You are on page 1of 49
PAJAK PENGHASILAN Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perpajakan I KELOMPOK 1 1, ANNISA SYAQBANIA. (01031282025051) 2. AMELIA NURSAFITRI (0103182025034) 3. DEAANANDA AZALIAH (0103182025002) 4, EVIAGUSTIN (01031282025090) 5. GHINA DURROTUL HIKMAH AFRIZAL, (01031282025080) 6. MELITA UTAMI (0103182025017) 7. NADIA SAFA SALSABILA. (0103182025029) 8. NIA PRATAMA (0103182025036) 9. RA DINDA JULIYANTI HM (01031282025132) 10. RIZKIAM IA (01031282025049) DOSEN PENGAMPU MEITA RAHMAWATI, S.E., M.ACt PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SRIWIJAYA TAHUN AJARAN 2021/2022 KATA PENGANTAR Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah kami yang berjudul “Pajak Penghasilan” ini dapat terselesaikan tanpa adanya halangan. Kami mengucapkan terima kasih terhadap Meita Rahmawati, S.E., M.Acc., Ak selaku dosen pengampu mata kuliah Perpajakan | kelas B atas dedikasi dan bimbingannya selama kami belajar. Makalah ini kami buat sebagai wujud partisipasi kami dalam memberikan edukasi dan pengajaran di bidang Perpajakan, khususnya Pajak Penghasilan, Dalam penyusunan makalah ini, kami mengambil beberapa referensi yang berasal dari buku, jurnal serta internet, karena itu jika terdapat kesalahan dalam penyusunan dan penulisan, kami memohon maaf dan diharapkan kiranya kritik dan saran untuk pengembangan makalah ini, Kami mengharapkan, semoga makalah ini bermanfaat bagi pemakainya Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Palembang, 26 Oktober 2021 Kelompok 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. DAFTAR I BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masala. 2 1.3 Tujuan Pembahasan 2 BABII LANDASAN TEOR! 3 2.1 Pengertian Pajak 3 2.2 Pengertian Wajib Pajak 5 2.3. Fungsi Pajak 5 2.4 Dasar Pengenaan Pajak 6 2.5 Pengertian Pajak Penghasilan 8 2.6 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) 21 8 2.7 Jenis:jenis Pajak 9 BABII PEMBAHASAN, u 3.1 Pengertian PPh secara Umum. 11 3.2 Dasar Hukum PPh. n 3.3. Subjek dan Bukan Subjek Pajak 13 3.4 Objek dan Bukan Objek Pajak 7 3.5 Dasar Perhitungan Pajak dan Tarif, 2 3.6 Angsuran Pasal 25/29...... s 28 3.7 Mekanisme Perhitungan Pajak Penghasilan Orang Pribadi 32 3.8 Perhitungan PPh wajib pajak orang pribadi. 35 3.9 Perhitungan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan. 37 3.10 Cara Menghitung PPh Orang Pribadi Non Usahawan. 2 BABIV PENUTUP. “4 4.1 Kesimputan, 44 4.2 Saran. 44 DAFTAR PUSTAKA.. BABI PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Pajak secara umum adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk Keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber pencrimaan dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan, Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan. Sumber penerimaan negara dari sektor pajak ada banyak macam, Salah satunya adalah pajak penghasilan badan (PPh badan), yaitu pajak penghasilan yang dikenakan kepada sebuah badan usaha atas penghasilan atau laba usahanya baik dari dalam negeri maupun pendapatan luar negeri, Salah satu kewajiban wajib pajak Khususnya wajib pajak badan adalah membuat pembukuan sebagai suatu proses yang dilakukan secara teratur untuk menyusun suatu laporan keuangan (Sondakh, 2015:358). Berbicara mengenai laporan keuangan, dalam penyusunannya perusahaan mengikuti suatu prinsip akuntansi yang berlaku umum yaitu Standar Akuntansi Keuangan. Laporan keuangan yang disusun berdasarkan SAK tersebut dikenal dengan istilah laporan keuangan komersial. Sedangkan perusahaan sebagai wajib pajak badan dalam memenuhi pelaporan pajaknya, laporan keuangan harus disusun berdasarkan Peraturan Perpajakan (UU PPh). Dengan demikian, yang perlu dilakukan Wajib Pajak badan untuk menghitung pajak penghasilannya adalah membuat laporan keuangan Standar Akuntansi Keuangan, kemudian melakukan Koreksi tethadap penghasilan dan biaya. Koreksi fiskal tersebut dapat menyebabkan laba kena pajak berkurang (Koreksi negatif) atau laba laba kena pajak bertambah (koreksi positf) 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari Pajak Penghasilan ? 2, Apa saja Dasar Hukum Pajak Penghasilan ? 3. Apa saja yang termasuk subjek dan bukan subjek pajak ? 4, Apa saja yang termasuk objek dan bukan objek pajak ? 5. Bagaimana dasar perhitungan dan tarif pajak ? 6. Apa yang dimaksud dengan Angsuran pasal 25/29 ? 7. Bagaimana mekanisme perhitungan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi ? 8. Bagaimana cara menghitung PPh Wajib Pajak Orang Pribadi ? 9. Bagaimana cara menghitung PPh Wajib Pajak Orang Pribadi non usahawan ? 10, Bagaimana cara menghitung PPh Wajib Pajak Orang Pribadi usahawan ? 1.3 Tujuan Pembahasan 1. Untuk mengetahui dan memahami mengenai Pengertian dari Pajak Penghasilan. 2. Untuk mengetahui dan memahami mengenai Dasar hukum pajak penghasilan 3. Untuk mengetahui dan memahami apa saja yang termasuk Subjek dan bukan subjek pajak 4, Untuk mengetahui dan memahami apa saja yang termasuk Objek dan bukan objek pajak 5. Untuk mengetahui dan memahami Dasar perhitungan dan tarif pajak 6. Untuk memahami dan mengetahui mengenai Angsuran pasal 25/29 7. Untuk mengetahui dan memahami mengenai Mekanisme perhitungan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi 8. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana Cara menghitung PPh Wajib Pajak Orang Pribadi, 9, Untuk mengetahui dan memahami bagaimana Cara menghitung PPh Wajib Pajak Orang Pribadi non usahawan 10. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana Cara menghitung PPh Wajib Pajak Orang Pribadi usahawan, BABII LANDASAN TEORIT 21 Pengertian Pajak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat_ memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, Ada beberapa definisi pajak yang dirumuskan oleh beberapa abli dalam bidang keuangan negara (public finance), ekonomi dan hukum, Beberapa definisi pajak menurut beberapa abli, antara lain: 1. CF. Bastable menyatakan bahwa pajak adalah : a compulsory contribution of the wealth of a person or body of a person for the service of the public powers. 2. H.C. Adams (1851-1921) Mendefinisikan Pajak sebagai a contribution from citizen to the support ot the state 3. Edwin Robert Anderson Seligman (1861-1939) Merumuskan Pajak sebagai a compulsory contribution from the person to the government to defray the expenses incurred in the common interest of all without reference to special benefits conferred 4, Prof. DR.P.J.A. Andriani Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung yang dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan, 5. Prof. DR. Rochmat Soemitro, SH Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik tegen prestasi, yang langsung dapat ditunjukkan dan untuk membiayai pengeluaran umum, 6. Ray M Sommerfeld Any nonpenal yet compulsory transfer of resources from the private to the public sector, levied on the basis of predetermined criteria and without receipt of a specific benefit of equal value, in order to accomplish some of a nations’ economic and social objective 7. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra Prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” 8, Menurut P. J. A. Andriani dalam bukunya Waluyo, (2009 : 2) “Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayamya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung —tugas.