You are on page 1of 94
DIMENSI STUDI ISLAM ~ KONTEMPORER Dr. Edi Susanto, M.Fil.1. ; Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, sebagaimana yang telah diatur dan diubah dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, bahwa: Kutipan Pasal 113 (1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Korersial dipidana dengan pidana Penjara paling Jama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,- (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) hurut c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,; (lima ratus juta rupiah). (3) Setiap Orang yeng dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf ¢, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000,000.000,- (satu miliar rupiah). () Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan Pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,- (empat miliar rupiah). DIMENSI STUDI ISLAM KONTEMPORER Dr. Edi Susanto, M.FiLI. DIMENS! STUDI ISLAM KONTEMPORER Edisi Pertama Copyright © 2016 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) ISBN 978-602-0895-76-5 13,5 x 20.5 cm x, 176 him Cetakan ke-1, Maret 2016 Kencana. 2016.0621 Penulis Dr. Edi Susanto, M.Fil.|. Desain Sampul tambra23 Penata Letak Rendy Percetakan PT Kharisma Putra Utama Divisi Penerbitan KENCANA Penerbit PRENADAMEDIA GROUP JI. Tambra Raya No. 23 Rawamangun - Jakarta 13220 Telp: (021) 478-64657 Faks: (021) 475-4134 e-mail: png@prenadamedia.com www.prenadamedia.com Indonesia _% Ditarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit. PENGANTAR PENULIS Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhaanahu Wa Taalaa, karena dengan curahan rah- mat, hidayah dan kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan buku Dimensi Studi Islam Kontemporer. Selawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad Sallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam, karena—melalui Islam, ajaran dan risalahnya—telah membimbing kita menuju ridha Allah. Agar Islam yang merupakan risalah universal Allah, tetap menjadi eksis dan tidak tinggal namanya—sebagaimana di- ramalkan Nabi dalam sebuah sabda beliau bahwa kelak akan tiba suatu zaman di mana Islam tinggal namanya dan Al- Quran hanya tinggal tulisannya saja, dan perilaku umatnya jauh dari nilai-nilai keislaman—maka Islam perlu dipelajari dengan intens dan benar, dengan perspektif dan metodologi yang tepat, sehingga dapat dibedakan—dan bukan dipisah- kan—mana yang ajaran dan aspek mana yang pemahaman terhadap ajaran, hal mana yang sakral tidak berubah dan hal mana pula yang profan berubah dinamik. Buku ini ditulis, sekalipun tidak mengklaim diri sebagai sesuatu yang mampu melakukan hal tersebut, tetapi penulis berharap semoga buku DIMENSI STUDI ISLAM KONTEMPORER ini dapat menjadi “pintu masuk” dan proses menuju “pema- haman keislaman yang proporsional” sekaligus memancing dan merangsang pembaca untuk lebih bersemangat dalam memperbarui pemahaman keislamannya dan tergerak un- tuk membaca buku-buku lainnya sehingga wawasan dan pe- mahamannya menjadi bertambah yang pada akhirnya dapat mengantarkan pada pemahaman yang lebih memadai dan proporsional, dalam arti mampu memilah hal yang sakral substantif dan yang profan atributif. Dengan “selesainya” (dalam tanda kutip) penulisan buku ajar ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang setu- lusnya kepada seluruh kolega dan teman sejawat penulis di STAIN Pamekasan, mulai dari Bapak Ketua, para dosen, pe- gawai administrasi, para tenaga harian lepas dan para maha~- siswa, yang dengan caranya masing-masing telah berkontri- busi dalam mewujudkan suasana yang kondusif di kampus tempat kita mengais dan mencari ma’isyah hidup ini. Terima kasih juga disampaikan kepada pihak Prenadamedia Group yang telah bersedia menerbitkan karya sederhana ini sehingga mampu menjangkau segmen pembaca yang lebih luas. The last but not list, istri penulis, Fatimatus Zahrah, yang begitu setia merawat—setelah penulis mengalami cobaan stroke—mendampingi dengan penuh kasih sayang dan mem- beri suasana fresh di rumah sehingga penulis berkesempatan menulis dengan nyaman; dua buah hati penulis, Shafira Rizqiy Meydina (Vira) dan Davina Khalida Fitry (Diva) yang dengan caranya sendiri telah membangkitkan semangat pada penulis untuk berkarya, Thank you for your living love and loving life. Penulis menyadari bahwa buku ini masih dan pasti me- miliki kekurangan dalam segala hal, karenanya kritik dan saran senantiasa penulis harapkan, demi perbaikan, dan pe- ningkatan kualitas pada edisi berikutnya. vi a Pengantar Penulis Akhirnya, penulis berharap semoga buku ini bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya, seiring dengan petunjuk Allah. Wa ma tawfigy illa bi Allah, Alayhi Tawakkaltu wa Ilayhi unib. Wa Allahu Taala a’lam. Pamekasan, 1 September 2015 Al-Faqir Edi Susanto DAFTAR ISI PENGANTAR PENULIS DAFTAR ISI BAB1_ ISLAM DALAM DINAMIKA STUDI AGAMA. A. Islam dan Studi Agama B. Urgensi dan Signifikansi Studi Islam 7 C. Dinamika dan Perkembangan Studi Islam 10 D, Tendensi dan Karakteristik Studi Islam di Barat 16 E. Tendensi dan Karakteristik Studi Islam di Dunia Islam 20 Institusionalisasi Studi Islam di Indonesia 23 WAWASAN ISLAM DALAM WACANA STUDI AGAMA 31 A. Al-Qur’an, Hadis, dan Ijtihad sebagai Sumber Ajaran Islam 31 B. Islam dan Wacana Autentisitas 45, C. Islam dan Wacana Pembaruan 50 . Islam dan Wacana Tradisi Lokal DIMENSI STUDI ISLAM KONTEMPORER BAB3 A. B. c. BAB4 moOO p> mPoOOD ISLAM DALAM PERSPEKTIF Islam: Antara Normativitas dan Historisitas Problem Metodologis dalam Studi Agama (Studi Islam) Berbagai Pendekatan dalam Studi Agama (Studi Islam) BERKENALAN DENGAN EPISTEMOLOGI KEILMUAN ISLAM: BAYANI, IRFANI, DAN BURHANI . Epistemologi: Perspektif Sekilas Epistemologi Keilmuan Islam: Bayani Epistemologi Keilmuan Islam: Irfani Epistemologi Keilmuan Islam: Burhani Mempertimbangkan Khazanah Epistemologi Islam Integratif ke Arah Pengembangan Pemikiran Islam Kontemporer ISU KONTEMPORER STUDI ISLAM . Islam Liberal Islam dan Pluralisme Islam dan Radikalisme Islam dan HAM Islam dan Gender BIBLIOGRAFI INDEKS TENTANG PENULIS ‘ 69 69 88 107 107 2 116 121 126 135 136 140 144 151 155 161 17 175 1 ISLAM DALAM