You are on page 1of 14
PERTEMUAN INJIL DAN KEBUDAYAAN: KAJIAN KONTEKSTUALISASI KEBUDAYAAN MAMINDATE KUBUR’RA DI JEMAAT GERMITA EL-BETEL RUSOH Yanice Janis Dosen Program Studi Pendidikan Agama Kristen STAKN Manado janisyanice @gmail.com Melly Meiny Wagiu Dosen Program Studi Pastoral Konseling STAKN Manado meily:wagi@yahoo.co.id ABSTRAK Artikel ini mendeskripsikan tentang pertemuan Iryil dan kebudayaan melalui Kegiatan adat memindate kubur'ra di Jemaat GERMITA El-Betel Rusoh. Bagaimmana kebudayaan ini imalnai dan diimplenmetaskan dalam tingkup hidup be agai jawaban atas Reresahan yang dialami anggota Jemaat GERMITA El- Betel Rusch akibat dampak dari Kebudayaan imamindate kuburta kara dlanggap tidak srkonfrontasi dengan ay kontekstualisasi ‘memuliki nilai-nilai Kristiant dan cenderung iat, sérta menghadirkan kajian ran gereja. Pendekatan yang aigunakan dalam tulsa int adalah Teualtai destoipti. Sedangakan untuk sumber data diperoleh dengan teknik wawancara, observasi dan dokunentasi sehingga ‘menjamin validitas dan keakuratan data. ‘Adapun hasil yang ditemukan, diantaranya: 1) Pemahaman anggota jemaat terhadap Kebudayaan. Mamindate Kuburra adalah warisan budaya dari para lelihur yang patut dilaksanakan dan juga dijaga elestariannya, itulah alasan atau. faktor yang mendorong dilaksanakannya Kebudayaan Mamindate Kubur'ra. 2) Walaupun saat ini para anggota jemaat telah memiliki Kepercayaan iman kepada Tuhan’Yesus Kristus, mereka tetap tidak dapat ‘meninggalkan nilai-nilai kebudayaan yang telah larna melekat dalam kehidupan mereka. Kata Kunci: Kebudayaan Mamindate Kubur'ra, Kontekstualisasi PENDAHULUAN Kehidupan manusia_— pada, hakikatnya tidal pemah lepas dari konteks mang dan waktu sehingga tak jarang fdentitas seseorang selalu ditinjau dari perspelti fini, Keadaan tersebut secara tidak langsung turut menghadirkan altifitas dan cksistensi yang berbeda antara satu dengan ‘yang lainya dan membentuk suatu kebiasaan_ sesuai dengan tempat dimana ia tinggal. Kebiasaan inilah yang kermudian melahirkan polarisasi yang disebut dengan kebudayaan, Jadi, manusia pada hakekatnya adalah mabluk berbudaya dan tidak pernah lepas dati kebudayaan. ‘JM. Sarwan, Opo dan Allah Bapa, (Tomoboretp,i993)-. XL Salah satu aspek dari kebudayaan alah peranannya dalam ~—membentuke spiritualitas, sehingga perjumpaan antara Ingil dasar spritualitas) dan kebudayaan ‘merupakan hal yang lumrah dalam sejarah ‘kehidupan manusia sebab Injil tidak pernah, hadir di Iuar kebudayaan dan selalu terbungkus olehnya karena hanya dengan demikian Injil dapat dipersepsi manusia= Namun sejarah telah mencatat bahwa pertemuan antara Keduanya tak jarang menghadirkan onflik horizontal arena dianggap berseberangan dan saling Daniel J. Adams, Teologi Lintas Budays, (alarte EPK Gumng Muli, 1393), Reg mengancam elsistensi antara satu dangan yang lainnyas Pertemuan injil dan kebudayaan juga terjadi di jemaat Germita El-betel Russoh, Sejak ekristenan mult berkembang di Talaud dengan ajaran yang bertitik tolak dani Alkitab diperhadapkan dengan Kebudayean sekitar yang masih terpengaruh dengan ajaran yang divariskan secara turun-temurun, Mereka mempercayai adanya zat suci pencipta alam semesta dan manusia yang di sebut Doeata, Ruata, atau Ghenggona Ruata. Di bavahnya, bertahta banyak woh Ompung Roh penguasa laut), dan Empung (1oh penguasa daratan). Dewa- devi ini berhadirat di gumung dan lembah- Jemba, di laut, di segala tempat, ruang, dan suasanaKepercayaan ini masih banyak. dianut