You are on page 1of 342
ALTERO Ler ee eo Penyunting: Alit Tisna Palupi Penyelaras Akhir: Redaksi Hikaru Publishing Penata Letak: Shinta Chan Pee Ole lc es} CeO e Ts Dat Diamond Golden Cinere, Blok J 4A, JI. Raya Pramuka No. 25, Grogol Krukut, Kelurahan Grogol, Kecamatan Limo, Pema ec Seacrest ree Me cet sea) PCy Pa Ln ic) STC aT ea RUSE cer] Jakarta Selatan, 12620 RCN Crabtree) (ese) er Cac iAUns} KATALOG DALAM TERBITAN Ue Cr mtn em Tara ere ma Cate Tae aU Ee BO Eee) eee ees UCAPAN TERIMA KASIH Tone kasih kepada Allah swt, kedua orangtua, kedua saudara, dan seluruh keluargaku. Terima kasih juga untuk Hikaru Publishing, Terima kasih karena mau memberikan kesempatan, kepercayaan, dan banyak ngajarin aku banyak hal. Terima kasih buat si S, si 7, dan si N yang mau dengerin curhatku dan support aku dalam menulis, meski sebenarnya aku tahu kalian banyak gak ngertinya, tapi kalian tetap mau dengerin dan itu berarti banget buat aku. Terima kasih untuk Millenium Author, Fighter Squend, dan BOLT, grup yang kasih banyak banget dorongan dan ilmu bermanfaat. Kalian bisa bangkitikan semangat dan mood yang naik turun gak jelas. Maaf gak bisa disebutin satu-satu namanya, untuk menjaga buku ini supaya tetap berisi cerita bukan daftar nama- nama orang spesial seperti kalian (#ngerayudikit) Terima kasih untuk pembaca Wattpad-ku yang mau ngikutin cerita ini dari awal, yang mau nunggu dan kasih support setiap aku lagi gak pede dengan tulisanku yang amburadul ini. Aku minta maaf kalau sering ngecewain kalian. Gak perah kepikiran dan ngebayangin nerbitin buku, apalagi bikin ucapan terima kasih seperti ini. Cuma bisa bersyukur yang banyak. Kalau gak ada kalian semua, mungkin cerita ini hanya menjadi sekumpulan kata yang tidak berarti. Tapi, karena kalian hadir cerita ini lebih bermakna. Oke, karena kalian support aku, aku juga bakal support kalian. Aku jalan dari bawah dan gak mudah untuk berjalan naik. Ada takutnya dan ada tantangannya, Jadi utuk apa pun yang kalian usahain jangan berhenti karena hanya kegagalan. Karena sesungguhnya kegagalan itu adalah keberhasilan yang tertunda (#gakbiasanyangomongbijak). *Preman yang selalu berusaha mempbuat yang terbaik untuk kalian. C ‘oi!” Nanda berusaha mengejar langkah lebar cowok di depannya. Were conotsone dikejar Nanda masih tetap tidak peduli dengan usaha gadis itu menyapanya. “Ceilah, gue dikacangin”” Nanda berhenti berusaha menyejajarkan langkahnya. “Terus aja gitu. Gue tinggal nih!” Kesabarannya sudah habis, Nanda siap-siap berbalik meninggalkan cowok itu. Bara berhenti melangkah, memutar tubuhnya, lalu menarik telapak tangan Nanda agar berbalik menghadapnya lagi. “Lo, kenapa harus berubah?” Bara menatap dingin gadis di depannya. “Apaan, sih?” Nanda mengernyit bingung. “Ngapain ngubah penampilan lo?” Bara menarik Nanda agar lebih dekat. “Kenapa? Gue keliatan aneh ya?” Nanda menunduk melihat penampilannya. Semua perubahan ini dilakukan agar Aldebara tidak malu punya pacar tomboi yang nggak cantik dan menarik. la merasa tidak sederajat dengan Aldebara yang most wanted boy itu. “Itu masalahnya.” Bara menangkup wajah Nanda agar menatapnya tapi gadis itu tetap saja menundukkan pandangannya. “Lo nggak aneh sama sekali, malah cantik banget dan gue nggak suka orang-orang nontonin lo.’ Bara mengusap dengan lembut pipi gadisnya itu. Nanda memandang Aldebara yang menatap dingin ke sekeliling, menebarkan aura intimidasi kepada semua orang yang melirik gadisnya. ara masih duduk di warung dengan spanduk besar bertuliskan Betsey yang menjadi identitas warung itu, tepatnya di belakang pasar modern. la menikmati sensasi pedas dari bebek galak—menu unggulan di sini—sambil sesekali menyeruput es tehnya untuk menetralkan rasa pedas yang menggigit lidahnya. Bara sangat menyukai menu andalan satu ini, karena apa? Entahlah, Bara hanya suka karena cita rasa dari masakan tersebut terasa cocok dengan seleranya. Langit sudah menunjukkan tanda-tanda bahwa matahari sudah akan terbenam. Tidak sengaja Bara menoleh ke arah kiri. Gerombolan orang yang sedang terduduk di pinggir jalan di seberang jalan menarik perhatiannya. Sebenarnya baju yang mereka gunakan biasa saja, ada yang memakai jaket berwarna gelap, ada yang hanya memakai kaus hitam polos dengan celana seragam berwarna abu-abu dan sepatu kets. Beberapa dari mereka ada yang warna rambutnya kemerahan hasil cat rambut sembarangan. Namun, tongkat bisbol yang mereka pegang, menunjukkan sesuatu yang tidak biasa. la menduga mungkin delapan orang remaja itu sedang menunggu lawan tarung, karena tempat itu memang tempat yang cocok untuk bentrok. Dekat dengan keramaian pasar yang membuat_ polisi susah menemukan mereka saat melarikan diri ke dalam pasar untuk bersembunyi nantinya jika tepergok. Bara semakin yakin dengan dugaannya karena tak berapa lama kemudian sebuah gerombolan dengan jumlah yang sama dengan ‘grup tuan rumah’ datang. Dua orang yang sepertinya perwakilan dari masing-masing geng itu terlihat berbicara. Tak lama kemudian, mereka mulai saling pukul, menangkis, mengelak kemudian memukul lagi. Sepertinya mereka tidak terlalu menguasai jurus bertarung, kecuali satu orang yang tidak lain adalah pemimpin grup pendatang tadi yang terlihat mata bahwa ia kurus, tetapi menguasai teknik-teknik memukul dan menendang dengan baik, ia juga dapat melihat jika orang itu dapat melakukan kombinasi pukulan dengan pintar. Bara sangat tahu tentang itu semua karena ia juga sangat menguasainya. la masih memperhatikannya hingga salah satu dari mereka yang akan memukul pemimpin grup pendatang tadi tidak sengaja membuka tudung jaket dan masker seseorang yang terlihat sebagai pemimpin kubu pendatang tadi. Seketika ia terkesiap saat masker itu terbuka memperlihatkan wajah seorang gadis dengan rambut legam. Dengan tergesa, Bara meletakkan selembar uang ratusan ribu di atas meja, padahal sebenarnya harga makanan yang dipesannya di bawah itu. Entah pikiran dari mana hingga ia berdiri dan berjalan mendekat ke arah perkelahian itu terjadi. la menarik lengan gadis itu hingga gadis itu berbalik menatapnya dengan terkejut. la sungguh tidak percaya seseorang yang menguasai_ teknik memukul selincah itu adalah seorang gadis cantik bermata indah seperti sosok di depannya itu. Fokusnya teralihkan saat seorang cowok seusianya mendekat dan akan memukul gadis di hadapannya. Refleks, Bara menonjok pelipis pria itu hingga robek dan mengeluarkan sedikit darah, lalu ia menarik gadis itu menjauh dari perkelahian. Entah bagaimana, ia hanya merasa perlu melindungi gadis cantik bermata coklat itu. “Apaan, sih?” sungut gadis itu mencoba melepaskan lengannya. Bara sengaja melepas lengan gadis itu saat ia melihat perkelahian itu sudah bubar. Tampaknya warga sekitar pasar mulai