PERTEMUAN INJIL DAN KEBUDAYAAN:
KAJIAN KONTEKSTUALISASI KEBUDAYAAN MAMINDATE
KUBUR’RA DI JEMAAT GERMITA EL-BETEL RUSOH
Yanice Janis
Dosen Program Studi Pendidikan Agama Kristen STAKN Manado
janisyanice @gmail.com
Melly Meiny Wagiu
Dosen Program Studi Pastoral Konseling STAKN Manado
meily:wagi@yahoo.co.id
ABSTRAK
Artikel ini mendeskripsikan tentang pertemuan Iryil dan kebudayaan melalui Kegiatan
adat memindate kubur'ra di Jemaat GERMITA El-Betel Rusoh. Bagaimmana kebudayaan ini
imalnai dan diimplenmetaskan dalam tingkup hidup be
agai jawaban atas Reresahan yang dialami anggota Jemaat GERMITA El-
Betel Rusch akibat dampak dari Kebudayaan imamindate kuburta kara dlanggap tidak
srkonfrontasi dengan ay
kontekstualisasi
‘memuliki nilai-nilai Kristiant dan cenderung
iat, sérta menghadirkan kajian
ran gereja.
Pendekatan yang aigunakan dalam tulsa int adalah Teualtai destoipti. Sedangakan
untuk sumber data diperoleh dengan teknik wawancara, observasi dan dokunentasi sehingga
‘menjamin validitas dan keakuratan data.
‘Adapun hasil yang ditemukan, diantaranya: 1) Pemahaman anggota jemaat terhadap
Kebudayaan. Mamindate Kuburra adalah warisan budaya dari para lelihur yang patut
dilaksanakan dan juga dijaga elestariannya, itulah alasan atau. faktor yang mendorong
dilaksanakannya Kebudayaan Mamindate Kubur'ra. 2) Walaupun saat ini para anggota jemaat
telah memiliki Kepercayaan iman kepada Tuhan’Yesus Kristus, mereka tetap tidak dapat
‘meninggalkan nilai-nilai kebudayaan yang telah larna melekat dalam kehidupan mereka.
Kata Kunci: Kebudayaan Mamindate Kubur'ra, Kontekstualisasi
PENDAHULUAN
Kehidupan manusia_— pada,
hakikatnya tidal pemah lepas dari konteks
mang dan waktu sehingga tak jarang
fdentitas seseorang selalu ditinjau dari
perspelti fini, Keadaan tersebut secara tidak
langsung turut menghadirkan altifitas dan
cksistensi yang berbeda antara satu dengan
‘yang lainya dan membentuk suatu kebiasaan_
sesuai dengan tempat dimana ia tinggal.
Kebiasaan inilah yang kermudian melahirkan
polarisasi yang disebut dengan kebudayaan,
Jadi, manusia pada hakekatnya adalah
mabluk berbudaya dan tidak pernah lepas
dati kebudayaan.
‘JM. Sarwan, Opo dan Allah Bapa,
(Tomoboretp,i993)-. XL
Salah satu aspek dari kebudayaan
alah peranannya dalam ~—membentuke
spiritualitas, sehingga perjumpaan antara
Ingil dasar spritualitas) dan kebudayaan
‘merupakan hal yang lumrah dalam sejarah
‘kehidupan manusia sebab Injil tidak pernah,
hadir di Iuar kebudayaan dan selalu
terbungkus olehnya karena hanya dengan
demikian Injil dapat dipersepsi manusia=
Namun sejarah telah mencatat bahwa
pertemuan antara Keduanya tak jarang
menghadirkan onflik horizontal arena
dianggap berseberangan dan saling
Daniel J. Adams, Teologi Lintas
Budays, (alarte EPK Gumng Muli, 1393),
Regmengancam elsistensi antara satu dangan
yang lainnyas
Pertemuan injil dan kebudayaan
juga terjadi di jemaat Germita El-betel
Russoh, Sejak ekristenan mult
berkembang di Talaud dengan ajaran yang
bertitik tolak dani Alkitab diperhadapkan
dengan Kebudayean sekitar yang masih
terpengaruh dengan ajaran yang divariskan
secara turun-temurun, Mereka mempercayai
adanya zat suci pencipta alam semesta dan
manusia yang di sebut Doeata, Ruata, atau
Ghenggona Ruata. Di bavahnya, bertahta
banyak woh Ompung Roh penguasa laut),
dan Empung (1oh penguasa daratan). Dewa-
devi ini berhadirat di gumung dan lembah-
Jemba, di laut, di segala tempat, ruang, dan
suasanaKepercayaan ini masih banyak.