oleh anggota jemaat, sehingga tak jarang dalam beberapa kesempatan terjadi peleburan kepercayaan antara keluistenan dan ajarankebudayaan) —setempat (inkretisme), Salah satu yang sangat nyata adalah tradisi Kebudayean upacara adat pemindahan kerangka jenazah atau dalam bahasa Talauddisebut_— Mamindate Jauburra.Di mana dalam prosesi upacara ini dilaksanakan dalam rangkaian _liturgis laistiani Keadaan ini seringkali menjadi perdebatan antara sesama jemaat, Ada sebagian jemaat yang masih tak sangat terpengaruh dengan tradisi warisan Jeluhur ini dan terusmenerus melestarikannya. Sedangkan di sisi lainnya ada jemaat yang menial bahwa ritual tradisi_terlalu bermuansa mist karena_— dalam. pelaksanaannya diadakan persembahan korban (hewan), sehingga tradisi ini tidak ‘S.AENababan, Pergumulan Rangkap, (Galata: BPK Guang Mulia, 1970), ut. “Berdasazkan observes di temukan ‘baba dalam melaksanakan marnindate kubure i adakan penbadatan Kristen yang dipimpnoleh pendeta dan Kemadian dialinian kepada emangku adat atzurarumbanua. a7 lagi harus dilaksanakan arena bertolake belakang dengan ajaran lekristenans Hal tersebut dapat menimbulkan —suatu pertentangan diantara jemaat, dan jika hal itu dibiarkan —egitusaja_ alan. mengakibatkan —adanya-—-pemahaman. sinkretisme. Sehingga jika dibiarkan akan berdampak negatif bagi Kehidupan orang percaya (isten). Guna meredam keadaan diperiukan upayaupaya nyata dani gereja terhadap permasalahan ini, salah satu upaya adalah gereja melakukan Jajian Alkitab secara kontekstual (dalam terang alkitab) terhadap pemahaman-pemahaman kebudayaan yang ada di masyarakat, Hal ini sangatlah penting kkarena dengan adanya tindakan ini, gereja dapat memberikan penjelasan yong jelas yaitu dengan menjelaskan posisi suatu tradisi kebudayaan secara objeltif dalam Kerangka imanMnisten. —Sehingga pertumbuhan iman jemaat dapat diperkaya dalam perjumpaan injil dan kepercayaan atau tradisi yang sudah ada sejak lama. Artikel ini dimaksudkan untuk meninjan —sejauh = mana upaya. ontekstualisasi yang telah dilalukan gereja, Khususnya gereja masehi Injili di Talaud dalam menyibak pertemuan inj dan Kebudayaan melalui tradisi kebudayaan Snformasi yang diperoleh dani seawancara diterukan babvea 70% anforman ash bersikuky untuk melanjuthan tadist int Karena talsut alan terjdi bencana jila. tidak GQdaissnalan Peliksanaan im bahlan telah * Dengan pemahaman di atas dapat dipahami bahwa berteologi kontekstual harislah diterapkan sesuai dengan kerangka budaya yang ada di Indonesia, Teologi harus dikonteksian dengan wajah Indonesia, dan menjadi pelopomya haruslah dari kalangan teolog. Sehingga teologi bukan lagi berbicara tentang teor-teor! Allitabiah, melainkan harus dilontelskan dengan Keadaan yang ada disekitar tempat hhidup dari para teologi, oleh karena itu teologi Kontekstual adalah usaha ‘mengartikan iman Kristen dalam istilah- {stilah atau suatu kontels Hhusus. . Kajian Kontekstual Terhadap Budaya Mamindate Kubur'ra Pendekatan yang dilakukan dalam mengkaji budaya uburra adalah dengan rmengiluti model terjemahan yang diusung oleh Stephen B. Evans. Yaitudengan memberikan penekanan pada lesetiaan terhadap Allitab/ kitab suci (teks) dan ‘radisi sambil tidak lupa memberi ruang bagi kebudayaan (kontels). Dengan pendekatan yang demikian mata peneliti memfoluskan objek kajian ‘mengenai kesejajaran makna antar teks dan Konteks baik secara konseptual maupun operasional dan kesejajaran —tersebut nampak dari pemalnaan dan pemberian Korban