Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana
WS TT ET SE
Ae)
Sri Rezeki Hadinegoro
Ismoedijanto Moedjito
Alex Chairulfatah
)
Dae a Red ne ead aSambutan
Ketua Umum Pengurus Pusat-Ikatan Dokter Anak Indonesia
Kami menyambut gembira diterbitkannya “Pedoman Diagnosis dan Tata
Laksana Infeksi Dengue pada Anak” oleh Unit Kerja Koordinasi (UKK)
Infeksi & Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Walaupun
program pencegahan dan penanggulangan infeksi dengue di Indonesia telah
dilaksanakan sejak beberapa puluh tahun yang lalu, masalah dengue belum
dapat diselesaikan sampai sekarang. Oleh karena itu, WHO memasukkan
infeksi dengue ke dalam “Neglected Tropical Diseases (NTD)”.
Kita memahami bahwa untuk menanggulangi infeksi dengue diperlukan
kerja sama antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah telah melakukan
koordinasi intersektoral antara Kementerian Kesehatan dengan kementerian
lain seperti Kementerian Pendidikan, Dalam Negeri, Pariwisata, Agama,
beserta aparatnya. Namun kerja sama yang ditunjang oleh partisipasi
masyarakat dirasakan sangat menurun pada akhir-akhir ini. IDAI, sebagai
organisasi profesi dokter spesialis anak berkewajiban membantu penang-
gulangan dengue di Indonesia, antara lain dengan menerbitkan buku
pedoman dan melaksanakan pelatihan di kemudian hari.
Buku pedoman ini berisi hal hal penting yang sangat diperlukan sebagai
panduan dalam menegakkan diagnosis dan tata laksana kasus dengue. Kami
sangat mengharapkan buku pedoman ini dapat menjadi acuan dalam
penanggulangan infeksi dengue pada anak di Indonesia, sehingga dapat
mencegah kematian dan menurunkan angka kesakitan infeksi dengue di
Indonesia.
Sckali lagi, kami mengucapkan selamat dan memberikan penghargaan yang
besar kepada UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAT yang telah berhasil
menyusun buku pedoman infeksi dengue ini
Dr. Badriul Hegar, Ph.D, Sp.A(K)
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak IndonesiaPrakata
Ketua Unit Kerja Koordinasi Infeksi dan Penyakit Tropis
Ikatan Dokter Anak Indonesia
Pertama-tama kami ucapkan puji syukur ke hadlirat Tuhan Yang Maha Esa
yang atas perkenan-NYA para ahli dari Unit Kerja Koordinasi Infeksi dan
Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia telah menyelesaikan
“Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Dengue pada Anak”
Buku ini menjadi sangat penting mengingat adanya beberapa masalah dalam
penegakan diagnosis dan tata laksana dengue, di antaranya a) Walaupun
angka kematian telah berhasil diturunkan di bawah 1%, namun dalam
6 tahun terakhir belum berhasil diturunkan ke nilai yang lebih rendah lagi,
yaitu berkisar antara 0,80%-0,89%, b) angka kematian akibat sindrom syok
dengue cukup tinggi, terutama bila hanya kasus sindrom syok dengue
dipakai sebagai pembagi, c) adanya kasus infeksi dengue yang tidak lazim
dan faktor komorbid yang memengaruhi angka kesakitan dan kematian,
d) kewaspadaan yang harus lebih ditingkatkan dalam memprediksi
terjadinya penyulit, dengan demikian terjadinya penyulit dapat dihindarkan
melalui intervensi dini, e) saat pemilihan pemeriksaan penunjang deteksi
antigen dan respons imunoserologi yang kurang tepat masih ditemukan,
sehingga dapat memberikan hasil negatif palsu. Pedoman ini juga
merupakan jawaban terhadap berbagai silang pendapat mengenai dua buku
panduan yang sedikit berbeda yang diterbitkan oleh WHO, kedua panduan
sesungguhnya semua baik dan saling melengkapi. Panduan ini merupakan
harmonisasi dari kedua buku tersebut.
Buku pedoman ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa kontribusi dari
para ahli di lingkungan UKK Infeksi dan Penyakit-Tropis Ikatan Dokter
Anak Indonesia, yang telah memberikan sumbangan pemikiran, waktu, dan
finansial yang luar biasa besar. Kami mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya atas segala pengorbanan yang
diberikan, semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan bapak-ibu
sekalian. Kepada tim penyunting Prof. DR. Dr. Sri Rezeki Hadinegoro,
ivSp.A(K) dan Prof. DR. Dr. Ismoedijanto Moedjito, DTMH, Sp.A(K) kami
ucapkan terima kasih. Semoga buku “Pedoman Diagnosis dan Tata
Laksana Infeksi Dengue pada Anak” ini berguna baik bagi sejawat dokter
spesialis anak, peserta program pendidikan dokter spesialis anak, dokter
umum, dokter layanan primer, para mahasiswa fakultas kedokteran dan
kesehatan lainnya.
Prof. Dr. Alex Chairulfatah, Sp.A(K)
Ketua Unit Kerja Koordinasi Infeksi dan Penyakit Tropis,
Ikatan Dokter Anak IndonesiaKata Pengantar Tim Penyunting
Penanggulangan infeksi dengue di Indonesia telah memberikan hasil yang
memuaskan, melalui upaya peningkatan manajemen kasus, penanggulangan
vektor melalui program pemberantasan tempat perindukan nyamuk, dan
mobilisasi masyarakat untuk membersihkan lingkungan. Sejak dua puluh
tahun yang lalu, Kementerian Kesehatan RI dibantu oleh organisasi profesi
telah membuat pedoman diagnosis dan tata laksana infeksi dengue, sehingga
angka kematian 46% pada tahun 1968 dapat diturunkan menjadi <1% pada
tahun 2013. Namun, jika diperhatikan angka kejadian penyakit, jumlah
kasus dengue semakin meningkat dengan penyebaran yang semakin luas.
Peningkatan kasus tersebut juga terjadi di negara lain terutama negara tropis
di sekitar khatulistiwa. Oleh karena itu, Badan Kesehatan Dunia (WHO)
mencanangkan strategi global yang dituangkan dalam buku, Global Strategy
for Dengue Prevention and Control, 2012-2020.
Gol dari strategi global tersebut adalah mengurangi angka kejadian penyakit
dengue di seluruh dunia, melalui target yang akan dicapai yaitu,
(1) Mengurangi angka kematian (mortalitas) minimal 50% pada tahun
2020,
(2) Mengurangi angka kesakitan (morbiditas) minimal 25% pada tahun
2020,
(3) Memperkirakan kejadian dengue yang sebenarnya (true burden of
disease) pada tahun 2015.
Untuk mencapai target tersebut, maka perlu dibuat suatu kesepakatan dalam
hal menilai definisi kasus infeksi dengue (case definition), sebagai dasar
dalam melakukan surveilans dan menilai efikasi vaksin dengue apabila telah
ada di pasaran.
Panduan WHO yang terakhir diterbitkan pada tahun 1997, telah
dipergunakan dalam acuan diagnosis dan tata laksana kasus dengue di
Indonesia sampai sekarang. Mengingat semakin banyak negara yang terlibat
vidalam penanggulangan infeksi dengue, maka dinilai pedoman WHO 1997
perlu direvisi. Maka WHO bekerja sama dengan Tropical Disease Research
Centre (TDR) menerbitkan pedoman tahun 2009, yang diikuti oleh WHO-
SEARO tahun 2011. Berdasarkan kedua pedoman tersebut, Unit Kerja
Koordinasi (UKK) Infeksi & Penyakit Tropis IDAI menyusun “Pedoman
Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Dengue pada Anak tahun 2014”
untuk dipergunakan di Indonesia. Buku pedoman ini merupakan upaya
“integrasi dan harmonisasi” dari pedoman WHO 2009 dan 2011 yang
disesuaikan dengan situasi di Indonesia.
Terdapat beberapa hal baru dalam pedoman 2014 antara lain,
lL.
6.
