You are on page 1of 10
TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN ATAS KEHILANGAN DAN/ ATAU KERUSAKAN BARANG BAGASI TERCATAT MILIK PENUMPANG DALAM ANGKUTAN UDARA DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA (Studi Kasus Maskapai Garuda Indonesia di Bandara Adi Soemarmo Boyolali ‘Subandriyo Adi Prasetyo Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret indriyo jahoo.co.id Tuhana Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Abstract The symbiotic relationship between the carrier in this case as a passenger airline with service users, should be able to put equality between the position of the carrier by the passengers. However, in practice there are still a lot of air passengers who experienced the events that cause harm in the absence of accountability of the concerned parties, The purpose of this paper is to examine the fit between an indemnity as a form of responsibility associated with the airline Minister of Transportation Regulation Number 77 of 2011 on Air Transport Carrier Liability. The location was chosen in this paper is on the Garuda Indonesia at airport Adi Soemarmo. Data was collected by means of interviews with respondents who competently supported by literature. Based on the research results and conclusions generated is related to the forms of liability for loss and/or damage of goods recorded in the passenger's baggage in air transport, the carrier is not be liable for loss of and/or damage to valuable items inside the baggage this is accordance with article 6 paragraph (1) and (2). The concept of liability for loss and/or damage of goods recorded a passenger's luggage used by Garuda Indonesia is the principle of lability on the basis of the presumption of innacence which carrier applies the llabilty limit maximum damages that have been set out in the provisions of article 5. Keywords : Carrier , Passenger , luggage Abstrak Hubungan saling ketergantungan antara pihak pengangkut dalam hal ini maskapai penerbangan dengan penumpang selaku pengguna jasa, seharusnya mampu menempatkan kesetaraan kedudukan antara pihak pengangkut dengan pihak penumpang, namun dalam prakteknya masih banyak penumpang angkutan udara yang mengalami kejadian yang menimbulkan kerugian tanpa adanya pertanggungjawaban dari pihak terkait. Tujuan penulisan ini adalah mengkaji kesesuaian antara pemberian ganti rugi sebagai bentuk tanggung jawab maskapai penerbangan terkait dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 ‘Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Lokasi yang dipilin dalam penulisan ini adalah Maskapai Garuda indonesia di Bandara Adi Soemarmo Boyolali. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara kepada responden yang kompeten didukung dengan studi pustaka. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terkait dengan bentuk tanggung jawab atas kehilangan dan/atau kerusakan barang-barang bagasi tercatat millk penumpang dalam angkutan udara, pengangkut tidak bertanggung jawab atas kehilangan dan/atau kerusakan barang berharga yang ada didalamnya sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan (2). Konsep tanggung jawab atas kehilangan dan/atau kerusakan barang-barang bagasi tercatat milik penumpang yang digunakan oleh Garuda Indonesia adalah prinsip tanggung jawab alas dasar praduga bersalah dimana pengangkut menerapkan tanggung jawab batas maksimum ganti kerugian yang telah ditetapkan dalam ketentuan Pasal 5. Kata Kunci: Pengangkut, Penumpang, bagasi tercatat. 94 Privat Law Vol. 1! No § Juli - Oktober 2014 ‘Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan atas ... A. Pendahuluan Dalam upaya mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu mewujudkan wawasan nusantara serta memantapkan ketahanan nasional diperlukan sistem transportasi nasional yang mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, mempererat hubungan anlar bangsa, dan memperkukuh kedaulatan negara. Indonesia ‘secara geografis merupakan negara kepulauan dan secara ekonomi merupakan negara berkembang sangat membutuhkan jasa pengangkutan untuk menghubungkan daerah satu dengan daerah lain ‘maupun pulau salu dengan pulau lainnya. Kondisi dan keadaan seperti itulah yang mengakibatkan Jasa pengangkutan mempunyai peran yang sangat penting (Soekardono, 1981: 4). Secara khusus dibahas mengenai pengangkutan udara, definisi pengangkutan udara adalah orang atau badan hukum yang mengadakan perjanjian angkutan untuk mengangkut penumpang dengan pesawat terbang dan dengan menerima suatu imbalan Menurut pendapat Abdulkadir Muhammad (1998: 8) pengangkut memiliki dua arti, yaitu sebagai lak penyelenggara pengangkutan dan sebagai alat yang digunakan untuk menyelenggarakan pengangkutan, arti pengangkutan yang pertama masuk dalam subjek pengangkutan sedangkan pada arti pengangkut yang kedua masuk dalam kategor objek pengangkutan, Pengangkut memiliki arti yang luas yaitu tidak hanya terbatas atau dipertanggungjawabkan kepada karyawannya ssaja melainkan juga perusahaan-perusahaan yang melaksanakan