You are on page 1of 64
en SERIAL DEW! ULAR r a ‘ x . i- 7 al Pa MISTER] PEMBUNUM HANTU Oieh Tara Zagita Serial Dewi Ular Coetakan pertama, 2004 Gambar sampul oleh Fan Sardy Penerbit Sinar Matahari, Jakarta Hak cipta pada Penerbis Dilarang mengcopy atan memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpaizintertulis dari penerbit 1 KETIKA malam Girengeut sepi, lolong anjing pun mencabik kesunyian yang ada. Roh-roh para penghuni kubur mulai bergentayangan. “Bulu kudukky merinding, Mang.” “Iya, bulu kuduk saya juga merinding nih." “Sepertinya ada sesuaty yang panjil melintas di sekitar warung ini. Ada apa ya?" f “Perasaan saya juga nggak enak.” Mang Ayom, pemilik warung kopi itn clingak-clinguk menatap di sekeliling warungnya. Pemuda yang setiap harinya berprofesi sebagai tukang ojek itu juga menatap ke sana-sini. Wajalnya menampakkan kecemasan yang terpendam, Ada sesuatu yang dicurigai di sckitar mereka. Tapi tidak satu pun dari mereka menemuken kecurigaannya. Jalanan sangat sépi. Satu-satunya motor oiek yang parkir di depan warung itu hanya motornya Gagan, yang sedang ngopi di warpngnya Mang Ayom. "Aku mau pulang aja ah, Mang." “Baru pukal sebelas, Gan.” *“Perasaanku makin nggak enak aja nih. Bukanmalam Jumat Kliwon tapi suasananya terasa lebih seram malam sekarany. ih, merinding lagi nih aku, Mang. Pulang aja, ant" Gagan buru-buru menghabiskan minuman kopi panasnya. . "Ya udah, kalo gitu saya juga mau tutup aja deh.” tambah Mang Ayom dengan pelagat mulai siap berkemas “menutup warungnya. Kaleng kerupuk yang biasanya ada di dekat pintu masuk segera diangkat dan dipihdgie ke kolong gerobaknya. Angin berhembus pelan. Tercium aroma wangi bunga. “thhmm...1" Gagan bergidik, sbiet tubuhnya bergetar sekejap. “Bau wangi apa ini, Gan? Bunga ya?" "Kembang kuburani, Mang,” Gagan menjawab dengan suara berbisik. Keduanya saling memandang sckeliling. Makin peauh curiga. Gagan tergesa-gesa menyudahi minumnya. Mang ~ Ayom makin mémendam keresahan yang menggelisahkan hatinya. "Ojek!" tiba-tiba terdengar seman oreng dari jalanon, Mang Ayom dan Gagan serempak berpaling menatap | ke arah sana, "Siapa itu, Gan?" bisik Mang Ayom. 6 "Negak tabu. Jangan-jangan..." , jangan punya pikiran jelek tenis atuh, Gan. Nanti kita tersiksa sendiri." _ Orang yang berseru tadi tampak monyeberang jalan. Menghampiri warungnya Mang Ayom. Cahaya lampu kurang terang. Lampu jalanan itu dalam posisi di belakang orang térsebut, selfingga tak bisa dikenaii wajahnya dengan jelas. Satu-satunya penjelasan yang ada dalam benak mereka adalah figure orang tersebut. Sosoknya jelas seorang wanita. Rambutnya panjang. Mengenakan gaun terusan ketat setinggi lutut. Gaun itu tanpa lengan. Membentuk bayangan tubuhnya yang ramping dan sekal. “Penumpang itu, Gan," Mang Ayom berbisik lagi. "Ahh, tapi... mencurigakan. Aku belum pernah melihat dia, Mang." ' “Mungkin memang bukan orang daerah sini." “Orang dari... dari alam kubur, begitu? lih...!" "Ssst, dia makin dekat." Mereka saling terbungkam. Wanita itu sudah ada cf depan warung. Di pintu masuk, Wajahnya sedikit pucat dan sendu. Tapi tergolong punya kecantikan yang menggoda. Hanya saja, pandangan matanya yang sayu bagai memendam duka ita telah membuat Gagan dan Mang Ayom ragu-ragu menangegapinya. Kecourigaan mereka semakin membuat hati berdebar-debar penuh kecemasan. 7 “Bang, ini motor ojek ya? Siapa tukang ojcknya?” Suaranya parau agak datar. “Hmm, eehh, tukang ojeknya..." Gagan burv-buru memotong ucapan Mang Ayom. * “Tukang ojeknya lagi pergi, Neng. Bukan saya kok. Sungguht" : Wanita yang tampak masih miféla sekitar berusia 25 tahun itu mendesah pelan bernada kecewa. "Yeah gimaiia ya? Saya butuh ojek, Bang. Tolong dch cariin tukang ojeknya. Tolong, Bang..." "Neng mau ke mana?" Mang Ayom memberariikan diri bertanya pelan. "Saya mau ke rumah seseorang yang dapat membantu kegulitan saya. Bapak atan Abang ini, tahu rumahnya ‘orang pintar’ yang bernama Kumala Dewi?" "Non Kumala?! Paranormal yang masih muda belia dan cantik itu?" . "Benar, Pak, Bapak tahu kan rumahnya? Bisa antar saya ke sana?" Mang Ayom sedikit gugup, karena ia taku persis tentang Kumala Dewi. fa: melirik Gagan, tapi Gagan tidak bereaksi. Padahal Gagan juga talm persis rumah si para- normal cantik yang kesohor itu. "Gan, sstt...1" “Aku nggak fahu rumah orang yang dimaksud itu, Mang.” 8 "Ah; jangan begitu, Gan." Mang Ayom mencolek lengan Gagan. Tapi pemuda itu justmu bicara pada si wanita asing yang masih mencurigakan hati kecilnya. . "Neng salah’ alamat, Maksud saya, mestinya Neng tadi turn dari angkot jangan di jalandn sini, di jalanan seberang sana, supaya mudah mencapai alamat yang dituju. Kalau dari sini alamat itu jauh sekali, Neng.” “Berarti Abang tahu dong rumahnya Mbak Kumala Dewi? Ayo, dong... Anterin-saya ke sana, Bang.” "Ta... tapi...," Gagan merasa terjebak oleh uca- pannya sendiri, "Tapi saya nggak punya motor. itu bukan. motor saya, melainkan motor teman saya. Orangnya lagi ke rumah dekat tikungan sana. Lebih baik Neng jalan ke arah jalan raya, naik omprengan lagi, Jaluturun di..." “"Gan,tkasihan dia,” potong Mang Ayom berbisik songat dekat dengan telinga Gagan. Bisikan itu membuat . Gagan semakin diliputi kebimbangan antara menolak keinginan wanita tersebut atau melayani permohcnan bantuan tadi. Suara deru motor lain datang menghampiri mereka. Gagan bernapas lega seraya memansang ke arah datangnya motor. “Naah, itu dia...