You are on page 1of 17
Arkeologi Indonesia dalam Perspektif Global’ ‘Arkeologi sebagai sebuah bidang ilmu, di mana pun itu dilaksanakan, tidak akan dapat, dan tidak boleh menyalahi kaidah-kaidah keilmuan modern yang transparan dan senantiasa siap untuk diuji. “Subjektivitas” (dalam tanda petik!) yang dimungkinkan hanyalah, pertama, dalam hal pemilihan teori sebagai dasar untuk menyusun interpretasi, serta kedua, dalam hal penyikapan dalam kaitan dengan keputusan-keputusan yang dapat atau harus diambil berkenaan dengan penentuan prioritas penelitian, ataupun dalam kaitan dengan pemanfaatan hasil-hasil penelitian untuk kepentingan pendidikan dan pembinaan rasa kebangsaan.' “arkeologi Indonesia” adalah pengetahuan arkeologi tentang Indonesia. Indonesia dapat dipahamkan sebagai pembatas wilayah maupun sebagai pokok bahasan. Pembatas wilayah ini mengikuti cakupan dari apa yang telah atau pernah menjadi wilayah negara yang bernama Indonesia, yaitu khususnya Republik Indonesia. Dalam hal ini tentulah tak dapat dielakkan TMakalah ini disajikan dalam EHPA (Evaluasi Hasil Penelian. Arkeologi) di Bedugul, Bali, 14-17 Juli 2000. 4 Budaya Indonesia: Kajian Arbol, Seni dan Say bahwa pada masa-masa sejarah tertentu cakupan wf jelajah subbangsa Indonesia tertentu di satu sisi hanya mel sebagian, atau bahkan sebagian kecil saja, wilayah Ry a ‘Namun, pada waktu yang sama jelajahnya itu ke arah mataang tertentu melampaui batas-batas negara Indonesia masa j Hal ini dapat dicontohkan dengan cakupan kerajaan Majapahi, Sriwijaya, maupun Melayu Kuno. Adapun pokok bahasan “yang Indonesia” lebih ditentukan oleh ciri-ciri kebentukan ataupun teknologis yang menandaj budaya atau “bikinan Indonesia”, artinya yang dibuat dj wilayah Indonesia sekarang ini. Tempat Penemuannya dapat saja di luar Indonesia. Sebagai contoh dapat dikemukakan arca-arca perunggu dengan ciri-ciri Jawa Tengah masa Mataram Kuno yang ditemukan di bekas wihara kuno agama Buddha di Nalanda, Bengal. Tinggalan-tinggalan itu tentu masuk ke dalam pembahasan arkeologi Indonesia, Namun, di samping itu, para ahli arkeologi sering kali juga menjumpai temuan-temuan di lapangan yang memberikan Petunjulk bahwa benda tersebut dibuat di luar Indonesia, Dapat disebutkan dalam hubungan ini beberapa contoh seperti nekara- nekara Perunggu tertentu, manik-manik, keramik (dari Siam, Cina, India dan lain-lain), serta arca tertentu sepert) arca Buddha bergaya Amaravati yang ditemukan di Se; naa Sulawesi Selatan. Dalam hal ini tentulah te: tersebut termasuk ke dal muan-t, lam objek studi arkeolog; 7.4 uae dengan pengertian bah bukan ‘bikinan Indones awa benda-benda tersebee iedonesia, balan 1 a’ pernah digunakan ata,” ™¢Skipun i manusia sezaman yang tinggal dj Indoneg, ™PUnyai a ‘Adapun yang dimaksud dengan “ahi atkeolg “ Semua sarjana arkeologi yang berke BI Indonec: ban lonesj» 884an dan te Mery. a pakan warga ne adalah bahwa a keseluruhan bai yaitu ilmu arke¢ yang unggul me yang senantiasa terus ditingkath dilakukan dalar cukup memada yang sedang div strata-2 maupu kerja sama ilmi negara lain). I Ali Arkeologi kemahiran pro sudut pengala pelaksanaan k yang pernah | Arkeologi Na: dan ketua umu dikuasai oleh s arkeologi bes: yang khusus « dapat dikemt perluasan ba dalam menen Penelitian yar akurasi dalar akurasi pencs tak dapat diti dilambungka *8i Indonesia” ™eru- Arkeologi dan Perluasannya 5 akan warga negara Indonesia. Dalam hal ini yang diharapkan adalah bahwa ahli-ahli ini dapat diandalkan untuk mewakili keseluruhan bangsa Indonesia dalam bidang keahliannya itu, yaitu ilmu arkeologi. Citra keilmiahannya serta mutu karyanya yang unggul merupakan aset bangsa secara