angkutan penumpang atau barang. Pengangkut mengikatkan diri untuk mengangkut muatan yang diserahkan kepadanya, selanjutnya menyerahkan kepada orang yang ditunjuk sebagai penerima dan menjaga keselamatan barang muatan tersebut. Ketentuan dasar hukum pengangkutan udara sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan serta diatur pula dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara yang mengatur pertanggungjawaban maskapai penerbangan. Masalah mengenai barang bawaan penumpang sangat menarik dan mendasar karena sering kali djumpai adanya kasus-kasus yang merugikan penumpang. Dari segi hukum, khususnya Hukum Perdata masalah perlindungan hukum terhadap barang bawaan penumpang ‘sangat erat kaitannya mempunyai hubungan hukum dengan penumpang maupun pengangkut Privat Law Vol. II No 5 Juli- Oktober 2014 Hubungan hukum tersebut menimbulkan suatu hak dan kewajiban antara pengangkut dengan Penumpang selaku pemilik barang bawaan Dengan demikian antara pengangkut dengan penumpang mendapat jaminan kepastian hukum tentang kedudukan hukum serta hak dan kewajibanya. Prinsip yang menjadi inti pokok dari isi perjanjian pengangkutan adalah segala perbuatan pemberian dan penerima jasa yang berhubungan dengan hak dan kewajiban itu bersifat timbal balik, yang berarti hak dari satu pihak merupakan kewajiban dari pihak lain Aspek yuridis terpenting dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan udara adalah mengenai tanggung jawab atas kerugian-kerugian yang diluar perhitungan sehingga sering terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya. Tujuan penelitian ini untuk memberi pengetahuan hukum kepada penumpang selaku pengguna jasa angkutan udara, hal ini mengacu dengan adanya hubungan timbal balk antara pihak pengangkut dengan penumpang, dimana hubungan timbal balik tersebut seharusnya mampu menempatkan kesetaraan kedudukan antara kedua belah pihak, namun dalam prakteknya masih banyak penumpang angkutan udara yang masih belum mengetahui tentang hak maupun kewajibannya seperti yang dijelaskan dalam peraturan perundang-undangan dalam hal ini Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang ‘Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. B. Metode Penelitian ini merupakan penelitian hukum cempiris. Lokasi yang dipih dalam penulisan ini adalah Maskapai Garuda Indonesia di Bandara ‘Adi Soemarmo Boyolall. Penulisan artikel ini bersifat preskriptif dan terapan. Pendekatan yang digunakan jalah pendekatan perundang- undangan (statute approach) yang dilakukan dengan menelaah materi muatan undang- undang dan regulasi yang berhubungan dengan isu hukum yang sedang ditangani. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penulisan ini meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif yang terdir dari peraturan perundang-undangan, Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa peraturan perundang-undangan, diantaranya adalah Ordonansi Pengangkutan Udara (OPU) Tahun 1939, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Penerbangan dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut ‘Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan alas... 95 ‘Angkutan Udara. Bahan hukum sekunder yang mendukung dalam penulisan ini berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan, dokumen-dokumen resmi yang meliputi buku- buku teks. Teknik pengumpulan data ini dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung dengan narasumber Bapak Gunadi selaku Station Manager PT. Garuda Indonesia, Bapak Yani selaku karyawan PT. Garuda Indonesia di bagian kehilangan dan kerusakan (lost & found) dan Ibu Rini Sri Rahayu selaku Airport Operation & resdiness section head PT Angkasapura Bandara Adi Soemarmo Boyolali dan juga responden dengan data 7 responden penumpang pengguna jasa angkutan udara yang pernah mengalami kehilangan dan/atau kerusakan barang bagasi tercatat. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan theoretical interpretative, yaitu analisis dengan jalan memberikan penafsiran terhadap data yang dikumpulkan dengan mendasarkan pada landasan teori sebagai kerangka berpikir atau sebaliknya dan keduanya dilakukan secara kombinasi C. Hasil Pen Menurut pendapat Umi Chulsum dan Windi Novia (2006: 646) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tanggung jawab dapat didefinisikan sebagai keadaan wajib menanggung segala sesuatunya, apabila ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperbolehkan dan sebagainya dalam rangka hubungan hukum, antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan lebih menitikberatkan pada kepentingan perseorangan, bersifat privat. Dalam pengertian tanggung jawab keperdataan jika dikaitkan dengan pengangkutan adalah tanggung jawab pengangkut dengan kesediaan membayar ganti kerugian kepada penumpang atau pengirim atau penerima atau pihak ketiga yang timbul akibat penyelenggaraan pengangkutan menurut undang-undang atau perjanjian pengangkutan (Abdulkadir Muhammad, 1998: 37). Tanggung jawab ini berfungsi sebagai fasilitator untuk menyeimbangkan