GADAI TANAH/SAWAH MENURUT HUKUM ADAT
DARI MASA KE MASA
‘Nur Ridwan Ari Sasongko
Email: nurridwanarisasongko@ yahoo.com
Mahasiswa S2 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Abstract
Lead in the custom an comonanty, fsa treusere to beutesays defined. Beesnre the chan euubon ity deter mined
by widdh of land and itis aso important to determine someone’ origin, Therefore, land matters can not he
ignored since some one s value related to land. According tothe eustom law, land handover ivallowed to perform
if there Is an urgent condition, that is, endangering or conduciving to ignominy for the family. The purpose
of mortage stimulation according to Article 7 of Act Number S6/Prp/l960 is to avoid human exploitation by
other humans. This mortgage practice for example in Java, ts very harm the land owners.
Keyword: mortgage, land, custom law, more than more
Absteal
Tanah dalam masyarakat Hukum Adat merupakan harta kekayaan yang selalu dipertahankan, karena wibawa
kkaum akan sangat ditentukan, oleh huasnya tanah yang dimiliki, begitu halnya dalam menentukan asti atau
fidaknya seseorang (suatu kaum) berasal dari suatu dseral, Oleh sebab itu soal tanah tidak dapat diabaikan
bouitu saa, tingginya nila seseorany bersanukut pavt dengan tanab, Menurt Hukurn Adat memindal tangankan
tanah itu baru boleh dilaksanakan apabile ada keadaan yang mendesa, yaitu dalam hal membehayakan sau,
akan mendatumgkan aib bagi keluarga. Adapun tujuan dikeluarkannya Ketentuan gadai menurut Pasal 7 UU
'No.S6/Prp/1960 ini adalah untuk menghindarkan terjadi penghisapan manusia oleh mamusia, hal ini dalam
praktek gadai yang terjadi di Pulau Jawa terlinat sangat merugikan pihak pemilik tanah.
‘A. Pendahuluan Dapat diketabui bahwa hampir semua masyarakat
telah menjadikan kegiatan pinjam-meminjam wang
Keanekaragaman budaya yang memapakan pozensi sebagai sesuatu yang sungat diperlukan untuk
berharga untuk membangun konsepsi liukum — mendukung peckembangan kegiatan ekonomi dan
yang berkembang mengikuti masyarakat dan untuk meningkatkan taraf hidup kehidupan, Pihak
menjadikan sarana untuk mengubah masyarckat —pemberi pinjaman yang mempuayai kelebihan
dengan memfungsikan hukum scbagai pengatur ang hersedia memberikan pinjaman wang kepada
masyaraka, yang memerlukannya, Sebaliknya, pink pemin jam
berdasarkan keperluan atau tujuan terenty melakukan
peminjaman uang tersebut. Secara umum dapat
dikatakan bahwa pihak peminjam untuk membiayai
kebutuhan yang terkait dengan kehidupan schari
Hokum meliputi semua aspek Kehidupan manusia
schingza dalam penerapannya hucum digolongkan
ke dalam bigang-bidang tercentu dengan disesuaikan
pada tugas dan fingsinya Selah satu bidang yangeral. (na ane era A Ade a
dalam Kehidupan da tngkal aku manasia engin pervpiayoan leepiatan-ke siaten sahanya. (M.
lingkungan di sekitarnya adalah bidang, hukum oe
perdata. Kegiatan pinjam meminjam uang telah “8S
dilakukan sejak lama dalam kehidupan musyarakat Dengan cemikian, kegiatan pinjam-meminjam wang
yang clah mengenal uang schagat ala pembayaran, _scah merupakan bagian cari ehigupan masyarskat
18Nur Ridwaa Ati Sasoagko, Gadai TanalySawak menutut Hukom
saat ini, Selanjutnya dalam kegiatan pinjam meminjam
ang yang terjadi di masyarakut dapat diveriatikin
bahwa pada umumnya sering dipersyaratkan adanya
penyerahan jarninan utang oleh pihak peminjam
kepada pihak pemberi jaminan. Jaminan utang
dapat berupa barang schingga merupakan jaminan
kebendaan dan’atau berupa janji penanggungan utang
sehingga merupakan jaminan perorangan, Jaminan
kebendaan memberikan hak kebendaan kepada
pemegang jauninan,
B, Gadai Tanah/Sawah Menurut Hukum
Adat Masa Hindia Belanda (sebelum
Undang-Undang Pokok Agraria 1960)
Gadai adalah hubungan hukum antara seseorang
dengan tanah kepunyaan orang Iain, yang telah
menerima wang gadai dari padanya, Selama
uang gadai belum dikembalikan, tanah tersebut
dikuasai oleh “pemegang gadai”. Selama itu hasil
tanah scluruhnya menjadi hak pemegang gadai.