keseluruhan. Maka, yang senantiasa diperlukan adalah “capacity building” yang harus terus ditingkatkan secara berkelanjutan. Peningkatan itu perlu dilakukan dalam hal jumlah (seperti yang Kurang lebih sudah cukup memadai dewasa ini) maupun dalam kualitas (seperti yang sedang diupayakan melalui erbagai program studi lanjutan strata-2 maupun strata-3, serta berbagai program pelatihan dan kerja sama ilmiah dengan para ilmuwan berkualitas dari negara- negara lain). Dalam hal ini Pusat ‘Atkeologi bersama Ikatan ‘Ali Arkeologi Indonesia dapat merancang suatt penjenjangan kemahiran profesional dilihat dari sudut pendidikan dan dari sudut pengalaman penelitian. Jenjang-jenjang keahlian dalam pelaksanaan kerja ini harus dititi dengan sistematis, seperti yang pernah digagas oleh mantan Kepala Pusat Penelitian ‘Arkeologi Nasional, Prof. Dr. RP Soejono, yan juga pendiri dan ketua umum pertama LAAI. Prinsip-prinsip dasar yang harus dikuasai oleh seorang sarjana arkeologi adalah metode penelitian arkeologi beserta seperangkat konsep dengan peristilahannya yang khusus dalam disiplin ilmu ini. Kapasitas masing-masing dapat dikembangkan melalui pelatihan yang intensif, melalui perluasan bacaan, serta melalui pengembangan pemikiran dalam menemukan permasalahan baru dan merancang strategi penelitian yang khusus untuk pemecahannya. Dalam arkeologi, akurasi dalam membuat deskripsi, dan kemampuan menilai akurasi pencatatan suatu data, merupakan kapasitas dasar yang tak dapat ditinggalkan, sekalipun ketika penggunaan teori telah dilambungkan ke tingkat yang paling tinggi. udaya Indonesia: Kajian Arkeolog Seni, dan Sejarah m etiap permasalahan ilmiah, setian m menggatap § ilai ahli ood perlu membuat paparan dan penilaian terlebih ua mengenai “state of the art” dari permasalahan tersebut i ji telah mendahuluinya berkenaan pe ae Seven lebih dahulu dikemukakan dan 1 Sen la ‘alam penulisan suatu karya ilmiah terdapat Kesengajaan untuk mengesampingkan apa yan& telah dilakukan 4 oleh peneliti terdahulu, baik karena tidak menghargai maupun. karena kesulitan memahami bahasa sumbernya, maka itu adalah suatu cela yang dapat mengurangi nilai dari karya ilmiah itu sendiri, Hal ini memang hanya akan dapat diketahui oleh sesama peneliti yang mendalami bidang yang bersangkutan. Sudah semakin mendesak pula kebutuhan untuk membuat — jaringan informasi untuk pemutakhiran pengetahuan di bidang arkeologi, dengan mengesampingkan egoisme pribadi maupun kelompok, tetapi dalam waktu yang sama juga meningkatkan sensitivitas untuk menghargai hasil karya dan kerja orang atau pihak lain, Dalam hal penghimpunan informasi ini tak boleh dilupakan juga bahan-bahan yang ditulis dalam bahasa-bahasa yang ‘sukar’ (di luar Indonesia dan Inggris), seperti bahasa- bahasa asing lain (Belanda, Prancis, Jerman, dan lain-lain) mau- un bahasa-bahasa daerah tertentu yang memuat informasi yang terkait dengan pokok kajian arkeologi. Tinjauan atas Arah dan Minat Peneliti Pusat Arkeologi ‘ee ini semata-mata didasarkan pada apa yang ele Fe _ ae pertemuan Evaluasi Hasil Penelitian a . Sejumlah Peneliti mencoba untuk mencati si pengetahuan arkeologi Indonesia dengan permasalahan bangsa In dengan mu tralisasi da penangana dijadikan c Hal ini ter dukung ol suatu spek dengan an melihat pe perbedaan. kembangar di zaman n ekonomik } setiap masa secara luas « meningkatl Kecen¢ bangnya m meluas met hubungan-1 mulai darin Austronesiz Dilakukan | purba untul lukisan pad migrasi. Ter pun dilihat tidak denga Penduduk. , yuat Jang, ypun atkan z atau poleh bahas bahasa- n) mau~ nasi yang at da apa yan’ | Penelitia® uk mencat stan “Arkeologi dan Perluasannya 7 bangs Indonesia