You are on page 1of 6
GADAI TANAH/SAWAH MENURUT HUKUM ADAT DARI MASA KE MASA ‘Nur Ridwan Ari Sasongko Email: nurridwanarisasongko@ yahoo.com Mahasiswa S2 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Abstract Lead in the custom an comonanty, fsa treusere to beutesays defined. Beesnre the chan euubon ity deter mined by widdh of land and itis aso important to determine someone’ origin, Therefore, land matters can not he ignored since some one s value related to land. According tothe eustom law, land handover ivallowed to perform if there Is an urgent condition, that is, endangering or conduciving to ignominy for the family. The purpose of mortage stimulation according to Article 7 of Act Number S6/Prp/l960 is to avoid human exploitation by other humans. This mortgage practice for example in Java, ts very harm the land owners. Keyword: mortgage, land, custom law, more than more Absteal Tanah dalam masyarakat Hukum Adat merupakan harta kekayaan yang selalu dipertahankan, karena wibawa kkaum akan sangat ditentukan, oleh huasnya tanah yang dimiliki, begitu halnya dalam menentukan asti atau fidaknya seseorang (suatu kaum) berasal dari suatu dseral, Oleh sebab itu soal tanah tidak dapat diabaikan bouitu saa, tingginya nila seseorany bersanukut pavt dengan tanab, Menurt Hukurn Adat memindal tangankan tanah itu baru boleh dilaksanakan apabile ada keadaan yang mendesa, yaitu dalam hal membehayakan sau, akan mendatumgkan aib bagi keluarga. Adapun tujuan dikeluarkannya Ketentuan gadai menurut Pasal 7 UU 'No.S6/Prp/1960 ini adalah untuk menghindarkan terjadi penghisapan manusia oleh mamusia, hal ini dalam praktek gadai yang terjadi di Pulau Jawa terlinat sangat merugikan pihak pemilik tanah. ‘A. Pendahuluan Dapat diketabui bahwa hampir semua masyarakat telah menjadikan kegiatan pinjam-meminjam wang Keanekaragaman budaya yang memapakan pozensi sebagai sesuatu yang sungat diperlukan untuk berharga untuk membangun konsepsi liukum — mendukung peckembangan kegiatan ekonomi dan yang berkembang mengikuti masyarakat dan untuk meningkatkan taraf hidup kehidupan, Pihak menjadikan sarana untuk mengubah masyarckat —pemberi pinjaman yang mempuayai kelebihan dengan memfungsikan hukum scbagai pengatur ang hersedia memberikan pinjaman wang kepada masyaraka, yang memerlukannya, Sebaliknya, pink pemin jam berdasarkan keperluan atau tujuan terenty melakukan peminjaman uang tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa pihak peminjam untuk membiayai kebutuhan yang terkait dengan kehidupan schari Hokum meliputi semua aspek Kehidupan manusia schingza dalam penerapannya hucum digolongkan ke dalam bigang-bidang tercentu dengan disesuaikan pada tugas dan fingsinya Selah satu bidang yangeral. (na ane era A Ade a dalam Kehidupan da tngkal aku manasia engin pervpiayoan leepiatan-ke siaten sahanya. (M. lingkungan di sekitarnya adalah bidang, hukum oe perdata. Kegiatan pinjam meminjam uang telah “8S dilakukan sejak lama dalam kehidupan musyarakat Dengan cemikian, kegiatan pinjam-meminjam wang yang clah mengenal uang schagat ala pembayaran, _scah merupakan bagian cari ehigupan masyarskat 18 Nur Ridwaa Ati Sasoagko, Gadai TanalySawak menutut Hukom saat ini, Selanjutnya dalam kegiatan pinjam meminjam ang yang terjadi di masyarakut dapat diveriatikin bahwa pada umumnya sering dipersyaratkan adanya penyerahan jarninan utang oleh pihak peminjam kepada pihak pemberi jaminan. Jaminan utang dapat berupa barang schingga