Pengenibalian wang gadai atau yang Tazim discut
“penebusan”, tergantung pada kemauan dan
emampuian pemilik tanah yang menggadaikan.
Gadai dapat diartikan menyerahkan tanah dari
ponggadai (pomilik tana} kepada pemogang gadai
(pemogang gadai) untuk menerima pembayaran
sejurmlah uang secara tunai dari pemegang gadai,
dengan ketentuan penggadai tetap berhak atas
pengemibalian tanafnya dengan jalan menebusnya
kembali dari pemegang gadai. Pada dasurnya
bosar uang icbusan adalah sama dengan uang yang
diserahkan pemegang gadai pada awal transaksi
gadai kepada penjual gadai, tidak ada perbecean
nominal tang.(Rachmradi Usman, 2008:120),
Hukum adat memandang gadai tanah sebagai
hak yang betsifat memberikan kenikmatan yang
ferjadinya bukan karena adanya perjanjian pinjam-
‘meminjarn dan perbuatan lainnya yang menimbulkan
hudungan hukum wang plurang, remegang gadal
tanah berhak untuk memungut has yang ditimbulkan
oleh dan dari pemegany gadai tersebut, Sclama itt
hasil ianah scluruhnya menjadi hak pemegang
gadai yang merupakan bunga dari utang tersebut
Penebusan tanah itu tergantang pada kemauan dan
kemampuan yang menggadaikan. Banyak gadai yang
berlangsung bertalun-iaimun, berpuhuh ‘abun, babkan
ad pula yung ditanjutkan oleh bli waris penggadai
dan pemewang gadai, kerena penggadai tidak mampu
tuntule menebus tanafmnya Kembali
Inisiatif pelaksanaan gadai berasal dari keinginan
pibak penguedai, Ununnya alasun pelaksunwan
gadai Karena didorong oleh adanya tuntutan
Kebutulian penggadai, Pemegang gadai hanya
pasif mencrima tawaran dari penggadai. Sciclah
hhortemunya pihak penggadai dan pemegang gedai
‘maka antara kedua pihak membuat kesepakatan ates
ppelaksanaan gadai, Ketika terjadi kesepakatan antara
penggadai dan pemegang gadai, maka terjadilah
perjanjian pelaksanaan wad,
Para pihak dalam gadai adalah penggadai sebagai
pihak pertama dan pemegang gadai sebagai pihak
kedua, Dalam pelaksanaan gedai hukum adat,
pemegang gadai dapet melakukan hubungan hukum
fain dengan pihak ketiga. Dengan catatan ketika
penggadai mencbusnya Kembali maka pemogang
gadai harus mengembalikan tanah/sawah terscbut.
Hubungan antara pemegang gadai dengan pihak
keetiga dapat berupa sewa-menyewa atau bagi hasil.