-- Negara untuk ‘menyelenggarakan pemerintahan.” Dari berbagai_definisi di atas terdapat persamaan pandangan atau prinsip mengenai pajak. Perbedaan mengenai definisi tersebut hanya pada penggunaan gaya bahasa atau kalimatnya saja. 2.2 Pengertian Wajib Pajak Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 2 mendefinisikan Wajib Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan perpajakan. Orang Pribadi merupakan Subjek Pajak yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia, Menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007 (2007:3), Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan bahwa: “Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi koperasi, dana pensiun, 11 persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi si ial politik, atau organi si lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.” 2.3 Fungsi Pajak Berbagai fungsi pajak dapat dijelaskan pada uraian dibawah ini yaitu: 1, Fungsi Anggaran (Budgetair) Sebagai sumber pendapatan negara, pajak —berfungsi untuk —_ membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin, Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak 2. Fungsi Mengatur (Regulerend) Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan, Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri 3. Fungsi Stabilitas Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien, 4, Fungsi Redistribusi Pendapatan Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan schingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhimya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. 2.4 Dasar Pengenaan Pajak Berdasarkan Buku PPh Pajak penghasilan, Tarif pajak dikenakan terhadap Dasar Pengenaan Pajak sebagai berikut Yang dipotong Dasar pengenaan pajak Pegawai tetap Penghasilan Kena Pajak = jumlah seluruh penghasilan bruto setelah_—dikurangi dengan: a biaya jabatan, sebesar 5% dari penghasilan’ bruto, setinggi-tingginya Rp 500.000,00 sebulan atau Rp 6.000,000,00 setahun; b. iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau_—_-badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, Dikurangi PTKP Penerima Pensiun Berkala Penghasilan Kena Pajak = seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun, sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 200.000,00 sebulan atau Rp 2.400,000,00 setahun. Dikurangi PTKP Pegawai tidak ~—tetap-~=—=yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp. 2.025.000 Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan bruto Dikurangi PTKP. Pegawai tidak tetap yang menerima upah arian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang. diterima dalam 1 bulan kalender belum melebihi Rp 2.025.000 Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan bruto dikurangi Rp 200.000 Pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp 2.025.000 belum melebihi Rp 7.000.000 Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan bruto dikurangi PTKP sebenarnya (PTKP yang sebenarnya adalah adalah sebesar PTKP untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya.) Pegawai tidak tetap yang menerima upah arian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang. diterima dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp 7.000.000 Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan bruto dikurangi PTKP Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan Penghasilan Kena Pajak = 50% dari jumlah penghasilan bruto Dikurangi PTKP perbulan Bukan pegawai yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan Bukan pegawai yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan Selain di atas Jumlah penghasilan bruto 2.5 Pengertian Pajak Penghasilan Menurut Undang-undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 1 ayat 1 adalah Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari Iuar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Pajak Penghasilan merupakan Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam 12 Tahun Pajak. Dalam definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa ada 2 (dua) kondisi yang harus dipenuhi yaitu terpenuhi syarat sebagai Subjek Pajak (syarat objektif) dan Objek Pajak (syarat subjektif). 2.6 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) 21 1. Pengertian pajak penghasilan (PPh) 21 Pajak Penghasilan (PPh) 21 adalah Pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri. Pada PPh Pasal 21 ini menggunakan istilah “pemotongan”. Istilah ini digunakan untuk menunjukkan objek yang dikenakan pemotongan yanitu penghasilan bruto yang dibayar oleh pemberi kerja tidak utuh, tetapi setelah dipotong PPh 21. Ketentuan ini mengatur tentang pembayaran pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak. Terhadap Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong dan disetorkan oleh pemberi kerja atas penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan pekerjaan dari satu pemberi kerja merupakan pelunasan pajak yang terutang untuk ‘Tahun Pajak yang bersangkutan, schingga pada akhir Tahun Pajak, pegawai tersebut tidak diwajibkan menyampaikan SPT Tahunan, (Rismawati, 2012-97). 2. Wajib pajak Penghasilan pasal 21 Yang termasuk Wajib Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebagai berikutl6: a) Pegawai atau karyawan b) Penerima uang pesangon, uang manfaat pensiun, Tunjangan Hari Tua, Jaminan Hari Tua, termasuk ahli warisnya ©) Bukan pegawai yang menerima penghasilan atas pekerjaan, jasa, kegiatan yang sifatnya berkesinambungan, seperti: arsitek, dokter, pengajar, penasehat, peneliti, bintang iklan, pelatih, dan lain-lain, d) Peserta kegiatan yang menerima penghasilan atas keikutsertaanya dalam suatu kegiatan, meliputi: peserta perlombaan, peserta rapat dan kunjungan kerja, anggota panitia, peserta pelatihan, maupun peserta kegiatan lainnya. 2.7 Jenis-jenis Pajak Terdapat bebagai jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga yang dibahas oleh Siti Resmi (2013 : 7), yaitu 1. Menurut Golongan a. Pajak Langsung yaitu pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendii oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain, Pajak harus ‘menjadi beban Wajib Pajak yang bersangkutan, Contoh : Pajak Penghasilan (PPh), b. Pajak Tidak Langsung yaitu pajak yang pada akhimya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga, Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa, contohnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 2. Menurut Sifat a. Pajak Subjektif yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya, contohnya Pajak Penghasilan. 9 b. Pajak Objektif yaitu pajak yang penggenaannya memperhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal. 3. Menurut Lembaga Pemungut a. Pajak Negara (Pajak Pusat) yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara pada umumnya, Contoh : PPh, PPN dan PPnBM b. Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat 1 (pajak provinsi) maupun daerah tingkat I (pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan, Pajak Rokok, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan 3. Bukan Wajib Pajak Penghasilan pasal 21 Yang bukan termasuk Wajib Pajak Penghasilan pasal 21 yaitul7: a) Pejabat perwakilan diplomatik, konsulat atau pejabat lain dari Negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. 16 Mardiasmo, Perpajakan, ....hal. 191 17 Mardiasmo, Perpajakan, .....hal. 19223 b) Pejabat perwakilan organisasi Internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 hhuruf ¢ Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau pekerjaan Jain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia BAB IIL 3.1 Pengertian PPh secara Umum Pajak adalah konstribusi wajib kepada negara oleh warga negara yang terutang akan pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, serta tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk kemakmuran rakyat dan digunakan untuk keperluan negara, Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas objek Pajak Penghasilan sebagaimana diatur pada Undang-Undang Pajak Penghasilan. Sedangkan, menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, PPh atau pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan berdasarkan jumlah penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak: Ketentuan mengenai PPh pertama kali diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1983, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 17 Tahun. 