Penambahan kelompok diagnosis expanded dengue syndrome dalam
spektrum Klinis infeksi dengue
Pemakaian istilah “warning signs” untuk menjaring kasus dengue
lebih tepat dan mendeteksi dini syok hipovolemik
Menganjurkan penggunaan triase di Puskesmas atau rumah sakit
untuk memilah kasus rawat jalan atau rawat inap
Diagnosis infeksi dengue untuk rumah sakit harus disertai
pemeriksaan laboratorium deteksi antigen atau serologi anti dengue
untuk mendapat gambaran infeksi dengue yang sebenarnya
Untuk mengurangi mortalitas kasus SSD, perlu ditentukan syok
kompensasi atau syok dekompensasi, sebagai tuntunan pemberian
pengobatan yang lebih cepat dan terarah
Memberikan perhatian pada keadaan yang sering kali menyertai SSD
dan harus segera diatasi yang diformulasikan dengan A-B-C-S
(acidosis, bleeding, calcium, sugar).
Perlu diperhatikan hal-hal lain yang sering kali dapat mengubah
perjalanan penyakit menjadi berat yaitu kelompok risiko tinggi, ko-
morbiditas, ko-infeksi, manifestasi yang tidak lazim termasuk
komplikasi tata laksana seperti kelebihan cairan, gangguan elektrolit,
gangguan fungsi ginjal, dan keterlibatan organ lain.Kepada kontributor “Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana Kasus Infeksi
Dengue pada Anak tahun 2014”, Tim Penyusun mengucapkan terima kasih
sebesar-besarya atas jerih payah dalam menyusun buku ini serta
penggunaan data dari rumah sakit terkait. Kepada para pembaca buku
pedoman ini kami mohon dapat memberikan saran dalam
penyempurnaannya di kemudian hari.
Tim Penyusun
Sri Rezeki Hadinegoro
Ismoedijanto Moedjito
Alex Chairulfatah
villAlex Chairulfatah
Anggraini Alam
Djatnika Setiabudi
MM DEAH Hapsari
Hindra [rawan Satari
Ida Safitri Laksono
Ismoedijanto Moedjito
Kiki MK Samsi
Mulva Rahma Karvanti
Parwati Setiono Basuki
Sri Rezeki Hadinegoro
Yulta Iriani
Daftar Kontributor
Divisi Infeksi & Penyakit Tropis, Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, RSUP. Dr. Hasan
Sadikin, Bandung
Divisi Infeksi & Penyakit Tropis, Departemen IImu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, RSUP. Dr. Hasan
Sadikin, Bandung
Divisi Infeksi & Penyakit Tropis, Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, RSUP. Dr. Hasan
Sadikin, Bandung
Subbagian Infeksi & Penyakit Tropis, Departemen IImu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, RSUP, Dr.
Kariadi, Semarang
Divisi Infeksi & Pediatri Tropis, Departemen IImu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSUPN. Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta
Subbagian Infeksi & Pediatri Tropis, Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, RSUP. Dr. Sardjito,
Yogyakarta
Subbagian Infeksi & Pediatri Tropis, Bagian IImu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, RSUD. Dr. Sutomo,
Surabaya
Bagian IImu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas
Tarumanagara, Jakarta
Divisi Infeksi & Pediatri Tropis, Departemen IImu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSUPN. Dr, Cipto
Mangunkusumo, Jakarta
Subbagian Infeksi & Pediatri Tropis, Bagian IImu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, RSUD. Dr. Sutomo,
Surabaya
Divisi Infeksi & Pediatri Tropis, Departemen IImu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSUPN. Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta
Divisi Infeksi & Pediatri Tropis, Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwidjaja, RS. Dr. Moh. Hoesin,
PalembangGlossary
A-B-C-S
A-B-C-S merupakan formulasi dari A=asidosis, B=bleeding/perdarahan,
C=calcium, dan S=sugarigula darah. Mengandung arti untuk dilakukan
pemeriksaan analisis gas darah dalam mendeteksi asidosis, hemoglobin dan
hematokrit untuk menilai perdarahan, kadar kalsium serum untuk mendeteksi
hipokalsemi dan kadar gula darah untuk mendeteksi hipoglikemi. Keempat
keadaan ini bila tidak dilakukan koreksi akan menyebabkan kesulitan dalam
mengatasi syok.
Antibodi non-neutralisasi (non-neutralizing antibody)
Antibodi yang dapat berikatan secara spesifik dengan partikel virus tetapi tidak
dapat menetralisasi virus. Antibodi ini berperan pada mekanisme antibody
dependent enhancement (ADE).
Antibodi subneutralisasi (sub-neutralizing antibody)
Antibodi yang dapat berikatan secara spesifik dengan partikel virus tetapi
hanya dapat menetralisasi virus secara parsial, bersama dengan antibodi non-
neutralisasi, antibodi ini berperan pada mekanisme ADE.
Antibody dependent enhancement (ADE)
Merupakan salah satu teori dalam patogenesis penyakit dengue. Terjadi pada
pasien yang sebelumnya telah terinfeksi salah satu serotipe virus dengue
(infeksi primer), kemudian terinfeksi oleh serotipe yang berbeda (infeksi
sekunder). Antibodi yang terbentuk pada infeksi primer berupa antibodi yang
sesuai dengan virus yang menginfeksi (antibodi homotipik), dan dalam
berbagai derajat sebagai bagian dari imunitas silang (cross protective
immunity) membentuk antibodi terhadap serotipe lain (antibodi heterotipik)
Antibodi heterotipik mempunyai efek neutralisasi, neutralisasi_parsial
(subneutralisasi) atau non neutralisasi terhadap serotipe virus dengue yang
berbeda. Antigen virus dengue yang tidak mengalami neutralisasi berikatan
dengan antibodi subneutralisasi membentuk kompleks antigen-antibodi yang
akan memacu viral uptake melalui reseptor Fey yang banyak terdapat pada sel
pejamu. Kejadian ini meningkatkan jumlah virus yang masuk ke dalam sel,replikasi dalam sel makin meningkatkan jumlah virus, yang setelah keluar dari
sel timbul viremia dengan jumlah virus (viral load) yang tinggi. Hal ini
menerangkan infeksi sekunder seringkali lebih berat dari infeksi primer.
Antropofilik
Adalah kata yang berasal dari bahasa Yunani anthropos yaitu manusia dan
philia yaitu hubungan, Antrofilik berarti artropoda pengisap darah, yang
mempunyai kebutuhan untuk mengisap darah manusia dalam mempertahankan
kehidupannya dibandingkan dengan darah hewan.
Badai sitokin
Pelepasan mediator proinflamasi yang berlebihan yang terjadi pada suatu
penyakit infeksi akibat aktivasi sel T yang masif, yang berkontribusi terhadap
derajat penyakit.
Biotik dan abiotik
Biotik adalah faktor biologis (virus, vektor, dan pejamu) dan abiotik yang
merupakan faktor nonbiologis (suhu, kelembaban, dan curah hujan), keduanya
merupakan faktor yang memengaruhi transmisi infeksi virus dengue.
Capillary refill time (waktu pengisian kapiler)
Salah satu cara untuk menilai tanda syok yaitu dengan menilai berkurangnya
perfusi perifer, dengan menekan ekstremitas distal, seperti ujung jari tangan
dan kaki selama 5 detik dan kemudian dilepas. Waktu pengisian kembali
dicatat, angka normal adalah kurang dari dua detik, bila lebih dari dua detik
berarti perfusi perifer telah berkurang yang merupakan tanda awal dari syok.
Infeksi virus dengue
Virus dengue termasuk family Arbovirus (arthropod-borne virus), secara
primer menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk spesies Aedes. Infeksi
virus dengue disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus dengue (DENV),
yaitu DENV-1, -2, -3, dan -4, Infeksi primer dengue adalah infeksi yang
terjadi pada pasien yang belum pernah terinfeksi virus dengue sebelumnya.
