You are on page 1of 15

Radio Komunitas di Indonesia: ‘New Brechtian

Theatre’ di Era Reformasi?1

Edwin Jurriëns

(School of Asian, African, and Amerindian Studies, Leiden University)

abstract

This article is about community radio in Indonesia. This type of radio developed as an
alternative to both public radio and commercial radio after the fall of Soeharto in 1998. Two
important features of community radio are that it provides all community members with equal
access to information, and also enables them to participate actively in management and
production. Both features enhance people’s self-awareness and sense of belonging to a com-
munity. This article compares the way in which community radio creates communal feelings
with Bertolt Brecht’s ideas on theatre and radio, and Walter Benjamin’s theory of mass media.
In the second part of the article, the conceptual tools generated by this comparative frame-
work are used for the discussion of the ideas and practices of community radio practitioners in
Central Java. The stations discussed comprise two types of community radio: one based on
geographical or professional grounds, the other tied to the interests of students at university
campuses (so-called campus radio). The theoretical discussion of community radio as well as
the description of the Central Javanese radio stations make it clear that community radio has
a democratic right and duty to exist in Indonesian society, as it enables social groups to
express themselves without interference of other parties, and contributes to the variety of the
Indonesian media scene.

1
Versi lebih dahulu tulisan ini telah diterbitkan dalam Sejak Reformasi, dunia radio di Indonesia
Bahasa Inggeris dengan judul Community Radio in In- mengalami perubahan penting.2 Salah satu
donesia: New Brechtian Theatre in the Era of Re-
form? dalam Schulte Nordholt, Henk, dan Gusti Asnan
perkembangan baru adalah munculnya radio
(peny.), 2003. Indonesia in Transition. Work in komunitas, yang berfungsi sebagai alternatif
Progress. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm.201–218. untuk radio pemerintah dan radio swasta.
Saya juga membawakan artikel ini pada 3rd Interna-
tional Symposium of The Journal Antropologi Indo-
Praktisi radio komunitas berjuang supaya
nesia ‘Rebuilding Indonesia, a Nation of ‘Unity in aktivitas mereka diakui secara hukum dan
Diversity’: Towards a Multicultural Society’ yang dimuat dalam Undang-Undang Penyiaran
diadakan di Universitas Udayana, Denpasar, 16–19
Juli 2002. Saya ingin mengucapkan terima kasih banyak
baru.3
pada sponsor penelitian lapangan yang mendasari
2
tulisan ini, yaitu CNWS (School of Asian, African, Untuk analisis komprehensif perkembangan radio di
and Amerindian Studies), KNAW (Royal Netherlands Indonesia sampai 1997, lihat Lindsay 1997.
Academy of Arts and Sciences) and WOTRO (Foun- 3
Undang-Undang Penyiaran Indonesia yang pertama
dation for the Advancement of Tropical Research). disahkan pada tahun 1997. Untuk analisis kompre-

116 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003


Dua aspek utama radio komunitas adalah perhatian ilmiah. Stasiun-stasiun di Jawa
partisipasi dan kesadaran diri. Aspek ini Tengah (Yogyakarta dan sekitarnya) dipilih,
mengingatkan saya pada konsep interaktivitas karena di situ pusat perkembangan radio
seperti diintroduksikan oleh teori teater dan komunitas sejak 1998.
radio Bertolt Brecht, dan dikembangkan oleh
teori media Walter Benjamin. Karena itu, tulisan Radio komunitas: partisipasi dan
ini menggunakan teori tersebut untuk menem- kesadaran diri
patkan fenomena radio komunitas dalam Bukan saja radio komunitas atau media
konteks wacana yang baru dan menyegarkan. komunitas lain yang mampu menghidupkan
Manfaat konteks baru ini adalah bahwa aspek kekomunitasan. Sebenarnya, setiap me-
memungkinkan dilakukannya studi banding dium menciptakan hubungan kekomunitasan
antara radio komunitas dengan media lain, dan di antara orang melalui proses komunikasi.
juga antara radio komunitas di Indonesia Walaupun begitu, radio komunitas lain dari
dengan radio komunitas di negara lain. media di masyarakat dan dunia komunikasi lain,
Bagian pertama tulisan ini mengembangkan karena membicarakan kekomunitasan secara
kerangka teoretis radio komunitas, dimulai eksplisit. Kenyataan ini juga mengingatkan kita
dengan pertanyaan yang tak terhindarkan pada pernyataan terkenal Benedict Anderson
dalam diskusi mengenai medium ini, yaitu: bahwa ‘communties are to be distinguished,
‘bagaimana radio komunitas mampu mencip- not by their falsity/genuineness, but by the style
takan suasana kekomunitasan?’ Untuk menja- in which they are imagined’ (Anderson 1991
wab pertanyaan ini, saya akan membicarakan [1983]:6). Saya akan berargumentasi bahwa cara
konsep UNESCO mengenai partisipasi dan radio komunitas mencipta image kekomunitasan
kesadaran diri, konsep Brecht mengenai sesuai dengan tuntutan Walter Benjamin atas
Umfunktionierung dan Verfremdung, dan pendekatan Brecht terhadap media massa
konsep Benjamin mengenai aura. Semua ini modern.
merupakan pengawal untuk pembicaraan Konsep radio komunitas berakar dalam
stasiun radio komunitas Jawa Tengah (terma- aktivitas kelompok buruh tambang di Bolivia
suk radio kampus) di bagian kedua. Kerangka dan Columbia pada akhir 1940-an, yang
teoretisnya relatif panjang dan dominan, memakai radio sederhana sebagai alat untuk
karena sampai sekarang fenomena radio menyatukan diri dan memperbaiki kondisi
komunitas hanya dibicarakan di buku panduan pekerjaannya. Di Eropa pada tahun 1960–1970-
radio atau brosur NGO, dan belum mendapat an, radio ilegal yang melawan monopoli
pemerintah di dunia penyiaran memperkem-
hensif mengenai isi dan proses lahirnya Undang- bangkan konsep itu ke arah pengertian terkini,
Undang Penyiaran 1997, lihat Panjaitan 1999. sebagai ‘radio untuk, mengenai, dan oleh
Undang-undang ini banyak dikritisir, antara lain karena
tidak mengizinkan adanya lembaga penyiaran lain masyarakat’. Di benua Afrika, radio komunitas
daripada lembaga pemerintah dan lembaga swasta, berkembang sebagai alat demokrasi setelah
seperti lembaga komunitas (bandingkan Gazali 2002). jatuhnya resim apartheid di Afrika Selatan. Di
Undang-Undang Penyiaran baru yang melegalisasikan
media komunitas diharapkan disahkan pada tahun Asia, organisasi donor internasional seperti
2003. Dalam artikel ini saya tidak akan mendalami UNESCO dan juga institusi penyiaran nasional
diskusi politik antara yang pro dan kontra radio lebih banyak terlibat dalam mengintroduksikan
komunitas, karena ingin berfokus pada analisis radio
komunitas sebagai konsep teoretis maupun kegiatan radio komunitas daripada kelompok lokal
sosial. (Fraser dan Estrada 2001:6). Jadi di setiap benua

ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003 117


atau negara, radio komunitas mempunyai latar • merepresentasikan, mendukung budaya
belakang historis dan budaya yang berbeda. dan identitas lokal,
Di banyak negara Afrika dan Asia yang bekas • menciptakan berbagai pendapat dan opini
jajahan negara Eropa, termasuk Indonesia, di udara,
perkembangan radio komunitas terhambat
• menyediakan varietas program acara,
karena sistem penyiaran yang berlaku masih
merupakan peninggalan penjajahan dan tidak • mendorong demokrasi dan dialog terbuka,
memberi ruang untuk aktivitas di luar peng- • mendukung pembangunan dan perobahan
awasan pemerintah (Fraser dan Estrada 2001:6– sosial,
7). • mempromosikan civil society,
Menurut buku panduan radio komunitas • mengedepankan ide tentang good gover-
yang diterbitkan oleh UNESCO pada tahun nance,
2001, radio komunitas berusaha untuk membuat • mendorong partisipasi melalui membagi
pendengar ‘sebagai protagonis (tokoh utama), informasi dan inovasi,
melalui keterlibatan mereka dalam seluruh aspek
dari manajemen dan produksi programnya, dan
• memberikan suara kepada mereka yang
tidak memiliki suara,
dengan menyajikan kepada mereka program
yang akan membantu mereka dalam pem- • menyediakan pelayanan sosial sebagai
bangunan dan kemajuan sosial di komunitas pengganti telepon,
mereka’ (Fraser dan Estrada 2001:15). Karena • menyumbangkan pada keberagaman dalam
UNESCO punya pengaruh besar pada perkem- kepemilikan siaran, dan
bangan radio komunitas di Indonesia, tulisan • mengembangkan sumber daya manusia
ini akan memakai definisi tersebut sebagai titik untuk industri siaran (Fraser dan Estrada
pangkal. Buku panduan itu diterjemahkan dalam 2001:18–22).
Bahasa Indonesia, diterbitkan, dibawakan pada Paradigma radio komunitas dari UNESCO
seminar, dan dipakai secara aktif oleh praktisi ini menerangi beberapa aspek hubungan antara
radio komunitas di seluruh Indonesia. komunikasi radio dan kekomunitasan. Paradig-
Unsur-unsur kunci konsep UNESCO me- ma ini menekankan bahwa komunikasi adalah
ngenai radio komunitas adalah akses dan alat utama untuk memungkinkan orang untuk
partisipasi. Akses berarti bahwa semua anggota berpartisipasi dalam masyarakat pada umum-
suatu komunitas mempunyai peluang yang nya dan proyek pembangunan pada khusus-
sama untuk menerima siaran; partisipasi berarti nya. Radio komunitas mendorong partisipasi
bahwa pendengar secara aktif terlibat dalam orang dalam masyarakat dengan menyediakan
management dan produksi. Komunitas secara forum untuk diskusi, serta analisis dan per-
keseluruhan bertanggung jawab atas kepemi- tukaran ide dan pendapat. Melalui forum seperti
likan, organisasi, manajemen, pendanaan, itu, orang mampu mengembangkan sudut
independensi editorial dan kredibilitas; pandangan komunal, dan mulai bertindak
keterwakilan kelompok-kelompok dan kepen- bersama. Menurut UNESCO, pembangunan
tingan yang berbeda dalam komunitas; dan juga ‘tidak bisa berjalan jika didasarkan pada
keberpihakan pada kelompok-kelompok mino- persepsi individual atau orang per orang
ritas dan marjinal (Fraser dan Estrada 2001:16– semacam ini. Apa yang dibutuhkan adalah
17). Fungsi utama radio komunitas adalah: persepsi bersama terhadap realitas lokal dan

118 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003


memikirkan pilihan-pilihan untuk memper- Di Indonesia, radio komunitas disebut ‘ra-
baikinya’ (Fraser dan Estrada 2001:19). Ini dio gerilya’ juga, yang menunjuk kepada
berarti bahwa jenis radio ini mencipta kekomu- Umfunktionierung à la Brecht seluruh proses
nitasan bukan saja karena orang terlibat dalam mediasi. Radio komunitas di sini berfungsi
komunikasi kolektif tapi juga karena mereka sebagai alternatif untuk kekuatan budaya
mulai sadar tentang mereka sendiri, sebagai dominan, yaitu negara dan kapital, yang
individu maupun anggota jaringan sosial. masing-masing menguasai radio publik dan ra-
Kesadaran diri ini adalah fungsi spesifik yang dio swasta. Jenis radio ini sesuai dengan visi
membedakan radio komunitas dari proses mengenai komunikasi massa yang dieks-
komunikasi, atau medium radio, pada umumnya. presikan Brecht dalam esai ‘Radio Sebagai Alat
Komunikasi’ (Der Rundfunk als Kommuni-
Brecht: umfunktionierung dan kationsapparat ) dari tahun 1932. Tidak
verfremdung mengherankan bahwa Brecht sendiri menyebut
Aspek partisipasi dan kesadaran diri sesuai visi ini ‘utopis’, karena dia dan Benjamin
dengan ide Walter Benjamin mengenai media menulis pada zaman tumbuhnya stalinisme dan
massa yang berfungsi sebagai teater Brecht. fasisme, yang menggunakan media massa
Richard Middleton menjelaskan ini dalam sebagai alat propaganda untuk menguasai
gambarannya tentang akibat ide Benjamin masyarakat. Perkembangan radio komunitas
terhadap hubungan antara manusia —si mungkin mengherankan dan pasti menyenang-
seniman—dan media: kan Brecht, seandainya masih hidup. Hal itu
Sekarang kontribusi seniman, kata dia [Ben- sesuai dengan konsep ideal radio yang
jamin], harus dinilai melalui menentukan berfungsi sebagai medium interaktif, tempat
posisinya dalam proses produksi. Dengan pendengar dapat mempengaruhi kepemilikan,
menggunakan metode media teknis baru, dia perlu
menjadi partisipan yang sadar diri di seluruh
manajemen, dan produksi program:
sistem produksi. Dia harus menuju ke Umfun- Radio satu arah saja, padahal seharusnya dua
ktionierung, sebutan Brecht—transformasi arah. Itu semata-mata peralatan distribusi, hanya
sistemnya—yang akan menghasilkan perpaduan untuk pembagian saja. Jadi di sini ada usulan
dan hubungan baru antara media, genre dan positif: ubahlah peralatan ini dari distribusi ke
teknik; proses produksi baru yang lebih kolektif; komunikasi. Radio akan menjadi peralatan
dan peranan pendengar baru yang lebih partisi- komunikasi yang sebagus mungkin di kehidupan
patif. Isi—seradikal apapun—selalu bisa publik, suatu jaringan jalur yang luas. Maksud-
dikuasai oleh kekuatan budaya yang ada. Karena nya, asal itu mampu menerima [siaran] maupun
itu, menurut Benjamin, politik budaya harus menyiarkannya; membuat pendengar berbicara
menjadi lebih seperti perang gerilya yang maupun mendengar; membawa pendengar dalam
berlangsung terus, di mana semua alat, taktik, hubungan sosial daripada mempencilkannya.
teknik dan hubungan yang tepat boleh dipakai Pada dasar ini, radio perlu ke luar bisnis suplai
(Middleton 1990:66).4 dan justru membuat pendengarnya sebagai
penyuplai. Setiap usaha di dunia radio untuk
4
memberikan acara publik ciri publik sejati, adalah
An artist’s contribution now, he [Benjamin] says,
must be assessed by reference to his positioning within
the process of production. Using the methods offered lective production processes, and a new, more partici-
by the new technical media, he must become a self- pative role for audiences. Content—however radical—
aware participant in the total apparatus of produc- can always be appropriated by the existing cultural
tion. He must work toward an Umfunktionierung, as powers; for Benjamin, then, cultural politics must be-
Brecht called it—a transformation of the apparatus— come more of a running guerilla war, in which any
which will result in new fusions and relationships be- appropriate materials, techniques and relationships
tween media, genres and techniques, new, more col- may be used.

ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003 119


langkah ke arah yang benar (Brecht 1993 mengintroduksikan teknik Verfremdung atau
[1932]:15).5 pengasingan, yang justru menghambat kon-
Radio komunitas memberikan pendengar- tinuitas dan menghilangkan kesan alamiah
nya kesadaran diri bukan saja melalui keikut- permainan (Brecht 1978 [1939]:163–164).
sertaan mereka dalam manajemen dan produksi, Verfremdung ini mendorong audiens untuk
tapi juga melalui isi acaranya. Pada umumnya, mengevaluasi kembali legitimitas dan konteks
di acara radio komunitas fenomena sosial historis peristiwa yang direpresentasikan
dilepaskan dari konteks aslinya, dengan tujuan maupun legitimitas dan konteks historis
agar pendengar lebih kritis. Lain dari stasiun masyarakat mereka sendiri (Brecht 1978
radio ‘biasa’ yang menyediakan berita dan [1940]:167). Dalam acara dengan tema khusus,
hiburan sebagai bagian alamiah dari wacana stasiun komunitas juga menggunakan teknik
sosial terintegrasi yang dibagi dengan pen- yang mirip Verfremdung Brecht. Teknik tersebut
dengar. Radio komunitas mengedepankan, digunakan agar tanggapan audiens terhadap
mempencilkan dan mempersoalkan isu sosial acara itu maupun dunia sosial nyata akan
tertentu dalam acara khusus, sambil menun- bertambah tajam dan kritis.
jukkan bahwa setiap fenomena sosial mem-
punyai sejarah, alasan dan dampak tersendiri Benjamin: aura
sehingga tidak dapat dianggap alamiah saja. Richard Middleton membedakan tiga modus
Ini sesuai dengan konsep teater Brecht, yang terdapat di musik yang dimediasikan
yang mengkritik tradisi drama Aristoteles. secara masal: yang auratis (the auratic), yang
Menurut Brecht, drama Aristoteles berdasarkan sehari-hari (the everyday), dan yang kritis (the
Einfühlung , identifikasi audiens dengan critical). Yang auratis menekankan identitas
karakter yang dimainkan oleh aktor. Identifikasi koheren, kontinuitas, dan totalitas, dengan
ini menghasilkan katarsis, atau pembersihan merangsang imaginasi audiens dan mendorong
ritual supaya audiens melepaskan perasaan identifikasi mereka melalui wacana yang
ketakutan atau perasaan kasihan yang dirang- direpresentasikan. Yang sehari-hari meng-
sang oleh pemain (Brecht 1978 [1967]:161). hubungi audiens dengan dunia sosial nyata,
Brecht, sebaliknya, berpikir bahwa Einfühlung dengan mendorong partisipasinya dalam
menuju ke sikap penyerahan dan kepasrahan, masyarakat dan menciptakan suasana bergaul.
karena membawa audiens dari dunia nyata ke Yang kritis merusak totalitas dan kontinuitas,
dunia impian, yaitu dunia kesenian. Dia sendiri serta menghidupkan protes, melalui kontradiksi
internal dan efek kejutan (Middleton 1990:98,
5
Radio is onesided when it should be two. It is purely 250). Modus-modus ini bukan saja mengenai
an apparatus for distribution, for mere sharing out. musik, tapi juga mengenai peranan sosial me-
So here is a positive suggestion: Change this appara-
tus over from distribution to communication. The ra-
dia massa secara keseluruhan. Radio komu-
dio would be the finest possible communication ap- nitas, berdasarkan ide yang mirip konsep
paratus in public life, a vast network of pipes. That is partisipasi dan kesadaran diri dari Brecht,
to say, it would be if it knew how to receive as well as
to transmit, how to let the listener speak as well as
cenderung membatasi yang auratis, dan
hear, how to bring him into a relationship instead of mengembangkan yang sehari-hari dan yang
isolating him. On this principle the radio should step kritis. Ini sama sekali tidak berarti bahwa yang
out of the supply business and organize its listeners as
auratis kurang kuat untuk merangsang perasa-
suppliers. Any attempt by the radio to give a truly
public character to public occassions is a step in the an-perasaan komunal. Cara radio komunitas
right direction. menciptakan perasaan komunal berbeda

120 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003


dengan cara media yang bersifat lebih auratis keunikan berkait dengan lokasinya dalam
(walaupun radio komunitas menciptakan waktu dan ruang yang nyata. Keunikan juga
‘kerinduan untuk aura’, yang akan dijelaskan berarti susah diakses, dan jauh dari audiens
nanti). Dalam paragaf ini saya akan membi- (Benjamin 1977 [1955]:11–13, 15). Otoritas suatu
carakan suatu manifestasi kategori media karya seni sebelum era reproduksi mekanis
auratis, yaitu ‘media events’, supaya perbedaan ditentukan berdasarkan keaslian dan keunikan
dengan sifat media komunitas lebih jelas. ini (Benjamin 1977 [1955]:12). Tapi setelah karya
Menurut Dayan dan Katz, media events seni bisa direproduksi secara masal, keaslian,
adalah pertunjukan televisi khusus, seperti dan keunikan diganti dengan kesementaraan
pemakaman Presiden Kennedy, pernikahan dan kesamaan (Benjamin 1977 [1955]:15).
antara Pangeran Charles dan Putri Diana, Reproduksi juga mencipta kedekatan, karena
sidang-sidang Watergate, reformasi sosial di karya seni dipindah dari konteks aslinya ke
Eropa Timur pada tahun 1989, dan Pertan- dunia audiens. Jadi karya seni dipindah dari
dingan Olympiade (Dayan dan Katz 1992:4). lingkungan tradisi ritual ke lingkungan politik
Media events disiarkan ‘live’, diadakan di luar sekuler (Benjamin 1977 [1955]:13, 18). Walaupun
media, dirancang sebelumnya, penuh ritual dan Benjamin menyesalkan karya seni kehilangan
kehormatan, dan menghambat rutinitas. Media auranya, dia senang bahwa karya seni bisa
events bernilai historis, menghormati jasa besar diakses lebih gampang (cf. Middleton 1990:64).
tokoh-tokoh tertentu, dan merayakan perda- Walaupun saya setuju dengan Benjamin
maian. Media events memikat suatu audiens bahwa televisi atau media massa lain diterima
yang sangat besar dan mempengaruhi perilaku dalam keadaan kontekstual yang berbeda
audiens itu, sehingga mereka merayakan dengan keadaan ‘live’ yang direpresentasikan,
kejadian yang direpresentasikan secara aktif. media massa juga memproduksi suasana
Dengan demikian, media events ‘integrate so- seremoni tersendiri. Misalnya, orang sering
cieties in a collective heartbeat and evoke a berhias, memasak masakan khusus, dan
renewal of loyalty to the society and its legiti- mengundang beberapa teman kalau ingin
mate authority’ (Dayan and Katz 1992:5–9). menonton media event di televisi (Dayan dan
Berbeda dari radio komunitas, media Katz 1992:9, 13). Dengan demikian, ruang hidup
events menghasilkan integrasi sosial melalui atau tempat nonton lain menjadi ruang sere-
sifat seremonial dan auratisnya. Berkat jasa monial, yang bersifat auratis karena asli dan
Walter Benjamin, ‘aura’ mendapat arti khusus unik. Apakah aura media events ini ‘benar’ atau
dalam konteks media massa. Dalam esai ‘palsu’ (cf. Middleton 1990:66) kurang relevan.
terkenalnya ‘Karya Seni di Era Kemampuan Yang jelas, media events mempunyai sifat
Reproduksi Teknisnya’ (Das Kunstwerk im performatif tersendiri, seperti juga diakui oleh
Zeitalter seiner technischen Reproduzier- Dayan dan Katz:
barkeit), Benjamin berpendapat bahwa kemam- Mentelevisikan peristiwa publik harus mampu
puan reproduksi teknis menghilangkan aura mengatasi tantangan yang bukan saja terdiri dari
suatu karya seni. Dengan kata lain, karya seni merepresentasi kejadiannya, tetapi juga
memberikan penonton sesuatu yang secara
kehilangan nilai kultusnya, yang didapat dalam
fungsional sama dengan pengalaman meriah itu.
konteks aslinya di tradisi ritual (Benjamin 1977 Televisi menjadi pemain utama dalam memper-
[1955]:16). Nilai kultus suatu karya seni diukur tunjukkan seremoni publik, dengan melapiskan
berdasarkan keaslian dan keunikannya. Keas- pertunjukan televisi ke atas pertunjukan seperti
diadakan, memproyeksikan tanggapannya ke
lian berkait dengan sejarah karya seni itu, dan

ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003 121


tanggapan pemirsa, mencoba memberikan maksud aslinya (Dayan dan Katz 1992:19).
kompensasi kepada penonton untuk kehilangan
Walaupun begitu, acara media dengan daya
[kesempatan untuk] partisipasi langsung.
Pertunjukan televisi seperti ini tidak boleh tarik auratis yang kuat, seperti media events,
dianggap sebagai ‘pengobahan’ atau ‘tambahan’ lebih gampang disalahgunakan untuk tujuan
kepada yang aslinya saja, tapi lebih baik diartikan hegemonis daripada acara media yang bermo-
sebagai transformasi kualitatif inti kejadian
publik itu sendiri (Dayan dan Katz 1992:78; cf.
dus sehari-hari atau bermodus kritis, seperti
Auslander 1999:44).6 kebanyakan acara radio komunitas.
Sifat meriah media events dan keterkaitan- Radio komunitas: kerinduan untuk
nya dengan dunia politik dapat menimbulkan aura
asosiasi kurang menyenangkan terhadap
Ciri khas lain media events adalah jangkau-
manifestasi masal fasisme atau pertunjukan
annya luas, dan ciri khas lain acara radio
berancang resim komunis, dan menciptakan komunitas adalah sifat interaktivitasnya.
perasaan ketakutan à la Benjamin akan Mungkin malah mengherankan kenapa suatu
‘estetisasi pulitik’ (Benjamin 1977 [1955]:42).
komunitas kecil tempat orang dapat berinteraksi
Walaupun Dayan dan Katz mengakui masalah
secara langsung membutuhkan media elekt-
itu, mereka menyebut beberapa faktor yang ronik untuk berkomunikasi dan menciptakan
melindungi media events dari manipulasi politik rasa kebersamaan. Dengan kata lain, apa
dan propaganda. Pertama, seandainya penyiar
sebenarnya gunanya media komunitas, dan
tidak langsung dikuasai oleh pemerintah,
kenapa orang tertarik padanya? Seperti
mereka selalu dapat menolak permintaan ditunjukkan dalam paradigma UNESCO yang
kekuasaan untuk membuat media event. Kedua, dibicarakan pada awal artikel ini, media
suatu media event tidak akan berlangsung juga,
komunitas berguna karena mengembangkan
kalau masyarakat tidak setuju dengan event itu.
rasa kesadaran diri orang. Anggota komunitas
Ketiga, emosi yang ditimbulkan media events yang berperan sebagai produser atau pende-
tidak akan cepat diterjemahkan dalam pertin- ngar acara radio komunitas akan didorong
dakan politik, karena orang biasanya nonton
untuk berpikir tentang mereka sendiri, karena
events ini dalam konteks sosial yang santai: di
komunitasnya dipresentasikan dalam konteks
rumah pribadi bersama dengan teman-teman. yang baru dan menyegarkan. Konteks ini
Keempat, daya manipulasi media events juga adalah suatu arus sintaktis terdiri dari produk
dikurangi kalau interpretasi audiens melawan
media publik, media swasta dan media komu-
nitas yang mengintroduksikan paradigma-
6
[T]he televising of public occasions must meet the paradigma baru untuk merepresentasikan or-
challenge not only of representing the event, but of ang, waktu, dan ruang. Media komunitas juga
offering the viewer a functional equivalent of the fes-
tive experience. By superimposing its own performance mempunyai daya tarik, karena memenuhi
on the performance as organized, by displaying its keinginan orang untuk mengalami intimitas dan
reactions to the reaction of the spectators, by propos- kedekatan dengan kejadian di masyarakat, dan,
ing to compensate viewers for the direct participation
of which they are deprived, television becomes the secara paradoksal, karena merepresentasikan
primary performer in the enactment of public cer- kerinduan untuk aura.
emonies. Such performances by television must not Seperti dibuktikan Benjamin, intimitas dan
be considered mere ‘alterations’ or ‘additions’ to the
original. Rather, they should be perceived as qualita- kedekatan adalah ciri semua media massa, dan
tive transformations of the very nature of public events bukan milik media komunitas saja. Media massa
(Dayan and Katz 1992:78; cf. Auslander 1999:44). mampu mengurangi jarak antara audiens dan

