You are on page 1of 17

‫مقالة‬

‫أصول النحو‬

‫عن‬

‫املدارس النحوية‪ :‬املدرسة األندلسية واملصرية‬

‫‪:‬املشرفة‬
‫‪Dr. Asrina, M. Ag‬‬

‫الباحث‬
‫‪Muhammad Fadhli Mursyid : 2020020015‬‬

‫برنامج الدراسات العليا جبامعة إمام بوجنول بادانج‬

‫ختصص تربية اللغة العربية‬

‫هـ ـ ‪ 2020 -‬م ‪1442‬‬


‫‪2‬‬

‫املدرسة األندلسية‬
‫استقرت مناهج النحو يف املشرق والعرىب‪ ،‬يف البصرة والكوفة والبغداد‪ ،‬وتأكد دور النحو يف‬
‫بناء الفكر اإلسالمىـ ألنه كان وسيلة أساسية من وسائل فهم النص القرآىن الكرمي‪ .‬وحني دخل‬
‫اإلسالم األندلس أقبل أهلها على تعلم العربية وتعليمها‪ ،‬وشأن فروع العلم األهرى كان املتجه دائما‬
‫حنو املشرق‪ .‬غري أن النحو مل يأخذ طريقة حنو الشكل العلمي هناك إال حني استقلت دزلة أموية يف‬
‫األندلس على يد عبد الرمحن الداخل سنة ‪ 138‬ه ـ ــ‪.‬‬
‫بدأ األندلسيونـ يرحلون إىل املشرق طلبا للعلم‪ ،‬وأقبل عدد من علماء املشرق إىل األندلس‬
‫حيملون علمهم إىل أهلها‪ ،‬وكان منهم‪ ،‬أبو علىي القايل الذي ظل يف قرطبة حىت تويف هبا سنة ‪356‬‬
‫ه ــ‪.‬‬
‫ورغم أن النحويني األندلسيني األوائل كانوا أكثر إقباال على الكوفةـ بسببـ إقباهلم على‬
‫القراءات فإن كتاب سيبويهـ احتل عندهم مكان الصدارة من حيث الدرس واحلفظ والشرح والتعليف‬
‫عليه‪ ،‬فشرحه عدد كبري‪ ،‬منهم‪ :‬أبو بكر اخلشين‪ ،‬وابن الطراوة‪ ،‬وابن خروفو وابن الباذش وابن‬
‫‪1‬‬
‫الضائع وغريهم‪.‬‬
‫ويتواىل علماء األندلس يف األخذ عن مذاهب البصرة والكوفة وبغداد‪ ،‬لكنهم ال خيضعونـ‬
‫خضوعا كامال للنحو املشرقي‪ ،‬بل يضيفونـ إليه ما يتوصلون هم إليه‪ .‬ولعل أهم حناة األندلس هم‪:‬‬
‫حممد بن موسى األفشنيق (ت ‪ 307‬هــ) الذى يغلب على الظن أنه أول من أدخل كتاب يبويه إىل‬
‫األندلس‪ ،‬وحممد ابن حيىي الرباحي (ت ‪ 358‬ه ــ) وأبو بكر حممد بن احلسن الزبيدي (ت ‪ 379‬ه ــ)‬
‫صاحب الكتاب " طبقات النحويني واللغويني"‪ ،‬واألعلم الشنتمري (ت ‪ 476‬هــ)‪ ،‬وابن السيد‬
‫البطليوسي (ت ‪ 521‬هــ)‪ ،‬والطرواة (ت ‪ 528‬هـ ــ)‪،‬وابن الباذش (ت ‪ 538‬هــ)‪ ،‬والسهيلي (ت‬
‫‪ 583‬ه ــ)‪ ،‬وابن مضاء الذى ختتار لك من كتابه هنا نصا‪ ،‬وابن خروف (ت ‪ 610‬ه ــ)‪ ،‬وابن هشام‬
‫اخلضراوي ( ت ‪ 646‬ه ــ) وغريهم‪.‬‬
‫ويف القرنني السابع والثامن ظهر عدد من علماء النحو مل يستقروا مجيعا يف األندلس ملا تواىل‬
‫عليها من ويالت‪ ،‬منهم ابن عصفور (ت ‪ 663‬هــ)‪ ،‬وابن مالك ( أبو عبد اهلل حممد مجال الدين بن‬

‫‪ . 1‬المذاهب النحوية‪ ،‬د‪ .‬عبده الراجحي‪ .‬ص ‪215‬‬


3

‫ ومن ابن‬،‫عبد اهلل الطائي) وقد رحل من األندلس واستوطن الشام حيث مسع من السخاوي يف دمشق‬
‫ وهو‬،)‫ هــ‬672( ‫يعيش شارح املفصل يف حلب مث تصدر للتدريس يف حلب ودمشق حيث تويف سنة‬
‫ وبعد ابن‬.‫صاحب املشهورة الىت ظلت مسيطرة على مناهج التدريس النحوي حىت وقتنا احلاضر‬
‫ وأبا حيان الذى رحل إىل املشرق واستقر به املطاف يف القاهرة‬،)‫ ه ــ‬680 ‫مالك جند ابن الضائع (ت‬
.‫ ه ـ ــ‬745 ‫حيث تويف سنة‬
‫ولقد اكثرنا من ذكر اعالمـ املدرسة األىدلسية لنلفت النظر إىل إقبال أهل األندلس على النحو‬
2
.‫ ولنؤكد يف نفس مسار النحو املشرقي‬،‫تعلما مث شرحا وتعليقا وتأليفا‬
‫ هي الىت سادت تدريس النحو يف املشرق كما‬.‫ ومؤلفها اندلسى االصل‬. ‫بل إن األلفيةـ‬
،‫ نقول هذا ألن سوف نتوفر هنا على قراءة نص من كتاب أندلسى أحيط بدعاية غري قليلة‬.‫رأيت‬
3
.‫ حىت كاد يقر يف أذهان األندلسية‬،‫وبذل بعض احملدثني جهودا كبرية للفت األنظار إليه والرتويح له‬