Infeksi sekunder dengue terjadi pada pasien yang telah terinfeksi virus dengue
sebelumnya.Expanded dengue syndrome
Manifestasi klinis berat dengan keterlibatan organ hati, ginjal, otak. atau
jantung akibat infeksi dengue. Kondisi ini dapat terjadi pada pasien demam
berdarah dengue maupun demam dengue (tanpa bukti adanya perembesan
plasma) karena mungkin terkait dengan koinfeksi, komorbid, atau komplikasi
dari syok yang berkepanjangan.
Fase demam, fase kritis, dan fase konvalesens
Perjalanan klinis DBD terdiri atas tiga fase yaitu fase demam, fase kritis dan
fase konvalesens.
* Fase demam adalah fase demam awal infeksi virus dengue yang
ditandai oleh demam mendadak tinggi, berlangsung 27 hari.
« Fase kritis yaitu periode perembesan plasma, dimulai sekitar
peralihan dari fase demam ke fase afebris, berlangsung selama 24
sampai 48 jam.
« Fase konvalesens dimulai saat fase kritis berakhir, ditandai saat
perembesan plasma berhenti dan reabsorpsi dimulai. selama fase
konvalesens, cairan (plasma dan cairan intra vena ) yang selama
fase kritis merembes ke luar ruang ekstra vaskular diserap kembali
ke ruang intra vaskular.
Health-care associated infection
Infeksi yang terjadi atau didapat pada pasien selama perawatan di rumah sakit,
pada saat masuk rumah sakit tidak mengalami masa inkubasi infeksi tersebut.
Kategori endemik A
Merupakan stratifikasi tertinggi masalah infeksi dengue di Asia Tenggara, yang
dibuat oleh WHO-South East Asia Region. Katagori A menunjukkan bahwa
infeksi virus dengue sudah merupakan masalah kesehatan masyarakat. Di
negara tersebut infeksi dengue sebagai penyebab utama rawat inap dan
kematian pada anak, sering terjadi KLB, ditemukan empat serotipe virus
dengue di masyarakat, dan mulai menyebar ke daerah pedesaan/ rural area
xiiKomorbid
Penyakit yang secara bersamaan ditemukan pada pasien infeksi virus dengue.
Kondisi patologis atau penyakit tersebut berbeda dalam patogenesis dengan
infeksi virus dengue namun dapat memengaruhi prognosis.
Kejadian luar biasa (KLB)
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1991 yang dimaksud dengan
Kejadian Luar Biasa adalah meningkatnya kejadian kesakitan yang bermakna
secara epidemiologis minimal dua kali lipat pada suatu daerah dalam kurun
waktu tertentu dibanding tahun sebelumnya, dan dapat menjurus untuk
terjadinya wabah.
Manifestasi tidak lazim
Manifestasi infeksi dengue yang jarang ditemukan dengan manifesatsi adanya
keterlibatan susunan syaraf pusat, hati, ginjal, dan organ lain.
Non Structural I (NS1)
Merupakan antigen virus dengue yang berupa glikoprotein nonstruktural 1
yang diperlukan untuk replikasi dan kelangsungan hidup virus dengue. Antigen
NSI dalam sirkulasi darah ditemukan pada fase awal proses infeksi, sehingga
dipergunakan untuk mendeteksi adanya infeksi virus dengue pada fase awal
sakit,
Perdarahan berat (severe bleeding)
Perdarahan nyata dan atau tersembunyi dalam jumlah banyak — sampai
menimbulkan gangguan hemodinamik. Pada umumnya berasal dari saluran
cerna dapat berupa hematemesis, melena atau hipermenore.
Perdarahan masif (massive bleeding)
Kondisi perdarahan berat yang ditandai dengan perdarahan yang terjadi dalam
24 jam atau kehilangan 50% dari total volume darah dalam 3 jam atau
kehilangan darah dengan kecepatan 150 mL/menit. (Br J Anaesth.
2000:85:487-91).Perdarahan tersembunyi (occult bleeding)
Perdarahan yang tidak tampak, pada umumnya terjadi pada saluran cerna.
Profound shock
Keadaan syok tidak terkompensasi, pada kondisi ini nadi tidak teraba, tekanan
darah tidak terukur, sianosis makin jelas terlihat.
Prolonged shock
Syok yang tidak berhasil diatasi walaupun sudah dilakukan resusitasi cairan
tiga kali, tekanan nadi sempit, asidosis, oliguri, organ disfunction.
ATAU
Keadaan syok tidak mengalami perbaikan setelah mendapat 260 mL/kgBB
cairan intravena atau pasien masih dalam keadaan syok setelah >6 jam
pemberian cairan intravena.
Recurrent shock
Syok yang terjadi kembali setelah sebelumnya dapat diatasi.
Ruam konvalesens
Ruam khas yang terjadi pada fase konvalesens berupa petekie yang menyatu
diselingi bercak keputihan (white islands in the sea of red), dapat disertai rasa
gatal.
Sitokin proinflamasi
Merupakan sitokin yang menstimulasi respons inflamasi seperti TNF-a, IL-6.
IL-8, monocyte chemoattractant protein-1, bila berlebihan seperti pada keadaan
badai sitokin dapat menimbulkan keadaan klinis yang buruk.
Stegomyia
Aedes aegypti merupakan spesies dari genus Aedes subgenus Stegomvia
Namun pada saat ini, subgenus Stegomyia ditingkatkan menjadi genus sehingga
Aedes aegypti saat ini dikenal sebagai Stegomyia aegypti. Oleh karena istilah
Aedes aegypti telah terbiasa digunakan, maka pada buku pedoman ini nama
Aedes aegypti masih tetap dipakai
xiv,Time of fever defervescent
Waktu di sekitar penurunan suhu tubuh yaitu peralihan dari demam ke fase
afebris, bersamaan dengan awal fase kritis.
Triase
Proses seleksi secara cepat pasien tersangka infeksi virus dengue yang datang
ke RS atau poliklinik untuk menentukan pasien mana yang memerlukan
penanganan segera supaya tidak terjadi kematian, pasien mana yang memiliki
warning signs yang harus mendapatkan penanganan agar tidak terlambat, dan
kasus mana yang tidak memerlu-kan rawat inap,
Uji Torniquet
Disebut juga Uji Rumple Leede atau uji bendungan lengan atas, dilakukan
dengan cara sebagai berikut,
+ Tentukan tekanan darah sistol dan diastol.
* Ditentukan angka tengah, misalnya sistol 100 mmHg, diastol
80 mmHg, maka angka tengahnya adalah 90 mmHg.
+ Tahan tekanan manset pada posisi angka tengah tersebut selama
5 menit.
+ Setelah 5 menit manset dilepas, ditunggu 2 menit, kemudian hitung
petekia di volar tangan dengan Iuas | inci? (sama luasnya dengan
lingkaran dengan diameter 2,8 cm) jumlah petekia dalam lingkaran,
positif jika jumlah >10 petekia.
Warning signs
Tanda peringatan yang terdiri atas beberapa gejala, tanda dan parameter
laboratorium yang muncul saat memasuki time of fever deferfescence atau fase
kritis. Merupakan petunjuk terjadinya perembesan plasma atau awal terjadinya
syok hipovolemik akibat perembesan plasma. Jika ditemukan salah satu
warning signs, pasien harus dirawat untuk diobservasi dengan ketat, Termasuk
dalam warning signs adalah muntah persisten, nyeri perut hebat, letargi, kaki
tangan dingin, perdarahan, perburukan Klinis saat suhu reda, diuresis menurun
dalam 4-6 jam, peningkatan nilai hematokrit diikuti dengan penurunan jumlah
‘frombosit.A-B-C-S
ADE
ARDS
ATN
cD
CFR
CRT
CT
CVvP
CXCL
DBD/DHF
DD/DF
DENV
EDS
ELISA
FFP
FWB
HCU
HIV
HLA
Ht/ PCV
IFN-y
IgG
IgM
IL
ITP
JEV
KID/DIC
KLB
MRI
xvi
Daftar Singkatan
Acidosis-bleeding-calcium-blood sugar
Antibody dependent enhanchement
Acute respiratory distress syndrome
Acute tubular necrosis
Cluster of differentiation (cluster of designation)
Case fatality rate
Capillary refill time
Computerized tomography
Central venous pressure
CXC-chemokine ligand
Demam berdarah dengue/dengue hemorhagic fever
Demam dengue/dengue fever
Dengue virus
Expanded dengue syndrome
Enzyme-linked immunosorbent assay
Fresh frozen plasma
Fresh whole blood
High care unit
Human immunodeficiency virus
Human leucocyte antigen
Hematokrit/packed cell volume
Interferon-gamma
Imunoglobulin G
Imunoglobulin M
Interleukin
Idiopathic/immune thrombocytopenic purpura
Japanesse encephalitis virus
Koagulasi intravaskular diseminata/disseminated
intravascular coagulation
Kejadian luar biasa
Magnetic resonance imagingNGT
NS!