} Sama teman saya yang itu saja ya Neng?" , "Apakah dia tukang ojek juga?” "Memang bukan sih. Tapi kadang-kadang kalo lagi MISTERI PEMBUNUH HANTU 9 nggak punya duit dia suka ngojek juga. Asal berani bayar mahal, dia pasti mau rengantar situ." "Siapa, Gan? Si Roman, ya?" “Iva, Roman pasti mau nganterin neng ini, Mang." Pemuda yang dimaksud berkulit hitam, tapi bukan Jegam. Rambutuya ikal agak gondrong dan memiliki wajah lebih lumayan dibatidingkan ketampanan Gagan. Sclain dikenal berriama Roman, ia juga dikenal sebagai makelar jual-beli motor atau mobil bekas, Paling tidak sebelum mendapat pekerjaan yang tetap, Roman menjadikan usaha, makelaran sebagai profesinya sementara waktu, Mendapat tawaran tersebut Roman tersenyum Senang. Ia sama sekali tidak mempunyai kecurigaan apapun terhadap wanita muda itn. Satu-satunya yang membuat hatinya merasa heran hanya sikap Gagan dan Mang Ayom. Mengapa Gagan kelihatan takut mengantar penumpang itu, dan. Mang Ayom tampak menyimpan kengerian juga dalam kekakuan sikapnya? Namun hal itu segera dilupakan Roman: mengingat ia akan mendapat bayaraf yang dapat untuk membeli rokok, ditambah lagi penumpang yang akan diantar tampak cantik. Menarik hati, “Tabu rumahnya ‘orang pintar' Kumala Dewi kan?” kata Gagan terkesan mendesak ‘kesanggupan Roman. "Siapa sih orang sekitar sini yang niggak tahu rumah gadis cantik seperti dia? Kurasa semua orang tahu di 10 ‘mana tempat tinggalnya." cen "Ya, udah. Kamu aja yang antar neng ini. Dia mau ke sana.” : : j Roman menatap wanita itu lagi. Lebih dekat dari sebelumnya, -— "Tolong antar saya, ya Bang’ “Boleh. Tapi... sebelumnya saya boleh tahu nama situ nggak?" "Hmm, hmm, nggg...." "Aku bukan tukang ojek Iho. Makanya kalo mau nganterin seseorang aku harus tahu lebih dulu siapa nama orang itu," Roman bernada nakal. “Nama saya,.. Windy, Bang." ; , er Roman tersenyum puas. Senang hatinya bias ‘ngerjain “ orang itu. Ia bergegas pergi tanpa banyak basa-basi lagi. Motornya sengaja melaju cepat supaya Windy me- lingkarkan tangan ke perutnya lebih kuat lagi. Dan, temyata harapannya tercapai. Anchnya Windy tidak bicara apapun. Tidak mengungkapkan rasa takutnya membonceng motor berkecepatan cukup tinggi itu, Kalau bukan karena pertanyaan Roman, wanita muda itu agaknya lebih suka bungkam daripada bicara. ~ “Tinggalnya di mana, Non?" "Di Kebayoran." "Kebayoran Baru apa Kebayoran Lama?" “Lama.” . n "Kenapa nggak diantar suami ya sih?" i oat 128: uaminya sala sth?" pancing “Belum punya." “Patary" "Belum punya.” Diam-diam hati Roman tersenyum girang, ‘Ia mengurangi kecepatan motoniya, Bahkan jalur Jalan yang diambil agak menyimpang supaya lebih larna bersama si Penumpang cantik itu. Mestinya ia belok ke kiri, Tapitika la belok ke kiri maka ia akan cepat sampai ke rumah Kumala Dewi, Untuk itu ia sengaja belok ke kanan mengambil jalan yang lebih jauh untuk kemudian nanti akan memutar melalui arah yang berlawanan, Percakapan terus diupayakan, karena Roman menyukai jenis suara Windy yang sedikit mendesis itu. Sementara di warungnya Mang Ayom pun percakapan juga masih berlanjut, Gagan tak jadi pulang lantaran sibuk membicarakan nasib Roman. Menvrutnya, Roman sama sckali tidak tahu kalau gadis yang dibawanya adalah gadis yang penuh misteri. Tapi menurut Mang Ayom, Roman akan mengetabui secepataya siapa gadis itu sebenamya. Jika memang terjadi sesuatu Roman pasti akan segera kembali ke warung dan akan mempersalahkan Gagan _ telah memaksanya membawa Penuinpang misteriys "Bisa jadi dia bukan hantu, Mang Kita aja yang 12 : ketakutan sendiri. Terpengaruh oleh bayangan sendiri." “Mudah-mudahan memang bukan hantu. Kalan , sampai gadis itu tadi benar-benar hantu, Roman bisa mampus tuh." ‘ "Udahlah, Mang. Jangan berpikiran buruk terus. Itu moenyiksa batin kita sendiri.” ; Benar. Mereka mencoba untuk berpikir positif. Mereka mengalihkan pembicaraan ke masalah lain. Mereka anggap tidak pernah bertemu dengan gadis cantik yang bernama Windy itu. Hanya sebentar morcka tidak bicara seal perempuan. Toh pada akhirnya mereka kembali berpikir dan bicara tentang perempuan. Karena, . beberapa saat kemudian warung kopi yang menyediakan mie rebus itu dikunjungi oleh scorang tamu wanita yang berusia lebih tua dari Windy, sekitar 30 tahun. Tapi masih Pérempuan berambut pendek itu turun dari sebuah mobil angkot di jalan utama seberang sana. Mereka melihatnya sebelum perémpuan bercelana jeans dan blus merah dirangkapi jaket cekak itu menyeberang jalan hingea menghampiri warung tersebut. Itulah sebabnya mereka menyambut kédatangan perempudn itu dengan keramahan dan ketenangan tersendiri. Berbeda dengan saat mereka menyambut kedatangan Windy tadi. "Ojek, Non?" Penawaran Gagan belum ditanggapi karena e 13. ¥ 5 Gagan tampak senang sckali. Menurutnya, ini perempuan ifu langsung bicara pada Mang Ayom. keseinpatan yang indah dan tak boleh dilewatkan begitu "Jual rokok di sini, Pak?” e "Ada na wand ditanii kok apa?" saja. Kapan lagi dapat penumpang cantik, sexy dan "Mila" ore ; = berdada montok seperti perempuan ini? Ia pun menirukan kegenitan Roman tadi dengan menanyakan nama calon penumpangnya. Padahal biasanya hal itu tidak pemmah , atau jarang sckali dilakukan olch scorang tukang ojek terhadap. penumpangnya. "Bolch saja, Non. Tapi sebelumnya kalo boleh saya kepingin tahu dulu nama Nona siapa? Hmm, biasa,.. buat langganan saja sih," Gagan nyengir dengan tawa menggoda yang terkesan kampungan. Tapi agaknya calon perumpangnya tidak merasa.tersinggung dan bisa memakdumi hal itu sebagai kelakar yang wajar. "Kalau mau kenalan datang aja ke rumah, Bang. Jangan di warung begini dong," seraya ia tertawa renyah, Menampakkan keakrabannya. "“Boleh juga sih kalau saya harus ke rumah. Tapi tahu nama di sini kan nggak apa, ya kan Mang Ayom?" "Bisa aja luh, Gan," kata Mang Ayom di sela tawa kevilnya. "Udahiah, yuk antar saya dulu, entar situ juga akan tabu sendiri kalau nama saya Fi “Ooo, namanya Fidra," seraya Gagan