122 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003


kejadian yang direpresentasikan, dan juga dan radio publik. Radio komunitas rindu untuk
menggampangkan akses ke kejadian itu. Close- aura, tapi bukan auratis, karena tidak mencip-
ups malah mempertunjukkan detil yang sama takan kembali aura pertunjukan ‘live’, dan tidak
sekali tidak bisa diperhatikan tanpa teknik menghasilkan suasana seremonial media events
kamera modern (cf. Benjamin 1977 [1955]:34), pun. Identitas radio komunitas berkait dengan
dan melalui editing dan montase suatu totalitas statusnya sebagai medium, atau lebih tepat,
diciptakan yang tidak mungkin disaksikan oleh sebagai medium yang sangat sederhana.
orang setempat (Dayan dan Katz 1992:95). Philip Dari segi attraktivitas dan otoritas, hubung-
Auslander juga menyatakan bahwa, ironisnya, an antara radio komunitas dan media swasta
layar video dan alat media lain dipakai dalam serta media publik dapat dibandingkan dengan
pertunjukan ‘live’ untuk menghidupkan kembali hubungan antara rock dan pop di dunia musik:
kedekatan dan intimitas yang mendasari daya Perbedaan ideologis antara rock dan pop justru
tarik dan otoritas ‘liveness’ itu sendiri adalah perbedaan antara yang asli dan yang
(Auslander 1999:32). Dengan demikian radio bukan asli, antara yang jujur dan yang sinis,
komunitas dapat mengeratkan pertalian antara antara yang sungguh-sungguh populer dan yang
komersil secara cerdik, antara yang mampu
pendengar dan komunitas mereka, dan mene- melawan dan yang selalu terkooptasikan, antara
rangi aspek kehidupan yang tidak pernah seni dan hiburan (Auslander 1999:69).7
diperhatikannya sebelum introduksi medium Kerinduan radio komunitas mirip tuntutan
itu. musik rock atas keunikan dan keaslian. Dua-
Walaupun sifat intimitas dan kedekatan ra- duanya adalah konstruksi ideologis yang
dio komunitas merusakkan aura kejadian ‘live’, membutuhkan legitimasi oleh kejadian ‘live’ (cf.
medium itu juga mengintroduksikan kerinduan Auslander 1999:69:83). Mengenai ideologi rock,
atau nostalgia untuk dua aspek auratis, yaitu Auslander menyatakan:
keunikan dan keaslian. Kerinduan akan aura
ini berbeda dengan sifat auratis atau seremonial Dalam ideologi keaslian rock, rekaman hasil
produksi masal harus dibuktikan asli oleh
media events. Radio komunitas mencerminkan kehadiran obyek unik, yaitu pertunjukan ‘live’.
kerinduan untuk waktu dan tempat pertunjukan Akan tetapi kalau masalah ini tidak diperdalami
‘live’, padahal media events menghasilkan lagi, kita akan lupa bahwa dalam rock pertunjukan
‘live’ adalah reproduksi rekaman, yang sebenar-
sejenis aura baru, yang menekankan waktu dan
nya merupakan pertunjukan yang asli. Ideologi
tempat media events (atau pertunjukan media) rock secara sempurna sesuai dengan konsep
itu sendiri. Kerinduan radio komunitas ber- Benjamin yang menetapkan bahwa karena produk
dasarkan teknologi murah dan sederhana, yang asli diproduksikan secara masal, kehadirannya
tidak mengimplikasikan keasliannya. Namun
disebabkan antara lain karena radio komunitas beda dengan Benjamin, ideologi rock tidak
sering beroperasi dalam keadaan ekonomis didorong oleh kenyataan ini untuk melepaskan
yang kurang mendukung. Sebaliknya, karakter ide keaslian (Auslander 1999:84).8
seremonial media events berdasarkan ‘rare re-
alization of the full potential of electronic 7
The ideological distinction between rock and pop is
media technology’ (Dayan and Katz 1992:15), precisely the distinction between the authentic and the
dan penggunaan teknik rekaman dan editing inauthentic, the sincere and the cynical, the genuinely
popular and the slickly commercial, the potentially
yang canggih. Kerinduan radio komunitas akan resistant and the necessarily co-opted, art and enter-
keaslian dan keunikan juga beralasan ideologis, tainment.
karena mencoba membedakan diri dari pe- 8
[In] rock’s ideology of authenticity, a mass-produced
saingnya di dunia media, yaitu radio swasta recording must be authenticated through the pres-

ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003 123


Apabila keaslian tidak berlaku lagi, yang Di Jawa Tengah, dua jenis radio komunitas
tinggal adalah kerinduan untuk aura. Sama tersebut masing-masing menekankan aspek
dengan pendengar rock, pendengar radio radio komunitas tertentu. Stasiun radio komu-
komunitas meminta suatu legitimasi, yaitu nitas ‘biasa’ memperjuangkan aspek akses dan
legitimasi acara radio oleh masyarakat dan partisipasi. Tujuan stasiun radio ini adalah
kehidupan nyata. Oleh karena kehidupan nyata untuk menjembatani jarak antara media dan
dimediatisasikan sendiri, tidak terdapat alasan masyarakat. Mereka menyediakan sistem
teoretis untuk menganggap radio komunitas komunikasi yang gampang dibeli, dibuat,
lebih asli atau unik daripada media publik atau dihidupkan, dan dimengerti. Dalam program
media swasta. Bedanya hanya bahwa radio acaranya, penyiar dan pendengar membagi
komunitas menekankan dan menguraikan pengalaman mengenai seni budaya, kerja,
hubungan antara kehidupan nyata dan media masalah keluarga, dan aspek kehidupan sehari-
lebih intensif daripada radio lain. Ini dicer- hari yang lain. Berkaitan dengan teori Benjamin
minkan dalam acara dan aktivitas off-the-air dan Middleton, modus auranya stasiun radio
mengenai media dan topik sosial lain, dan dalam ini rendah, dan modus sehari-hari maupun
partisipasi pendengar dalam kepemilikan, modus kritisnya tinggi.
manajemen dan produksi. Oleh karena itu, ra- Stasiun radio kampus di Jawa Tengah,
dio komunitas hampir mirip teater Brecht. khususnya Yogyakarta, juga membicarakan
kehidupan sehari-hari, dalam hal ini kehidupan
Radio komunitas di Jawa Tengah: mahasiswa. Tapi stasiun ini lebih cenderung
Angkringan dan suara petani Klaten mencerminkan ‘kerinduan untuk aura’ daripada
Pada umumnya, dua jenis radio komunitas stasiun di kategori pertama. Stasiun kampus
terdapat di Indonesia. Yang satu merepresen- mempresentasikan diri sebagai alternatif untuk
tasikan orang yang merupakan kesatuan sosial radio swasta dan radio publik, dan mempunyai
karena tinggal dalam wilayah geografis atau kesadaran diri tinggi. Mereka sadar akan sifat
administratif yang sama, atau mempunyai latar medium radio, dan peranan radio komunitas
belakang profesional yang sama. Yang lain dalam sejarah media Indonesia. Kesadaran ini
disebut radio kampus, dan mencerminkan mendasari kerinduan untuk aura, walaupun
kehidupan dan cita-cita mahasiswa di kampus kerinduan ini juga bagian dari romantika
universitas dan sekolah tinggi. Radio komu- kehidupan mahasiswa.
nitas yang berdasarkan kriteria lain, seperti Dua stasiun radio komunitas ‘biasa’ yang
identitas etnik, gender, agama, atau kelas sosial, dibicarakan di seminar UNESCO mengenai ra-
belum banyak terdapat. dio komunitas di Yogyakarta pada tanggal 4
September 2001 adalah Angkringan dan Suara
Petani Klaten.9 Angkringan didirikan oleh
ence of a unique object, a live performance. To leave penduduk desa Timbulharjo di Jawa Tengah
the question at that would be to forget, however, that pada tahun 2000. Sebelum stasiun radio ini,
in rock, the live performance is a recreation of the
recording, which is, in fact, the original performance.
mereka sudah mempunyai majalah komunitas
Rock ideology is in perfect accord with Benjamin in yang juga berjudul Angkringan. Komunitas
stipulating that because the original artifact is mass-
produced, its presence does not imply its authenticity.
But it does not follow for rock ideology as it does for 9
Benjamin that this recognition entails relinquishing Seminar ini berjudul ‘Radio Komunitas: Untuk
the idea of authenticity. Demokrasi dan Kesatuan Bangsa.’