dewasa ini, khususnya yang berkenaan dengan multikulturalitas, toleransi, persatuan, maupun desen- tralisasi dan disintegrasi. Kejadian-kejadian ataupun cara-cara penanganan terhadap keadaan-keadaan tertentu di masa lalu dijadikan cermin untuk melihat persoalan-persoalan masa kini. Hal ini tentu dapat amat bermanfaat apabila benar-benar di- dukung oleh data yang dapat diandalkan, bukan semata-mata suatu spekulasi. Kajian dengan arahan ini juga dapat dilandasi dengan ancangan perbandingan, artinya, tidak hanya untuk melihat persamaan-persamaan, melainkan juga perbedaan- perbedaan. ‘Adapun perbedaan itu dapat dilihat pada sisi pet kembangan teknologi, kerangka-kerangka acuan yang dikenal di zaman masing-masing, serta berbagai situasi sosial-politik- ekonomik yang boleh dikatakan selalu bersifat partikular untuk setiap masa. Hasil-hasil kajian semacam itu, apabila dapat dibaca secaraluas akan dapat memberikan sumbangan yang nyata untuk meningkatkan kesadaran sejarah khalayak ramai. Kecenderungan positif lain yang tampak adalah berkem- bangnya minat untuk mengkaji lebih mendalam dan lebih meluas mengenai hubungan-hubungan sosial antarbangsa dan hubungan-hubungan budaya antarwilayah pada masa-mas@ Jalu, mulai dari masa prasejarah. Bahkan, cakupan luas kajian budaya ‘Austronesia di kawasan Pasifik telah diberi perhatian khusus- Dilakukan pula kajian ciri-ciri rasial pada sisa-sisa manusia purba untuk melacak eluasan jelajahnya. Analisis bandingan lukisan pada batu cadas pun dicoba beri interpretasi mengenai migrasi. Terdapatnya penggambaran fauna ‘asing’ di candi-candi pun dilihat sebagai fungsi mobilitas, meskipun sudah tentu tidak dengan sendirinya juga berkesejajaran dengan mobilitas penduduk. ‘Analisis teknik pembuatan perahu terhadap suatu udaya Indonesia: Kajian Arkecle Sev dan Sejarah A day janjikan. untuk menerangi masalah Ja. Di samping itu juga diberikan, eni arca untuk menerangj tinggalan perahu kuno dij hubungan antarbangsa pul 5 perhatian kepada persamasn gaya Sriwijaya-Cola. a ain Jain adalah untuk mengkaji ‘cnt dan erubahan, dengan mengambil kasus-kasus khusus. i erapa trad etnografi, misalnya mengenai penguburan oe i dan fungsi sapandu di Kalimantan (pada suku-suku bangsa Dayak tertentu) dimaksudkan sebagai penduga adat-kebiasaan di 7 artefak-artefak kuno dari berbagai masa dan daerah yang lain. Sudah tentu dalam hal ini kehati-hatian diperlukan agar pe tidak terjerumus ke dalam simplifikasi permasalahan. Studi etnografi lain berkenaan dengan perubahan pola makan orang Irian pada masa Kini dapat memberikan sumbangan kepada pemahaman proses-proses perubahan serupa yang mungkin terjadi pada masa lalu, yang didorong oleh perubahan-perubahan kependudukan serta ketersediaan kemudahan-kemudahan. Suatu studi etnografi lain yang menjanjikan pendalaman pemahaman. adalah mengenai kemampuan adaptasi dan inovasi orang-orang Bugis dan Makassar, yang melatari keluasan jelajahnya. ‘Analisis atas kekuatan-kekuatan sosial yang menggerakkan perubahan, pembaruan, dan pemapanan, adalah suatu ranah kajian yang menantang, baik berkenaan dengan masa prasejarah yang semata-mata didasari data artefaktual, maupun lebih- lebih berkenaan dengan masa sejarah yang ditunjang oleh sumber-sumber tertulis, yang pada gilirannya membutuhkan suatu kemampuan kritis tersendiri untuk dapat menggunakan- nya dengan tepat. Kajian yang mengkhusus pada kelompok kelompok sosial tertentu (seperti “kalang”, “limaratus”, Jain-lain) dapat memberikan suatu sum untuk pemah masyarakatny “masa perur memerlukan maupun pem tertentu, yan; yang bersangk perlu diikuti memberikan s pengambilan | Pengayaar penemuan sitt suatu permasz