DINAMIKA STUDI AGAMA A. ISLAM DAN STUDI AGAMA Sebagai agama, Islam tidak datang dalam ruang hampa. Islam hadir kepada suatu masyarakat yang berbudaya, dengan seperangkat keyakinan, tradisi, dan berbagai praktik kehidup- an. Masyarakat—tempat Islam datang—saat itu bukannya tanpa ukuran moralitas, justru mereka memiliki kriteria atau standar nilai dan moralitas tertentu, namun pada beberapa tataran, dianggap telah mengalami deviasi (penyimpangan) dan—karena itu—perlu diluruskan oleh moralitas baru. Da- lam konteks masyarakat demikian—yang dalam literatur se- jarah Islam diidentifikasi sebagai jahiliyah'—Islam datang dengan memberikan koreksi sekaligus perbaikan terhadap * Bagi sebagian kalangan, jahiliyah diartikan sebagai komunitas yang bodoh, tidak berpendidikan padahal sesungguhnya tidaklah demikian. Muhammad Abid al-Jabiry—sebagaimana dikutip Zuhairi Misrawi—membantah pandan- gan tersebut, berdasarkan fakta bahwa orang-orang Mekkah pra-Islam sudah mempunyai kebudayaan sendiri mereka sudah mempunyai nalar yang memung- kinkan mereka untuk hidup dengan sistem kebudayaannya. Philip K. Hitti juga menyatakan bahwa konsep jahiliyah dimaknai dengan bodoh adalah tidak tepat Karena orang-orang Arab Selatan sudah mengenal baca tulis, Pemaknaan yang lebih tepat bagi kata tersebut adalah masyarakat yang tidak mempunyai otoritas hukum, Nabi, dan kitab suci. Periksa Zuhairi Misrawi, Mekkah: Kota Suci, kekua- saan dan Teladan Ibrahim, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2009), hm. 100. DIMENSI STUDI ISLAM KONTEMPORER praktik, nilai, dan moralitas mereka. Masyarakat Arab jahiliyah itu, tidak dapat dikatakan se- bagai masyarakat yang tidak berbudaya. Mereka hidup secara nomaden dengan beragam profesi, seperti pengembala ternak (Badui/bedouin), pedagang, dan seniman. Secara sosiolo- gis—dalam pandangan Ira M. Lapidus—mereka hidup dalam kelompok keluarga (kinship group) dengan tradisi patriarkat, Kelompok keluarga tersebut mengelompok dalam sebuah suku (Klan) dengan seorang kepala suku yang diberi tanggung jawab dan kewenangan untuk menegakkan konstitusi atau kode etik kesukuan.? Konteks sosiologis yang dihadapi Islam seperti di atas membuktikan bahwa agama yang beresensi pada sikap ketun- dukan atau kepasrahan secara total kepada Tuhan Yang Maha Esa’ tersebut keberadaannya tidak dapat dihindarkan dari kondisi sosial yang ada dalam masyarakat. Artinya, dalam perjalanannya Islam selalu berdialog dengan persoalan-per- soalan yang dihadapi oleh masyarakat, seperti halnya ma- syarakat Arab saat diturunkannya Islam.‘ > Tra M. Lapidus, A History of Islamic Societies, (Cambridge: Cambridge Uni- versity press, 1994), him. 13-14, > Menurut Nurcholish Madjid, makna “Islam” adalah “sikap pasrah kepada ‘Tuan Nurcholish menulis: Agama atau sikap keagamaan yang benar (diterima Tuhan) ialah sikap pasrah kepada Tuhan: “sesungguhnya agama bagi Allah ialah. sikap pasrah kepada-Nya (al-Islam) (Qs. Ali Imran/3: 19). Perkataan. “al-Islam” dalam firman ini bisa diartikan sebagai “agama islam” seperti yang telah umuth. dikenal, yaitu agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW pengertian scper- ti ity tentu benar, dalam maknanya bahwa memang agama Muhammad adalah “agama pasrah kepada Tuhan” (Islam) par exellence, tetapi dapat juga diartikan secara lebih umum, yaitu menurut makna asal atau generiknya, “pasrah kepada Tuhan” suatu semangat ajaran yang menjadi karakteristik pokole semua agama yang benar. Inilah dasar pandangan dalam Al-Qur’an bahwa segiua agama yang benar adalah agama Islam, dalam pengertian semuanya mengajarkan sikap pas- rah kepada Tuhan. Periksa Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoder- nan, (Jakarta: Paramadina, 1992), him. 9. + Masyarakat Arab yang dihadapi oleh Al-Qur'an ketika diturunkan adalah 2 | Bab1 | Islam dalam Dinamika Studi Agama Dengan memahami bahwa senantiasa terjadi dialog an- tara Islam dan realitas sosial yang melingkupinya itu, dalam perjalanan sejarah tradisi Islam selalu diwarnai oleh berbagai usaha pembaruan (renewal) dan penyegaran (refreshment)> secara terus-menerus yang terkadang melahirkan ketegang- an di antara usaha-usaha itu. Upaya yang berkaitan dengan kebutuhan untuk menemukan pemahaman baru terhadap Is- lam ini tidak dapat dipisahkan dari karakteristik Islam sendiri sebagai agama yang terbuka untuk didekati dengan berbagai macam pemahaman. Kehadiran Islam yang senantiasa berdialog dengan reali- tas sosial kemasyarakatan, mengantarkan pada diapresiasinya secara kritis nilai-nilai budaya lokal dari suatu masyarakat beserta ciri khas yang mengiringinya. Kondisi ini menye- babkan Islam dan pemikiran yang dikembangkan oleh suatu masyarakat di wilayah tertentu dapat saja berbeda dengan ekspresi keberagamaan pada masyarakat di wilayah lainnya.® masyarakat pedagang. Karena itu, istilah dan konsep Al-Qur'an yang digunakan adalah dekat (familier) dengan istilah-istilah perniagaan sehingga konsep terse- but bisa lebih dipahami oleh sasaran. Demikian pula kondisi alam yang gersang, menjadikan mereka sangat terobsesi dengan konsep kebahagiaan yang digam- barkan dengan suasana kehidupan yang jauh dari kegersangan alam, seperti un- gkapan jannaatin tajri min tahtiha al-Anhar, khalidina fiha. Konsep “surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai” adalah konsep alam ideal yang sangat mereka idamkan. * Usaha pembaruan pemahaman terhadap Islam ini diibaratkan oleh M. Amin Abdullah sebagai kebutuhan menemukan “ventilasi” untuk sebuah ruangan agar tidak terjadi “kepengapan”, Karena itu, pembaruan sesunggubnya merupakan suatu keharusan. Periksa M. Amin Abdullah, “Islam Indonesia Lebih Pluralistik dan Demokratis, Ulumul Quran Jurnal Iimu dan kebudayaan No. 3, Vol. V1, 1995, hlm, 74-75, © Misalnya, Pemikiran Islam yang berkembang di Timur Tengah dalam ba- bakan sejarah yang panjang cenderung dikuasai oleh pandangan yang men- dudukkan Islam semata-mata sebagai norma. Kenyataan ini tidak dapat dipisahkan dari konteks ajaran Islam yang formulasinya menggunakan instru- mentasi Arab, Kasus India menunjukkan hal berbeda. Muslim di negara ini, — akibat dari kehidupannya yang sulit dihindarkan dari konflik antar-agama— pola keberagamaannya mengalami ekstremisasi. Berbeda dengan di Indonesia, a. 3 DIMENSI STUDIISLAM KONTEMPORER Dalam bahasa lain, ketika Islam normatif memasuki wilayah historis (kesejarahan), maka antara satu dan yang lain bera- gam ekspresinya.’ Perbedaan bentuk ekspresi dan karakteristik Islam an- tara satu wilayah dan wilayah lainnya, pada gilirannya akan membuka wacana mengenai hubungan antara hal-hal yang bersifat normatif dan historis dari agama. Karena itu, pema- haman terhadap problematika hubungan antara sisi normati- Vitas dan historisitas sangat penting dalam rangka mengurai- kan substansi (esensi) dari ajaran yang telah terlembagakan. Pentingnya hal demikian untuk mengetahui penjabaran dari nilai-nilai dasar dan asas fundamental ajaran agama dalam kehidupan konkret sosial kemasyarakatan. Pada sisi lain, pe- mahaman tersebut penting untuk menghindari terjadinya pemahaman yang bersifat gebyah uyah (campur aduk), yang tidak dapat menunjukkan secara distingtif dan dialektis mana wilayah agama dan mana wilayah tradisi. Pencampuradukan tersebut pada gilirannya akan memunculkan pemahaman distortif terhadap konsep kebenaran, antara yang absolut dan relatif, Sebagai akibatnya, terjadilah sakralisasi teks, artinya semua yang berkaitan dengan wacana keagamaan atau keber- Islam yang berkembang di wilayah ini dapat dikatakan sudah mengalami perse- maian sekaligus pembuahan dengan budaya lokal. Contoh yang sering dijadikan Narifikasi untuk kasus ini adalah kasus model filih Imam Syafi, yakni ketika yang bersangkutan hiclup di Baghdad sangat berbeda formulasinya ketika beliau hidup di Mesis, sehingga dalam fikih mazhab Syafii dikenal dua istilah, yaitu qawl gadim dan qawl jadid, dalam mana keduanya berbeda karena tendensi lo. kalitas yang dihadapi Syafi’i juga berbeda. * Misalnya, Islam mewajibkan untuk menutup ayrat dan membayar zakat. Menutup awrat dan membayar zakat adalah Kategori Islam normatif. Tetapi, bagaimana menutup awrat itu diaplikasikan oleh berbagai masyarakat Muslim berbeda antara satu wilayah dan wilayah lainnya, misalnya dengan'beragamnya model jilbab dan pakaian. Demikian pula membayar zakat. Jika di Arab dan wilayah Timur Tengah lainnya dapat saja menggunakan unta, tetapi karena unta tidak ada di Indonesia, maka dapat saja diganti dengan sapi, kambing, ayam, dan sebagainya asal saja memenuhi nishab, 4 i Bab1 | Islam dalam Dinamika Studi Agama agamaan dianggap sebagai hal yang bersifat absolut, sehingga tidak bisa menerima segala bentuk peninjauan ulang (pem- baruan) dalam konteks ruang dan waktu. Sebagai akibat keti- dakjelasan ini, muncul pemahaman bahkan tindakan yang senantiasa diklaim sebagai tindakan keagamaan, padahal se- benarnya merupakan wilayah tradisi. Tendensi sakralisasi ini dalam bahasa Amin Abdullah diidentifikasi sebagai sakralisa- si pemikiran keagamaan (tagdis al-Afkar al-Diniyah). Pencampuradukan pemahaman tersebut akan menimbul- kan beberapa akibat lebih lanjut. Pertama, radikalisme atas nama agama menjadi lebih mudah terjadi dalam kehidupan? Kedua, munculnya agama kultus menjadi fenomena tak ter- hindarkan dari praktik kehidupan sosial keagamaan. Fenome- na kultus keagamaan terjadi karena ketidakmampuan dalam memilah antara wilayah normatif-doktrinal dan wilayah his- toris-kultural sehingga menjadikan pemahaman agama rawan terjebak ke dalam wilayah yang sangat sempit berupa kultus individu yang berlebihan. Ketiga, krisis dimensi kehidupan menjadi akrab terdengar dan teralami. Krisis tersebut berupa munculnya penguatan spiritualitas semata den gan kehilangan bentuk formal. Agama formal ditinggalkan,”° dan spiritualitas menjadi subur. Sebagai akibatnya, akan terwujud suatu ke- hidupan yang sulit untuk dapat membedakan antara realitas *M. Amin Abdullah, Falsafah Kalam di Bra Postmodernisme, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hm, 19, Periksa juga Idem, “Pengantar’, Metodologi Studi Agama, ed. Ahmad Norma Permata, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), him. 3. * Memang, agama wujudnya sangat abstrak, namun memiliki implikasi yang sangat dahsyat dan riil. Agama yang senantiasa mengajarkan keramahan dan kasih sayang, ternyata sangat mudah dalam memicu kekerasan, keberingasan, dan kesewenangan. Agama dapat menjadi amunisi yang sangat ampuh untuk menciptakan tindakan radikal, ekstrem, dan anarkis agar pibakc lain yang diang- gap rival tidak berdaya. "° Komaruddin Hidayat, “Pluralitas Agama dalam Masyarakat Madani”, Prob- lema Komunikasi Antar-Umat Beragama, ed. Mursyid Ali, (Jakarta: Balithang Departemen Agama RI, 2000), him. 10. a 5 DIMENSI STUDI ISLAM KONTEMPORER sejati dan realitas semu menjadi tidak terhindarkan. Kesulitan ini pada gilirannya mewujudkan “penjungkirbalikan’, yaitu berbagai realitas semu dianggap sebagai realitas sejati.’! Dalam kondisi masyarakat yang plural dan multikultur dengan fasilitas teknologi yang melimpah, pemahaman ter- hadap agama dan keagamaan menjadi penting dilakukan se- cara tepat dan benar. Hal ini dikarenakan kepentingan sosial kemasyarakatan kerap kali bercampur aduk dengan agama sehingga sulit dibedakan mana wilayah agama dan mana pula wilayah “kepentingan historis kultural yang juga melekat di dalamnya. Karena itu, perspektif yang sahih dan proporsional ter- hadap agama dan fenomena keagamaan perlu diusahakan, sebab ketidaksahihan akan menyebabkan lahirnya pemaham- an bahwa seakan-akan agama seperti yang tecermin dalam bentuk pemahaman dan perilaku masyarakat yang meyakini- nya. Pada akhirnya, pemahaman demikian dapat menimbul- kan kegagalan dalam membaca diskursus antara agama dan keagamaan. Padahal, wilayah agama dan keagamaan jelas berbeda secara signifikan dan tidak seharusnya—juga tidak pada tempatnya disamakan, meskipun—dalam beberapa ka- sus—istilah agama juga bersifat meliputi (including) terha- dap makna keagamaan di samping maknanya sendiri. Hal ini " Memang spiritualitas dapat mengubah cara pandang (perspektif) terha- dap kehidupan. Namun demikian, jika spiritualitas itu berhenti pada titiknya~ sendiri, ia tidak akan dapat menyelesaikan berbagai masalah kehidupan. Oleh karena itu, spiritualitas membutuhkan lembaga, dan lembaga yang paling aman untuk mengawal jalannya transformasi spiritual itu adalah kerangka agama for- ‘mal dengan alasan, spiritualitas melalui agama akan lebih jelas arahnya karena metnilili dasar berpijalc yang jelas sehingga jalan untuk mencapai realitas sejati jelas dan mudah dilalui, Adapun spiritualitas di luar agama foymal, termasuke soft spiritual kaum sekuler, hanya bersifat karitatif dan pelipur lara yang kosong sehingga upaya mencapai realitas sejati jauh dari terwujud, Selain itu, karena sifatnya yang pelipur lara, capaian yang dapat diraih oleh soft spiritual ini hanya sebatas realitas semu. Periksa Darmanto ef.al., “Spiritualisme Indonesia; Kritik dan Pengakuan di Awal Abad’, Balairung, edisi 32/Tahun XV, 2000, hlm. 15. 