hak dan kewajiban antara maskapai penerbangan selaku pihak penyedia dan penumpang angkutan udara selaku pihak pengguna jasa angkutan udara serta pihak ketiga serta memberikan kepastian hukum antara penyedia jasa dan pengguna jasa angkutan udara dalam melakukan perikatan hukum jasa angkutan, dara serta pihak ketiga, Terkait dengan kehilangan dan/atau kerusakan barang-barang milk penumpang maka pengangkut tidak bertanggung jawab atas ian dan Pembahasan 96 Privat Law Vol. I! No § Juli - Oktober 2014 hilang atau rusaknya bagasi kabin kecvall apabila penumpang dapat membuklikan bahwa kerugian disebabkan oleh tindakan pengangkut atau ‘orang yang dipekerjakannya dan dapat diterima ‘oleh pengangkut atau berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki Kekuatan hukum yang tetap menyatakan bahwa pengangkut bersalah, maka gantikerugian ditetapkan setingg tingginya sebesar kerugian nyata penumpang. Hilang atau rusaknya barang penumpang yang dimaksud disini adalah barang bagasi. Menurut ketentuan dalam Pasal 6 Ordonansi Pengangkutan Udara (OPU) Tahun 1939 dijelaskan pengertian bagasi, yaitu semua barang kepunyaan alau di bawah kekuasaan scorang penumpang, yang olehnya atau atas namanya diminta untuk diangkut melalui udara, sebelum ia memulai perjalanan udaranya dikecualikan benda-benda kecil untuk penggunaan pribadi yang ada pada penumpang alau dibawa olehnya sendir. Hasil wawancara yang ditakukan pada 4 Maret 2014 pukul 10.00 \WIB dengan narasumber Bapak Gunadi selaku Station Manager PT. Garuda Indonesia Boyolali ada 3 (tiga) macam barang penumpang/bagasi penumpang yaitu: 1. bagasi tercatat (Check Baggage); bagasi yang diserahkan dan didaftarkan kepada pengangkut untuk ditimbang dan diangkut ai dalam bagasi: 2, bagasi tidak tercatat (Uncheck Baggage/ Cabin Baggage): bagasi yang tidak didaftarkan, tidak disimpan di dalam bagasi tetapi disimpan di kabin; 3. bagasi tangan/bagasi bawaan pribadi penumpang (Carry On Baggage); semua barang millk penumpang dibawah pengawasan dan kekuasaan penumpang pribaci. Bagasi tangan yang tercantum dalam syarat-syarat umum pengangkutan dan bebas dari biaya pengangkutan di tiket Garuda Indonesia yaitu satu potong bagasi tidak melebihi ukuran 115 cm (56 cm x 36 cm x 23 cm) dan berat 7 kg ditambah alat kosmetik dan komputer jnjing laptop) Berdasarkan ketentuan diatas penumpang ‘angkutan udara seharusnya sudah mengetahui tentang larangan barang apa saja yang dimasukkan, kedalam bagasitercatat namun dalam prakteknya, penumpang seakan menghiraukan ketentuan yang sudah ada, hal inilah yang menjadi tugas pihak maskapai sebagal pihak yang bertanggung jawab dalam angkutan udara untuk mengecek atau ‘mengkonfirmasi kepada pihak penumpang tentang isi bagasi tercatat yang diperbolehkan serta lebih ‘Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan atas ... komunikatif dalam penyampaian informasi kepada penumpang berkaitan dengan asas kejujuran baik melalui lisan kepada penumpang maupun dengan tertulis dalam bentuk spanduk atau banner yang ditempatkan di lokasi mudah terlihat oleh Penumpang tentang informasi terkait dengan barang bagasi tercatat, baik itu tentang cara pelaksanaan pengiriman, penerimaan, pengaduan serta upaya hukum terkait penyelenggaran angkutan udara. Hasil penelitian terkait dengan kehilangan dan/atau kerusakan barang bagasi tercatat dengan narasumber Bapak Yani karyawan, PT. Garuda Indonesia bagian kehilangan dan kerusakan (lost & found) pada tanggal 02 Januari 2014 Pukul 13.00 WIB menjelaskan bahwa sojak ‘wal penumpang dilarang untuk membawa barang berharga yang dimasukkan kedalam bagasi pada saat pengiriman, disini yang dimaksud dengan, barang berharga adalah barang yang tinggi nilainya dan mahal harganya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 200), kecual penumpang membayar biaya angkut barang/memberitahu pihak maskapai tentang adanya barang berharga yang dibawa, yaitu berkoordinasi dengan pihak kargo tentang isi bagasi. Apabila terjadi kehilangan dan/atau kerusakan terkait barang berharga yang awa maka pihak maskapai tidak bertanggung Jawab. Dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 dijelaskan bahwa” (1) pengangkut dibebaskan dari tuntutan ganti kerugian terhadap hilangnya barang berharga milk penumpang yang disimpan dalam bagasi tercatat, kecuali pada saat check in, penumpang sudah menyatakan, dan menunjukkan adanya barang berharga dan pengangkut setuju untuk mengangkutnya. (2) pengangkut dapat meminta kepada penumpang untuk mengasuransikan barang berharga tersebut’ Secara khusus peraturan mengenai pertanggungjawaban maskapai penerbangan diatur dalam ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 bahwa pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab alas kerugian hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat Berdasarkan ketentuan tersebut maka tanggung jawab maskapai penerbangan terkait dengan kehilangan dan/atau kerusakan dijelaskan sesuai dengan ketentuan Pasal 5 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 sebagai berikut: 