Dalam perjanjian dengan pibak ketiga, pemegang
gadai tidak berkewajiban meminta persetujuan
dengan pengyadai, penggadai hanya mempunyai
bhubungan dengan pemegang gadai, Sebagai conioh
bisa diadakannya perjanjian sewa sawah atau bagi
hasil sawah yang dilakukan pemegang gadai dengan
pihak ketiga. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh
petnegang gadai dengan pihak ketiga dipetbolehkan
selama hanya sebutas berada dalam lingkup
penguassan. Ketike perbustan hubungan hukem
yang dilakukan dengan pihak ketiga melebihi itu
maka tidale diperbotchkan, seperti perjanjian jual-
boli antaca pemegang, gadai dengan pial Ketiga
Hal tersebut tidak diperbolehkan arena melebihi
penguasaan, perbuatan jual-beli hanya bisa dilakukan
ole pemilk sawah atau tana bukan penguasa saab
atau tana
Coutoh dalam kebidupan masyarakat kita adalah
untuk memenohi kebutuhan ekonomi keluarga
Tetapi terkadang tidak mudah memenuhi kebutuhan
tersebut, schingga untuk masyarekat yang tinggal
di pedesaan untuk memenuhi kebutuhan tersebut
‘maka dilakukan upaya dengan meminjam uang
dengan menggadaikan tanaly yang dimiliki kepada
orang lain sebagai kompensasi atas uang yang
diterima, Pelaksanaan gadai tanah tersebut biasanya
dilakukan dengan mengikuti kebiaswan yunwbedlaku
di masyarakat atau mengikuti hulsum ada yang
berlaku. Di dalam hukum perdata kita mengenal
hhak kebondaan yang bersifat member Kenikmatan
dan hak kebendaan yang bersifat member’ jaminan,
Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan
19Jurnel Repertorium, ISSN:2355-2646, Volume J, No.2, November 2014
itu senantiasa tertuju terhadap bendanya orang
Jain, mungkin terbadap benda bengerak maka bak
kebendaan berupa Hak Tanggungan, sedang jika
bbonda jaminan itu tertuju pada benda bengerak waka
hhak kebendaan terscbut berupa gad
Sengketa gadai tanalvsawah, salah satu yang sangat
sreataa dapat menitabulkan permasilaan dan Koni
dalam perjanjian gadai tanah diantara para pihak
yang melakukan perjanjian ini yaitu mengenai waktu
gadai yang morupakan masa atau lamanya barang
dai berada di tangan penerima gadai hingga sampai
‘pada saat pemberi gadai dapat menebusnya kembali.
‘Mengonai wakiu gadai, objck gadai, harga gedai (nai
atas objck gadai), serta Kesepakatan-kesepakatan
lainaya antara para pihak dintangkan dalam sebuah
perjanjian gadai tanah yang bersifat tertulis
‘Meskipun pada dasarnya hukum adat tidak mengenal
tulisan sebagai alat bukti dalam suatu perbuatan
hhukumn yang dibuat oleh warganya. Namun apabila
‘metihat pada kelebihan dari bentuk perjangian gadai
adat yang dibuat secara tertulis dan lisan, maka
perjanjian gadai adat yang dibuat dalam bentuk
tulisan akan lebif kuat dan memberikan perlindungan
Jnnkcum bagi para pihak dibandingkn perjanjian yang
dibuat hanya dalam bentuk lisan saja
Upaya masa tenggang wakta penebnsan Kembali
fanah yang dijadikan sebagai obje& gadai telah
bberakhir, pemberi gadai (pemilik tanab} setiap waktu
dapat saja menguunakan lnak tebusnya meskioun
‘mas perjanjian telah lama berakhir, hak tebus ini
tidak akan hilang karena kadaluwarsa (verjaring)
atau dengan kata Iain akan tetap ada, (Soerjono
Sockanto, 2003:192)
Upaya lain yang dapat menjadi salah sary altemnatif
ponyclesaian masalzh tidak dapat ditebusnya tanah
yang merupakan abjek gadai oleh pemitik adalah
penerima gadai dapat menggadaikan kembali
(mengalih gadaikan) tanah tersebut kepada pihak
lain dengan etaupun tana persetuitvan si pewilik
tanab (pemberi gudai), bal ini dapat terjadi apabila
penerima yadai dalam keadsan sangat memerlukan
uuang, sedangkan si penerima gadai belum manpu
untuk menggunakan hak tcbusnya karena belum
‘mempunyai uang misalnya. Upaya lain adalah
dengan menjual tanah yang dijadikan sebagai objek
gadai tersebut kepada si penerima gadai ataupun
Kepada pihak lainaya (Subokti, 1991-15)
Pongan demikian apahila pemilile anal (pemineed
gadai) belum mampu menebus kembali tanah
20
yang merupakan objek gadai sedangkan waktu
penebusannya telah lewat, maka tanah tetsebut
tidak bisa langsung menjadi mili si penerima gadai
sccara otomatis, karena perlu diedakannya suatu
transalisi lagi seperti terscbut diatas, Namun apabila
tama yang menjadi objek gadai dijual oleh pembert
gadai kepada pilak lain, maka hasil dari penjualan
‘ersebut digunakan nnnak mengembalikan nang milik
penerima gudai din kelebihan dari hasil penjusaam
dlikembulika pada pemilik (pemberi zadai).
