yang menjadi basis awal ge- rakan feminisme dunia. Berdasarkan pada ketiga hal yang melatarbelakangi munculnya gerakan feminis- me ini, terlihat bahwa perjua- 259 ngan kaum perempuan pada umumnya bukan untuk meng- ungguli atau mendominasi laki-laki. Meskipun perempu- an dianggap sebagai kelas proletar atau tertindas, dan laki-laki sebagai kelas borjuis atau penindas. Gerakan ini ti- dak bertujuan untuk memba- las dendam dengan menindas dan menguasai laki-laki. Na- mun inti dari tujuan feminis- me adalah meningkatkan ke- dudukan dan derajat perem- Puan agar sejajar dengan laki- laki dalam setiap aspek kehi- dupan.? Teori-teori yang menga- tah pada feminisme pada da- samya telah mulai muncul pa- da saat kemerdekaan AS di- proklamirkan. Tokoh perintis ferninis pertama adalah Mary Wollstoncraft (1759-1797). Is- tilah feminis baru digunakan pada 1890-an oleh Virginia Wolf (1982-1941) dan Simo- ne Beaovior (1908-1986).* Pada awal kelahirannya, gerakan feminisme di AS me- ngalami pasang surut, bahkan sempat mengalami kemundu- tan pada masa Perang Dunia Il dan Perang Korea. Keadaan ini_terus bertahan hingga 1960-an dan dianggap seba- Al-Turaé, Vol. XV No. 3, September 2009 260 gai gerakan feminisme perta- ma. Tokoh feminis yang sa- ngat terkenal dan dianggap sebagai perintis gerakan femi- nisme adalah Susan B. Antho- ny, Elizabeth Cady Stanton, dan Lucretia Mott. Pada 1963 terbit sebuah buku yang berjudul The Fe- minine Mystique yang ditulis Betty Friedan, sosiolog dan aktivis feminisme. Terbitnya buku ini menandai dimulai- nya gerakan feminisme ge- lombang kedua di AS. Berbe- da dengan gerakan feminisme gelombang pertama, gelom- bang kedua berdampak sa- ngat luas menyentuh hampir semua sektor kehidupan. Hal ini tampak dari program-pro- gram Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) yang banyak melibatkan kaum perempuan. Maka pada 1975, organisasi dunia ini mencanangkan Da- sawarsa Perempuan di Ko- penhagen, Denmark, yang penutupannya ditandai de- ngan konferensi di Nairobi, Kenya, pada 1985. Kedua konferensi internasional itu dihadiri wakil-wakil dari Indo- nesia. Salah satu sektor yang terkena dampak feminisme itu adalah dunia sastra. Menurut Sejarah, Teori, dan Aplikasi.... kaum feminis, perempuan da- lam sastra sebagaimana da- lam sektor yang lainnya bera- da pada posisi inferior. Pada akhir 1960-an, suatu survei di AS mengungkapkan bahwa karya sastra yang ada di ne- geri tersebut sebagian besar merupakan tulisan kaum laki- laki dan hanya beberapa ge- lintir yang berasal dari hasil karya perempuan. Untuk itu Elaine Showalter, kritikus sas- tra feminis terkenal menyata- kan bahwa mayoritas karya sastra di AS selama berabad- abad lamanya tidak menying- gung satu orangpun penulis perempuan. Berdasarkan hal itu, sa- lah satu target kritik sastra fe- minis adalah menggali, meng- kaji, dan menilai karya penu- lis-penulis perempuan di masa silam.> Sebagaimana gerakan feminisme, kritik sastra feminis ini juga berkembang pertama kalinya di AS pada pertenga- han abad ke-20, seiring de- ngan gerakan feminisme yang menuntut persamaan hak ba- gi perempuan. Kritik ini ber- kembang pesat di Kanada, meluas ke Prancis pada awal 70-an, hingga akhirnya kritik ini menentukan visi, misi, dan ‘Al-Tur8s, Vol. XV No. 3, September 2009 Sejarah, Teor, dan Aplikasi.. metodenya sendiri. Dari situ muncullah penelitian-peneliti- an tentang perempuan dalam karya sastra yang beragam je- nisnya.® Menurut —Ensiklopediia Feminisime, \ritik sastra fe- minis kontemporer dimulai dengan munculnya karya Ka- te Millet (1970) yang berjudul Sexual Politics. Dalam buku- nya itu ia meletakkan persoa- lan sastra dalam konteks po- litik patriarkhi. Selain Millet, kritikus lainnya Judith Fatter- ley dan May Ellmann menco- ba meneliti ideologi dalam tulisan laki-laki dan mengung- kapkan misogini (kebencian terhadap wanita) dari institusi sastra.” Di Indonesia, kritik sas- fra terutama kritik sastra fe- minis adalah hal yang relatif baru dan belum banyak ber- kembang. H. B. Yassin tidak diragukan lagi adalah Nestor kritik Indonesia. Dalam waktu yang lama, ia bekerja sendiri- an di bidang ini. Pada 1970- 1980 sejumlah orang mengi- kuti jejaknya, seperti Umar dunus, Sapardi Djoko Damo- no. Jacob Sumardjo, dan lain- lain. Kritikus-kritikus tersebut semuanya adalah pria, se- 261 dangkan kaum perempuan sangat jarang terwakili dalam bidang ini. Boen S. Oemarjati, Kritikus perempuan pertama yang berkarya pada 1960-an, telah meninggalkan bidang ini. Kritikus perempuan lain- nya, Sri Rahayu Prihatmi, me- nulis buku tentang Pengarang- Pengarang perempuan pada 1977.Beberapa artikel tentang Perempuan mulai muncul di akhir 1970-an, seperti kara- ngan Umar Junus (1979) dan Jacob Sumardjo (1981). Satu artikel oleh Heryanto (1986) secara kritis mempertanyakan telasi jender. Sebagai salah seorang tokoh utama dalam perdebatan tentang kontekstu- alitas sastra yang berlangsung pada 1984-1985, Heryanto menjelaskan bahwa sastra In- donesia diliputi “Estetika Pe- nis” (Phallic Esthetics) yang menjadikan perempuan seba- gai obyek.