merupakan jaminan kebendaan dan’atau berupa janji penanggungan utang sehingga merupakan jaminan perorangan, Jaminan kebendaan memberikan hak kebendaan kepada pemegang jauninan, B, Gadai Tanah/Sawah Menurut Hukum Adat Masa Hindia Belanda (sebelum Undang-Undang Pokok Agraria 1960) Gadai adalah hubungan hukum antara seseorang dengan tanah kepunyaan orang Iain, yang telah menerima wang gadai dari padanya, Selama uang gadai belum dikembalikan, tanah tersebut dikuasai oleh “pemegang gadai”. Selama itu hasil tanah scluruhnya menjadi hak pemegang gadai. Pengenibalian wang gadai atau yang Tazim discut “penebusan”, tergantung pada kemauan dan emampuian pemilik tanah yang menggadaikan. Gadai dapat diartikan menyerahkan tanah dari ponggadai (pomilik tana} kepada pemogang gadai (pemogang gadai) untuk menerima pembayaran sejurmlah uang secara tunai dari pemegang gadai, dengan ketentuan penggadai tetap berhak atas pengemibalian tanafnya dengan jalan menebusnya kembali dari pemegang gadai. Pada dasurnya bosar uang icbusan adalah sama dengan uang yang diserahkan pemegang gadai pada awal transaksi gadai kepada penjual gadai, tidak ada perbecean nominal tang.(Rachmradi Usman, 2008:120), Hukum adat memandang gadai tanah sebagai hak yang betsifat memberikan kenikmatan yang ferjadinya bukan karena adanya perjanjian pinjam- ‘meminjarn dan perbuatan lainnya yang menimbulkan hudungan hukum wang plurang, remegang gadal tanah berhak untuk memungut has yang ditimbulkan oleh dan dari pemegany gadai tersebut, Sclama itt hasil ianah scluruhnya menjadi hak pemegang gadai yang merupakan bunga dari utang tersebut Penebusan tanah itu tergantang pada kemauan dan kemampuan yang menggadaikan. Banyak gadai yang berlangsung bertalun-iaimun, berpuhuh ‘abun, babkan ad pula yung ditanjutkan oleh bli waris penggadai dan pemewang gadai, kerena penggadai tidak mampu tuntule menebus tanafmnya Kembali Inisiatif pelaksanaan gadai berasal dari keinginan pibak penguedai, Ununnya alasun pelaksunwan gadai Karena didorong oleh adanya tuntutan Kebutulian penggadai, Pemegang gadai hanya pasif mencrima tawaran dari penggadai. Sciclah hhortemunya pihak penggadai dan pemegang gedai ‘maka antara kedua pihak membuat kesepakatan ates ppelaksanaan gadai, Ketika terjadi kesepakatan antara penggadai dan pemegang gadai, maka terjadilah perjanjian pelaksanaan wad, Para pihak dalam gadai adalah penggadai sebagai pihak pertama dan pemegang gadai sebagai pihak kedua, Dalam pelaksanaan gedai hukum adat, pemegang gadai dapet melakukan hubungan hukum fain dengan pihak ketiga. Dengan catatan ketika penggadai mencbusnya Kembali maka pemogang gadai harus mengembalikan tanah/sawah terscbut. Hubungan antara pemegang gadai dengan pihak keetiga dapat berupa sewa-menyewa atau bagi hasil. Dalam perjanjian dengan pibak ketiga, pemegang gadai tidak berkewajiban meminta persetujuan dengan pengyadai, penggadai hanya mempunyai bhubungan dengan pemegang gadai, Sebagai conioh bisa diadakannya perjanjian sewa sawah atau bagi hasil sawah yang dilakukan pemegang gadai dengan pihak ketiga. