Nama : Winalia
NPM : 2018116052
UTS Aspek Hukum Dalam Bisnis
Kasus : Di Surabaya, seorang advokat
menggugat Lion selaku pemilik Maskapai
Penerbangan Wings Air di karena
penerbangan molor 3,5 jam. Maskapai
tersebut digugat oleh seorang advokat
bernama DAVID ML Tobing. DAVID, lawyer
yang tercatat beberapa kali menangani
perkara konsumen, memutuskan untuk
melayangkan gugatan setelah pesawat
Wings Air (milik Lion) yang seharusnya ia
tumpangi terlambat paling tidak sembilan
puluh menit. Kasus ini terjadi pada 16
Agustus lalu ia berencana terbang dari
Jakarta ke Surabaya, pukul 08.35 WIB.
Tiket pesawat Wings Air sudah dibeli.
Hingga batas waktu yang tertera di tiket,
ternyata pesawat tak kunjung berangkat.DAVID mencoba mencari informasi, tetapi
ia merasa kurang mendapat pelayanan.
Pendek kata, keberangkatan pesawat telat
dari jadwal. DAVID menuding Wings Air
telah melakukan perbuatan melawan
hukum dengan keterlambatan
keberangkatan dan tidak memadainya
layanan informasi petugas maskapai itu di
bandara. Selanjutnya DAVID mengajukan
gugatan terhadap kasus tersebut ke
pengadilan untuk memperoleh kerugian
serta meminta pengadilan untuk
membatalkan klausul baku yang berisi
pengalihan tanggung jawab maskapai atas
keterlambatan, hal mana dilarang oleh
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.
Coba Analisa menurut pendapat saudara
tentang kasus tersebut tentang etika
bisnis !!
Analisa dari etika bisnis :Lion Air yang merupakan maskapai
penerbangan swasta terbesar di Indonesia,
mampu bersaing dan selalu menguasai
pangsar pasar domestik tetapi hal ini tidak
diimbangi dengan konsistensi waktu
penerbangan yang seharusnya menjadi
standar yang wajib dipenuhi oleh maskapai
tersebut. Keterlambatan penerbangan
Maskapai Lion Air sering kali terjadi dari
tahun ke tahun, berkenaan dengan kasus
keterlambatan tersebut, Lion Air dianggap
tidak bisa memberikan pelayanan yang
baik bagi penumpangnya. Bisnis yang baik
bukan saja bisnis yang menguntungkan,
tetapi juga harus sesuai dengan kaidah
etis. Pertama, etika bisnis membahas
berbagai prinsip, kondisi dan masalah
terkait praktek bisnis yang baik dan etis.
Kedua, keterlambatan penerbangan
Maskapai Lion Air yang terjadi terus
menerus didominasi faktor internal
maskapai, seperti rusaknya pesawat,kurangnya ketersediaan awak kabin, dan
miss management. Delay menimbulkan
kerugian yang amat luas terutama bagi
para penumpang dari segi materiil maupun
imateriil. Lion Air merupakan jasa
penerbangan pesawat udara di Indonesia
yang menerapkan kebijakan penerbangan
biaya murah (low cost carrier), namun hal
ini tidak dibarengi dengan kualitas
pelayanan yang baik. Pemerintah melalui
Kementerian Perhubungan (Kemenhub)
dalam tiap kesempatan telah menegur
hingga memberikan sanksi kepada Lion Air
terkait kasus keterlambatan penerbangan.
Ketiga, Lion Air melanggar prinsip-prinsip
etika bisnis. Lion Air tidak responsif dan
kooperatif atas terjadinya keterlambatan
penerbangan termasuk cara
menanganinya, dan lalai dari tanggung
jawab moral perusahaan
Perlindungan konsumen sebagaimana
pasal 1 ayat (1) menyebutkan artidari perlindungan konsumen yakni : segala
upaya yang menjamin adanya kepastian hu
kum untukmemberi kepada konsumen.
Sedangkan arti yang tidak kalah penting
ialah Konsumen, yakni setiap orang
pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik
bagikepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan. Kata tidak
diperdagangkan ini berarti konsumen yang
dilindungi ialah konsumen tingkat akhir
dan bukanlah konsumen yang
berkesempatan untuk menjual kembali
atau reseller consumer.
