You are on page 1of 78
‘VISIT "Menjadi Program Studi Terdepan Dalam Menghasilkan Ahli Madya Farmasi Yang Unggul ‘Sebagai Teknisi Farmasi Klinis Dan Komunitas Pada Tahun 2019". MISI 1. Menyelenggarakan pendidikan Dill Farmasi yang kompeten sebagai Teknisi Farmasi Klinik dan Komunitas. 2. Mengembangkan penelitian yang, berkualitas di bidang kefarmasian. 3. Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di bidang kefarmasian, 4. Membuat jejaring kemitraan dengan institusi lain dalam mendukung Tridharma Perguruan Tinggi. 5. Memuputk jiwa kewirausahaan di bidang kefarmasian. Obat Asma Hai sejawat AA ‘Asyik deh selesai belajar antihistamin ya. Mari kita lanjutkan ke obat-obat asma Bronkhokontriksi yang terjadi pada serangan asma dapat diredakan melalui pemakaian agonis By-adrenergik, antikolinergik serta derivate xanthin yang menyebabkan bronkhodilatasi; antialergi, antihistamin, kortikosteroid, mukolitik, dan zat antileukotrien. Bab 7 kegiatan 2 juga membahas tentang obat batuk karena batuk merupakan salah satu mekanisme perlindungan tubuh untuk mengeluarkan zat yang tidak diinginkan (dahak). Sebagai pengantar dibahas dulu bermacam penyakit gangguan pernapasan sehingga dapat Jelas ke mana obat akan bekerja. A. GANGGUAN VENTILAS! (ASMA BRONCHIAL, BRONKHITIS KRONIS, EMFISEMA PARU) Istilah Chronic Aspesific Respiratory Affections (CARA) mencakup semua penyakit saluran napas yang bercirikan penyumbatan (obstruksi) bronchi disertai pengembangan mukosa (udema) dan sekresi dahak (sputum) berlebihan, Penyakit-penyakit tersebut meliputi berbagal bentuk penyakit beserta peralihannya yakni asma, bronchitis kronis dan emfisema paru yang gejala klinisnya saling menutupi. Gejala terpentingnya antara lain sesak hapas saat mengeluarkan tenaga atau selama istirahat dan/atau sebagal serangan akut, juga batuk kronis dengan pengeluaran dahak kental Karena gangguan tersebut mempunyai mekanisme pathofisiologi yang berbeda sehingga membutuhkan penanganan yang tidak sama. Maka dilakukan pemisahan antara ‘asma dan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) yang terdiri dari bronchitis kronis dan emfisema. Dalam praktik, pembedaan ini sering tidak mudah dilakukan namun sebetulnya memiliki konsekwensi langsung untuk cara pengobatan. Asma adalah steroidresponsif, artinya keadaan dapat diperbaiki dengan terapi kartison, terutama karena dasar dari penyakit ini adalah proses peradangan eosinophil. Penggunaan steroid inhalast tidak memengaruhi fungsi_paru walau jangka waktu pemburukan dari gejalanya (exacerbatio) dapat berkurang. Penyumbatan bronci dengan sesak napas yang merupakan sebab utama asma dan COPD, diperkirakan terjadi menurut mekanisme berikut, yaitu berdasarkan hiperreoktivitas bronchi (HRB), reaksi alergi (Reaksi alergi sudah dibahas pada Bab 7 KB 1) atau infeksi saluran napas. Hiperreaktivitas bronchi (HRB), terdapat pada semua penderita asma dan COPD. HRB adalah meningkatnya kepekaan bronchi, dibandingkan saluran napas normal, terhadap zat- zat merangsang spesifik dan tak-spesifik (stimuli) yang dihisap dari udara atau lingkungan. HRB aspesifik selalu timbul bersamaan reaksi peradangan di saluran napas. Stimuli, Ikatan stimuli pada reseptor sensoris di selaput lendir dan otot, serta/atau stimulasi dari sistem kolinergis maka terjadi suatu reaksi kejang dengan obstruksi (penyumbatan) umum pada saluran napas. Ada beberapa jenis stimuli, yaitu rangsangan: 1. fisis: perubahan suhu, dingin dan kabut; 2. _kimiawi; polusi udara (gas-gas pembuangan, sulfurdioksida, ozon, asap rokok); 3. fisik: exertion, hiperventilasi; 4. psikis: emosi dan stress; 5. farmakologis: histamine, serotonin, asetilkolin, beta-blockers, asetosal, dan NSAIDs lainnya, termasuk histamine liberators, seperti marfin, kodein, klordiazepoksida, dan polimiksin. Infeksi saluran pernapasan dapat menyebabkan gejala radang dengan perubahan di selaput lendir yang pada pasien asma dan COPD memperkuat HRB dan bronkhokontriksi serta mempermudah penetrasi allergen. Nah kira-kira sejawat dapat membedakan kenapa dulu disebut CARA dan sekarang ada lah COPD? ‘Asma (Asthma bronchiale) Asma atau bengekadalah suatu penyakit alergi yang bercirikan peradangan steril kronis, yang disertai dengan sesak nafas akut secara berkala, mudah sengal-sengal dan batuk (dengan bunyi khas), udem dinding bronkhus dan hipersekresi dahak yang biasanya lebih parah pada malam hari dan meningkatnya HRB terhadap rangsangan alergis maupun non- alergis. Terdapat factor genetis dan factor lingkungan yang berperan terhadap timbulnya gejala-gejala tersebut. Berlainan dengan COPD, obstruksi saluran napas pada asma umumnya bersifat reversible, serangan berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam, diantara dua serangan, pasien tidak menunjukkan gejala apapun. Status asthmaticus adalah serangan asma hebat, bertahan lebih dari 24 jam, takhikardia dan tak bisa berbicara lancar karena nafas tersengal-sengal ‘Asma alergikpada umumnya sudah dimulai sejak kanak-kanak, didahulul gejata alergl lain khususnya eksim, faktor keturunan dan konstitusi tubuh berperanan pada terjadinya asma ini (lihat Bab 7 KB 1). Pasien asma memiliki kepekaan terhadap infeksi saluran napas, kebanyakan terhadap virus yang berakibat peradangan bronchi yang juga menimbulkan serangan asma, Bronchitis asmatis demikian biasanya menyerang manula, Penyebab: 1, Peradangan steril krenis dari sal pernafasan dengan mast-cells dan granulosit ‘eosinophil sebagai pemeran penting. 2. HRB terhadap berbagai stimuli: allergen (poleen, spora jamur, partikel tinja dari tungau), zat perangsang (debu, asap rokok, hawa dingin), emosi, kelelahan, infeksi virus (rhinovirus, virus para-influenza) serta obat-obat tertentu (asetasal, B-blockers, NSAIDs), bahan kimia ditempat kerja (occupational asthma). 3. Pada serangan hebat, penyaluran udara dan oksigen ke darah menjadi sedemikian lemah, sehingga penderita membiru kulitnya (cyanosis). Sebaliknya pengeluaran napas dipersulit dengan meningkatnya kadar CO2 dalam darah, yang memperkuat perasaan engap dan kecemasan Peranan leukosit. Makrofag dan limfosit banyak terdapat di membrane mukosa saluran napas. Makrofag: berperanan penting dalam pengikatan pertama allergen dan “penyajiannya” kepada limfosit, dapat melepaskan mediator peradangan (prostaglandin, tromboksan, leukotriene dan platelet activating factor/PAF). PAF dan LTB4 berdaya menstimulir kemotaksis yang menarik granulosit ke tempat peradangan T-helper cells (melepaskan sitokinnya, antara lain interleukin IL-3 dan IL-5, yang mungkin berperan CD44) penting pada migrasi dan aktivasi mast-cells dan granulosit. IL-4 mendorong limfosit-B untuk membentuk IgE. Aktivitas makrofag dan limfosit tersebut dihambat oleh kortikosteroida, tetapi tidak oleh adrenergika. Mast-cells. Pada penderita asma mast-cells bertambah banyak di sel-sel epitel serta mukosa dan melepaskan mediator vasoaktif kuat (histamine, serotonin dan bradikinin) yang mencetuskan reaksi asma akut, dikuti pembentukan prostaglandin dan leukotriene. Pada waktu udara dingin, pelat darah bias menggumpal yang berakibat terbentuknya IgE (atau IgM). Gambar 7.2.1 menunjukan fisik dari normal (kiri) yang lebar dan ototnya relaksasi serta bronchus asmatis (kanan) yang sempit dan ototnya berkontral Asthenatic brenchiate Gambar 7.2.4 Bronchiolus