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh petnegang gadai dengan pihak ketiga dipetbolehkan selama hanya sebutas berada dalam lingkup penguassan. Ketike perbustan hubungan hukem yang dilakukan dengan pihak ketiga melebihi itu maka tidale diperbotchkan, seperti perjanjian jual- boli antaca pemegang, gadai dengan pial Ketiga Hal tersebut tidak diperbolehkan arena melebihi penguasaan, perbuatan jual-beli hanya bisa dilakukan ole pemilk sawah atau tana bukan penguasa saab atau tana Coutoh dalam kebidupan masyarakat kita adalah untuk memenohi kebutuhan ekonomi keluarga Tetapi terkadang tidak mudah memenuhi kebutuhan tersebut, schingga untuk masyarekat yang tinggal di pedesaan untuk memenuhi kebutuhan tersebut ‘maka dilakukan upaya dengan meminjam uang dengan menggadaikan tanaly yang dimiliki kepada orang lain sebagai kompensasi atas uang yang diterima, Pelaksanaan gadai tanah tersebut biasanya dilakukan dengan mengikuti kebiaswan yunwbedlaku di masyarakat atau mengikuti hulsum ada yang berlaku. Di dalam hukum perdata kita mengenal hhak kebondaan yang bersifat member Kenikmatan dan hak kebendaan yang bersifat member’ jaminan, Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan 19 Jurnel Repertorium, ISSN:2355-2646, Volume J, No.2, November 2014 itu senantiasa tertuju terhadap bendanya orang Jain, mungkin terbadap benda bengerak maka bak kebendaan berupa Hak Tanggungan, sedang jika bbonda jaminan itu tertuju pada benda bengerak waka hhak kebendaan terscbut berupa gad Sengketa gadai tanalvsawah, salah satu yang sangat sreataa dapat menitabulkan permasilaan dan Koni dalam perjanjian gadai tanah diantara para pihak yang melakukan perjanjian ini yaitu mengenai waktu gadai yang morupakan masa atau lamanya barang dai berada di tangan penerima gadai hingga sampai ‘pada saat pemberi gadai dapat menebusnya kembali. ‘Mengonai wakiu gadai, objck gadai, harga gedai (nai atas objck gadai), serta Kesepakatan-kesepakatan lainaya antara para pihak dintangkan dalam sebuah perjanjian gadai tanah yang bersifat tertulis ‘Meskipun pada dasarnya hukum adat tidak mengenal tulisan sebagai alat bukti dalam suatu perbuatan hhukumn yang dibuat oleh warganya. Namun apabila ‘metihat pada kelebihan dari bentuk perjangian gadai adat yang dibuat secara tertulis dan lisan, maka perjanjian gadai adat yang dibuat dalam bentuk tulisan akan lebif kuat dan memberikan perlindungan Jnnkcum bagi para pihak dibandingkn perjanjian yang dibuat hanya dalam bentuk lisan saja Upaya masa tenggang wakta penebnsan Kembali fanah yang dijadikan sebagai obje& gadai telah bberakhir, pemberi gadai (pemilik tanab} setiap waktu dapat saja menguunakan lnak tebusnya meskioun ‘mas perjanjian telah lama berakhir, hak tebus ini tidak akan hilang karena kadaluwarsa (verjaring) atau dengan kata Iain akan tetap ada, (Soerjono Sockanto, 2003:192) Upaya lain yang dapat menjadi salah sary altemnatif ponyclesaian masalzh tidak dapat ditebusnya tanah yang merupakan abjek gadai oleh pemitik adalah penerima gadai dapat menggadaikan kembali (mengalih gadaikan) tanah tersebut kepada pihak lain dengan etaupun tana persetuitvan si pewilik tanab (pemberi gudai), bal ini dapat terjadi apabila penerima yadai dalam keadsan sangat memerlukan uuang, sedangkan si penerima gadai belum manpu untuk menggunakan hak tcbusnya karena belum ‘mempunyai uang misalnya. Upaya lain adalah dengan menjual tanah yang dijadikan sebagai objek gadai tersebut kepada si penerima gadai ataupun Kepada pihak lainaya (Subokti, 1991-15) Pongan demikian apahila pemilile anal (pemineed gadai) belum mampu menebus kembali tanah 20 yang merupakan objek gadai sedangkan waktu penebusannya telah lewat, maka tanah tetsebut tidak bisa langsung menjadi mili si penerima gadai sccara otomatis, karena perlu diedakannya suatu transalisi lagi seperti terscbut diatas, Namun apabila