Perlindungan konsumen sesuai dengan
pasal 3 Undang-undang Perlindungan
Konsumen, bertujuan untuk Meningkatkan
kesadaran, kemampuan dan kemandirian k
onsumen untuk melindungi diri,
Mengangkat harkat dan martabat
konsumen dengan cara menghindarkannyadari efek negatif pemakaian barang dan/
atau jasa, Meningkatkan pemberdayaan
konsumen dalam memilih, menentukan
dan menuntut hak-haknya sebagai
konsumen, Menciptakan
sistem perlindungan konsumen yang meng
andung unsur kepastian hukum dan keterb
ukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi, Menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha
mengenai pentingnya perlindungan konsu
men sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggungjawabdalam berusaha,
Meningkatkan kualitas barang dan/atau
jasa yang menjamin kelangsunganusaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan dan keselamatan
konsumen.
Tindakan Wings Air mencantumkan
Klausula baku pada tiket penerbangan
yang dijualnya, dalam hal ini menimpa
DAVID, secara tegas bertentangan denganPasal 62 Jo. Pasal18 Undang-Undang
Republik Indonesia tentang Perlindungan
Konsumen dimana terhadapnya dapat
dipidana penjara paling lama 5 tahun atau
pidana denda paling banyak RP.
2.000.000.000,-, namun dengan tidak
mengesampingkan prinsip Ultimum
Remedium.Yang dimaksud dengan
Klausula baku adalah segala klausula yang
dibuat secara sepihak dan berisi tentang
pengalihan tanggung jawab dari satu pihak
kepada pihak yang lain.Sebagaimana
ditentukan berdasarkan Pasal 18 UUPK
yakni:
(1) Pelaku usaha dalam menawarkan
barang/jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau
mencantumkan klausula baku pada setiap
dokumen dan/atau perjanjian apabila: a.
menyatakan pengalihan tanggung jawab
pelaku usaha;(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan
klausula baku yang letak atau bentuknya
sulit terlihat atau tidak dapat dibaca
secara jelas, atau yang pengungkapannya
sulit dimengerti.
(3) Setiap klausula baku yang telah
ditetapkan oleh pelaku usaha pada
dokumen atau perjanjian yang memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi
hukum.
(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan
klausula baku yang bertentangan dengan
Undang-undang ini.Selanjutnya
berdasarkan penjelasan Pasal 18 ayat (1)
UUPK disebutkan bahwa tujuandari
pelarangan adalah semata-mata untuk
menempatkan kedudukan Konsumen
setara dengan pelaku usaha berdasarkan
prinsip kebebasan berkontrak.Selain itukhusus mengenai penerbangan,
berdasarkan konvensi Warsawa
ditentukan perusahaan penerbangan tidak
boleh membuat perjanjian yang menghilan
gkan tanggung jawabnya. Dalam kasus dise
butkan bahwa, pada tiket penerbangan yan
g diperjualbelikan memuat klausul
“Pengangkut tidak bertanggung jawab atas
kerugian apapun juga yang ditimbulkan
oleh pembatalan dan/atau keterlambatan
pengangkutan ini, termasuk segala
kelambatan datang penumpang dan/atau
kelambatan penyerahan bagasi”.
Berdasarkan pendapat saya, hal tersebut
jelas merupakan suatu bentuk klausula
baku mengingat klausul yang termuat
dalam tiket tersebut dibuat secara sepihak
oleh pihak Manajemen Wings Air yang
berisikan pengalihan tanggung jawab
dalam hal terjadi kerugian dari pihak
manajemen kepada penumpang.Atas
dimuatnya klausula tersebut jelas dapatmerugikan kepentingan konsumen.
Penyedia jasa dapat serta merta
melepaskan tanggungjawabnya atas
kerugian yang timbul baik yang
ditimbulkan oleh penyedia jasa sendiri
maupun konsumen. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tindakan yang
dilakukan oleh Wings Air selaku
perusahaan milik Lion Air bertentangan
dengan pasal 18 UUPK dan Konvensi
Warsawa tentang penerbangan. Terkait
dengan penegakan hukum perlindungan
konsumen, khususnya
mengenai pelarangan pemasukan Klausula
Baku dalam setiap aktivitas perdagangan,
menurut pendapatsaya belum berjalan
dengan efektif dan sesuai harapan. Disana-
sini penggunaan klausula tersebutmasih
marak dan cukup akrab dalam setiap
aktivitas perekonomian. Selain itu, sejauh
ini penggunaan sangsi pidana belum perna
h diterapkan dalam setiap tindakan pencan
tuman klausula baku. Hal tersebutmenurut pendapat saya merupakan
indikator bahwa Undang
Undang No.8 Tahun 1999 belum ditaati dan
diterapkan dengan baik melainkan sejauh i
ni baru sampai pada tahap pemahaman
dan sosialisasi.