You are on page 1of 14
GAMBARAN KUALITAS HIDUP PASIEN ACUTE CORONARY SYNDROME DI POLIKLINIK JANTUNG RUMAH SAKIT AL ISLAM BANDUNG N. Try Yulianti! Cecep E. Kosasih' Etika Emaliyawati! 'Fakultas IImu Keperawatan Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat ABSTRAK Acute Coronary Syndrome (ACS) dapat muncul sebagai komplikasi pada penderita penyakit jantung koroner dan bersifat mengancam. Kondisi ini dapat mengakibatkan perubahan pada status fungsional pasien ACS dan berpengaruh terhadap kualitas hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kualitas hidup pasien ACS di Poliklinik Jantung Rumah Sakit Al Islam Bandung, Jenis penelitian yaitu deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Tujuh puluh responden diambil secara consecutive sampling. Instramen yang digunakan adalah Seattle Angina Questionnaire (SAQ) yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berisi 17 item pertanyaan, Hasil penelitian untuk kelima subvariabel didapatkan data: setengah dari jumlah responden (50%) menggambarkan keterbatasan aktivitas fisik sedang, setengah dari jumlah responden (47%) memiliki stabilitas angina tidak berubah, hampir seluruh responden (80%) memiliki frekuensi angina sangat jarang, kepuasan terhadap pengobatan sebagian besar responden (67%) adalah memuaskan, dan setengah dari jumlah responden (41%) memiliki persepsi buruk terhadap penyakitnya. Kesimpulan yang didapat menunjukkan bahwa sebagian kecil responden (30%) memiliki kualitas hidup rendah, Kata kunci : Acute coronary syndrome, kualitas hidup, Seattle Angina Questionnaire (SAQ) ABSTRACT Acute Coronary Syndrome (ACS) is threatening condition may arise as complication in patients with coronary heart disease. This condition can affect functional status patients and affect quality of life. The aim of this study was to describe quality of life ACS patients in the Cardiology Polyclinic RS. Al Islam Bandung. The method design was cross-sectional which used descriptive quantitative. Seventy respondents were selected using consecutive sampling. The researchers used Seattle Angina Questionnaire (SAQ) which translated into Indonesian language, contained of 17 questions. Based on the fifth subvariabel obtained data : half of respondents (50%) had moderate physical limitation, half of respondents (47%) had doesn't change angina stability, almost all respondents (80%) had very rare angina frequency, satisfaction with the treatment most respondents (67%) is satisfied, and half of respondents (41%) had poor perception of the ilness. The results showed that minority of respondents (30%) having a lower quality of life. Keywords : Acute coronary syndrome, quality of life, Seattle Angina Questionnaire (SAQ) 1. Try Yuliant Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjagjaran Jl. Raye Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor ‘email: n.sryyulianti@avahoo.com PENDAHULUAN Penyakit kardiovaskular adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa baik di negara maju maupun berkembang, khususnya penyakit jantung koroner (PJK). Pada tahun 2008 sekitar 17,3 juta orang meninggal akibat penyakit kardiovaskular, 7,3 juta diantaranya discbabkan olch PIK (WHO, 2011). Di Indonesia berdasarkan Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN) tahun 2001, diketahui bahwa 26,4 persen angka kematian disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Kondisi umum yang dapat muncul sebagai komplikasi pada penderita drome penyakit jantung koroner dan bersifat mengancam yaitu acute coronary sy (Sut & Unsar, 2011). Acute Coronary Syndrome (ACS) terjadi jika plak ataupun bekuan darah tidak