A. Sejarah dan Perkembangan Ilmu Nahwu di Andalus


Ilmu nahwu pertama kali muncul di Basrah, kemudian muncul di Kufah. Setelah itu, ilmu
nahwu muncul dipusat- pusat kekuasaan yang mempunyai pengaruh besar terhadap wilayah-
wilayah lain, seperti baghdad, Andalus dan Mesir. Setiap kota ini membentuk lairan tersendiri
dalam sejarah ilmu nahwu.
Oleh karena itu, dalam bidang ilmu ini terdapat lima aliran yang dinisbatkan kepada
tempat dimana aliran tersebut berkembang. Dua aliran pertama, Basrah dan Kufah, dapat
dianggap sebagai pendiri aliran ilmu Nahwu dalam pengertian yang sebenarnya. Sebab, ketiga
aliran yng lahir kemudian hanya mengembangkan dan meneruskan metode yang telah
dikembangkan oleh dua liran pertama tersebut, Basrah dan Kufah.
Perbedaan antara nahwu Basrah dan Kufah terletak pada perbedaannya di dalam
memperlakukan data bahasa. Yang pertama bersifat preskriptif dalam pengertian kaidah-kaidah
nahwu disimpulkan dari gejala- gejala umum dari data bahasa yang ada. Kesimpulan tersebut
dijadikan sebagai kaidah.
Perkembangan ilmu nahwu di Andalus memiliki persamaan di awal perkembangannya di
kawasan Timur. Ilmu nahwu secara umum tidak dinalarkan sebagai ilmu yang berdiri sendiri.

216 ‫ ص‬.‫ عبده الراجحي‬.‫ د‬،‫ المذاهب النحوية‬.22


217 ‫ ص‬.‫ عبده الراجحي‬.‫ د‬،‫ المذاهب النحوية‬. 3
4

Kondisi ini berbeda dengan situasi yang terjadi diwilayah Timur., Baghdad dan Kufah. Yang
mana sejak perkembangannya lebih kepada sebagai disiplin ilmu sendiri.
Sejak Bani Umayyah berkuasa di Andalus (138- 422 H), muncul sekelompok besar
muaddib yang mengajarkan prinsip- prinsip bahasa Arab melalui pengajian teks-teks sastra, baik
yang berupa puisi maupun prosa, kepada para pemuda di Cordova dan kota- kota besar lainnya di
Andalus.
Mereka melakukan tersebut karena terdorong untuk menjaga Al- Qur’an dan
menyelematkan bahasanya. Pada umumnya para ahli nahwu di Andalus mendapakan ilmu ini dari
wilayah Timur. Mereka berkelana menimba ilmu di baghdad, Kufah, Basrah dan lain-lain. Tradisi
mencari ilmu ke wilayah Timur bagi kaum muslimin Andalus umum dilakukan oleh ulama dalam
bidang apapun.
Ahli nahwu pertama di Andalus adalah Judi bin Utsman al- Maururi yang pernah
mengadakan perjalanan ket Timur dan menjadi murid dari al- Kisa’iy dan al- Farra. 4 Dialah yang
pertama kali memperkenalkan buku- buku nahwu aliran Kufah ke negeri tersebut, dan yang
pertama kali mengarang buku nahwu disana.
Baru setelahnya muncul tokoh- tokoh lain seperti Abu Abdullah. Seperti judi, ia juga
belajar nahwu ke Timur kepada Utsman bin Said al- Mishri atau yang lebih dikenal dengan
sebutan al-Warsh. Setelah itu, pada ke tiga hijriyah, di Andalusia telah tumbuh dan berkembang
pesat berbagai ilmu pengetahuan termasuk di dalamnya ilmu nahwu sehingga muncullah para
pakar disiplin ini diantaranya yang terkenal adalah Abdul Malik bin Habib al- Sullami (w. 238
H). Di samping ahli nahwu, ia juga dikenal sebagai pakar di bidang fikih, hadits dan bahasa.
Selain karena adanya minat dan respon yang tinggi dari para ilmuan Andalusia sendiri,
perkembangan ilmu nahwu di kekhalifahan ini juga diramaikan oleh banyaknya para pakar nahwu
irak, khususnya dari baghdad, yang berimigrasi ke berbagai wilayahlain diluar irak seperti
Andalusia, Syam (Syiria) dan mesir setelah situasi dan kondisi sosial politik negeri seriby satu
malam itu berbeda dalam puncak kekacauannya. Oleh karena nya nahwu yang dikenal dan
dipelajari oleh para ilmuan Andalusia pertama kali adalah Nahwu madzhab Kufah dan langsung
dari pakarnya sendiri.5
Meskipun masuknya Nahwu Kufah mendahului masuknya Nahwu basrah, namun
perhatian ahli Nahwu Andalus, namun setelah masuknya buku Sibawaih, perhatian ahli nahwu
Andalus terhadap Nahwu Basrah lebih besar, sebab mereka mengkaji dan menghafalnya. Banyak
diantara mereka yang menghafalnya, mengajarkannya, dan memberi komentar dan anotasi.

4
. Dr. Khodijah Al-Hadistiy, Al-Madaris An-Nahwiyah, Al-Urdun: Dar Al-Amal Urbud, Hlm. 309
5
. Syauqi Dhaif, Al-Madaris An-Nahwiyah, hlm. 266-267
5

Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila Nahwu Andalus lebih bercorak Basrah
daripada Kufah. Yang pertama kali membawa al- Kitab ( kitab Sibawaih) ke Andalus adalah al-
Fusnaiq Muahammad bin Musa bin Hasyim, di akhir abad ketiga hijriyah. Ketika pergi ke
wilayah Timur, ia bertemu dengan Abu Ja’far al- Dainuri. Dari sinilah al- Fusnaiq mendapatkan
dan mempelajari al- Kitab, kemudian mengajarkannya di Cordova. Kemudian terdapat nama
Ahmad bin Yusuf bin Hajjaj (w 336 H). Beliau dikenal selalu membawa al- Kitab dan
mempelajarinya dalam keadaan luang maupun sibuk, sehat ataupun sakit. 6
Perhatian kaum muslimin Andalus terhadap ilmu nahwu sngat besar sekali, bahkan ilmu
ini dianggap sebagai ilmu yang tertinggi. Dari seluruh ahli nahwu yang dikemukakan oleh Imam
Aayuthi dalam kitabnya, bahwa jumlah ahli nahwu andalus sebanyak 712 dari 2.450 ahli nahwu
yang tersebar di wilayah- wialayah Islam mulai dari daratan Cina sampai laut hitam. Diantara
nama-nama besar ahli nahwu Andalus adalah Abi Ali al- Qoli, Ibn al- Isybili, al- Syalubaini,
Bathalyausi, Ibnu Tharawwah, al- Suhaili dan dua ahli ilmu nahwu Andalus yang paling terkenal
sampai saat ini adalah Ibnu Malik dan Abu Hayyan al- Gharnithi.
Ibnu Malik memiliki nama lengkap Jamaludin Muhammad bin Abdillah. Dia dilahirkan
dikota Hayyan, salah satu kota di Andalusia sekitar tahun 600 H. Dia belajar nahwu kepada
ulama dikota tersebut, juga kepada Abu Ali al- Salubaini. Kemudian dia berangkat ke mesir dan
Damaskus. Disana dia mempelajari ilmu yari’ah dan menjadi seorang ahli di bidang tersebut. Dia
memeperoleh kemasyhuran sebanding dengan kemasyhuran sibawaih. Yang membedakannya
dengan ulama nahwu lainnya adalah karena dia sangat ketat dalam memegang kaidah nahwu. Hal
ini terlihat dalam kaidah- kaidah yang tertuang dalam karyanya yang sangat populer, alfiyah.
Kitab ini mendapat posisi penting dalam bidang nahwu. Kitab ini telah menyedot jutaan pelajar
untuk menghafalkannya, baik di timur maupun di barat sampai hari ini. Selain alfiyah, dia juga
mengarang sejumlah kitab seperti, al- Kafiyyah al- Syafiyyah, al- Tashil, Lamiyyat al- Af’al, al-
Miftah fi Abniyat al- Af’al, dan Tuhfatul maujud fi al- Maqshur wal al- Mamdud. Menurut
Ahmad Amin, Ibnu Malik telah menazhamkan nahwu Sibawaih, lalu menjelaskan dan
mendekatkan pada masyarakat, dan membuat generalisasi, sehingga kita tidak jauh dari
kebenaran. Ia juga seorang imam dalam bidang qira’at yang sangat luas ilmu bahasannya. 7
Ulama selanjutnya adalah Abu Hayyan al- Gharnathiy. Dia juga dianggap sebagai ulama
besar nahwu Andalusia. Dia seorang ahli bahsaa Arab. Dia lahir dari keturunan Barbar. Dia lahir
ditahun 654 H, dia bermadzhab Zhahiriy sebagaimana Ibnu Hazm. Dia ahli dalam bidang nahwu,

6
. Syauqi Dhaif, Al-Madaris An-Nahwiyah, hlm. 288
7
. Ahmad Amin, Zuhrul Islam, 1969, Kairo: Dar Nahdah, hlm. 93
6

tafsir, hadits dan sya’ir. Karya- karyanya mencapai jumlah kurang lebih 65 buah kita. Tapi yang
sampai pada kita hanya sepuluh buah.8
Sebagaimana telaqh diceritakan diatas, maka yang merintis madzhab Andalusia ini
adalah Abu Ali al-Qali. Namun demikian sebagaimana disebutkan oleh Ahmad Amin, semua ahli
nahwu semenjak Abu Ali al- Qali, masih beraqlid pada nahwu Sibawaih. Kendati ada beberapa
ulama seperti Ibnu Malik dan Abu Hayyan, mereka hanya berijtihad madzhab kalau dalam istilah
fiqih, tidak berijtihad muthlaq. Karena memang Khalil bin Ahmad al- Farahidi beserta muridnya,
siabawaih telah meletakkan pondasi nahwu dengan pilar- pilarnya yang kokoh, yang sulit
digoyahkan dan ditumbangkan.9
Tetapi ada seorang ulama Andalusia yang mencoba menggoyangkan pondasi Khali dan
Sibawaih tersebut. Dia bernama Ibnu Madha al- Qurthubiy. Dia berijtihad dengan mutlak dalam
bidang nahwu. Dia hidup pada masa dinasti al- Muwahhidun. Dia diangkat menjadi pemimpin
para Qadhi, ketika kepemimpinan Ya’kub bin Yusuf. Dinasti muwahhidun sangat dikenal dengan
keberaniannya dal mempublikasikan madzhabnya. Hal itu ditandai dengan peristiwa pembakaran
kitab- kitab madzahb fiqih, atas perintah Yusuf bin Ya’qub, dan menggiring masyarakat untuk
memahami al- Qur’an dan hadits secara zhahir.
Menurut Dr. Syauqi Dhaif, masa ini adalah masa ketika ikarangnya kitab al-Radd ‘ala al-
Nuhat. Masa ketika Maghrib (Andalusia) membrontakkan revolusi Masyriq (Baghdad), dalam
segala hal, seperti fiqih dan cabng-cabangnya. Dan kenyataannya, sejak pertama berdiri, dinastu
tersebut telah mengobarkan revolusi. Maka apa bila kita melihat yusuf membakar kitab madzhab-
mazhab yang mepat, artinya ia ingin mengembalikan fiqih masyriq kepada tempat asalnya. 10
Langkah ini diikuti oleh Ibnu madha al-Qurthubiy dengan mengarang kitab al-Radd ‘ala
al-Nuhat, dengan maksud untuk mengembalikan nahwu Masyriq ke tempatnya. Atau dengan kata
lain, dia hendak menolak beberapa pokok bahasan nahwu Masyriq dan memurnikannya dari
cabang-cabang dan ta’wil yang sudah usang. Dia ingin menerpakan mazhab zhahiri pada bidang
nahwu, sebagaimana pemimpinnya.
Ibnu Madha henndak merobohkan mazhab Sibawaih. Ia mengarang tiga buah kitab, yaitu
al-Masyriq fi al-Nahw, Tanzih al-Qur’an ‘amma la Yaliqu bil Bayan dan al-Radd ‘ala al-Nuhat.
Ketiga kitab tersebut berisi bantahan atas nahwu Siabawaih beserta pendukungnya, serta
menganjurkan untuk membentuk nahwu baru.
Mazhab nahwu Andalusia mencampurkan semua metode nahwu yang terdahulu, yakni:
Kufah, basrah, dan Baghdad. Dan mereka menggunakan metode yang dipilih dari pendapat
8
. ibid
9
. ibid
10
. Syauqi Dhaif, Al-Madaris An-Nahwiyah, 1998, Kairo: Daar Al-Ma’arif, hlm. 291
7

mazhab Kufah dan Basrah, dan terkadang mereka juga condong terhadap metode yang digunakan
oleh mazhab Baghdad khususnya yang digunakan Aba ‘Ali al-Farisi dan Ibnu Jinny. Tetpai,
walau begitu mereka tetpa berpedoman pada pendapatnya yang telah mengalami perubahan-
perubahan sebagian pendapat baru.11
Jadi bisa disimpulkan bahwa paradigma yang mereka gunakan itu lebih mementingkan
apa yang ada didalam logika mereka, jika mereka merasa teori yang akan diambil itu sesuaimaka
ia mengikutinya, begitu juga sebaliknya. Jika mereka merasa bahwa teori yang akan mereka
ambil itu tidak sesuai dengan apa yang ada dalam logika mereka, maka ia akan meninggalkannya.