6 ol Bab1 | Islam dalam Dinamika Studi Agama disebabkan oleh realitas epistemologis keduanya yang berbe- da. Agama bergerak pada wilayah normatif-doktrinal karena lahir dari nilai atau sumber ketuhanan, sementara keagamaan merupakan aktivitas pemaknaan dan implementasi dari aga- ma yang normatif-doktrinal tersebut ke dalam wilayah histo- ris kultural kondisional dari pemeluknya. Dalam kaitan ini, perlu dipahami dengan jelas perbe- daan antara penelitian agama (research on religion) dan pene- litian keagamaan (religious research). Penelitian agama lebih menekankan pada materi agama sehingga sasarannya adalah agama sebagai doktrin. Penelitian jenis ini mengarahkan akti- vitasnya pada doktrin atau teks agama yang note bene bersifat normatif. Meskipun begitu, penelitian ini tidak harus dilak- sanakan oleh pemeluk agama itu sendiri, melainkan dapat di- laksanakan oleh komunitas lain yang bukan pemeluk agama tersebut. Adapun penelitian keagamaan berusaha mengkaji aspek- aspek sosial dan budaya dari agama yang pada umumnya menggunakan perspektif ilmu-ilmu sosial. Penelitian ini, ori- entasinya lebih kepada agama sebagai sistem keagamaan (re- ligious system)'? dan memandang agama sebagai fakta sosial, yakni agama yang sudah mengejawantah dalam masyarakat dalam bentuk budaya agama. B, URGENSI DAN SIGNIFIKANSI STUDI ISLAM Dalam rangka memahami Islam, dapat dilakukan melalui dua metode. Pertama, mempelajari teks-teks suci Al-Qur’an yang merupakan himpunan dari ide dan output ilmiah dan literer yang dikenal dengan Islam. Kedua, mempelajari dina- mika historis yang menjadi perwujudan dari ide-ide Islam, "M, Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktik, (Yogya- arta: Pustaka pelajar, 1998), hlm. 35-36. DIMENSI STUDI ISLAM KONTEMPORER mulai dari permulaan diturunkannya misi Islam tersebut, ter- utama masa Nabi Muhammad SAW, hingga masa akhir-akhir ini. Masalahnya kemudian adalah, jika memang benar bah- wa penelitian itu bertujuan mencari kebenaran, bukankah agama (Islam) adalah kebenaran?'* Memang, penelitian di- Jakukan untuk mencari kebenaran, dan agama itu sendiri merupakan suatu kebenaran. Namun demikian, Islam yang telah mengalami proses dialogis dengan masyarakat, tidak dapat dihindarkan dari munculnya keragaman aktualisasi. Keragaman itu muncul karena persoalan ruang (space) dan waktu (time). Perbedaan ruang dan waktu, melahirkan perbe- daan pemahaman oleh masyarakat sesuai dengan setting yang mereka hadapi. Karena itu, bisa dimengerti bahwa Islam In- donesia berbeda dengan praktik Islam di Timur Tengah, baik pada tataran kognisi maupun pada tataran praksis sosial. Be- gitu pun Islam yang dipahami oleh generasi awal Islam, ber- beda dengan yang dipahami oleh generasi Abad Pertengahan maupun Abad Modern. Atas dasar itu, adalah sangat urgen diperolehnya pema- haman Islam secara utuh dan tidak distortif, dengan argu- mentasi bahwa realitas perbedaan di atas jika tidak didekati secara tepat akan menimbulkan pemahaman yang tidak tepat terhadap Islam sebagai agama yang memiliki bidimensionali- tas, yaitu dimensi normatif dan dimensi historis. Dalam kait- an ini, memahami ide-ide Islam yang ada dalam Al-Qur’an penting sekali untuk dilakukan, dengan argumentasi bahwa ide-ide dalam kitab suci tersebut merupakan fondasi norma- « 8 Masdar Hilmy dan Akh. Muzakki, Dinamika Baru Studi Islam, (Surabaya: Arkola, 2005), him. 20, 4 Taufik Abdullah, “ Kata Pengantar” dalam Metodologi Penelitian Agama, ed. ‘Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989), him. xi. 8 a Bab1 | Islam dalam Dinamika Studi Agama tif dari ajaran Islam.'® Al-Qur’an menegaskan landasan moral bagi gagasan dan praktik-praktik, seperti ekonomi, politik, dan sosial dalam kehidupan manusia Muslim. Meskipun Al- Qur'an meliputi ide-ide normatif Islam, teks-teksnya diturun- kan kepada Nabi Muhammad SAW tidak hanya dalam ben- tuk idenya semata, melainkan juga disampaikan secara verbal (verbally revealed).6 Dengan keberadaan Al-Qur’an yang meliputi ide moral normatif dan disampaikan dengan medium verbal, maka stu- di Islam menemukan momentum urgensi dan signifikansinya untuk selalu dilakukan dalam frame memahami Islam dengan mastery in context dengan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat pada masanya masing-masing. Pentingnya dila- kukan studi ekstensif terhadap ide-ide normatif Islam yang terhimpun dalam Al-Qur’an, agar diperoleh pemahaman nor- matif-doktrinal yang cukup terhadap sumber teks suci Islam dalam rangka menopang pemahaman yang kontekstual histo- ris sehingga diperoleh pandangan yang relatif utuh terhadap Islam dengan berbagai atributnya. Hal demikian dilakukan dalam rangka menghindari terjadinya proses distorsi, reduk- si, dan simplifikasi terhadap makna substantif Islam sekaligus menghindari kesalahan dalam mengambil kesimpulan ten- tangnya. Persoalan ini penting ditekankan, karena kegagalan dan kesalahan dalam mengambil kesimpulan tentang Islam terjadi pada beberapa kalangan ilmuwan Barat (orientalis). Kesalahan ilmuwan orientalis dalam memahami Islam atau masyarakat Muslim bukan terletak pada “perspektif tentang kebenaran” yang berbeda, tetapi lebih karena ketidaktahuan * Annimarie Schimmel, Islam: An Introduction, (Albany: State University of New York, 1992), hlm. 29, * Fazlur Rahman, Islam, (Chicago: The University of Chicago Press, 1981), him, 30-31, zx .. 