You are on page 1of 20

205 - 224

Peran Kebijakan Pemerintah Dalam Memperkuat Aliansi Strategis


Dan Meningkatkan Daya Saing Ekonomi Kreatif
Umu Khouroh*, Irany Windhyastiti, Krisnawuri Handayani
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Merdeka Malang, Indonesia
*umukhouroh@yahoo.com

Abstract
This study aims :1) to examine the effect of strategic alliances and government
policies on the achievement of competitive advantage of micro, small and medium
creative enterprises, 2) to assess the role of government policies in moderating
the relationship between strategic alliances and competitive advantage. This
study was conducted in 130 micro, small and medium craft enterprises in Malang
Raya. Using SEM-PLS in WarpPLS 6.0, this study finds that strategic alliances
have significant effects on competitive advantage. Government policy does not
moderates the relationship between strategic alliances and competitive
advantage, but at the same time it serves as the driver of strategic alliances and
the predictor of competitive advantage. Government policies have the highest
loading factor, followed by strategic alliances. Thus, micro, small and medium
enterprises in creative economy must focus on optimizing strategic alliances to
greatly improve their competitive advantage. In addition, the government can
driven strategic alliances while providing facilitation, support, and policies that
encourage improvements in competitive advantage.

Keywords: Strategic Alliances, Government Policy, Competitive Advantage

PENDAHULUAN dalam perekonomian nasional. Badan Pusat


Era revolusi industri 4.0 menjadikan Statistik (BPS) melansir beberapa prestasi
ekonomi kreatif salah satu isu strategis yang sektor ekonomi kreatif pada Tahun 2016
layak mendapatkan perhatian utama. Fakta diantaranya: 1) memberikan kontribusi 7,44
menunjukkan bahwa perusahaan harus persen terhadap PDB dengan nilai PDB
mengandalkan SDM yang lebih kreatif. 922,59 trilyun 2) Tumbuh 4,95 persen naik
Perusahaan memerlukan kreativitas tinggi sebesar 0,54 persen; 3) Unit usaha mencapai
agar mampu menciptakan produk inovatif. 8,2 juta unit 4) Penyerapan tenaga kerja
Dari poin inilah, eksistensi ekonomi kreatif sebesar 16,91 juta pekerja atau sekitar 14,28
muncul dan berkembang (Salman, 2010). persen dari total jumlah tenaga kerja nasional
Sektor ekonomi kreatif, menjadi (118,41 juta). 5) ekspor tercatat senilai
pilihan strategis untuk memenangkan US$19,98 milyar dengan kontribusi ekspor
persaingan global, yang ditandai dengan 13,77 persen dari total ekspor nasional.
tingginya inovasi dan kreativitas guna Merujuk pada angka-angka tersebut,
meningkatkan nilai tambah ekonomi dan ekonomi kreatif memiliki posisi penting dan
daya saing melalui kapitalisasi ide kreatif. sangat berpotensi untuk dikembangkan di
Ekonomi kreatif di Indonesia telah Indonesia. Namun dalam konteks penciptaan
memberikan kontribusi yang signifikan nilai tambah, ekonomi kreatif menghadapi

205
206

banyak faktor yang bisa menghambat sifat dan dinamika persaingan (Denisi et al.,
pertumbuhannya, yang berhubungan dengan 1998).
1) rendahnya profesionalitas, baik dari segi Secara konseptual, pendekatan yang
keterampilan, skill, pengetahuan, sikap dan populer dalam memahami dinamika
perilaku, serta terbatasnya akses bekerjasama persaingan dan cara terbaik mencapai
dan mengembangkan jaringan baik lokal, keunggulan bersaing dari perspektif yang
nasional, dan global; 2) Jumlah usaha kreatif berbeda adalah Industrial Organizational-I/O
di Indonesia lebih rendah jika dibandingkan Theory dan Resources-Based View (RBV).
dengan negara yang industri kreatifnya telah I/O Theory memandang keunggulan bersaing
berkembang; 3) Kesadaran pasar akan diperoleh dengan mempertahankan dan
produk dan karya kreatif di Indonesia masih memposisikan diri dalam posisi yang
relatif rendah meskipun keunikan dan menarik dan terus menerus menjaga diri dari
kreativitas karya dan produk kreatif diakui pesaing saat ini dan pesaing potensial dengan
oleh pasar global (Kemenparekraf, 2014). membangun dan memanipulasi hambatan
Hasil kajian BPS (2015) juga menunjukkan masuk dan mobilitas. (Porter, 1980; Caves
bahwa sektor usaha ekonomi kreatif, dan Ghemawat, 1992). Sementara itu
menghadapi permasalahan yang tidak jauh Resources-Based View (RBV) memberikan
berbeda dengan UMKM lainnya yaitu: 1) penjelasan bahwa perusahaan memiliki
pemasaran; 2) riset dan pengembangan; 3) keunggulan bersaing ketika tidak secara
infrastruktur; 4) regulasi dan HaKI; 5) akses bersamaan menerapkan sebuah strategi
keuangan dan 6) kelembagaan. penciptaan nilai dengan yang diterapkan oleh
Mengacu pada potensi dan hambatan pesaing saat ini atau pesaing potensial.
dalam pengembangan ekonomi kreatif, untuk Empat atribut utama-valuable, rare, non-
menjadikan ekonomi kreatif sebagai salah imitable, sumberdaya dan kemampuan
satu mesin pertumbuhan ekonomi di spesifik perusahaan merupakan sumberdaya
Indonesia, ada tujuh tantangan utama yang ekonomi perusahaan (Barney, 1991)
dihadapi yaitu, 1) penyediaan sumberdaya Bharadwaj et al. (1993) juga mengemukakan
kreatif yang berdaya saing, profesional, dan perusahaan yang mempunyai keunggulan
merata; 2) penyediaan sumberdaya bersaing mempunyai aset, nilai dan
pendukung yang bermutu, beragam, dan kecakapan unik sebagai sumber keunggulan
berdaya saing; 3) penguatan struktur industri bersaing. Keakuratan dan ketepatan
yang kompetitif, berkembang, dan beragam; mengidentifikasi sumberdaya dan kapabilitas
4) penyediaan pembiayaan yang tepat dan unik sebagai kompetensi inti merupakan
sesuai, bersaing, dan merata; 5) perluasan basis keunggulan bersaing, keunggulan
pasar bagi karya kreatif di tingkatan lokal strategi dan kemampuan untuk memperoleh
maupun global; 6) penyediaan infrastruktur above-average return (Hitt et al., 2011).
teknologi yang bersaing, sesuai, dan dengan Meskipun berbeda perspektif, Bridoux
mudah dapat diakses oleh orang kreatif, dan (2004) mengenali bahwa RBV dan I/O
7) penguatan kelembagaan yang memberikan Theory saling melengkapi dan dapat
dukungan bagi pengembangan ekonomi diintegrasikan dalam kerangka kerja yang
kreatif (Bekraf, 2017). menjadi sumber dari kinerja dan strategi
Permasalahan dan tantangan khususnya perilaku bersaing untuk
pengembangan ekonomi kreatif serta era memperoleh keunggulan bersaing. Melalui
revolusi industri 4.0 dan disruptive kombinasi efektif dari penggunaan model I/O
innovation menuntut UMKM ekonomi dan model RBV, perusahaan-perusahaan
kreatif mencari sumber keunggulan bersaing secara dramatis akan dapat meningkatkan
dan terlibat dalam persaingan baru guna profitabilitas dengan mencapai daya saing
meningkatkan daya saing dan keunggulan strategis, menghasilkan laba diatas rata-rata
bersaing. Hal ini pada gilirannya, dan memperoleh keunggulan bersaing
membutuhkan pemahaman yang jelas tentang berkelanjutan (Hitt et al., 2001)
207

