ALTERO
Ler ee eo
Penyunting: Alit Tisna Palupi
Penyelaras Akhir: Redaksi Hikaru Publishing
Penata Letak: Shinta Chan
Pee Ole lc es}
CeO e Ts
Dat
Diamond Golden Cinere, Blok J 4A, JI. Raya Pramuka
No. 25, Grogol Krukut, Kelurahan Grogol, Kecamatan Limo,
Pema ec
Seacrest
ree Me cet sea)
PCy
Pa Ln ic)
STC aT ea RUSE cer]
Jakarta Selatan, 12620
RCN Crabtree)
(ese)
er Cac iAUns}
KATALOG DALAM TERBITAN
Ue Cr mtn em Tara
ere ma Cate Tae aU Ee
BO Eee)
eee eesUCAPAN TERIMA KASIH
Tone kasih kepada Allah swt, kedua orangtua, kedua saudara, dan seluruh
keluargaku. Terima kasih juga untuk Hikaru Publishing, Terima kasih karena
mau memberikan kesempatan, kepercayaan, dan banyak ngajarin aku banyak
hal.
Terima kasih buat si S, si 7, dan si N yang mau dengerin curhatku dan
support aku dalam menulis, meski sebenarnya aku tahu kalian banyak gak
ngertinya, tapi kalian tetap mau dengerin dan itu berarti banget buat aku.
Terima kasih untuk Millenium Author, Fighter Squend, dan BOLT, grup yang
kasih banyak banget dorongan dan ilmu bermanfaat. Kalian bisa bangkitikan
semangat dan mood yang naik turun gak jelas. Maaf gak bisa disebutin satu-satu
namanya, untuk menjaga buku ini supaya tetap berisi cerita bukan daftar nama-
nama orang spesial seperti kalian (#ngerayudikit)
Terima kasih untuk pembaca Wattpad-ku yang mau ngikutin cerita ini dari
awal, yang mau nunggu dan kasih support setiap aku lagi gak pede dengan
tulisanku yang amburadul ini. Aku minta maaf kalau sering ngecewain kalian.
Gak perah kepikiran dan ngebayangin nerbitin buku, apalagi bikin ucapan
terima kasih seperti ini. Cuma bisa bersyukur yang banyak. Kalau gak ada kalian
semua, mungkin cerita ini hanya menjadi sekumpulan kata yang tidak berarti.
Tapi, karena kalian hadir cerita ini lebih bermakna.
Oke, karena kalian support aku, aku juga bakal support kalian. Aku
jalan dari bawah dan gak mudah untuk berjalan naik. Ada takutnya dan ada
tantangannya, Jadi utuk apa pun yang kalian usahain jangan berhenti karena
hanya kegagalan. Karena sesungguhnya kegagalan itu adalah keberhasilan yang
tertunda (#gakbiasanyangomongbijak).
*Preman yang selalu berusaha mempbuat yang terbaik untuk kalian.C ‘oi!” Nanda berusaha mengejar langkah lebar cowok di depannya.
Were conotsone dikejar Nanda masih tetap tidak peduli dengan
usaha gadis itu menyapanya.
“Ceilah, gue dikacangin”” Nanda berhenti berusaha menyejajarkan
langkahnya. “Terus aja gitu. Gue tinggal nih!” Kesabarannya sudah habis,
Nanda siap-siap berbalik meninggalkan cowok itu.
Bara berhenti melangkah, memutar tubuhnya, lalu menarik telapak
tangan Nanda agar berbalik menghadapnya lagi.
“Lo, kenapa harus berubah?” Bara menatap dingin gadis di depannya.
“Apaan, sih?” Nanda mengernyit bingung.
“Ngapain ngubah penampilan lo?” Bara menarik Nanda agar lebih
dekat.
“Kenapa? Gue keliatan aneh ya?” Nanda menunduk melihat
penampilannya.
Semua perubahan ini dilakukan agar Aldebara tidak malu punya
pacar tomboi yang nggak cantik dan menarik. la merasa tidak sederajatdengan Aldebara yang most wanted boy itu.
“Itu masalahnya.” Bara menangkup wajah Nanda agar menatapnya
tapi gadis itu tetap saja menundukkan pandangannya.
“Lo nggak aneh sama sekali, malah cantik banget dan gue nggak
suka orang-orang nontonin lo.’ Bara mengusap dengan lembut pipi
gadisnya itu.