yang merupakan unsur penting dalam upacara Kebudayaan Mamindate uburra, bal ini dikarenakan pemberian orban persembahan adalah sebagai vayjud Steve Gasperse, Iman Tidak Pemah Amin: Menjadi Kristen Menjadi Indonesia (Gakarta: BPR Gumang Muia005),b, vi 54 penghormatan kepada penguasa tertinggi yang disebut (Gengghona Ruat) dalam Kebudayaan Mamindate Kuburra. Oleh sebab itu dalam dasar Alkitabiah akan ddibahas mengenai malna dari persembahan korban itu sendiri, Dalam —membahas tentang persembahan korban, maka akan dijelaskan tentang ajian Allitab baik dani Perjanjian Jama maupun dari Perjanjian Baru sebagai dasar teks pengkafian. Karena hal ini akan ‘menjadi dasar pengkajian teologis mengenai ‘makna korban persembahan sebagai tanda penghormatan kepada penguasa tertinggi dalam kebudayaan Mamindate Kuburra. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa korban yang dipersembahkan berupa hhewan/binatang dan penekanamnya ada pada malna persembahan korban itu senditi sebagai tanda penghormmatan, 2. Perjangian Lama Dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, korban persembahan dalam Perjangian Lama dapat dikelompokkan vit: a. Korban bakaran dma: 429, sebagai lambang — penderitaan sebagai huluman karena dosa yang ditanggungkan atasnya, dengan makna membersihkan kehidupan orang yang memberi korban dalam etaatan sebagai bau-bauan yang hharum bagi Allah, b. Korban safian (m2i6; 5:12), sebagai rasa syukur yang diberikan demi Kemauan balk sebagai pengganti keseluruhan dirinya, ¢. Korban penghapus dosa dan juga disebut sebagai ‘Asyam (horban. penebus salah), yalmi_bilamana seseorang bersalah karena dianggap najis dari segi upacara agama atau berbuat dosa secara tidak sengaja (im. 4: 2,33, 29, 27). 4. Korban perdamaian atau korban keselamatan berupa pernyataan syukur atau sukarela kepada Allah (im. 7 13; 22: 29; BILG: 145 15: 3, Hs Sebagai media korban persembahan, adalah hewan/binatang dan itu sesuatu yang diharuskan. Ini dapat di lihat dari tema dalam kitab Imamat yang ‘menempatkan binatang sebagai korban yang penting, Karena Allah menuntut Korban persembahan binatang supaya umat manusia dapat _memperoleh pengampunan bagi dosa-dosa mereka (imamat 4:35; 5:10). Ketika Adam dan Hava bertosa, Allah mengorbankan binatang untuk menyediakan pakaian bagi mereka (Kejadian 3:20) Kain dan Habel membawa persembahan kepada Allah, Persembahan Kain tidak diterima arena dia mempersembahkan buah- buahan sedangkan persembahan Habel diterima Jarena dia mempersembahkan "anak sulung dari kambing dombanya' Gejadian 4:45)0°Kemudian dalam Kehidupan Nuh, setelah banjir surut Nuh mempersembahkan —binatang kepada Allah. Persembahan Nuh ini merupakan bau harum = yang ‘menyenangkan Tuhan (Kejadian 8:20- 20. Selanjutnya perjanjian lama ‘memperlihatkan suatu penghormatan yang divnyjudnyatakan lewat korban persembahan, yaitu ketika Allah memerintahkan Abraham untuk mempersembahkan Ishak analnya, Abraham taat kepada Allah, namun sEnsklopedia Allitab Masa Kinvilid 1, Gakste Yayasan Jomundasi Bina Kasih 2007), he 515 Wiliam Dymess,Tama-Tema dalam Teologi Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2009})h. 96. 