Kesertaan dal: sional dan elek arkeologi bera Pemantauan at arkeologi itu st pendirian ilmi ‘isu terakhir’, N untuk memilih digunakannya, hal yang perlu kesadaran bahy bergandeng tans masing disiplin juga perlu diker hendak berinter dan metodologi Sosiologi, rupa-1 bagi sebagian pe rang ranah sejarah \ lebih- ag oleh tuhkan anakan- ompok- is”, dad ; perarth “Arkeologi dan Perluasannya 9 masing-masing, Tinjauan atas perkembangan “masa perundagian” sebagai kebangkitan peradaban pun memerlukan akummulasi kajian atas berbagei kasus. Perubahan, maupun pemapanan yang tertinggal dalam ‘situs-situs’ perkotaan tertentu, yang dapat memberikan karakteristik “wajah kota” yang bersangkutan, merupakan suatu arah perhatian yang selalu perlu diikuti kajian-kajian kasus, yang pada gilirannya dapat memberikan sumbangan kepada pihak yang berwenang untuk pengambilan kebijakan pelestarian di masing-masing kawasan. Pengayaan dalam pengetahuan arkeologi jug? didapat dari penemuan situs-situs baru, yang tidak jarang mencuatkan pula suatu permasalahan baru, ataupun sejumlah pertanyaan baru. Xesertaan dalam jaringan-jaringan informasi ilmiah (konven- sional dan elektronik) akan selalu dapat membantu para peneliti arkeologi berada dalam posisi terinformasi secara mutakhir. Pemantauan atas perkembangan yang, terjadi dalam bidang ilmu arkeologi itu sudah tentu tidak harus berarti bahwa pendirian- pendirian ilmiah juga serta-merta harus atau patut mengikuti ‘isu terakhir’. Masing-masing peneliti tetap mempunyai otoritas untuk memilih teori, pendekatan, maupun metode yang hendak digunakannya, sepanjang itu laik untuk pokok kajiannya. Suatu hal yang perlu ditumbuhkan di antara para peneliti adalah kesadaran bahwa ada berbagai disiplin ilmu lain yang dapat bergandeng tangan dengan arkeologi, namun juga bahwa masing- masing disiplin ilmu itu mempunyai paradigmanya sendiri, yang juga perlu dikenali baik-baik dahulu apabila peneliti arkeologi hendak berinterdisiplin dengannya. Pemahaman konsep, teori, dan metodologi ilmu-ilmu antropologi, filologi, sejarah, dan sosiologi, rupa-rupanya merupakan tuntutan yang mendesak bagi sebagian peneliti. ~ i jarah sam Arkeologi, Seni, dan Sejara mdonesia: Kajian Badia yan * sensi dan efektivitas kerja arkeologi diharapkan i ce is organisasi kerja serta perancangan akan muncul dart ane mia staf pimpinan Pusat Arkeologi yang digages diperlukan adalah kesalingpahaman yang a telah, sedang, dan direncanakan vebihmendalam mengenal apa in, baik di dalam negeri, i ic!) dan jurusan-jurusan arkeologi di cee ihr Pa ge Jangan Sambi 2 Ye ane calah satu pihak tidak diketahi oleh pihak ean bergerak di bidang arkeologi. Untuk mengakhiri bahasan ini dapat eebue ae arah perhatian yang pada dasarnya memperluas © IP a arkeologi, yaitu untuk meneliti masyarakat yang | eee on tinggalan-tinggalan masa lalu. Studi atas komunitas di angi yang mengalami perubahan penyikapan terhadap fosil-fosil yang ditemukan, pada dasarnya merupakan rintisan kajian Arkeo Sosiologi (untuk dibedakan dari Sosio-Arkeologi), sedangkan studi atas perubahan fungsi mata uang Cina (kepeng) merupakan kasus perubahan makna yang dapat dilihat sebagai salah satu aspek dalam permasalahan perubahan budaya secara umum. Fungsi sosial dari ilmu arkeologi itu sendiri dapat dilihat pada engaitannya dengan bidang-bidang kegiatan lain, seperti pariwisata pembangunan daerah. Dalam hal ini analisis perlu dilakukan gan saksama agar sekaligus kemungkinan-kemungkinan akibat positif dan negatifnya dapat diperhitungkan, sehingga apabila emudian disusun program dan proyek, kepentingan ilmu arkeologi endiri tidak terkorbankan. Demikianlah sejumlah janji yang