Nanda memandang Aldebara yang menatap dingin ke sekeliling,
menebarkan aura intimidasi kepada semua orang yang melirik gadisnya.ara masih duduk di warung dengan spanduk besar bertuliskan
Betsey yang menjadi identitas warung itu, tepatnya di belakang
pasar modern. la menikmati sensasi pedas dari bebek galak—menu
unggulan di sini—sambil sesekali menyeruput es tehnya untuk
menetralkan rasa pedas yang menggigit lidahnya. Bara sangat menyukai
menu andalan satu ini, karena apa? Entahlah, Bara hanya suka karena
cita rasa dari masakan tersebut terasa cocok dengan seleranya.
Langit sudah menunjukkan tanda-tanda bahwa matahari sudah
akan terbenam.
Tidak sengaja Bara menoleh ke arah kiri. Gerombolan orang
yang sedang terduduk di pinggir jalan di seberang jalan menarik
perhatiannya. Sebenarnya baju yang mereka gunakan biasa saja, ada
yang memakai jaket berwarna gelap, ada yang hanya memakai kaus
hitam polos dengan celana seragam berwarna abu-abu dan sepatu
kets. Beberapa dari mereka ada yang warna rambutnya kemerahan hasil
cat rambut sembarangan. Namun, tongkat bisbol yang mereka pegang,
menunjukkan sesuatu yang tidak biasa.la menduga mungkin delapan orang remaja itu sedang menunggu
lawan tarung, karena tempat itu memang tempat yang cocok untuk
bentrok. Dekat dengan keramaian pasar yang membuat_ polisi
susah menemukan mereka saat melarikan diri ke dalam pasar untuk
bersembunyi nantinya jika tepergok.
Bara semakin yakin dengan dugaannya karena tak berapa lama
kemudian sebuah gerombolan dengan jumlah yang sama dengan
‘grup tuan rumah’ datang. Dua orang yang sepertinya perwakilan dari
masing-masing geng itu terlihat berbicara. Tak lama kemudian, mereka
mulai saling pukul, menangkis, mengelak kemudian memukul lagi.
Sepertinya mereka tidak terlalu menguasai jurus bertarung, kecuali
satu orang yang tidak lain adalah pemimpin grup pendatang tadi yang
terlihat mata bahwa ia kurus, tetapi menguasai teknik-teknik memukul
dan menendang dengan baik, ia juga dapat melihat jika orang itu dapat
melakukan kombinasi pukulan dengan pintar. Bara sangat tahu tentang
itu semua karena ia juga sangat menguasainya.
la masih memperhatikannya hingga salah satu dari mereka yang
akan memukul pemimpin grup pendatang tadi tidak sengaja membuka
tudung jaket dan masker seseorang yang terlihat sebagai pemimpin
kubu pendatang tadi. Seketika ia terkesiap saat masker itu terbuka
memperlihatkan wajah seorang gadis dengan rambut legam.
Dengan tergesa, Bara meletakkan selembar uang ratusan ribu di atas
meja, padahal sebenarnya harga makanan yang dipesannya di bawah
itu. Entah pikiran dari mana hingga ia berdiri dan berjalan mendekat ke
arah perkelahian itu terjadi. la menarik lengan gadis itu hingga gadis itu
berbalik menatapnya dengan terkejut.
la sungguh tidak percaya seseorang yang menguasai_ teknik
memukul selincah itu adalah seorang gadis cantik bermata indah
seperti sosok di depannya itu.
Fokusnya teralihkan saat seorang cowok seusianya mendekat danakan memukul gadis di hadapannya. Refleks, Bara menonjok pelipis pria
itu hingga robek dan mengeluarkan sedikit darah, lalu ia menarik gadis
itu menjauh dari perkelahian. Entah bagaimana, ia hanya merasa perlu
melindungi gadis cantik bermata coklat itu.
“Apaan, sih?” sungut gadis itu mencoba melepaskan lengannya.