1, kehilangan bagasi tercatat atau isi bagasi tercatat atau bagasi tercatat musnah diberikan ganti rugi sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) per kg dan paling banyak Privat Law Vol. II No 5 Juli- Oktober 2014 Rp. 4.000.000,- (empat juta rupiah) per penumpang; 2. kerusakan bagasi tercatat diberikan ganti rugi sesuai jenisnya, bentuk, ukuran dan merek bagasi tercatat. Bagasi tercatat dianggap hilang apabila tidak diketemukan dalam waktu 7 hari kalender sejak tanggal dan jam kedatangan penumpang di bandara tujuan; 3. operator penerbangan wajib memberikan ang tunggu kepada penumpang atas bagasi tercatat yang belum ditemukan dan belum dapat dinyatakan hilang sebesar Rp. 200,000, (dua ratus ribu rupiah) per hari paling lama untuk 3 (tiga) hari kalender; Menurut keterangan Bapak Yani apabila terjadi kehilangan atas barang security items (SECIT), maka pihak maskapal dalam hal ini Garuda Indonesia harus mengganti sesuai apa yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 yaitu sebesar Rp 200.000, (dua ratus ribu rupiah) per kilogram, Garuda Indonesia juga akan memberikan kompensasi uang tunggu kepada penumpang ute domestik atas bagasi tercatat yang belum ditemukan dan belum dapat dinyatakan hitang sebagai berikut "semua kelas diberikan Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) per penumpang per hari dengan maksimum pembayaran untuk 3 (tiga) hari atau maksimal Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) per penumpang dan dibayarkan secara bertahap’.Berdasarkan ketentuan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam hal hilang atau rusaknya barang bagasi tercatat milik Penumpang, maka pengangkut harus bertanggung jJawab bila memenuhi persyaratan bahwa hilang atau rusaknya barang bagasi penumpang tersebut harus adanya hubungan dengan pengangkutan udara dan juga hilang atau rusaknya barang bagasi penumpang terjadi dalam pesawat udara, atau selama penumpang masuk ke dalam pesawat ‘sampai keluar dari pesawat Maskapai Garuda Indonesia dalam tanggung Jawabnya mengenai musnah, hilang atau rusaknya barang penumpang juga berpedoman kepada Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011 antara lain: barang penumpang yang hilang atau rusak tersebut merupakan barang bagasi tercatat dan bagasi kabin. Barang bagasi yang hilang atau rusak terjadi di dalam pesawat udara yaitu sesudah penumpang menyerahkan bagasinya, pesawat mulai mengudara di bandar udara pemberangkatan sampai pesawat mendarat di bandar udara tujuan, dan kemudian penumpang menerima bagasinya dari pengangkut di tempat ‘Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan tas... 97 tujuan. Maskapai Garuda Indonesia tidak bertanggung jawab terhadap bagasi tangan milik penumpang, hal ini disebabkan bagasi tangan berada di bawah pengawasan penumpang dan merupakan tanggung jawab dari penumpang sendiri. Pengangkut pada dasarnya tidak tahu menahu tentang adanya bagasi tangan. Dengan demikian maka bila pengangkut bertanggung jawab, pengangkut berada di posisi yang sult, karena harus membayar sesuatu yang tidak diketahui olehnya (Suherman, 2005: 152). Menurut penjelasan Bapak Yani bentuk tanggung jawab pihak maskapai penerbangan atas kehilangan dan/atau kerusakan barang- barang bagasi tercatat milk penumpang yaitu: 1. apabila terjadi kerusakan terhadap barang bawaan yang bukan barang berharga maka dilakukan perbaikan; 2. apabila tidak dapat diperbaiki diganti dengan barang yang setara nilainya (harus ada persetujuan dengan pemilik barang yang bersangkutan terlebih dahulu); 3. apabila barang rusak maka diganti dengan barang tidak bisa diganti dengan uang, kebanyakan yang terjadi di Maskapai Garuda adalah kasus kerusakan bahan makanan (penumpang memberikan kuitansi pembelian barang tersebut) Sebelum penumpang yang mengalami kehilangan dan/atau kerusakan barang-barang bbagasi tercatat mengajukan klaim untuk permintaan, ganti kerugian dapat melaporkan pengaduan kepada bagian kehilangan dan kerusakan (lost and found) dimana dijelaskan olen Bapak Yani mekanisme pengaduan dilakukan sebelum meninggalkan aula kedatangan, jika penumpang menemukan kerusakan sebelum meninggalkan aula kedatangan, penumpang harus membuat laporan ke bagian kehilangan dan kerusakan, (lost & found) untuk penumpang domestik atau internasional supaya mendapatkan bukli laporan kerusakan barang (PIR). Jika laporan penumpang dibuat setelah anda meninggalkan aula maka petugas dari maskapai Garuda Indonesia yang akan membuat laporan sebagai ganti dari PIR. Ditentukan pula syarat kiaim atas kehilangan dan! atau kerusakan bagasi yaitu dilakukan pada saat kedatangan dan masih dalam area kedatangan, bagasi dengan batasan daerah didalam pagar (parimeter), daerah sisi darat (land side) dan daerah sisi udara (air side), apabila penumpang sudah keluar dari area kedatangan bagasi atau maksimal lebih dari 10 meter dari area kedatangan bagasi maka pelayanan pengaduan tidak bisa dilakukan, hal ini dilakukan dengan 98 Privat Law Vol. I! No § Juli - Oktober 2014 mempertimbangkan faktor