tama yang menjadi objek gadai dijual oleh pembert gadai kepada pilak lain, maka hasil dari penjualan ‘ersebut digunakan nnnak mengembalikan nang milik penerima gudai din kelebihan dari hasil penjusaam dlikembulika pada pemilik (pemberi zadai). Kebijaksanaan hukum adat dalam upaya agar tidak terjadi perselisilian para pihak yang melakukan perjanfian, waktu penebusan gadat tanah rersebut terserah pada pemberi gadai, akan tetapi hs tidak berarti pemberi gadai' merugikan peneri gadai, kecuali untuk tanah gadai yang tidak diusahakan, Untuk tanah gadai yang diusahakan hhatus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Untuk tanah sawah, jika yang mengerjekan sawah itu penerima gadai maka, pemberi gadai harus menunggu penyerahan kembali tanah ¢gadai setclah tanaman dipanen ata “hak ketam” (memungut hesil tanamanpanen) tetap berada pada pemilik tanaman atau penggarap tanaman itu, keeuali disepakati kedua belak pihak bahwa pemberi gad menggant kerugian yang diminta ponerima gadai/penggarap. b. Untuk tebat atau tanah perikanan yang jusahakan pemberi gadai harus memberikan kesempatan bagi penerima gadai/penguscha porikanan tersebut untuk menikamati asi ikan seamusitn atau mengambil Kembali bibitikannya demikiam puls untuk buah-busthan Kesempatan panen bagi penerima gadai/penagarapnya harus, diberikan, C. Gadai Tanab/Sawah Menurut Hukum Adat Masa Kemerdekaan RI (sesudait Undang-Undang Pokok Agraria 1960) Istilah gadai berasal dari bahasa Belanda yaitu _pandrecht. Pandrecht atau hak gadi yang menurut pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUBPerdata) pada dasaraya adalah suatu hak Kebendaan ats suatu benda bergerak kepunysan orang, fain, yang: mclampaui perjanjian discrahkan penguasinya kepada kreditor untuk dapat diambil pelunasan atas satu tang dari hasil penjuatan benéa tersebut secara didahulukan dari kreditor-kreditor perjanjian lainnys ‘Nur Ridwan Ari Sasongko. Gadai Tanal/Sawah menurut Mukum ‘Uang yang akan diterima penggadai tentunya adalah ‘yang disepakuti kedua belah pihak. Sedangkaan waka pengembaliannya tergantung pada kesediaan dan kemaimpuan pihak penggadai, Dengan demikian waktu gadai adalah tidak pasti. Semakin lama waktu gadai tenlunya membawa resiko tersendiri yaitu perubahan nilai mata uang yang berakibat berbedanya besaran vane dari transaksi awal gadai dengan transaksi pengembalian tanah (tebusan), Gadai adalah pinjam-meminjam uang dalam batas ‘walt tertentu dengan menyerahkan barang sebagai fanggungan, jika felah sampai pada waktunya tidak dltebus, barang itu menjadi hak yang membeti pinjaman, Pengertian gadai di atas berbeda dengan pengertian gadai sawah yang diakui dalam fokum adat, Pengertian gadai di atas lebih: menjclaskan perngertian gadai dalam Kitab Undang-Undang Hukuin Perdata (KUHPer) Antara pengertian gadai dalam hukum adat dan KUIIPer, ada banyak periedaan yang menonjol Meskipun keduanya memiliki persamaan berupa penggadaiaan sesuat namwn dalam pelaksanaan gadai sangat terlihat perbedaannya, Gadai dalam hukun adat nmumaya dilakukan dalan kehidupan rmasyarakat pedesaan yang masih memegang tegub kebiassan yang sudah lama terjadi dan masih dilaksanakan, Sementara gadai dalam KUL IPer bib ‘mongarah pada pelaksanaan gadai yang dijalankan oleh lembaga pegadaian, Gadai adalah hubungan hukum antara seseorang dengan tanah kepunyaan orang fain, yang telah mencrima wang gadai dari padanya, Selama uang gadai belum dikembalikan, tanah terscbut diknuasai oleh “pemegang gadai”. Selama itu lasil taniah seluruhnya menjadi hak pemezang gadai. Pengembalian wang gadai atau yang lazim disebut “penebusan”, tergantung pada kemauan dan kemampuan pomilik ianah yang menggadaikan, Apabila dalam wakiu yang ditentukan, pemberi gadai tidak bisa menebusnya, maka dengan sendirinya tanah yang digadaikannya menjadi milik pemegang gadai. Pada beberspa dacrah dikenal jnga gadai dicoana basil tanabnya tidak banya merupakan bum, tetapi merupakan pula angsuran. Gadai demikian itu discbut “ual angsur”. Berlaiman dengan gadai tanah biasa, maka dalam jual angsur setclah lampau bboberapa wakiu tanahnya kombali kepada penggadai tanpa uang tebusan (Boedi Harsono, 2008:394). Pada dasarnya pelaksanaan gadsi darn Muu Adat dan KUHPer adalah perjangian pinjam-meminjem uang. Penggadai sama-sama membutuhkan sejumlah uang sehingge melakukon yadai sebagai Usaha mendspatkan uang dalam waktu singkat. Penggadlai sebauai pihak yang mominjum wang ‘monggadaikan barang atau sawahnya, Sawah/barang yang digadsikan akan dikembalikan ke penggedai dengan cara menebusnya dari pemegang gadai. Dalam gadai baik menurut hukum adat dan KUHPer sama-sama menyerahkan jaminan, Sawah/barang yang digadaikan adalah sebagai barang jaminan. Pengeadai akan menerima vang dari pemegang gadai dengan Pasal 1150 KUHPer. Gadai tanah adalah jual gadai yang berarfi suatu perbuatan pemindshan hak atas tanah kepada piliak lain yang dilakukan secara terang. dani tonai sedemikian rupa sehingga pihak yang melakukan pemindahan hak mempunyai hak untuk menebus ‘cembali anal tersebut dalam istilah lain pemindaban hak atay tanah pada jual gad bersifiat sementara (Soetjono Sockanto, 2003:192). Setelah adanya perjanjian gadai, penagadai akan menyerahkan jaminan atas gedai tersebut. Perbedan pertama adalah mengenai apa yang dijadikan Jjaminan, Dalam gedai hukum adat yang dijadikan jaminan adalah wnah (sawah) saja, hukum adat tidak mengenal pelaksanaan gadai yang dilakukan antara individu dengan individu dengan odjek barang bergerak. Sementara dalam KUHPer yang dlijaminkan bezupa barang bergeruk, barung bergerae disini dapat dicontohkan seperti perhiasan, barang elektronik, dan lain sebagainya. Barang bergerak adalah barang yang apabila dipindahkan maka tidak kan mengubah bentuk dan fungsinya, Jika ditinjau desi segi penguasaan benda yang ‘menjadi jaminan pun berbeda. Pemegang gadai adalah pihak yang menguasai benda yang dijadikan jaminan, Pemegang gadai dalam hukum adat menguasai benda jaminan dan dapat memanfaatan jaminan gadai (sawah). Sawah dapat dimanfuatkan dengan ear menanamiaya selama pelaksanaan gadai sampai penggadai mampu menebusnya. Sementara dalam gadai KUNPer, penguasaan atas barang gadai tanpa adanya pemantaatan dari boenda jaminan terscbut. Pelaksanaan gadai yang disebutkan dalam KUHPer, pemegang gadai (lembaga gadai-pegadaian) hanya berkuasa dan berkewajiban untuk menyimpan serta menjaga benda yang dijaminkan tanpa edanya hak untuk ‘memanfaathan harang jaminan tersebut 24 Jurnel Repertorium, ISSN:2355-2646, Volume J, No.2, November 2014 Waktu pelaksanaan gadai dalam hukum adat pada dasarnya tidak ditentukon, Pengeadai tidak berkewaliban menebus gadai dalam wakta tertentt, Polaksanaan guslai berakhir kotika a ddan kemampuan penggadai untuk menebus gadai, schingga pelaksanaan gad dalam hukum adat tidak dapat dipastikan kapan berakhimya. Berbeda dengan KUbPer, lamanya wakma gadai ditentukan pada perjanjian yang