menyadari ada perkelahian sehingga datanglah beberapa petugas keamanan. Saat petugas berseragam itu tampak di ujung jalan, gerombolan yang sedang baku hantam itu langsung berhenti. Mereka berlarian berusaha menghindarkan diri dari petugas. la _memperhatikan wajah gadis di depannya yang sedang memegangi pergelangan tangannya yang tadi tanpa sadar sudah dicengkeramnya dengan erat itu dan tanpa basa-basi gadis itu pergi begitu saja dari hadapannya. Tidak seperti gadis-gadis lain yang selama ini biasa mencari perhatian lebih darinya, gadis berambut legam itu pergi tanpa berusaha mengajaknya bicara sedikit pun. la, Aldebara Geril W. Adelheid, seorang cowok most wanted yang terlalu mencolok untuk tidak diperhatikan. Menyandang nama keluarga nomor satu di Indonesia. Bukan hal yang mudah baginya, karena sesungguhnya yang ia inginkan hanyalah ketenangan dan jauh dari sorotan perhatian. Kali ini, untuk pertama kalinya ia tidak mendapat perhatian lebih dari seorang gadis. “Be seru siswi dengan rambut sebahu. “Astaga, calon suami gue,’ timpal cewek berbando pink. “Idih, amit-amit! Dia punya gue ya!” tukas temannya sambil tidak melepaskan pandangan dari Bara. Salah seorang cewek menyanyikan lagu “Dear Future Husband” dengan suara cemprengnya. Meng-cover lagu dari penyanyi yang lagi hits. “Gila, oksigen gue..!" jerit cewek di kanannya. “Aduh gantengnya, kagak bisa napas gue!” Cewek itu mengipas-ngipas wajahnya seperti kepanasan. “Kagak senyum aja udah HOT markohot.” Seorang cewek bertepuk tangan tidak jelas. Dan.... masih banyak lagi teriakan histeris yang harus menjadi sarapan tambahan kesehariannya di sekolah. tu memuakkan bagi seorang Aldebara. Seorang cowok kaya anak pemilik yayasan sekolah, cowok genius dengan wajah tampan. Tidak jarang orang sangat ingin memiliki hidup coy seperti cowok itu karena menurut mereka hidup seorang Bara sangat sempurna. Dengan wanita, harta, tahta, prestasi, dan wajahnya yang membuat minder Dewa Yunani juga bidadara memang membuat ia terlihat sempurna dari luar. Namun, bagi Bara itu semua justru dianggapnya sebagai kekurangan. la merasa tidak memiliki privasi dan ketenangan hidup. Dan sekarang, tampaklah hidupnya akan makin tidak tenang. Bara melihat seorang cewek berlari menghampirinya dari kejauhan. Kata- kata kasar sudah siap terlontar dari mulutnya karena mengira cewek itu akan modus pada dirinya dengan berpura-pura tidak sengaja menabraknya. Namun, semakin dekat cewek itu, ia jadi kehilangan kata-kata yang sudah ia pikirkan. Gadis itu memang berlari ke arahnya tapi bukan kepadanya. Raut gadis itu terlihat waswas dengan sesekali menoleh ke belakang seakan melarikan diri dari seseorang. Gerakannya yang terburu-buru membuatnya beberapa kali secara tidak sengaja menabrak orang yang dilewatinya. Berkali-kali itu pula ia mengucapkan ‘maf’ Gadis itu tak memperhatikan jalan, juga tak memperhatikan seorang cowok yang berjalan dari arah berlawanan sambil menatapnya lekat- lekat. Insiden yang sudah diduga oleh Bara pun terjadi. BUGHH. ..!! Seakan waktu melambat disetiap gadis itu bergerak, Bara tidak dapat melakukan apa pun untuk menghindari kejadian itu. Alih-alih kesal, ia justru diam-diam bersyukur atas apa yang baru terjadi. Entahlah, Bara tidak dapat memastikan mengapa ia merasa demikian. “Addaaww!” Gadis itu kesakitan karena bokongnya mendarat di ubin dengan cukup