manipulasi yang dilakukan oleh oknum penumpang contohnya; apabila ada penumpang yang beritikad tidak baik mengaku telah mengalami kehilangan dan/ atau kerusakan namun hanya dijadikan modus untuk melakukan penipuan dengan maksud mendapatkan keuntungan secara pribadi maupun dengan maksud untuk menjatuhkan citra/nama baik pihak maskapai penerbangan, selain itu pengaduan juga tidak bisa melalui media massa, telepon maupun media sosial, pihak maskapai berhak menolak apabila pengaduan dilakukan melebihi tenggat waktu dan area maksimal yang disyaratkan, Batas tanggung jawab maskapai penerbangan Garuda Indonesia dalam angkutan udara menurut Bapak Yani dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu: 1. pada penumpang dimulai sejak penumpang meninggalkan ruang tunggu bandara menuju Pesawat udara sampai dengan penumpang memasuki terminal kedatangan di bandar udara tujuan; 2. pada bagasi tercatat dimulai sejak pengangkut menerima bagasitercatat pada saat pelaporan (check in) sampai dengan diterimanya bagasi tercatat oleh penumpang; 3, pada kargo dimulai sejak pengirim barang menerima salinan surat muatan udara dari pengangkut sampai dengan waktu ditetapkan sebagai batas pengambilan sebagaimana tertera dalam surat muatan udara (airway bill), Data penunjang dalam penelitian ini maka penulis melakukan tanya jawab/wawancara kepada responden dengan 7 (tujuh) sampel dimana semuanya pernah mengalami kehilangan dan/atau kerusakan barang-barang bagasi tercatat dalam angkutan udara di Bandara Adi Soemarmo Boyolali mengguanakan maskapai Garuda Indonesia. No Nama/Umur Pekerjaan 1 | BusroWanda/21 Tahun |Karyawan swasta 2 [Dewi Kurniawati / 21| Mahasiswi tahun 3 | Ratna Dian Suminar/ 25|Karyawan Tahun BUMN. 4 [Eric Firman/ 22 Tahun_| Mahasiswa 5 |Fikriya Afifiana / 22| Mahasiswi Tahun 6 _| Meutia Megah /22 Tahun | Mahasiswi 7 [Danang eko/ 22 Tahun Mahasiswa ‘Sumber data. Daftar Responden ‘Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan atas ... Responden dalam daftar diatas semuanya pemah mengalami kehilangan dan/atau kerusakan barang-barang bagasi tercatat, dari ketujuh responden 6 (enam) diantaranya mengalami kerusakan bagasi dan 1 (satu) mengalami kerusakan dan kehilangan bagasi, dari ke 6 {enam) responden mengatakan bahwa bentuk kerusakan berupa; kerusakan resleting koper, barang bawaan pecah (berupa album CD), barang didalamnya menjadi berantakan (pakaian dan berkas pekerjaan), kunci Koper hilang, Koper basah seperti terkena air dan juga 1 (satu) responden mengatakan pernah mengalami kehilangan yaitu berupa flash disk yang disimpan di resleting kecl fepan koper. ‘Semua reponden mengaku tidak mengetahui tentang adanya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, sehingga meroka tidak mengetahui bahwa barang berharga/ bemnilai tidak boleh dimasukkan kedalam bagasi tercatat, selain itu pada saat check in dari 4 (empat) responden mengaku tidak ditanya oleh petugas maskapai penerbangan tentang ada tidaknya barang berharga didalam bagasitercatat sedangkan 3 (tiga) responden mengaku selalu ditanya oleh petugas, sehingga masih banyak kasus hilangirusaknya barang berharga yang ada dalam bagas' tercatat walaupun sebenamya sudah ada peraturan yang melarangnya, kejadian tersebutbukan sepenuhnya kesalahan penumpang maupun pihak maskapai, hal ini karena faktor masih kurangnya sosialisasi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 yang mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam pengangkutan udara, baik dari pinak pemakai jasa pengangkutan udara (penumpang) maupun pihak penyedia jasa angkutan udara (maskapai) Terkait pengaduan terhadap kehilangan dan/atau kerusakan tersebut hanya 1 (satu) responden yang melakukan pengaduan lainya tidak melakukan pengaduan dengan berbagal alasan misalnya tidak mengetahui harus kemana apabila mengadu, tutupnya kantor yang melayani pengaduan maupun malas dengan prosedur yang ada. Dengan tidak mengadunya penumpang maka proses tanggung jawab dari maskapai batal dengan sendirinya berbeda apabila penumpang melakukan pengaduan maka maskapaitidak boleh tepas tangan terhadap apa yang menjaditanggung jawabnya, seperti pengakuan dari Saudari Ratna Dewi Sumilar dimana beliau pada tanggal 06 Desember 2013 bepergian dari Surabaya menumpang Maskapai Garuda Indonesia, sesampainya di Bandara Adi Soemarmo Boyolali Privat Law Vol. II No 5 Juli- Oktober 2014 beliau menyadari bahwa ada yang salah dengan bagasinya, benar saja saat dicek gembok yang ada di koper rusak, barang-barang didalamnya yang berupa pakaian yang tertata rapi dan berkas-berkas pekerjaan menjadi lusuh, setelah mengetahui kejadian itu beliau mengajukan Komplain ke bagian fost & found, bukan ganti kerugian yang didapat karena pinak pengangkut selaku pihak yang bertangung jawab seakan lepas tangan dengan mengatakan bahwa sudah menjalankan prosedur dengan benar, karena merasa tidak akan mendapatkan kepastian beliau tidak lagi melanjutkan proses pengaduan tersebut. Dari hal tersebut jelas plhak maskapai telah melanggar ketentuan dalam Pasal 2 dan