Sektor ekonomi kreatif berbasis pada penggunaan teknologi baru (Lei et al., 1997)
ide, kreativitas, dan inovasi sebagai alat memperoleh akses sumberdaya yang bersifat
untuk menciptakan keunikan yang menjadi komplementer dan menggabungkan sumber
ciri khasnya. Ekonomi kreatif menjadi salah keahlian (Hitt et al., 1997).
satu solusi ketika perusahaan dihadapkan Dinamika Revolusi Industri 4.0,
pada kelangkaan sumberdaya. Kreativitas mengharuskan UMKM ekonomi kreatif
menjadi modal utama untuk menghasilkan meningkatkan pengelolaan usaha dengan
produk terbaik dan inovasi berkelanjutan. melibatkan multistakeholder. Untuk
UMKM ekonomi kreatif yang ingin mencapai membuka potensi pengembangan ekonomi
keunggulan bersaing harus menggunakan kreatif secara global, dibutuhkan kemauan
kreativitasnya dan melakukan inovasi agar yang lebih besar bagi para stakeholder untuk
mampu menghasilkan produk yang berbeda berkolaborasi dan bersama-sama merancang
dengan pesaingnya. Perbedaan produk ini pendekatan baru guna mengantisipasi
harus terefleksikan oleh konsumen, artinya perkembangan teknologi dan membangun
konsumen merasakan perbedaan tersebut rasa saling percaya. UMKM ekonomi kreatif
secara nyata yang berarti bahwa keunggulan di Indonesia telah menjalin kemitraan dengan
bersaing akan bergantung pada kemampuan berbagai stakeholder untuk mengembangkan
beradaptasi dengan kebutuhan konsumen usahanya diantaranya dengan perusahaan
(Treacy dan Wiersema, 1993). swasta, instansi pemerintah, perbankan,
Fakta menunjukkan bahwa bagi BUMN/BUMD dan yayasan/LSM. Jenis
kebanyakan perusahaan terutama UMKM kemitraan yang dibangun terkait dengan
termasuk usaha ekonomi kreatif yang pemasaran, mesin dan peralatan, pengadaan
memiliki banyak keterbatasan seperti akses bahan baku, uang/barang modal dan lainya
pembiayaan, terbatasnya pemasaran, (Bekraf, 2016). Motif aliansi strategis yang
kemampuan manajemen dan teknologi yang dibangun UMKM ekonomi kreatif ini sejalan
rendah dan kelembagaan yang belum dengan pendapat Varadarajan dan
maksimal (BPS, 2015), sangatlah tidak Cunningham (1995) yang menyatakan ada
mungkin memiliki semua kemampuan, beberapa motif perusahaan melakukan aliansi
sumberdaya, dan kompetensi inti yang strategis yaitu masuk kepasar internasional
diperlukan untuk bersaing dengan sukses di baru, mengatasi hambatan memasuki pasar
arena persaingan yang kompetitif dalam baru, melindungi posisi bersaing,
jangka waktu yang panjang. Keterbatasan memperluas atau mengisi gap lini produk,
tersebut menuntut usaha ekonomi kreatif memasuki domain pasar produk baru/
untuk melakukan aliansi strategis. mendapatkan pijakan di Industri yang sedang
Aliansi menjadi semakin umum berkembang, mempertajam struktur industri,
karena globalisasi dan percepatan laju mengurangi ancaman potensial persaingan
perubahan teknologi. Perusahaan dapat masa mendatang, meningkatkan dan
membentuk dan mereformasi aliansi dengan mengatasi hambatan masuk, meningkatkan
pemangku kepentingan untuk mengakses dan efisiensi dan memperluas sumberdaya dan
mengelola sumberdaya yang berharga, memperoleh keterampilan baru.
bergerak, dan langka untuk bertahan dalam Defee (2006) menyatakan bahwa
persaingan di lingkungan yang dinamis aliansi strategis merupakan sarana UMKM
(Teece et al., 1997). Pembentukan aliansi bisa upgrade kemampuan dan mengatur cara
strategis juga dimotivasi untuk meningkatkan untuk tumbuh di masa depan. Penggunaan
skill dan teknologi (Hamel et al., 1989; berkelanjutan dari aliansi strategis akan
Palakshappa dan Gordon, 2007), penyebaran mengembangkan dan menciptakan
teknologi baru dengan cepat dan efektif, pengetahuan. Kanter (1994) menyatakan
atau untuk mempelajari sesuatu dari bahwa keberhasilan aliansi bertumpu pada
perusahaan yang lebih unggul (Dyer et al., rasa kesatuan dan kebersamaan melalui
2001) meningkatkan pembelajaran tentang proses penciptaan nilai bersama-sama, bukan
208