® Perdebatan ten- tang kontekstualitas berlang- sung singkat karena perdeba- tan itu kemudian dipolitisir dan membangkitkan kena- ngan traumatis pada situasi sebelum 1965. Gagasan-ga- gasan feminisme Heryanto ti- dak diteruskan lebih lanjut. Kini kritik sastra feminis mulai ‘Al-Tura, Vol. XV No. 3, September 2009 262 menggeliat kembali, seiring dengan gerakan-gerakan pe- rempuan lainnya, seperti tin- jauan kembali kedudukan pe- rempuan dalam _ interpretasi keagamaan yang kini mulai marak dibahas. Tidak berbeda dengan di Indonesia, di dunia Arab, Initik sastra feminis disambut dengan wajah penuh keragu- an, antara harapan dan keta- kutan. Berdasarkan hasil pe- ngamatan kritikus Mesir, Iffaf Abdul Mu’thi terhadap sejum- lah tulisan, ia berpendapat bahwa secara faktual perem- puan dalam masyarakat Arab dalam menghadapi gelom- bang feminisme ini terpecah antara harapan untuk hidup yang lebih baik dan perasaan takut akan sebuah rekonstruk- si. Iffaf berpendapat bahwa faktor penyebab munculnya jenis kritik ini adalah adanya pengabaian secara menyelu- tuh terhadap kreativitas dan karya cipta perempuan dalam berbagai hal, bahkan meng- anggapnya sebagai barang yang tidak berharga. Untuk itu istilah kritik sastra feminis muncul untuk mengangkat derajat sastrawan perempuan dalam masyarakat. Kritik ini Sejarah, Teori, dan Aplikasi... pada dasarnya lebih cende- rung pada kepentingan-kepen tingan sosial dan budaya di- bandingkan tujuan-tujuan sas- tra dan kritik sastra, sebab kri- tik ini pada hakikatnya adalah perpanjangan tangan gerakan feminisme yang berjuang me- ngangkat derajat perempuan yang terpuruk dan teraniaya ditinjau dari sudut pandang sastra. Di dunia Arab, kritik ini mengkristal di tangan para pe- mikir besar seperti Rifa’ah al- Tahtawi dan Qasim Amin di Mesir, dan al-Tahir Haddad di Tunisia.’° Feminisme dan Jender: Sebuah Pengertian Munculnya istilah femi- nisme pada dasarnya tidak terlepas dari persolan jender. Feminisme dan jender adalah dua istilah yang satu sama la- in saling berkaitan, dan meru- pakan fenomena_ kausalitas. dJender sebagai sebab dan fe- minisme sebagai akibat. Meskipun dalam kamus kata seks dan jender adalah sinonim, namun kaum femi- nis biasanya membedakan ke- dua istilah tersebut. Menurut Ensiklopedia Feminisme, jen- ‘Al-Turds, Vol. XV No. 3, September 2009 Sejarah, Teori, dan Aplikasi.... der adalah kelompok atribut yang dibentuk secara kultural pada laki-laki atau perempu- an." Sedangkan seks adalah jenis kelamin yakni kondisi biologis seseorang apakah dia secara anatomi_ laki-laki atau perempuan.” Jenis kelamin adalah suatu hal yang bersifat alamiah (takdir) yang seharus- nya tidak menimbulkan diskri- minasi antara laki-laki dan pe- rempuan, sedangkan jender pada hakikatnya adalah per- soalan sudut pandang dan pe- nilaian sosial budaya masya- rakat yang berbeda antara satu budaya dengan budaya lainnya."* Kamla Bahsin me- negaskan bahwa jender lebih bersifat sosial budaya dan me- tupakan produk manusia, me- rujuk pada tanggung jawab peran, pola perilaku, kualitas, kapabilitas, dan lain-lain yang bersifat maskulin dan feminin. Selain itu, jender juga bersifat tidak tetap, ia berubah dari waktu ke waktu, dari satu ke- budayaan ke kebudayaan la- innya, bahkan dari satu ke- luarga ke keluarga lainnya. Suatu hal yang pasti adalah bahwa jender merupakan sua- tu hal yang dapat diubah."* 263 Menurut Mansour Fakih, jender adalah sifat yang mele- kat pada kaum laki-laki mau- pun perempuan yang dikons- truksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa pe- rempuan itu dikenal dengan sifamya yang lemah lembut, cantik, emosional, dan keibu- an, sedangkan laki-laki selalu dianggap kuat, rasional, ga- gah, dan perkasa.'® Perbedaan _ perlakuan akibat penjenderan (gende- ting) ita kemudian menjadi persoalan karena menimbul- kan banyak ketidakadilan bagi Pperempuan, sehingga menim- bulkan reaksi menentang fe- nomena itu. Lalu muncul se- buah gerakan yang diberi na- ma feminisme. Menurut Moe- lino, feminisme ialah gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki."* Sedangkan menu- tut Goefe feminisme ialah teo- ti tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang politik, ekonomi, dan sosial, atau kegiatan terorga- nisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan pe- rempuan.’” Al-Turdi, Vo.. ¥VNo. 3, September 2009 264 Dalam kamus sosiologi disebutkan bahwa semua va- tian teori feminis cenderung mengandung tiga unsur atau asumsi pokok, pertama, jen- der adalah konstruksi yang menekan kaum perempuan, sehingga cenderung mengun- tungkan laki-laki. Kedua, kon- sep patriarkhi atau dominasi laki-laki dalam lembaga sosial, dianggap sebagai landasan utama konstruksi tersebut. Ke- tiga, pengalaman dan penge- tahuan kaum perempuan ha- tus dilibatkan dalam mengem- bangkan masyarakat non-sek- sis di masa mendatang.'® Secara umum feminisme adalah ideologi pembebasan perempuan. Ini terlihat dari semua pendekatan yang digu- nakannya yang berkeyakinan bahwa perempuan mengala- mi ketidakadilan akibat jenis kelaminnya.® Intinya feminis- me adalah gerakan untuk me- nuntut persamaan jender. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasi Kritik secara terminologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Arinein yang artinya me- nghakimi, membanding, dan menimbang.” Maka kegiatan ‘Sejarah, Teori, dan Aplikasi... menilai, menghakimi, menim- bang sebuah karya sastra itu- lah yang dimaksud dengan kritik sastra. Sedangkan me- nurut Ahmad al-Syayib, kritik sastra ialah menimbang atau mengukur suatu karya sastra secara akurat, dan menjelas- kan nilai dan kualitas karya sastra tersebut. Menurutnya, proses penilaian karya sastra dimulai dari memahami, me- nafsirkan, menganalisis, me- nimbang, dan terakhir mem- berikan penilaian tentang baik buruknya karya tersebut seca- ra obyektif dengan berlandas- kan pada prinsip-prinsip dasar sastra dan kritik sastra, baik secara umum, maupun berda- sarkan jenis sastra ter-tentu.”" Istilah sastra itu sendiri tidak memiliki definisi_ yang baku, sebab menurut Teew sebagaimana dikutip oleh At- mazaki, definisi-definisi_ yang dibuat terkadang hanya me- nekankan pada satu aspek karya sastra saja, atau hanya berlaku pada sastra tertentu, atau sebaliknya batasan yang dibuat terlalu luas dan long- gar, sehingga masuk ke da- lamnya hal-hal yang sebenar- nya bukan termasuk unsur sastra.% Namun demikian Al-Turas, Vol. XV No, 3, September 2009 ‘Sejarah, Teori, dan Aplikasi... Syauqi Dhaif, memberikan definisi sastra dengan ungka- pan (kalam) yang bagus (ba- ligh),® yang mampu meme- ngaruhi perasaan pembaca maupun pendengar, baik da- Jam bentuk puisi maupun pro- sa Berdasarkan definisi ter- sebut, Ibrahim Mahmud Khalil mengklasifikasikan sastra fe- minis (a/-adab al-nisd’) ke da- lam dua kategori. Pertama, sastra (puisi atau prosa) yang dibuat oleh penulis perempu- an yang mengilustrasikan pe- nilaian tentang dirinya sendiri, pandangannya terhadap laki- laki, serta keterkaitannya de- ngan laki-laki, atau yang men- ceritakan tentang pengalaman dan perjalanan hidup seorang perempuan, baik fisik maupun. mental, maupun problem per- sonal sebagai seorang perem- puan. Kedua, sastra (puisi atau prosa) yang ditulis laki- laki namun di dalamnya ada pembicaraan perempuan dan bagaimana ia memperlakukan perempuan dalam karyanya tersebut. Untuk menilai apakah sebuah karya sastra berpihak pada perempuan atau tidak maka dibutuhkan sebuah kri- 265 tik yang mengacu pada prin- sip-prinsip dasar feminisme, yang digunakan sebagai tolok ukur. Inilah yang dinamakan dengan kritik sastra feminis. Menurut Jenifer, kritik sastra feminis pada awal kemuncu- lannya (1960-1970) berpen- dapat bahwa_ laki-laki dan perempuan memiliki bebera- pa pandangan yang berbeda mengenai sastra, dan apa yang dianggap selama ini se- bagai sastra pada dasarnya hanyalah berdasarkan sudut pandang kaum pria.” Keter- kaitan sastra feminis dengan banyak aspek lainnya, mem- buat kritik sastra feminis tidak memiliki definisi tunggal dan baku. Banyak definisi_ kritik sastra feminis yang diberikan oleh para pakar. Masing-ma- sing definisi tergantung dari sudut pandang mana ia membidik perempuan dalam karya sastra. Ibrahim Mah- mud Khalil misalnya, ia men- definisikan kritik sastra feminis dengan sebuah kritik yang se- cara khusus mengkaji sejarah Pperempuan yang terdapat da- lam karya sastra. Kritik ini bertujuan guna mengungkap Pperbedaan perlakuan terha- dap perempuan dalam tradisi ‘Al-Turas, Vol. XV No. 3, September 2009 266 dan budaya di samping untuk mengungkap peranannya da- lam berkarya.”” Sedangkan menurut Showalter kritik sas- tra feminis yaitu studi sastra yang mengarahkan fokus ana- lisis kepada perempuan.” dames Romesburg da- lam Definitions of Feminist Literary Criticism, menyajikan tidak kurang dari limabelas definisi maupun pendapat tentang ‘kritik sastra feminis yang ia rangkum dari berba- gai pakar sastra feminis. Se- perti menurut Sheneka, kritik sastra feminis adalah suatu hal yang sangat menarik na- mun sulit untuk didefinisikan. Kritik sastra feminis menga- nalisis karya sastra orang lain namun ditinjau dari sudut pandang perempuan. Dalam setiap karya sastra, karakter perempuan biasanya ditam- pilkan secara kuat (strong pre- sence), baik karakter baik maupun buruk. Kritik sastra feminis menilai karakter dan sudut pandang pengarang pe- rempuan dan peranannya da- lam menciptakan suatu karya sastra. Untuk itu kritik sastra feminis adalah sebuah meto- de analisis sastra dengan cara mengkaji perempuan, peran ‘Sejarah, Teori, dan Aplikasi... dan kedudukannya dari balik karya sastra. Secara umum kajian ini bertujuan untuk mengkounter dan menentang, atau bahkan berupaya meng- hapus pemikiran, tradisi, bu- daya, dan ideologi patriarkhi, juga dominasi dan superio- ritas kaum Adam _ terhadap kaum Hawa baik dalam kon- teks pribadi maupun_publik dalam karya sastra.”” Kritik sastra feminis ada- lah sebuah kajian dengan ca- ta membaca tulisan, ideologi, serta kultur dengan perspektif yang berpusat pada perempu- an. Suatu kritik dinilai ber- perspektif feminis jika meng- Kritik disiplin yang ada, para- digma tradisional mengenai perempuan, peran sosial atau alamiah, atau dokumen-doku- men karya feminis lain dari sudut pandang perempuan.” Lisa Tuttle menyatakan bahwa kritik sastra feminis merupakan sebuah pertanya- an “pertanyaan baru terhadap teks-teks lama”. Adapun tuju- annya adalah : (1) untuk me= ngembangkan dan membuka tradisi menulis kaum perem- puan, (2) untuk menafsirkan simbol-simbol tulisan perem- puan, sehingga tidak terjadi Al-Turds, Vol. XV No. 3, September 2009 Sejarah, Teori, dan Aplitasi... kesalahan perspektif yang di- sebabkan sudut pandang ka- um