dianut oleh anggota jemaat, sehingga tak
jarang dalam beberapa kesempatan terjadi
peleburan kepercayaan antara keluistenan
dan ajarankebudayaan) —setempat
(inkretisme), Salah satu yang sangat nyata
adalah tradisi Kebudayean upacara adat
pemindahan kerangka jenazah atau dalam
bahasa Talauddisebut_— Mamindate
Jauburra.Di mana dalam prosesi upacara ini
dilaksanakan dalam rangkaian _liturgis
laistiani
Keadaan ini seringkali menjadi
perdebatan antara sesama jemaat, Ada
sebagian jemaat yang masih tak sangat
terpengaruh dengan tradisi warisan Jeluhur
ini dan terusmenerus melestarikannya.
Sedangkan di sisi lainnya ada jemaat yang
menial bahwa ritual tradisi_terlalu
bermuansa mist karena_— dalam.
pelaksanaannya diadakan persembahan
korban (hewan), sehingga tradisi ini tidak
‘S.AENababan, Pergumulan Rangkap,
(Galata: BPK Guang Mulia, 1970), ut.
“Berdasazkan observes di temukan
‘baba dalam melaksanakan marnindate kubure
i adakan penbadatan Kristen yang dipimpnoleh
pendeta dan Kemadian dialinian kepada
emangku adat atzurarumbanua.
a7
lagi harus dilaksanakan arena bertolake
belakang dengan ajaran lekristenans Hal
tersebut dapat menimbulkan —suatu
pertentangan diantara jemaat, dan jika hal
itu dibiarkan —egitusaja_ alan.
mengakibatkan —adanya-—-pemahaman.
sinkretisme. Sehingga jika dibiarkan akan
berdampak negatif bagi Kehidupan orang
percaya (isten).
Guna meredam keadaan diperiukan
upayaupaya nyata dani gereja terhadap
permasalahan ini, salah satu upaya adalah
gereja melakukan Jajian Alkitab secara
kontekstual (dalam terang alkitab) terhadap
pemahaman-pemahaman kebudayaan yang
ada di masyarakat, Hal ini sangatlah penting
kkarena dengan adanya tindakan ini, gereja
dapat memberikan penjelasan yong jelas
yaitu dengan menjelaskan posisi suatu
tradisi kebudayaan secara objeltif dalam
Kerangka imanMnisten. —Sehingga
pertumbuhan iman jemaat dapat diperkaya
dalam perjumpaan injil dan kepercayaan
atau tradisi yang sudah ada sejak lama.
Artikel ini dimaksudkan untuk
meninjan —sejauh = mana upaya.
ontekstualisasi yang telah dilalukan gereja,
Khususnya gereja masehi Injili di Talaud
dalam menyibak pertemuan inj dan
Kebudayaan melalui tradisi kebudayaan
Snformasi yang diperoleh dani
seawancara diterukan babvea 70% anforman
ash bersikuky untuk melanjuthan tadist int
Karena talsut alan terjdi bencana jila. tidak
GQdaissnalan Peliksanaan im bahlan telah
*
Dengan pemahaman di atas dapat
dipahami bahwa berteologi kontekstual
harislah diterapkan sesuai dengan
kerangka budaya yang ada di Indonesia,
Teologi harus dikonteksian dengan
wajah Indonesia, dan menjadi
pelopomya haruslah dari kalangan
teolog. Sehingga teologi bukan lagi
berbicara tentang teor-teor! Allitabiah,
melainkan harus dilontelskan dengan
Keadaan yang ada disekitar tempat
hhidup dari para teologi, oleh karena itu
teologi Kontekstual adalah usaha
‘mengartikan iman Kristen dalam istilah-
{stilah atau suatu kontels Hhusus.