Bara sengaja melepas lengan gadis itu saat ia melihat perkelahian
itu sudah bubar. Tampaknya warga sekitar pasar mulai menyadari ada
perkelahian sehingga datanglah beberapa petugas keamanan. Saat
petugas berseragam itu tampak di ujung jalan, gerombolan yang
sedang baku hantam itu langsung berhenti. Mereka berlarian berusaha
menghindarkan diri dari petugas.
la _memperhatikan wajah gadis di depannya yang sedang
memegangi pergelangan tangannya yang tadi tanpa sadar sudah
dicengkeramnya dengan erat itu dan tanpa basa-basi gadis itu pergi
begitu saja dari hadapannya. Tidak seperti gadis-gadis lain yang selama
ini biasa mencari perhatian lebih darinya, gadis berambut legam itu
pergi tanpa berusaha mengajaknya bicara sedikit pun.
la, Aldebara Geril W. Adelheid, seorang cowok most wanted yang
terlalu mencolok untuk tidak diperhatikan. Menyandang nama keluarga
nomor satu di Indonesia. Bukan hal yang mudah baginya, karena
sesungguhnya yang ia inginkan hanyalah ketenangan dan jauh dari
sorotan perhatian. Kali ini, untuk pertama kalinya ia tidak mendapat
perhatian lebih dari seorang gadis.“Be seru siswi dengan rambut sebahu. “Astaga, calon suami
gue,’ timpal cewek berbando pink.
“Idih, amit-amit! Dia punya gue ya!” tukas temannya sambil tidak
melepaskan pandangan dari Bara.
Salah seorang cewek menyanyikan lagu “Dear Future Husband”
dengan suara cemprengnya. Meng-cover lagu dari penyanyi yang lagi
hits.
“Gila, oksigen gue..!" jerit cewek di kanannya. “Aduh gantengnya,
kagak bisa napas gue!” Cewek itu mengipas-ngipas wajahnya seperti
kepanasan.
“Kagak senyum aja udah HOT markohot.” Seorang cewek bertepuk
tangan tidak jelas.
Dan.... masih banyak lagi teriakan histeris yang harus menjadi
sarapan tambahan kesehariannya di sekolah. tu memuakkan bagi
seorang Aldebara.
Seorang cowok kaya anak pemilik yayasan sekolah, cowok genius
dengan wajah tampan. Tidak jarang orang sangat ingin memiliki hidup
coyseperti cowok itu karena menurut mereka hidup seorang Bara sangat
sempurna.
Dengan wanita, harta, tahta, prestasi, dan wajahnya yang membuat
minder Dewa Yunani juga bidadara memang membuat ia terlihat
sempurna dari luar. Namun, bagi Bara itu semua justru dianggapnya
sebagai kekurangan. la merasa tidak memiliki privasi dan ketenangan
hidup.
Dan sekarang, tampaklah hidupnya akan makin tidak tenang. Bara
melihat seorang cewek berlari menghampirinya dari kejauhan. Kata-
kata kasar sudah siap terlontar dari mulutnya karena mengira cewek
itu akan modus pada dirinya dengan berpura-pura tidak sengaja
menabraknya.
Namun, semakin dekat cewek itu, ia jadi kehilangan kata-kata yang
sudah ia pikirkan. Gadis itu memang berlari ke arahnya tapi bukan
kepadanya. Raut gadis itu terlihat waswas dengan sesekali menoleh
ke belakang seakan melarikan diri dari seseorang. Gerakannya yang
terburu-buru membuatnya beberapa kali secara tidak sengaja menabrak
orang yang dilewatinya. Berkali-kali itu pula ia mengucapkan ‘maf’
Gadis itu tak memperhatikan jalan, juga tak memperhatikan seorang
cowok yang berjalan dari arah berlawanan sambil menatapnya lekat-
lekat.
Insiden yang sudah diduga oleh Bara pun terjadi.
BUGHH. ..!!
Seakan waktu melambat disetiap gadis itu bergerak, Bara tidak dapat
melakukan apa pun untuk menghindari kejadian itu. Alih-alih kesal, ia
justru diam-diam bersyukur atas apa yang baru terjadi. Entahlah, Bara
tidak dapat memastikan mengapa ia merasa demikian.
“Addaaww!” Gadis itu kesakitan karena bokongnya mendarat di
ubin dengan cukup keras, sementara Bara bergeming di tempat tak
tergoyahkan. Tanpa menghiraukan rasa sakitnya, gadis itu berusaha
12bangkit dan sambil tetap waswas dengan beberapa kali menoleh ke
belakang. la sama sekali tidak menaruh perhatian pada cowok yang
baru saja ditabraknya.