keras, sementara Bara bergeming di tempat tak tergoyahkan. Tanpa menghiraukan rasa sakitnya, gadis itu berusaha 12 bangkit dan sambil tetap waswas dengan beberapa kali menoleh ke belakang. la sama sekali tidak menaruh perhatian pada cowok yang baru saja ditabraknya. Bara mengingat gadis itu. Satu-satunya gadis yang mengabaian dirinya. Dan... gadis itu melakukannya lagi sekarang. “Huaa... mau dong ditabrak, Bara” Terdengar suara cewek dari belakang gadis itu. Saat itu Bara yakin, mulai besok akan banyak tabrakan yang dialaminya. “Caper itu... caper... pengen gue tabok deh tuh cewek!” pekik cewek di belakang dirinya sendiri. “Sorry!” ucap singkat gadis itu ketika beranjak dari jatuhnya. Saat gadis itu akan pergi, Bara mencengkeram lengannya hingga berbalik menghadapnya. Hampir saja wajah cantik itu mencium dada bidangnya sebelum dengan sigap gadis itu mendorong dadanya dengan tangannya yang bebas dari cekal. “Aduh! Entar deh kalo mau protes, nanti-nanti aja. Gue lagi buru- buru nih!” Gadis itu berusaha melepas cengkeraman tangan Bara. Bara menatap lekat mata cokelat terang milik gadis itu. Bening mata itu membuatnya terpaku, tak sadar telah mencengkeramnya begitu kuat hanya untuk tidak membiarkan cewek itu pergi. “HEH, lo sinting? Ini sakit, tau!” geram gadis itu merasa tak dihiraukan. Dengan kesal ia menjegal lutut cowok di depannya hingga cengkeraman di lengannya lepas. Sebenarnya bukan karena sakit di lututnya yang membuatnya melepaskan cengkeramannya, tapi karena kata sakit yang diucapkan gadis itu membuat Bara merasa bersalah. Dengan berlari lagi, gadis itu mengerutu, “Aduhh... tamat riwayat idup kalo gini.” Setidaknya begitu yang sekelebat didengar Bara. “Siapa tuh anak?” tanyanya kepada siswi yang tak sengaja lewat, 13 tanpa menoleh dan tetap fokus ke arah gadis tadi. Menunggu gadis itu benar-benar hilang dari pandangannya. Dan ketika menyadari bahwa yang ia cegat adalah seorang cewek, ia merutuki dirinya sendiri. Karena bukannya menjawab, cewek itu malah memperhatikan pundaknya tempat bertengger tangan Bara. “Heh!” geram Bara kepada cewek itu, menyadarkan bahwa dia membutuhkan jawaban, bukan tatapan mupeng. “Oh... hai Bara!” jawabnya terbata. “Cewek itu siapa?” tanyanya lagi dengan penekanan di setiap katanya. “Oh... eh... itu tadi, Nanda. Jangan tanya yang nggak ad—" “Kelas mana? Ekskul apa?” potongnya penasaran. Cewek itu mencebik, tapi tetap seutas senyum terukir di bibirnya“Anak XI IPA 1, ekskul komputer kay—" Ucapnya terhenti lagi karena dengan gantengnya Bara sudah berlalu dari hadapannya, kembali berjalan dengan kedua telapak tangan yang bersembunyi di balik saku celananya dan tentu dengan tatapan memuja cewek yang melihatnya. SS “Lo ke mana aja, Nan?” Risha bertanya karena sedari tadi ia kalang kabut mencari temannya yang satu ini. “Ris, gue hampir mampus tadi telat, dan parahnya lagi, tadi kan gue lewat tembok belakang, eehhh... pake kepergok lagi sama guru BP. Untung gurunya nggak liat muka gue karena gue pake topi. Tapi tadi gue juga nabrak cowok di depan kelas X IPS 3, gue kan udah minta maaf, tapi tangan gue malah dicekal sama dia, sedangkan dari belakang tuh guru masih ngejar.” Nanda bercerita dengan ekspresif. Begitulah ia jika sedang gelisah. Gerbang sekolah akan ditutup lima menit sebelum bel masuk 14 berbunyi. Di depan gerbang pasti sudah ada guru piket yang akan menghukum