55 ketika Abraham siap ‘mempersembahkan Ishak, Allah campur tangan dan menyediakan seekor domba jantan untuk mati menggantikan Ishak (Kejadian 22:10-1). Dalambal ini dapat dihat bahwa ketaatan Abraham diperlihatian dengan ‘mempersembahkan orban persembahan yaitu analnya, ini ‘membultikan bahwa Abraham sangat ‘menghormati Allah sebagai penguasa tertinggt dalam kehidupannya, Korban persembahan —lainnya disebut hari Pendamaian yang digambarkan dalam Imamat pasal 16. Hl itu melukiskan pengampunan dan penghapusan dosa. Imam Besar ‘mengambil dua domba jantan untule korban penghapus dosa, Salah satu dari domba tersebut untuk dikorbankan sebagai korban penghapus dosa bagi seluruh umat Israel (Imamat 36:15) sementara domba satunya dilepaskan di padang gum (Imamat 36:20-29). Korban penghapus dosa menyediakan pengampunan sementara domba yang Jain tumenyediakan penghapusan dosa. Dengan demikian mengapa Allah menginginkan korban _persembahan dalam Perjanjian Lama karena pada ‘waktuitu bangsa Israel melalukan dosa, sebab jika ada dosa maka Allah akan ‘murka terhadap bangsa tersebut. Dengan melihat apa yang terjadi, temyata hewan/binatang memegang eran penting sebagai korban persembahan, Oleh arena hewan berperan penting sebagai korban. persembahan, maka untuk keteraturan persembahan lorban itu sendiri, TUHAN menentukan hewanhewan ‘yang layek dipersembahian, yaitu mula dari temak besar (embu, sapi) dan temak sedang (kambing dan domba) dan juga temak keeil (burung merpati dan tekulau), Ini menandakan keadilan TUHAN memberi kesempatan kepada masingmasing orang sesuai Kemampuannya untuk memberikan persembahan korban.” Menurut Imamat 124 ada prosedur tertenty yang harus diikuti. Pertama-tama, binatang tersebut harus tak bercacat. Kenmidian orang yang ‘mempersembahkan hans mengidentifilasikan dirinya dengan binatang itu. Kenmidian orang yang mempersembahkan harus-membunuh binatang itu, Ketika dilakukan dengan iman, persembahan ini menyediakan pengampunan untuk dosa-dosa. 2. Perjangian Baru Perjanjian Baru menegaskan pemberian persembahan berupa ternal atau barang lainnya bukan lagi sebagai jalan penebusan dosa atau Kesalahan ‘umat percaya, Kitab Ibrani menuliskan dengan jelas, "tidak mumgkin darah Jembu jantan atau darah domba betina dapat menghapus dosa’ (br. 10: 4). Penebusan dosa orang percaya dalam Perjanjian Baru hanya dapat dilakukan melalui iman dengan mengalu Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya; maka melalui tubuh dan darah-Nya yang tersalib di Golgota hal itu sudah menjadi jalan penebusan dosa. ‘Namiun, Perjanjian Baru tidak langsung meniadakan persembahan sama sekali. Persembahan dalam konsep Perjanjian Baru menjadi berbeda, tidal lagi sebagai Korban, melainkan sebagai ungkapan rasa syulur atas anugerah keselamatan yang telah diberikan Tuhan atas penebusan dosa tersebut. Artinya, pemberian tersebut adalah sebagai Peter Wongso, Elsposis Dolin Alla thrani, (Malang: SAAT, 1997), 438. 56 ungkapan syukur, bukan balas jasa, arena anugerah eselamatan yang iberikan Allah adalah cuma-cuma, tidak dapat dibalas dengan perbuatan atau upaya manus Jadi dalam konteks Perjanjian Baru mala korban persembahan adalah merupakan respon alas rasa syuluur penebusan tersebut, bukan dalam pengertian timbel balik. Setelah memaparkan beberapa contoh dalam makna korban Perjanjian Lama. Selanjutnya, mala korban persembahan di dalam kitab Perjanjian Baru culup Iuas pembahasannya dan dapat dikategorikan dalam lima bentul, ‘yan Sebagai berlaat*: Pertama, persembahan nyawa. ‘Tuhan Yesus berkata bahwa inilah ‘ungkapan kasih yang lebih besar dari ‘umat percaya, yal apabila seseorang yang mengorbankan nyawa untuk Kemuliaan Kristus maupun untuk saudara-saudara atau sesama (Mat. 39; Luk. 14: 26; Yoh. 35: 135 Kis. 15: 26). Hal ini diperlihatkan dalam kisah Stefanus, martir