NSAID
PCR
PPV
PRC
PT
PTT
pM
RNA
RT-PCR
SSD/DSS
SGOT/AST
SGPT/ALT
TBEV
TNF-a
WHO
WNV
Ws
YFV
Naso-gastric tube
Nonstructural-1
Non-steroid anti-inflammatory drug
Polymerase chain reaction
Positive predictive value
Packed red cell
Prothrombin time
Partial thromboplastin time
Pre-Membrane
Ribonucleic acid
Reverse transcription-polymerase chain reaction
Sindrom syok dengue/dengue shock syndrome
Serum glutamic-oxaloacetic transaminaselaspartat
transaminase
Serum glutamic-pyruvic transaminaselalanine
transaminase
Tick-borne encephalitis virus
Tumor necrosis factor-alfa
World Health Organization
West Nile virus
Warning signs
Yellow fever virusDaftar Tabel
Halaman
Tabel 1. Jumlah kasus dan angka kematian DBD di Indonesia, tahun,
2008-2012 ..... 1
Tabel2. Angka kematian DD, DBD, dan SSD yang dirawat di enam
rumah sakit pendidikan tahun 2008-2013 .. 3
Tabel 3. Diagnosis banding demam dengue .. 15
Tabel4. Komplikasi medis pada fase demam, kritis dan konvalesens_ 21
TabelS. Kondisi yang menyerupai fase demam pada Demam Berdarah
Dengue .. 21
Tabel 6. Kondisi yang menyerupai fase kritis pada Demam Berdarah
Dengue 22
Tabel 7. Hemodinamik pada anak dengan sirkulasi stabil, syok
terkompensasi, dan syok dekompensasi... 24
Tabel 8. Kebutuhan cairan berdasarkan berat badan ideal 50
Tabel 9. Kecepatan pemberian cairan .... 50
Tabel 10. Pemeriksaan laboratorium A-B-C-S ... 34Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4,
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 10,
Gambar 11.
Gambar 12.
Daftar Gambar
Halaman
Angka kejadian demam dengue, demam berdarah dengue,
dan sindrom syok dengue _—_berdasarkan— umur
di 6 Rumah Sakit Pendidikan tahun 2008-2013.
Model dari antibody-dependent enhancement (ADE) ..
Spektrum klinis infeksi virus dengue ...
Perjalanan penyakit infeksi dengue ..
Kinetik NS-1 antigen dengue dan IgM serta IgG antidengue
pada infeksi primer dan sekunder ..
Pemilihan metode diagnostik deteksi antigen dengue
dan pemeriksaan —serologi_ dalam ~—_-hubungannya
dengan saat terjadinya viremia dan respons imun
primer dan sekunder....
Skrining pasien tersangka infeksi dengue di triase ....
Kecepatan pemberian cairan intravena pada DBD
tanpa syok ...
Bagan tata laksana sindrom syok dengue terkompensasi ......
Kecepatan pemberian cairan intravena pada SSD .
Bagan tata laksana sindrom syok dengue dekompensasi ...
Alur pelaporan dan penyelidikan epidemiologi kasus
infeksi virus dengue ..
35
45
Sl
57
58
70Daftar Isi
Halaman
Sambutan Ketua Umum Pengurus Pusat — IDA ...
Sambutan Ketua UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAT
Kata Pengantar dari Tim Penyunting ...
Daftar Kontributor......
Glossary...
Daftar singkatan
Daftar tabel ...
Daftar gambar...
Daftar isi
BabI — Pendahuluan
Bab II Patogenesis infeksi dengue ...
Bab Ill Manifestasi klinis. — dan_—perjalanan—_penyakit
infeksi virus dengue ..
Bab IV Diagnosis laboratorium .....
Bab V__ Kriteria diagnosis infeksi dengue ...
Bab VI Tata laksana infeksi virus dengue ...
Bab VII Pelaporan dan sistem rujukan ..
Bab VIII Persiapan rumah sakit menghadapi KLB ...
Kepustakaan .
xBabI
Pendahuluan
Infeksi virus dengue, merupakan masalah kesehatan global. Dalam tiga
dekade terakhir terjadi peningkatan angka kejadian penyakit tersebut di
berbagai negara yang dapat menimbulkan kematian sekitar kurang dari
1%, Kejadian luar biasa penyakit telah sering dilaporkan dari berbagai
negara. Penyakit dengue terutama ditemukan di daerah tropis dan
subtropis dengan sekitar 2,5 milyar penduduk yang mempunyai risiko
untuk terjangkit penyakit ini. Diperkirakan setiap tahun sekitar 50 juta
manusia terinfeksi virus dengue yang 500.000 di antaranya memerlukan
rawat inap, dan hampir 90% dari pasicn rawat inap adalah anak-anak.
Asia Tenggara dengan jumlah penduduk sekitar 1,3 milyar merupakan
daerah endemis, Indonesia bersama dengan Bangladesh, India,
Maladewa, Myanmar, Sri Lanka, Thailand dan Timor Leste termasuk ke
dalam kategori endemik A (endemik tinggi). Di negara tersebut penyakit
dengue merupakan alasan utama rawat inap dan salah satu penyebab
utama kematian pada anak.Tabel 1 menunjukkan jumlah kasus dan
angka kematian (case fatality rate/CFR) demam berdarah dengue (DBD)
di Indonesia dari tahun 2008 sampai 2012.
Tabel 1. Jumlah Kasus dan Angka Kematian DBD di Indonesia, Tahun
2008-2012
‘Tahun Jumlah kasus ‘Angka kematian (%)
~~ 2008 137.469 0,86
2009 154,855 0,89
2010 156.086 0,87
2011 65.725 0,80
2012 90.245 0,88
Sumber: - Data Ditjen PP-PL Kemenkes RI 2012; Buku Informasi PP-PL Kemenkes RI
2013
Tahun 2008 dilaporkan jumlah kasus DBD 137.469 orang, kemudian
meningkat pada tahun 2009 dan 2010. Pada tahun 2011 terjadipenurunan jumlah kasus lebih dari setengahnya, namun meningkat
kembali pada tahun 2012. Walaupun angka kematian (CFR) telah
berhasil diturunkan menjadi di bawah 1%, sekitar 0,80%-0,89%. Data
kasus rawat inap selama kurun waktu tahun 2008 sampai 2013 dari
Departemen Ilmu Kesehatan Anak di enam rumah sakit pendidikan yaitu
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung, RSUD Dr. Soetomo Surabaya, RSUP Dr. Sarjito Yogyakarta,
RSUP Dr. Kariadi Semarang, dan RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang tertera pada Gambar 1.