Kebijaksanaan hukum adat dalam upaya agar tidak
terjadi perselisilian para pihak yang melakukan
perjanfian, waktu penebusan gadat tanah rersebut
terserah pada pemberi gadai, akan tetapi hs
tidak berarti pemberi gadai' merugikan peneri
gadai, kecuali untuk tanah gadai yang tidak
diusahakan, Untuk tanah gadai yang diusahakan
hhatus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Untuk tanah sawah, jika yang mengerjekan
sawah itu penerima gadai maka, pemberi gadai
harus menunggu penyerahan kembali tanah
¢gadai setclah tanaman dipanen ata “hak ketam”
(memungut hesil tanamanpanen) tetap berada
pada pemilik tanaman atau penggarap tanaman
itu, keeuali disepakati kedua belak pihak bahwa
pemberi gad menggant kerugian yang diminta
ponerima gadai/penggarap.
b. Untuk tebat atau tanah perikanan yang
jusahakan pemberi gadai harus memberikan
kesempatan bagi penerima gadai/penguscha
porikanan tersebut untuk menikamati asi ikan
seamusitn atau mengambil Kembali bibitikannya
demikiam puls untuk buah-busthan Kesempatan
panen bagi penerima gadai/penagarapnya harus,
diberikan,
C. Gadai Tanab/Sawah Menurut Hukum
Adat Masa Kemerdekaan RI (sesudait
Undang-Undang Pokok Agraria 1960)
Istilah gadai berasal dari bahasa Belanda yaitu
_pandrecht. Pandrecht atau hak gadi yang menurut
pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUBPerdata) pada dasaraya adalah suatu hak
Kebendaan ats suatu benda bergerak kepunysan
orang, fain, yang: mclampaui perjanjian discrahkan
penguasinya kepada kreditor untuk dapat diambil
pelunasan atas satu tang dari hasil penjuatan benéa
tersebut secara didahulukan dari kreditor-kreditor
perjanjian lainnys‘Nur Ridwan Ari Sasongko. Gadai Tanal/Sawah menurut Mukum
‘Uang yang akan diterima penggadai tentunya adalah
‘yang disepakuti kedua belah pihak. Sedangkaan waka
pengembaliannya tergantung pada kesediaan dan
kemaimpuan pihak penggadai, Dengan demikian
waktu gadai adalah tidak pasti. Semakin lama
waktu gadai tenlunya membawa resiko tersendiri
yaitu perubahan nilai mata uang yang berakibat
berbedanya besaran vane dari transaksi awal gadai
dengan transaksi pengembalian tanah (tebusan),
Gadai adalah pinjam-meminjam uang dalam batas
‘walt tertentu dengan menyerahkan barang sebagai
fanggungan, jika felah sampai pada waktunya tidak
dltebus, barang itu menjadi hak yang membeti
pinjaman, Pengertian gadai di atas berbeda dengan
pengertian gadai sawah yang diakui dalam fokum
adat, Pengertian gadai di atas lebih: menjclaskan
perngertian gadai dalam Kitab Undang-Undang
Hukuin Perdata (KUHPer)
Antara pengertian gadai dalam hukum adat dan
KUIIPer, ada banyak periedaan yang menonjol
Meskipun keduanya memiliki persamaan berupa
penggadaiaan sesuat namwn dalam pelaksanaan
gadai sangat terlihat perbedaannya, Gadai dalam
hukun adat nmumaya dilakukan dalan kehidupan
rmasyarakat pedesaan yang masih memegang tegub
kebiassan yang sudah lama terjadi dan masih
dilaksanakan, Sementara gadai dalam KUL IPer bib
‘mongarah pada pelaksanaan gadai yang dijalankan
oleh lembaga pegadaian,
Gadai adalah hubungan hukum antara seseorang
dengan tanah kepunyaan orang fain, yang telah
mencrima wang gadai dari padanya, Selama
uang gadai belum dikembalikan, tanah terscbut
diknuasai oleh “pemegang gadai”. Selama itu lasil
taniah seluruhnya menjadi hak pemezang gadai.