Bara mengingat gadis itu. Satu-satunya gadis yang mengabaian
dirinya. Dan... gadis itu melakukannya lagi sekarang.
“Huaa... mau dong ditabrak, Bara” Terdengar suara cewek dari
belakang gadis itu.
Saat itu Bara yakin, mulai besok akan banyak tabrakan yang
dialaminya.
“Caper itu... caper... pengen gue tabok deh tuh cewek!” pekik
cewek di belakang dirinya sendiri.
“Sorry!” ucap singkat gadis itu ketika beranjak dari jatuhnya.
Saat gadis itu akan pergi, Bara mencengkeram lengannya hingga
berbalik menghadapnya. Hampir saja wajah cantik itu mencium dada
bidangnya sebelum dengan sigap gadis itu mendorong dadanya
dengan tangannya yang bebas dari cekal.
“Aduh! Entar deh kalo mau protes, nanti-nanti aja. Gue lagi buru-
buru nih!” Gadis itu berusaha melepas cengkeraman tangan Bara.
Bara menatap lekat mata cokelat terang milik gadis itu. Bening mata
itu membuatnya terpaku, tak sadar telah mencengkeramnya begitu
kuat hanya untuk tidak membiarkan cewek itu pergi.
“HEH, lo sinting? Ini sakit, tau!” geram gadis itu merasa tak
dihiraukan. Dengan kesal ia menjegal lutut cowok di depannya hingga
cengkeraman di lengannya lepas.
Sebenarnya bukan karena sakit di lututnya yang membuatnya
melepaskan cengkeramannya, tapi karena kata sakit yang diucapkan
gadis itu membuat Bara merasa bersalah.
Dengan berlari lagi, gadis itu mengerutu, “Aduhh... tamat riwayat
idup kalo gini.” Setidaknya begitu yang sekelebat didengar Bara.
“Siapa tuh anak?” tanyanya kepada siswi yang tak sengaja lewat,
13tanpa menoleh dan tetap fokus ke arah gadis tadi. Menunggu gadis itu
benar-benar hilang dari pandangannya.
Dan ketika menyadari bahwa yang ia cegat adalah seorang cewek, ia
merutuki dirinya sendiri. Karena bukannya menjawab, cewek itu malah
memperhatikan pundaknya tempat bertengger tangan Bara.
“Heh!” geram Bara kepada cewek itu, menyadarkan bahwa dia
membutuhkan jawaban, bukan tatapan mupeng.
“Oh... hai Bara!” jawabnya terbata.
“Cewek itu siapa?” tanyanya lagi dengan penekanan di setiap
katanya.
“Oh... eh... itu tadi, Nanda. Jangan tanya yang nggak ad—"
“Kelas mana? Ekskul apa?” potongnya penasaran.
Cewek itu mencebik, tapi tetap seutas senyum terukir di
bibirnya“Anak XI IPA 1, ekskul komputer kay—"
Ucapnya terhenti lagi karena dengan gantengnya Bara sudah berlalu
dari hadapannya, kembali berjalan dengan kedua telapak tangan yang
bersembunyi di balik saku celananya dan tentu dengan tatapan memuja
cewek yang melihatnya.
SS
“Lo ke mana aja, Nan?” Risha bertanya karena sedari tadi ia kalang
kabut mencari temannya yang satu ini.
“Ris, gue hampir mampus tadi telat, dan parahnya lagi, tadi kan gue
lewat tembok belakang, eehhh... pake kepergok lagi sama guru BP.
Untung gurunya nggak liat muka gue karena gue pake topi. Tapi tadi
gue juga nabrak cowok di depan kelas X IPS 3, gue kan udah minta maaf,
tapi tangan gue malah dicekal sama dia, sedangkan dari belakang tuh
guru masih ngejar.” Nanda bercerita dengan ekspresif. Begitulah ia jika
sedang gelisah.
Gerbang sekolah akan ditutup lima menit sebelum bel masuk
14berbunyi. Di depan gerbang pasti sudah ada guru piket yang akan
menghukum murid telat lima menit itu dan Nanda datang tepat lima
menit sebelum bel masuk, jadilah cewek itu memilih selamat dari
hukuman dengan memanjat tembok belakang sekolah.