Pasal § Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 yang menjelaskan seharusnya pihak maskapai bertanggung jawab atas apa yang ‘sudah menjadi tanggung jawabnya, Dengan tidak adanya ganti kerugian terhadap kerusakan yang diatami oleh para responden maka seotah-olah pihak penumpang. Konsep tanggung jawab atas kehilangan dan/atau kerusakan barang-barang bagasi tercatat mili penumpang yang digunakan oleh Maskapai Garuda Indonesia yaitu menggunakan prinsip tanggung jawab alas dasar praduga bersalah (presumption of liability), menurut konsep ini perusahan penerbangan dalam hal ini Garuda Indonesia dianggap bersalah, sehingga perusahaan penerbangan demi hukum harus membayar ganti kerugian yang diderita oleh penumpang tanpa dibuktikan kesalahan terlebih dahulu, kecuali Maskapai Garuda Indonesia membukiikan tidak bersalah. Penumpang tidak perlu membuklikan kesalahan perusahaan penerbangan, cukup memberi tahu adanya Kerugian yang terjadi pada saat kedatangan penumpang, Karena maskapai dianggap bersalah, maka maskapai penerbangan menerapkan tanggung jawab batas maksimum (limited liability) ganti kerugian yang telah ditetapkan dalam ketentuan Pasal § Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 sebagai berikut:*kehilangan bagasi tercatat atau isi bagasitercatat atau bagasi tereatat musnah diberikan ganti rugi sebesar Rp. 200.000, (dua ratus ribu rupiah) per kg dan paling banyak Rp. 4.000.000, (empat juta rupiah) per penumpang’. Artinya berapapun kerugian yang diderita olen penumpang dan/atau pengirim barang, Maskapai Garuda Indonesia tidak akan bertanggung jawab membayar semua kerugian yang diderita oleh penumpang, melainkan hanya membayar sejumiah uang yang ditetapkan dalam ketentuan Peraturan Menteri Perubungan Nomor 77 Tahun 2011 tersebut, misalnya apabila terjadi Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan atas... 99 kehilangan isi bagasitercatat berupa pakaian yang menurut penumpang seharga Rp. 5.000.00( (lima juta rupiah) maka ganti kerugian yang didapat oleh penumpang hanya sebesar batas maksimum (limited liability) yaitu sebesar Rp. 4.000.000, (empat uta rupiah). Maskapai Garuda Indonesia tidak hanya dapat melindungi di tetapi juga dapat membuktikan bahwa penumpang juga ikut melakukan kesalahan, maka tanggung jawab_ tidak sepenuhnya dibebankan kepada PT. Garuda Indonesia melainkan dibebankan pula kepada penumpang, misalnya penumpang diperintahkan, karyawan Maskapai Garuda Indonesia untuk tidak menempatkan barang berharga ke dalam bagasi tercatat tetapi penumpang tidak mematuhi, maka bilamana menimbulkan kerugian tidak menjadi tanggung jawab sepenuhnya Maskapai Garuda Indonesia Penumpang yang merasa dirugikan atas kehilangan dan/atau kerusakan barang- barang millknya di bandara dapat mengajukan klaim kepada pihak maskapai penerbangan, Penumpang yang mengalami kerugian berhak untuk memilih upaya hukum yang digunakan sebagai penyelesaian sengketanya, upaya hukum yang dapat ditempuh oleh penumpang yaitu: a ‘Non Itigasi yaitu proses penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besamnya ganti rugi dan/atau mengenal tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita. Terkait dengan pemberian ganti kerugian yang diberikan oleh Maskapai Garuda Indonesia kepada penumpang yang mengalami kehilangan dan/atau kerusakan tanpa harus melalui pengadilan (non litigasi). Terkait dengan pemberian ganti kerugian yang diberikan oleh Maskapai Garuda Indonesia kepada penumpang yang mengalami kehilangan daniatau kerusakan tanpa harus melalui pengadilan (non itigasi), maka proses pemberian gantirugi adalah 1) mengisi formulir yang telah disediakan oleh Maskapai Garuda Indonesia yang memuat pengisian data-data identitas pihak yang berhak atas pemberian ganti rug) itu. Mengajukan segala alat bukti a) tiket atau bukti pembayaran tiket enumpang: b) _bukti kepemilkan bagasi; ©) _bukti kepemiikan barang; ) _bukti kepemilikan Barang rusak. 2) pihak Maskapai Garuda Indonesia memeriksa, memproses dan meneliti 100 Privat Law Vol. I! No § Juli - Oktober 2014 data penumpang yang terikat perjanjian pengangkutan udara yang mengalami kehilangan dan/atau kerusakan barang bagasi tercatat, benar tidaknya kehilangan dan/atau kerusakan yang diderita penumpang tersebut akibat kesalahan pihak pengangkut dalam angkutan: 3) apabila semua bukti yang diberikan benar, maka Maskapai Garuda Indonesia menetapkan ganti rugi yang akan diberikan, tetapi bila semua bukli yang diberikan tidak sesuai atau tidak benar maka Maskapai Garuda Indonesia berhak untuk tidak bertanggung jawab atau berhak untuk tidak memberikan ganti rugi 4) apabila ganti rugi yang ditetapkan Maskapai Garuda Indonesia itu disetujui oleh kedua beleh pihak, maka Maskapai Garuda Indonesia siap untuk membayar sesuai dengan kesepakatan bersama ‘mengenai cara pembayaran dan jangka waktunya, tetapi bila ganti rugi yang ditetapkan tidak disetujui oleh pihak penumpang maka penumpang dapat ‘mengajukan gugatan di pengadilan atau bila alat bukti yang diajukan dianggap tidak benar oleh pihak