9 DIMENSI STUDI ISLAM KONTEMPORER: dan ketidakakuratan dalam memahami masyarakat Muslim.” Di antara biang kerok penyebab ketidakakuratan itu adalah karena kurang diacunya teks-teks normatif Islam dalam ka- jian mereka. Pada sisi lain, untuk dapat menjelaskan motif-motif ke- sejarahan dalam normativitas Islam perlu dilakukan studi terhadap dinamika historis yang menjadi Jokus implementasi ide-ide Islam, terutama mulai dari permulaan diturunkannya Islam hingga masa akhir-akhir ini, baik di wilayah tempat lahirnya sampai dengan wilayah-wilayah lainya. Studi Islam historis ini penting dilakukan karena: pertama, sebagai ben- tuk pemenuhan terhadap motivasi imperatif agama untuk meneladani Rasul. Kedua, sebagai alat untuk menafsirkan dan memahami maksud teks suci Al-Qur’an. Ketiga, dalam rang- ka mengetahui proses dialogis antara normativitas Islam dan. nilai-nilai riil kesejarahan yang melingkupinya dalam prak- sis Islam di tengah masyarakat.'* Hal ini karena pada tataran historis empiris, agama ternyata juga “sarat” dengan berbagai “kepentingan” sosial yang rumit untuk dipisahkan.” Keempat, agar nilai perkembangan historis tersebut dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam rangka merekonstruksi disiplin- disiplin keilmuan Islam untuk kepentingan masa depan.”” C. DINAMIKA DAN PERKEMBANGAN STUDI ISLAM Secara etimologis, studi Islam disinonimkan dengan Js- lamic studies, dirasah Islamiyah, atau islamologi. Secara subs- Saiful Muzani, “Pembangunan dan Kebangkitan Islam Asia Tenggara’, Pem- bangunan dan Kebangkitan Islam Asia Tenggara, ed. Saiful Muzani, (Jakarta: LP3ES, 1993), him. 5. % '® Nouruzzaman Shiddigi, “Sejarah: Pisau Bedah Ilmu Keislaman’, Metodologi Penelitian Agama, ed. Taufik Abdullah dan M. Rusli karim, him, 71-72. ‘? Amin Abdullah, “Pengantar’, him. 2. % Pazlur Rahman, Islam dan Modernitas tentang Transformasi Intelektual. ‘Terj. Ahsin Mohammad, (Bandung: Pustaka, 1985), hlm. 181. 10 @ Bab1 | Islam dalam Dinamika Studi Agama tantif, studi Islam berbeda dengan semangat implementasi dari aktivitas keagamaan seperti majelis taldim, yang bersifat doktriner dan bertujuan meningkatkan pengamalan keaga- maan seseorang baik pada tataran kognitif maupun praktis, studi Islam atau islamologi “tidak bertanggung jawab” terha- dap keberagamaan individu, Islamologi mengkaji Islam hanya sebatas Islam sebagai ilmu pengetahuan. Dalam konteks ini, Islam dikaji bukan untuk dipraktikkan, tetapi dimotivasi oleh tuntutan profesionalisme untuk kepentingan penelitian atau kajian keislaman. Adapun kemudian muncul implikasi (efek) keagamaan merupakan suatu hal yang bisa terjadi, namun bu- kan atas kehendak formal yang menjadi tanggung jawab studi Islam. Karena itu, dapat dipahami sejumlah pakar islamolo- gi—terutama di dunia Barat—yang beragama bukan Islam. Dengan mengkaji sejarah peradaban Islam, ditemukan ragam model diseminasi dan internalisasi nilai keislaman me- lalui proses pengkajian yang berlaku di masyarakat muslim. Diseminasi dan internalisasi nilai keislaman melalui beragam pusat pembelajaran, seperti kuttab, masjid, observatorium, perpustakaan, madrasah, khanqah, pesantren hingga sekolah dan perguruan tinggi sebagaimana dikenal pada masa kini. Dalam perspektif Mahmud Yunus, pusat-pusat studi Is- lam Klasik dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu Mekkah dan Madinah di Hijaz, Bashrah dan Kufah di Irak, Damaskus dan Palestina di Syam, dan Fustat di Mesir. Kelompok Mekkah dipelopori oleh Mu’adz bin Jabal; Madi- nah oleh Abu Bakr al-Shiddig, Umar bin Khattab dan Uts- man bin ‘Affan; Bashrah oleh Abu Musa al-Asyaari dan Anas bin Malik; Kufah oleh Ali bin Abi Thalib dan Abd. Allah bin Mas‘ud; Damaskus oleh ‘Ubadah, dan Abu Darda’; dan Fustat oleh Abd, Allah bin ‘Amr bin Ash?! * tang Abd. Hakim dan Jaih Mubarak, Metodologi Studi Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), hlm. 9-10. DIMENSI STUDI ISLAM KONTEMPORER Penyelenggaraan studi Islam klasik telah ikut mewarnai dinamika masyarakat baik di dunia Islam sendiri maupun di Barat (Eropa). Di dunia Islam misalnya, pada saat Dinasti Ab- basiyah ketika dipimpin al-Ma’mun, kegiatan studi Islam de- ngan berpusat di Baghdad, dengan dikukuhkannya pendirian pusat pengembangan ilmu pengetahuan bernama bayt al- Hikmah dengan dua fungsi pokok, yaitu sebagai perpustakaan dan sebagai lembaga pendidikan dan penerjemahan karya Yunani Kuno ke dalam bahasa Arab. Sementara itu, di Eropa, didirikan pusat kebudayaan yang berfungsi sama dengan bayt al-Hikmah yaitu Universitas Cordoba yang didirikan oleh Di- nasti Umayyah di Spanyol yang saat itu dipimpin oleh ‘Abd. Rahman IIL” Pada sisi lain, munculnya studi Islam sebagai suatu kajian akademis, tidak bisa dipisahkan oleh semangat orang Barat untuk mengetahui perihal kehidupan orang Timur dalam berbagai aspeknya. Mereka melakukan penelitian terhadap berbagai aspek kehidupan orang Timur mulai dari agama, sosial, budaya, ekonomi dan politik, yang kemudian dikenal dengan istilah orientalisme. Terlepas dari tujuan dan motivasi yang melatari dilaku- kannya berbagai pengkajian terhadap beragam aspek masya- rakat Timur, studi Islam—hal yang tidak bisa dielakkan— telah ikut terdorong menjadi bagian yang perlu dikaji secara ilmiah agar mencapai pemahaman yang relatif valid terhadap kehidupan masyarakat Timur.* Mesti diakui bahwa pertumbuhan studi Islam melalui wahana dan tradisi akademis tidak terlepas dari kontribusi para ilmuwan Barat, meskipun bukan berarti di luar mereka ‘ 2 Ibid,, him. 10 ® Hal demikian karena Islam telah menjadi bagian dari kehidupan masyara- kat Timur sehingga dalam usaha memabami kehidupan mereka mesti dilakukan juga pengkajian terhadap keyakinan agamanya, LB a Bab1 | Islam dalam Dinamika Studi Agama identifikasinya rendah. Tingginya kontribusi ilmuwan Barat dalam aktualisasi akademis-intelektualnya, karena didukung oleh beberapa hal sebagai berikut:* Mereka didukung oleh infrastruktur riset yang lebih baik, baik secara finansial maupun institusional. Mereka terkondisi dalam tradisi riset yang baik dan benar. Pada umumnya, mereka memiliki kemampuan teoretis- metodologis yang baik, dikarenakan mereka dibekali de- ngan ilmu-ilmu sosial yang baik pula. Mereka memiliki referensi yang lebih sehingga dapat di- jadikan bahan komparasi untuk kasus yang diteliti. Mereka lebih terbuka—bahkan lebih berani—dalam me- lakukan penelitian hingga sampai pada suatu kesimpulan, dalam mana keterbukaan itu terjadi karena tiadanya be- lenggu—baik ideologis maupun politis—untuk melaku- kan riset. Studi Islam secara akademis (islamologi) menemukan momentum pemantapannya sejak 1950-an, dalam mana saat itu mulai ditawarkan studi Islam di universitas bergengsi di Amerika Serikat, seperti Harvard University, University of California Los Angeles (UCLA), dan lainnya, sekalipun stu- di agama secara umum masih dianggap sebagai “anak tiri” (stepchild).