B. Karakteristik Madrasah Andalus


Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa nahwu yang berkembang di Andalusia semua
adalah mazhab Kufah dan baru di penghujung abad ke tiga hijriah mazhab Basrah banyak
mendapatkan perhatian, menyusul kemudian nahwu mazhab Baghdad juga mendapatkan
pegaruhnya disana. Bertemunya ketiga aliran atau mazhab utama di satu kota besar ini sudah
dapat dipastika membawa konsekuensi logis bagi perdebatan ilmu nahwu yang memang sedang
dalam puncak kejayaanya.
Diantara fenomena yang sangat menarik dari semua itu adalah berpindahnya dua
kelompok aliran yang pernah bersaing ketat di Irak, kini mereka kembali bersaing di negeri lain,
Andalusia. Secara umum, para ahli nahwu di Andalusia terbagi ke dalam dua kelompok:
pendukung mazhab Kufah dan pendukung mazhab Basrah.
Namun demikian, oleh karena di Andalusia pada saat yang bersamaan juga sedang
berkembang pengetahuan spekulatif (filsafat, manthiq dan kalam), maka nahwu mazhab Basrah
yang memiliki karak rasional lebih diminati dan lebih berkembang dibanding nahwu model
mazhab kufa. Bahkan nahwu yang berkembang di Andalusia yang kemudian menjadi mazhab
sendiri ini memiliki karakter yang lebih rasional daripada nahwu mazhab Basrah.
Prinsip- prinsip analogi, ta’lil dan lainnya yang menjadi karakter nahwu Basrah
dikembangkan sedemikian rupa oleh para ahli nahwu Andalusia. Sekedar contoh saja, apabila
nahwu nahwu Basrah telah melahirkan teori nahwu tentang hukum atau ketentuan-ketentuan
tertentu pada sebuah jabatan kalimat, maka nahwu Andalusia akan memperluas ketentuan
tersebut. Misalnya dalam kasus “mubtada”, nahwu Basrah telah merumuskan teori dan ketentuan
bahwa hukum mubtada’ adalah harus dibaca rafa’, maka nahwu Andalus akan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan lanjutan mengapa ia harus dibaca rafa’, kenapa tidak dibaca nasab saja,
apa alasannya, kemudian mereka memberinya alasan-alasan (ta’lilat) yang panjang lebar.

11
. Syauqi Dhaif, Al-Madaris An-Nahwiyah, 1998, Kairo: Daar Al-Ma’arif, hlm. 292
8

pertanyaan-pertanyaan lanjutan “kenapa, mengapa” semacam itu dalam tradisi nahwu klasik
dengan sebutan “al-Illah al-Tsaniyyah” atau alasan kedua. 12
Akibat dari semakin rasionalitasnya nahwu di Andalusia yang semakin membuat sulit
cabang nahwu ini. Maka muncul para pengkritik yang anti terhadap nahwu yang dianggap
semakin jauh dari ideal pembelajaran dan untuk memahami teks Arab ini. Diantara para
pengkritik terkemuka adalah Ibnu Madha’ al-Qurthubiy yang menulis buku “Kitab al-Radd ‘Ala
al-Nuhat” (sanggahan atau penolakan atas para ahli nahwu). Buku tersebut menyoroti dan
mengkritik bebagai prinsip nahwu, terutama “amil” yang dianggap tidak berperan apa-apa selain
membuat rumit nahwu. Kritik Ibnu Madha’ ini akan dibahas pada bab “upaya pembaharuan
nahwu”.
Terlepas dari pengaruh kedua kubu: Basrah maupun Kufah, perkembangan nahwu di
Andalusia menampakkan karakteristiknya sendiri. Hal ini dapat dilihat dari ulama-ulama mereka
yang mewacanakan nahwu tersebut.
Dr. Abdul Qadir Haiti menjelaskan ada tiga karakteristik nahwu pada madrasah Andalus,
diantaranya adalah:
1. Memandang pada bacaan yang ganjil dan mempertahankan pada bacaan al-Qur’an
secara umum.
2. Banyaknya memandang dari Hadits Nabi serta penyebabnya.
3. Keengganan mereka kepada banyaknya pertimbangan atau penjelasan nahwu serta
segala penyebabnya.
Sedangkan Syauqi Dhoif memaparkan pendapat karakteristik madrasah Andalus dengan
membagi menjadi tiga karakteristik, sebagaimana berikut: 13
1. Memilih dari beberapa pendapat Basrah, Kufah dan Baghdad.
2. Banyak pertimbangan.
3. Terpengaruh dengan sebagian pendapat-pendapat yang baru.
C. Hasil pemikiran nahwu madrasah Andalus
Hasil pemikira nahwu madrasah Andalaus antara lain:

1. Dalam mazhab nahu Kufah, memilih pendapat al- Farra’, bahwa “ ‫ ”ف‬hanya bisa
disambung dengan amr (perintah) dan nahy (larangan) saja.

12
. Syauqi Dhaif, Al-Madaris An-Nahwiyah, 1998, Kairo: Daar Al-Ma’arif, hlm. 293
13
. Syauqi Dhaif, Al-Madaris An-Nahwiyah, 1998, Kairo: Daar Al-Ma’arif, hlm. 294
9

Contoh : ‫ زيد فال تكلمه‬dan ada juga yang di ambil dari al-Kisai yang berupa kalam

Arab seperti ‫فإذا هو إياها‬

2. “ ‫ ”كان‬adalah huruf bukan sebagai fi’il (kata kerja) karena ia tidak menunjukan pada
suatu kejadian, tapi ia masuk pada isim dan khabarnya, karena ia punya faedah untuk
menunjukan arti lampau pada khabarnya.
3. Mereka berpendapat bahwa isim isyarah tidak bisa menggantikan rabith untuk jumlah
khabariah, kecuali jika mubtada’nya berupa isim maushul atau maushuf.