sekedar proses pertukaran atas sejumlah nilai pengembangan ekonomi, harus mengambil
investasi tertentu Hal ini menunjukkan langkah spesifik untuk memberikan kondisi
bahwa keberhasilan suatu aliansi yang kondusif dalam memajukan UMKM
membutuhkan kesediaan memberi dan guna menciptakan peluang munculnya
menerima dari pihak-pihak yang beraliansi berbagai sektor ekonomi dan usaha (Eniola
dan tantangannya adalah seberapa besar dan Entebang, 2015).
toleransi yang dapat diberikan kepada pihak Di negara maju, kebijakan pemerintah
luar untuk mengendalikan bisnis bersama. adalah faktor yang menentukan pertumbuhan
Beberapa peneliti menemukan bahwa UMKM (Le dan Nguyen, 2009). Karakter
selain memberikan banyak manfaat, dan rentang kebijakan pemerintah membawa
kolaborasi tidak selamanya mampu dampak pada kinerja. Namun beberapa
meningkatkan kinerja dan gagal (Park dan penelitian yang dilakukan di negara sedang
Ungson, 2001; Zineldin dan Dodourova, berkembang menunjukkan bahwa kebijakan
2006). Palakshappa dan Gordon (2007) juga pemerintah menimbulkan kesan eksploitasi
menemukan dalam penelitiannya bahwa UMKM, hubungan dan jaringan sehingga
perusahaan tidak mampu merealisasikan dapat menjadi penghalang pemanfaatan
keuntungan dari kegiatan kolaborasi karena kekuatan dan sumberdaya (Harvie et al.,
tidak mampu mendapatkan ketrampilan dan 2010; Okpara, 2011). Temuan ini sejalan
kompetensi baru dari kegiatan kolaborasi. dengan pendapat (Sathe dan Handley-
Perusahaan yang mengandalkan pada Scharchler, 2006) yang menyatakan bahwa
aliansi strategis untuk membangun peraturan pemerintah dan prosedur birokrasi
keunggulan bersaing tanpa melihat bahaya bisa menghambat sekaligus memfasilitasi
ketergantungan dalam jangka panjang kegiatan kewirausahaan bisnis baru.
terhadap partnernya akan memperlemah Pemerintah dapat membuat kebijakan yang
kemampuannya untuk mempelajari atau dapat meningkatkan dan mendukung
meraih skill baru (Lynch, 1990). Hal ini pertumbuhan teknologi baru, produk, dan
terjadi karena partner tidak memiliki solusi. Di sisi lain, pemerintah juga bisa
kesamaan persepsi yang utuh sehingga menghambat kinerja ketika memperkenalkan
timbul kesulitan dalam penggabungan kebijakan yang dapat membatasi otonomi,
operasi atau tidak mempunyai motivasi serta kebebasan berwirausaha apalagi bagi
yang sama. Aliansi strategis dalam proses usaha dengan pertumbuhan dan lingkungan
pencapaian tujuan mengalami pergeseran, yang sangat dinamis.
pasar, produk dan komitmen mereka Di Indonesia, pemerintah memainkan
mengalami perubahan. Menghadapi hal peran strategis dalam pengembangan usaha
tersebut, manajer yang merencanakan aliansi ekonomi kreatif. Prinsip Connect-
harus memiliki argumentasi yang kuat Collaborate-Commerce (3C) menjadi sarana
bahwa kontribusi positif lebih besar pemerintah untuk memetakan dan
daripada potensi masalah yang muncul. mengembangkan potensi ekonomi kreatif di
Bagi usaha ekonomi kreatif di daerah dengan melibatkan unsur pentahelix
Indonesia, untuk mencapai keunggulan (Academician, Businesses, Community,
bersaing selain membutuhkan aliansi Government, dan Media).
strategis juga perlu peran pemerintah untuk Berdasarkan latar belakang dan
pengembangan usaha. Banyak proposisi dari fenomena usaha ekonomi kreatif, penelitian
literatur yang menyatakan bahwa peran ini menjadi hal yang penting jika dikaitkan
pemerintah melalui rangkaian kebijakan dengan berbagai tantangan, permasalahan dan
ekonomi untuk mempertahankan iklim yang tuntutan agar UMKM ekonomi kreatif
kondusif membantu UMKM beroperasi merumuskan strategi bersaing secara tepat
dengan sukses dan menguntungkan untuk mencapai keunggulan bersaing antara
(Dandago dan Usman, 2011; Jasra et al., lain: 1) Bagi UMKM kreatif yang
2011). Pemerintah dalam konteks menghadapi permasalahan pemasaran; riset
209