pria, (3) mengungkap kar- ya-karya sastra lama, (4) me- nganalisis pengarang perem- puan dan karangannya de- ngan_ berdasarkan perspektif perempuan, (5) untuk menen- tang sexism (gendering) da- lam karya sastra, dan (6) un- tuk meningkatkan kewaspada- an atau perhatian terhadap bahasa dan style poli tik sek- sual.3! Dalam praktiknya, kritik sastra feminis tidak terbatas pada teks-teks yang ditulis dan dibaca perempuan, na- mun bagaimana perempuan diilustrasikan dalam buku, ba- gaimana bias jender, seks, secara umum telah ditentukan atau dipaksakan sebagai ka- um inferior untuk beberapa suara perempuan, rasial, etnik minoritas, penulis dan pemba- ca sastra yang gay dan lesbi- an. Macam-Macam Teori Kri- tik Sastra Feminis Dari uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kri- tik sastra feminis pada dasar- nya adalah perpanjangan ta- ngan dari gerakan feminisme. 267 Ada dua tujuan utama dari kritik ini, pertama mengkaji karya sastra yang ditulis oleh penulis-penulis perempuan di masa silam, dan yang kedua adalah untuk menampilkan citra perempuan dalam karya penulis-penulis pria yang me- nampilkan perempuan seba- gai makhluk inferior dalam budaya patrialkal. Dalam kritik sastra femi- nis, ada beberapa macam me- tode yang digunakan untuk menganalisis. Teori kritik sas- tra feminis yang paling ba- nyak digunakan adalah kritik ideologis. Kritik ini melibatkan perempuan sebagai pembaca atau dikenal dengan istilah reading as womer?® (memba- ca sebagai perempuan). Da- lam kritik ini yang menjadi pusat perhatian adalah citra serta steorotipe perempuan yang terkandung dalam karya sastra. Kritik ini juga diguna- kan untuk meneliti kesalahpa- haman tentang wanita, dan faktor penyebab mengapa pe- rempuan sering tidak diperhi- tungkan, bahkan nyaris dia- baikan dalam kritik sastra. Kri- tik ideologis ini dengan sendi- tinya berbeda dengan male critical theory atau teori kritik Al-Turaé, Vol. XV No. 3, September 2009 268 laki-laki yang merupakan sua- tu konsep kreativitas sastra, sejarah sastra, serta penafsiran sastra yang seluruhnya dida- sarkan pada pengalaman laki- laki yang disodorkan sebagai suatu teori semesta yang ber- laku secara universal. Kritik sastra feminis yang kedua adalah kritik yang seca- ra khusus mengkaji penulis- penulis perempuan. Dalam kritik ini, termasuk penelitian tentang sejarah karya sastra perempuan, gaya penulisan, tema, genre, dan struktur tuli- san perempuan. Di samping itu, dikaji juga kreativitas pe- nulis perempuan, profesi dan juga adat istiadat, tradisi dan budaya yang memengaruhi pola pikir penulis perempuan tersebut. Jenis kritik ini di- namakan dengan gynocritics yang berbeda dari kritik ideo- logis. Ginokritik bertujuan un- tuk mencari perbedaan antara tulisan laki-laki dan perem- puan. Ragam kritik ketiga ada- lah kritik sastra feminis sosialis atau disebut juga dengan kri- tik sastra feminis Marxis. Kritik ini digunakan untuk meneliti tokoh-tokoh perempuan yang terdapat dalam sastra ditinjau ‘Sejarah, Teori, dan Aplikasi... dari sudut pandang sosialis, yakni berdasarkan kelas-kelas dalam masyarakat. Menurut teori ini, perempuan dimasuk- kan ke dalam kubu rumah yang kehidupannya hanya ada dalam lingkungan rumah, sedangkan laki-laki menguasai kubu umum, yaitu lingkungan dan kehidupan di luar rumah: Kritik sastra feminis-sosialis ini berupaya menunjukkan bah- wa tokoh-tokoh perempuan dalam karya sastra lama ada- lah manusia-manusia yang tertindas, yang tenaganya di- manfaatkan untuk kepenti- ngan kaum laki-laki tanpa me- miliki hak untuk menerima imbalan. Kritik sastra feminis lain- nya adalah kritik sastra femi- nis-psikoanalitik. Kritik ini di- terapkan pada tulisan-tulisan perempuan yang dianggap se- bagai cermin kepribadian pe- nulisnya. Ragam kritik ini ber- awal dari penolakan kaum feminis terhadap _ teori-teori Sigmund Freud yang menya- takan bahwa perempuan iri pada laki-laki karena tidak memiliki penis (penis-envy). Lalu perempuan melahirkan bayi yang kemudian dianggap sebagai pengganti penis yang ‘Al-Turaé, Vol. XV No. 3, September 2009 Sejarah, Teori, dan Aplikasi... dirawat dan diasuh dengan penuh kasih sayang. Maka se- cara natural, perempuan ber- sifat affective (penyayang), emphatic (ikut merasakan pe- rasaan orang lain), dan nurtu- rant (peduli), Bagi kau femi- nis, perempuan tidaklah iri pada penis yang dimiliki ka- um laki-laki, namun pada ke- kuasaan yang mereka miliki. Selain itu, karakter yang mele- kat pada perempuan, bukan- lah sesuatu yang bersifat ala- mi, bukan pula takdir, sebab karakter tersebut dibentuk oleh lingkungannya, yaitu ma- syarakat patrialkal. Ragam kritik sastra femi- nis yang kelima adalah kritik sastra feminis-ras atau kritik sastra feminis etnik. Kaum fe- minis-etnik di AS mengang- gap dirinya berbeda dari ka- um feminis kulit putih. Mereka bukan saja mengalami diskri- minasi seksual dari kaum laki- laki kulit putih dan kulit hitam, tetapi juga diskriminasi rasial dari kelompok mayoritas kulit putih baik laki-laki maupun perempuan. Corak kritik sastra femi- nis yang terakhir adalah kritik sastra feminis lesbian. Jenis kritik ini menekankan kajian 269 pada penulis dan tokoh pe- rempuan yang bersifat indivi- dual. Karena berbagai faktor, kritik jenis ini masih terbatas