4. Apabila huruf ‫ ليت‬bertemu dengan sesuatu yang bisa masuk pada fi’il, seperti

kalimat ‫( ليتمـ ــا زيـ ــدا أكلمه‬kata ‫ زيد‬dibaca nashab karena isytighal). Sedangkan

mayoritas ahli nahwu berpendapat bahwa kata ‫زيد‬ adalah isim dari ‫ليت‬.
5. Dalam menetapkan hukum dalam nahwu tidak cukup dengan satu ‘illal saja,
mealinkan masih membutuhkan ‘illal yang kedua atau ‘Illal yang ketiga. Misalnya
dalam penetapan hukum mubtada’, ulama Andalus meyakini bahwa mubtada’ itu
dibaca rafa’ setelah ia mendapatkan ‘illal- ‘illalnya dari Abu al-Barakaat bin al-
Ambary, yakni:
a. Bahwa mubtada’ berada pada kedudukanny yang paling kuat, maka ia di harokati
dengan harokat yang paling kuat juga, yakni rafa’.
b. Bahwa mubtada’ itu berada di awal, begitu pula rafa’, maka yang awal itu
cocokny dengan yang awal juga.
c. Bahwa mubtada’ itu mukhobar ‘anhu (di jelaskan dengan adanya khobar
setelahnya), sama halnya fa’il itu dijelaskan oleh fi’ilnya, dan fa’il hukumnya
marfu’, maka yang menyerupainya juga dihukum marfu’.
‫‪10‬‬

‫املدرسة املصرية‬
‫إن املذهبـ املصرى يف أول نشأته كان شديد النزوع إىل املذهبـ البصرى‪ ،‬حىت إذا كان‬
‫القرن الرابع اهلجري‪ ،‬اخذ املذهب املصرى يرتسم منهج البغداد‪ ،‬وما شرعه من تصحيح اراء املذهب‬
‫البصرى تارة‪ ،‬وتصحيح اراء املذهبـ الكويف تارة ثانية‪ ،‬مع ترك املذهبني تارة ثالثة‪ ،‬واألهذ بآراء‬
‫‪14‬‬
‫املذهب البغدادي فضال عن آرائها اإلجتهادية املستقلة يف طثري من املسائل النحوية‪.‬‬
‫دخلت مصر ميدان الدرس النحوي منذ فرتة مبكرة حني وفدا إليها عبد الرمحن بن هرمز‬
‫تلميذ أيب األسود الدؤيل الذي ظل هبا حىت تويف يف اإلسكندريةـ سنة ‪ 117‬هــ‪ .‬وحني ازدهرت‬
‫القراءات القرأنية على يد ورش (ت ‪ 197‬هــ)‪ ،‬غري أنا ال جند تأليفا يف النحو مبعناه احلقيقيـ إال يف‬
‫القرن الثالثـ حيث نلتقى بوالد بن حممد التميمي (ت ‪ 263‬ه ــ)‪ ،‬وأمحد بن جعفر الدينوري (ت‬
‫‪ 289‬هــ)‪ ،‬وحممد بن والد (ت ‪298‬هــ)‪.‬‬
‫والد بن حممد التميمي (ت ‪ 263‬هــ) البصري األصل‪ ،‬النشائىـ بالفسطاط‪ ،‬وقد رحل إىل‬
‫العراق فلقي اخلليل بن أمحد الفراهيدي واخذ والزمه‪ ،‬ومسع منه كثري‪ ،‬وعاد إىل مصر ومع كتاب‬
‫‪15‬‬
‫عدة‪ ،‬اخذ حياضر فيها الطالب‪.‬‬
‫ومن حناة مصر أىب على الدينوري (ت ‪289‬هــ) وهو امحد بن جعفر أبو علي‪ ،‬أصله من دينور‬
‫احدى حمافظات مصر‪ ،‬رحل إىل البصرة يف طلب العلم‪ ،‬فأخذ عن املازين‪ ،‬ومحل عنه كتاب سيبويه‪،‬‬
‫مث دخل بغداد فقرأ على أيب العباس املربد‪ ،‬مث قدم مصر واستقر فيها يعلم النحو‪ ،‬وكان متعصبا‬
‫للمذهب البصرى يف النحو‪ ،‬ومل يقرأ الكتاب سيبويه يف البصرة وبغداد‪ ،‬كما ذكرت كتب الرتاجم‪.‬‬
‫‪16‬‬

‫وحممد بن والد بن حممد التميمي (ت ‪ 298‬هـ) ‪ 17‬وكان معاصرا للدينوري‪ ،‬وقد عكف‬
‫متأثر بابيه على دراسة العربية واخذ كل ما عند الدينوري ومعاصريه من النحاة املصريني‪ ،‬مث رحل إىل‬

‫‪ . 14‬المدارس النحوية‪ ،‬شوقي ضيف‪ ،‬ص ‪371‬‬


‫‪ . 15‬انظر ترجمة‪ :‬طبقات النحويين للوبيدي ص ‪ ،233‬انباه الرواة‪ ،254\3 :‬بغية الوعاة‪405 :‬‬
‫‪ . 16‬المدارس النحوية‪ ،‬شوقي ضيف‪ ،‬ص ‪ ،328‬والمدارس النحةية‪ ،‬د‪ .‬خديجو الحديثي ص ‪348‬‬
‫‪ . 17‬انظر ترجمة‪ :‬للزبيدي ص ‪ ،236‬وتاريخ بغداد‪ ،332 \3 :‬معجم األدباء ‪ ،105\19‬انباه الرواة ‪224 \3‬‬
‫‪11‬‬