Pengembalian wang gadai atau yang lazim disebut
“penebusan”, tergantung pada kemauan dan
kemampuan pomilik ianah yang menggadaikan,
Apabila dalam wakiu yang ditentukan, pemberi gadai
tidak bisa menebusnya, maka dengan sendirinya
tanah yang digadaikannya menjadi milik pemegang
gadai. Pada beberspa dacrah dikenal jnga gadai
dicoana basil tanabnya tidak banya merupakan bum,
tetapi merupakan pula angsuran. Gadai demikian
itu discbut “ual angsur”. Berlaiman dengan gadai
tanah biasa, maka dalam jual angsur setclah lampau
bboberapa wakiu tanahnya kombali kepada penggadai
tanpa uang tebusan (Boedi Harsono, 2008:394).
Pada dasarnya pelaksanaan gadsi darn Muu Adat
dan KUHPer adalah perjangian pinjam-meminjem
uang. Penggadai sama-sama membutuhkan
sejumlah uang sehingge melakukon yadai sebagai
Usaha mendspatkan uang dalam waktu singkat.
Penggadlai sebauai pihak yang mominjum wang
‘monggadaikan barang atau sawahnya, Sawah/barang
yang digadsikan akan dikembalikan ke penggedai
dengan cara menebusnya dari pemegang gadai.
Dalam gadai baik menurut hukum adat dan KUHPer
sama-sama menyerahkan jaminan, Sawah/barang
yang digadaikan adalah sebagai barang jaminan.
Pengeadai akan menerima vang dari pemegang gadai
dengan Pasal 1150 KUHPer.
Gadai tanah adalah jual gadai yang berarfi suatu
perbuatan pemindshan hak atas tanah kepada
piliak lain yang dilakukan secara terang. dani tonai
sedemikian rupa sehingga pihak yang melakukan
pemindahan hak mempunyai hak untuk menebus
‘cembali anal tersebut dalam istilah lain pemindaban
hak atay tanah pada jual gad bersifiat sementara
(Soetjono Sockanto, 2003:192).
Setelah adanya perjanjian gadai, penagadai akan
menyerahkan jaminan atas gedai tersebut. Perbedan
pertama adalah mengenai apa yang dijadikan
Jjaminan, Dalam gedai hukum adat yang dijadikan
jaminan adalah wnah (sawah) saja, hukum adat
tidak mengenal pelaksanaan gadai yang dilakukan
antara individu dengan individu dengan odjek
barang bergerak. Sementara dalam KUHPer yang
dlijaminkan bezupa barang bergeruk, barung bergerae
disini dapat dicontohkan seperti perhiasan, barang
elektronik, dan lain sebagainya. Barang bergerak
adalah barang yang apabila dipindahkan maka tidak
kan mengubah bentuk dan fungsinya,
Jika ditinjau desi segi penguasaan benda yang
‘menjadi jaminan pun berbeda. Pemegang gadai
adalah pihak yang menguasai benda yang dijadikan
jaminan, Pemegang gadai dalam hukum adat
menguasai benda jaminan dan dapat memanfaatan
jaminan gadai (sawah). Sawah dapat dimanfuatkan
dengan ear menanamiaya selama pelaksanaan
gadai sampai penggadai mampu menebusnya.
Sementara dalam gadai KUNPer, penguasaan
atas barang gadai tanpa adanya pemantaatan dari
boenda jaminan terscbut. Pelaksanaan gadai yang
disebutkan dalam KUHPer, pemegang gadai
(lembaga gadai-pegadaian) hanya berkuasa dan
berkewajiban untuk menyimpan serta menjaga
benda yang dijaminkan tanpa edanya hak untuk
‘memanfaathan harang jaminan tersebut
24Jurnel Repertorium, ISSN:2355-2646, Volume J, No.2, November 2014
Waktu pelaksanaan gadai dalam hukum adat
pada dasarnya tidak ditentukon, Pengeadai tidak
berkewaliban menebus gadai dalam wakta tertentt,
Polaksanaan guslai berakhir kotika a
ddan kemampuan penggadai untuk menebus gadai,
schingga pelaksanaan gad dalam hukum adat tidak
dapat dipastikan kapan berakhimya. Berbeda dengan
KUbPer, lamanya wakma gadai ditentukan pada
perjanjian yang disepakati penggadai dan pemegang
sada, Pengyadai berkewajiban menebus sada sesta
dengan waktu yang diajukan oleb pemegang gad
sesuai dengan yang diperjanjikan. Dept disinmpulkan
bafwa waktu gadai antara hukum adat dan KUIPer
‘mempunyai ketentuan yang berbeda,
komaua
Dalam KUHPer, pemegang gadsi (pegadaian) tidak
berhak untuk momanfuatkan barang gadai apalagi
sampai melalcukan hubungan hukum dengan pihak
fain, Pemegang gadai hanya berhak menyimpan dan
berkewaliban menjaga barang yang digadaikan itu.