. Kajian Kontekstual Terhadap
Budaya Mamindate Kubur'ra
Pendekatan yang dilakukan dalam
mengkaji budaya uburra adalah dengan
rmengiluti model terjemahan yang diusung
oleh Stephen B. Evans. Yaitudengan
memberikan penekanan pada lesetiaan
terhadap Allitab/ kitab suci (teks) dan
‘radisi sambil tidak lupa memberi ruang bagi
kebudayaan (kontels).
Dengan pendekatan yang demikian
mata peneliti memfoluskan objek kajian
‘mengenai kesejajaran makna antar teks dan
Konteks baik secara konseptual maupun
operasional dan kesejajaran —tersebut
nampak dari pemalnaan dan pemberian
Korban yang merupakan unsur penting
dalam upacara Kebudayaan Mamindate
uburra, bal ini dikarenakan pemberian
orban persembahan adalah sebagai vayjud
Steve Gasperse, Iman Tidak Pemah
Amin: Menjadi Kristen Menjadi Indonesia
(Gakarta: BPR Gumang Muia005),b, vi
54
penghormatan kepada penguasa tertinggi
yang disebut (Gengghona Ruat) dalam
Kebudayaan Mamindate Kuburra. Oleh
sebab itu dalam dasar Alkitabiah akan
ddibahas mengenai malna dari persembahan
korban itu sendiri,
Dalam —membahas tentang
persembahan korban, maka akan dijelaskan
tentang ajian Allitab baik dani Perjanjian
Jama maupun dari Perjanjian Baru sebagai
dasar teks pengkafian. Karena hal ini akan
‘menjadi dasar pengkajian teologis mengenai
‘makna korban persembahan sebagai tanda
penghormatan kepada penguasa tertinggi
dalam kebudayaan Mamindate Kuburra.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya,
bahwa korban yang dipersembahkan berupa
hhewan/binatang dan penekanamnya ada
pada malna persembahan korban itu senditi
sebagai tanda penghormmatan,
2. Perjangian Lama
Dalam Ensiklopedia Alkitab Masa
Kini, korban persembahan dalam
Perjangian Lama dapat dikelompokkan
vit:
a. Korban bakaran dma: 429,
sebagai lambang — penderitaan
sebagai huluman karena dosa yang
ditanggungkan atasnya, dengan
makna membersihkan kehidupan
orang yang memberi korban dalam
etaatan sebagai bau-bauan yang
hharum bagi Allah,
b. Korban safian (m2i6; 5:12),
sebagai rasa syukur yang diberikan
demi Kemauan balk sebagai
pengganti keseluruhan dirinya,
¢. Korban penghapus dosa dan juga
disebut sebagai ‘Asyam (horban.