124 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003


Timbulharjo menggunakan majalah dan stasiun operasionalnya. Dengan kartu ini, pendengar
radio ini untuk merepresentasikan, mengurus dapat minta lagu atau titip salam kepada teman
dan menggerakkan mereka sendiri, dan untuk di udara. Dengan bantuan biaya dari Institut
memudahkan pembagian informasi. Melalui Studi Arus Informasi (ISAI),11 Radio Ang-
media komunikasi baru ini, mereka juga bisa kringan menggantikan pemancar pertamanya
melawan disintegrasi dan memonitor aktivitas yang 15 watt dengan pemancar baru yang 20
pemerintah desa secara efektif (Nasir 2001:1- watt dan berjangkauan 4 sampai 5 kilo. Peralatan
2). lain termasuk komputer, tape recorder, antena,
Tujuan stasiun radionya bukan sebagai dan mike. Sebagian peralatan ini dipinjam dari
pengganti majalah, tapi sebagai medium yang penduduk Timbulharjo (Nasir 2001:3–5).
mempunyai nilai tambahan dibanding dengan Suara Petani Klaten didirikan dengan
majalah. Untuk membeli dan mengerti majalah, bantuan organisasi Involvement (bagian dari
orang perlu mengeluarkan uang dan harus bisa NGO Insist) di daerah Klaten, Jawa Tengah,
membaca, padahal acara radio Angkringan pada awal 2001. Sama dengan penduduk
gratis dan dibawakan secara lisan. Radio juga Timbulharjo, penduduk Klaten menggunakan
lebih cepat dan lebih sering melaporkan majalah lebih dulu dari radio sebagai alat untuk
kejadian dan menanggapi reaksi pendengar merepresentasikan diri. Beda dengan Ang-
daripada medium cetakan (Nasir 2001:2–3). Ra- kringan, Suara Petani Klaten adalah khusus
dio Angkringan memberikan penduduk Timbul- untuk petani. Jadi pendengar Suara Petani
harjo akses ke informasi yang lebih luas, dan Klaten merupakan suatu komunitas bukan
memungkinkan mereka untuk berpartisipasi berdasarkan geografi, tapi kriteria sosial atau
dalam manajemen dan produksi siaran secara profesional.
aktif. Akses dan partisipasi ini membuat mereka Slogan salah satu orang yang terlibat dalam
lebih sadar tentang mereka sendiri, dan radio komunitas ini adalah: ‘Sekali di Udara,
mengembangkan perasaan kekomunitasannya. Lebih Banyak di Lapangan!’.12 Ini berarti bahwa
Radio Angkringan mengudara setiap hari produser radio harus melakukan penelitian
dari jam 6 sore sampai jam 12 malam. Jadwal lapangan secara intensif, agar dapat membuat
sore dan malam ini memungkinkan petani, program yang mampu merepresentasikan dan
mahasiswa dan orang lain untuk mendengarkan menggerakkan penduduk setempat. Sesuai
radio dan berpartisipasi dalam program setelah dengan tujuan itu, Suara Petani Klaten banyak
mereka pulang dari aktivitas sehari-hari di luar. menggunakan ‘modus sehari-hari’ dan ‘modus
Siarannya termasuk acara campursari dan
dangdut, 10 berita, talk shows, dan iklan lokal.
Acara berita berisi informasi dari majalah 11
ISAI didirikan oleh wartawan dan penyair Goenawan
Angkringan, koran lokal, internet, televisi dan Mohamad pada tahun 1994, setelah majalah Tempo
stasiun radio lain. Radio Angkringan menjual dibredel oleh pemerintah Orde Baru. ISAI menerbitkan
buku dan majalah, khususnya mengenai pers Indone-
kartu pendengar untuk menanggung ongkos sia, dan juga mengadakan pelatihan jurnalistik.
Lokasinya di suatu kompleks di Jl. Utan Kayu, Jakarta.
Di tempat tersebut juga terdapat Kantor Berita Radio
10 68H, Radio 68H, Galeri Lontar, Teater Utan Kayu,
Campursari dan dangdut adalah dua jenis musik pop
dan Toko Buku Utan Kayu.
yang sangat digemari di dalam dan luar Jawa Tengah.
12
Dua-duanya dipakai untuk mengiringi pertunjukan Ini parodi atas slogan terkenal Radio Republik Indo-
wayang kulit kontemporer (lihat Mrázek 1999:46– nesia (RRI) yang berbunyi: “Sekali di Udara, Tetap di
70). Udara!”

ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003 125


kritis’, yang diterjemahkan dalam siaran musik tember 1999, dan menerima status resmi sebagai
campur sari, pertunjukan seni lokal, dan stasiun swasta pada bulan Februari 2000.
informasi tentang pertanian. Sama dengan Walaupun swasta atau semi-swasta, Swara-
Angkringan, radio komunitas ini menjual kartu gama mempresentasikan diri dalam brosurnya
permintaan lagu kepada pendengar untuk sebagai alternatif untuk radio pemerintah
menanggung biaya operasional. Pendengar maupun radio komersil. Stasiun radio ini
juga dapat menulis saran dan kritik di kartu ini, memelihara citra radio komunitas dengan gaya
yang berfungsi sebagai indeks popularitas dan alternatif, kompak, dan pemberontakan, agar
daya tumbuh stasiunnya (Indrianto 2001). dapat menarik perhatian audiensnya yang
terdiri dari kaum ‘intelektual muda’:
Radio kampus di Yogyakarta:
Dua kategori radio yang pernah ada di Indonesia
Swaragama, Saraswati, dan Masdha yaitu radio pemerintah dan radio siaran swasta
Radio kampus tidak terkait dengan pen- terbukti belum memadai untuk memenuhi seluruh
duduk satu kota atau desa tertentu, tapi dengan harapan dan idealisme publik. Pergerakan dan
gerilya civitas akademika dalam memperjuangkan
komunitas mahasiswa di kampus universitas keberadaan radio ketiga membuktikannya.
atau sekolah tinggi. Di kota mahasiswa Meskipun sering dilanda gelombang pasang
Yogyakarta ada beberapa stasiun radio kampus, surut baik karena terbatasnya sumber daya
seperti Swaragama, Saraswati dan Masdha. ataupun disebabkan oleh tebalnya tembok
birokrasi, hal itu justru menjadi pelecut militansi
Semua stasiun ini terlibat dalam Forum Kampus klub-klub radio ini dalam melakukan pergerakan-
Indonesia (FORAKI), suatu jaringan komuni- nya. Ada yang mendefinisikan kategori alternatif
kasi untuk radio kampus. Dalam pertemuan dan itu adalah: radio sosial, radio kampus, radio
komuniti, dan lain-lain. Memanfaatkan koridor
diskusi email, anggota forum ini membicarakan
yang ada, untuk membangun visi tentang radio
topik yang berhubungan dengan radio komu- dengan idealisme pendidikan dan demokratisasi,
nitas pada umumnya dan radio kampus pada Radio Swara Gadjah Mada hadir kembali dengan
khususnya. Inilah cara untuk menambah ilmu, identitas sebagai ‘radio berbasis kampus’
(kutipan dari brosur Swaragama tahun 2001).
minta pengertian dari pemerintah, memper-
juangkan frekuensi resmi, dan menyelesaikan Apakah penggunaan kata seperti ‘pergera-
masalah lain. Yang paling rumit adalah untuk kan’, ‘gerilya’ dan ‘militansi’ mencerminkan
menerima frekuensi resmi, karena hanya stasiun semangat perjuangan dan idealisme sejati atau
radio yang berstatus legal berhak untuk lebih cenderung merepresentasikan ‘kerinduan
mempunyai tempat tetap di udara. Untuk untuk aura’ dan romantika dunia mahasiswa
mendaftarkan diri sebagai institusi resmi, tergantung interpretasi pembaca masing-
stasiun radio terpaksa mengeluarkan banyak masing. Bagaimanapun juga, kutipan ini
uang, yang biasanya hanya dapat diperoleh memperlihatkan kesadaran mahasiswa tentang
apabila sudah memutuskan untuk menjadi sifat dan kemungkinan medium radio (termasuk
stasiun komersil. kemungkinan akan mfunktionierung), dan
Swaragama (Swara Gadjah Mada) adalah tentang peranan radio komunitas dalam sejarah
salah satu radio kampus yang melibatkan diri media Indonesia.
dalam kegiatan komersil agar dapat memperoleh Brosur Swaragama juga menyebut empat
izin penyiaran resmi. Swaragama adalah radio ciri khas radio mahasiswa, yaitu sebagai radio
mahasiswa Universitas Gadjah Mada di yang berbasis di kampus (1), dikelola oleh or-
Yogyakarta. Swaragama mulai memproduksikan ang akademik (2), mempunyai target audiens
dan menyiarkan program acara pada bulan Sep- terdiri dari orang akademik (3), dan mempunyai