2020, Penghasilan yang dimaksud dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan yang lainnya. Pajak penghasilan merupakan pajak langsung yang dipungut pemerintah pusat atau merupakan pajak negara. Sebagai pajak langsung, maka pajak penghasilan tersebut menjadi tanggungan wajib pajak yang bersangkutan, dalam arti bahwa pajak penghasilan tidak boleh dilimpahkan kepada pihak lain atau dimasukan dalam kalkulasi harga jual ‘maupun sebagai biaya produksi 3.2 Dasar Hukum PPh Dasar Hukum PPh Pasal 21 1, Undang-undang nomor 6 tahun 1983 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk kepentingan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 ‘Tentang pajak penghasilan telah diatur mengenai kewajiban perpajakan sehubungan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh subjek pajak perseorangan maupun badan guna mewujudkan semangat kegotongroyongan nasional dalam pembiayaan negara dan pelaksanaan pembangunan 3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 541/KMK.04/2000 Keputusan menteri keuangan tentang perubahan keputusan menteri keuangan nomor 541/KMK.04/2000 tentang penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak, tempat pembayaran pajak , tata cara pembayaran, penyetoran,, dan pelaporan pajak serta cara pemberian angsuran atau penundaan pembayaran 4, Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK 03/2008 Membahas mengenai penetapan bagian penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dari pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya yang tidak dikenakan pemotongan potongan pajak penghasilan. 5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 Membahas mengenai peraturan direktorat jenderal pajak tentang pedoman teknis tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 dan/atau pajak penghasilan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi Dasar Hukum PPh Pasal 26 1, Pasal 26 UU PPh atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Menurut UU No,36 Tahun 2008 Merupakan pajak penghasilan yang dikenakan kepada para pengusaha atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia selain bentuk usaha tetap(BUT) di Indonesia, 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2008 Membahas mengenai pemotongan pajak penghasilan pasal 26 atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam pasal 4 ayat 2 undang-undang pajak penghasilan yang diterima atau perolehan pajak Iuar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257/PMK.03/2018 Membahas mengenai perlakuan perpajakan atas penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap. 4, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258/PMK 03/2008 Membahas mengenai pemotongan pajak penghasilan pasal 26 atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham, sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat C Undang-undang pajak penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri 3.3 Subjek dan Bukan Subjek Pajak Pengertian Subjek Pajak Subjek pajak diartikan sebagai orang atau badan atau pihak yang dituju oleh undang-undang untuk dikenai pajak. Pajak Penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak Pengertian subjek pajak meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap, sebagai berikut 1, Orang pribadi Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia, 2. Warisan Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. Warisan yang belum terbagi dimaksud merupakan subjek pajak pengganti menggantikan mereka yang bethak yaitu abli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tetap dapat dilaksanakan. 3. Badan Pengertian badan mengacu pada Undang-Undang KUP, bahwa badan adalah sekumpulan orang dar/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organi i sosial politik, atau organisasi lainnya, Jembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah merupakan subjek pajak tanpa_memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan pemerintah, sebagai contoh lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau_melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak. Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak pihak yang mempunyai kepentingan yang sama 4, Bentuk usaha tetap Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, bentuk usaha tetap ini ditentukan sebagai subjek pajak tersendiri terpisah dari badan. Perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan dalam negeri Pengenaan Pajak Penghasilan bentuk usaha tetap ini mempunyai eksistensi sendiri dan tidak termasuk dalam pengertian badan, (Perhatikan Pasal 2 ayat (la) Undang-Undang Pajak Penghasilan). Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri Berdasarkan lokasi geografis, subjek pajak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut. 1. Subjek Pajak Dalam Negeri Dimaksud dengan subjek pajak dalam negeri adalah sebagai berikut. ‘A. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Pada prinsipnya orang pribadi yang menjadi subjek pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia, Termasuk dalam pengertian orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, Apakah seseorang ‘mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia ditimbang menurut keadaan, Keberadaan orang pribadi di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari tidaklah harus berturut-turut, tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak kedatangannya di Indonesia. B. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria 1) pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, 2) pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; 3) _penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah; dan 4) pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. C. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai subjek pajak dalam negeri dianggap subjek pajak dalam negeri mengikuti status pewaris. Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah dibagi, maka kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris. Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai subjek pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak dianggap sebagai subjek pajak pengganti Karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya. 2, Subjek Pajak Luar Negeri Dimaksud dengan subjek pajak luar negeri adalah sebagai berikut. A. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan bentuk usaha tetap menggantikan orang pribadi atau badan sebagai subjek pajak luar negeri dalam memenuhi kewajiban perpajakannya di Indonesia, bagi subjek pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya disamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi subjek pajak dalam negeri B. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dalam hal penghasilan diterima atau diperoleh tanpa melalui bentuk usaha tetap, maka pengenaan pajaknya dilakukan langsung kepada subjek pajak luar negeri tersebut. Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain berikut ini 1, Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia: sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia. 2. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif’ umum, sedangkan Wajib Pajak Iuar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan, 3. Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi ‘melalui pemotongan pajak yang bersifat final Tidak Termasuk Subjek Pajak Tidak termasuk sebagai subjek pajak adalah sebagai berikut. 