* Studi Islam saat itu tidak mempertanyakan ke- sahihan teks Al-Qur'an, melainkan bergerak mengkaji kete- patan interpretasi terhadap ayat-ayat Al-Qur'an, termasuk mengkritisi, mengembangkan, mempertanyakan_validitas, dan memperbarui teori-teori yang digagas oleh mufassirin. Karena itu, yang dikaji secara akademis adalah pemikiran ulama terdahulu dalam memahami Islam dengan segala latar * Hilmy, Dinamika Baru Studi Islam, hlm. 31-32. * Robert N. Bellah, “Preface’, Beyond Belief, (New York: Harper and Row Pub- lishers, 1970), hlm IX. DIMENSI STUDI ISLAM KONTEMPORER belakangnya. Istilah Islamic studies sendiri secara akademis mulai ter- distribusi secara meluas melalui penggunaan Islam sebagai se- buah spesifikasi utama jurnal profesional dan jurusan dalam lembaga-lembaga akademik.* Dalam pandangan Faisal Is- mail, terdapat dua variasi untuk menempatkan Islam dalam hubungannya dengan suatu kajian. Secara organisatoris, di sebagian besar universitas, Islam kerap menjadi unsur dari studi kawasan (area studies), seperti di Department of Middle Eastern Studies atau di Department of Near Eastern Studies. Meskipun demikian ada juga yang menempatkan Islam seba- gai kajian dalam satu departemen khusus, yaitu Islamic stud- ies?” Universitas yang memosisikan Islam sebagai bagian dari area studies dapat ditemukan dihampir setiap universitas di Amerika Serikat dengan spesifikasi dan spesialisasi masing- masing.”* Meski dengan tekanan spesifikasi yang berbeda, stu- 25 John L. Esposito, “Islamic Studies’, The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World Vol. 2, (Oxford-New York: Oxford University Press, 1995), hlm. 332, Hal demikian dibuktikan dengan kenyataan bahwa studi Islam di pergu- Tuan tinggi-perguruan tinggi di Barat telah menjadi unsur penting dan terkait dengan program akademis mereka. Mata kuliah keislaman yang ditawarkan meliputi berbagai lapangan kajian dengan menempatkan Islam sebagai episen- trumnya. ® Faisal Ismail, “Studi Islam di Barat: Fenomena menarik’, Pengalaman Be- lajar Islam di Kanada, ed, Yudian Wahyudi Asmin, (Yogyakarta: Permika dan Titian Ilahi Press, 1997), him. 35. ? > Di Chicago University, studi Islam banyak ditekankan pada bidang bahasa Arab, naskah klasik, bahasa-bahasa Islam non-Arab dan pemikiran Islam (teru- tama sejak Fazlur Rahman mengajar di universitas tersebut); Di Columbia Uni- versity, studi Islam lebih diarahkan pada kajian sejarah; Princeton University lebih diorientasikan pada kajian scjarah dan Peradaban Islam; dan di UCLA studi Islam dikategorikan pada empat kelompok: (1) doktrin gan sejarah Islam termasuk history of Islamic Thought; (2) bahasa Arab dan teks-teks klasik tentang, sejarah, hukum, dan lainnya; (3) bahasa-bahasa non-Arab yang dipandang telah ikut melahirkan kebudayaan Islam, seperti bahasa Turki, Urdu, dan Persia; dan (4) ilmu-ilmu sosial, sejarah, sosiologi, antropologi, dan sebagainya. Periksa Is- mail, “Studi Islam di Barat’, hlm. 35-36. Lihat juga Mudzhar, Pendekatan Studi 14 oO Bab1 | Islam dalam Dinamika Studi Agama di Islam di beberapa perguruan tinggi di Amerika Serikat me- miliki kesamaan, yaitu pada umumnya tensi kajian dilakukan terhadap bidang-bidang, seperti sejarah Islam, bahasa-bahasa Islam non-Arab, sastra, dan ilmu-ilmu sosial.”” Tendensi menempatkan studi Islam sebagai elemen studi Kawasan (area studies) juga terjadi di Australia. Misalnya, di Australian National University (ANU), menempatkan kajian Islam di Fakultas Asian Studies. Kontribusi yang dipersem- bahkan universitas-universitas di Australia terhadap studi Islam adalah pengkajian Islam dari sisi historisnya dan tidak dari sisi normativitasnya. Islam yang diteliti di kawasan ini adalah Islam yang mewujud dalam kehidupan, Islam sebagai- mana dipraktikkan oleh pemeluknya. ” Adapun universitas yang menempatkan Islam pada suatu departemen khusus adalah McGill University, Kanada, me- lalui lembaga akademis Institute of Islamic Studies. Pada awal- nya, program studi keislaman merupakan bagian dari studi— studi yang ditawarkan di Department of Religious Studies, yang kemudian bermetamorfosis menjadi lembaga tersendiri di bawah kepemimpinan Wilfred Cantwell Smith. Pendirian Institute of Islamic Studies di McGill University dilakukan untuk kepentingan ilmiah: pertama, untuk menekuni kajian budaya dan peradaban Islam dari zaman Nabi Muhammad hingga masa kontemporer. Kedua, untuk memahami ajaran Islam, him. 24-25. * Abd, Hakim dan Mubarok, Metodologi Studi Islam, hlm. 12; lihat juga Mudzhar, Pendekatan Studi Islam, him. 25. *° Untuk kepentingan tersebut, wacana Islam di Australia dikategorikan pada dua bagian besar, yaitu: (1) wacana Islam yang ditelusuri dari first hand resources melalui kegiatan fieldwork di kawasan yang diteliti, seperti di Malaysia dan di Indonesia; (2) wacana Islam yang diperoleh dari pengalaman keberagamaan (keislaman) masyarakat Muslim di kawasan tertentu yang diwujudkan dalam bentuk karya tulis mereka maupun dalam bentuk praktik kehidupan mereka. Hilmy, Dinamika Baru, him. 34-35. DIMENSI STUDI ISLAM KONTEMPORER Islam dan masyarakat Muslim di berbagai penjuru dunia. * Atas dasar itu, karakteristik kajian Islam yang dikembang- kan di McGill, yaitu: pertama, kajian Islam yang dikembang- kan di McGill University secara teoretis tidak stabil, karena kajian Islam bukan merupakan bagian dari departemen apa pun. Di sini, Islam dipelajari dalam rangka belajar Islam bu- kan dalam rangka belajar sosiologi misalnya. Karena tidak didekati dengan satu disiplin ilmu tertentu, maka kajian keis- lamannya menjadi tidak terdefinisikan secara ketat, schingga berimplikasi pada ketiadaan teori yang mendasarinya, terma- suk paradigma dan metodologi yang baku. Kedua, kajian keislaman ala McGill University lebih banyak dititiktekankan pada sisi ajaran sehingga kajiannya sangat tekstual. D. TENDENSI DAN KARAKTERISTIK STUDI ISLAM DI BARAT Secara umum, kajian Islam di Barat, menggunakan pen- dekatan berikut ini: 2 1, Menggunakan metode-metode ilmu yang masuk dalam kelompok humanities, seperti filsafat, filologi, dan sejarah. 