murid telat lima menit itu dan Nanda datang tepat lima menit sebelum bel masuk, jadilah cewek itu memilih selamat dari hukuman dengan memanjat tembok belakang sekolah. “Trus, lo nggak pa-pa, kan?” Risha melihat bagian belakang tubuh sahabatnya. Takut ada yang lecet. “Nggak pa-pa kok, tapi Ris—” Nanda menggantung kalimatnya, cewek itu terlihat menerawang. “Tapi kenapa?” Risha membuyarkan lamunan Nanda, membuat fokus temannya itu beralih penuh padanya. “Ada yang aneh tadi,’ ucapnya mengerutkan kening. “Aneh gimana?” Risha ikut mengerutkan keningnya. “Masa pas gue nabrak cowok tadi, tatapan orang-orang ke gue nggak enak gitu. Trus ada yang ngomong-ngomong nggak enak lagi di belakang. Kan, gue gatel bawaannya pengen nabok.’ Nanda memukul keras mejanya. “Emang lo nabrak siapa tadi?” “Ya, nggak tau juga. Mikir apa gue sempet kenalan? Penting juga kagak, lagian dingin banget tuh cowok keliatannya.’ Risha menyipitkan matanya ke arah Nanda saat mendengar kata ‘dingin’ “Woi... gue dateng nih” Thalia, teman Nanda dengan solidaritas tinggi. “Gue juga..!!” Ria, teman Nanda yang jago matematika. Mereka sebenarnya sudah sedari tadi tiba di sekolah, tetapi tadi mereka keluar untuk ke toilet. “Dan kita bawa kabar bagus buat kalian berdua,’ lanjut Ria lagi. Kedua temannya mengerutkan kening bingung. “Pak Anwar lagi jalan ke sini... yey!” ucapnya dengan keras, membuat semua teman sekelasnya mencari bangkunya masing masing. “Selamat pagi, Anak-anak.’ Suara tegas Guru menggema di dalam 15 ruang kelas Nanda. Datang tepat saat teman-teman Nanda sudah pada posisi masing-masing. “Pagi..!!” jawab seisi kelas kompak. “Buka bab dua.’ Tanpa basa-basi, ciri khas Pak Anwar. Dan hanya Nanda yang suka sikap Pak Anwar yang seperti itu. Se Bel istirahat sudah berbunyi dua menit lalu. Nanda dan ketiga sahabatnya sedang berjalan ke kantin untuk membeli sesuatu yang dapat mengisi perut mereka. “Bangku pojok” Ria membuka suara setelah beberapa saat membelalakkan mata ke arah yang dituju. “Aduh, kenapa gue tiba-tiba pengan makan tuh orang yal” Ria tersenyum penuh arti kearah Bara. “Siapa?” tanya Nanda menyenggol lengan Risha untuk mendapat perhatian. “Itu, kakak kelas, namanya Aldebara,’ jawab Risha sedikit tersenyum memandang Bara. “Oh... trus kalo dia Alde kenapa?” Nanda berjalan ke meja bundar dengan empat kursi kosong, meninggalkan teman-temannya yang termenung melihat Bara dari jauh. Ketiga sahabatnya itu mengikutinya setelah tersadar dari terkagum- kaguman mereka. “Trus kenapa?’Thalia mengulang ucapan Nandadan memandangnya dengan tatapan tak percaya. “Makanya, Nan, jangan ngerem terus di kelas kayak ayam betelor, nggak tau kan lo!” Ria menarik kursi di kanan Nanda dan duduk di sana. Nanda tak menghiraukan sahabatnya, ia sibuk memikirkan makanan apa yang akan dibelinya. Menurutnya ‘MAKAN’ lebih penting sekarang. Risha yang gemas dengan reaksi Nanda, meraih wajah sahabatnya itu 16 dan memutarnya ke arah Bara berada. “Perhatiin ya, dia itu cowok most wanted di sekolah kita. Bahkan, cewek luar sekolah rela-relain manjat tembok sekolah atau nyogok satpam buat bisa liat seorang Aldebara latian ekskul,’ jelas Thalia lagi. Nanda terlihat biasa saja saat bertemu pandang dengan Bara. Gadis itu malah memicingkan matanya seakan mencoba mengenali wajah Bara karena dirasa tidak asing. Sementara cowok itu juga seperti menatap Nanda dari