‫بغداد‪ ،‬وقرأ كتاب سيبويه‪ ،‬على املربد‪ ،‬وعاد إىل موطنه إلقراء النحو‪ .‬صنف كتابا يف النحو مساه‬
‫‪18‬‬
‫(املنمق) محلة عنه املصريون‪.‬‬
‫وأبو العباس أمحد بن حممد بن والد (ت ‪ 332‬هــ)‪ 19‬ورث العناية بااحنو عن أبيه وجده‪ ،‬وإليه‬
‫صارت نصخة أبيه من كتاب سيبويه تاىن أخذها ابوهـ عن املربد‪ ،‬رحل إىل العراق وتلمذ للزجاج‬
‫البصري‪ ،‬وكان الزجاج معجبا به لذكائه وبصره‪.‬‬
‫ويف القرن الرابع نلتقي بااحنوي املصري الكبري أيب جعفر النحاس (ت ‪ 338‬هــ) الذى جعل‬
‫املنهج املصري يتجه اجتاه املدرسة البغدادية يف األخذ عن البصرة والكوفيةـ معا‪ .‬ويف هذا اإلجتاه درج‬
‫حناة مصر اخلالفون‪ :‬أبو بكر اإلدفوي (ت ‪ 388‬هــ)‪ ،‬وعلي بن إبراهيم احلويف (ت ‪ 430‬هــ)‪ ،‬وابن‬
‫بابشاذ (ت ‪ 469‬ه)‪ ،‬وابن بري (‪ 582‬ه)‪ ،‬وسليمان بن بنني الدقيقي (‪ 614‬ه)‪ ،‬وعلي بن حممد‬
‫‪20‬‬
‫بن عبد الصمد السخاوي (ت ‪ 643‬ه)‪.‬‬
‫ويزدهر الدرس النحو ي يف مصر يف عصر املمالك ازدهارا كبريا‪ ،‬ويفد إليه عدد كبري من‬
‫علماء األقطار اإلسالميةـ منهم هبا الدين بن النحاس احلليب االصل الذى بقي يف مصر حىت صار إمام‬
‫علمائها يف العربية وتويف هباسنة ‪ 698‬ه‪ ،‬وقد تلمذ له أبة حيان عند نزوله مصر‪ ،‬والشافية يف النحو‬
‫والصرف‪ ،‬مث نلتقي بابن هشام ( ت ‪ 761‬ه) الذى خنتار لك من أحد كتابه نصا‪.‬‬
‫وكأمنا نفخ ابن هشام يف النحو من روحه فنشطت دراسته نشاطا واضحا‪ ،‬وظهر عدد كبري‬
‫من العلماء‪ ،‬وتوفر عدد منهم تقدمي الشروح واحلواشي‪ ،‬وخباصة على كتاب ابن هشام وعلى ألفية‬
‫ابن مالك فنلتقي يإبن عقيل شرح األلفيةـ (ت ‪ 769‬ه)‪ ،‬وابن الصائغ (ت ‪ 776‬ه)‪ ،‬الدماميين‬
‫اإلسكندري (ت ‪ 837‬ه)‪ ،‬والكافيجي (ت ‪ 879‬ه)‪ ،‬والشيخ خالد األزهري صاحب (شرح‬
‫التصريح والتوضيح) (ت ‪ 911‬ه)‪ ،‬الذى أسهم يف معظم حقول التأليف العريب على وجه العموم‬
‫فكتب يف التفسري واحلديث‪ ،‬والفقه‪ ،‬والرتاجم‪ ،‬واللغة الربية والنحو‪ ،‬وأخرج (املزهر يف علوم اللغة) و‬
‫(اإلقرتاح يف أصول النحو) و(األشباهـ النظائر) و(اجلمع اجلوامع) وشرحه (مهع اهلوامع) و(بغية الوعاة‬
‫يف طبقات اللغويني والنحاة) اخل‪.‬‬

‫‪18‬‬
‫‪ .‬المدارس النحوية‪ ،‬شوقي ضيف‪ ،‬ص‪328‬‬
‫‪19‬‬
‫‪ .‬الزبيدي‪ ،238 ،‬انباه الرواة‪ ،99\1 :‬بغية الوعاة ص ‪169‬‬
‫‪20‬‬
‫‪ .‬المذاهب النحوية‪ ،‬د‪ .‬عبده الراجحي‪ ،‬ص ‪249‬‬
12

‫ ه) والذى خنتار لك من شرحه‬929 ‫مث نلتقي بواحد من أكرب حناة مصر هو األمشوين (ت‬
‫ ومن ىبعد ظهر عدد من علماء النحو ظلوا يقدمون الشروح واحلواشيـ وخباصة‬.‫على األلفية نصا آخر‬
‫يف رحاب األزهر الشريف وحيفظون املناهج الىت أسسها األسالف من أن تناهلا يد الطمس‬
21
.‫والتبديل‬
‫ وهو مجال الدين بن عثمان بن عمر بن ايب حبكر‬.‫ومن اشهر حناة مصر البارزين ابن احلاجب‬
‫ واكرب على الدرس‬،‫ ونشأ بالقاهرة‬،‫ هـ‬570 ‫ ولد يف إشنا بصعيد مصر سنة‬22)‫ ه‬646 ‫(ت‬
.‫ ويف األصول والنحو‬،‫والتحصيل حىت أصبح علماء يف الفقه على مذهب مالك‬
،‫ـ رحل إىل دمشق‬،‫ فغلب غليه نسبة إىل وظيفته‬،‫وكان أبو حاجبا لألمري عز الدين الصالحى‬
‫ واألصول‬،‫ له مصنفات كثرية يف الفقه املالكي‬،‫ فدرس النحو باملدرسة الفاضلية‬،‫مث عاد إىل القاهرة‬
‫ وإلبن احلاجب اراء كثرية يف‬،)‫ (الكافيةـ يف النحو) و(الشافية يف الصرف‬،‫ اهم مصنفاته‬.‫والعروض‬
23
.‫ واخرى خالف فيها مجهورهم‬،‫ اتفق فيها هو بعض النحاة‬،‫النحو‬

A. Sejarah dan Perkembangan Ilmu Nahwu di Mesir


Aktivitas keilmuan nahwu telah muncul dan berkembang secara umum pada masa-masa
awal perkembangan Islam. Dorongan untuk membaca Al-Qur’an secara benar telah menjadi
faktor utama berkembangnya nahwu di negeri Fir’aun ini.
Perkembangan ini didukung dengan adanya pandangan para peneliti yang
mengemukakan adanya madrasah nahwu di Mesir dan Syam, diantaranya Dr. Khodijah Al-
Haditsi yang menyebutkan adanya madrasah nahwu di Mesir dan Syam, yang keduanya sangat
dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran nahwu madrah Basrah.
Pada masa awal perkembangan madrasah Mesir, telah ad murid Abu Aswad yang
mengajar disana, yaitu Abdurrahman bin Hurmuz yang wafat di Iskandaria tahun 117 H. Beliau
inilah yang memberikan tanda titik pada mushaf Al-Qur’an sebagai tanda i’rab. Beliau juga guru
dari Imam Nafi’ bin Abi Nu’aim, penduduk asli madinah yang merupakan salah satu dari al-
Qurra’ as- Saba’ah yang sangat terkenal.24

250 ‫ ص‬،‫ عبده الراجحي‬.‫ د‬،‫ المذاهب النحوية‬. 21


323 ‫ بغية الوعاة ص‬،234\5 ‫ شذرات الذهب ص‬.22
343 ‫ ص‬،‫ شوقي ضيف‬،‫ المدارس النحوية‬. 23
24
. Syauqi Dhaif, Al-Madaris An-Nahwiyah, 1998, Kairo: Daar Al-Ma’arif, hlm. 327
13