kajiannya. Pertama, para fe- minis rupanya kurang menyu- kai kelompok perempuan ho- moseksual, dan memandang mereka sebagai kelompok fe- minis radikal. Kedua, tulisan- tulisan tentang perempuan bermunculan pada awal ta- hun 1970-an, sedangkan jur- nal-jurnal kajian wanita untuk kurun waktu yang cukup pan- jang tidak memuat tulisan ten- tang lesbianisme. Ketiga, ka- um lesbian sendiri belum me- nemukan kesepakatan ten- tang definisi lesbianisme. Ke- empat, banyak kendala yang dihadapi oleh kritikus sastra lesbian. Sikap antipati para fe- minis dan masyarakat misogi- ni® terhadap kaum lesbian, membuat penulis lesbian ter- paksa menulis dunia lesbian dalam bahasa yang terselu- bung, menggunakan simbol- simbol, serta menyensor diri- nya sendiri. Bagi penulis les: bian, menulis secara terang- terangan berarti mengundang problem dan konflik.* Al-Turas, Vol. XV No. 3, September 2009 270 Teori Analisis dan Fokus Kajian Menurut Soenarjati, kri- tik sastra feminis pada dasar- nya bisa diaplikasikan pada semua karya sastra baik prosa maupun puisi, asalkan yang di dalamnya menampilkan to- koh perempuan. Pendekatan igt akan lebih mudah bila dikaitkan dengan tokoh laki- laki. Sebagai langkah awal pe- nelitian, tokoh perempuan yang ada dalam karya sastra tersebut diidentifikasi__ untuk diketahui kedudukannya da- lam masyarakat. Sebagai con- toh, jika ia kedudukannya se- bagai seorang istri atau ibu, maka dalam masyarakat tradi- sional ia dianggap sebagai ke- las inferior atau lebih rendah daripada kedudukan seorang laki-laki, karena tradisi meng- hendaki dia berperan sebagai orang yang hanya mengurus rumah tangga dan tidak layak untuk mencari nafkah sendiri. Biasanya tokoh seperti ini me- miliki_ ciri-ciri Victoria® yang ditentang kaum feminis. Bila langkah pertama terfokus pada tokoh perem- puan, langkah kedua difokus- kan pada tokoh laki-laki yang memiliki hubungan dengan Sejarah, Teori, dan Aplikasi. tokoh perempuan yang se- dang diamati. Hal ini perlu dilakukan oleh karena peneliti tidak akan memperoleh gam- baran lengkap tentang tokoh perempuan tanpa memperha- tikan tokoh-tokoh lainnya. Ka- jian ini biasa dilakukan dalam jender. Langkah terakhir adalah mengamati sikap penulis kar- ya sastra yang sedang dikaji apakah ia seorang laki-laki atau perempuan. Bagaimana seorang laki-laki memandang sosok perempuan dan bagai- mana pula ia menggambar- kannya, apakah ia meman- dang perempuan sebagai makhluk yang lemah, tidak berharga, selalu bergantung pada laki-laki ataukah sebalik- nya. Bila penulis itu adalah seorang perempuan, maka yang ditelusuri adalah bagai- mana ia mengekspresikan pe- rasaannya di dalam karya sas- tra tersebut, apakah ia seo- rang yang tegar, mandiri, pe- nuh percaya diri atau mung- kin sebaliknya.** Sedangkan menurut En- draswara, dasar pemikiran da- lam penelitian sastra feminis adalah upaya pemahaman kedudukan dan peran perem- Al-Turdé, Vol. XV No. 3, September 2009 Sejarah, Teori, dan Aplikasi... puan sebagaimana tercermin dalam karya sastra. Peran dan kedudukan perempuan terse- but akan menjadi sentral pem- bahasan penelitian sastra. De- ngan demikian peneliti akan terfokus pada dominasi laki- laki atas gerakan perempuan. Untuk itu Endraswara cende- rung melakukan _ penelitian melalui pendekatan studi do- minasi. Melalui studi dominasi tersebut, peneliti dapat mem- fokuskan kajian pada; kedu- dukan dan peran tokoh pe- rempuan dalam sastra, keter- tinggalan kaum perempuan dalam segala aspek kehidu- Pan, atau memperhatikan fak- tor pembaca sastra, khusus- nya bagaimana_tanggapan pembaca terhadap emansipa- si perempuan dalam sastra.2” Adapun sasaran penting dalam andlisis feminisme sas- tra, sedapat mungkin berhu- bungan dengan hal-hal beri- kut: (1) Mengungkap karya- karya penulis perempuan ma- sa lalu dan masa kini agar jelas citra perempuan yang merasa ditekan oleh tradisi. Dominasi budaya patriarkhal harus terungkap secara jelas dalam analisis. (2) Mengung- kap berbagai tekanan pada 271 tokoh perempuan dalam kar- ya yang ditulis oleh penga- tang laki-laki. (3) Mengung- kap ideologi pengarang pe- rempuan dan pria, bagaimana mereka memandang diri sen- diri dalam kehidupan nyata. (4) Mengkaji dari aspek gino- kritik, yakni memahami bagai- mana proses kreatif kaum fe- minis. Apakah penulis perem- puan memiliki kekhasan da- lam gaya dan ekspresi atau tidak. (5) Mengungkap aspek psikoanalisis feminis, yaitu mengapa perempuan, baik to- koh maupun pengarang, lebih suka pada hal-hal yang halus, emosional, penuh kasih sa- yang, dan sebagainya.* De- mikian beberapa di antara obyek analisis dalam kritik sastra feminis. Hubungan Kritik Sastra Feminis dengan Ilmu-Ilmu Lainnya Menurut Sugihastuti, kri- tik sastra feminis berbeda de- ngan Kritik-kritik yang lain, kri- tik sastra feminis berkembang dari berbagai sumber. Untuk itu, diperlukan wawasan yang luas tentang segala hal yang berkaitan dengan perempuan. Bantuan disiplin ilmu lain se- Al-Turds. Vol. KV No. 3, September 2009 272 perti sejarah, psikologi, antro- pologi, dan lain-lain mutlak diperlukan, di samping teori dan ilmu sastra yang diperlu- kan. Linguistik, psikoanalisis, Marxisme, dan dekonstruksio- nisme, menyajikan bantuan terhadap kritik feminis dalam rangkaian analisis.