semakin, melebarkan tawa dan perempuan bernama Firda itu tampak lebih geli lagi dalam tawanya. Keduanya pun 15 “Wah, kalo rokok itu negak ada, Non." Perempuan itu memandangi tempat rokok berdinding kaca. Memang tidak ada rokok yang diinginkan. Tapi dia punya alternatif pengganti rokok kesukaannya, schingga tak keberatan untuk membelinya sebungkus. Perempuan itu dengan cuck dan santai sekali duduk di bangku, hingga praktis bersebelahan dengan Gagan. "Mau pulang ke mana, Non?" Gagan:‘meramahkan diri dengan senyum dan lirikan mata nakal. “Mau ke rumah saudara saya." “Di mana?" "Jalan Kenari. Abang tahu kan Jalan Kenari?" "Perasaan di sini nggak ada jalan Kenari deh. Ada apa, Mang?" Mang Ayom berkerut dahi, berpikir sesaat. "Kayaknya sil hggak ada." ‘ “Ada dong, Di ujung dalam sana. Saya pernah ke sini dua kali." "Ooo... dekat perkampungan lama, ya?" “Benar, Abang tukang ojek ya? Bisa antar saya ke sana, Bang?" "Boleh, Kapan? Sekarang?" 4 : segera pergi meninggalkan warungnya Mang Ayom. Setelah motor melaju baru terpikir olch Mang Ayor adanya kejangealan yang tadi tak sadar terlihat olehnya. “Kok aneh?{" Ia diam sebentar. Meragukan pikiran ganjilnya. sendiri, "Ah, mungkin akunya saja yang salah lihat." Lelaki bernsia 53 tahun itu diam tértegun meragukan pendapatnya sendiri. Warung menjadi lengang. Dan bulu kuduknya telah tiga kali meremarig merinding sejak kepergian Gagan dengan perempuan bernama Fidra its, , Menjelang pagi, sebuah berita yang cukup meng- gemparkan mulai terdengar. Berita tersebut sempat membuat Mang Ayom tersentak kaget, lalu diam tertegun di warungnya, Mang Ayom tak mempedulikan anak lelakinya; Udin, sibuk membereskan warung. Pagi itu giliran Udin yang jaga warung. Mestinya Mang Ayom pulang dan tidur di rumah petak mereka. Tapi lelaki berbadan kurus itu justru diam mematung di sudut warungnya. Beberapa orang yang mampirke warungnya saling membicarakan tentang kejadian yang meng- gemparkan itu, Seorang Iclaki ditermkan tewas di belakang rumah Kosong, di antara semak belukar. Mayat lelaki itn ditengarai sebagai mayat seorang tukang ojek, karena motormya masih ada di sekitar TKP. Dalam benak mais ue Ayom hanya ada dua wajah lelaki yang dicduga sebagai korban pembunuhan: Gagan atau Roman, sebab jenis dan wama motornya Gagan sama persis dengan motornya Roman. Pagi sangat cerah. Tanpa hujan dan tanpa mendung sedikit pun. Panasnya sinar matahari saat ini membuat Sandhi tak ragu-ragu untuk menjemur pakaiannya sendiri yang kemarin belum sempat kering. fa habis mandi dan rambutnya masih tampak basah dalam keadaan acak- acakan. Berbeda dengan Buron yang baru saja muncul dari kamar tidurnya, langsung menuju ke meja makan, mencari sesuatu yang bisa disantap dan diteguknya. Sementara itu, Mak Bariah, pelayan setianya Kumala Dewi, baru saja tiba dari pasar. Wajahnya tampak sedikit dengan agak terengah-engah. ee engines Sandhi. "Kanm nggak ke saua?i" "Ke mana?" "Ke belakang Puskesmas sana!“ "Ngapain aku harus ke sane?" "Ada mayat ditermukan di sana" "Mayat?! Mayat siapa?” "Mana aku tahu?!" Buron menyahut dari ruang makan. "Lain kali tanya siapa namanya pada mayat itu, Mak!" "Pale Iuh empuk! Mayat pakai ditanya namanya MISTERI PEMBUNUH HANTU ¥ 17 segala!" Mak Bariah bersumgut-sungut mengomentari saran konyolaya Buron, Terlepas dari kekonyclan itu, kabar tersebut memibuat Buron keluar dari rang makan. menghampiri Mak Bariah hingga di depan dapur. Sandhi pun ikut mendekati ke tempat itu. Mereka saling tertarik dengan adanya berita ditemukannya sésosok mayat lelaki dalam keadaan kepalanya menjadi biru legam, dan lidahnya terjulur keluar cukup panjang. “Kata orang-orang, korbannya scorang tukang ojek," ujar Mak Bariah melengkapi ceritanya. Sandhi menatap Burog sambil bicara pelan. “Jangan-jangan ae yang nganterin tamu kita semalam, Ron?” “Pelakunya?" “Tamu kita ita." Buron mencibir seraya menggelengkan kepala pendek. Ia menyangkal dugaan Sandhi. Bisa dimaklurni kalau Buron berani menyangkal pendapat seperti itu, Karena Sandhi dan Mak Bariah sadar bahwa Buron bukas * manusia biasa, Ja adalah jelmaan dari Jin Layon yang’ _ teniu saja memiliki'kepekaan indera keenam, yang membuatnya mengetahui sesuatu yang bersifat rehasie ‘gaib. Tetapi jika memang bukan tamu mereka yang membynuh si korban, lalu siapa? Rasa ingin tahu itulah yang tnembuat Sandhi bergegas menuju ke tempat ne la pergi sendirian dengan 18 menggunakan mobil yang tadi baru selesai dicuci. Ketika tiba di TKP temyata Buron sudah lebih dulu berada di tempat tersebut. Tentu saja Buron menggunakan kesaktiannya sebagai jin yang dapat tiba di suatu témpat dalam waktu sangat singkat. Beberapa keganjilan ditemukan dalam diri mayat korban. Selain lidahnya terjulur keluar melebihi ukuran . nonnal, wajab korban tampak birv legam. Kulit bagian leher menjadi berkeriput dan ukuran lehetnya menjadi pendek serta kecil. Bagian dada hingga kaki juga mengalami penyusutan; kulituya mengkerut seperti pembungkus yang kehilangan separoh isi bungkusannya. ‘Takada darah setetes pun. Bahkan tubuh mayat itu jelas- jelas kering sekali, nyaris seperti kayu yang is dibakar, "Kalau hanya dicekik saja oleh pelakunya, tidak raungkin akan menjadi sekering ini," ujar salah seorang * yang berdiri di samping kanannya Sandhi, Yang lainnya punmenimpali, “Lihat rongga matanya, menjadi cckung sekali. Sepertinya biji mata korban melesak masuk ke dalam, yal" "Iya. Kenapa bisa begitu ya? Lidahnya keluar panjang?!" “Kayakaya ditubuh mayat ini nggak ada cairan lagi, bak darah maupun air liur Kemana cairamya ya?” ote _ Sandhi bergeser mendekati Buron, Jelnaan Jin Layon _ yang sering dijuluki sebagai Jm Usil itu'tampak berdiri dengan kedua tangan terlipat di