penebus salah), yalmi_bilamana
seseorang bersalah karena dianggap
najis dari segi upacara agama atau
berbuat dosa secara tidak sengaja
(im. 4: 2,33, 29, 27).4. Korban perdamaian atau korban
keselamatan berupa pernyataan
syukur atau sukarela kepada Allah
(im. 7 13; 22: 29; BILG: 145 15: 3,
Hs
Sebagai media korban persembahan,
adalah hewan/binatang dan itu sesuatu
yang diharuskan. Ini dapat di lihat dari
tema dalam kitab Imamat yang
‘menempatkan binatang sebagai korban
yang penting, Karena Allah menuntut
Korban persembahan binatang supaya
umat manusia dapat _memperoleh
pengampunan bagi dosa-dosa mereka
(imamat 4:35; 5:10). Ketika Adam dan
Hava bertosa, Allah mengorbankan
binatang untuk menyediakan pakaian
bagi mereka (Kejadian 3:20)
Kain dan Habel membawa
persembahan kepada Allah,
Persembahan Kain tidak diterima
arena dia mempersembahkan buah-
buahan sedangkan persembahan Habel
diterima Jarena dia mempersembahkan
"anak sulung dari kambing dombanya'
Gejadian 4:45)0°Kemudian dalam
Kehidupan Nuh, setelah banjir surut
Nuh mempersembahkan —binatang
kepada Allah. Persembahan Nuh ini
merupakan bau harum = yang
‘menyenangkan Tuhan (Kejadian 8:20-
20.
Selanjutnya perjanjian lama
‘memperlihatkan suatu penghormatan
yang divnyjudnyatakan lewat korban
persembahan, yaitu ketika Allah
memerintahkan Abraham untuk
mempersembahkan Ishak analnya,
Abraham taat kepada Allah, namun
sEnsklopedia Allitab Masa Kinvilid
1, Gakste Yayasan Jomundasi Bina Kasih
2007), he 515
Wiliam Dymess,Tama-Tema dalam
Teologi Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas,
2009})h. 96.
55
ketika Abraham siap
‘mempersembahkan Ishak, Allah campur
tangan dan menyediakan seekor domba
jantan untuk mati menggantikan Ishak
(Kejadian 22:10-1). Dalambal ini dapat
dihat bahwa ketaatan Abraham
diperlihatian dengan
‘mempersembahkan orban
persembahan yaitu analnya, ini
‘membultikan bahwa Abraham sangat
‘menghormati Allah sebagai penguasa
tertinggt dalam kehidupannya,
Korban persembahan —lainnya
disebut hari Pendamaian yang
digambarkan dalam Imamat pasal 16.
Hl itu melukiskan pengampunan dan
penghapusan dosa. Imam Besar
‘mengambil dua domba jantan untule
korban penghapus dosa, Salah satu dari
domba tersebut untuk dikorbankan
sebagai korban penghapus dosa bagi
seluruh umat Israel (Imamat 36:15)
sementara domba satunya dilepaskan di
padang gum (Imamat 36:20-29).
Korban penghapus dosa menyediakan
pengampunan sementara domba yang
Jain tumenyediakan penghapusan dosa.
Dengan demikian mengapa Allah
menginginkan korban _persembahan
dalam Perjanjian Lama karena pada
‘waktuitu bangsa Israel melalukan dosa,
sebab jika ada dosa maka Allah akan
‘murka terhadap bangsa tersebut.
Dengan melihat apa yang terjadi,
temyata hewan/binatang memegang
eran penting sebagai korban
persembahan, Oleh arena hewan
berperan penting sebagai korban.
persembahan, maka untuk keteraturan
persembahan lorban itu sendiri,
TUHAN menentukan hewanhewan
‘yang layek dipersembahian, yaitu mula
dari temak besar (embu, sapi) dan
temak sedang (kambing dan domba)dan juga temak keeil (burung merpati
dan tekulau), Ini menandakan keadilan
TUHAN memberi kesempatan kepada
masingmasing orang sesuai
Kemampuannya untuk memberikan
persembahan korban.”
Menurut Imamat 124 ada
prosedur tertenty yang harus diikuti.
Pertama-tama, binatang tersebut harus
tak bercacat. Kenmidian orang yang
‘mempersembahkan hans
mengidentifilasikan dirinya dengan
binatang itu. Kenmidian orang yang
mempersembahkan harus-membunuh
binatang itu, Ketika dilakukan dengan
iman, persembahan ini menyediakan
pengampunan untuk dosa-dosa.