stabil dan menyebabkan sumbatan aliran darah ke miokardium, baik sebagian maupun total (Osborn et al., 2010). Osborn et al (2010) menyebutkan bahwa ACS meliputi angina pektoris tidak stabil, infark miokard dengan elevasi ST (STEMI) dan infark miokard tanpa elevasi ST (NSTEMD. Di Indonesia, berdasarkan data dari Ditjen Binfar Depkes RT (2006) bahwa menurut SKRTN, ACS menyebabkan angka perawatan rumah sakit yang sangat besar di Pusat Jantung Nasional dibandingkan penyakit jantung lainnya Mengingat banyaknya jumlah penderita ACS, maka penatalaksanaan haruslah efektif dan komprehensif, Tujuan dari perawatan ACS tidak hanya untuk memperpanjang hidup, tetapi juga untuk meringankan gejala dan meningkatkan 1. Try Yuliant Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjagjaran Jl. Raye Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor ‘email: n.sryyulianti@avahoo.com fungsi (Chan ef al., 2005). Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian terhadap kualitas hidup menjadi hal yang penting (Chan ef al., 2005, Mayou ef al., 2000). Dalam kaitannya dengan kesehatan, kualitas hidup didefinisikan sebagai konsep multidimensional meliputi fisik, emosional, dan sosial seseorang terhadap keadaan keschatannya (Sevine & Asiye, 2010, Spertus et a/., 1995). Studi kualitas hidup pada pasien ACS perlu mendapatkan perhatian karena beberapa alasan, Pertama, pengukuran kualitas hidup dapat digunakan untuk menilai manfaat terapi dalam uji klinik/efektivitas pengobatan (Djauzi dan Karjadi, 2004). Kedua, jumlah penderita PJK yang terus bertambah, hal ini akan mengakibatkan resiko terjadinya ACS semakin besar. Ketiga, status fangsional dan kualitas hidup merupakan hasil yang penting dalam perawatan dan menjadi salah satu fokus dalam perawatan untuk mengembalikan kualitas hidup pasien ke keadaan senormal mungkin (Loponen et al, 2009). Walaupun komponen kualitas hidup pada setiap orang adalah sama, tetapi kualitas hidup seseorang dipengaruhi oleh faktor pribadi, lingkungan dan interaksi (Cummins 2005). Budaya pun mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Budaya ‘menentukan perilaku, selain itu juga mempengaruhi sescorang dalam menentukan strategi dalam meningkatkan atau menjaga Kesehatan dan mencegah penyakit (King & Hinds, 1998). Pada studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Poliklinik Jantung RSAI dengan mewawancarai sepuluh orang pasien ACS didapatkan hasil sebagai berikut : Keluhan yang dirasakan pasien adalah tujuh orang mengatakan kesulitan berjalan jauh, delapan orang mengatakan kesulitan naik turun tangga, delapan 1. Try Yuliant Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjagjaran Jl. Raye Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor ‘email: n.sryyulianti@avahoo.com orang mengatakan kesulitan membawa barang berat, sembilan orang mengatakan lebih sering istirahat dan diam, tujuh orang mengatakan terbatas dalam melakukan pekerjaan sehari-hari, lima orang mengatakan terbatas dalam menyalurkan hobi, dan delapan orang mengatakan merasa kesehatannya secara umum menurun, begitupun dengan fungsi fisiknya. Dampak dari hal yang diungkapkan tersebut adalah pasien mengatakan merasa terganggu dalam menjalankan aktifitasnya sehingga tidak bisa aktif beraktivitas seperti sebelum terkena ACS, akibatnya mempengaruhi kualitas hidup pasien ACS tersebut. Beberapa perasaan yang telah dikeluhkan mengungkapkan bahwa pasien ACS memiliki penilaian yang buruk dan pemikiran yang negatif terhadap keadaan penyakitnya antara lain dua orang mengeluhkan banyaknya obat yang harus diminum dan terus menerus, Beberapa perasaan yang dikeluhkan_ pasien