disepakati penggadai dan pemegang sada, Pengyadai berkewajiban menebus sada sesta dengan waktu yang diajukan oleb pemegang gad sesuai dengan yang diperjanjikan. Dept disinmpulkan bafwa waktu gadai antara hukum adat dan KUIPer ‘mempunyai ketentuan yang berbeda, komaua Dalam KUHPer, pemegang gadsi (pegadaian) tidak berhak untuk momanfuatkan barang gadai apalagi sampai melalcukan hubungan hukum dengan pihak fain, Pemegang gadai hanya berhak menyimpan dan berkewaliban menjaga barang yang digadaikan itu. Perbedaan sclanjutnya adalah konsekuensi kotidakmampuan penggadai dalam mencbus barang gadai, Pelaksanaan gadai hukum adat tidak mengatur lamanya waktw gadai, gadai akan berakhir setelah penggadai menebus barang gadai, Jika pengadai belum mampu menebus make hubungan gadai fersebut akan terus berlangsung. Apabila pemegang gad membutuhan uang sementara penggndat bolum ‘mampu mencbusnya maka sawvah ada terscbut dapat diatibkan hubungan gadainya, sering disebut dengan mengoper gadai. Pemegang gadai menggadaikan lagi sawah tentunya dengan sepengetahuan pemilik swab dalam hal ini penggadai, Cara lain yang dapat ditempub jike penggadai tidak mampw menebus sawahnya adalah dengan jual-tepas. Pemegang gadai ingin mengakhiri hubungan gadai sementara penggadai tidak mampu menobusnya maka dapat diakhiri dengan jual-lepas. Penggadai menjual tanah tersebut ke pemegang gadai, pemegang gadai akan menambah sejumlah ang untuk membeli sawah fersebut schingga harganya sesuai dengan harga jual pada wakiw itu, Scdangkan datam pelaksanaan sgadai dalam KUIPer, ketika penggadai tidak mampu ‘membayar tebusan barang, gadai dalam waktu yang telah disepakati maka pepadaian sebagai pemegang gadai akan melakukan lelang. Barang jaminan yang tidak ditebus pada waktunya akan dilelang, hasil dari lelang akan digunakan untuk membayar wang yang dipinjam penggadai dari pemegang gadai. (Rahmadi Usman, 2003: 119), 22 Seperti yang telah tercanfun dalam pasal 7 Undang- Undang Nemor 36 PRP tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian menyebutkan rmengenai bate waktt penebusan ada tas tana pertanian dimaksudkan untuk melindungi pihak ‘yang ckonominya lemah yaitu. petani, yang dalam kkeadaan mendesak dan memerlukan uang untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya sehingea mereka menggadaikan tanah sawalmya dalam ‘tenggang waktu 7 (tujub) tabuo, D. Gadai Tanah/Sawah Menurut Hukum Adat Masa Reformasi Gadai tanah dalam masyaraket adalah stat hal ‘yang sudah sejak lama berlangsung hinggs sekarang, dan dalam polaksanannya dapat terjadi sengketa ‘yang penyelesaiannya harus diselesaikan melalui pengedilan behkan sampoi dengan tingkat Mabkamel Agung, Semula kewenangan mengadili yang menjadi perkara gadal ranah adalah Pengadiian Landreform, berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1964 tentang Pengadilan Landreform, yang bertugas mengadili perkuru-perkara yang timbul «alam pelaksamaan peraturan-peraturan landretorm, “Tetapi deagan berlakunya Undang-Undang Nomar 7 Tahun 1970 tentang Penghapusan Pengadilan Landreform yang berlaku mulai 31Juli 1970 tentang Penghapussn Pengadilan Landreform yang berlaku ralai 31 Juli 1970 tentang menghapuskan Pengadilan Landreform, perkarieperkara gadai tana semuanya iperikse dan diputus oleh pengadilan-pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Transaksi yang terjadi menurut Hukum Perdata, ‘ratsaksi atas tonah menuret Hukuim Adat tak pera

You might also like