14,000
13,000
12,000
mS-18
th
BEESEGESEES
00 peo $8 Total
Sumber: Data Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo,
RSUP Dr. Hasan Sadikin, RSUD Dr. Soetomo, RSUP Dr. Sarjito, RSUP
Dr. Kariadi, dan RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Gambar 1. Angka kejadian demam dengue, demam berdarah dengue, dan
sindrom syok dengue berdasarkan Umur di enam Rumah Sakit
Pendidikan Tahun 2008-2013Selama kurun waktu enam tahun telah dirawat 13.940 pasien yang terdiri
atas demam dengue (DD) 5.931, DBD 5.844 dan sindrom syok dengue
(SSD) 2.165 pasien. Kelompok umur terbanyak adalah 5-14 tahun yaitu
9.036 (64,8%). Angka kematian kasus infeksi dengue tertera pada Tabel
Tabel 2. Angka kematian DD, DBD, dan SSD yang dirawat di
enam rumah sakit pendidikan, tahun 2008-2013
a Meninggal
Manifestasi Klinis Jumlah kasus
Kasus %
Demam dengue 5.931 5 0,08
Demam berdarah dengue 5.844 21 0,36
Sindrom syok dengue 2.165 169 781
Jumlah 13.940 195 1,39
Sumber: Data Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo,
RSUP Dr. Hasan Sadikin, RSUD Dr. Soetomo, RSUP Dr. Sarjito,
RSUP Dr. Karyadi, dan RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Angka kematian kasus infeksi dengue yang dirawatl,39%, sedikit lebih
tinggi dari angka nasional, mengingat keenam rumah sakit pendidikan
tersebut merupakan rumah sakit rujukan. Apabila dilihat dari kasus SSD
saja, tampak bahwa angka kematian masih cukup tinggi yaitu 7,81% dari
seluruh kasus SSD.Penyebab kematian selain SSD, dilaporkan pada
beberapa kasus adanya manifestasi klinis yang tidak lazim (unusual
manifestation/expanded dengue syndrome) seperti ensefalopati dengue
dan koagulasi intra-vaskular diseminata (KID), serta beberapa kasus
disertai komorbid seperti infeksi HIV, dan sepsis.
Data tersebut menunjukkan untuk menurunkan angka kematian lebih
lanjut diperlukan pengetahuan serta keterampilan dalam tata laksana
kasus SSD, manifestasi klinis yang tidak lazim, dan perlu pula
dipertimbangkan faktor komorbid.Epidemiologi
Infeksi virus dengue ditularkan melalui gigitan vektor nyamuk
Stegomiya aegipty (dahulu disebut Aedes aegipty) dan Stegomiya
albopictus (dahulu Aedes albopictus). Transmisi virus tergantung dari
faktor biotik dan abiotik. Termasuk dalam faktor biotik adalah faktor
virus, vektor nyamuk, dan pejamu manusia; sedangkan faktor abiotik
adalah suhu lingkungan, kelembaban, dan curah hujan.
Virus Dengue
Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari famili Flaviviridae. Selain
virus dengue, virus lain yang termasuk dalam genus ini adalah
Japanesse encephalitis virus (JEV), yellow fever virus (YEV), West Nile
virus (WNV), dan tickborne encephalitis virus (TBEV). Masing-masing
virus tersebut mempunyai kemiripan dalam struktur antigeniknya
sehingga memungkinkan terjadi reaksi silang secara_ serologik.
Berdasarkan genom yang dimiliki, virus dengue termasuk virus (positive
sense single stranded) RNA. Genom ini dapat ditranslasikan langsung
menghasilkan satu rantai polipeptida berupa tiga protein struktural
(capsid = C, pre-membrane = prM, dan envelope = E) dan tujuh protein
non-struktural (NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B, dan NSS).
Selanjutnya, melalui aktivitas berbagai enzim, baik yang berasal dari
virus maupun dari sel pejamu polipeptida tersebut membentuk menjadi
masing-masing protein. Protein prM yang terdapat pada saat virus belum
matur oleh enzim furin yang berasal dari sel pejamu diubah menjadi
protein M sebelum virus tersebut disekresikan oleh sel pejamu. Protein
M bersama dengan protein C dan E membentuk kapsul dari virus,
sedangkan protein nonstruktural tidak ikut membentuk struktur virus.
Protein NS1 merupakan satu-satunya protein nonstruktural yang dapat
disekresikan oleh sel pejamu mamalia tapi tidak oleh nyamuk, sehingga
dapat ditemukan dalam darah pejamu sebagai antigen NS1. Masing-
masing protein mempunyai peran yang berbeda dalam patogenisitas,
replikasi virus, dan aktivasi respons imun, baik humoral maupun selular.Berdasarkan sifat antigen dikenal ada empat serotipe virus dengue, yaitu
DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Masing-masing serotipe
mempunyai beberapa galur (strain) atau genotipe yang berbeda. Serotipe
yang dapat ditemukan dan yang paling banyak beredar di suatu negara
atau area geografis tertentu berbeda-beda. Di Indonesia keempat serotipe
virus dengue tersebut dapat ditemukan dan DENV-3 merupakan galur
yang paling virulen.
Vektor nyamuk
Pada saat ini nyamuk Stegomiya aegipty (Aedes aegipty) disebut sebagai
spesies kosmopolitan yang banyak ditemukan di berbagai belahan dunia
antara 45° lintang utara dan 35° lintang selatan, Nyamuk ini merupakan
nyamuk domestik yang mempunyai afinitas tinggi untuk menggigit
manusia (antropofilik) serta dapat menggigit lebih dari satu individu
(nmiltiple-bite) untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Pola hidup seperti
imi menyebabkan nyamuk tersebut menjadi vektor yang sangat potensial
untuk menularkan virus dengue dari satu individu ke individu lain.
Hanya nyamuk betina yang menggigit manusia.
Stegomiya albopictus (Aedes albopictus) selain dapat menularkan
Keempat jenis virus dengue, juga merupakan vektor untuk 22 spesies
arbovirus lain,
Pejamu
Saat nyamuk menghisap darah manusia yang sedang mengalami
viremia, virus masuk ke dalam tubuh nyamuk, yaitu dua hari sebelum
timbul demam sampai 5-7 hari fase demam. Nyamuk kemudian
menularkan virus ke manusia lain. Kerentanan untuk timbulnya penyakit
peda individu antara lain ditentukan oleh status imun dan faktor genetik
pejamu.
Faktor Abiotik
Suhu lingkungan, kelembaban, dan curah hujan, telah diketahui berperan
dalam penyebaran penyakit dengue. Perubahan iklim secara global
dilaporkan membuat nyamuk mengalami dehidrasi sehingga untukmempertahankan diri nyamuk akan lebih sering menggigit manusia.
Peningkatan curah hujan, terutama saat peralihan dari musim kemarau
ke musim penghujan dilaporkan berpengaruh terhadap peningkatan
kasus penyakit dengue.Bab IT
Patogenesis Infeksi Dengue
Patogenesis infeksi virus dengue berhubungan dengan: 1. Faktor virus,
yaitu serotipe, jumlah, virulensi. 2. Faktor pejamu, genetik, usia, status
gizi, penyakit komorbid dan interaksi antara virus dengan pejamu. 3.
Faktor lingkungan, musim, curah hujan, suhu udara, kepadatan
penduduk, mobilitas penduduk, dan kesehatan lingkungan.
Peran sistem imun dalam infeksi virus dengue adalah sebagai berikut,
* Infeksi pertama kali (primer) menimbulkan kekebalan seumur
hidup untuk serotipe penyebab.
« Infeksi sekunder dengan serotipe virus yang berbeda (secondary
heterologous infection) pada umumnya memberikan manifestasi
klinis yang lebih berat dibandingkan dengan infeksi primer
* Bayi yang lahir dari ibu yang memiliki antibodi dapat menunjuk-
kan manifestasi klinis berat walaupun pada infeksi primer
« Perembesan plasma sebagai tanda karakteristik untuk DBD
terjadi pada saat jumlah virus dalam darah menurun
+ Perembesan plasma terjadi dalam waktu singkat (24-48 jam) dan
pada pemeriksaan patologi tidak ditemukan kerusakan dari sel
endotel pembuluh darah
Imunopatogenesis
Secara umum patogenesis infeksi virus dengue diakibatkan oleh
interaksi berbagai komponen dari respons imun atau reaksi inflamasi
yang terjadi secara terintegrasi. Sel imun yang paling penting dalam
berinteraksi dengan virus dengue yaitu sel dendrit, monosit/makrofag,
sel endotel, dan trombosit. Akibat interaksi tersebut akan dikeluarkan
berbagai mediator antara lain sitokin, peningkatan aktivasi sistem
komplemen, serta terjadi aktivasi limfosit T. Apabila aktivasi sel imun
tersebut berlebihan, akan diproduksi sitokin (terutama proinflamasi),
kemokin, dan mediator inflamasi lain dalam jumlah banyak. Akibatproduksi berlebih dari zat-zat tersebut akan menimbulkan berbagai
kelainan yang akhirnya menimbulkan berbagai bentuk tanda dan gejala
infeksi virus dengue.