dan pengembangan; infrastruktur; regulasi tambah, ekonomi kreatif menghadapi banyak


dan HaKI; akses keuangan dan kelembagaan, faktor yang bisa menghambat
maka sangat sulit untuk bisa mengembangkan pertumbuhannya, yang berhubungan dengan
usaha dan menguasai pasar dengan kekuatan 1) rendahnya profesionalitas, 2) rendahnya
sendiri tanpa melibatkan aliansi strategis jumlah usaha kreatif di Indonesia;
dengan pihak lain. Kebutuhan untuk 3) kesadaran pasar mengenai produk dan
berkolaborasi dan merancang pendekatan karya kreatif di Indonesia masih relatif
baru semakin besar bagi stakeholder yang rendah.
berbeda guna mengantisipasi perkembangan Hambatan dan keterbatasan UMKM
teknologi dan digitalisasi serta membangun ekonomi kreatif menguatkan fakta bahwa
rasa saling percaya antar stakeholder; 2) UMKM ekonomi kreatif tidak mungkin
Kelemahan dan kekurangan dalam mempunyai semua sumberdaya dan
implementasi aliansi strategis antara usaha kompetensi inti yang dibutuhkan untuk
kecil dengan pihak lain dapat diminimalkan memenangkan persaingan yang kompetitif
dengan dukungan dan kebijakan pemerintah. dalam jangka panjang. Salah satu upaya yang
Peran pemerintah untuk menavigasi ekonomi dapat dilakukan untuk mengatasi keterbatasan
kreatif semakin dibutuhkan dengan dan hambatan tersebut adalah dengan aliansi
pendekatan yang berbeda. Adopsi konsep strategis yaitu kolaborasi untuk menjalin
pentahelix yang melibatkan akademisi, bekerjasama dan membangun jaringan.
pengusaha, komunitas pemerintah, dan media Aliansi diartikan sebagai hubungan
menjadi salah satu prasyarat dalam kerjasama yang dibangun untuk
peningkatan daya saing usaha ekonomi membangkitkan kemampuan stratejik dan
kreatif. operasional perusahaan untuk mencapai
Berdasarkan aspek pengembangan peningkatan kinerja yang signifikan dari tiap-
konsep dan teori, beberapa alasan yang tiap perusahaan tersebut (Monczka et al.,
menjadi dasar dilakukan penelitian ini adalah : (1998). Aliansi bisnis merupakan usaha
1) Mengisi research gap penelitian kolaborasi antara dua atau lebih perusahaan
sebelumnya yaitu kontradiksi hasil penelitian dimana perusahaan menyatukan sumberdaya
pengaruh aliansi strategis terhadap yang dimiliki dalam upaya untuk tujuan yang
keunggulan bersaing dan kontradiksi hasil saling menguntungkan yang tidak bisa
penelitian pengaruh kebijakan pemerintah dicapai jika sendirian (Lambe et al., 2002;
terhadap keunggulan bersaing Reserarh gap Wittmann et al. 2009)
ini diisi dengan menjadikan variabel kebijakan Kolaborasi dan jaringan dapat
pemerintah sebagai variabel moderasi. dilakukan antar usaha dalam industri kreatif
2) Mengembangkan model penelitian integrasi maupun dengan industri lainnya di tingkatan
variabel aliansi strategis dan kebijakan lokal, nasional, dan global yang
pemerintah dalam pencapaian keunggulan memungkinkan terjadinya alih pengetahuan
bersaing. Bahwa untuk meningkatkan dan pengalaman dalam membuat karya dan
keunggulan bersaing UMKM ekonomi kreatif produk. Kolaborasi dan jaringan yang
selain dipengaruhi oleh aliansi strategis juga dikembangkan akan membantu untuk
diperlukan kebijakan pemerintah sebagai meningkatkan kualitas dan kapasitas usaha
variabel moderasi yang akan memperkuat kreatif serta meningkatkan daya saing dan
hubungan tersebut serta mengintegrasikan keunggulan bersaing.
strategi bisnis berbasis posisi pasar (I/O Pilihan untuk menjalin aliansi
Theory), berbasis sumberdaya (RBV) dan strategis dengan sejumlah manfaat tersebut
konsep keberlanjutan. sejalan dengan pendapat Bleeke dan Ernst
(1991) yang menyatakan bahwa
Aliansi Strategis dan Keunggulan Bersaing pembentukan kerjasama dan aliansi strategis
Kemenparekraf (2014) menjelaskan adalah untuk mendapatkan keunggulan
bahwa dalam konteks penciptaan nilai bersaing di pasar. Aliansi strategis
210