dapat disimak dari berbagai fgkasan makalah dalam EHPA 2000 ini. Semoga dapat dipenuhi gan memuaskan. Sur A. Pengem Salah satu pengembanga yang berkemb pada umumn} himpunan dat proses pembi antara “teori i antara keduan yang berintika kompetensi m konsep-konse kebudayaan. § bahwa pada di fisik-material dalam lingku: material-ekon« "Makalah ¢ Yogyakarta, 26-3 onesia: Kajian Arkeolee Seni, dan Sejarah ya Indonesia: Peningkatan efi jensi dan efektivitas kerja arkeologi diharapkan ‘ anaisis organisasi kerja serta perancangan : can veh sejumlah stafpimpinan Pusat Arkeolog i ingpahaman yang i «oa diperlukan adalah kesalingp: h Oa ee i telah, sedang, dan direncanakan — she ak jain, baik di dalam negeri, jiker} ol ; ei ee Purbakala (sic!) dan jurusan-jurusan arkeologi di sepert i j, Jangan sampai apa yang perguruan tinggi, maupun di luar Bee e eis Sn oll sudah dikerjakan oleh salah satu pil : ak di bidang arkeologi- as isebutkan suatu Untuk mengakhiri pahasan ini dapat disebutkan a arah perhatian yang pada dasarnya memperluas cakupan — i arkeologi, yaitu untuk meneliti masyarakat yang ‘menggun: an tinggalan-tinggalan masa lalu. Studi atas komunitas di Sangirall yang mengalami perubahan penyikapan terhadap fosil-fosil yang ditemukan, pada dasarnya merupakan rintisan kajian Arkeo Sosiologi (untuk dibedakan dari Sosio-Arkeologi), sedangkan studi atas perubahan fungsi mata wang Cina (kepeng) merupakan kasus perubahan makna yang dapat dilihat sebagai salah satu aspek dalam. permasalahan perubahan budaya secara umum. a o akan muncul Fungsi sosial dari ilmu arkeologi itu sendiri dapat dilihat pada pengaitannya dengan bidang-bidang kegiatan lain, seperti pariwisata dan pembangunan daerah. Dalam hal ini analisis perlu dilakukan dengan saksama agar sekaligus kemungkinan-kemungkinan akibat positif dan negatifnya dapat diperhitungkan, sehingga apabila kemudian disusun program dan proyek, kepentingan ilmu arkeologi sendiri tidak terkorbankan. __Demikianlah sejumlah janji yang dapat disimak dari berbagai ringkasan makalah dalam EHPA 2000 ini. Semoga dapat dipenuhi dengan memuaskan. Str A. Pengemt Salah satu. pengembangar yang berkemba pada umumny: himpunan datz proses pembe antara “teori ic antara keduany yang berintikan kompetensi ma konsep-konsep kebudayaan. S bahwa pada da: fisik-material t dalam lingkun material-ekono 'Makalah di Youyakarta, 26-30 ada sata kan kibat abila ologi agai enubi cry Strategi Pengembangan dan Kebutuhan Kontekstual Arkeologi Indonesia’ A. Pengembangan Akademik Salah satu segi dari pengembangan ilmu pengetahuan adalah pengembangan teori. Dalam arkeologi berlaku juga teori-teori yang berkembang dalam ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu budaya pada umumnya, sebagai pengarah interpretasi atas himpunan- himpunan datanya. Salah satu teori dasar adalah mengenai arah proses pembentukan kebudayaan, yaitu yang diperbedakan antara “teori idealistik” dan “teori materialistik”, serta paduan antara keduanya. Yang idealistik menyatakan bahwa kebudayaan, yang berintikan sistem gagasan itu, terbentuk karena terdapatnya kompetensi manusia dalam konseptualisasi, dan dengan struktur konsep-konsep itu membentuk, dan seterusnya mengembangkan kebudayaan. Sebaliknya, teori yang materialistik menyatakan bahwa pada dasarnya manusia dihadapkan pada kondisi-kondisi fisik-material beserta peluang-peluang ekonomiknya yang khas dalam lingkungannya, dan tanggapan atas lingkungan fisik- material-ekonomik itulah yang membentuk kebudayaan. Adapun 'Makalah disajikan pada PIA (Pertemuan IImiah Arkeologi) ke-10, Yogyakarta, 26-30 September 2005. n Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah teori gabungan menyatakan bahwa dalam situasi terten gagasan bisa menentukan sosok kebudayaan, tetapi juga disipin Sot situasi-situasi lain kondisi fisik-materiallah yang menenty lain, khususr arah pembentukan dan pengembangan kebudayaan. Dalam upayanya un teori dasar tersebut kebudayaan dilihat sebagai suatu gugu: Pengetahuan ciri-ciri budaya yang menandai keseluruhan masyarakat pemi ik bekal wajib ba kebudayaan yang bersangkutan. Namun, sekitar tiga dasawe Di samping p yang lalu muncullah gagasan-gagasan teoretik yang menantan, terdapat pula pandangan mengenai kebudayaan sebagai integrasi ciri-ciri oleh ‘kreativit budaya yang menandai suatu masyarakat secara keseluruhan itu. Daerah perma Dilontarkan gagasan, bahwa dalam (setiap) masyarakat dapat ae pooenae saja ada golongan-golongan (khususnya yang bukan golongat terhadap pens komunitas. Su Penguasa’) yang mempunyai ciri budaya yang berbeda dengan untuk menga yang mainstream. Karena “eee pada berbagai dengan latar sejarah kol: vie na budayanya yang Khss masing-masin karenaitu pela divelay nial, maka golongan periferal (4a1| —_meliputi baha etnik (tentunya ini meagan feikasiny adalah: golongat | —_ciri-ciri geneti Putih non-Anglo- epada golongan- kulit telat Saxon, serta Negro, Indien ae n) saa inimelahikan apayes 8 !OMBAN ‘Peketja’ Gerchare nese] ePaniang perk ebudayaan sepeny heel Scbagal “cultural akan’ teoreg misalnya ‘gera halayaknya yang bervan ARE ‘dati bawahy ns diam) ancangan posi a ‘pembina’ dai ata, a tidak lagi dari aah Gari ara) peneltian lapa n . ‘ Ts ln een Ln ng aa Pes | okt Sonam SAlah satu cara pang t¥AAM tidak day 78t2@M | lebih besar dar Kec 254 Mengalokasikan pa ete Melainka Pat dilihat bail a¥ah. Pengembangan eeekinan ding) lit harus Semua up; aik dalam fungsinya sehen TOdel-model Berak dan model, me Fangkaian uj cop, agai Penjabaran te. Pe” t a ‘ a Menuju arah suet teori, ma terjadi, Permasalahan 'U teor}, Sebagai Pertanggungjay dan pengujian s -ciri itu. lapat ngan ngan yrakat , khas | (dan jongan n kulit y-lain)» eoretik di man@ Arkeologi dan Perluasannya 3 Perkembangan ilmu juga terjadi melalui pendekatan lintas disiplin. Sudah lama arkeologi ‘mencari bantuan’ disiplin-disiplin Jain, khususnya dari gugusan Iimu Fisika dan Geologi, dalam upayanya untuk menentukan umur dari temuan-temuannya. Pengetahuan Geomorfologi, misalnya, boleh dikatakan menjadi bekal wajib bagi ahli arkeologi yang hendak melakukan ekskavasi. Di samping pelintasan disiplin yang bersifat ‘tak bisa tidak’ itu, terdapat pula perkembangan lintas disiplin yang lebih diarahkan oleh ‘kreativitas’ dalam mencari dan merumuskan permasalahan. Daerah permasalahan ‘baru’ yang dapat disebutkan adalah antara jain berkenaan dengan lingkungan masa lalu dan pengarubnya tethadap pengambilan keputusan pada tingkat masyarakat atau yomunitas. Suatu pendekatan multidisiplin pun dapat disarankan untuk mengadakan kajian-kajian bandingan secara paralel pada berbagai komponen budaya dan bahkan genetika, dengan masing-masing mengembangkan Klasifikasinya, misalnya yang rmeliputi bahasa, gerabah, megalit, arsitektur, musik, tari dan ciri-ciri genetik. Pengembangan metode dan teknik penelitian sudah terjadi sepanjang perkembangan ilmu arkeologi. Kita telah mengalami misalnya ‘gerakan’ New Archaeology yang menekankan pada ancangan positivistik dan analisis kuantitatif. Di antara teknik penelitian lapangan yang dikembangkan secara khusus adalah teknik ‘ekskavasi’ di dalam air, yang mempunyai derajat kesulitan lebih besar daripada penggalian di daratan. Semua upaya pengembangan itu, baik pada tataran teori dan model, metode dan teknik penelitian, maupun perumusan