normal dibanding bronchiolus asmatik (internet) Diagnosa HRB pada gangguan asma berperan penting, diukur dengan peningkatan peak expiratory flow (PEF). PEF ditentukan dengan suatu tabung khusus berdiameter 4 cm dan berskala, berisi suatu piston yang dapat bergerak keluar masuk. Pasien meniup ke dalam tabung sehingga piston didorong ke depan yang lalu pada dinding tabung dapat dibaca volume hembusan napasnya. Pada asma ringan, variabilitas PEF nya adalah kurang dari 20%, sedangkan pada asma berat menunjukkan nilai sampai 30%. corp Bronchitis kronis Bronchitis kronis bercitikan batuk produktif eae a3 menahun dengan pengeluaran banyak dahak, tanpa sesak napas atau hanya ringan. Faktor penyebab antara fain infeksi akut saluran pernafasan oleh virus yang mudah disupravinfeksi oleh bakteri, terutama H. influenza, S. pneumonia _ don 8, catarrhalis. Gambar 7.2.2 memperlihatkan Gambar 7.2.2 Bronchitis kronis (internet) = produksi dahak yang banyak pada bronchitis kronis. Emfisema paru Emfisema paru bercirikan dilatasi dan destruksi jaringan paru yang mengakibatkan sesak nafas terus-menerus dan menghebat waktu mengeluarkan tenaga. Gelembung alveoli ‘terus mengembang dan dindingnya yang berpembuluh darah semakin tipis dan sebagian akhimnya rusk. Dengan demikian permukaan paru yang tersedia bagi penyerapan oksigen dapat berkurang sampai di bawah 30%, sehingga jantung harus bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan akan oksigen. Tonus di cabang-cabang batang nadi (aorta) bertambah dan tekanan darah di arteriole paru-paru meningkat. Pembebanan ini dapat menimbulkan hipertrofi ventrikel kanan jantung dan terjadilah cor-pulmanale (jantung membesar}, Penyebab utama emfisema paru adalah bronkhitis kronis dengan batuk bertahun- tahun dan asma. Emfisema dapat dianggap sebagai fase terakhir dari asma dan bronchitis yang tidak dapat disembuhkan lagi (irreversible). Faktor utama penyebab COPD adalah merokok. Asap rokok mengakibatkan hipertrafi sel-sel pembentuk mucus di saluran pernapasan. Gambar 7.2.3 dan Gambar 7.2.4 Alveoli normal dan emfisema (internet) Asap rokok mengandung banyak oksidan, seperti radikal bebas,NO, radikal hidroksil dan H202. Lekosit perokok membentuk lebih banyak oksidansia dibanding dengan non- smokers. Juga mengandung zat-zat pendorong enzim elastase yang merombak serat elastin gelembung paru sehingga kekenyalannya menurun, Akhimnya terjadi kelainan irreversible dalam bentuk fibrosis dan destruksi dari dinding tersebut di mana terdapat pembuluh darah, sehingga fungsi paru-paru terganggu secara permanen, Gambar 7.2.3 memperlihatkan alveoli yang membesar dan bergabung schingga jumlahnya lebih sedikit dari alveoli normal (Gambar 7.2.4). 1. Pencegahan Asma Tindakan umum, yaitu mencegah reaksi antigen-antibodi dan serangan asma dengan ‘menurunkan kegiatan HRB: Sanitasi; binatang, debu, perubahan suhu, asap, histamin liberator. Berhenti merakok, Fisioterapi: expektoran dan latihan pernafasan dan relaksasi Hiposensibilisasi; meningkatkan lgG dan IpA. Prevensi infeksi viral (vaksin) dan bakteri (antibiotika). peore v Pengobatan Asma (Serangan asma akut, Terapi pemeliharaan) Serangan asma akut 1) Spasmolitik inhalasi; salbutamol, terbutalin, 2) Suppes aminafilin. 3) Efedrin dan isoprenalin tablet. 4) Injeksi iv: aminofilin dan atau salbutamol, kalau perlu + hidrokortison/prednison iw 5) Injeksi adrenalin. b. Terapi pemeliharaan 1) Asma ringan (serangan kurang dari 1x/bulan): salbutamol, terbutalin 1-2 inhalasi/minggu. 2) Asma sedang (serangan kurang dari 1-4x/bulan); inhalasi kortikosteraid dan nedekromil, anak-anak: oral ketotifen, oksatomida, 3) Asma agak serius (serangan lebih dari 1-2x/minggu): kortikosteroida dosis lebih besar + B2 adrenergik, antikolinergik. 