2. Perjangian Baru
Perjanjian Baru menegaskan
pemberian persembahan berupa ternal
atau barang lainnya bukan lagi sebagai
jalan penebusan dosa atau Kesalahan
‘umat percaya, Kitab Ibrani menuliskan
dengan jelas, "tidak mumgkin darah
Jembu jantan atau darah domba betina
dapat menghapus dosa’ (br. 10: 4).
Penebusan dosa orang percaya dalam
Perjanjian Baru hanya dapat dilakukan
melalui iman dengan mengalu Yesus
sebagai Tuhan dan Juruselamat
pribadinya; maka melalui tubuh dan
darah-Nya yang tersalib di Golgota hal
itu sudah menjadi jalan penebusan dosa.
‘Namiun, Perjanjian Baru tidak langsung
meniadakan persembahan sama sekali.
Persembahan dalam konsep Perjanjian
Baru menjadi berbeda, tidal lagi sebagai
Korban, melainkan sebagai ungkapan
rasa syulur atas anugerah keselamatan
yang telah diberikan Tuhan atas
penebusan dosa tersebut. Artinya,
pemberian tersebut adalah sebagai
Peter Wongso, Elsposis Dolin
Alla thrani, (Malang: SAAT, 1997), 438.
56
ungkapan syukur, bukan balas jasa,
arena anugerah eselamatan yang
iberikan Allah adalah cuma-cuma,
tidak dapat dibalas dengan perbuatan
atau upaya manus Jadi dalam konteks
Perjanjian Baru mala korban
persembahan adalah merupakan respon
alas rasa syuluur penebusan tersebut,
bukan dalam pengertian timbel balik.
Setelah memaparkan beberapa
contoh dalam makna korban Perjanjian
Lama. Selanjutnya, mala korban
persembahan di dalam kitab Perjanjian
Baru culup Iuas pembahasannya dan
dapat dikategorikan dalam lima bentul,
‘yan Sebagai berlaat*:
Pertama, persembahan nyawa.
‘Tuhan Yesus berkata bahwa inilah
‘ungkapan kasih yang lebih besar dari
‘umat percaya, yal apabila seseorang
yang mengorbankan nyawa untuk
Kemuliaan Kristus maupun untuk
saudara-saudara atau sesama (Mat.
39; Luk. 14: 26; Yoh. 35: 135 Kis. 15: 26).
Hal ini diperlihatkan dalam kisah
Stefanus, martir pertama yang dibunuh
oleh kaum Farisi dengan melemparinya
dengan batu (Kis. 72 54 - 60).
Pengorbanan nyawa untuk sesama
dinyatakan dalam aoh, 3 36,
"Demiibianlah hita ketal kasih Kristus,
yaitu bahva Ja telah menyerahkan
nnyava-Nya''s, Kesediaan berkorban dan
menderita bagi orang lain dengan
‘mengesampingkan kepentingan ini
sendin, itulah makna dari persembahan
nnyava tersebut.
Kedua, persembahan tubub,
yalni memelihara keloudusan idup
dengan menjaubkan diri dari perbuatan
najis dan dosa yang tidak berkenan
Kepada Tuhan. Firman-Nya berkata,
tbid, be 35,
wwallstab Lar-73"Karena itu saudare-saudara, demi
Kemurahan Allah, alu menasehatkan
kamu, supaya kamu mempersembahan
‘tubuhmu sebagai persembahan yang
hidup, yang kudus dan yang berkenan
‘kepada allah: itu adalah ibadahmu yang
sejati" (Roma 12:1; Yakobus 1: 27h).