Untuk lebih memahami imunopatogenesis infeksi virus dengue, berikut
ini diuraikan mengenai respons imun humoral dan selular, mekanisme
autoimun, peran sitokin dan mediator lain, serta peran sistem
komplemen.
Respons Imun Humoral
Respons imun humoral diperankan oleh limfosit B dengan menghasilkan
antibodi spesifik terhadap virus dengue. Antibodi spesifik untuk virus
dengue terhadap satu serotipe tertentu juga dapat menimbulkan reaksi
silang dengan serotipe lain sclama enam bulan. Antibodi yang dihasilkan
dapat menguntungkan dalam arti melindungi dari terjadinya penyakit,
namun sebaliknya dapat pula menjadi pemicu terjadinya infeksi yang
berat melalui mekanisme antibody-dependent enhancement (ADE).
Antibodi anti dengue yang dibentuk umumnya berupa imunoglobulin
(Ig) G dengan aktivitas yang berbeda. Antibodi terhadap protein E dapat
berfungsi baik untuk neutralisasi maupun berperan dalam mekanisme
ADE. Antibodi terhadap protein NS1 berperan dalam menghancurkan
(lisis) sel yang terinfeksi melalui bantuan komplemen (complement-
dependent lysis). Diketahui bahwa antibodi terhadap protein prM pada
virion imatur juga berperan dalam mekanisme ADE.
Virus dengue mempunyai empat serotipe yang secara antigenik berbeda.
Infeksi virus dengue primer oleh satu serotipe tertentu dapat
menimbulkan kekebalan yang menetap untuk serotipe bersangkutan
(antibodi homotipik). Pada saat yang bersamaan, sebagai bagian dari
kekebalan silang (cross immunity) akan dibentuk antibodi untuk serotipe
lain (antibodi heterotipik).Apabila kemudian terjadi infeksi oleh serotipe
yang berbeda, maka antibodi heterotipik yang bersifat non atau
subneutralisasi berikatan dengan virus atau partikel tertentu dari virus
serotipe yang baru membentuk kompleks imun. Kompleks imun akanberikatan dengan reseptor Fey yang banyak terdapat terutama pada
monosit dan makrofag, sehingga memudahkan virus menginfeksi sel.
Virus bermultiplikasi di dalam sel dan selanjutnya virus keluar dari sel,
sehingga terjadi viremia. Kompleks imun juga dapat mengaktifkan
kaskade sistem komplemen untuk menghasilkan C3a dan CSa yang
mempunyai dampak langsung terhadap peningkatan permeabilitas
vaskular.
ae
Peningkatan
viral load
"8 08
HeterotipikAb dari an 00688 Penyakit
infeksi sebelumnya
Sumber: Whitehead SS, dkk. Prospects for a dengue virus vaccine.
Nat Rev Microbiol. 2007;5:518-28.
Gambar 2. Model dari antibody-dependent enhancement (ADE)
Respons Imun Selular
Respons imun selular yang berperan yaitu limfosit T (sel T). Sama
dengan respons imun humoral, respons sel T terhadap infeksi virus
dengue dapat menguntungkan sehingga tidak menimbulkan _ penyakit
atau hanya berupa infeksi ringan, namun juga sebaliknya dapat terjadi
hal yang merugikan bagi pejamu. Sel T spesifik untuk virus dengue
dapat mengenali sel yang terinfeksi virus dengue dan menimbulkan
respons beragam berupa proliferasi sel T, menghancurkan (lisis) sel
infeksi dengue, serta memproduksi berbagai sitokin. Pada penelitian
in vitro, diketahui bahwa baik sel T CD4 maupun sel T CD8 dapat
menyebabkan lisis sel target yang terinfeksi dengue. Dalam menjalankanfungsinya sel T CD4 lebih banyak sebagai penghasil sitokin dibanding-
kan dengan fungsi menghancurkan sel terinfeksi virus dengue.
Sebaliknya, sel T CD8 lebih berperan untuk lisis sel target dibandingkan
dengan produksi sitokin.
Pada infeksi sekunder oleh virus dengue serotipe yang berbeda, ternyata
sel T memori mempunyai aviditas yang lebih besar terhadap serotipe
yang sebelumnya dibandingkan dengan serotipe virus yang baru.
Fenomena ini disebut sebagai original antigenic sin. Dengan demikian,
fungsi lisis terhadap virus yang baru tidak optimal, sedangkan produksi
sitokin berlebihan. Sitokin yang dihasilkan oleh sel T pada umumnya
berperan dalam memacu respons inflamasi dan meningkatkan
permeabilitas sel endotel vaskular.
Mekanisme Autoimun
Di antara komponen protein virus dengue yang berperan dalam
pembentukan antibodi spesifik yaitu protein E, prM, dan NS1. Protein
yang paling berperan dalam mekanisme autoimun dalam patogenesis
infeksi virus dengue yaitu protein NS1. Antibodi terhadap protein NS1
dengue menunjukkan reaksi silang dengan sel endotel dan trombosit,
sehingga menimbulkan gangguan pada kedua sel tersebut serta dapat
memacu respons inflamasi. Sel endotel yang diaktivasi oleh antibodi
terhadap protein NS1 dengue ternyata dapat mengekspresikan sitokin,
kemokin, dan molekul adhesi. Selain antibodi terhadap protein NS1,
teryata antibodi terhadap prM juga dapat menyebabkan_ reaksi
autoimun, Autoantibodi terhadap protein prM tersebut dapat bercaksi
silang dengan sel endotel. Proses autoimun ini diduga kuat karena
terdapat kesamaan atau kemiripan antara protein NS1 dan prM dengan
komponen tertentu yang terdapat pada sel endotel dan trombosit yang
disebut sebagai molecular mimicry. Autoantibodi yang bereaksi dengan
komponen dimaksud, mengakibatkan sel yang mengandung molekul
hasil ikatan antara keduanya akan dihancurkan oleh makrofag atau
mengalami kerusakan. Akibatnya, pada trombosit terjadi penghancuran
sehingga menyebabkan trombositopenia dan pada sel endotel terjadi
peningkatan permeabilitas yang mengakibatkan perembesan plasma.
10Peran Sitokin dan Mediator Inflamasi Lain
Sitokin merupakan suatu molekul protein dengan fungsi yang sangat
beragam dan berperan penting dalam respons imun tubuh melawan
infeksi. Dalam lingkup respons inflamasi, secara umum sitokin
mempunyai sifat proinflamasi dan antiinflamasi. Pada keadaan respons
fisiologis, terjadi keseimbangan antara kedua jenis sitokin tersebut.
Apabila sitokin diproduksi dalam jumlah yang sangat banyak dan
reaksinya berlebihan, akan merugikan pejamu.
Pada infeksi virus dengue, sitokin juga berperan dalam menentukan
derajat penyakit. Infeksi yang berat dalam hal ini DBD (apalagi SSD)
ditandai dengan peningkatan jenis dan jumlah sitokin yang sering
disebut sebagai badai sitokin (cytokine storm atau cytokine tsunami).
Dalam melakukan fungsinya berbagai sitokin saling berhubungan dan
saling memengaruhi satu dengan yang lainnya berupa suatu kaskade.
Sitokin mana yang paling berperan menyebabkan penyakit yang berat,
beberapa penelitian menghasilkan hasil yang beragam. Hal ini
disebabkan karena beberapa alasan, antara lain variasi dalam waktu
pengambilan sampel pemeriksaan, usia, batasan derajat penyakit, dan
juga faktor genetik yang berbeda. Dari beberapa penelitian sitokin yang
perannya paling banyak dikemukakan yaitu TNF-a, IL-1B, IL-6, IL-8,
dan IFN-y. Mediator lain yang sering dikemukakan mempunyai peran
penting dalam menimbulkan derajat penyakit berat yaitu kemokin
CXCL-9, CXCL-10, dan CXCL-11 yang dipicu oleh IFN-y.