126 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003


program acara dan gaya penyiaran yang belum menerapkan strategi manajemen dan
merepresentasikan orang kampus dan pikiran- produksi komersil. Sebab itu, dua stasiun ini
nya (4). Informasi aktual dan acara pendidikan mengalami masalah keuangan dan masalah
dari radio kampus menjadi alternatif untuk acara organisasi yang berat, tapi untungnya adalah
hiburan dari radio swasta dan pesan pemerintah bahwa sifat kekomunitasannya tidak terlalu
dari radio negara. Menurut brosur Swaragama, terganggu.
radio kampus juga merupakan sejenis radio Saraswati adalah radio kampus Institut Seni
publik baru, yang dihasilkan dan juga secara Indonesia (ISI) Yogyakarta. Saraswati didirikan
aktif mengantisipasikan proses yang berlang- pada tahun 1998, dan memakai nama lambang
sung di masyarakat Indonesia, seperti refor- ISI Yogyakarta.13 Saraswati menyiarkan acara
masi, otonomi daerah, dan usaha untuk seni, budaya dan kehidupan mahasiswa setiap
memperbaiki ekonomi dan pendidikan. hari dari jam 4 siang sampai jam 12 malam. Acara
Swaragama menyiarkan acara dari jam 11 ini berisi musik, diskusi tentang musik (jazz,
siang sampai jam 8 malam. Acara ini mengenai rock, musik klasik), jadwal kegiatan seni,
kehidupan mahasiswa, pendidikan, politik, sandiwara radio, ilmu pengetahuan etno-
agama, dan berbagai jenis musik. Acaranya musikologi, informasi tentang berbagai kelom-
termasuk Kampus Kita (tentang kehidupan di pok etnik Indonesia, diskusi mengenai karya
universitas Yogyakarta), Parwi (Parliament seni ciptaan mahasiswa ISI Yogyakarta,
Watch Indonesia, tentang politik lokal di pelajaran seni, informasi praktis untuk maha-
Yogyakarta dan Jawa Tengah), Mutiara Iman siswa yang indekos, dan pelajaran agama (Dani,
(tentang agama Islam), Warung Agape (menge- komunikasi pribadi, 29 Agustus 2001).
nai agama Kristen), Indo Prima (acara hiburan), Produser dan pendengar Saraswati terdiri
Jogyakarya (acara untuk mempromosikan ben dari mahasiswa ISI Yogyakarta dan orang yang
musik dari Yogyakarta), Bahana Persada (acara hidup di sekitar kampus. Saraswati dibiayai oleh
mengenai musik Indonesia), Evening Drive pendengar dan direktorat ISI Yogyakarta.
(musik Barat), Hits of Yesterday (oldies), Alter- Tujuannya adalah untuk mempromosikan seni
nasound (musik alternatif), dan Smaradahana dan mengembangkan kreativitas dan daya pikir
(berisi lagu cinta dari Barat dan Indonesia). Staf kritis pendengar. Menurut staf Saraswati, ra-
Swaragama terdiri dari mahasiswa dan bekas dio swasta memperlakukan pendengar sebagai
mahasiswa Universitas Gadjah Mada dan uni- konsumen, hedonis dan pengikut pasif saja,
versitas Yogyakarta lain. Peralatan Swaragama dan radio pemerintah hanya menyiarkan
dibiayai oleh Universitas Gadjah Mada, dan informasi dangkal. Mereka yakin bahwa
biaya operasionalnya ditanggung oleh pen- masyarakat membutuhkan informasi tentang
jualan waktu udara kepada pengiklan. Swara- seni budaya Indonesia, karena bidang ini
gama juga mengadakan aktivitas off-the-air, diremehkan oleh pemerintah Orde Baru.
seperti konser musik dan pertandingan basket. Saraswati menggunakan modus kritis yang
Baik di acara on-the-air maupun off-the-air, tinggi dan secara aktif ikut mengembangkan
Swaragama menaruh banyak perhatian ter- informasi dan struktur media alternatif.
hadap musik pop. Jadi struktur organisasi dan Mahasiswa yang kerja di Saraswati mengikuti
isi acaranya dua-duanya mirip dengan stasiun kuliah penyiaran di jurusan komunikasi univer-
radio swasta biasa. Radio kampus lain yang
akan saya bicarakan, yaitu Saraswati dan 13
Saraswati adalah dewi Hindu yang melindungi ilmu
Masdha, belum menerima status swasta dan dan sastra.

ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003 127


sitas Yogyakarta dan juga dapatin-house train- kuliah penyiaran yang diadakan oleh Masdha
ing oleh AJI (Aliansi Jurnalis Independen) sendiri (khusus untuk mahasiswa SMP dan
Yogyakarta. Sumber inspirasi lain untuk SMA). Masdha ingin mengakseskan informasi,
produksi program adalah siaran radio komu- dan mendorong orang untuk berpartisipasi
nitas di Filipina dan radio internet UCLA (Uni- dalam komunikasi media dan kegiatan sosial
versity of California, Los Angeles) (Dani, lain. Dengan demikian, Masdha menyumbang
komunikasi pribadi, 29 Agustus 2001). pada pengembangan rasa kekomunitasan.
Masdha adalah radio mahasiswa universi- Produser Masdha dilatih oleh organisasi
tas katolik Sanata Dharma di Yogyakarta. Pada seperti Kantor Berita Radio 68H, Internews In-
awal tahun 1990an, Masdha di udara selama donesia, BBC Indonesia, AJI Yogyakarta, RRI
tiga tahun, tapi akhirnya terpaksa meng- Yogyakarta dan Radio Unisi.15 Untuk Masdha
hentikan aktivitasnya karena tidak memenuhi dan radio kampus lain susah untuk menjaga
syarat perizinan, dan sering dilawan pemerintah kontinuitas produksi dan penyiaran, karena
yang tidak setuju dengan isi acaranya. Pada setiap pergantian angkatan mahasiswa juga
tahun 1998, setelah jatuhnya Soeharto, Masdha mengakibatkan pergantian produser (Yuga,
di udara lagi, dan dibiayai oleh direktorat Sanata komunikasi pribadi, 3 September 2001).
Dharma dan NGO nasional dan internasional.
Masdha menyiarkan acara dari jam 5 pagi Kesimpulan
sampai jam 2 pagi esoknya (21 jam). Acaranya Sesuai dengan kerangka UNESCO menge-
berisi musik, informasi, pendidikan, dan agama. nai radio komunitas, semua stasiun radio yang
Acara berita dan pendidikan direlai dari dibicarakan—terkecuali Swaragama mungkin—
Internews Indonesia, Kantor Berita Radio adalah untuk, mengenai dan oleh kelompok
68H14 dan Radio Nederland (Belanda), dan tertentu di masyarakat. Beberapa praktisi
acara agama direlai dari radio Kristen seperti berpendapat bahwa satu saluran harus disedia-
Santec (German), Veritas (Filipina) dan Radio kan khusus untuk radio komunitas sejenis ini.
Vatican (Italia) (Yuga, komunikasi pribadi, 3 Saluran itu dengan mudah dapat dipakai
September 2001). bersama-sama, karena jangkauan stasiun radio
Masdha berusaha untuk membawakan komunitas sangat terbatas dan tidak saling
siarannya dalam bahasa non-formal yang menggangu (cf. Nasir 2001:6).
mudah dimengerti oleh orang muda. Radio ini Karena stasiun komunitas memungkinkan
juga mencoba untuk memperlakukan pende- orang untuk merepresentasikan diri, peranan
ngarnya sebagai subyek aktif dan bukan obyek mediasi dan pengaruh ideologis stasiunnya
pasif, sambil mengajak mereka untuk ber- hampir hilang. Ini bukan berarti bahwa radio
partisipasi dalam talkshow interaktif, dan dalam komunitas lebih demokratis daripada radio
publik atau radio swasta. Khususnya dalam
14
Internews Indonesia dan Kantor Berita Radio 68H konteks Reformasi, radio swasta juga menjadi
dua-duanya berlokasi di Jakarta, dan memproduksikan alternatif menyegarkan untuk propaganda ra-
acara berita dan informasi yang direlay oleh stasiun dio Orde Baru, dan radio pemerintah pun
radio di seluruh Indonesia. Dua organisasi ini juga
mengadakan latihan jurnalistik radio. Internews Indo- direncanakan untuk menjadi medium publik
nesia (bagian dari NGO internasional Internews yang sejati. Sama dengan radio komunitas, beberapa
bermarkas di Amerika Serikat) didanai oleh USAID,
dan Kantor Berita Radio 68H oleh The Asia Founda- 15
Radio Unisi adalah radio swasta Yogyakarta yang
tion, Kedubes Belanda, dan Media Development Loan berformat berita, pendidikan dan agama (lihat
Fund. Mardianto dan Darmanto 2001:51–54).

128 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003


radio swasta dan radio publik malah menaruh UNESCO pada awal artikel ini. Walaupun
perhatian terhadap kelompok kecil atau begitu, saya yakin radio komunitas adalah hak
termarginalisasi, dan menyiarkan acara inter- dan kewajiban masyarakat Indonesia, karena
aktif. Dengan demikian perbedaan antara radio memungkinkan kelompok sosial untuk meng-
publik, radio swasta dan radio komunitas ekspresikan diri tanpa keterlibatan pihak lain,
mungkin tidak setajam perbedaan yang saya dan juga berperan pada keberagamaan media
kedepankan dalam diskusi mengenai paradigma Indonesia.

Referensi
Anderson, B.
1991 Imagined Communities. Reflections on the Origin and Spread of Nationalism (new
edition). London-New York: Verso.
Auslander, P.
1999 Liveness. Performance in a Mediatized Culture. London dan New York: Routledge.
Benjamin, W
1977 [1955] Das Kunstwerk im Zeitalter seiner technischen Reproduzierbarkeit. Frankfurt
am Main: Suhrkamp Verlag.
Brecht, B.
1993 [1932] ‘The Radio as an Apparatus of Communication (terjemahan)’, Radiotext(e).
Semiotext(e) #16 VI (1):15–17.
1978 [1939] ‘Über experimentelles Theater.’ Di: Heinz Geiger dan Hermann Haarmann, Aspekte
des Dramas. Opladen: Westdeutscher Verlag. Hlm.163–165.
1978 [1940] ‘[Vierter] Nachtrag zur Theorie des “Messingkaufs”’, dalam H.Geiger dan H.
Haarmann, Aspekte des Dramas. Opladen: Westdeutscher Verlag. Hlm.166–168.
1978 [1967] [‘Kritik der ‘Poetik’ des Aristoteles’]. Di: Heinz Geiger dan Hermann Haarmann,
Aspekte des Dramas. Opladen: Westdeutscher Verlag. Hlm.161–162.
Dayan, D. dan E. Katz.
1992 Media Events: the Live Broadcasting of History. Cambridge-London: Harvard Uni-
versity Press.
Fraser, C. dan S.R. Estrada
2001 Buku Panduan Radio Komunitas, Tim Jaring Line (terjemahan). Jakarta: Tim Unit
Komunikasi UNESCO Jakarta.
Gazali, E. (peny.)
2002 Penyiaran Alternatif tapi Mutlak. Sebuah Acuan tentang Penyiaran Publik dan
Komunitas. Jakarta: Penerbit Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UI.
Indrianto, A.M.
2001 ‘Sekali di Udara, Lebih Banyak di Lapangan’, Paper disampaikan dalam Seminar Unesco
Radio Komunitas: Untuk Demokrasi dan Kesatuan Bangsa , Yogyakarta,
4 September.

ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003 129


Lindsay, J.
1997 ‘Making Waves: Private Radio and Local Identities in Indonesia’, Indonesia 64:105–
123.
Mardianto, H. dan A. Darmanto
2001 Tradisi Sastra Jawa Radio. Yogyakarta: Kalika.
Middleton, R.
1990 Studying Popular Music. Milton Keynes-Philidelphia: Open University Press.
Mrázek, J.
1999 ‘Javanese Wayang Kulit in the Times of Comedy: Clown Scenes, Innovation, and the
Performance’s Being in the Present World. Part One’, Indonesia 68:38–128.
Nasir, A.
2001 ‘Radio sebagai Alat Penguatan Komunitas’, Paper disampaikan dalam Seminar Unesco
Radio Komunitas: Untuk Demokrasi dan Kesatuan Bangsa , Yogyakarta,
4 September.
Panjaitan, H.
1999 Memasung Televisi Kontroversi Regulasi Penyiaran di Era Orde Baru. Jakarta: Institut
Studi Arus Informasi.

130 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003

You might also like