dada. Tenany sekali. Matanya memandangi sosok mayat di depannya tanpa kesan heran, kaget ataupun ngeri. Datar-datar saje. Sikap seperti ite mencurigakan bagi Sandhi. Ia yakin, Buron mempunyai ktsimpulan sendiri tentang tragedi yang dialami oleh si korban. Untuk itulah ia segera berbisik sangat pelan hingga orang lain tak mendengat percakapan kasak-kusuk mereka. "Bukan kematian yang wajar?" ” "Ya: Bukan" ‘ "Apa penyebabnya menurutmu?” “Penyebabnya dibum “Nenek bunting juga tabu kalau mayat ini mati karena dibunuh!" Sandhi bernada kesal. "Yang kumaksud, dengan "eStaleeiemesdatetcie kek came ireeinieyine mengkerut begitu?" * “Ada yang menghisap seliruh cairan dalam tubuhnya." “Ada yang menghisap?! Termasuk darahnya?!" Buron mengangeuk tetap tenang. "Darah, sumsum, air fiur, pokoknya senma eairannya terhisap habis." "Lewat mana?” "Jelas lewat rautut. Lihat saja lidahnya sampaiterjulur panjang. Iti akibat hisapan yang sangat kuat.” "Manusia macam apa yang melakukan penghisapan sampai seperti itu? Kira-kira perempuan. biasa atau bencong?" “Bukan manusia biasa!" tegas bisikan Buron yang membuat bulu kuduk Sandhi langsung meremang merinding. . "Gue bilang apa semalam, akan ada kejadian yang datangnya dasi alam lain kan? Ternyata bener." "Pelakunya adalah gadis yang datang ke ‘sini semalam?" “Windy? O, bukan. Tukang ojek yang mati itu kan juga bukan yang semalam nganterin Windy kemari." “Terus, siapa dong peebinah Li bisa menecgarai nggak?" Buron tersenyum tipis. Hambar sckali, "Tadi sudah gue bilang, bukan manusia biasa pelakunya. Manusia jadi-jadian yang berasal dari alam gaib..." > "Kayak elu?” ."Tapi bukan bangsa gue; bangsa jm. Bukan!* "Bangsa iblis maksud nh?" “Bisa. Siluman juga bisa." “Atau kaki tanganny4 Lokapura, si Dewa Kegelapan itu?!" Buron sedikit tarik napas, "itu yang kukhawatirkan dari tadi. Yang jelas, dia ai membutuhkan inti sari kehidupan sebagai manusia bumi, sehingga ia menghirupnya dari korban melalui mutut. Tanpa sari kehidupan manusia*bumi, ig tidak dapat bertaban hidup di alam ini." Sandhi termenung dan menggumam lirih, "Sayang Kumala nggak ada." "Ya, sayang sekali-Kumala belum kembali. Padahal bahaya ini dapat menjalar ke mana-mana. Mungkin akan terjadi lagi kematian serupa dalara waktu dekat naati," “Bagaimana kalau kau menyusul Kumata?” Buron imenggeleng. “Aku bisa babak belur dihajar Hyang Nathalaga. Kalau aku menyusul Kumala bukan Kumala yang marah, pasti beliau." Wajar saja kaian Buron sangat takut dengan Dewa Nathalaga, karena ia bangsa jin. Dewa Perang itu punya hak menyapu habis bangsa jin. Anak jin seperti Buron dilarang keras mengusik atau bikin perkara dengan Dewa Nathalaga. Bisa-bisa ia dimusuhi oleh keluarga jin, dianggap sebagai biang kehancuran bangsanya. Duly bangsa jin pernah perang melawan Dewa Nathalaga dan kalah, sehingga muncul perjanjian yang ditakuti olch bangsa jin, bahwa sekali lagi bangsa jin ada yang bikin perkara dengan Déwa Perang itu, maka sang dewa punya wewenang untuk memusnahkan seluruh anak keturunan bangsa jin, (baca serial Dewi Ular dalam episode.: "RACUN KECANTIKAN"). 22 4 Olch sebab itu Buron menolak buyukan Sandhi agar menemut Kumala. Penclakan pagi ini adalah penolakan yang kedua. Penolakan pertama terjadi pada malam harinya, ketika Windy datang dan bermaksud ingin meminta bantuan Kumala Dewi. Pada saat ity Sandhi pun tahu betapa berharapnya Windy untuk mendapatkan perlindungan dari Kumala Dewi. Ia sangat ketakutan dant inengaku diburu seseorang yang akan melenyapkan dirinya. Padahal saat itu Buron sudah tahu bahwa Windy bukan gadis biasa. Ia berbisik kepada Sandhi dengan suara pelan sekali. a “Gadis ini bukan manusia.* "Hah? Maksudmu...?" "Dia hantu.” "Ah, yang bener lu!” “Mata gaibku negak bisa dibohongi, San. api secara fisik kamu bisa lihat sendiri, apakah dia punya bayangan?” “Wah. iya!” Sandhi menjadi tegang ketika mengetahui Windy tak memiliki bayangan. Padahal cahaya lampu - datang dari arah kanannya, Mestinya Windy mempunyai bayangan yang menempel di dinding sebelah kirinya. Ternyata dinding it: kosong. Dan, rupanya Windy moendengar bisikan Buron, schingga ia pun berkamentar dengan nada sedih. “Saya memang sudah bukan manusia lagi. Saya sudah tidak memiliki raga asli sejak setahurl yang lalu. Justru 23 karena itulah saya dikejar-kejar roh Jain dan akan dimusnahkan Jika saya tidak man tunduk pada perintabnya. Tolongiah saya, selamatkan roh saya dari perburuan itu. Saya yakin, hanya Mbak Kumala Dewi yang bisa menolong saya, karena banyak saya dengar kabar tentang itu di alam sana." "Kamu bisa tolong dia bisik Sandhi kepada Buron. « Jawaban yang datang dari Buron terkesan merapuken, sehingga Sandhimembujuk Buron untuk menemui Kumaia Dewi. Meski pun hantu, naman keadaan Windy Sangat sehingga Sandhi punya kepedulian akan _ hal i itu. Namun Buron hanya bisa memberi solusi ‘kecil ” kepada Windy. “Tinggallah di sini sampai menjelang subuyh, maka kau akan sclamat dari ancaman si pembunuh hantu itu." Ke mana sebenarnya Kumala Dewi alias si Dewi Ular itu? Apa yang sedang dilakukannya bersama Dewa Perang; Nathalaga? Hampir setiap tamu ingin mengetahui bal tersebut, namun tak satupun memperoleh keterangan. +e 24 2 POHON cemara tumbuh sejajar, sama tinggi dan sama rapi. Berjajar bagaikan prajurit sedang berbaris. Di _ bawahnya adalah barisan makam yang rapi pula dengan kepala nisan wama putih. Pada tiap makam terdapat hiasan topi baja sebagai simbul kepahlawanan, yang oleh penghuni Kahyangan disebut-sebut sebagai Padma ‘Nagari. r Di atas udara Taman Pahlawan itu terdapat lapisan dimensi gaib yang tidak mudah ditembus oleh mata batin seorang paranormal. Hanya paranormal yang benar- benar berhati dan berjiwa