pertama yang dibunuh oleh kaum Farisi dengan melemparinya dengan batu (Kis. 72 54 - 60). Pengorbanan nyawa untuk sesama dinyatakan dalam aoh, 3 36, "Demiibianlah hita ketal kasih Kristus, yaitu bahva Ja telah menyerahkan nnyava-Nya''s, Kesediaan berkorban dan menderita bagi orang lain dengan ‘mengesampingkan kepentingan ini sendin, itulah makna dari persembahan nnyava tersebut. Kedua, persembahan tubub, yalni memelihara keloudusan idup dengan menjaubkan diri dari perbuatan najis dan dosa yang tidak berkenan Kepada Tuhan. Firman-Nya berkata, tbid, be 35, wwallstab Lar-73 "Karena itu saudare-saudara, demi Kemurahan Allah, alu menasehatkan kamu, supaya kamu mempersembahan ‘tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan ‘kepada allah: itu adalah ibadahmu yang sejati" (Roma 12:1; Yakobus 1: 27h). etiga, persembahan hati dan mulut, dengan menaikkkan puji-pufian dan bibir yang memuliakan Allah dengan ucapan syulur (brani 13: 15; Marmur 28: 7, 30: 4; 51 39). Kitab Bfesus menulskan, "dan _berkata- kkatalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puj-pujian, dan nyanyian rohani, Bemyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati" (Efesus 5: 19 - 20). Allitab juga mengingatkan, dengan lidah dapat ‘memuji Tuhan (Yakobus 3: 5). Artinya, di segala tempat dan situasi tidak boleh menggunakan lidah dan mulut untule hal-hal yang menyakitkan hati Allah dan orang lain, tetapi justru dipakai untule ‘memuliakan Dia, Dalam kelima bentuke inilah yang menjadi penggenapan korban dalam Perjanjian Lama kepada Perjanjian Baru yang mana, Kristuslah yang menjadi korban untuk menghapus segala dosa-dosa manusia, dan pengorbannya sekali dan untuk selamanya, Itulah mana korban dalam Perjanjian Baru. Dari uraian di atas, baik dari Perjanjian Lama maupun dari Perjanjian Baru dapat disimpulkan bahwa pada dasamya kehidupan umat Allah senantiasa berusaha mendekatkan iri kepada allah melalui persembahan Korban, Persembahan korban adalah statu ungkapan iman dari setiap umat yang percaya kepada Allah. Ini adalah suatu —upaya manusia_—_ untuk 37 memberikan penghormatan dan juga merendahlan iri dihadapan Allah dengan jalan mempersembahkan sesuatu kepada-Nya, Kata “Korban’” berasal dari Bahasa Ibrani ayp (gorban) yang berarti “Sesuatu yang dibawa dekat’ sebagai pemberian untuk menyetakan kebaktian dan kesetiaan, juga diartikan sebagai persembahan ‘untuk mendekathan ini kepada Tuhan« Dani pengertian-pengertian ini, dapat dikatakan bahwa “korban” adalah sesuatu yang dibawa/dipersembahkan kepada yang diyakini -menguasai kehidupan ini, dengan kata lain suatu pemberian yang disertai dengan rasa ‘hormat. Ini adalah suatu upaya manusia ‘untuk menyembah dan mendekatkan iri kepada louasa tertinggi CTuham), dengan jalan mengorbankan sesuatu, ‘Melalui Jorban, manusia_menghayati Inubungannya dengan Inasa tertingg (Tuhan) dan mengharapkan segala sesuatu dari padanya, Konsep yang sama juga ditemukan dalam pemaknaan budaya Mamindate Kuburra bagi ‘masyarakat Talaud adalah sebagai upaya ‘untuk hidup dalam _—‘keserasian Iubungan dengan Gengghona Ruata, Kkeserasian hubungan dengan sesama dan eserasian hubungan dengan linglumgan.