diantaranya enam orang mengatakan merasa khawatir terhadap keadaan penyakitnya bila terjadi serangan dan berakibat fatal. Empat orang mengatakan tidak percaya diri dengan kemampuan diri setelah sakit. Enam orang mengatakan cemas terhadap kondisi fisiknya, dua orang mengatakan menjadi sering melamun dan lebih sensitif, Hal ini akan berdampak pada kualitas hidup pasien ACS, karena pemikiran atau persepsi menjadi salah satu hal yang mempengaruhi kualitas hidup pasien ACS. Dari hasil wawancara tersebut, keterbatasan yang diungkapkan dimanifestasikan dalam kehidupan schari-hari, dimana pekerjaan menjadi terganggu Karena gejala yang dirasakan. Selain itu, pasien ACS memiliki pemikiran atau penilaian buruk terkait keadaan penyakitnya, padahal menurut 1. Try Yuliant Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjagjaran Jl. Raye Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor ‘email: n.sryyulianti@avahoo.com pendapat Candace Pert, Ph.D, menyatakan bahwa pikiran dan perasaan dapat mempengaruhi penyakit, dan dalam penelitiannya menunjukkan bahwa tubuh dapat dan pasti bisa disembuhkan melalui pikiran (Epoch Times, 2009). Berdasarkan fenomena diatas, ACS dan pengobatannya dapat menimbulkan banyak perubahan, baik dari segi fisik, emosional, dan sosial. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai gambaran kualitas hidup penderita ACS, Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pasien ACS di Poliklinik Jantung Rumah Sakit Al Islam Bandung. Tujuan secara Khusus yaitu : 1. Mendapatkan gambaran keterbatasan aktivitas fisik pasien ACS. 2. Mendapatkan gambaran stabilitas angina pada pasien ACS. 3. Mendapatkan gambaran frekuensi angina pada pasien ACS. 4. Mendapatkan gambaran kepuasan pasien ACS terhadap pengobatan. 5. Mendapatkan gambaran persepsi pasien ACS terhadap penyakitnya. METODE PENELITIAN: Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rancangan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan data primer dari pasien ACS yang sedang rawat jalan di Poliklinik Jantung Rumah Sakit Al Islam Bandung, Penelitian dilaksanakan selama satu bulan dari tanggal 1 — 31 Mei 2012. Populasi dalam penelitian ini diambil dari jumlah rata-rata kunjungan perbulan sebanyak 235 orang. Sampel minimal dihitung dengan menggunakan rumus Slovin yaitu sebanyak 70 responden. 1. Try Yuliant Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjagjaran Jl. Raye Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor ‘email: n.sryyulianti@avahoo.com Peneliti menggunakan instrumen Seattle Angina Questionnaire (SAQ) yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berisi 17 item pertanyaan meliputi lima subvariabel yaitu keterbatasan aktivitas fisik, stabilitas angina, frekuensi angina, kepuasan terhadap pengobatan, dan persepsi terhadap penyakit yang seluruhnya menggunakan skala ordinal (Spertus ef al, 1995) Analisa data kualitas hidup menggunakan perhitungan skor manual Seattle Angina Questionnaire (SAQ) dengan rumus yang digunakan yaitu (skor aktual - skor terendah tiap item)/(skor tertinggi tiap item - skor terendah tiap item)x100 (Spertus et al., 1995). Skor yang didapatkan dari masing-masing domain kemudian dianalisis untuk mendapatkan gambaran kualitas hidup dengan ramus rata-rata dari kelima domain (Jie, W., 2009, Spertus et al., 1995). HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1, Data Demografi dan Informasi Kesehatan Pasien ACS n=70 Ne Data & Informasi t_% 1 Usia 40 =50 tahun 3 429 51-60 tahun 23 32,86 61-70 tahun 24 34,28 > 71 tahun 20 28.57 2 Jenis Kelamin Pria 36 5143 Wani 34__ 48,57 3 Pendidikan sD 9 12.86 SMP/SLTP. nM 15,72 SMA/SLTA, 