bersih yang mampu me- mandang tembus alam dimensi gaib tersebut. Di sana ada gumpalan mega hijau yang membentang luas bagaikan permadani lembut dan halus, Luasnya tak terhingga. Sulit untuk diukur dengan perkiraan logika. Di atas gumpalan awan hijau itu tampak bermunculan batu- batu kristal yang memiliki beraneka ukuran dan bentuk. Bahkan waranya pun bermacam-macam. Ada yang menjulang setinggi 100 meter lebih berbentuk seperti lembu raksasa yang berwarna bira uranium. MISTER! PEMBUNUH HANTU 2s Di atas bat berwama biry itulah berdiri sosok tua yang masih memancarkan pesona muda. Sosok tua tersebut tingginya sekitar 175°cmdengan potongan rambut botak di tengah, tapi tepiannya tumbuh rambut panjang sebahu berwarna abu-abu. Jenggot, kumis dan alisnya Juga lebat berwarna abu-abu. Pakaian dalamnya yang berwama orange tertutup Sebagian jubah warna putth. Dari pancaran sinar matanya dapat dipastikan ia figur’ yang berwibawa dan tegas dalam sikapnya. Sosok tua penuh kharisma itu Sengaja datang dari Kahyangan untuk mencari Dewi Ulai-Dan, oleh Dewi Ular ia dikenal sebagai Eyang Dewa Nathalaga, alias si Dewa Perang, {baca serial Dewi Ular dalam episode: "RACUN KECANTIKAN'} " ' Ada semilir angin yang menggeraikan anak rambut dan scbagian jubah putihnya Dewa Perang. Entah dari mana angin itu datang, yarig jelas hembusaa angin alam gaib mengandung embun kesejukan tersendiri, Mudah melelapkan inata, membuat siapa pun akan tertidur nyenyak dalam buaiaunya. Namun agaknya si Dewa Perang pantang mengedipkan mata dalart posisinya yang tetap berdiri tanpa gerakan sedilit pun itu, la menatup ke satu arah, di mana sosok dara cuntik jelita sedang ducuk bersila di atas sebongkah batu Tuncing. Bate itu memiliki puncak keruncingan setajam tombak. Daun jatuh di 2 puncak keruncingan ita akan tembus atau robek aeegins ketajafnannya yang luar biasa. ‘Tetapi dara cantik berjubah hijaw itu tampak dudyk tenang tanpa imengalami luka sedikit pun pada bagian tubuhnya. Dialah yang one cari si Dewa Perang, yaitu Kumala Dewi alias Dewi Ular. “Apa yang kau rasakan!" pertanyaan ini bemada datar. Pelan diucapkan, namun menggema ke seluruh penjure alam tersebut. *“Panas darahku, Eyang,” terdengar jawaban lembut dari Dewi Ular. Ia tetap memejamkan mata dengan kedua tangan di dada, telapak tangan saling merapat satu dengan yang satunya. "Bagus..." - : Hembusan angin sejuk itu temyata tidak dirasakan oleh Dewi Ular. Dari kulimya yang mulus dan lembut tampak tersumbul butiran pelwh. Terutama di wajah cantik Kumala Dewi tampak jelas dibasahi oleh peluh yang menetes Jewat dagunya. Ini menandakan ia merasakan hawa panas yang begitu kuat dari dalam tubuhnya. ; "Darahmu memang terasa panas, Kumala. Tapi sckatang nibahlah menjadi dingih. Lebih dingin dari angin. Lebih dingin dari salju." , Kumala Dewi tidak bicara sepatah keta pun. Ia tetap tenang dalam sikapnya. Namun tiba-tiba peluhiaya berhenti raenetes. Genangan air peluh yang membasahi Pat kening, pelipis, dagu, perlahan-lahan menyusut dan kini menjadi kering. Kumala Dewi mengikuti instruksi Dewa Perang. Dengan kesaktiannya ia dapat merubah hawa panas menjadi dingin. Bahkan kini mulai tampak busa- busa putih tersumbul dari pori-pori tubuhnya. Busa-busa putih itu dapat dipastikan adalah busa-busa salju yang dihasilkan dari proses pendinginan suhu darahnya. Dalam waktu relatif singkat Dewi Ular-telah terbunghus salju cukup tebal. Dewa Nathalaga tersenyum kecil dengan kepala Menggangguk-angguk nyaris tak kentara. Agaknya ia cukup puas melihat hasil yang diperoleh Dewi Ularitn. 7 "Cakra Salju pancerkan sepenuhnya, sckarang!" tegas Dewa Perang. Kumala Dewi tetap diam. Tapi tak bérapa lama tubuhnya terselimuti oleh lapisan es yang makin lama makin tebal. : Kini wajah kharismatik itu merentangkan kedua tangannya ke atas, Beberapa detik kemudian, datang angin dari berbagai penjuru. Hembusan angin itu mengarah ke bongkahan es yang membungkus tubuh Kumala Dewi. Angin semakin kencang, scmakin kuat, dan berubah menjadi badai yang datang dari berbagai arah. Kumala Dewi dihajar oleh badai yang sekarahg disertai dengan cahaya kilat, Cahaya itu datang beruntun, bertubi-tubi, setiap membentur bongkahan es mengeluarkan suara 28 yang sangat -menggelegar. Daaar, daar, daar... bleguuurrr...4 Daaar, jelgaaar, Dlaaar... bleguuur...! Dewa Pezang menurunkan kedua tangannya. Scketika itu badai Berhenti, z2zzub...! Guntur pun bagai dikebiri. Tanpa cahaiia dan bunyi. Kini yang ada hanyalah sunyi. Semilir angin kedamaian kembali hadir seperti menina boboKar setiap makhluk di alam itu. Dan, suatu keganjilan terjadi. Semua batu yang semula berwama- warni dalam keifidabannya kini telah berubah ménjadi hitam hangus. Mungkin karena diamuk badai panas dan hujan guntur, Anehniya, batu tempat duduk Kumala Dewi masih tetap utuh déngan warnanya yang merah bak delima itu. Bongkahan es yang menyelimuti Kumala pun tétap utuh daldm kebeningannya. Meski tanpa anggukkan kepala atau senyum seulas dibibir berkumjsnya, namun lewat pancaran ekspresi wajahnya Dewa Perang tampak merasa lega dan puas. Tentu saja yang mémbuatnya lega dan puas adalah kemampuan Kumala Dewi bertahan dari serangan badai dan guntur bertubi-tbi tadi. Kumala bukan hanya mampu mempertahankan dirinya namun juga-berhasil mem- pertahankan lapisan és yang membunglaus dirinya. Tidak ada bagian dari lapisan esitu yang rusak ateupunmeietch =~ akibat hujan guntur dan badai panas tadi. Dewa Perang mendongakkan kepata. Menatap ke langit alam gaib yang tanpa maatahari itu. Tiba-tiba dari langit muncul sinar ungu sebesar lidi. Sinar itu turn ke bawah tegak lurus dengan kecepatan tinggi. Makin ke bawah makin besar, Akhimya sinar ity menghentam tepat