2. Menggunakan metode dalam disiplin ilmu teologi, studi Bibel dan sejarah gereja, dalam mengkaji Islam. Tipe ini biasanya digunakan oleh para orientalis calon misionaris. * Iskandar Arnel, “Pesantren Ala McGill, Pengalaman Belajar Islam di Kana da, ed. Yudian W. Asmin, hm. 45. ® Wacana yang banyak menjadi bahan kajian adalah teks-teks kitab, baik kla- sik maupun kontemporer, schingga sebagai akibat orientasi teks yang berlebi- han, dimensi konteks menjadi terabaikan. Padahal mengetahui konteks sangat- Jah penting dan untuk mengkaji suatu konteks, back up dengan menggunakan ilmu-ilmu bantu, seperti antropologi, sosiologi, dan filsafat herrgeneutika, Timu- ilmu ini tidak dipelajari di Institute of Islamic Studies McGill, dan untuk mem- perolehnya, mahasiswa harus belajar secara mandiri. Di McGill University, tidak dikenal sistem mata kulizh mayor dan minor. Semua mata kuliah diperlakukan dalam posisi yang sama. Periksa Fuad Jabali, “Mengapa ke Barat’, Pengalaman Belajar Islam di Kanada, ed Yudian W. Asmin, him. 28-30, 16 i Bab1 | Islam dalam Dinamika Studi Agama 3. Menggunakan metodologi ilmu-ilmu sosial, seperti an- tropologi, sosiologi, dan ilmu politik. Menggunakan pendekatan yang dilakukan di jurusan-ju- rusan, pusat-pusat, atau hanya committee untuk area stu- dies. Pada dua dekade terakhir terdapat tendensi baru pada ka- jian Islam di Barat yang menarik untuk dikaji. Secara umum, kajian Islam di Barat sebelum dekade 1970-an diwarnai oleh sikap “curiga” yang tinggi terhadap Islam.** Namun dalam dua dekade terakhir, terlihat “arus balik” tendensi kajian Islam di Barat yang mulai “melunak’. Terdapat semacam simpati—ka- lau bukan sikap protagonis—untuk melihat Islam lebih akade- mis, dalam mana perspektif akademis inilah yang belakangan mengubah image orientalis terhadap Islam. Motivasi mengkaji Islam “tanpa prasangka negatif” di ka- langan orientalis, terutama muncul dari keinginan universal , “Mengembangkan Struktur Kefakultasan IAIN’, Problem dan Prospek IAIN Antologi Pendidikan Tinggi Islam, ed, Komaruddin Hidayat dan Hendro Prasetyo, (Jakarta: Departemen Agama, 2000), hlm, 23-24. * Indikator ini terlihat dari karya intelektual para orientalis yang kebanyakan menyudutkan Islam atau memperlihatkan sikap anti-Islam. Karya orientalis, seperti Ignaz Goldziher, WM. Watt, Hamilton AR. Gibb, dan Richard Bell me- mang terkesan negatif terhadap Islam. Periksa M. Amien Rais, Cakrawala Islam (Bandung: Mizan, 1991), hlm. 238. * Dengan kenyataan demikian, lahirlah tipologi orientalis. Fazlur Rahman membagi orientalis dalam dua kelompok, yaitu: (1) orientalis missionaris; (2) orientalis akademis. Sementara Koren dan Y.D. Nevo mengklasifikasi orienta- lis sebagai: (1) orientalis tradisionalis, yaitu orientalis yang mengkaji Islam apa adanya. Misalnya, jika tentang Al-Qur'an mereka meyakini Al-Qur’an apa ada- nya, tidak mempertanyakan bagaimana cara pengumpulannya, tidak memper- tanyakan ada tidaknya unsur politik atau kepentingan kelompok dalam penye- ragamannya; dan (2) orientalis revisionis merupakan orientalis yang tidak melihat Islam apa adanya. Jika dikaitkan dengan Al-Quran atau Hadis mereka mempertanyakan otentisitasnya, mempertanyakan sejauh mana keterlibatan kepentingan politis dalam penyusunan, ‘penerimaan, dan penyeragamannya. Bahasan lebih detail periksa Khoirudin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yog- yakarta: Accademia-Tazzafa, 2007), hlm. 66-68. DIMENSI STUDI ISLAM KONTEMPORER akan pentingnya sikap dialogis di kalangan agama-agama be- sar di dunia. Kebutuhan saling memahami inilah yang men- jadi acuan untuk membangun “mimpi” sebuah peradaban mondial yang damai, harmoni, kebersamaan, dan sikap saling percaya yang didasari oleh nilai-nilai spiritualitas makro ka- langan agama-agama anak turun Ibrahim (Abrahamic reli- gion). *© Terdapat beberapa hipotesis, yang mendukung tendensi terjadinya perubahan ke arah yang lebih positif dalam meng- kaji Islam dari kalangan orientalis, yaitu: 1, Didirikannya pusat-pusat kajian Islam yang dimotori oleh para orientalis di sejumlah perguruan tinggi terkemuka di Barat, seperti Amerika, Kanada, Perancis, Belanda, Jer- man, Inggris dan Australia dengan tujuan untuk melihat Islam dari dekat, Islam yang dipraktikkan oleh umat Is- lam sendiri. 2. Pandangan yang bersifat membantah dan merevisi (coun- ter attack) yang dilontarkan kalangan orientalis terhadap para pendahulunya dalam bentuk usaha meluruskan per- spektif yang dianggapnya keliru tentang Islam.” °* Perubahan visi kajian keislaman di kalangan orientalis tersebut bukan tan- pa alasan, Salah satu Konsiderasi fundamentalnya adalah karena mereka sudah menemui jalan buntu dalam memahami Islam secara antagonis-peyoratif meng- ingat konsekuensi pemahaman tersebut justru merugikan pada pihaknya. Ada- nya serangkaian insiden pengeboman dan munculnya terorisme yang diduga dimotori oleh kalangan Islam militan telah membuat pihak Barat berpikir ulang dalam mendekati Islam, Mereka mencoba menggunakan pendekatan yang lebih rasional dan akademis dengan harapan dapat membangun saling pengertian dan menghindari pola hubungan yang penuh curiga. Dengan kata lain, adanya tragedi pengeboman telah membuka mata banyak orang Barat tentang Islam dan tanpa disadari telah mengundang rasa keingintahuan mereka atas Islam dan ajarannya. Periksa Alwi Shihab, Membedah Islam di Barat: Ménepis Tudingan Meluruskan Kesalahpahaman, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), him. 8-9, * Contoh paling nyata adalah Issa J. Boullata—profesor tafsir kenamaan di McGill University—yang berusaha meluruskan pandangan orientalis yang me- 18 i Bab1 | Islam dalam Dinamika Studi Agama 3. Diatas itu semua, adanya motivasi filosofis-teologis yang ditandai oleh lahirnya semangat perenial yang tumbuh di kalangan orientalis untuk mencari “kesamaan benang merah teologis”. Semangat filosofis ini meniscayakan ada- nya kebenaran abadi yang bersifat humanis, universal, dan inklusif di kalangan agama-agama tersebut.