etiga, persembahan hati dan
mulut, dengan menaikkkan puji-pufian
dan bibir yang memuliakan Allah
dengan ucapan syulur (brani 13: 15;
Marmur 28: 7, 30: 4; 51 39). Kitab
Bfesus menulskan, "dan _berkata-
kkatalah seorang kepada yang lain dalam
mazmur, kidung puj-pujian, dan
nyanyian rohani, Bemyanyi dan
bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap
hati" (Efesus 5: 19 - 20). Allitab juga
mengingatkan, dengan lidah dapat
‘memuji Tuhan (Yakobus 3: 5). Artinya,
di segala tempat dan situasi tidak boleh
menggunakan lidah dan mulut untule
hal-hal yang menyakitkan hati Allah dan
orang lain, tetapi justru dipakai untule
‘memuliakan Dia,
Dalam kelima bentuke inilah
yang menjadi penggenapan korban
dalam Perjanjian Lama kepada
Perjanjian Baru yang mana, Kristuslah
yang menjadi korban untuk menghapus
segala dosa-dosa manusia, dan
pengorbannya sekali dan untuk
selamanya, Itulah mana korban dalam
Perjanjian Baru.
Dari uraian di atas, baik dari
Perjanjian Lama maupun dari
Perjanjian Baru dapat disimpulkan
bahwa pada dasamya kehidupan umat
Allah senantiasa berusaha mendekatkan
iri kepada allah melalui persembahan
Korban, Persembahan korban adalah
statu ungkapan iman dari setiap umat
yang percaya kepada Allah. Ini adalah
suatu —upaya manusia_—_ untuk
37
memberikan penghormatan dan juga
merendahlan iri dihadapan Allah
dengan jalan mempersembahkan
sesuatu kepada-Nya, Kata “Korban’”
berasal dari Bahasa Ibrani ayp (gorban)
yang berarti “Sesuatu yang dibawa
dekat’ sebagai pemberian untuk
menyetakan kebaktian dan kesetiaan,
juga diartikan sebagai persembahan
‘untuk mendekathan ini kepada
Tuhan«
Dani pengertian-pengertian ini,
dapat dikatakan bahwa “korban” adalah
sesuatu yang dibawa/dipersembahkan
kepada yang diyakini -menguasai
kehidupan ini, dengan kata lain suatu
pemberian yang disertai dengan rasa
‘hormat. Ini adalah suatu upaya manusia
‘untuk menyembah dan mendekatkan
iri kepada louasa tertinggi CTuham),
dengan jalan mengorbankan sesuatu,
‘Melalui Jorban, manusia_menghayati
Inubungannya dengan Inasa tertingg
(Tuhan) dan mengharapkan segala
sesuatu dari padanya, Konsep yang
sama juga ditemukan dalam pemaknaan
budaya Mamindate Kuburra bagi
‘masyarakat Talaud adalah sebagai upaya
‘untuk hidup dalam _—‘keserasian
Iubungan dengan Gengghona Ruata,
Kkeserasian hubungan dengan sesama
dan eserasian hubungan dengan
linglumgan.# Sedangkan dani proses
pelaksanaanya selalu bersandar pada
Joasa tertinggi yaitu (Gengghona
ruata). — Kedua hal in
‘terimplementasikan dengan pemberian
persembahan sebagai salah satu sarana
permohonan untuk = meminta
“Enaiklopedia Alltab Masa Kini, iid
11, Gakartar ‘Yayasan tomundlas Bina asth
oon) he g72
“anton Mulino, dik, Kars Besar
Bahasa Indonesia edisi ke Ti(GakartaBalat
Pastala, 1991) he 84g
‘OBS, Wawancars, (Minggu, 7 Meiz017)perlindungan, dan penyertaan serta
pimpinan Tuhan dalam perjalanan
hidup selanjutnya, sehingga kebahagian
dan keselamatan tetap menjadi bagian
hidup bersama,
KESIMPULAN
Kebudayaan adalah warisan budaya
dati para lelubur yang patut dilaksanakan
ddan juga dijaga kelestariannya, itulah alasan
atau faktor yang» mendorong.
dilaksanakannya Kebudayaan Mamindate
ubur'a, pelaksanaan kebudayaan ini juga
merupakan turn adat yang harus
dilaluukan sebagai tanda_pervujudan
penghormatan kepada Tuhan dan para
JeluburWalaupun saat ini para anggota
jemaat telah memilibi kepervayaan iman
kepada Tuhan Yesus Kristus, bukan berarti
mereka harus meninggalkan nila-nilat
ebudayaan yang telah lama melekat dalam.