Perbedaan sclanjutnya adalah konsekuensi
kotidakmampuan penggadai dalam mencbus barang
gadai, Pelaksanaan gadai hukum adat tidak mengatur
lamanya waktw gadai, gadai akan berakhir setelah
penggadai menebus barang gadai, Jika pengadai
belum mampu menebus make hubungan gadai
fersebut akan terus berlangsung. Apabila pemegang
gad membutuhan uang sementara penggndat bolum
‘mampu mencbusnya maka sawvah ada terscbut dapat
diatibkan hubungan gadainya, sering disebut dengan
mengoper gadai. Pemegang gadai menggadaikan
lagi sawah tentunya dengan sepengetahuan pemilik
swab dalam hal ini penggadai, Cara lain yang dapat
ditempub jike penggadai tidak mampw menebus
sawahnya adalah dengan jual-tepas. Pemegang
gadai ingin mengakhiri hubungan gadai sementara
penggadai tidak mampu menobusnya maka dapat
diakhiri dengan jual-lepas. Penggadai menjual tanah
tersebut ke pemegang gadai, pemegang gadai akan
menambah sejumlah ang untuk membeli sawah
fersebut schingga harganya sesuai dengan harga
jual pada wakiw itu, Scdangkan datam pelaksanaan
sgadai dalam KUIPer, ketika penggadai tidak mampu
‘membayar tebusan barang, gadai dalam waktu yang
telah disepakati maka pepadaian sebagai pemegang
gadai akan melakukan lelang.
Barang jaminan yang tidak ditebus pada waktunya
akan dilelang, hasil dari lelang akan digunakan
untuk membayar wang yang dipinjam penggadai
dari pemegang gadai. (Rahmadi Usman, 2003:
119),
22
Seperti yang telah tercanfun dalam pasal 7 Undang-
Undang Nemor 36 PRP tahun 1960 tentang
Penetapan Luas Tanah Pertanian menyebutkan
rmengenai bate waktt penebusan ada tas tana
pertanian dimaksudkan untuk melindungi pihak
‘yang ckonominya lemah yaitu. petani, yang dalam
kkeadaan mendesak dan memerlukan uang untuk
mencukupi kebutuhan sehari-harinya sehingea
mereka menggadaikan tanah sawalmya dalam
‘tenggang waktu 7 (tujub) tabuo,
D. Gadai Tanah/Sawah Menurut Hukum
Adat Masa Reformasi
Gadai tanah dalam masyaraket adalah stat hal
‘yang sudah sejak lama berlangsung hinggs sekarang,
dan dalam polaksanannya dapat terjadi sengketa
‘yang penyelesaiannya harus diselesaikan melalui
pengedilan behkan sampoi dengan tingkat Mabkamel
Agung,
Semula kewenangan mengadili yang menjadi
perkara gadal ranah adalah Pengadiian Landreform,
berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun
1964 tentang Pengadilan Landreform, yang
bertugas mengadili perkuru-perkara yang timbul
«alam pelaksamaan peraturan-peraturan landretorm,
“Tetapi deagan berlakunya Undang-Undang Nomar
7 Tahun 1970 tentang Penghapusan Pengadilan
Landreform yang berlaku mulai 31Juli 1970 tentang
Penghapussn Pengadilan Landreform yang berlaku
ralai 31 Juli 1970 tentang menghapuskan Pengadilan
Landreform, perkarieperkara gadai tana semuanya
iperikse dan diputus oleh pengadilan-pengadilan
dalam lingkungan Peradilan Umum,
Transaksi yang terjadi menurut Hukum Perdata,
‘ratsaksi atas tonah menuret Hukuim Adat tak pera