Setelah itu nahwu aliran mesir ini berkibar semenjak hadirnya Wallad bin Muhammad at-
Tamimi, dia berasal dari basrah, tetapi tinggal di Fusthath Mesir. beliau berguru kepada Al-Khalil
Bin Ahmad di Iraq dan menulis buku hasil pembelajarannya bersama sang penemu ilmu ‘arudh
tersebut. Dia semasa dengan Abul Hasan Al-A’azz, salah satu tokoh yang belajar ilmu nahwu
kepada Al-Kisa’i. Dari adanya dua tokoh inilah mulai muncul aliran baru, perpaduan antara
kedua aliran yang telah ada, yakni Kufah dan Basrah. Dua tokoh ini menjadi generasi pertama
nahwu Mesir.25
Generasi kedua nahwu Mesir ditandai dengan munculnya Ad-Dinauri. Beliau adalah
Ahmad bin Ja’far yang melakukian perjalanan ke Basrah untuk menuntut Ilmu. Beliau belajar Al-
Kitab milik Sibawaih dari Al-Mazini, kemudian ke baghdad belajar kepada Tsalab, lalu pindah
belajar kepada Al-Mubarrad. Setelah itu, beliau kembali ke Mesir dan mengajar nahwu disana
dan menulis sebuah buku yang berjudul Al-Muhadzdzab yang beliau peruntukkan bagi muridnya
disana. Ahmad bin Ja’far wafat pada tahun 289 H. 26
Seorang tokoh yang sezaman dengan Ad-Dinauri adalah Muhammad bin Wallad bin
Muhammad At-Tamimi. Beliau wafat pada tahun 298 H. Pada mulanya, beliau belajar nahwu dari
ayahnya dan juga Ad-Dinauri dan Mahmud bin Hassan. Kemudian, beliau menuju Baghdad dan
belajar Al-Kitab kepada Al-Mubarrad. Setelah itu beliau pulang. disana beliau mengajar dan
menulis sebuah buku ajar dengan judul Al-Munammaq. 27
Generasi berikutny adalah Ali bin Husain Al-Hunna’i, beliau wafat pada tahun 320 H.
Dan juga Abul ‘Abbas Ahmad bin Wallad At-Tamimi, beliau wafat pada tahun 332 H. Ali bin
Husain memadukan dua pendapat Basrah dan Kufah. Beliau dijuluki “Kura’un Namli” yang
berarti kaki semut, karena fisiknya yang pendek. Beliau juga penulis Al-Mundhad. Sedangkan
Abul ‘Abbas belajar nahwu dan mendapat salinan al-Kitab dari ayah beliau yang bernama
Muhammad, beliau juga belajar dari Az-Zajjaj di Basrah. Beliau dikenal seorang yang cerdik dan
pandai.28
B. Karakteristik Nahwu Mesir
Abd al-A’ali Salim Mukrim menyimpulkan bahwa nahwu madzhab Mesir memiliki
karakter atau kecendrungna dua hal berikut ini. 29

25
. Syauqi Dhaif, Al-Madaris An-Nahwiyah, 1998, Kairo: Daar Al-Ma’arif, hlm.327
26
. Syauqi Dhaif, Al-Madaris An-Nahwiyah, 1998, Kairo: Daar Al-Ma’arif, hlm. 328
27
. Syauqi Dhaif, Al-Madaris An-Nahwiyah, 1998, Kairo: Daar Al-Ma’arif, hlm. 328
28
. Syauqi Dhaif, Al-Madaris An-Nahwiyah, 1998, Kairo: Daar Al-Ma’arif, hlm. 328
29
. Syauqi Dhaif, Al-Madaris An-Nahwiyah, 1998, Kairo: Daar Al-Ma’arif, hlm. 328
14

1. Adanya pengaruh kuat dari mazhab Basrah yang banyak menggunakan al-Qiyas, al-
Ushul, al-Ilal, dan al-Furu’. Nahwu mesir tipe ini terutama terepresentasikan pada
tokoh nahwu semisal Ibnu al-Hajib dan Abu Hayyan al-Andalusi.
2. Karakter kedua adalah sikapnya yang tidak menolak terhadap mazhab Basrah
maupun Kufah, namun sekaligus menegaskan bahwa mereka memiliki pandangan
sendiri dalam memecahkan berbagai persoalan nahwu. Karakter kedua ini
terepresentasikan pada pandangan ahli nahwu Mesir seperti Ibnu Malik dan Ibnu
Hisyam.
Dr. Khodijah Al-Haditsi menyebutkan bahwa karakteristik Madrasah Mesir yaitu:
1. Madrasah ini memperhatikan penelitian nahwu yang berada di pusat pendidikan/
buadaya di Iraq seperti: Basrah, Kufah dan Baghdad. 30
2. Materi nahwu di Mesir mendefinisikan tentang ushlub baru yang bersander pada
bacaan para pengarang tata bahasa yang jelas. 31
3. Mayoritas para pakar nahwu Mesir berasal dari Basrah yang berpindah ke Mesir
dengan membawa kitab Sibawaih dan ilmunya, selain para pakar nahwu Mesir yang
berasal dari Andalusi, dan lainnya.32
4. Para pakar nahwu di Mesir tetap bercampur dengan pemikiran Baghdad. 33
C. Hasil pemikiran beberapa tokoh nahwu Madrasah Mesir
1. Imam as-Suyuti
Imam as-Suyuti lahir di Kairo setelah adzan Maghrib, malam Ahad 1 Rajab 894 H/ 3
oktober 1449 M.34 Sedangkan nama lengkap dan nasabnya adalah Abdurrahman bin Abi
Bakar bin Muhammad bin Sabiqudin bin Al-Fakhri Ustman bin Nashiruddin Muhammad bin
Asy-Syaikh Hammamudin Al-Hammam Al-Khadhari As-Suyuthi.
Disamping aktif mengajar ilmu agama Islam, al-Suyuthi juga sangatproduktif menulis
buku dalam berbagai ilmu. Aktifitas mengarang ini sebagaimana telah disebutkan, ia mulai
sejak berumur 16 tahun. Penguasaannya yang baik dalam berbagai ilmu Islam sangat
memperlancar penulisan karangan-karangan tersebut. Menurutnya , sebagaimana yang diikuti
oleh Harun, karangan mencapai 300 judul buku, selain buku-buku yang dimusnahkan
sendiri.35