1, Kantor perwakilan negara asing, 2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. 3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran pada anggota 4, Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional (perhatikan angka 3) dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia Organisasi_ intemasional yang tidak termasuk subjek pajak ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 3.4 Objek dan Bukan Objek Pajak Objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak,baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,dengan nama dan dalam bentuk apa pun (Pasal 4 ayat 1 UU PPh), termasuk 1, Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini 2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan, Laba usaha; 4, Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk 1, Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; 2. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; 3. Keuntungan arena likuidasi, penggabungan, peleburan, _pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; 4, Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan keeil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan 5. Keuntungan Karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan; 5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; 6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, 7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; 8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak; 9, Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, 10, Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; 11, Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; 12, Keuntungan selisih kurs mata uang asing; 13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva: 14, Premi asuransi 15.luran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; 16, Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; 17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah, 18, Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang _mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan 19, Surplus Bank Indonesia. Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final 1, Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; 2. Penghasilan berupa hadiah undian: 3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan ‘modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; 4, Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan 5. Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Yang dikecualikan dari objek pajak adalah: 1, Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang bethak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; Warisan; Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit); Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi Kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransijiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat; dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor; Turan yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; 9, Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan 10, Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif, 11, Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian aba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut merupakan perusahaan mikro, keeil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, dan sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; 12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 13. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana Kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 14, Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 3.5 Dasar Perhitungan Pajak dan Tarif ‘A. Dasar Perhitungan Pajak Cara menghitung Pajak Penghasilan adalah mengalikan Tarif Pajak dengan Penghasilan Kena Pajak Pajak Terutang = Tarif Pajak x Penghasilan Kena Pajak Dalam menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, dibedakan, yaitu 1. Wajib Pajak dalam negeri Bagi Wajib Pajak dalam negeri pada dasamya terdapat dua cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu: a. Perhitungan PPh dengan dasar pembukuan Dalam perhitungan PPh dengan dasar pembukuan Wajib Pajak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Wajib Pajak Badan Penghasilan Kena Pajak dihitung dengan cara mengurangkan penghasilan yang merupakan objek _pajak dengan biaya-biaya yang diperkenankan menurut pajak Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan sebagai Objek Pajak - Biaya 2. Wajib Pajak Orang Pribadi Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, di samping biaya-biaya yang diperkenankan menurut pajak, penghasilan yang merupakan objek pajak dikurangi pula dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan sebagai objek pajak - PTKPS penghaliar b. Perhitungan PPh dengan dasar pencatatan Untuk mengenakan pajak yang adil dan wajar dengan tetap memperhatikan kemampuan ekonomis Wajib Pajak sangat diperlukan data atau informasi yang benar dan lengkap tentang besarnya penghasilan Wajib Pajak. Agar data atau informasi dimaksud dapat disajikan maka Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan tetapi tidak seluruh Wajib Pajak mampu__menyelenggarakan pembukuan. Semua Wajib Pajak Badan dan bentuk usaha tetap diwajibkan menyelenggarakan pembukuan. Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dengan jumlahperedaran brutotertentu, tidak diwajibkan untuk ‘menyelenggarakan pembukuan, Untuk memberikan kemudahan dalam menghitung besarya penghasilan neto bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto tertentu, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan norma perhitungan. Norma Penghitungan sebagai pedoman untuk menentukan besamya penghasilan neto yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan disempurnakan terus-menerus. Penggunaan Norma Penghitungan tersebut pada dasarnya dilakukan dalam hal-hal 1. Tidak terdapat dasar penghitungan yang lebih baik, yaitu pembukuan yang lengkap 2. Pembukuan atau catatan peredaran bruto Wajib Pajak ternyata diselenggarakan secara tidak benar Wajib Norma dengan Pajak Penghitungan memperhatikan yang belum disusun mampu kewajaran, sedemikian menyelenggarakan Norma rupa penghitungan berdasarkan pembukuan hasil akan penelitian untuk sangat menghitung membantu atau data penghasian neto. Norma Penghitungan terdiri atas dua, yaitu: 1. Norma Penghitungan Penghasilan Neto. 2. Norma Penghitungan Peredaran Bruto. Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, Walib Pajak Orang Pribadi diperkenankan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan. Bagi Wajib Pajak menggunakan norma penghitungan diatur sebagai berikut: 1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang memenuhi syarat: a. Peredaran bruto dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah) b. Memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan ¢. Wajib- menyelenggarakan pencatatan, diperbolehkan untuk menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Pencatatan tersebut dimaksudkan untuk memindahkan penerapan norma dalam menghitung penghasilan neto. Apabila ternyata Wajib Pajak Orang Pribadi bermaksud menggunakan norma penghasilan neto, tetapi tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu yang ditentukan, maka Wajib Pajak Orang Pribadi yang berhak tersebut dianggap _memilih menyelenggarakan pembukuan. 2. Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan dan/atau wajib- menyelenggarakan pencatatan dan/atau dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan, tetapi a, Tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau pembukuan b. Tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau peneatatan atau bukti-bukti pendukungnya pada waktu dilakukan _pemeriksaan; —sehingga_menyebabkan peredaran bruto dan penghasilan neto sebenarnya tidak diketahui, maka peredaran bruto dapat dihitung dengan cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan dan penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. 