“Trus, lo nggak pa-pa, kan?” Risha melihat bagian belakang tubuh
sahabatnya. Takut ada yang lecet.
“Nggak pa-pa kok, tapi Ris—” Nanda menggantung kalimatnya,
cewek itu terlihat menerawang.
“Tapi kenapa?” Risha membuyarkan lamunan Nanda, membuat
fokus temannya itu beralih penuh padanya.
“Ada yang aneh tadi,’ ucapnya mengerutkan kening.
“Aneh gimana?” Risha ikut mengerutkan keningnya.
“Masa pas gue nabrak cowok tadi, tatapan orang-orang ke gue
nggak enak gitu. Trus ada yang ngomong-ngomong nggak enak lagi di
belakang. Kan, gue gatel bawaannya pengen nabok.’ Nanda memukul
keras mejanya.
“Emang lo nabrak siapa tadi?”
“Ya, nggak tau juga. Mikir apa gue sempet kenalan? Penting juga
kagak, lagian dingin banget tuh cowok keliatannya.’ Risha menyipitkan
matanya ke arah Nanda saat mendengar kata ‘dingin’
“Woi... gue dateng nih” Thalia, teman Nanda dengan solidaritas
tinggi.
“Gue juga..!!” Ria, teman Nanda yang jago matematika.
Mereka sebenarnya sudah sedari tadi tiba di sekolah, tetapi tadi
mereka keluar untuk ke toilet.
“Dan kita bawa kabar bagus buat kalian berdua,’ lanjut Ria lagi.
Kedua temannya mengerutkan kening bingung. “Pak Anwar lagi jalan ke
sini... yey!” ucapnya dengan keras, membuat semua teman sekelasnya
mencari bangkunya masing masing.
“Selamat pagi, Anak-anak.’ Suara tegas Guru menggema di dalam
15ruang kelas Nanda. Datang tepat saat teman-teman Nanda sudah pada
posisi masing-masing.
“Pagi..!!” jawab seisi kelas kompak.
“Buka bab dua.’ Tanpa basa-basi, ciri khas Pak Anwar. Dan hanya
Nanda yang suka sikap Pak Anwar yang seperti itu.
Se
Bel istirahat sudah berbunyi dua menit lalu. Nanda dan ketiga
sahabatnya sedang berjalan ke kantin untuk membeli sesuatu yang
dapat mengisi perut mereka.
“Bangku pojok” Ria membuka suara setelah beberapa saat
membelalakkan mata ke arah yang dituju.
“Aduh, kenapa gue tiba-tiba pengan makan tuh orang yal” Ria
tersenyum penuh arti kearah Bara.
“Siapa?” tanya Nanda menyenggol lengan Risha untuk mendapat
perhatian.
“Itu, kakak kelas, namanya Aldebara,’ jawab Risha sedikit tersenyum
memandang Bara.
“Oh... trus kalo dia Alde kenapa?” Nanda berjalan ke meja bundar
dengan empat kursi kosong, meninggalkan teman-temannya yang
termenung melihat Bara dari jauh.
Ketiga sahabatnya itu mengikutinya setelah tersadar dari terkagum-
kaguman mereka.
“Trus kenapa?’Thalia mengulang ucapan Nandadan memandangnya
dengan tatapan tak percaya.
“Makanya, Nan, jangan ngerem terus di kelas kayak ayam betelor,
nggak tau kan lo!” Ria menarik kursi di kanan Nanda dan duduk di sana.
Nanda tak menghiraukan sahabatnya, ia sibuk memikirkan makanan
apa yang akan dibelinya. Menurutnya ‘MAKAN’ lebih penting sekarang.
Risha yang gemas dengan reaksi Nanda, meraih wajah sahabatnya itu
16dan memutarnya ke arah Bara berada.
“Perhatiin ya, dia itu cowok most wanted di sekolah kita. Bahkan,
cewek luar sekolah rela-relain manjat tembok sekolah atau nyogok
satpam buat bisa liat seorang Aldebara latian ekskul,’ jelas Thalia lagi.
Nanda terlihat biasa saja saat bertemu pandang dengan Bara.
Gadis itu malah memicingkan matanya seakan mencoba mengenali
wajah Bara karena dirasa tidak asing. Sementara cowok itu juga seperti
menatap Nanda dari kejauhan.
“Perasaan gue, atau Kak Bara emang lagi mandangin ke arah sini?”