Maskapai Garuda Indonesia maka dapat diajukan gugatan ke pengadilan. ‘Studi kasus terkait penyelesaian melalui non litigasi Maskapal Garuda Indonesia di Bandara Adi Soemarmo Boyolali dengan Penumpang bernama Busro Wanda yang beralamat di Surakarta Usia 21 Tahun Pekerjaan Karyawan Swasta dimana Pada tanggal 15 Agustus 2013 pukul 16.45 WIB, ‘Saudara Busro wanda naik Garuda Garuda Indonesia dari Jakarta dengan GA203, dengan membawa sebuah tas yang didalamnya berisi pakalan dan flashdisk merk kingston seharga Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) yang ditaruh disaku tas depan, pada awainya tas di hand carry sendiri, tetapi dari meja check in tidak diperbolehkan, kata petugas harus masuk bagasi khusus karena melebihi ukuran dan berat yang ditentukan, karena beliau adalah pengguna jasa garuda yang sudah lama jadi yakin bahwa sesuatunya akan beres. Sesampainya di Bandara Adi Soemarmo Boyolali sekitar pukul 18.00 WIB, setelah menerima bagasi beliau mengecek dan menemukan bahwa flashdisk yang berada di saku depan tasnya telah tidak ada, merasa dirugikan beliau membuat surat Klaim ‘Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan atas ... kehilangan, dari pihak Maskapal Garuda Indonesia akan menghubungi kemballi Setelah menunggu 1 (satu) hari dilakukan proses mediasi dan flashdisk yang hilang diganti sesuai dengan barang yang baru sesuai bentuk, wujud, merk yang sama. Dalam studi kasus tersebut menjelaskan bahwa maskapai Garuda Indonesia selaku pihak pengangkut bertanggung jawab melakukan kewajibannya sesual dengan Pasal 5 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 yang menjelaskan bahwa "kerusakan bagasi tercatat diberikan ganti rugi sesuai jenisnya, bentuk, ukuran dan merek bagasi tercatat. Bagasi tercatat dianggap hilang apabila tidak diketemukan dalam waktu 7 hari kalender sejak tanggal dan jam kedatangan penumpang di bandara tujuar b. _Itigasi yaitu proses dimana seorang individu atau badan membawa sengketa kasus ke Pengadilan atau pengaduan dan penyelesaian tuntutan atau penggantian atas kerusakan. Proses pengadilan juga dikenal sebagai tuntutan hukum dan istilah biasanya mengacu pada persidangan pengadilan sipil. Mereka digunakan terutama ketika sengketa atau keluhan tidak bisa diselesaikan dengan cara lain. proses penyelesaian yang mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum, Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai solusi yang memperhatikan kedua belah pihak (win-win solution) karena hakim harus menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah. Berdasarkan penelitian dengan narasumber Bapak Gunadi selaku StationManager Garuda Indonesia, belum ada kasus kehilangan dan/atau kerusakan barang bagasi yang diselesaikan melalui proses di pengadilan (ltigas!) D. Kesimpulan Bentuk tanggung jawab atas kehilangan dan/atau kerusakan barang-barang bagasi tercatat milik penumpang dalam angkutan udara pengangkut dalam hal ini Maskapai Garuda Indonesia tidak bertanggung jawab alas kehilangan danvatau kerusakan barang berharga yang ada didalamnya. Dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Perubungan Nomor 77 Tahun 2011 dijelaskan bahwa’ (1) Privat Law Vol. II No 5 Juli- Oktober 2014 pengangkut dibebaskan dari tuntutan ganti kerugian terhadap hilangnya barang berharga milk penumpang yang disimpan dalam bagasi tercatat, kecual pada saat check in, penumpang sudah menyatakan dan menunjukkan adanya barang berharga dan pengangkut setuju untuk mengangkutnya, (2) pengangkut dapat meminta kepada penumpang untuk mengasuransikan barang berharga tersebut Konsep tanggung jawab atas kehilangan dan/ atau kerusakan barang-barang bagasi tercatat milk penumpang yang digunakan oleh Maskapai Garuda Indonesia yaitu menggunakan prinsip tanggung jawab atas dasar praduga bersalah (presumption of liability), menurut Konsep ini Maskapai Garuda Indonesia dianggap bersalah, sehingga perusahaan penerbangan demi hukum harus membayar ganti Kerugian yang diderita oleh penumpang tanpa dibuktikan kesalahan terlebih dahulu, kecuali Garuda Indonesia membuktkan tidak bersalah. Penumpang tidak perlu membuktikan kesalahan perusahaan penerbangan, cukup memberi tanu adanya kerugian yang lerjadi pada saat kedatangan penumpang, karena perusahaan penerbangan dianggap bersalah, maka menerapkan tanggung jawab balas maksimum (limited liability) ganti kerugian yang telah ditetapkan dalam ketentuan Pasal 5 Peraturan Menterl Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 sebagai berikut: “kehilangan bagasi tercatat atau isi bagasi tercatat atau bagasi tercatat musnah diberikan ganti rugi sebesar Rp. 200.000,- (dua ralus ribu rupiah) per kg dan paling banyak Rp. 4.000.000,- (empat juta rupiah) per penumpang’. Artinya berapapun kerugian yang diderta oleh penumpang, Maskapai Garuda Indonesia tidak akan bertanggung jawab membayar semua kerugian yang diderta oleh penumpang, melainkan hanya membayar sesuai yang ditetapkan dalam ketentuan Peraturan Menteri Perubungan Nomor 77 Tahun 2011 tersebut, misainya apabila terjadi kehilangan is bagasi tercatat berupa pakaian yang menurut penumpang seharga Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) maka ganti kerugian yang didapat oleh penumpang hanya sebesar batas maksimum (limited liabilty) yay sebesar Rp. 4.000,000,- (empat uta rupiah), Maskapai Garuda Indonesia tidak hanya dapat melindungj diri, tetapi juga dapat membuktkan bahwa penumpang penumpang juga ikut melakukan Kesalahan, maka tanggung jawab tidak sepenuhnya dibebankan kepada Maskapai Garuda Indonesia melainkan dibebankan pula kepada penumpang, misalnya penumpang diperintahkan karyawan maskapai Maskapai Garuda Indonesia untuk tidak menempatkan Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan atas ... 