merupakan kunci keberhasilan bersaing maka dukungan aliansi strategis antara usaha
(Ohmae, 1986) dan merupakan solusi bagi kecil, dunia bisnis, komunitas, pemerintah
perusahaan untuk mendapatkan keunggulan dan media menjadi salah satu prasyarat dalam
bersaing (Hamel et al., 1989). Teng (2007) peningkatan daya saing.
menyatakan bahwa aliansi strategis adalah Banyak proposisi dari literatur yang
pilihan logis untuk mengisi kesenjangan menyatakan bahwa peran pemerintah
sumberdaya dan membantu mencapai dibutuhkan, melalui rangkaian kebijakan
keunggulan bersaing dan menciptakan nilai. ekonomi dalam pasar dengan persaingan
Ireland et al. (2002) melihat aliansi strategis yang tajam untuk mempertahankan iklim
sebagai kendaraan utama pertumbuhan dan yang kondusif agar UMKM dapat beroperasi
menghasilkan nilai pasar perusahaan. Aliansi dengan sukses dan menguntungkan
strategis menciptakan dua jenis keunggulan (Dandago dan Usman, 2011; Jasra et al.,
bersaing yaitu menciptakan nilai melalui 2011). Kang dan Park (2012) menunjukkan
penggabungan sumberdaya dan mengelola bahwa kemitraan hulu secara signifikan
portofolio aliansi untuk mencapai terkait dengan inovasi UMKM. Dukungan
keunggulan bersaing. pemerintah melalui pendanaan proyek
Menurut Hamel et al. (1989), agar secara langsung dan tidak langsung
dapat memenangkan persaingan global, mempengaruhi inovasi perusahaan dengan
perusahaan harus melakukan kolaborasi merangsang kolaborasi R dan D internal.
dengan pesaingnya guna memperkuat posisi Dandago dan Usman (2011) menjelaskan
pasar. Perusahaan yang bekerjasama dengan bahwa kebijakan industrialisasi
pesaingnya akan memperoleh manfaat dalam menumbuhkan UKM. Upaya yang ekstensif
bentuk peningkatan keahlian dan teknologi dalam perumusan ulang kebijakan dan
serta transfer keunggulan bersaing dari implementasi strategi yang menekankan
pesaingnya. Berdasarkan uraian diatas, maka perlunya dukungan pemerintah yang
dibangun hipotesis sebagai berikut : berkelanjutan terhadap industri skala kecil
H1: Meningkatnya aliansi strategis akan diperlukan untuk mengangkat negara ke
meningkatkan keunggulan bersaing posisi terdepan. Jasra et al. (2011)
menyimpulkan bahwa dukungan pemerintah
Kebijakan pemerintah, aliansi strategis memiliki dampak positif dan signifikan
dan keunggulan bersaing terhadap kesuksesan bisnis. Pengusaha juga
Bagi UMKM ekonomi kreatif di negara belum puas dengan dukungan pemerintah
sedang berkembang sangat sulit untuk bisa sehingga pemerintah harus memainkan peran
mengembangkan usaha tanpa melibatkan penting dengan memberi mereka lingkungan
aliansi strategis dengan pihak lain. yang kondusif dan menciptakan iklim yang
Kelemahan dan kekurangan dalam aliansi baik. Kebijakan yang mengarah pada
strategis antara usaha kecil dengan pihak lain keberhasilan usaha yaitu kemudahan
dapat diminimalkan dengan keterlibatan mendapatkan izin usaha dan skema
pemerintah. Kebijakan pemerintah pendanaan dari pemerintah. Pemerintah harus
merupakan tindakan pemerintah dan niat memulai program pelatihan bebas biaya
yang menentukan tindakan tersebut (Cochran terutama bagi pengusaha kecil untuk
et al., 2005). Woll (1966) menyatakan bahwa peningkatan keterampilan pengusaha kecil.
kebijakan pemerintah merupakan aktivitas Okpara (2011) mengungkapkan bahwa
pemerintah untuk memecahkan masalah di kendala umum penghambat pertumbuhan dan
masyarakat, baik secara langsung maupun kelangsungan hidup usaha kecil adalah
melalui lembaga yang mempengaruhi kurangnya dukungan keuangan, manajemen
kehidupan masyarakat. Mengadopsi konsep yang buruk, korupsi, kurangnya pelatihan dan
pentahelix yang banyak muncul di negara pengalaman, infrastruktur yang buruk,
sedang berkembang sebagai upaya penciptaan keuntungan rendah, dan rendahnya
wirausaha dan pengembangan pengetahuan, permintaan akan produk dan layanan. Oleh
211