4) Asma serius (serangan lebih dari 3x/minggu): kortikosteroida dosis lebih besar lagi + malam long acting [12 adrenergik, kalau perlu + teofilin slow release. 3. Obat Asma dan COPD Berdasarkan mekanisme kerjanya abat asma dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu zat-zat yang menghindarl degranulasi mast-cells (anti-alergika) dan zat-zat yang meniadakan efek mediator (bronchodilator, antihistaminika dan kortikosteroida). a. Antialergika Anti alergika adalah zat-zat yang berkhasiat menstabilisasi mast-cells sehingga tidak pecah dan mengakibatkan terlepasnya histamine dan mediator peradangan lainnya. Yang terkenal adalah kromoglikat dan nedokromil, antihistaminika (ketotifen, ‘oksatomida) dan 2-adrenergika (lemah}. Obat ini sangat berguna untuk mencegah serangan asma dan rhinitis alergis (hay fever). Penggunaan: Kromoglikat sangat efektif sebagai pencegah serangan asma dan bronchitis yang bersifat alergis. Untuk profilaksis yang layak obat ini harus diberikan 4 kali sehari dan efeknya baru nyata sesudah 2-4 minggu. Penggunaannya tidak boleh dihentikan dengan tiba-tiba berhubung dapat memicu serangan. Pada serangan akut kromolin tidak efektif karena tidak memblok reseptor histamine. Bronkhadilator 1) By adrenergika: stabilisasi membran dan bronkhodilatasi dan praktis tidak bekerja terhadap reseptor-B; (stimulasi jantung). Obat dengan efek terhadap kedua receptor sebaiknya jangan digunakan lagi berhubung efeknya terhadap Jantung, seperti efedrin, isoprenalin, dan orsiprenalin. Pengecualian adalah adrenalin (reseptor a dan B) yang sangat efektif dalam keadaan kemelut. Mekanisme kerjanya ad melalui stimulasi reseptor 2 yang banyak di trachea dan bronchi, yang menyebabkan aktivasi dari adenilat siklase. Enzi mini memperkuat pengubahan adenosine trifosfat (ATP) menjadi siklik adenosine monofosfat (C-AMP) dengan pembebasan energy yang digunakan untuk proses- proses dalam sel. Meningkatnya c-AMP dalam sel menyebabkan beberapa efek melalui enzim fosfokinase, antara lain bronchdilatasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh mast-cells (stabilisasi membrane). Contah: salbutamol, terbutalin, tretoquinol, fenoteral, rimiterol, prokaterol, klenbuterol, isoprenalin,. Kerja panjang: salmeterol dan formoterol Efek samping: kelainan ventrikel, palpitasi, mulut kering 2) Antikolinergika: bronkhodilatasi. Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem kolinergis dan adrenergic. Bila karena sesuatu hal reseptor (32 dari sistem adrenergic terhambat, maka sistem kolinergis akan berkuasa dengan akibat bronchokontriksi, Antikolinergik memblok reseptor muskarin dari saraf kolinergis di otot polos bronchi, hingga aktivitas saraf adrenergis menjadi dominan dengan efek bronchodilata: Penggunaan: |patropium dan tietropium khusus digunakan sebagai inhalasi, kerjanya lebih panjang daripada salbutamol. Kombinasi dengan (i2-mimetika sering digunakan karena menghasilkan efek aditif. Deptropin berdaya mengurangi HRB, tetapi kerja spasmolitisnya ringan, sehingga diperlukan dosis tinggi dengan risiko efek samping lebih tinggi. Senyawa ini masih digunakan pada anak kecil dengan hipersekresi dahak yang belum mampu diberikan terapi inhalasi ‘Contoh: Ipratropium, tiazinamium, deptropin Efek samping: mengentalkan dahak, takikardia, mulut kering, obstipasi, sukar berkemih, penglihatan kabur akibat gangguan akomodasi 3) Derivat xantin: blokade reseptor adenasin dan seperti kromoglikat mencegah meningkatnya HRB sehingga berkhasiat profilaktif. Penggunaannya secara terus-

You might also like