di tengah kepala Dewi Ular yang terzelimuti lapisan es. Zauub! Séluruh lapisan es berubali menjadi ung. Sinar itu menembus ke bawah, membuat batu nuncing yang dipakai duduk Kumala menjadi berubah warna, dari merah Thenjadi ungu, makin lama makin hitam, dan praaak...! Batu itu hancur menjadi debu. Lenyap seketika, Tapi posisi Kumale Dewi masih tetap duduk bersiia terbungkus lapisan es, mengambang di udara. Utuk tanpa rusak sedikit pun, sementara batu vang ia duduki tadi sudah betubah menjadi abu hitam yang melebur Ienyan dalam gumpalan mega hijau di bawahnya. Sinar ungu itu pun lenyap bagaikan terhisap kembali ke langit alam gaib, “Bagus...," Dewa Perang menggumam sambil eneaneoukican kepala. "Kau sudah mulai mampu menguasai Aji Cakra Salja, Kumala. Seandainya kau belum menguasainya, maka tubuhma akan hangus dihantam Pasak Langit tadi. Lokapura memiliki Aji Pasal? Langit seperti-tadi, maka kau hams hadapi dia dengan Aji Cakra Salju:” 30 Lye i . . Tidak ada suara Kumala: Tapi suara Dewa Nathalaga yang menggeima itu tampaknya dapat didengar oleh Kamala dari balik lapisan es yang makin tebal ruembungkus diriiya. “Aji Cakra Salju sudah kuturunkan padamu. Tapi itu belum cukup untuk shenjadikan dininm sebagai senopati perang dirgantara nanti, Kumala Dewi. Ada beberapa hal yang harus kamu capai.” Lalu terdengar suara gadis menggema lirih tepat di seberang telinga Dewa Nathalaga. Suara merdu itu tak lain adalah suata Kumala sendiri. "Apa lagi yang harus aku lakukan, Eyang?" Dewa Nathalaga mengibaskan tangan kirinya dengan pelan, Sesuata menghambur keluardari tangan itu, sebuah energi sakti menerjang lapsanes yang merabungists Dw: Ular. Scketika itu juga pecah menyebar. Craaasss... Hancur dan lenyap tanpa bekas. Tubuh Kumala iden keting, tanpa setetes air yang membasahinya. Pada saat itu Kumalg baru mafiyadari bahwa pati tempat berdirinya Dewa Nathalaga sudah tidak ada. Dewa penuh wibawa itu berdint melayang diudara, dan Kumala pun masih duduk bersila melayang di udara. Tak lama kemudiay keduanya turun perlahan-lahan, hingga saina-samé berdiri beralaskan bentangan kabut hijau bak adani yang, amat nasitu. Kumala buru-bura berlutut, tak berani berdiri . 3 X\, w « a tegak di depan dewa senior yang terkenal kesakti sakt Sangat membahayakan itu, * eat “Pandang ke langit atasmut" Dewi Ular mendongakkan wajah, M, if sun aah. Menatap langit ae matahari di sana. Tentuken arahnya, Tunjukt" "Tidak ada, Eyang," jawab Kumala setelah beberapa Saat mencari, namun tak dilihamya ada cahaya matahari seperti halnya di kehidupan alantaanusia, a : ra “Ada. Cari, tunjukkan padale. di mana mataha; "Hmm, tidak ada, Eyang." “Harus adal" ‘ tidak tomukan, i lagi. Taps tetap i pa ea nggak tahu ee ee nggak ada "Harus adal" tegas Dewa Nothaliga dengan suara lebih Keras lagi. Maka, sadarlak Kumala apa yane dimaksud dengan perintah tersebut. " Kedua mata Kumala ‘pur’ sepera terpejam. Kedua tangannya bergerak pelan-pelan menuju ke atas kepata, Semua jarinya dilipat kecuali jari telunjuk yang saling 32 berfemu. Dengan tubuh gemetar maka kedua tangan itu beigerak serempak, menghentak ke atas. Weeesst...1 fa menunjuk langit dengan kedua jari telunjuknya. Langit alam gaib yang semula temaram teduh, kini mulai tempak membias terang. Lama-lama muncul bola api raksasa yang dari tempat mereka hanya tampak sebesar telur matasapi. Bola api itu bertambah besar, dan akhimnya tampaklah wujud sebuah matahari berwarna keperak-perakan. Alam itu menjadi lebih-terang dati sebelummya.. “Itz matahari, Eyang." Dewa Perang menyunggingkan senyum sangat tipis. "Alu butuh dua matahari. Mana yang satunya lagi, Kumala?" Dengan gerakan kesaktian seperti tadi Kumala mengulangi hal yang sama. Kini kedya tangannya inenyentak ke arah kiri, karena tadi ia menyentak kearah karan atas. Dan, saat iti pula muncul sebuah matahari lagi di Jangit kiri atasnya. Alam gaib menjadi semakin » terang. "Tru yang satunya, Eyang.” Dewa Perang kembali tersenyuin tipis. "Yang ketiga di mana?" : - Dewi Ular diam sesaat. Menatap agak kesal. Lalu meinejamkan mata kembali dan tangannya bergerak * MISTER! PEMBUNUH HANTU 33 # seperti tadi. Weesst, weesst...! Ke arah atas depan dan atas belakang. Maka, dua matahari sckaligus muncul bersamaan di langit depan dan langit belakangnya. "Masih kurangkah, Byang?" "Cukup," jawab Dewa Nathalaga dengan napas terhembus panjang pertanda dia sangat puas dengan kesaktian Dewi Ular, yang mampu menciptakan empat matahari dalam waktu sangat singkat. Dewa Perang segera mengibaskan tangad kirinya seperti menyambar nyamuk, dan saat itu pula keempat matahari ciptaan Dew Ular pun lenyap tanpa bekas lagi. Tersapu olch kesaktiannya. "Baiklah. Sebagian kesaktianku sudah kamu kuasai, Kumala. ‘Tapi masih belum-cukup untuk tampil seBagai senopati, perang melawan pasukan dari Istana Keselapen. Ada beberapa yang harus kcuturunkan lagi padamu untuk melengkapi perbekalan perangmu nanti.” “Apa yang harus aku lakukan lagi, Byang?" Dewa Nathalaga mau bicara, tapi tertunda karena sesuatu yang terasa oleh indera kedelapsunya ta memandang ke arah kanan. Pandanganya cukup jauh. Tidak adh sesuatu yang layak dipandang di azali cana. Kumala pun ikut memandang pula. Dan, merasa heran, mengapa Dewa Perang memandang ke sanu, Hanya saja, dalarg hati kecii_ si bidadari cantik jelita ity merasa 34, yakin, pasti akan ada suatu penampakan yang datang dari arah tersebut. “Sebuah meteor muncul. Warnanya kuning berekor. Keeil sekali. Mungkin karena masih sangat jauh hingga tampak sangat kecil. Tapi mata dewd tetap menangkap gerakan meteor yang sangat cepat itu. Dewi Ular segera bangkit berdiri. Bersiaga. Tapi Dewa Perang tetap tenang dan berkata dengan suara