253571 Perguruan Tinggi 253571 4 Pekerjaan Pegawai Negri 7 10 Pegawai Swasta 4 37 Thu Rumah Tangea 26 3714 Pensiunan 28 40 Wiraswasta S714 3 Riwayat Penyakit Jantung Koroner (PIK) 10 tahun 22.86 © __ Penyakit yang Menyertai Tidak 30 42,86 Ada 4057.14 7 Riwayat Merokok Tidak 38 54,29 Ya 324571 © Inten 1 kali’ bulan 61 8714 > kali bulan 7 10 1 kali 3 bulan 2 2,86 ‘Tabel 2. Kualitas Hidup Pasien ACS Kualitas Hidup t_ 9 Kualitas hidup tinggi 70 Kualitas hidup rendah 2130 Tabel 3, Domain Kualitas Hidup Domain t Keterbatasan altivitas fisik = Sangat Berat 4 6 = Berat 2 31 - Sodang. 3550 = __Ringan 9B Siabilitas angina + Sangat memburuk 1 2 = Memburuk 1s 21 + Tidak berubah 33047 = Membaik 1927 = Sangat membaik 23 Frekuensi angina = Sangat sering o 0 ~ Sering 34 + Jarang nu 16 = Sangat jarang 5680 Kepuasan pengobaian = Sangat tidak memuaskan oo = Tidak memmuaskan 4 20 = Memuaskan 4767 = Sangat memuaskan 9B Persepsi techadap penyakit = Sangat buruk 9 1B ~ Buruk 2 4 = Baik 21-30 = Sangat baik 16 Semakin tinggi keterbatasan aktivitas yang dimiliki maka kualitas hidup semakin rendah, Aktivitas fisik bagi pasien ACS dapat memicu timbulnya N.Try Yulianti Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjagjaran Jl. Raye Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor ‘email: n.sryyulianti@avahoo.com serangan atau nyeri dada, Aktivitas yang berlebihan akan meningkatkan kebutuhan oksigen. Hal ini dipengaruhi pula oleh tingkatan ACS nya. Pasien dengan kapasitas latihan fisik pada level IV memiliki keterbatasan yang tinggi, sehingga setiap aktivitas fisik yang dilakukan akan memperberat keluhan. Besarnya suplai oksigen dengan kebutuhan akan oksigen haruslah seimbang, peningkatan kebutuban oksigen dapat mengganggu keseimbangan ini dan membahayakan fungsi miokardium (Muttagin, 2009). Menurut Osbom ef al. (2010) pasien dengan ACS disarankan untuk menghindari kegiatan tertentu, menahan diri dari aktivitas mendadak, dan untuk menghentikan aktivitas yang dilakukan jika gejala terjadi Jenis kelamin mempengaruhi tinggi rendahnya kualitas hidup, seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Ermis ef al. (2001, dalam Sevine & Asiye, 2010) bahwa 52% respondennya adalah pria, Responden pria dengan persentase lebih tinggi dapat berkontribusi dalam memperbesar faktor resiko terjadinya ACS. Salah satunya adalah merokok. Sebagian besar responden (62,83%) adalah kelompok usia lanjut, dimana ‘menurut Hurlock (1980) ketahanan dan kemampun kerja menurun mengakibatkan orang berusialanjut semakin sulit untuk melakukan pekerjaan yang mengandalkan otot. Selain itu, semakin bertambahnya usia dikarenakan proses penuaan kondisi pembuluh darah arteri koroner mengalami aterosklerosis schingga memperberat kondisi ACS sescorang (Hawari, 2004, Hanafiah, 2003). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa pasien dengan ACS akan merubah tingkat aktivitas mereka dan cenderung 1. Try Yuliant Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjagjaran Jl. Raye Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor ‘email: n.sryyulianti@avahoo.com ‘mengurangi aktivitas untuk meminimalkan frekuensi angina mereka (Spertus et al,, 1995). Selain hal di s, beratnya keterbatasan aktivitas fisik pada pasien ACS dipengaruhi pula oleh seberapa besar stenosis atau penyumbatan yang terjadi dan seberapa banyak pembuluh darah yang terlibat, Dari data responden diketahui memiliki penyakit penyerta dan memiliki riwayat merokok. Kedua hal ini dapat ‘memperberat terjadinya stenosis, Semakin besar stenosis dan pembuluh darah yang terlibat, maka keterbatasan aktivitas fisik akan semakin tinggi dan kualitas