° Kritik sastra feminis yang diartikan dengan reading as women, berpandangan bah- wa kritik ini tidak mencari me- todologi atau model konsep- tual tunggal, tetapi sebaliknya bersifat pluralis, baik dalam teori maupun praktiknya. Un- tuk itu, kritik ini menggunakan kebebasan dalam metodologi maupun pendekatannya, dise- suaikan dengan tujuan dari penelitian.” Bidang ilmu yang sangat dekat dengan kritik sastra feminis salah satunya adalah sosiologi. Menurut Tim Curry, konstruksi jender yang terjadi dalam sistem sosial masyara- kat adalah salah satu problem sosiologi yang mengakibatkan terjadinya marginalisasi terha- dap perempuan. Menurut teo- ti konflik yang ia kemukakan, tidak adanya persamaan an- tara laki-laki dan perempuan disebabkan oleh lemahnya Sefarah, Teori, dan Aplikasi. posisi wanita dalam sistem stratifikasi sosial."* Di sisi lain, sastra menu- rut Atar Semi sebagaimana halnya sosiologi, ia berurusan dengan manusia, bahkan ia adalah karya cipta manusia yang mencerminkan kehidu- pan manusia itu sendiri. Sas- tra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya, sedang- kan bahasa pada hakikatnya adalah ciptaan sosial yang menampilkan gambaran kehi- dupan. Oleh karena itu, sosio- logi dan sastra pada dasarnya memperjuangkan hal yang sa- ma, kedua-duanya berkutat dengan masalah-masalah so- sial, ekonomi, maupun politik. Untuk itu, Atar Semi meng- gambarkan hubungan antara sastra, masyarakat, dan kebu- dayaan sebagai berikut: Perta- ma, bahwa sastra adalah cer- min dari sistem sosial yang ada dalam masyarakat, sistem kekerabatan, sistem ekonomi, sistem politik, sistem pendidi- kan, dan sistem kepercayaan yang terdapat dalam masya- rakat yang bersangkutan. Ae- dua, bahwa sastra adalah cer- min dari sistem ide dan sistem nilai, serta gambaran tentang Al-Turd, Vol. KV No. 3, September 2009 Sefarah, Teor, dan Aplikasi... apa yang dikehendaki dan apa yang ditolak oleh masya- rakat.*? Pendekatan terhadap sastra dengan mempertim- bangkan aspek-aspek kema- . syarakatan ini, oleh beberapa pakar disebut dengan sosio- logi sastra. Istilah ini pada ha- kikatnya tidak berbeda de- ngan sosiosastra atau pende- katan sosiokultural terhadap sastra.** Sosiologi sastra meru- pakan bagian mutlak dari sebuah kritik sastra, terutama kritik yang secara khusus mengkaji fenomena-fenome- na sosial yang terjadi dalam masyarakat yang terdapat da- lam sebuah karya sastra. Sebagai contoh apa yang diungkapkan J. Waluyo, bahwa dalam menafsirkan se- buah puisi tidak terlepas dari faktor genetik puisi. Faktor genetik tersebut dapat mem- bantu. memperjelas makna yang dilatarbelakangi oleh ke- budayaan khas penyair. Un- sur genetik tersebut adalah penyair itu sendiri dan kenya- taan sejarah yang melingku- pinya.“ Hal ini membuktikan bahwa kondisi sosiologis seo- yang penyair sangat meme- ngaruhi karya sastra yang ia ciptakan, 273 Perlakuan dan panda- ngan masyarakat terhadap perempuan yang terdapat da- lam karya sastra, serta bagai- mana perempuan menggam- barkan perlakuan dan panda- ngan mereka terhadap dirinya dalam karya sastra, pada ha- kikatnya adalah bagian dari kajian sosiologi sastra. Namun demikian, karena mengkaji perempuan secara khusus de- ngan mengacu pada prinsip- prinsip dasar feminisme, maka kajian ini secara khusus dise- but dengan kritik sastra femi- nis. Berdasarkan hal tersebut, tampak jelas bahwa ada ika- tan yang sangat kuat antara sastra, sosiologi, dan kritik sastra feminis. Selain itu, baik sosiologi sastra maupun kritik sastra feminis, keduanya diil- hami oleh teori-teori Marxis. Selain sosiologi, ilmu la- in yang sangat lekat dengan kritik sastra feminis adalah il- mu bahasa itu sendiri. Hal ini sebagaimana _diungkapkan Panuti Sudjiman bahwa baha- sa adalah medium karya sas- tra yang tidak dapat diabai- kan, sebab karya sastra pada hakikatnya adalah bahasa.** Sedangkan Teew menyatakan bahwa sastra adalah penggu- Al-Turéé, Vol. XV No. 3, September 2009 274 naan bahasa yang khas yang hanya dapat dipahami de- ngan pengertian atau konsep- si bahasa yang tepat. Untuk itu menurut Teew dalam me- nganalisis dan memberi mak- na sebuah teks sastra, selain diperlukan kode budaya dan kode sastra, juga diperlukan pengetahuan tentang kode bahasa.“* Bahasa merupakan fondasi semua budaya. Baha- sa merupakan sistem arti kata yang bersifat abstrak dan menjadi simbol seluruh aspek kebudayaan. Bahasa dapat berbentuk lisan, tulis”’, angka- angka, simbol, gerak, dan isyarat, maupun ekspresi lain- nya yang bersifat nonverbal.® Menurut Edward Sapir, baha- sa adalah bentuk jasmani (materia) atau medium dari sebuah karya sastra.” Syair ialah ungkapan (alam) yang terikat, baik dari segi aranse- men, jenis, wazn, maupun ga- fiyalmya, di samping unsur imajinasi yang digunakan un- tuk mengilustrasikan ide dan pikiran penyair. Kalam pada hakikatnya adalah bahasa. Apa yang diungkapkan oleh para ahli bahasa dan sastra tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan erat an- Sejarsh, Teori, dan Aplikasi... tara kritik sastra dengan lingu- istik. Untuk menjembatani ke- duanya menurut Panuti Su- djiman diperlukan stilistika ka- rena ilmu ini mengkaji waca- na sastra dengan orientasi linguistik.' Dalam kajian sas- tra Arab yang dimaksud de- ngan stilistika adalah ilmu balaghah. Pusat perhatian ke: duanya adalah sama yaitu gaya bahasa (style/usiub). Ga- ya bahasa adalah cara yang digunakan untuk menyatakan maksud dengan mengguna- kan bahasa sebagai sarana- nya. Berdasarkan hal terse- but, dapat disimpulkan bahwa kritik sastra feminis pada da- sarnya bukanlah sebuah disi- plin ilmu yang berdiri sendiri, namun memiliki hubungan yang sangat erat dengan ilmu- ilmu lainnya. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kritik sastra feminis adalah kajian tentang perem- puan yang terdapat dalam karya sastra. Disiplin ini pada hakikatnya adalah perpanja- ngan tangan dari gerakan fe- minisme. Oleh sebab itu, ilmu ini bukanlah kajian sastra Al-Turdé, Vol. XV No. 3, September 2009 mumi, namun masuk dalam kajian sosiologi, sehingga ilmu ini tidak memiliki konseptual tunggal, akan tetapi_terkait erat dengan ilmu-ilmu lainnya seperti ilmu sosial, bahasa, dan sebagainya. Catatan Akhir: 1, Soenarjati Djayanegara, Kritik Feminis, Jakarta, Gra- media Pustaka Utama, 2003, Cet. Ke-2, h. 1-2. 2. Pengaruh sosial budaya terha- dap cipta karya sastra bertumpu pada ajaran Karl Marx dan Le- nin yang dikenal dengan kon- sep teori pertentangan kelas atau sosialisme komunis. Bagi Marx, setiap zaman pada suatu bangsa selalu terdapat pertenta- ngan kelas. Kelas atas adalah kaum bangsawan atau borjuis, sementara kelas bawah adalah rakyat jelata atau proletar. Da- lam bidang ekonomi, masyara- kat kelas bawah menentukan kehidupan kelas atas.Antara ke- las atas dan bawah selalu terjadi perlawanan. Sejarah memperli- hatkan bahwa kelas bawah ber- usaha memperjuangkan agar kelas-kelas tersebut dihilangkan, sehingga suatu saat tidak terda- pat lagi kelas-kelas dalam ma- syarakat. Dengan demikian se- mua manusia menjadi sama status sosialnya, tidak ada kelas borjuis dan tidak ada kelas pro- letar. Landasan inilah yang ke- mudian dijadikan sebagai lan- dasan berpikir kaum feminis, di ee 275 mana mereka menganggap pe- tempuan sebagai kelas proletar, sementara kaum pria adalah ke- las borjuis yang selalu menindas proletar. Atmazaki, imu Sastra; Teori dan Terapan, Padang, Angkasa Raya, 1990, h. 45. Soenarjati Djayanegara, op. cit. h 2-4, ‘Adam Kuper dan Jessica Kuper, Ensiklopedi_ Imu-ilmu Sosiah Jakarta, PT Raja Grafindo, 2000, h. 354. Soenarjati Djayanegara, op. cit, h. 4-18 Ahmad Id, a/-Nagd al-Nisdwi Zahirah Taruddu ala thmal Ib- dé ah al-Riwayah al-Arabiyyah, (culture@albayan.co.ae), Ahad, 21 dJumada al-Akhirah 1422 H/9 September 2001, edisi 87. . Maggie Humm, Ensiklopedia Feminisme, terj. Mandi Rahayu, Yogyakarta, Fajar Pustaka Ba: ru, 2002, Cet. Ke-1, h. 83, Heryanto(1986:37) Tineke Hellwig, In The Shadow of Change, Jakarta, Desantara, 2003, h. 7. ). Ahmad Id, /oc. cit. . Maggie Humm, op. cit, h. 158. . Ibid, h. 421. Menurut konsep jender, jenis kelamin dan jender adalah dua hal yang berbeda. Setiap orang lahir sebagai laki-laki dan pe- rempuan, namun setiap kebu- dayaan memiliki cara pandang tersendiri dalam menilai laki-laki dan perempuan,serta cara mem berikan mereka peran. Semua proses ‘pengamasan’ sosial dan budaya yang dilakukan terha- dap perempuan dan laki-laki se- jak lahir itulah yang dinamakan dengan penjenderan/gendering. Al-Turds, Vol. XV No. 3, September 2009 14. 15. 16. 17. 18. 19. Max 20. 21. 22. 23, 24. 25. va “eon, tani Ack Kamla Bhasin, ¢ fer shami Gen- der, Jakarta, ‘Teplok Press, 2001, h. 1-2. Ibid. Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yo: vakarta, Pustaka Pelajar, 2008, h.8. Sugihastuti, Wanita di Mata Wa- nita;Perspektif Sajak-Sajak Toe- ti Heraty, Bandung, Nuansa, 2000, h. 37. Ibid. Adam Kuper & Jessica Kuper, @. cit, h. 354, ggie Humm, op. cit., h. 158. Atar’Semi Kitt Sastra, Bar dung, Angkasa, 1989, h Ahmad al-Syayib, Usil al-Nagd ‘alAdabi, tth, Maltabah al-Nah- dhah al-Mistiyah, 1964, Cet. Ke-7, h. 16. Atmazaki, op. cit., h. 16. Istilah baligh dalam sastra Arab biasanya mengacu pada makna fasih dan juga sesuai dengan situasi dan kondisi. Syaugi Dhaif, Tankh al-Adab al-Arabi, Cairo, tp, 1960, h. 10. Ibrahim Mahmud Khalil, a/- Nagd al-Adabi al-Hadis; min al- Muhakah ila al-Tafkik, Oman, Dar al-Masirah, 1424 1/2003 M, Cet. Ke-1, h. 134-135. Lihat Yusuf Izzuddin, Fi al-Adab al- Arabi al-Hadis: Bubs wa Ma- galt Naqdiyah, Riyad, Dar al- Ulum, 1401 H/1981 M, Cet. Ke- 3, h. 261. Bandingkan pengerti- an al-adab al-nisai (sastra femi- nis) di atas dengan a/-sahéfah al-nisa'iyah (media _ feminis) yang digambarkan Faruq Abu Zaid sebagaimana dikutip Rida Abdul Wahid, bahwa yang di- maksud dengan a/-sahdfah al- 26. 27. 28. . James Romesburg, Joc. cit. 31. 32. nisé'ah~menurutnya adalah media yang menyajikan secara khusus berbagai _problematika perempuan dan eksistensinya dalam semua aspek kehidupan, baik yang disajikan oleh perem- puan itu sendiri maupun oleh laki-laki, dan bukan media yang dikelola perempuan, namun menyajikan problematika secara umum. Untuk itu Najwa Kamil membedakan media feminis ke dalam dua kategori, yaitu ma- jallah taglidiyahl womens maga- zines yang di dalamnya membi- carakan tentang makanan, ke- luarga, fashion, dan furniture. Dan yang kedua adalah maja/- Jah ghair taglidivab/leminist ma- gazines (majalah feminis), yang di dalamnya _membicarakan tentang hal-hal yang ada hu- bungannya dengan gerakan pe- rempuan (feminisme).Ja’far Ab- dul Salam (ed), Sirah a/-Mar'ah fi al-I'lém, Cairo, Rabita al-Ja- mi'ah al-Islamiyah, 1427 H/ 2006 M, h. 107-108. dames Romesburg, Definitions of Feminist Literary Criticism, {hubcap.clemson.edu/~sparhif/ c/flitcrit,html),link update in July 2003. Ibrahim Mahmud Khalil, cit., h. 135. Sugihastuti, op. cit., h. 37. op. Maggie Humm, op. cit, h. 84. dames Romesburg, /oc. cit. Konsep reading as women yang diperkenalkan Culler digunakan untuk membongkar praduga dan ideologi kekuasaan laki-laki yang androsentris atau pattial- khal, yang hingga kini diasumsi- kan'menguasa} penulisan dan Al-Turds, Vol. XV No. 3, September 2009 34. 