Peran Sistem Komplemen
Sistem komplemen diketahui ikut berperan dalam patogenesis infeksi
virus dengue. Pada pasien DBD atau SSD ditemukan penurunan kadar
komplemen, schingga diduga bahwa aktivasi sistem komplemen
mempunyai peran dalam patogenesis terjadi penyakit yang berat.
Kompleks imun virus dengue dan antibodi pada infeksi sekunder dapat
mengaktivasi sistem komplemen melalui jalur klasik. Protein NS1 dapat
mengaktifkan sistem komplemen secara langsung melalui jalur alternatifdan apabila berlebihan dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas
vaskular.
Selain melalui kedua jalur tersebut, ternyata aktivasi komplemen pada
infeksi virus dengue juga dapat melalui jalur mannose-binding lectin
Aktivasi komplemen menghasilkan peptida yang mempunyai aktivitas
biologik sebagai anafilatoksin yaitu C3a dan C5a. Komplemen C5a
menginduksi produksi beberapa sitokin proinflamasi (seperti TNF-a,
IL-1, IL-6, dan IL-8) dan meningkatkan ekspresi molekul adhesi baik
pada neutrofil maupun sel endotel, sehingga peran C5a dalam
peningkatan permeabilitas vaskular sangat besar.
Faktor Pejamu
Beberapa faktor pejamu dilaporkan dapat menjadi faktor risiko untuk
terkena infeksi dengue yang berat, antara lain usia, status gizi, faktor
genetik, dan penyakit tertentu khususnya penyakit yang berhubungan
dengan sistem imun. Anak-anak umumnya mempunyai_perjalanan
penyakit yang lebih berat dibandingkan dengan dewasa. Mengenai
mekanisme yang mendasarinya belum jelas, tetapi diduga anak
mempunyai sistem mikrovaskular yang lebih mudah untuk mengalami
peningkatan permeabilitas. Bayi usia 6-12 bulan mempunyai risiko lebih
berat, meskipun pada infeksi primer. Hal tersebut diduga melalui
mekanisme ADE yang sama dengan infeksi sekunder pada pejamu
dengan usia lebih dari satu tahun. Antibodi (IgG) antidengue yang
bersifat nonneutralising ditransfer dari ibu pada saat kehamilan.
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko yang pernah dilaporkan.
Faktor genetik sebagai faktor risiko telah banyak diteliti,pada umumnya
berhubungan dengan Auman leucocyte antigen (HLA) tertentu, yang
menjadi faktor risiko untuk lebih rentan atau sebaliknya lebih kebal
terhadap infeksi virus dengue. Beberapa penelitian juga telah banyak
melaporkan hubungan antara faktor genetik dengan derajat penyakit
dengue. Faktor genetik lain di luar pengkode HLA adalah gen pengkode
sitokin TNF-a, IFN-y, dan IL-1, serta gen yang mengkode reseptor IgG,
reseptor vitamin D, dan mannosa binding lectin.
12Bab III
Manifestasi Klinis dan Perjalanan Penyakit Infeksi Virus
Dengue
Manifestasi Klinis Infeksi Virus Dengue
Manifestasi klinis infeksi virus dengue sangat luas dapat bersifat
asimtomatik/tak bergejala, demam yang tidak khas/sulit dibedakan
dengan infeksi virus lain (sindrom virus/viral syndrome, undifferentiated
fever), demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) dan
Expanded dengue syndrome/organopati (manifestasi klinis yang tidak
lazim) seperti tertera pada Gambar 3.
Infekst virus dengue
~ v
Asimtomatik Simtomatik
|
v
Demam tidak khas Demam dengue — Demam berdarah dengue Expanded dengue syndrome,
(sindrom virus) (p80) ‘organopati
(dengan kebocoran plasma) {manifestasi tidak lazim)
|
| i -
Tanpa perdarahan Dengan perdarahan DBD nonsyok DBD dengan syok =
Sindrom syok dengue (SSD)
Gambar 3. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue .
Sumber : World Health Urganization. Comprehensive guidelines tor prevention and
control of dengue and dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. New
Delhi: WHO, Regional Office for South-East Asia; 2011.
Sindrom Virus
Bayi, anak-anak, dan dewasa yang telah terinfeksi virus dengue,
terutama untuk pertama kalinya (infeksi primer), dapat menunjukkan
manifestasi klinis berupa demam sederhana yang tidak khas, yang sulit
dibedakan dengan demam akibat infeksi virus lain. Manifestasi klinistersebut pada umumnya ditemukan pada saat dilakukan penelitian
mengenai penyebab demam pada kelompok masyarakat tertentu (survei
demam/fever survey). Ruam makulopapular dapat menyertai demam
atau pada saat penyembuhan. Gejala gangguan saluran napas dan
pencernaan sering ditemukan.
Perjalanan penyakit
Sindrom virus akan sembuh sendiri (self Jimited), namun dihawatirkan
apabila di kemudian hari terkena infeksi yang kedua, manifestasi klinis
yang diderita akan lebih berat berupa demam dengue, demam berdarah
dengue atau expanded dengue syndrome.
Demam dengue
Demam dengue sering ditemukan pada anak besar, remaja, dan dewasa.
Setelah melalui masa inkubasi dengan rata-rata 4-6 hari (rentang 3-14
hari), timbul gejala berupa demam, mialgia, sakit punggung, dan gejala
konstitusional lain yang tidak spesifik seperti rasa lemah (malaise),
anoreksia, dan gangguan rasa kecap. Demam pada umumnya timbul
mendadak, tinggi (39°C-40°C), terus-menerus (pola demam kurva
kontinua), bifasik, biasanya berlangsung antara 2-7 hari. Pada hari
ketiga sakit pada umumnya suhu tubuh turun,namun masih di atas
normal, kemudian suhu naik tinggi kembali, pola ini disebut sebagai
pola demam bifasik. Demam disertai dengan mialgia, sakit punggung
(karena gejala ini, demam dengue pada masa lalu disebut sebagai
breakbone fever), artralgia, muntah, fotofobia (mata seperti silau walau
terkena cahaya dengan intensitas rendah) dan nyeri retroorbital pada saat
mata digerakkan atau ditckan. Gejala lain dapat ditemukan berupa
gangguan pencernaan (diare atau konstipasi), nyeri perut, sakit
tenggorok, dan depresi.
Pada hari sakit ke-3 atau 4 ditemukan ruam makulopapular atau
rubeliformis, ruam ini segera berkurang sehingga sering luput dari
perhatian orang tua. Pada masa penyembuhan timbul ruam di kaki dan
tangan berupa ruam makulopapular dan petekie diselingi bercak —
bercak putih (white islands in the sea of red), dapat disertai rasa gatal
14yang disebut sebagai ruam konvalesens.Manifestasi perdarahan pada
umumnya sangat ringan berupa uji tourniquet yang positif (210 petekie
dalam area 2,8 x 2,8 cm) atau beberapa petekie spontan. Pada beberapa
kasus demam dengue dapat terjadi perdarahan masif.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan jumlah leukosit yang normal,
namun pada beberapa kasus ditemukan leukositosis pada awal demam,
namun kemudian terjadi leukopenia dengan jumlah PMN yang turun,
dan ini berlangsung selama fase demam. Jumlah trombosit dapat
normal atau menurun (100.000-150.000/mm°), jarang ditemukan jumlah
trombosit kurang dari 50.000/mm’, Peningkatan nilai hematokrit sampai
10% mungkin ditemukan akibat dehidrasi karena demam tinggi, muntah,
atau karena asupan cairan yang kurang. Pemeriksaan serum biokimia
pada umumnya normal, SGOT, dan SGPT dapat meningkat.
Diagnosis Banding Demam Dengue
Berbagai penyakit baik yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri,
maupun parasit pada fase awal penyakit menyerupai DD seperti tertera
pada Tabel 3.