hidupnya akan semakin rendah (Trisnohadi, H.B., 2001). Perawat dapat bertindak sebagai edukator dengan memberikan informasi yang berfokus pada aktivitas yang dianjurkan bagi pasien dengan ACS Semakin tinggi frekuensi angina ketika melakukan aktivitas berat, semakin buruk stabilitas angina pasien tersebut, maka kualitas hidupnya pun semakin rendah (Spertus ef al., 1995). Kondisi ini dapat terjadi akibat kepatuhan berobat,dan kesadaran pasien ACS untuk mengurangi dan menjaga aktivitas yang dilakukan sehingga tidak memicu timbulnya gejala. Selain kedua hal diatas, ketidaktersediaan obat ketika terjadi serangan, akan meningkatkan frekuensi angina sehingga mempengaruhi stabilitas anginanya, Perawat dapat memberikan dukungan emosional untuk menjaga motivasipasien dalam menjalankan pengobatan, dan menciptakan dukungan sosial yang baik dari keluarga. Hampir seluruh responden memiliki frekuensi angina dengan kategori sangat jarang. Hal ini menunjukkan pasien ACS dapat menjaga kondisinya, 1. Try Yuliant Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjagjaran Jl. Raye Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor ‘email: n.sryyulianti@avahoo.com Perawat dapat memberikan informasi tentang segala hal yang beresiko meningkatkan frekuensi angina dan bagaimana cara mengatasinya. Kepuasan tethadap pengobatan sebagian besar responden tergolong ke dalam Kategori memuaskan. Nilai rendah ditemukan dalam aspek kebosanan meminum obat, Salah satu adaptasi terhadap penyakit dan tgas yang harus dilakukan ‘menurut Moos (1984, dalam Smeltzer & Bare, 2002) adalah mengatasi stress dan kebosanan tethadap pengobatan, Perawat dapat berperan dalam mengurangi kebosanan meminum obat pada pasien ACS dengan memotivasi pasien dan keluarga sehingga dapat memberikan dukungan emosional yang kuat. Setengahnya responden (41%) memiliki persepsi buruk tethadap penyakit, Hal ini menunjukkan bahwa pasien ACS memiliki penilaian yang buruk terhadap kesehatannya dan memiliki persepsi yang tidak sesuai dengan harapan terkait keadaan penyakitnya. Kondisi ini dapat terjadi karena kurangnya informasi ‘maupun dukungan baik dari keluarga, lingkungan, dan tenaga kesehatan tentang prognosis penyakit yang diderita. Sebagian besar responden adalah lanjut usia dan memiliki pekerjaan sebagai pensiunan. Menurut Hurlock (1980) pada kelompok usia ini, terjadi kemunduran yang datang dari faktor fisik. Selain itu, penghasilan yang berkurang sebagai pensiunan dapat pula mempengaruhi kemunduran dari faktor psikologis. Adanya keluhan nyeri dada, sesak napas ataupun gejala lainnya dapat memberikan dampak psikologis negatif pada Klien seperti kecemasan berat sampai ketakutan akan kematian, Berdasarkan konsep_psikoneuroimunologi, 1. Try Yuliant Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjagjaran Jl. Raye Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor ‘email: n.sryyulianti@avahoo.com 10 kecemasan dapat menurunkan sistem imunitas tubuh (Muttagin, 2009, Guyton & Hall, 1996). Kecemasan juga akan menstimulasi respon saraf simpatis dengan upaya peningkatan denyut jantung dan tekanan darah sehingga dapat memperberat kondisi iskemia dan memperluas area infark pada miokardium (Muttagin, 2009) Menurut pendapat Candace Pert, Ph.D, scorang peneliti fisiologi dan biofisik di Pusat Medis Universitas Georgetown menyatakan bahwa pikiran dan perasaan dapat mempengaruhi penyakit, dan dalam penelitiannya menunjukkan bahwa tubuh dapat dan pasti bisa disembuhkan melalui pikiran (Epoch Times, 2009). Selain itu Dr. Herbert Benson dari Harvard menyampaikan bahwa pikiran manusia dapat meningkatkan kekuatan tubuh secara