karena itu dengan memahami faktor-faktor ditetapkan sebagai salah satu kota kreatif dari
tersebut akan membantu pembuat kebijakan 10 kota kreatif di Indonesia; 2) Malang Raya
dan pemangku kepentingan lainnya merupakan destinasi wisata terkemuka di
merancang kebijakan dan program yang akan Jawa Timur dengan branding Shining Batu,
merangsang inovasi. Beautiful Malang dan Hearth of East Java
Kemenparekraf (2014) menyatakan ada (Kab. Malang) dan menjadi daerah
lima pilar dalam pengembangan ekonomi pendukung Bromo-Tengger-semeru yang
kreatif yaitu, 1) sumber daya kreatif berupa merupakan destinasi wisata prioritas
sumber daya alam dan budaya, 2) industri nasional. 3) Usaha ekonomi kreatif menjadi
yang terdiri dari core creative industry dan pendukung pengembangan sektor pariwisata.
backward and forward linkage creative
industry, 3) pembiayaan, 4) teknologi dan Populasi dan Sampel Penelitian
infrastruktur, dan 5) pemasaran. Pilar-pilar Populasi penelitian ini adalah
ini diperkuat oleh keterlibatan unsur dalam UMKM bidang kerajinan di Malang Raya
penta-helix melalui kelembagaan berupa sebanyak 192 unit usaha (Dinas Koperasi dan
nilai, norma, peraturan, dan hukum UMKM Kab. Malang, Disperindag Kota
perundangan yang mengatur interaksi para Malang dan Kota Batu, 2018). Alasan
aktor-aktor utama (intelektual, bisnis, pemilihan subsektor kerajinan sebagai obyek
komunitas, media dan pemerintah) dalam penelitian adalah: 1) Jumlah unit usaha
pengembangan usaha ekonomi kreatif. terbesar ketiga dibidang usaha ekonomi
Fondasi yang kokoh, pilar yang kuat dan kreatif; 2) Penyumbang tenaga kerja terbesar
kelembagaan yang harmonis menjadi kunci ketiga di bidang usaha ekonomi kreatif; 3)
dalam pengembangan ekonomi kreatif. Penyumbang terbesar ketiga nilai tambah
Dengan demikian hipotesis yang dibangun ekonomi kreatif; 4) Penyumbang terbesar
dalam penelitian ini adalah : kedua ekspor ekonomi kreatif; 5) Produk
H2.Kebijakan pemerintah akan memperkuat ekonomi kreatif yang paling banyak ketiga
pengaruh aliansi strategis terhadap yang dikonsumsi masyarakat; 6) Jumlah
keunggulan bersaing. usaha kerajinan di Kota Malang sebesar
32,5%, Kabupaten Malang sebesar 60,4%
METODE dan Kota Batu sebesar 29,4% dari total usaha
Pendekatan Penelitian yang ada di masing-masing wilayah.
Penelitian ini termasuk jenis Untuk memperoleh ukuran sampel
penelitian eksplanasi yang bertujuan yang cukup representatif dipergunakan rumus
menganalisis hubungan atau pengaruh suatu Slovin. Persentase kelonggaran ketidaktelitian
variabel terhadap variabel lainnya juga yang dipakai sebesar 5%. Jumlah sampel
merupakan penelitian eksplanatori yang yang diperoleh dari perhitungan rumus Slovin
dimaksudkan untuk menjawab permasalahan adalah 130. Teknik pengambilan sampel
yang sudah dirumuskan berdasarkan tujuan dilakukan menggunakan teknik pengambilan
yang telah ditetapkan dan melakukan proportional area random sampling.
pengujian terhadap hipotesis. Ditinjau dari Variabel, dimensi dan skala pengukuran
pendekatan analisisnya, penelitian ini dalam penelitian ini menggunakan skala
menggunakan pendekatan kuantitatif yang Likert 7 poin. Terdapat 18 dimensi yang
mendasarkan pada pengujian teori yang digunakan terdiri atas: 8 dimensi Aliansi
melibatkan variabel-variabel, yang diukur Strategis yaitu motif: Posisi pasar dan akses
dengan bilangan dan dianalisis dengan pasar; Pengembangan Produk; memasuki
prosedur-prosedur statistik. pasar/produk baru; modifikasi struktur pasar;
Penelitian ini dilakukan di wilayah akselerasi, efisiensi sumberdaya; mengurangi
Malang Raya yang meliputi Kota Malang, resiko dan mengembangkan sumberdaya;
Kabupaten Malang dan Kota Batu dengan Meningkatkan kemampuan (Varadarajan dan
beberapa alasan yaitu:: 1) Kota Malang Cunningham, 1995); 5 dimensi Kebijakan
212

Pemerintah Permodalan/ Pembiayaan; SDM; persentase lama usaha sampai dengan 10


Pemasaran; Infrastruktur dan Teknologi; tahun mencapai 72 persen. Artinya banyak
Kelembagaan dan HaKI. (Bekraf, 2015). dan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir
5 dimensi Keunggulan Bersaing pertumbuhan usaha ekonomi kreatif
Berkelanjutan yaitu kepemimpinan biaya; kerajinan telah menjadi salah satu pilihan
diferensiasi; VRIN; Manajemen; Kinerja usaha yang ditekuni oleh masyarakat di
(Porter, 1985; Suardhika, 2011; Chen et al., Malang raya seiring dengan perkembangan
2006) Pengumpulan data dilakukan dengan ekonomi dan pariwisata.
menggunakan kuesioner. Kuesioner diberikan Tabel 1. Profil Usaha
kepada para pengusaha UMKM kerajinan. Profil Usaha Jumlah %
Selain pertanyaan tertutup, juga digunakan Lama Usaha
pertanyaan terbuka untuk memberikan ≤ 10 tahun 94 72,31
dukungan kualitatif bagi data kuantitatif 10- 29 tahun 29 22,30
≥ 30 tahun 7 5,39
yang didapat dari pengumpulan data dan
digunakan dalam pembahasan implikasi Omset/tahun
manajerial. Mikro ( s/d 300 Juta) 107 82,31
Kecil (300 juta – < 2,5 milyar) 23 17,69
Metode Analisis Data Sumber: Data primer diolah (2018)
Metode analisis data yang digunakan aalah Dari aspek omset penjualan per tahun, usaha
Analisis Statistik Deskriptif untuk yang diamati 82,31 persen termasuk usaha
menggambarkan karakteristik responden mikro. Dari sisi ketenagakerjaan, usaha
penelitian dan variabel yang digunakan ekonomi kreatif yang diteliti 93,85 persen
dalam penelitian. Penggambaran secara masuk dalam kategori usaha kecil dengan
deskriptif mengenai indikator-indikator jumlah tenaga kerja antara 4-19 tahun.
konstruk dalam penelitian ini terutama
dengan menggunakan nilai rata-rata (mean). Tabel 2. Profil Responden
Metode lain yang digunakan dalam penelitian Profil Responden Jumlah %
ini adalah Analisis Statistik Inferensial Jenis Kelamin
dengan menggunakan model kausalitas atau Laki-laki 45 34,6
hubungan pengaruh yang diuji dengan Perempuan 85 65,4
pendekatan SEM-PLS (Structural Equation Umur
Model-Partial Least Square) yang berbasis < 30 tahun 21 16,1
variance. Untuk mendukung akurasi hasil 30-49 tahun 77 59,2
analisis kuantitatif, juga diggunakan metode 40-49 tahun 24 18,5
interview untuk mengungkap bagaimana UMKM ≥50 tahun 8 6,2
mengembangkan aliansi strategis yang dijalankan
serta bagaimana peran kebijakan pemerintah Tingkat Pendidikan
dalam pengembangan usaha. Dengan melakukan Sampai dengan SD 6 4,6
wawancara diharapkan dapat memperkuat SMP sederajat 14 10,8
analisis kuantitatif. SMA sederajat 36 27,7
Diploma 10 7,7
HASIL DAN PEMBAHASAN S1 57 43,8
Profil Usaha dan Deskripsi Responden ≥ S2 7 5,4
Sumber: Data primer diolah (2018)
Tabel 1 menunjukkan bahwa usaha ekonomi
kreatif yang diteliti sebagian besar (72,31 Dilihat dari karakteristik responden
persen) berdiri kurang dari 10 tahun. penelitian ini menunjukkn bahwa rersponden
Gambaran mengenai lama usaha penelitian terdiri atas 34,6 persen laki-laki
menunjukkan bahwa perkembangan usaha dan 65,4 persen perempuan. Sekitar 59,2
ekonomi kreatif dibidang kerajinan selama persen atau 77 responden memiliki rentang
10 tahun terakhir mengalami pertumbuhan usia 30-49 tahun. pengusaha muda (di bawah
yang signifikan yang dibuktikan dengan 30 tahun) di sektor ekonomi kreatif relatif
213