30
. Abd Al-‘Ali Salim Mukrim, Al-Qur’an Al-Karim Wa Atsaruhu Fi Al-Diraasat Al-Islamiyaj, hlm. 179
31
.Dr. Khodijah Al-Hadistiy, Al-Madaris An-Nahwiyah, Al-Urdun: Dar Al-Amal Urbud, Hlm. 309-340
32
.Dr. Khodijah Al-Hadistiy, Al-Madaris An-Nahwiyah, Al-Urdun: Dar Al-Amal Urbud, Hlm. 343
33
.Dr. Khodijah Al-Hadistiy, Al-Madaris An-Nahwiyah, Al-Urdun: Dar Al-Amal Urbud, Hlm. 345
34
. Dr. Khodijah Al-Hadistiy, Al-Madaris An-Nahwiyah, Al-Urdun: Dar Al-Amal Urbud, Hlm. 346
35
. M. Habib, Asy- Suyuthi dan Pemikirannya di Bidang Nahwu, jurnal Adabiyat, vol. 3, no. 11, juli 2004
15

Namun menurut sejarawan, buku-bukunya berjumlah 571 buah, baik berupa karya besar
dengan jumlah halaman yang banyak maupun buku-buku kecil dan karangan-karangan
singkat. Bahkan, dikatakan bahwa as-Suyuthi sangat berjasa dalam menampilkan kembali
manuskrip-manuskrip lama yang pada waktu itu telah dianggap hilang.
Syauqi Dhaif dalam karyanya, al-Madarris an-Nahwiyah, mengatakn bahwa Imam as-
Suyuthi termasuk ulama yang produktif dalam semua aspek medan keilmuan pada masanya
diantaranya: ilmu tafsir, hadist, fiqh, penerjemahan, bidang linguistik dan tata bahasa
(Nahwu).
2. Ibnu al-Hajib
Nama lengkap beliau adalah jamaluddin Utsman bin Umar bin Abi Bakr. Beliau di Esna
wilayah Mesir bagian hulu pada tahun 570 H, kemudian tinggal di Kairo. Ayahnya adalah
seorang pelayan raja Izzuddin as-Sholahi pada masa itu. Dari segi akademis, Ibnu al-Hajib
menekuni dan mendalami beberapa bidang keilmuan. Dan yang yang paling menonjol adalah
ilmu fiqih yang bermazhab Maliki, ilmu ushul dan juga ilmu nahwu.
Ibnu al-hajib memiliki banyak pemikiran yang sebagian diterima dan disepakati oleh
ulama-ulama nahwu, sering pula bertentangan dengan pendapat-pendapat ulama nahwu
lainnya. Diantara sekian banyak pendapatnya, beliau menyatakan bahwa i’rab itu adalah lafzi
bukan ma’nawi. Kemudian beliau beranggapan bahwa isim (sebelum penyusunannya dalam

sighah dan ibarat ) adalah mabni. Lalu tentang dua isim isyarah ‫ ذان‬dan ‫ تان‬keduanya adalah
isim isyarah yang ditempatkan atau diposisikan untuk mutsanna. Akan tetapi, keduanya
bukan bentuk mutsanna yang sebenarnya, mengapa? Karena tersebut merupakan sighah

dalam posisi rafa’ dan dapa berubah menjadi ‫ ذين‬yang merupakan bentuk yang lain dan

berposisi nashab dan jar begitu pula dengan ‫تان‬.

Sebagian besar ulama nahwu berpendapat bahwa kalimat seperti ‫ غالميـ‬adalah mabni,
karena diidhofahkan kepada dhomir mabni. Tapi Ibnu al-Hajib berpendapat lain, bahwasanya
kalimat ‫ غالمي‬berkedudukan sebagai mu’rab muqaddar dengan acuan beliau kepada kalimat

‫غالمك وغالمه‬.
16

Kemudian pendapat beliau tentang lam ibtida’. Beliau sependapat deng Imam
Zamkhosyai bahwa lam yang terdapat pada mubtada’ itu menjadi satu, menjadi lam ibtida’
contoh ‫ائم‬PP‫د ق‬PP‫ لذي‬dan ‫ائم لذيد‬PP‫ لق‬, adapun selain dari posisi tersebut beliau berpendapat bahwa

lamnya adalah lam muakkadah contoh ‫إن حممدا لقائم‬.


Ibnu al-Hajib juga sependapat dengan beberapa pendapat ulama nahwu Kufah yang mana
sifat nahwu Kuf adalah lebih fleksibel, luntur dan mengadopsi bahasa-bahasa kelompok atau
individu-individu tertentu sebagai acuan teori mereka. Dan ini lebih bersifat deskriptif dalam
teori-teori ataupun pembahasannya.36

36
. Afandi, Zamzam, Jurnal Adabiyyat, Ibnu Jinni: Menembus Sekat Madzhab Linguistik, (memadukan aspek
logis dan sosiologis), vol. 8. No. 1, Juni 2009
17

‫املراجع‬
.‫ عبده الراجحي‬.‫ د‬،‫المذاهب النحوية‬

‫ خديجو الحديثي ص‬.‫ د‬،‫ والمدارس النحةية‬،328 ‫ ص‬،‫ شوقي ضيف‬،‫المدارس النحوية‬
405 :‫ بغية الوعاة‬،254\3 :‫ انباه الرواة‬،233 ‫ طبقات النحويين للوبيدي ص‬:‫ترجمة‬
224 \3 ‫ انباه الرواة‬،105\19 ‫ معجم األدباء‬،332 \3 :‫ وتاريخ بغداد‬،236 ‫للزبيدي ص‬
169 ‫ بغية الوعاة ص‬،99\1 :‫ انباه الرواة‬،238 ،‫الزبيدي‬
323 ‫ بغية الوعاة ص‬،234\5 ‫شذرات الذهب ص‬
Abdur Rozaq, Al-Hadistiy Khodijah, 2001, Al-Madaris An-Nahwiyah, Al-Urdun: Dar Al-Amal
Urbud, cetakan ke-3, yordan
Al Suyuthy, Jalaluddin, 2006, Al Iqtirah Fi Ushul Al Nahwi, Dar Al Ma’arif Al Jami’iyyah
Afandi, Zamzam, Jurnal Adabiyyat, Juni 2009, Ibnu Jinni: Menembus Sekat Madzhab Linguistik,
(memadukan aspek logis dan sosiologis), vol. 8. No. 1
Syauqi Dhaif, Madrasah Al-Mishri, Al-Mudarisun Nahwiyah, 1976, Darul Ma’arif. Kairo, Mesir
Ahmad Amin, Zuhrul Islan. 1969, Darul Nahdah, Kairo, Mesir
M. Habib, Asy- Suyuthi dan Pemikirannya di Bidang Nahwu, jurnal Adabiyat, vol. 3, no. 11, juli
2004.

You might also like