* Tendensi apresiasi positif tersebut, belakangan ini sema- kin menguat di kalangan orientalis. Demi menghormati nilai sakral dan objektivitas religius, mereka pun lantas menerap- kan sejumlah metodologi penelitian modern terhadap Al- Qur'an, seperti filologi, semantik, hermeneutika, dan seb- againya.” nyudutkan Islam, Al-Qur'an, dan Muhammad, seperti “Islam adalah agama Mu- hammad’, “Islam adalah heresy agama Kristen dan Yahudi’, “Al-Qur'an adalah Kata-kata Muhammad’, dan sebagainya. Ungkapan tersebut sangat populer dalam karya Arthur Jeffery. Dalam karyanya, The Qurlan as Scripture, Jeffery mengatakan bahwa Islam adalah agama Muhammad, dengan alasan: (1) karena dilihat dari perkembangan sejarahnya, bahasa Al-Qur’an—yang disinyalir Jef- fery sebagai karya literatur Muhammad—mengalami perkembangan seiring dengan penahapan turunaya Al-Qur'an; (2) Jeffery dalam karyanya yang lain, The Foreign Vocabulary of The Quran, menuduh Muhammad banyak “memin- jam” kosakata bahasa Semit untuk memperkaya khazanah Al-Qur’an yang pada saat itu banyak digunakan oleh umat lain di sekelilingnya. Pandangan di atas dibantah oleh Boullata dengan mengungkapkan asumsi bahwa bahasa-bahasa non-Arab ketika Muhammad hidup merupakan bahasa komunikasi populer yang digunakan oleh khalayak. Dia (Boullata) menganggap digunakannya ko- sakata asing dalam Al-Qur’an merupakan suatu hal wajar. ® Artinya, truth claims tidak lagi sebagai barometer dalam kajian agama- agama, yang lebih ditekankan adalah pencarian “pesan perenial” monoteistik yang menjadi karakteristile menonjol dari Abrahamic religion. Pesan perenial itt dikaji intensif oleh orientalis dengan dibekali oleh semangat saling respek untuk menggapai kalimat sawa’ (common platform). » Seperti tampak dalam karya Stefan Wild, “We Have Sent Down to Thee the Book with the Truth: Spatial and Temporal Implication of ‘The Qur'anic Con- cept of Nuzul, Tanzil and Inzal’, The Quran as Text, ed. Stefan Wild, (Leiden: EJ. Brill, 1996), him. 137-153. Juga tampak pada karya Wilfred Cantwell Smith, What is Scripture: A Comparative Approach (Minneapolis: Minneapolis, 1993) serta berbagai karya orientalis lainnya. Periksa Abd. Moqsith Ghazali, Luthfi As- syaukanie, Ulil Abshar Abdalla, Metodologi Studi Al-Quran, (Jakarta: Gramedia a 19 DIMENSI STUDI ISLAM KONTEMPORER Menguatnya pemikiran dan sikap bersahabat kalangan orientalis tersebut telah menimbulkan kesan simpatik, saleh- alim, pro-Islam pada benak dan alam sadar kaum Muslim. Kondisi demikian, menyebabkan kalangan Islam juga bersa- habat terhadap—bahkan sangat menghormatinya—sehingga mereka oleh kalangan yang pernah belajar Islam di universi- tas-universitas Barat, diakui otoritas dan kredibilitas akade- misnya sehingga sangat dihormati dan wibawa keilmuannya dijunjung tinggi, bahkan mereka diberi label sebagai “kiai” yaitu “kiai bule’“” Kondusivitas tersebut telah berimplikasi pada terbentuknya opini bahwa belajar Islam di Barat meru- pakan suatu kewajaran demi tuntutan profesionalisme, dan mereka yang alumni studi Islam di Barat tidak lagi dipandang sebagai corong orientalis yang akan membahayakan Islam, tetapi justru malah dipandang memiliki keunggulan dalam hal bahasa dan kemampuan metodologi keilmuan yang lebih mumpuni. E. TENDENSI DAN KARAKTERISTIK STUDI ISLAM DI DUNIA ISLAM Di beberapa negeri Muslim, studi Islam diselenggara- kan pada berbagai fakultas, seperti Fakultas Syariah, Fakultas Dakwah, Fakultas Ushuluddin, Fakultas Adab, dan Fakultas Tarbiyah dan pascasarjana. Di Saudi Arabia, terdapat Umm al-Qura University, King Abdul Azis University, dan Islamic University of Muhammad ibn Saud. Studi Islam dipelajari secara intensif di universitas- universitas tersebut, meliputi bahasa dan sastra Arab, tafsir, Hadis, tarbiyah, syariah, dan ushuluddin. Kajian Islam di uni- versitas di Arab Saudi kentara sekali bernuansa Wahabisme, Pustaka Utama, 2009), him. 54-77. ® Sumanto Al-Qurtuby, dkk., Bergurt: ke Kiai Bule: Serba-Serbi Kehidupan Santri di Barat, (Jakarta: Noura Books, 2012), hlm. 37-38. 20 | Bab1 | Islam dalam Dinamika Studi Agama yang menjadi anutan pemerintah Kerajaan Saudi Arabia. M. Atho Mudzhar mencatat bahwa di Iran terdapat dua universitas besar yang melakukan kajian Islam, yaitu Univer- sitas Teheran dan Universitas Imam Shadiq. Di Teheran Uni- versity, studi Islam diselenggarakan dalam satu fakultas yaitu kulliyat al Ilahiyat (Fakultas Agama), sedangkan di Universi- tas Imam Shadiq diselenggarakan secara terintegrasi dengan ilmu umum. Di India juga ada dua universitas yang melakukan kaji- an Islam, Aligarh University dan Jamia Millia Islamia. Di Aligarh, studi Islam diklasifikasikan pada dua bagian, yaitu: pertama, studi Islam dalam kerangka doktrin ditempatkan di Fakultas Ushuluddin dengan dua jurusan: mazhab ahl-Sun- nah dan mazhab Syi’ah. Kedua, studi Islam dalam kerangka sejarah di Fakultas Humaniora Jurusan Islamic Studies yang posisinya sejajar dengan jurusan lainnya. Adapun di Jamia Millia Islamia, studi Islam berada di Fakultas Humaniora ber- sama dengan Arabian Studies, Persian Studies, dan Political Studies.’ Pada sisi lain, variasi studi Islam juga terjadi di negara Islam lainnya, seperti Syiria, Malaysia, Mesir, dan Indonesia. Di Damaskus University, Syiria, studi Islam ditempatkan pada kulliyat al-Syariah (Fakultas Syari’ah) yang meliputi program studi Ushuluddin, tasawuf, tafsir, dan sebagainya. Adapun di Universitas Islam Internasional Malaysia, studi Islam di- tempatkan di Fakultas Ilmu Kewahyuan dan Warisan Islam (Haculty of Revealed Knowledge and Human Sciences). Studi Islam yang berkaitan dengan subjek tertentu juga dilakukan di fakultas lainnya, seperti Fakultas Ekonomi dan Manaje- men yang menyelenggarakan studi Islam, seperti fikih eko- nomi, pemikiran ekonomi Islam, sistem finansial Islam, dan “ Mudzhar, Pendekatan Studi Islam, him. 27. i * 21

You might also like