masih minim karena dalam rentang usia 0,757; 0,847 dan 0,661) lebih besar dari
tersebut, mereka cenderung masih ingin korelasi antar konstruk. Untuk memastikan
menuntut ilmu. bahwa tidak ada masalah terkait pengukuran
Ditinjau dari tingkat pendidikan 56,9 maka langkah terakhir dalam evaluasi outer
persen memiliki tingkat pendidikan paling model adalah menguji unidimensionalitas
tidak diploma, 27,7 persen berpendidikan dari model dengan menggunakan Cronbach’s
SMA dan sederajat dan hanya 15,4 persen Alpha dan Composite reliability. Dikatakan
yang mempunyai tingkat pendidikan sampai reliable jika Cronbach’s Alpha lebih dari 0,6
dengan SMP dan sederajat. Tingkat dan Composite reliability lebih dari 0,70
pendidikan dan pengalaman usaha menjadi sehingga dapat disimpulkan bahwa indikator
cerminan kemampuan responden dalam pengukur konstruk adalah reliabel.
membuat keputusan strategis yang Selanjutnuya untuk Pengujian Model
memberikan bekal bagi pemilik atau Struktural dengan melakukan Evaluasi R2
pengelola usaha untuk menggunakan ilmu, sebagai ukuran akurasi prediksi model atau
kapasitas dan pengalamannya dalam untuk mengetahui kemampuan variabel
mengembangkan usaha. eksogen menjelaskan besarnya variabel
endogen. Chin (1998) menjelaskan kriteria
Deskripsi Variabel Penelitian batasan nilai R2 dalam tiga klasifikasi 0,67
Hasil Analisis dan Evaluasi Model diartikan substansial; 0,33 diartikan moderat
Pengujian Model Pengukuran dan 0,19 diartikan lemah.
dilakukan dengan menguji convergent
validity, discriminant validity dan composite Tabel 4. Nilai R-Square
reliability. Hasil komputasi loading factor Variabel R-Square Keterangan
menunjukkan bahwa estimasi loading factor AS 0,041 Lemah < 0,19
pada seluruh dimensi konstruk nilainya di KB 0,278 Lemah < 0,19
Keterangan: AS=Aliansi Strategis; KB=Keunggulan
atas 0,6 sehingga pengukuran konstruk Bersaing
memenuhi syarat validitas konvergen. Selain
dilihat dari nilai faktor loading, convergent Deskripsi variable dan evaluasi loading
validity juga dapat dilihat dari nilai Average factor
Variance Extracted (AVE). Persepsi pemilik/pengelola UMKM
Pada penelitian ini nilai AVE masing- ekonomi kreatif terhadap variabel penelitian
masing konstruk berada di atas 0,5. Oleh masuk dalam kategori cukup tinggi kecuali
karenanya tidak ada permasalahan kebijakan pemerintah yang dikategorikan
convergent validity pada model yang diuji. cukup rendah. Persepsi tertinggi terhadap
variabel aliansi strategis, keunggulan
Tabel 3. Nilai Average Variance Extracted bersaing dan yang terrendah dukungan
Cronbach’s Composite kebijakan pemerintah.
Variabel AVE
Alpha Reliability
Evaluasi nilai loading factor
AS 0,597 0.902 0,922
bertujuan untuk mengetahui pengukur
KP 0,718 0,899 0,926
variabel yang terkuat dari setiap dimensi.
KB 0,573 0,810 0,869
Keterangan: AS=Aliansi Strategis; KP=Kebijakan Nilai loading factor tertinggi menunjukkan
Pemerintah; KB=Keunggulan Bersaing dimensi pengukur variabel yang terkuat atau
Selanjutnya, dilakukan pengujian dapat diinterpretasikan sebagai dimensi yang
discriminant validity. Metode lain untuk memiliki kontribusi dominan dalam
melihat discriminant validity adalah dengan merefleksikan variabel. Indikator motif
melihat nilai square root of average variance memasuki pasar-produk baru, kebijakan
extracted (AVE) dengan membandingkan fasilitasi pemasaran; dan kemampuan
nilai cr akar kuadrat AVE dengan nilai mengelola usaha lebih baik, lebih inovatif
korelasi antar konstruk (Fornell-Larcker dan image yang baik merupakan indikator
Criterion Nilai akar kuadrat dari AVE (0,772; dominan dalam merefleksikan aliansi
214