2, Wajib Pajak luar negeri Bagi Wajib Pajak luar negeri, Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penghitungan Pajak Penghasilan adalah sebesar penghasilan bruto, sehingga Pajak Penghasilan yang terutang dihitung dengan eara mengalikan Tarif Pajak dengan Penghasilan Bruto, B. Tarif Pajak ‘Tarif pajak yaitu suatu dasar pengenaan pajak atas objek pajak yang menjadi tanggung jawab para wajib pajak. Tarif pajak dapat berupa persentase yang ditentukan oleh pemerintah, Ada berbagai jenis tarif pajak dan setiap jenis pajak memiliki nilai tarif pajak yang berbeda-beda, Berikut adalah tarif PH dari tahun 1983 sampai sekarang dan yang akan datang 1, Berdasarkan Undang-Undang nomor 7 tahun 1983 pasal 17 ayat 1 Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak, kecuali atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, adalah sebagai berikut: sampai dengan Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta | 15% rupiah) (lima belas-persen) di atas Rp. 10,000.000,- (sepuluh juta rupiah) | 25% s/d Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) | (dua puluh lima-persen) di atas Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta 35% rupiah) (tiga puluh lima persen) Berdasarkan Undang-Undang nomor 10 tahun 1994 pasal 17 ayat 1 Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebagai berikut sampai dengan Rp 25,000,000,00 (dua puluh | 10% Jima juta rupiah) (sepuluh persen) di atas Rp 25.000,000,00 (dua puluh lima juta_ | 15 % rupiah) (lima belas persen) s/d Rp. $0,000.000,00 (lima puluh juta rupiah) di atas Rp $0,000,000,00 (lima puluh juta 30% rupiah) (tiga puluh persen) |. Berdasarkan Undang-Undang nomor 17 tahun 2000 pasal 17 ayat 1 ‘Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi a. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut sampai dengan Rp 25,000.000,00 (dua puluh lima | 5% juta rupiah) (lima persen) di atas Rp 25.000,000,00 (dua puluh lima juta 10% rupiah) (sepuluh persen) sd. Rp 50.000,000,00 (lima puluh juta rupiah) di atas Rp 50.000,000,00 (lima puluh juta rupiah) | 15% sd. Rp 100.000,000,00 (seratus juta rupiah) (lima belas persen) di atas Rp 100.000,000,00 (seratus jutarupiah) —_| 25% sd. Rp 200.000,000,00 (dua ratus juta rupiah) (dua puluh lima persen) di atas Rp 200,000,000,00 (dua ratus juta rupiah) | 35% (tiga puluh lima persen) b. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebagai berikut sampai dengan Rp 50,000.000,00 (lima 10% (sepuluh persen) puluh juta rupiah) di atas Rp $0,000.000,00 (lima puluh juta | 15% (lima belas rupiah) persen) sd. Rp 100.000,000,00 (seratus juta rupiah) di atas Rp 100.000,000,00 (seratus juta, 30% (tiga puluh rupiah) persen) 4, Berdasarkan Undang-Undang nomor 36 tahun 2008 pasal 17 ayat ‘Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi a. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut sampai dengan Rp50,000.000,00 (lima puluh | 5% juta rupiah) (lima persen) di_atas RpS0.000.000,00 (lima putuh juta | 15% rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 | (jima belas persen) (dua ratus lima puluh juta rupiah) 3.6 di_atas Rp 250.000,000,00 (dua ratus lima } 25% puluh jutarupiah) —sampai dengan | (qya puluh lima Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) | persen) di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta | 30% rupiah) (tiga puluh persen) b. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen). 5. Berdasarkan Undang-Undang nomor 36 tahun 2008 pasal 17 ayat 2a ‘Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010. 6. Berdasarkan RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan 1] 0-Rp50.000.000,00 | 5% — | 9 Rp60,000.000,00 3% T_ | >Rps0.000.000,00- | 15% | srp60.000.000.00- | 15% Rp250.000.000,00 Rp250.000.000,00 I |>Rp250.000.000,00 | 25% | »Rp250.000.000,00- | 25% ~ Rp500.000.000,00 p500.000.000,00 IV | >Rp500.000.000,00 | 30% | >Rps00,000.000,00- | 30% Rp5.000,000.000,00 i oo“ a 0 Angsuran Pasal 25/29 Untuk meringankan beban pajak terutang pada akhir tahun, apabila Anda bukan termasuk wajib pajak yang menggunakan tarif PPh final berdasarkan PP 23 Tahun 2018 maupun bukan termasuk orang pribadi pengusaha tertentu, Anda diwajibkan melakukan pengangsuran PPh Pasal 25 setiap bulan Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan 1) Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan 2) Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. ‘A. Kategori PPh Pasal 25 1. Wajib Pajak Orang Pribadi © Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP-OPPT) adalah Wajid Pajak yang melakukan kegiatan usaha baik secara grosir atau eceran, penjualan barang ataupun jasa di satu atau lebih tempat usaha, Adapun ketentuan tarif PPh Pasal 25 bagi WP-OPPT adalah 0.75% x omzet bulanan tiap masing-masing tempat usaha © Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP-OPSPT) adalah Wajib Pajak berstatus pekerja bebas atau karyawan yang tidak memiliki usaha sendiri. Adapun ketentuan tarif PPh Pasal 25 bagi WP-OPSPT adalah dengan penghitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP) x tarif PPh 17 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan (12 bulan). 2. Wajib Pajak Badan Wajib Pajak Badan Usaha adalah Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha tetap dan memiliki kewajiban sebagai pembayar, pemotong atau pemungut pajak. Ketentuan tarif PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Badan adalah PKP x 25% tarif PPh Pasal 17 Ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan B, Besarnya angsuran PPh Pasal 25 Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lal, Secara umum besarnya angsuran PPh 25 adalah Penghasilan neto dikalikan dengan tarif pajak, kemudian dibagi dua belas atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak Penghasilan Neto adalah 1, Dalam hal wajib pajak orang pribadi, penghasilan neto terlebih dahulu dikurangkan dengan penghasilan tidak kena pajak sebelum dikalikan dengan tari’ pajak: 2. Dalam hal wajib pajak orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya, 3. Dalam hal wajib pajak orang pribadi hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan eto. setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran atau penerimaan bruto. 4, Dalam hal wajib pajak badan, penghasilan neto fiskal dihitung dari hasil perhitungan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan ‘memelihara penghasilan 5, Besaran angsuran PPh Pasal 25 untuk wajib pajak orang pribadi yang baru terdaftar, dan wajib pajak badan yang baru terdaftar yang bukan merupakan hasil merger/likuidas/perubahan bentuk badan usaha dari wajib pajak badan yang sebelumnya sudah ada, adalah nihil, C. Batas waktu PPh pasal 25 PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25, dan telah mendapat validasi dengan nomor transaksi penerimaan negara dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan tanggal validasi. Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak orang pribadi adalah akhir bulan ketiga tahun pajak berikutnya dan bagi Wajib Pajak badan adalah akhir bulan keempat tahun pajak berikutnya D. PPh pasal 29 PPh pasal 29 adalah PPh kurang bayar yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh, yaitu sisa dari PPh terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan dikurangi kredit PPh (PPh pasal 21, 22, 23, dan 24) dan PPh 25. PPh pasal 29 ini terjadi ketika pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak, maka kekurangan pajak yang terutang pada akhir tahun pajak yang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan, Yaitu untuk WP Orang Pribadi paling Jambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya dan untuk WP Badan paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya E, Contoh Kasus 1 Perhitungan Angsuran PPh Pasal 25 Jumlah Pajak Penghasilan Tuan Purnama yang terutang sesuai dengan SPT ‘Tahunan PPh 2014 sebesar Rp50,000.000, Jumlah kredit pajak Tuan Purnama pada tahun 2014 adalah Rp21.500.000, dengan rincian sebagai berikut: © PPh Pasal 21 Rp10.000.000 © PPh Pasal 22 Rp$.000.000 © PPh Pasal 23 Rp3.000.000 © PPh Pasal 24 Rp3.000.000 Berapa besarnya angsuran PPh Pasal 25 Tuan Purnama untuk tahun 2015? Jawab PPh terutang tahun 2014 50,000,000 PPh Pasal 21 10.000.000 PPh Pasal 22 5.000.000 PPh Pasal 23 3.000.000 PPh Pasal 24 3.500.000 Jumlah kredit pajak (21,500,000) Dasar perhitungan PPh pasal 25 tahun 2015 28.500.000 Besarnya PPh Pasal 25 per bulan = Rp28,500.000/12 = Rp2.375.000. Jadi, Tuan Purnama harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan pada tahun 2015 mulai masa Maret sebesar Rp2.375,000. I Perhitungan PPh Pasal 29 Pak Bambang adalah pengusaha waralaba di Bandung yang termasuk ke dalam Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dan memakai pencatatan di dalam penghitungan besarnya PPh, Ia memiliki jumlah peredaran usaha/omzet dalam setahun sebesar Rp200,000,000,00. Pajak Terhutang Pak Bambang tahun pajak berjalan sebesar Rp2.500,000,00 Jawab Omzet Setahun Rp200.000.000,00 PPh 25 untuk WPOPPT (0,75% x Rp200.000.000,00) Rp1.500.000,00 Pajak Terhutang Rp2.000.000,00 PPh 29 (Pajak Terhutang - PPh 25) RpS00.000,00 Jadi PPh 29 yang wajib dibayar Pak Bambang pada akhir tahun berjalan sebesar Rp500.000,00 3.7 Mekanisme Perhitungan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Adapun untuk wajib pajak orang pribadi, baik yang berstatus karyawan ataupun melakukan pekerjaan bebas, wajib untuk melakukan penghitungan pajak terutang yang sebenarnya di akhir tahun untuk mengetahui posisi saldo pajak yang masih harus dibayar oleh orang pribadi tersebut. 3.7.1 Objek Pajak Penghasilan Definisi Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Meskipun demikian, terdapat beberapa jenis penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan, diantaranya adalaly 1, Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat dan sumbangan keagamaan lainnya yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan harta hibahan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; 2. Warisan; 3. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, apabila diberikan oleh bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak tertentu akan menjadi Penghasilan), dan 4, Penghasilan lain sebagaimana tertera dalam Undang-undang Pajak Penghasilan 3.7.2 Penghasilan Kena Pajak Untuk mendapatkan besaran Penghasilan Kena Pajak, dapat dengan mengikuti langkah — langkah berikut Pertama, hitung seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak, kecuali penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat Final. Besaran nilai penghasilan neto yang diperoleh dalam satu tahun dapat diketahui dari hasil pembukuan/pencatatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas, dan/atau bukti potong pajak (form 1721) yang diberikan oleh pemberi kerja kepada karyawannya, Kedua, kurangkan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari penghasilan neto tersebut Besaran penghasilan tidak kena pajak untuk wajib pajak orang pribadi adalah sebagaimana berikut 1, Rp54.000,000,00 (lima puluh empat juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi; 2. Rp4.500,000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; 3. RpS4.000,000,00 (lima puluh empat juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan 4, Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan Keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. Besaran penghasilan tidak kena pajak ditentukan dari Kondisi pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak. Dari hasil penghitungan tersebut kita mendapatkan besaran penghasilan kena pajak 3.73 Tarif Pajak Penghasilan Untuk tarif pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi dalam negeri dapat dilihat sebagai berikut: 1, Lapisan Penghasilan Kena Pajak sampai dengan RpS0.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dikenai tarif 5%(lima persen) 2. Lapisan Penghasilan Kena Pajak di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dikenakan tari’ 15%(lima belas persen) 3. Lapisan Penghasilan Kena Pajak di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500,000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dikenai tarif 25%(dua puluh lima persen) 4, Lapisan Penghasilan Kena Pajak di atas Rp500,000,000,00 (lima ratus juta rupiah) dikenai tarif 30%(tiga puluh persen) Adapun peraturan baru yang disepakati DPR yaitu tentang Rancangan Undang - Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menjadi Undang - Undang pada sidang paripurna, perubahan ini mengenai perubahan lapisan kena pajak yang akan mulai berlaku pada awal tahun 2022 adalah sebagai berikut UU HPP: © Rp O-Rp 60 juta tarif 5% © Rp Rp 60- Rp 250 juta tarif 15% © Rp 250- Rp 500 juta tari 25% © Rp 500 juta~ Rp 5 miliar tarif 30% © Rp5 miliar ke atas tarif 35% Dengan pengesahan ini, lapisan penghasilan orang pribadi (bracket) yang dikenai tarif pajak penghasilan (PPh) terendah 5 persen dinaikkan menjadi Rp60 juta dari sebelumnya RpSO juta, sedangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tetap. Kenaikan batas lapisan (layer) tarif terendah ini memberikan manfaat kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah untuk membayar pajak lebih rendah dari sebelumnya.Perubahan-perubahan ini ditekankan untuk meningkatkan keadilan dan keberpihakan kepada masyarakat berpenghasilan menengah dan rendah, termasuk pengusaha UMKM orang pribadi maupun UMKM badan, dan bagi orang pribadi yang lebih mampu harus membayar pajak lebih besar. 3.74 Pelunasan Pajak di Tahun Berjalan Setelah diperoleh angka Penghasilan Kena Pajak dan pajak terutang, maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah mengurangkan pajak penghasilan hasil perhitungan dengan kredit pajak. Kredit pajak adalah pajak yang sebelumnya sudah dibayar, baik melalui mekanisme pemotongan oleh pihak lain, ataupun penyetoran sendiri, Hasi tersebut adalah pajak penghasilan yang masih harus dibayar sendiri oleh OP 3.7.5 Pembukuan dan Pencatatan Pembukuan dapat diartikan sebagai suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. Pembukuan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam Bahasa Indonesia menggunakan tata cara lainnya yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. Pembukuan harus diselenggarakan dengan cara sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undang perpajakan menentukan lain Sedangkan peneatatan dapat diartikan sebagai proses pengumpulan data secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dar/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final Wajib pajak yang diwajibkan untuk melakukan pembukuan adalah wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan_ bebas. Dikecualikan dari kewajiban tersebut adalah wajib pajak orang pribadi berkegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang memiliki omzet kurang dari Rp4.800,000.000,00 dalam satu tahun, atau menurut peraturan perpajakan yang berlaku diperbolehkan untuk melakukan pencatatan. Buku, catatan, dan dokumen, data elektronik yang menjadi dasar pembukuan harus disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia (sesuai dengan batas daluwarsa penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan). 