101 barang berharga ke dalam bagasi tercatat tetapi penumpang tidak mematuhi, maka bilamana menimbulkan kerugian tidak menjadi tanggung jawab sepenuhnya Maskapai Garuda Indonesia Upaya hukum yang dapat ditempuh penumpang angkutan udara atas kehilangan dan/atau kerusakan barang-barang bagasitercatat dalam angkutan udara yaitu dapat mengajukan gugatan atau klaim kepada pihak maskapai penerbangan melalui upaya hukum diluar pengadilan (non litigasi) yaitu penyelesaian secara langsung antara pihak maskapai dengan plhak penumpang serta dapat melalui upaya hukum di dalam pengadilan (ltigasi) E. Saran Dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan pengangkutan, Kementrian Perhubungan selaku otoritas yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pengangkutan khususnya pengangkutan udara sebaiknya melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara kepada penumpang dengan cara: a menginformasikan kepada penumpang tentang pedoman, kriteria, sistem dan prosedur di bidang pengangkutan barang bagasi tercatat dalam angkutan udara melalui media cetak maupun, elektronik. b. memberikan arahan, bimbingan, serta bantuan teknis kepada penumpang dibidang standarisasi tentang prosedur dan tata cara pelaksanaan pengangkulan, penerimaan, pengaduan, dan upaya hukum terkait kehilangan dan/atau kerusakan barang bagasi tercatat. c. lebih mengedepankan peran komunikatif pegawai, ‘agen, karyawan maskapai penerbangan kepada penumpang saat memasuki area check in tentang hak maupun kewajiban yang ada didalam peraturan perundang-undangan, 102 Privat Law Vol. ll No § Jull - Oktober 2014 ‘Adanya hubungan saling timbal balk antara pihak pengangkut dalam hal ini maskapai penerbangan dengan penumpang selaku pengguna jasa angkutan udara seharusnyamampu menempatkan kesetaraan kedudukan kedua belah pia, yaitu keseimbangan kedudukan kedua pihak dalam melakukan perbuatan hukum, namun dalam tatanan praktispenumpang sering kali menjadi pinak yang lemah (inferior) sedangkan pengangkut sebaliknya menjadi pihak yang kuat (superior). Hal ini disebabkan karena tingkat pengetahuan dan wawasan pengangkutan yang minim dari penumpang. Adanya ketimpangan berdampak pada sistem tanggung jawab yang harus dilakukan ‘oleh pengangkut atas kerugian penumpang yang diakibatkan oleh kesalahan pengangkut Oleh sebab itu maka perlu perlindungan hukum khususnya bagi penumpang agar mendapat apa yang menjadi haknya dan juga pihak pengangkut menjalankan kewajibannya yaitu bertanggung jawab apabila penumpang mengalami kerugian dengan mendapatkan ganti kerugian sebagal bentuk pertanggung jawaban yang sesuai didalam ketentuan peraturan perundang-undangan baik yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Penerbangan maupun Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut ‘Angkutan Udara, F. Persantunan Terimakasin kepada Ibu Djuwityastuti, S.H., MH dan Bapak Tuhana, S.H., M.Si alas bimbingannya terhadap penelitian ini. Bapak Gunadi, Ibu Rini Sri Rahayu dan Bapak Yani sebagai sumber data primer dalam penelitian in. Saudara/Saudari Busro Wanda, Dewi Kumiawati, Ratna Dian Suminar, Erie Firman, Fikriya Afifiana, Meutia Megah dan Danang eko yang sudah bersedia menjadi responden sebagai bahan penunjang dalam penelitian in. ‘Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan atas ... Daftar Pustaka Abdul Kadir Muhammad. 1991. Hukum Pengangkutan Darat, Laut, Udara.Bandung: Citra Aditya Bakti 1998. Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung : Citra Aditya Bakti CChulsum, Umi dan Novia, Windy. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Surabaya: Kashiko. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Martono dan Sudiro, Amad. 2010. Hukum Angkutan Udara. Jakarta:Rajawali Press (Ordonansi Penerbangan Udara (OPU) 1939 Tentang Pengangkutan Udara Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara Purwosutjipto, HMN.2003. Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia 3:HukumPengangkutan, Jakarta: Penerbit Djambatan Soekardono. 1981. Hukum Dagang Indonesia. Jakarta: CV Rajawall ‘Suherman, E. 2005. Wilayah Udara Dan Wilayah Dirgantara, Bandung: Penerbit Alumni, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan Privat Law Vol. II No 5 Juli- Oktober 2014 Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan atas .. 103

You might also like