Kehidupan mereka atau merasa ambigu
dengan keadaan yong ada. Sebab dengan
Kshadiran teologi Kontekstualisasi telah
mampu untuk mengkornunikasikan Injil
secara tepat dalam Kebudayaan sehingga
Injil tak lagi dipandang sebagai ancaman
bagi eksistensi kebudayaan dan sebalilnya,
Melalui metode ini juga Injil dapat
‘menyentuh segala lapisan kebudayaan tanpa
rmenghilangnya, serta lebih mampu dimaknat
oleh dalam situasi kongknit, sembari
menggusur paradigma lama _ tentang
konfrontasiantara Inil dan kebudayaan,
58
Daftar Pustaka
‘Adams Daniel J., Teologi Lintas Budaya,
Jakarta: BP Gunung Mulia, 1992,
Bevans Stephen B., Model-Model Teologi
‘Kontelstual,” Mamere: Ledale,
‘2002.
Bosch David j, Transformasi Misi Kristen
Jakarta: BPK Gunung Mulia,201.,
Darmaputra Eka, Konteks Berteologi di
Indonesia, ‘Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 3997.
Drewes dan Julianus Majau, Apa itu
teoloa?, pengantar ke dalam thr
teologi Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2008.
Dymess William, Tema-Tema _ dalam
Teologi Perjanjian Lama, Malang:
Gandum Mas, 2009,
Gaspersz, Iman Tidak Pernah Amin:
‘Menjadi Kristen Menjadi Indonesia,
Jakarta: BPK Gunung Mulia,2009.
Horton Paul B., Sosiologi, Jakarta:
Erlangga 1999.
Kobong Th, Iman dan Kebudayaan,
Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2009.
Koentjaraningrat, Kebudayaan,
‘Mentalitas “dan _Pembangunan,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
3993,
‘Mawene Marthinus, Perjanjian Lama dan
Teologi Kontékstual, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2008.
Nababan S.A5., Pergumulan Rangkap,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 3970.
Newbigin Lesslie Ijil Dalam Masyarakat
Maginul, ‘Jlarta: BPX Gunung
Mulia,2006.
Niebuhr H. Richard, Kristus dan
Kebudayaan, Jakarta, Petra Jaya,
3949.
Ranjabar Jacobus, sistem Sosial Budaya
Indonesia: Suatu Pengantar,Bogor:
Ghalia Indonesia, 2006.
Sarwan JM. Qpo dan Allah Bapa,
‘Tomohon: 3901
Singgih Emanuel Gerrit, Dari Israel Ke
‘Asia: Masalah Hubungan Antara
Kontekstualisasi Teologi Dengan
Interpretasi Allitab, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2022,
Wessels Anton, — MemandangYesus:
Gambar Yesus Dalam Berbagai
Budaya, Jakarta: BPK GunungMulia,
2010,Wesley Ariarajah S, Inj dan Kebudayaan,
“Jakarta: BPK Gunung Mulia,2012
Widagdho Djoko, simu Budaya Dasar,
Jakarta bumi aksara 2001,
Wongso Peter, Eksposisi Doktrin Alkitab
Ibrani Malang: SAAT, 1997
Referensi:
‘Anton MMuliono dik, Kamus Besar Bahasa
Indonesia edisi ke HJakarta; Balai
Pustaka, ost,
Ensiklopedia Alkitab Masa Kinisilid 18 1,
Jakarta: Yayasan komunikasi Bina
Kasih 2007.
59