3.8 Perhitungan PPh wajib pajak orang pribadi KASUS 1 Bapak Leopold, seorang pekerja kantoran dengan usaha sambilan reparasi alat elektronik memiliki satu orang istri dan satu orang anak yang sudah berusia dua tahun. 1a memiliki total penghasilan neto sebesar Rp300.000.000,00 pada tahun ini, di mana Rp200.000.000,00 berasal dari pekerjaannya di Hydra Corp. dan Rp100.000,000.00 sisanya berasal dari usaha reparasi_alat elektroniknya. Atas penghasilannya di Hydra Corp., bapak Leopold telah dipotong pajak penghasilan sebesar Rp15.550.000,00 yang tercantum pada bukti potong pajak (form 1721), Ibu Jemma, istri bapak Leopold merupakan seorang ibu rumah tangga yang tidak memiliki penghasilan Dari data tersebut, dapat dilakukan penghitungan seperti ini Penghasilan Neto Rp300.000.000,00 Penghasilan tidak kena pajak (kawin, | orang anak) Rp63,000.000,00) Penghasilan kena pajak Rp237,000.000,00 Pajak terutang 5% x Rp50,000.000,00 Rp2.500.000,00 15% x (Rp237.000.000,00-Rp50.000.000,00) Rp28.050,000,00 Total pajak terutang Rp30.550,000,00 Dengan demikian, maka pajak yang masih harus dibayar adalah sebesar Total pajak terutang Rp30.550,000,00 Kredit pajak (bukti potong dari Hydra Corp.) (Rp15.550,000,00) Pajak yang masih harus dibayar Rp15.000.000,00 Sebagai informasi tambahan bahwa mulai tahun 2022 tarif untuk pajak terutang adalah sebesar Rp60.000.000,00 Untuk perhitungan sesuai kasus diatas adalah sebagai berikut Penghasilan Neto Rp300.000.000,00 Penghasilan tidak kena pajak (kawin, 1 orang anak) (Rp63.000.000.00) Penghasilan kena pajak Rp237.000.000,00 Pajak terutang 5% x Rp60.000.000,00 Rp3.000.000,00 15% x (Rp237.000,000,00-Rp60.000.000,00) _Rp26.550.000.00 Total pajak terutang Rp29.550.000,00 Dengan demikian, maka pajak yang masih harus dibayar adalah sebesar ‘Total pajak terutang Rp29.550.000,00 Kredit pajak (bukti potong dari Hydra Corp.) {Rp15,550,000,00) Pajak yang masih harus dibayar Rp14.000.000,00 Pajak yang masih harus dibayar tidak selamanya memiliki saldo selayaknya pada kasus bapak Leopold, Saldo dapat bernilai nol, atau bernilai lebih bayar, Dalam hal pajak yang masih harus dibayar memiliki saldo, maka wajib pajak wajib menyetorkan kekurangannya ke kas negara, Namun, bilamana saldo bernilai lebih bayar, maka wajib pajak pun dapat mengkompensasikannya ke periode pajak berikutnya, atau mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar KASUS 2: Perhitungan penghasilan neto Jojo merupakan salah satu penulis novel yang terkenal di Kawasan Bandung. Adapun peredaran bruto yang diterima Jojo dari hasil royalty bukunya adalah sebesar Rp1.000,000.000 di tahun 2019. Bila Jojo menggunakan perhitungan dengan norma penghitungan penghasilan neto., hitunglah berapa PPh 21 terutangnya bila status Jojo adalah menikah dan memiliki 2 anak? Jawab: Berdasarkan ilustrasi diatas, Jojo masuk ke dalam klasifikasi lapangan usaha (KLU) Kegiatan Pekerja Seni, Menurut PER-17/2015 tarif yang berlaku untuk penghitungan penghasilan neto dari KLU Kegiatan Pekerja Seni di Kota Bandung adalah 50%, Berikut ini adalah penghitungan penghasilan neto dan pajak penghasilan Jojo: Penghasilan Neto = 50% x Rp1.000.000.000 = RpS00.000.000 Penghasilan tidak kena pajak (K/2) = Rp67.500.000 Penghasilan kena pajak = Rp500.000.000 — Rp67.500.000 = Rpd32.500.000 PPh 21 terutang 5% x Rp50,000,000 = Rp2.500.000 15% x Rp200,000.000 = Rp30.000.000 25% x Rp182.500.000 = Rp45.625.000 Total PPh 21 terutang 2019 = Rp78.125.000 3.9 Perhitungan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan Pada dasarnya, mekanisme penghitungan PPh Orang Pribadi (OP) usahawan ini dibedakan dari jumlah penghasilan dan penggunaan metode pencatatan atau pembukuan yang dilakukan di antaranya a. Mekanisme PPh OP secara Umum Rumus PPh atau mekanisme umum ini berlaku bagi WP OP yang menjalankan usaha dan/atau pekerjaan bebas dengan melakukan pembukuan. Pembukuan di sini adalah proses pencatatan keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut Perhitungan pajak bagi orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan ini dilakukan dengan menggunakan mekanisme perhitungan biasa sesuai ketentuan tarif pada UU PPh Pasal 17, Contoh Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pengusaha Mekanisme Umum ‘Tuan Namjon merupakan pemilik usaha Tekstil, Status menikah dengan 2 tanggungan. Pada 2020, Tuan Namjon memiliki penghasilan bruto dari usahanya yang dicatatkan menggunakan metode pembukuan sebesar Rp6.500.000.000. Biaya dari usaha tersebut mencapai Rp2.500.000.000. Dari perusahaan tekstil yang dijalankannya ini, Tuan Namjon menjabat sebagai direktur dengan gaji Rp250,000.000 setahun, dan sudah dipotong untuk PPh Pasal 21 sebesar Rp7.168.000 per bulan oleh pemberi kerja dalam hal ini perusahaannya menjadi sebesar Rp145.650.000 Maka, rumus PPh dan cara menghitung pajak penghasilan atau PPh Terutang untuk tahun 2020 adalah Peredaran Bruto Usaha Rp6.500.000.000 Biaya-biaya Rp2.500.000,000 (-) Penghasilan Neto dari Usaha Rp4.000.000,000 Penghasilan Neto dari Karyawan Rp_ 145.650.000 (+) ‘Total Penghasilan _asumsi tidak ada koreksi fiskal* Rp4.145.650.000 PTKP (K/2) Rp 67.500.000(-) Penghasilan Kena Pajak Rp4.078.150.000 PPh terutang tahun 2020 Dihitung berdasarkan tarif berlaku saat ini 5%xRp —50.000.000 Rp _—_-2.500.000 15% x Rp 200,000.00 25% x Rp 250,000,000 30% x Rp3.578. 150,000 Total PPh Terutang Kredit Pajak PPh 21 PPh 29 (Kurang Bayar) Rp 30,000,000 Rp 62,500,000 Rp 1.073.445.000 Rp 1.168.445.000 Rp 7.168.000 (-) Rp 1.161.277.000 Dihitung berdasarkan tarif baru (belum berlaku) S%xRp 60,000,000 15% xRp_ 190,000,000 25% x Rp 250,000,000 30% x Rp3.578.150,000 Total PPh Terutang Kredit Pajak PPh 21 PPh 29 (Kurang Bayar) Rp 3.000.000 Rp 28,500,000 Rp 62,500,000 Rp 1.073.445.000 Rp 1,167.445.000 Rp 7.168.000 (-) Rp 1,160.277.000 b. Mekanisme PPh Final PP 23/2018 Rumus Pph atau mekanisme perhitungan PPh OP ini berlaku bagi wajib pajak pribadi yang memiliki peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam setahun, WP OP ini hanya menyelenggarakan pencatatan saja dalam satu tahun pajak Rumus PPh atau perhitungan PPh OP ini tidak menyelenggarakan pembukuan, sehingga akan dikenakan PPh yang bersifat final sesuai tarif' dan ketentuan pada PP 23 Tahun 2018, yakni tarif PPh Final sebesar 0,5% dari omzet bruto, Contoh Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pengusaha Mekanisme PPh Final PP 23/2018 ‘Tuan Namjon mempunyai usaha Restoran dan memilih melakukan pencatatan omzet dalam menjalankan usahanya. Pada 2021, Tuan Namjon peroleh omzet bruto sebesar Rp3.000.000.000 Selama bulan Januari 2021, Tuan Namjon mendapatkan penghasilan dari usaha restorannya Rp800.000.000. Karena omzet bruto dari usaha restorannya ini tidak mencapai Rp4,8 miliar setahun, maka ‘Tuan Namjon menggunakan perhitungan sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 23 tahun 2018. Dengan demikian, rumus PPh dan cara menghitung pajak penghasilan atau PPh Final dari usaha tersebut adalah: Penghasilan Bruto Rp800.000.000 Tarif PP 23 0.5% (x) PPh Final Rp 4.000.000 c. Mekanisme PPh OP secara NPPN Rumus PPh atau penghitungan PPh OP dengan mekanisme NPPN ini bagi yang tidak menyelenggarakan pembukuan, Norma penghitungan penghasilan neto ini bisa digunakan oleh wajib pajak dengan peredaran bruto kurang dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun Untuk menggunakan mekanisme NPPN ini, WP OP harus mengajukan_pemberitahuan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dengan demikian, cara menghitung pajak penghasilan dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan jumlah penghasilan neto berdasarkan ketentuan norma yang ditetapkan pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2015, Kemudian PPh-nya dihitung berdasarkan tarif pada UU PPh Pasal 