permasalahan, tentulah senantiasa memerlukan suatu pertanggungjawaban akademik yang memungkinkan perunutan dan pengujian secara berkelanjutan. " shaped Lushan: Pht AAR OL Aa Shad Whe Pengenilnyan Reatuhian tepapiany Va anion weyineale bebiuthubvae badigenns ati Hetil paoaban Dell balann abbesDbagl Aapald isebttady atte tg AV) ebntibian yuennalbanee eepabady Rebitayyante, Ly Hebrate pelobeanaan) banaer yaad ANH WelliMaeat, (Ly Rebate ‘psnyanlbat an! haba bayiel baestee phi Alitiaptiat teh bangle Vila day 1A) bebibabiany eave) piseawnse) Ce dieesnisnay ct Aten NINO HHH BoTtAbSO abot vay (Ae) alae) Lael Ta Vanbean Nsjnnah Kebuobeyaae, Aviat state apa pt {hab aan apes dba jibe Siok ache cha tay ebay SWAN siwalen daa Awed dnivey davbedone ‘Tinggalan- Hanae Delian pay, ryan dai Alien pathivaey Asnigan Fada cértolis Seen te ‘Nes bia Hanerynaday dap seige barb Hiya ng TRO teeny, ib pos aa a 4) Heeb AMA Angst papkannbanigal Denby bw se i tt prac itty ay why ny NAH Sapna Kebacinya CIMA, Wanstoya ter upalcat # nha i Sev atiy ostign nega Wien DOMME ae) aa hy Danan Wop) He AnYAH Saveny ah MPRA Sadi, Hy lang) tataH Aehiuny 4 tradlistorial bahan-bahan menguatkan hancur. Keper kajian multic bahan, ilu | jarang pemus waktu yang s: kererawatant kélayakan tel Kebutuh urusan ters khusus kare képentingant diperlukan péenyélam, di rinci, serta rr bukan saja m juga mempe membuat pe dan tata fur sédang diterr muatan berh dapat dijual upaya ‘peng alana kegiat vwilayah laut kenegaraan « Di saraping fenvatan’ itu Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah 4 B. Pengembangan Kebutuhan Terapan Di antara sejumlah kebutuhan terapan yang memerly pasokan hasil kajian arkeologi dapat disebutkan antara | (1) kebutuhan penulisan sejarah kebudayaan; (2) kebuty pelaksanaan konservasi dan pemugaran; (3) kebutu ‘pengangkatan’ bekas kapal karam yang dihajatkan oleh, banya pihak itu; (4) kebutuhan sajian peragaan (Khususnya di museu untuk tujuan edukatif secara luas; (5) dan lain-lain. Penulisan Sejarah Kebudayaan, dalam skala apa pun, tidak akan dapat dilakukan jika tidak ada data nyata meng i tinggalan-tinggalan budaya dari masa lampau. Tinggal : lak nn Svan, Schingga ti 8, Pembangunan nasionay 8 Hak masule Co Kebutuhan ansetvasi dan pe, adalah untuk Talu, baik y: mUgaray 'N Penin, ang 7 benda-benda 8 berupa agar bu eninggal Yany udaya ‘tak a dipertukan untuk koe dipin, - ber, : terapan lain mKimig a yang Prakeiy. mei ti, tradisional bahan-bah menguatkz hancur. Ke kajian mul bahan, ilm jarang pem waktu yang keterawata kelayakan | Kebuti urusan te. khusus ka kepentinga diperluka penyelam, rinci, serta bukan saja juga memy membuat j dan tata fi sedang dite muatan ber dapat dijua upaya ‘pen: dalam kegi. wilayah lau kenegaraan Di sampin; Muatan’ it lukan, lain: tuhan uhan anyak seum) | pun, igenai galan- ertulis rbagai liknya, angan h yang layaan, ypakan negara, bangsa, i masih instream Arkeologi dan Perluasannya 15 tradisional maupun untuk menemukan dan menguji penggunaan bahan-bahan rekayasa baru untuk melindungi maupun untuk menguatkan benda-benda masa lalu yang terancam lapuk atau hancur. Keperluan pemugaran mens ikemban; kajian multidisiplin: ilmu bangunan (building engineering), ilmu c bahan, ilmu perencanaan lingkungan, dan arkeologi sendiri. Tak jarang pemugaran suatu bangunan cagar budaya menuntut pada waktu yang sama suatu pengalihan fungsi, demi untuk menjamin keterawatannya sesudah dipugar. Hal ini memerlukan kajian kelayakan tersendiri. Kebutuhan ‘pengangkatan’ bekas kapal karam merupakan urusan tersendiri yang memerlukan tata organisasi yang khusus karena melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingannya masing-masing. Dari segi pananganan ilmiahnya diperlukan peneliti-peneliti yang berkualifikasi sebagai penyelam, dengan tugas membuat grid dan membuat laporan rinci, serta melakukan pemotretan. Bagi arkeologi yang penting bukan saja mendapatkan benda-benda muatan kapal, melainkan juga memperoleh data yang sebaik-baiknya untuk kemudian membuat penafsiran mengenai berbagai segi dari kapal (fisik dan tata fungsi ruang-ruangnya) dan tujuan pelayaran yang sedang ditempuhnya. Bagi pihak pedagang antik pasti perolehan muatan berharga dari kapal itulah yang paling penting, karena dapat dijual dengan harga mahal. Suatu urusan terkait dengan upaya ‘pengangkatan’ itu adalah mendudukkan posisi hukum dalam kegiatan itu. Hal itu berkenaan dengan kewenangan atas wilayah laut di mana kapal itu ditemukan tenggelam, serta asal kenegaraan dari kapal yang tenggelam itu, jika dapat diketahui. Di samping itu, suatu upaya penyelaman dan ‘pengangkatan muatan’ itu perlu dilandasi perjanjian kerja yang jelas antara 16 Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah perusahaan penyelaman yang melaksanakan pekerjaan dengy pemerintah yang mengawal keseluruhan peraturan Perundan undangan yang berlaku di negara ini. Suatu kebutuhan terapan lain adalah yang bertujy pendidikan secara umum. Institusi ‘pendidikan masyarakar’ terkait dalam hal ini adalah museum. Dalam museum lah be benda masa lalu itu diperagakan. Agar dapat memenuhi fung edukatif yang sebesar-besarnya, berbagai informasi penyer perlu disiapkan dengan sebaik-baiknya, dalam bentuk label da narasi yang langsung disertakan bersama sajian benda-ben maupun dalam bentuk terbitan-terbitan khusus, ataupun suat fasilitas informasi elektronik yang dapat diakses sendiri ol Pata pengunjung museum. Itu yang sistematis, semua memerlukan perancangal C. Strategi dan Fasilitasi Setelah men, H Senali berbapai maupun pen seal kebutuhan pengembangall terapan t i aka ‘ersebut lan rane. di atas, m “tetpenthi, Pe angan fasilitasi agar semua lah satu titik @ngunan d, titusi yan Strategis yan ‘an pemberdayaan 8 Sudah ada, 8 mutlak diperlukan. Hee tBUruan ting, 7 medal Peni, StaNsi-instangy 228 Men, ngkatan = Sela perhatia: dan Kebt Dalam N peranani arkeolos pengetal antara U yang tel perhimpt bersangk Kerj itu selaye 1. peni Semoga i memperc tangguh. Arkeologi dan Perluasannya v7 Selanjutnya, kerja sama lintas-sektor pun membutuhkan perhatian yang saksama. Di samping antara sektor Pendidikan dan Kebudayaan, perlu pula sektor Kelautan, Prasarana Wilayah, Dalam Negeri, Luar Negeri, Hukum, dan lain-lain diperhitungkan peranannya sebagai penyedia salah satu aspek pengembangan arkeologi, baik sebagai subjek akademik maupun sebagai pengetahuan terapan. Program kerja sama pun perlu dirancang, antara unsur-unsur pemerintah dengan institusi-institusi yang telah disebut di atas, bersama badan-badan ataupun perhimpunan-perhimpunan swasta yang bergerak di bidang yang bersangkut-paut dengan disiplin dan data arkeologi. Kerja sama lintas instansi, lintas lembaga, dan lintas sektor itu selayaknya diarahkan pada: 1. peningkatan kualitas kepakaran serta reputasi internasional dari para ahli arkeologi Indonesia; 2. peningkatan pemahaman publik atas relevansi arkeologi dalam pembangunan bangsa dan negara; 3. peningkatan keberdayaan masing-masing institusi pembina arkeologi melalui pemutakhiran sarana-sarana kerjanya, baik yang bersifat perangkat lunak maupun perangkat keras; 4. peningkatan kualitas jaringan komunikasi ilmiah dan profesional arkeologi. Semoga ini dapat menjadi suatu cita-cita bersama, yang akan memperoleh momentum dari semangat kebersamaan yang tangguh.

You might also like