Tabel 3. Diagnosis banding demam dengue
Infeksi virus: Virus chikungunya, dan penyakit infeksi virus lain
seperti campak, campak Jerman, dan virus lain yang
menimbulkan ruam; virus eipstein-barr, enterovirus,
influenza, hepatitis A dan hantavirus
Infeksi bakteri: Meningokokus, leptospirosis, demamtifoid, meilo-
idosis, penyakit riketsia, demam skarlet
-Infeksi parasit: Malaria
Perjalanan Penyakit Demam Dengue
Lama sakit dan beratnya penyakit bervariasi di antara individu. Masa
konvalesens berlangsung singkat dan sembuh segera, namun rasa lemah
dan mialgia kadang berlangsung lama. Pada pasien remaja masa
penyembuhan dapat terjadi dalam waktu beberapa minggu yang seringdisertai dengan rasa letih dan depresi. Bradikardia dapat ditemukan pada
masa konvalesens. Manifestasi perdarahan berat seperti perdarahan
saluran cerna, epistaksis masif, hipermenore jarang sekali ditemukan,
namun apabila ditemukan dapat merupakan penyebab kematian teruta-
ma pada anak besar. Demam dengue dengan manifestasi perdarahan
berat harus dibedakan dari demam berdarah dengue.
Demam berdarah dengue
Manifestasi klinis DBD dimulai dengan demam yang tinggi, mendadak,
kontinua, kadang bifasik, berlangsung antara 2-7 hari. Demam disertai
dengan gejala lain yang sering ditemukan pada demam dengue seperti
muka kemerahan (facial flushing), anoreksia, mialgia dan artralgia.
Gejala lain dapat berupa nyeri epigastrik, mual, muntah, nyeri di dacrah
subkostal kanan atau nyeri abdomen difus, kadang disertai sakit
tenggorok. Faring dan konjungtiva yang kemerahan (pharyngeal
injection dan ciliary injection) dapat ditemukan pada pemeriksaan fisis.
Demam dapat mencapai suhu 40°C, dan dapat disertai kejang demam.
Manifestasi perdarahan dapat berupa uji tourniquet yang positif, petekie
spontan yang dapat ditemukan di daerah ekstremitas, aksila, muka dan
palatum mole. Epistaksis dan perdarahan gusi dapat ditemukan, kadang
disertai dengan perdarahan ringan saluran cerna, hematuria lebih jarang
ditemukan. Perdarahan berat dapat ditemukan (lihat manifestasi klinis
expanded dengue syndrome).
Ruam makulopapular atau rubeliformis dapat ditemukan pada fase awal
sakit, namun berlangsung singkat sehingga sering luput dari pengamatan
orang tua. Ruam konvalesens seperti pada demam dengue, dapat
ditemukan pada masa penyembuhan. Hepatomegali ditemukan sejak fase
demam, dengan pembesaran yang bervariasi antara 2-4 cm bawah arkus
kosta. Perlu diperhatikan bahwa hepatomegali sangat tergantung dari
ketelitian pemeriksa. Hepatomegali tidak disertai dengan ikterus dan
tidak berhubungan dengan derajat penyakit, namun hepatomegali lebih
sering ditemukan pada DBD dengan syok (sindrom syok dengue/SSD).
16Pada DBD terjadi kebocoran plasma yang secara klinis berbentuk efusi
pleura, apabila kebocoran plasma lebih berat dapat ditemukan asites.
Pemeriksaan rontgen foto dada posisi lateral dekubitus kanan, efusi
pleura terutama di hemithoraks kanan merupakan temuan yang sering
dijumpai. Derajat luasnya efusi pleura sciring dengan beratnya penyakit.
Pemeriksaan ultrasonografi dapat dipakai untuk menemukan asites dan
efusi pleura. Penebalan dinding kandung empedu (gall blader wall
thickening) mendahului manifestasi klinis kebocoran plasma lain.
Peningkatan nilai hematokrit (>20% dari data dasar) dan penurunan
kadar protein plasma terutama albumin serum (>0,5 g/dL dari data
dasar) merupakan tanda indirek kebocoran plasma. Kebocoran plasma
berat menimbulkan berkurangnya volume intravaskular yang akan
menyebabkan syok hipovolemi yang dikenal sebagai sindrom syok
dengue (SSD) yang memperburuk prognosis.
Perjalanan Penyakit Demam Berdarah Dengue
Manifestasi klinis DBD terdiri atas tiga fase yaitu fase demam, kritis,
serta konvalesens (Gambar 4). Setiap fase perlu pemantauan yang
cermat, karena setiap fase mempunyai risiko yang dapat memperberat
keadaan sakit.
Fase Demam
Pada kasus ringan semua tanda dan gejala sembuh seiring dengan
menghilangnya demam. Penurunan demam terjadi secara lisis, artinya
suhu tubuh menurun segera, tidak sccara bertahap. Menghilangnya
demam dapat disertai berkeringat dan perubahan pada laju nadi dan
tekanan darah, hal ini merupakan gangguan ringan sistem sirkulasi
akibat kebocoran plasma yang tidak berat. Pada kasus sedang sampai
berat terjadi kebocoran plasma yang bermakna sehingga akan menimbul-
kan hipovolemi dan bila berat menimbulkan syok dengan mortalitas
yang tinggi.Hari sakit
Suhu
| sReabsorbs!
| *Kelebthan
Masalah Klinis | Dehidras! eam
potensial se
Gangguanorgan |
Perubahan parameter | ‘Tromboslt
hematologi Riemnetrcit
Viremia 'eM/eG
Serologi dan virologi
Fase penyakit Demam __Kritis Konvalesen
Sumber: Yip, 1980
Keterangan: IgM = imunoglobulin M; 1gG = imunoglobulin G . Suhu dinya-takan
dalam derajat Celsius (°C)
Gambar 4. Perjalanan penyakit infeksi dengue
18Fase kritis (fase syok)
Fase kritis terjadi pada saat demam turun (time of fever defervescence),
pada saat ini terjadi puncak kebocoran plasma sehingga pasien
mengalami syok hipovolemi. Kewaspadaan dalam mengantisipasi
kemungkinan terjadinya syok yaitu dengan mengenal tanda dan gejala
yang mendahului syok (warning signs). Warning signs umumnya terjadi
menjelang akhir fase demam, yaitu antara hari sakit ke 3-7. Muntah
terus-menerus dan nyeri perut hebat merupakan petunjuk awal
perembesan plasma dan bertambah hebat saat pasien masuk ke keadaan
syok. Pasien tampak semakin lesu, tetapi pada umumnya tetap sadar.
Gejala tersebut dapat menetap walaupun sudah terjadi syok. Kelemahan,
pusing atau hipotensi postural dapat terjadi selama syok. Perdarahan
mukosa spontan atau perdarahan di tempat pengambilan darah
merupakan manifestasi perdarahan penting. Hepatomegali dan nyeri
perut sering ditemukan. Penurunan jumlah trombosit yang cepat dan
progresif menjadi di bawah 100.000 sel/mm? serta kenaikan hematokrit
di atas data dasar merupakan tanda awal perembesan plasma, dan pada
umumnya didahului oleh leukopenia (<5.000 sel/mm’).
Peningkatan hematokrit di atas data dasar merupakan salah satu tanda
paling awal yang sensitif dalam mendeteksi perembesan plasma yang
pada umumnya berlangsung selama 24-48 jam. Peningkatan hematokrit
mendahului perubahan tekanan darah serta volume nadi, oleh karena itu,
pengukuran hematokrit berkala sangat penting, apabila makin meningkat
berarti kebutuhan cairan intravena untuk mempertahankan volume
intravaskular bertambah, sehingga penggantian cairan yang adekuat
dapat mencegah syok hipovolemi.
Bila syok terjadi, mula-mula tubuh melakukan kompensasi (syok
terkompensasi), namun apabila mekanisme tersebut tidak berhasil pasien
akan jatuh ke dalam syok dekompensasi yang dapat berupa syok
hipotensif dan profound shock yang menyebabkan asidosis metabolik,
gangguan organ progresif, dan koagulasi intravaskular diseminata.
Perdarahan hebat yang terjadi menyebabkan penurunan hematokrit, dan
jumlah leukosit yang semula leukopenia dapat meningkat sebagai