signifikan ketika dilengkapi dengan fokus positif pada suatu keyakinan (Epoch Times, 2009). Pengobatan ACS seperti tindakan PCI atau CABG dapat menurunkan resiko kematian dan membuat harapan hidup menjadi lebih baik. Dalam hal ini perawat dapat berperan dengan memberikan informasi mengenai pengobatan yang mungkin dilakukan dan prognosis penyakit, memberikan dukungan serta dorongan dari tenaga kesehatan dan keluarga yang dapat memperkuat harapan schingga dapat membentuk persepsi yang positif. Sebagian besar responden memiliki kualitas hidup yang tinggi. Kondisi ini dapat dikaitkan dengan aspek-aspek spesifik pada pasien ACS, status fungsional yang baik, kepuasan personal/penerimaan yang baik terhadap keadaan atau kondisi tubuhnya pada saat penelitian dilakukan, Tetapi masih terdapat responden yang memiliki kualitas hidup rendah. Keterbatasan aktivitas fisik dan persepsi terhadap keadaan penyakit yang buruk dapat_mempengaruhi kualitas hidup 1. Try Yuliant Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjagjaran Jl. Raye Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor ‘email: n.sryyulianti@avahoo.com uu sescorang, Semakin berat keterbatasan aktivitas fisik pasien ACS maka kualitas hidupnya semakin rendah. Begitu pula dengan persepsi terhadap penyakit, persepsi yang buruk terhadap penyakit akan mengakibatkan rendahnya kualitas hidup. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak aspek — aspek yang baik maka akan mempengaruhi kualitas hidup pasien ACS. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Thombs ef al., ditemukan bahwa kualitas hidup yang rendah ditemukan pada pasien ACS yang dirawat di rumah sakit (Watt, 2010, Thombs ef al., 2008). Perawat dapat berperan dalam meningkatkan kualitas hidup pasien yang masih rendah dan mempertahankan kualitas hidup yang sudah tinggi. Intervensi yang dapat dilakukan diantaranya melalui program rehabilitasi jantung dan perawatan yang berpusat pada pasien, Program rehabilitasi jantung dilakukan melalui cara pendidikan mengurangi faktor resiko terjadinya infark, cara manajemen gejala, dan memungkinkan kembali klien memperoleh kontrol atas hidup mereka, Dalam perawatan berpusat pada pasien, perawat perlu memahami pasien secara utuh dan meningkatkan hubungan profesional dengan pasien. Selain itu, keberhasilan dipengaruhi pula oleh adanya dukungan sosial yang baik dari keluarga, orang terdekat, dan tenaga kesehatan, SIMPULAN Sebagian besar pasien ACS memiliki kualitas hidup tinggi. Keterbatasan aktivitas fisik menunjukkan keterbatasan yang sedang. Pasien ACS memiliki stabilitas angina yang tidak berubah, Pasien ACS memiliki frekuensi angina yang 1. Try Yuliant Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjagjaran Jl. Raye Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor ‘email: n.sryyulianti@avahoo.com 12 sangat jarang. Kepuasan pasien ACS terhadap pengobatan adalah memuaskan, Persepsi pasien ACS terhadap penyakitnya adalah buruk. SARAN Perawat hendaknya melakukan kajian kualitas hidup pada pasien ACS schingga dapat membuat intervensi perawatan yang tepat dalam meningkatkan kualitas hidup pasien ACS. Bagi institusi rumah sakit diharapkan untuk ‘memberikan pelayanan kepada pasien ACS meliputi sermua elemen multidisiplin terdiri dari perawat, dokter, psikolog sel ai upaya meningkatkan kualitas hidup pasien ACS. Bagi penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti lebih lanjut tentang kualitas hidup pasien ACS sesuai dengan level ACS nya. DAFTAR PUSTAKA Chan D.S.K., Chau J.P.C., and Chang A.M. 2005, Acute coronary syndromes cardiac rehabilitation programmes and quality of life. Journal Of Advanced Nursing 49 (6) : 591-599. Cummins, R.A. 2005, Moving from the quality of life concept to a theory. Journal Of Intellectual Disability Research 49 (10) : 699-706. Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Keschatan Republik Indonesia. 2006. Pharmaceutical care untuk pasien penyakit jantung koroner fokus sindrom — koroner —akut. Available online at hitp:/Abinfar.depkes.0.id/download/SINDROM_KORONER_AKUT.pdf (diakses tanggal 29 Mei 2012) Djauzi, S. dan TH. Katjadi, 2004. Perbaikan kualitas hidup pada karyawan penderita alergi, Cermin Dunia Kedokteran 142 : 15-18. Epoch Times. 2009. Pengaruh persepsi (2) : penyembuhan penyakit dengan pikiran, Available online at hitp://erabaru.net/kesehatan/34-kesehatan/7925- engaruh-persepsi-2--penyembuhan-penyakit-dengan-pikiran (diakses tanggal 17 Juni 2012) Hawari, D. 2004. Penyakit Jantung Koroner Dimensi Psikoreligi. Jakarta : Balai Penerbit FKUL. Hurlock, E.B. 1980, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi Kelima, Alih Bahasa Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta : Erlangga. Jie, W., H.Q. Yong, and Z.Y. Ling. 2009. Effect of shenshao tablet on the quality of life for coronary heart disease patients with stable angina pectoris. Journal Integr Med 15(5) : 328-332 1. Try Yuliant Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjagjaran Jl. Raye Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor ‘email: n.sryyulianti@avahoo.com King, CR ; Hinds, P.S. 1998. Quality of Life: from Nursing & Patient Perspective. Canada : Jones & Barleet Publisher Loponen, P.; M. Luther; K. Korpilahti; J.O Wistbacka; H. Huhtala; J. Laurikka; and MR Tarkka, 2009. HRQo! after coronary artery bypass grafting and percutaneous coronary intervention for stable angina. Journal Scandinavian Cardiovascular 43 : 94 — 99, Muttagin, A. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika. Osborn, Wraa, and Watson. 2010, Medical Surgical Nursing Preparation for Practice Volume 1. United States of America : Pearson. Sevine, Sibel and Asiye D. Akyol. 2010. Cardiac risk factors and quality of life in patients with coronary artery disease. Journal Of Clinical Nursing 19 : 1315- 1325. Smeltzer, S.C., Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 1. Alib Bahasa Waluyo, A., Karyasa, LM., Julia, Kuncara, dan Yasmin A. Jakarta : EGC. Spertus, J.A; J.A. Winder; T.A. Dewhurst; R.A. Deyo; J. Prodzinski; M. McDonell; and $.D Fihn, 1995. Development and evaluation of the seattle angina questionnaire: a new functional status measure for coronary artery disease. Journal American College of Cardiology 25(2) : 333-341 Sut, HK and S, Unsar. 2011. Is EQ-5D a valid quality of life instrument in patients with acute coronary syndrome?. Journal Anadolu Kardiyol Derg (1) : 156-162. Trisnohadi, H.B. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUL Watt, W.D.J and Ines S. 2010. Patient — centred assesment of social support, health status and quality of life in patients with acute coronary syndrome. Journal Canadian of Cardiovascular Nursing 21 (2) : 21-29. World Health Organization 2011, Cardiovascular diseases (CVDs). Available online at __httpy/www.who.inUimediacentre/factsheets/fs317/en/ (diakses tanggal 16 Oktober 2011) Yong, H.Q; W. Jie; Z.Y. Ling; T.Y. Li; C.F. Yong; and X.X. Jiang. 2010. Effect of yiqi yangyin decoction on the quality of life of patients with unstable angina pectoris. Journal Integr Med 16(1) : 13-18. 1. Try Yuliant Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjagjaran Jl. Raye Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor ‘email: n.sryyulianti@avahoo.com 14

You might also like