7 a 36. 3 8 39. 40. 41. 42. 43. 45. ‘Sejarah, Teori, dan Aplikasi.. pembacaan dalam dunia sastra. Sugihastuti, op. cit, h. 37. Kebencian tethadap kaum pe- rempuan. Keterangan lengkap mengenai macam-macam teori kritik sas- tra feminis, Soenarjati Djayane- gara, op. cit, h. 28-36. . Istilah Victoria diambil para fe- minis dari tradisi_perempuan Inggris, tradisi yang dicetuskan ratu Victoria yang mengharus- kan perempuan menjaga kehor- matan dan kemurnian mereka, bersikap pasif dan menyerah, rajin mengurus keluarga, atau dengan kata lain hanya mengu- rus kepentingan domestik sema- ta. Soenarjati Djayanegara, op cit. h. 5. Soenarjati Djayanegara, op. cit. h. 51-54 Suwardi Endrasiswara, Metodo- Jogi Penelitian Sastra; Epistemo- logi Model, Teori, dan Aplikasi, Yogyakarta, Pustaka Widyata- ma, 2003, h. 146. Ibid. Sugihastuti, op. cit, h. 8. Ibid, b. 10. Soenarjati Djayanegara, op. cit, has Atar Semi, op. cit, h. 52-56. Sapardi Djoko Damono, Sosio- ogi Sastra, Jakarta, Pusat Pem- binaan dan Pengembangan Ba- hasa_ Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984, h. 2. Herman J. Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, ttp, Erlangga, 1995, h. 28-29. Panuti Sudjiman, Bunga Ram- pai Stilistika, Jakarta, Pustaka Utama Grafiti, 1993, h. 1-2, di- kutip Sugihastuti Suharto, op. cit., h. 55. 277 46. Soenarjati Djayanegara, op. cit, i 47. Sudamo dan Eman A. Rahman, membagi tulisan ke dalam dua kategori, yaitu ideografi dan fo- nografi. Tulisan ideografi adalah tulisan yang melambangkan ide atau pengertian, bukan melam- bangkan ucapan seperti tulisan Cina. Sedangkan fonografi ada- lah tulisan yang melambangkan suara dan ucapan (lafal). Su- darno dan Eman A. Rahman, Terampil Berbahasa Indonesia, Jakarta, PT Hikmat Syahid In- dah, tth, h. 12-14. 48. Richard T. Schaefer, Sociology, New York: McGraw-Hill, 2003, h. 66. Sudarno dan Eman A. Rahman, op. cit, h. 1. dan 11. 49. Edward Sapir, Language, ttp. tp, tth, h. 222, 50. Tim Penulis (Lajnah), al-Mdjaz fi al-Adab al-Arabi wa Tarikhihi: al-Adab al-Jahili, Lebanon, Dar al-Ma'arif, 1962, h. 5. . Panuti Sudjiman, op. cit, h. 13, dikutip Sugihastuti, op. cit, h. 56. 52. Ibid. 5: Daftar Pustaka al-Syayib, Ahmad, Usii/ al-Nagd al- Adabi, th, Maktabah al-Nah- dhah al-Misriyah, 1964, Cet. Ke-7, Atmazaki, fimu Sastra; Teori dan Terapan, Padang, Angkasa Raya, 1990. Bhasin, Kamla, Memahami Gender, Jakarta, Teplok Press, 2001. Damono, Sapardi Djoko, Sosiologi . Jakarta, Pusat Pembi- naan dan Pengembangan Al-Turds, Vol. XV No. 3, Septeinber 2009 278 Bahasa Departemen Pendidi- kan dan Kebudayaan, 1984. Dhaif, Syaucl Tank atAdeb al- Cairo, tp, 1960. Djayanegara, Soenarjati, Aritik Sas- tra Feminis, Jakarta, Grame- dia Pustaka Utama, 2003, Cet. Ke-2. Endrasiswara, Suwardi, Metodologi Penelitian Sastra; Epistemo- Jogi Model, Teori, dan Aplika- si, Yogyakarta, Pustaka Wi- dyatama, 2003, Fakih, Mansour, Analisis Gender dan Transformasi _Sosial, Youyahara, Pustaka Pelajar, Hellwig Tineke, In The Shadow of Change, Jakarta, Desantara, 2003. Humm, Maggie, Ensiklopedia Femi- nisme, ter. Mundi Rahayu, Yogyakarta, Fajar Pustaka Baru, 2002, Cet. Ke-1 Id, Ahmad, a/-Nagd al-Nisdwi Za- Airah Taraddu ala thmal Ib- di‘ah al-Riwayah al-Arabiy- yah, (culture@albayan.co.ae), Ahad, 21 Jumada al-Akhirah 1422 H/9 September 2001, edisi 87. Izzuddin, Yusuf, Fi al-Adab al-Arabi al-Hadis: Bubs wa Magélit Naqdiyah, Riyad, Dar al- Ulum, 1401 H/1981 M, Cet. 3. Ibrahim Mahmud, a/-Nagd al-Adabi al-Hadls; min al- Muhdakah ila al-Tatkik, Oman, Dar al-Masirah, 1424 H/2003 Ke-1. Khalil, Sejarah. Teori, dan Aplikasi... Kuper, Adam dan Jessica Kuper, Ensiklopedi Imu-ilmu Sosial, Jakarta, PT Raja Grafindo, 2000. Romesburg, James, Definitions of Feminist Literary Criticism, (hubcap.clemson.edu/~spark MicHfitcrit,ntmn), link update in duly 2003. Salam; daffar Abdul (ed), Sirah al- ‘Mar‘ah fi al-l'lam, Cairo, Ra- bitah al-Jami'ah al-lslamiyah, 1427 H/2006 M. Sapir, Edward, Language, tip, tp, tth. Schaefer, Richard T., Sociology, NewYork,McGraw-Hill, 2003. Semi, Atar, Aritik Sastra, Bandung, Angkasa, 1989. Sudamo dan Eman A. Rahman, Te- rampil Berbahasa Indonesia, Jakarta, PT Hikmat Syahid Indah, tth. Sudjiman, Panuti, Bunga Rampai Stilistika, Jakarta, Pustaka Utama Grafiti, 1993. Sugihastuti, Wanita di Mata Wa- nita; Perspektif Sajak-Sajak Toeti Heraty, Bandung, Nu- ansa, 2000. Tim Penulis (Lajnah), a/-Mijaz fi al- Adab al-Arabi wa Tarikhihi; al-Adab alvéhili, Lebanon, Dar al-Ma’arif, 1962. Waluyo, Herman J., Teor’ dan Apresiasi Puisi, ttp, Erlangga, 1995, ‘Al-Turaé, Vol. XV No. 3, September 2009

You might also like