# Sedangkan dani proses pelaksanaanya selalu bersandar pada Joasa tertinggi yaitu (Gengghona ruata). — Kedua hal in ‘terimplementasikan dengan pemberian persembahan sebagai salah satu sarana permohonan untuk = meminta “Enaiklopedia Alltab Masa Kini, iid 11, Gakartar ‘Yayasan tomundlas Bina asth oon) he g72 “anton Mulino, dik, Kars Besar Bahasa Indonesia edisi ke Ti(GakartaBalat Pastala, 1991) he 84g ‘OBS, Wawancars, (Minggu, 7 Meiz017) perlindungan, dan penyertaan serta pimpinan Tuhan dalam perjalanan hidup selanjutnya, sehingga kebahagian dan keselamatan tetap menjadi bagian hidup bersama, KESIMPULAN Kebudayaan adalah warisan budaya dati para lelubur yang patut dilaksanakan ddan juga dijaga kelestariannya, itulah alasan atau faktor yang» mendorong. dilaksanakannya Kebudayaan Mamindate ubur'a, pelaksanaan kebudayaan ini juga merupakan turn adat yang harus dilaluukan sebagai tanda_pervujudan penghormatan kepada Tuhan dan para JeluburWalaupun saat ini para anggota jemaat telah memilibi kepervayaan iman kepada Tuhan Yesus Kristus, bukan berarti mereka harus meninggalkan nila-nilat ebudayaan yang telah lama melekat dalam. Kehidupan mereka atau merasa ambigu dengan keadaan yong ada. Sebab dengan Kshadiran teologi Kontekstualisasi telah mampu untuk mengkornunikasikan Injil secara tepat dalam Kebudayaan sehingga Injil tak lagi dipandang sebagai ancaman bagi eksistensi kebudayaan dan sebalilnya, Melalui metode ini juga Injil dapat ‘menyentuh segala lapisan kebudayaan tanpa rmenghilangnya, serta lebih mampu dimaknat oleh dalam situasi kongknit, sembari menggusur paradigma lama _ tentang konfrontasiantara Inil dan kebudayaan, 58 Daftar Pustaka ‘Adams Daniel J., Teologi Lintas Budaya, Jakarta: BP Gunung Mulia, 1992, Bevans Stephen B., Model-Model Teologi ‘Kontelstual,” Mamere: Ledale, ‘2002. Bosch David j, Transformasi Misi Kristen Jakarta: BPK Gunung Mulia,201., Darmaputra Eka, Konteks Berteologi di Indonesia, ‘Jakarta: BPK Gunung Mulia, 3997. Drewes dan Julianus Majau, Apa itu teoloa?, pengantar ke dalam thr teologi Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008. Dymess William, Tema-Tema _ dalam Teologi Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas, 2009, Gaspersz, Iman Tidak Pernah Amin: ‘Menjadi Kristen Menjadi Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia,2009. Horton Paul B., Sosiologi, Jakarta: Erlangga 1999. Kobong Th, Iman dan Kebudayaan, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2009. Koentjaraningrat, Kebudayaan, ‘Mentalitas “dan _Pembangunan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 3993, ‘Mawene Marthinus, Perjanjian Lama dan Teologi Kontékstual, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008. Nababan S.A5., Pergumulan Rangkap, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 3970. Newbigin Lesslie Ijil Dalam Masyarakat Maginul, ‘Jlarta: BPX Gunung Mulia,2006. Niebuhr H. Richard, Kristus dan Kebudayaan, Jakarta, Petra Jaya, 3949. Ranjabar Jacobus, sistem Sosial Budaya Indonesia: Suatu Pengantar,Bogor: Ghalia Indonesia, 2006. Sarwan JM. Qpo dan Allah Bapa, ‘Tomohon: 3901 Singgih Emanuel Gerrit, Dari Israel Ke ‘Asia: Masalah Hubungan Antara Kontekstualisasi Teologi Dengan Interpretasi Allitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2022, Wessels Anton, — MemandangYesus: Gambar Yesus Dalam Berbagai Budaya, Jakarta: BPK GunungMulia, 2010, Wesley Ariarajah S, Inj dan Kebudayaan, “Jakarta: BPK Gunung Mulia,2012 Widagdho Djoko, simu Budaya Dasar, Jakarta bumi aksara 2001, Wongso Peter, Eksposisi Doktrin Alkitab Ibrani Malang: SAAT, 1997 Referensi: ‘Anton MMuliono dik, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke HJakarta; Balai Pustaka, ost, Ensiklopedia Alkitab Masa Kinisilid 18 1, Jakarta: Yayasan komunikasi Bina Kasih 2007. 59

You might also like