kejauhan. “Perasaan gue, atau Kak Bara emang lagi mandangin ke arah sini?” Ria menggaruk pipinya salah tingkah. Setelah diperhatikan dengan saksama, dengan mencampurkan segala rumus yang ada, barulah Nanda tersadar dan membelalakkan matanya. la menepis tangan Risha dan membuang muka dari Bara seketika. “Mampus gue, tuh orang yang gue tabrak tadi, Bego!” Wajahnya pucat. Sebenarnya ia tidak takut karena telah menabrak orang. Toh, itu sudah biasa. Tapi masalahnya, tatapan Bara berbeda. Kayak ada intimidasi-intimidasinya gimana gitu. “Ah, yang bener,lo ?” Risha membelalakan matanya. “Masalah besar lo, Nan” timpal Thalia. “Gue denger dia nggak suka dimodus-modusin gitu.” Risha mendekatkan diri ke Nanda. “Tapi, gue kan nggak niat modusin dia,’ bisik Nanda. “Itu menurut niat lo. Tapi kan dia yang nanggepinnya gimana.’ Thalia menatap Nanda serius. “Aaa... gue mau dong tabrakan sama dia!” potong Ria. la memang tidak tahu suasana. “Fokus, WOIII!” Nanda mengeluarkan suaranya yang terdengar seperti cowok. Orang sekitar yang mendengarnya memandang aneh gadis itu, tapi 17 saat melihat tatapan sinis Nanda, mereka mengalihkan pandangannya lagi, takut membuat masalah dengan gadis yang diam-diam mereka segani itu. “Ggrmm...." Seorang cowok berdiri di belakang Nanda. Nanda menaikkan sebelah alisnya, heran. Ketiga temannya sudah panas dingin di belakang Nanda, berharap cewek itu tidak melakukan hal bodoh yang akan merugikan dirinya sendiri. Cowok itu maju dan tiba-tiba menarik lengan Nanda untuk berdiri. Dengan tangkas Nanda memutar balik lengan cowok itu ke punggungnya. “Bangke, bantuin, bego!” Cowok itu menoleh ke sebelah kanan, tempat dua orang cowok lainnya, salah satu dari dua orang cowok yang berdiri di sana mengangguk. Seorang cowok yang mengangguk tadi maju dan dengan sigap Nanda menginjak telapak kaki cowok itu hingga terlihat cowok itu menahan napas karena sakit. Dia berusaha tidak berteriak alay yang akan membuatnya mempermalukan diri sendiri. Nanda beri tips saat menginjak kaki agar ampuh untuk menyingkirkan lawan, incar jemari kaki dan injak sekuat tenaga. Karena itu akan sangat menyakitkan dan menimbulkan rasa sakit yang tahan lama. Kalau tidak percaya, coba saja. Seorang cowoklagi maju, cowok berkacamata yang sama tampannya dengan kedua orang yang menyerang Nanda, berkulit putih, bertubuh tinggi meski cenderung kurus jika dilihat. “Gue bilang juga apa? Jangan maksa,’ ujar cowok menjitak kedua kepala temannya itu, kemudian mengalihkan pandangannya ke Nanda lagi. Nanda maju, cewek itu sudah bersiap kalau-kalau cowok berkaca mata yang tidak ia kenal itu juga mau menyerangnya. 18 “Woa... woaa... santai, Coi” Cowok itu mengangkat kedua tangannya menunjukkan perdamaiannya pada Nanda.” Lo mau makan gratis, nggak?” Cowok itu bertanya dengan senyum ramahnya. Dengan wajah berseri Nanda menjawab, "Pasti maulah.’Dialangsung melepas pelintiran tangan cowok pertama tadi dan mengacungkan jempol. “Ikut gue.” Nanda mengikuti langkah cowok di hadapannya tanpa ada rasa curiga sedikit pun. Mereka berhenti di depan bangku pojok yang tadi dibicarakan oleh teman-temannya. Cowok berkaca mata itu pergi meninggalkan Nanda dengan kebingungannya dan mulut terkunci rapat. Cowok yang tadi ia ketahui bernama Aldebara itu menggeser kursi di sebelahnya. “Ngapain?” Nanda bertanya aneh. “Makan bareng.” 19 &

You might also like