Ria menggaruk pipinya salah tingkah.
Setelah diperhatikan dengan saksama, dengan mencampurkan
segala rumus yang ada, barulah Nanda tersadar dan membelalakkan
matanya. la menepis tangan Risha dan membuang muka dari Bara
seketika.
“Mampus gue, tuh orang yang gue tabrak tadi, Bego!” Wajahnya
pucat. Sebenarnya ia tidak takut karena telah menabrak orang. Toh,
itu sudah biasa. Tapi masalahnya, tatapan Bara berbeda. Kayak ada
intimidasi-intimidasinya gimana gitu.
“Ah, yang bener,lo ?” Risha membelalakan matanya.
“Masalah besar lo, Nan” timpal Thalia.
“Gue denger dia nggak suka dimodus-modusin gitu.” Risha
mendekatkan diri ke Nanda.
“Tapi, gue kan nggak niat modusin dia,’ bisik Nanda.
“Itu menurut niat lo. Tapi kan dia yang nanggepinnya gimana.’ Thalia
menatap Nanda serius.
“Aaa... gue mau dong tabrakan sama dia!” potong Ria. la memang
tidak tahu suasana.
“Fokus, WOIII!” Nanda mengeluarkan suaranya yang terdengar
seperti cowok.
Orang sekitar yang mendengarnya memandang aneh gadis itu, tapi
17saat melihat tatapan sinis Nanda, mereka mengalihkan pandangannya
lagi, takut membuat masalah dengan gadis yang diam-diam mereka
segani itu.
“Ggrmm...." Seorang cowok berdiri di belakang Nanda.
Nanda menaikkan sebelah alisnya, heran.
Ketiga temannya sudah panas dingin di belakang Nanda, berharap
cewek itu tidak melakukan hal bodoh yang akan merugikan dirinya
sendiri.
Cowok itu maju dan tiba-tiba menarik lengan Nanda untuk
berdiri. Dengan tangkas Nanda memutar balik lengan cowok itu ke
punggungnya.
“Bangke, bantuin, bego!” Cowok itu menoleh ke sebelah kanan,
tempat dua orang cowok lainnya, salah satu dari dua orang cowok yang
berdiri di sana mengangguk.
Seorang cowok yang mengangguk tadi maju dan dengan sigap
Nanda menginjak telapak kaki cowok itu hingga terlihat cowok itu
menahan napas karena sakit. Dia berusaha tidak berteriak alay yang
akan membuatnya mempermalukan diri sendiri.
Nanda beri tips saat menginjak kaki agar ampuh untuk
menyingkirkan lawan, incar jemari kaki dan injak sekuat tenaga. Karena
itu akan sangat menyakitkan dan menimbulkan rasa sakit yang tahan
lama. Kalau tidak percaya, coba saja.
Seorang cowoklagi maju, cowok berkacamata yang sama tampannya
dengan kedua orang yang menyerang Nanda, berkulit putih, bertubuh
tinggi meski cenderung kurus jika dilihat.
“Gue bilang juga apa? Jangan maksa,’ ujar cowok menjitak kedua
kepala temannya itu, kemudian mengalihkan pandangannya ke Nanda
lagi.
Nanda maju, cewek itu sudah bersiap kalau-kalau cowok berkaca
mata yang tidak ia kenal itu juga mau menyerangnya.
18“Woa... woaa... santai, Coi” Cowok itu mengangkat kedua
tangannya menunjukkan perdamaiannya pada Nanda.” Lo mau makan
gratis, nggak?” Cowok itu bertanya dengan senyum ramahnya.
Dengan wajah berseri Nanda menjawab, "Pasti maulah.’Dialangsung
melepas pelintiran tangan cowok pertama tadi dan mengacungkan
jempol.
“Ikut gue.”
Nanda mengikuti langkah cowok di hadapannya tanpa ada rasa
curiga sedikit pun.
Mereka berhenti di depan bangku pojok yang tadi dibicarakan oleh
teman-temannya.
Cowok berkaca mata itu pergi meninggalkan Nanda dengan
kebingungannya dan mulut terkunci rapat.
Cowok yang tadi ia ketahui bernama Aldebara itu menggeser kursi
di sebelahnya.
“Ngapain?” Nanda bertanya aneh.
“Makan bareng.”
19&