17. Contoh Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pengusaha Mekanisme PPh PPh OP secara NPPN Tuan Namjon adalah seorang Konsultan di Jakarta, punya istri yang tidak bekerja dan 3 anak. Pendapatan bruto sebagai jasa konsultan selama 2020 sebesar Rp800.000.000. Selain itu Tuan Namjon juga punya usaha budidaya ikan Lele di Solo dengan omzet bruto RpS00.000.000. Tuan Namjon tidak melakukan pembukuan atas seluruh transaksi yang terjadi, baik yang berkaitan dengan usaha budidaya ikan Lele maupun profesinya sebagai konsultan, Di sini Tuan Namjon mengajukan penggunaan NPPN kepada DJP dalam menentukan penghasilan netonya Berikut rumus PPh dan cara menghitung pajak penghasilan Tuan Namjon dengan metode NPPM Budidaya Ikan Lele Konsultan Penghasilan Bruto Rp500.000.000 Rp800.000.000 NPPN 22% (x) 55% (x) Penghasilan Neto Rp 110,000,000 Rp440,000.000 ‘Total Penghasilan Neto Rp330,000.000 PTKP(K/3) Rp 72,000.00 (-) Pendapatan Kena Pajak Rp478.000.000 PPh terutang tahun 2020, Dihitung berdasarkan tarif berlaku saat ini 5%x Rp 50,000.00 Rp2.500,000 15% x Rp 200.000.000 Rp30.000.000 25% x Rp 228.000.000 Rp 68.400.000 Total PPh Terutang Rp100.900.000 Dihitung berdasarkan tarif baru (belum berlaku) 5% x Rp 60.000.000 Rp3.000.000 15% x Rp 190.000.000 Rp28.500.000 25% x Rp 228.000.000 Rp 68.400.000 ‘Total PPh Terutang Rp99.900.000 Catatan: © Angka 22% untuk budidaya ikan lele di daerah © Angka 55% sebagai konsultan di ibukota provinsi Dari contoh kasus di atas, Tuan Namjon harus melakukan pembayaran dan pelaporan pajak penghasilannya sesuai tata cara dan ketentuan yang berlaku. 3.10 Cara Menghitung PPh Orang Pribadi Non Usahawan. Yang dimaksud dengan wajib pajak orang pribadi tertentu (OPPT) adalah wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha, Dalam hal ini tempat domisili berbeda dengan tempat kegiatan usaha, bisa dalam satu wilayah KPP atau berbeda wilayah KPP. Tarif PPh Pasal 25 Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto per bulan dari masing-masing tempat usaha, Pajak ini bersifat tidak final sehingga dapat dikreditkan pada akhir tahun pajak WP OPPT dan Kewajiban Final UKM Dengan berlakunya PP 23 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu atau kewajiban final 0,5% tetap tidak menggugurkan tata cara pembayaran angsuran 0,75% bagi WP OPPT, dengan kondisi WP yang memilih dikenakan PPh Final berdasarkan PP 23 tahun 2018 pada suatu tahun pajak atau melewati batas waktu yang ditentukan seperti 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi; 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, komanditer, atau firma; dan 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas. Contoh: Heri Kurnia merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan usaha perdagangan mobil bekas yang memiliki | tempat kegiatan sehingga Heri Kurnia termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu, Peredaran bruto usaha Tahun Pajak 2018 adalah sebesar Rp 4.000,000,000,00 (empat miliar rupiah) sehingga pada Tahun Pajak 2018 Heri Kurnia dikenai PPh yang bersifat final. Berdasarkan pembukuan yang dilakukan diketahui bahwa peredaran bruto usaha sampai dengan akhir Tahun Pajak 2018 dibuka Rp 5.000.000.0000 (lima miliar rupiah). Dengan demikian pada Tahun Pajak 2019 Heri Kurnia dikenai PPh berdasarkan tarif umum Pajak Penghasilan, dan Heri Kurnia wajib menyetorkan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai pembayaran angsuran bagi orang-orang pengusaha tertentu Pada bulan Januari 2019 peredaran bruto dari usaha Heri Kurnia adalah sebesar Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah), Dengan demikian, penghitungan PPh Pasal 25 untuk bulan Januari 2019 adalah sebagai berikut: PPh Pasal 25 = 0,75% x Rp 400.000.000,00 = Rp 3.000.000,00 Angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan selanjutnya sampai dengan bulan Desember 2019 adalah 0,75% dikalikan peredaran bruto pada bulan yang bersangkutan. BABIV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, PPh atau pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan berdasarkan jumlah penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak. Ketentuan ‘mengenai PPh diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang mengalami empat kali perubahan. Subjek pajak meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap atas penghasilan yang dihasilkan Cara _menghitung Pajak Penghasilan adalah mengalikan Tarif Pajak dengan Penghasilan Kena Pajak. PPh tidak final dapat dibayar dengan cara diangsur setiap bulan, yaitu diatur dalam PPh Pasal 25, Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum SPT PPh sama dengan besarya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu. PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak temnyata lebih besar daripada kredit pajak, maka kekurangan pajak yang terutang pada akhir tahun pajak yang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan telah diatur dalam PPh Pasal 29, Mekanisme penghitungan PPh Orang Pribadi (OP) dibedakan dari jumlah penghasilan dan penggunaan metode pencatatan atau pembukuan yang dilakukan. Adapun untuk wajib pajak orang pribadi, baik yang berstatus karyawan a wupun melakukan pekerjaan bebas, wajib untuk melakukan penghitungan pajak terutang yang sebenamya di akhir tahun untuk mengetahui posisi saldo pajak yang masih harus dibayar oleh orang pribadi tersebut. Pajak haruslah dibayarkan, tidak ada toleransi apapun dalam pembayaran pajak. Apabila terjadi pelanggaran, seperti tidak membayar iuran wajib pajak tersebut maka akan mendapatkan sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku. 4.2 Saran Pajak merupakan hal yang penting bagi suatu negara, karena merupakan salah satu sumber pendapatan negara, namun pajak sendiri memiliki berbagai aturan yang harus diketahui bagi setiap masyarakat, Khususnya pajak penghasilan atau PPh karena memiliki ketentuan yang berbeda-beda tergantung kondisi pendapatan masing-masing. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mengetahui peraturan, perhitungan serta mekanisme pajak penghasilan, Dalam hal ini kita harus terbuka dan update terhadap peraturan - peraturan baru ‘mengenai perpajakan. DAFTAR PUSTAKA, Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Pajak. 2021. Mekanisme Perhitungan Pajak Penghasilan Orang Pribadi. Diakses pada 28 Oktober 2021, Diakses melalui hutps:/Awww pajak go id/id/mekanisme-penghitungan-pajak-penghasilan-orang-pr ibadi Kementerian Keuangan, 2021. Jni Aturan Baru PPh dan PPN dalam RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Diakses pada Oktober 2021, Diakses melalui ruu-harmonisasi-peraturan-perpajakan/ Sembiring, Lidya Julianti, 2021. Aturan Baru Gaji Rp 5-15 Juta/Bulan Kena Pajak & Hitungannya. —Diakses pada Oktober. 2021. Diakses_—_melalui Lh v. indon ny 19234523-4-7 97 | Inf Finansialku.com. (2019). Bab Ii Landasan Teori. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 8-24 Mardiasmo, S. K. 2017. (2017). Pengaruh Pajak penghasilan terhadap kepatuhan wajib pajak. Pengaruh Pajak Penghasilan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, I(1), 5-20 li, B.A. B., & Teori, L. (2009). (public finance) ,. 18-62. Penyuluhan, D., Hubungan Masyarakat Pajak Penghasilan PPh PPh, dan, Hubungan Masyarakat, dan, & Penghasilan Daftar Isi Subjek Pajak Subjek Pajak Penghasilan Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri Tidak termasuk Subjek Pajak Objek Pajak Objek Pajak Penghasilan, P. (n.d.). Direktorat Jenderal Pajak Direktorat Jenderal Pajak Pajak Penghasilan 2. Waluyo.2017, Perpajakan Indonesia Edisi 12 Buku 1, Salemba Empat: Jakarta https://www pajak.go id https://paiak go id/id/undang-undang-nomor-17-tahun-2000 https://pajak. go. id/id/undang-undang-nomor-36-tahun-2008 25

You might also like