seperti menggumam besar. "Asistenmu... Bukan bahaya!" Ketegangan siaga Kumala pun mengendur. Ia paham dengan yang dimaksud Dewa Nathalaga. Ia hanya bicara pelan seperti bicara pada dirinya sendiri. "Mau ngapain dia kemari?" Benda terbang bercahaya yang menyerupai meteor kuning itu makin dekat makin besar, dan dalam jarak relatif dckat cahaya kuning itu pecah karena Dewa Nathalaga menghempaskan tangannya. Energi kesaktiannya terpancar keluar dah mesighantam cahaya kuning tersebut. Dalam sekejap cahaya itu lenyap dan berubah menjadi sosck pemuda berambut kucai yang tak lain adalah jelmaan Jin Layon, alias Buron. Baron rauncul bukan dalam keadaan biasa. Wajahnya hitam hangus dan ia menyeringai kesakitan ldntaran terhantam energi saktinya Bewa Nathalags tadi. Kini is sedang berusaha berdiri terbungkuk-bungkok menahan 35 sakit disckujur tubuhnya. Dewa Nathalaga menghampiri dengan langkah bemmada marah. Belum sampai dewa senior itu menghajar Buron, Dewi Ular berkelebat mengambil posisi menghadang langkah Dewa Nathalaga. “Jangan, yang!" | ; “Anak itu baris dihajar. Dia menggangea urusan kita!” "Tidak. Eyang tidak bolch menghajar dia. Dia catang pasti ada urusan penting denganky, yang! Mohon kebijakan Eyang untuk tidak merasa tergangeu ‘oleh kedatangan Buron!" “Minggir kamu, Kumaia!" “Jagan, Eyang!" Kumala berlutut sangat meng- hormat. Ia sengaja melindungi asistennya karena ia vakin Buron tak akan berani senckad ini datang menyusulnya jika tidak ada urusan penting. Melihat sikap Kumala yeng melindungi Buron dengan memohon penuh hormiat, akhirnya Dewa Nathalaga pun menghentikan marahnya. Menurunkan emosinya. Buron seiidiri di belakang Kumala dalam posisi berlutut, berlindung dengan sangat takut. Dewa Nathalaga adalah dewa paling berbahaya bagi bangsa jin seperti halnya Buron. Dewa yang sangat ditakuti oleh bangsa jin itu kini berbalik arah dan melangkah menuju tempatnya tadi, Kumala Dewi segera menyalurkan hawa saktinya ke. tabuh Buron, membuat luka bakar di wajah dan sebagian tubuh Buron itu terobati: Kini Buron sudah tidak lagi merasakan kesakitan seperti tadi. fa berdiri atas perintah Kumala Dewi. "Kenapa menyusul kemari?” tanya Kumala pada Buron. ls "Roh-roh bangkit dari alam kubumya. Datang ke fumah kita, Meminta perlindungan. Tapi aku nggak sangeup melindungi mereka sendirian, Kumala. Kamu harus segera turun tangan menyelamatkan mereka dari ancaman kehaneuran.” “Ancaman kchancuran? Darimana datangnya?" ‘Ada pemburu hantu yang sulit kulacak energi gaibnya, yang berusaha merekurt para hantu. Bagi-yang tidak tunduk padanya, dihancurkan, hingga tak mungkin melakukan penitisan reinkamasi atau hal-hal lain yang masih menjadi hak mereka sebagai roh." * Bibir ranum sensual itu terkatup diata. Mata indah bak beriian itu memandang lurus ketempat jauh, Kumala mencoba meremmgi laporan Buron yang terkesan polos dan sedikit pun tidak dibuat-buat. "Kau harus turun tangan secepathya, Kumala.* “Tidak! tiba-tiba suara menggoma yang meng- gctarkan hati itu terdengar. Buron melirik Dewa Nathalaga yang sedang menataprya dengan pancaran pandangan mata menciutkan nyali. 37 - "Kumala belum selesai. Dia harus tetap bersamaku!"”” Buron tak berani,membantah sedikit pun. Bahkan kepalanya ditundukkan. Dia sadar, jika terlalu lama memandang sorot mata Dewa Perang, tnaka cepat atau lambat tubuhnya akan terbakar. Kumala Dewi membalikkan badan, menstap Dewa Perang. , "Eyang..." om "Kau harus tetap bersamaku!" sahut Dewa Perang. Ta melangkah menghampiri Kumala, "Sebelum selesai tagasku mewariskan ilmu perangku, kau tidak boleh pergi ke mana-mana, Kumala!" “Ada pihak yang membutuhkan pertclongan kita, Eyanp.” “Jangan hiraikan!" “Eyang, utusan Dewa Kegclapan sudah mulai mengacau lagi. Apakah kita harus diam saja, Eyang?" "Kamu hans selesaikan dulu pelajaran terakhirku.” "Dengan membiarkan bencana terjadi?" Dewa Perang diam, tanpak mulai terdesak oleh kata~ kata Kumala, "Para roh minta perlmdungan, Eyang. Lokapura ‘bermaksud memperdaya para roh untuk dijadilan prajurit pengacau bumi. Jika tidak segera dihentikan, maka apalah gunanya aku memiliki kesaktian yang lebih tinggi namin 38 bumi sudzh hancur karena ulah,si Lokapura?" Dewa Perang berjalan mondar-mandir. Bingung menmtuskan sikap. "Tzinkan aku menyelesaikan urusan ini dulu, Eyang. Baru aku kembali melanjutkan pelajaran dari Eyang." "Waktuku tidak bisa ama disini, Kumala.” “Mercka pun jangan diberi waktu lebih Jama untuk menghancurkan kehidupan ‘mamusia, Eyang. Tugasku di bumi adalah menyelamatkan kehidupan manusia.” Setelah hening sesgat terdengar suara Dewa Nathalaga bicara tampa memandang Kumala.maupun Buron. "Ada cara lain untuk menghentikan tindakannya si Lokapor.” "Cara lam untuk menghancurkan utusan Lokapura, maksud Eyang?" Yat “Tanpa aku turun tangan?" "Ya" Dewi Ular berkerut dahi, melirik Buron yang sedarig menundukkan kepala, belum berani mengangkat wajah sedikit pun. Kumala belum mengerti maksud, Dewa Nathalaga, sehingga ia kembali menatapnya. Kali ini kebetulan Dewa Nathalaga juga sedang berpaling untuk memandangnya, sehingga pertanyaan batin Kumala pun. me) terbaca oleh sang dewa senior. "Kemari kan...!" Kumala bergegas maju, tapi Dewa er bura-buru berkata, "Bukan kamu. Dia...!" "Buron’?" ‘ "Ya." i Buron kaget dai cemas, Dia ditunjuk olch Dewa Perang, dan diberi isyarat oleh Kumala agar maju mendekati Dewa Perang. Buron jadi sangat bingung dalain keragu-raguannya, "Cepat kemaril”- "Sa... saya?" "Iya!" Dewa Perang agak membentak, membuat Buron gemetar walau tetap harus melangkah mengham- pirinya. Sampai di depan Dewa Perang pemuda jelmaan Jin Layon itu berlutut dan menundutkan kepaia rendali- « rendeh. Nyaris mencium kabut hijau yang menyerupai permadani dan menjadi alas berpijak mereka itu. “Berdizi.” Desintss, Bodictia edd cea alse nena Buron gemetar, Namun ia pun tak berani membantak ” perintah itn. Maka, ia, berdiri pelan-pelan dengan wajah - masih tetap tertunduk. Tiba-tiba Dewa Nathulega melayangkan tangan kirinya, plaaaak...{ Tamperan pei2t itu membuat Buron terlempar ke samping seperti diterjang 40 ‘ ecnteer alec Guniirrub...{ Ta jatuh ditanah yang berkabut hijau tebal, yang sebenamya bukan tanah biasa. Separch wajahnya merah matang. Ia menyeringai mengusap-usap pripiflya, Tapi beberapa saat ig sadari teryata tidak ada rasa sakit pada pipinya. Hanya perih sesaat, lalu lenyap seperti tak pernah kena tampar siapapun. "Kenapa Eyang tampar dia’!" Kimala Dewi berani mengajukan protes. wae jadi wakil mu! Dia yang akan hadapi utusannya Si Lokapural Kamu tetap di sini bersamaku, Kumala." “Tapi...." ; “Aku sanggup!” tiba-tiba Buron menyahut dari arab samping jauh Kumala. Suara itu membuat Kumala berpaling memandang dengam heran. © “Kamu sangguip? Kalau kamu sanggup kenapa kamu datang meriyusulku?" f Buron tidak menjawab pertanyaan Kumala, namun ia justru menghampiri Dewa Perang, dan segera berlutut dengan satu kaki; kepala ditun dukkan, satu tangan: seakan tertumpu di tanah. “Terima Kasih atas pembertan kekuatan Hyang Dewa. Hamba merasakan hadirnya kekuatan baru dalam diri hamba ini, Hyang Dewa." MISTER PEMBUNUH HANTU 41 "Bagus!" - 5 Kumala membatin, "Ooo, Jedi tamparan tadi adalah cara Eyang Nathalaga menyalurkan kesaktiannya kepada Buron? Hmm, unik juga." "Kamu sangeup memerangi utusan si Lokapura itu?” "Hamba sangeup, Hyang Dewa Nathalaga,.” “Berangkat kau sekarang juga!" “Baikt" “Tapi ingat, hanya sebatas tugasini ja kamu memiliki kekuatankn itu. Tidak lebih." oa "Hamba mengerti, Hyang Dewa." _ Buron pun berdiri. Menatap majikan eantiknya yang masih tertegun karena tidak menyangka Buron akan mendapat sebagian keeil dari kesaktiannya Dewa, Perang. Pantaslah kalau sekarang Buron tampak penuh keberanian, karena Pengaruh kesaktian yang dititipkan .. Dewa Perang membyat. nyalinya menjadi besar. “Aku pulang sekarang, Kumala." "Baik. Tapi... tunggu!" Kumala tiba-tiba mencegah langkah Buron. Ia hampiri asistennya di bidang ursan gaib itu. fa,pandangi dengan dahi mulai berkerut. Ada sesuatu yang ganjil pada diri Buron. Pandangan mata itu membuat Buron jadi salah tingkah dan mulai mem- pethatikan tangannya sendiri. “Buron, kau.!, kau..." 42 “Apa yang terjadi ini?!" Buron bernada tegang. Ada perubahan pada kulit tubuh Buron. Kulit itu menjadi kemerah-merahan, Kusam dan tampak tebal. Makin lama semakin merah, sampai akhirnya seperti tembaga. Wajahnya pun menjadi seperti wajah yang texbuat dari tembaga. Ketika Kumala memegang lengan Buron, ternyata kulit tubuh itu sangat keras. Seperti besi. “Eyang, apa yang terjadi pada tubuh Buron ini?!” "Tidak perlu kalian khawatir tentang itu," jawab Dewa Nathalaga. Jawaban itu bernada kalem. Kumala menghembuskan napas lega. la mulai mengerti maksudnya. Kulit tubuh Buron menjadi sekeras baja Karena dalam aliran darah jin terdapat keluatan sang maha dewa’ Kesaktian Dewa Nathalaga itulah yang telah membuat Buron menjadi sekeras baja dengan perubahan pada permukaan kulitnya, , "Pergilah cepat! Perubahan itu hanya tampak sebentar, nanti akan hilang sendiri, tapi kekuatanmu masih tetap berlipat ganda." x "Baik. Hyang Dewa...!" jawab Buron dengan sangat hormat. Kernudian ia pun lenyap dari pandangan Kumala dan Dewa Nathalaga. Weessst...! Sinar kuning perubahan Wwujudnya bergorak luar biasa cepatnya, hingga mengejutkan Kumala. rr y ee | a ® LANGIT malam tetap-kelam. Namun tak seorang pun peduli dengan kelamnya malam. .Termasuk Sandhi yang memanfaatkan kesempatan untuk ber-keren-ria dengan mobil BMW hijau piok, selagi Kumala belum pulang dari kepergiamiya. Dengan sedan méwah itu San- dhi menghampiri sebuah fast food di sudut jalan. Baru saja Sandhi mematikan mesin mobil; HP-nya berdering. Ia buru-bura menyambutnya setelah mengetahui siapa yang meneleponnya. j "Ya, Sayang.... aku sudah sampai." "Aku masih di perjalanan. Agak macet nih," “Tadi mau kujemput kamu nolak.” "Negak eriak sama teman-temanku. Kamm tunggu _ Sebentar ya?" "Ya, Sayang... tapi jangan lebih dari sepuluh menit. Ntar aku digondol eewek lain tho." é “Tih, kanal Gak sampai lima menit kok," "Ya, ya... ku tunggu di sini. Buat Rama, apasih yang nggak aku lakukan, Sayang,” ' “Huuh, Sayang... Sayang....gve bukan sayang ful" 44 f eid * “Hahbha, ha, Ha, ha..." Sandhi tertawa lalu mengakhiri telepon. Terbayang di dalam benaknya seraut wajah santik yang sedang jadi incatannya, dan yang memBangkitkan . gairahnya setiap kali wajah itu terbayang bagaikan melekat dengan bola matanya. Senyum keceriaan pun mengiringi Sandhi keluar dari mobil, falu memasuki tempat makan yang tidak terlalu padat pengunjung itu. Langkabnya terhenti di pintu thasuk, Di gntara para pengunjung fast food ada sepasang mata yang beradu pandarig dengannya. Senyurn Sandhi any "Hey, San...! Sama siapa?!" “Sendiri aja," Sandhi menghampiri. "Wah, Relat asyik banget lu makan berduaan begini, Jim?” Jimmy tertawa malu, nanwn. terpancar pula rasa bangga dari wajahnya, ketika Sandhi terkesan memuji seorang gadis yang duduk di sampingnya. Tampaknya Jimmy dan gadisnya baru selesai makan dan bermaksud untuk segera pergi. Namun karena bertemu Sandhi, maka niat itu ditundanya sebentar. Sandhi dikenalkan dengan gadis cantik berhidung mancung dan bermata ‘indah yang lomyata Qernama Zeona, i "Doi baru nih?" bisik ‘Sandhimenggoda Jimny. "Yaah, kira-kira begitu.” “Hati-hati." "Kenapa?" “Dari raut wajah dan sorot matanya alu, yakin dia 45

You might also like