strategis dan kebijakan pemerintah dan memberikan fasilitasi: 1) penyelenggaraan


menjadi faktor kunci dalam meningkatkan dan/atau partisipasi dalam eksibisi,
keunggulan bersaing berkelanjutan UMKM pameran/promosi dalam dan luar negeri; 2)
ekonomi kreatif. Pengembangan pusat ekshibisi dan market
place/market aggregator 3) fasilitasi/bimtek
Tabel 5. Evaluasi Loading factor desain produk Indikasi Geografis (HKI); 4)
Variabel Loading Rata- Roadmap pengembangan e-commerce.
Dimensi
Penelitian factor Rata
Aliansi Akses dan posisi pasar 0,748 5,07 Kemampuan mengelola usaha
Strategis Pengembangan produk 0,743 5,08 memberikan kontribusi dominan dalam
Memasuki pasar- 0,841 5,00 merefleksikan keunggulan bersaing
produk baru
Struktur pasar 0,783 4,73
berkelanjutan dengan nilai loading factor
Akselerasi 0,838 4,81 tertinggi (0,871;4,81). Dimensi ini
Efisiensi sumberdaya)\ 0,783 4,75 direfleksikan dengan kemampuan perusahaan
Mengurangi resiko dan 0,796 4,88 untuk: 1) Lebih inovatif dibanding pesaing,
mengembangkan
sumberdaya 2) memberikan Image/citra lebih baik
Mmeningkatkan 0,625 4,95 dibanding pesaing dan 3) mengelola usaha
keterampilan lebih baik dibanding pesaing.
4,91
Kebijakan Permodalan 0,675 4,17
Pemerintah Sumberdaya Manusia 0,874 4,07 Pengujian Hipotesis
Pemasaran 0,901 3,90 Hasil pengujian hipotesis
Penyediaan 0,890 3,67
Infrastruktur menggunakan warpPLS 6.0 ditunjukkan pada
HaKI 0,875 3,47 Tabel 6. Cohen (1988) menyatakan nilai R2
3,86 0,02; 0,15 dan 0,35 masing-masing mewakili
Keunggulan Kepemimpinan Biaya 0,627 4,43
Bersaing Diferensiasi 0,742 5,00 efek kecil, sedang, dan besar.
Value, Rare, 0,779 4,58
Inimitable, Tabel 6. Hasil Analisis Uji Hipotesis
Nonsubstitution Koefisie P Effect
Kemampuan 0,871 4,81 Jalur Hasil
n jalur Values Sizes
mengelola usaha, lebih AS  KB 0,322 <0,001 0,125 Signifikan
inovatif dan image KP  AS 0,201 0,009 0,041 Signifikan
Kinerja profit, posisi, 0,747 4,32 KP  KB 0,342 <0,001 0,139 Signifikan
pertumbuhan KP*AS 0,088 0,153 0,014 Tidak
4,67 KB Signifikan
Sumber: Data primer diolah (2018) Keterangan: AS=Aliansi Strategis; KP=Kebijakan
Pemerintah; KB=Keunggulan Bersaing
Dimensi motif memasuki pasar-
produk baru menjadi dimensi yang
Tabel 6 menunjukkan bahwa
memberikan kontribusi dominan dalam
koefisien jalur pada hubungan antara aliansi
merefleksikan aliansi strategis dengan
strategis dengan keunggulan bersaing sebesar
loading factor tertinggi masing-masing yaitu
0,322 dengan probabilitas (p-value) sebesar
(0,841;5,00). Dimensi motif pasar-produk
<0,001 lebih kecil dari 0,05 (p>0,05). Hasil
baru yang direfleksikan dengan aliansi
ini memberikan bukti empiris hipotesis 1
membantu 1) memasuki domain produk baru;
diterima artinya bahwa aliansi strategis
2) memasuki domain pasar baru; 3) memilih
berpengaruh signifikan terhadap keunggulan
masuk atau bertahan dalam industri untuk
bersaing UMKM kerajinan di Malang Raya.
menawarkan produk pengganti, atau
Semakin tinggi aliansi strategis mampu
pelengkap. Kebijakan memberikan fasilitasi
meningkatkan keunggulan bersaing.
pemasaran memberikan kontribusi dominan
Selanjutnya pengujian terhadap hipotesis 2
dalam merefleksikan kebijakan yang
yang menyatakan bahwa kebijakan
pemerintah berikan untuk pengembangan
pemerintah akan memperkuat pengaruh
usaha ekonomi kreatif dengan nilai loading
aliansi strategis terhadap keunggulan
factor tertinggi (0,901;3,90). Dimensi ini
bersaing menunjukkan bahwa koefisien jalur
direfleksikan dengan pemerintah
215

pada peran moderasi kebijakan pemerintah merupakan pengembangan dari fakta bahwa
pada hubungan antara aliansi strategis kajian mengenai hubungan tersebut baik
dengan keunggulan bersaing berkelanjutan secara konseptual, studi kasus maupun
sebesar 0,088 dengan probabilitas (p-value) pengujian secara empirik memberikan hasil
sebesar 0,153 lebih besar dari 0,05 (p<0,05). yang bertolak belakang. Studi empirik Cui
Hasil ini memberikan bukti empiris bahwa dan Jiao (2011) membuktikan bahwa aliansi
kebijakan pemerintah tidak memoderasi strategis berpengaruh positif terhadap
pengaruh aliansi strategis dengan keunggulan keunggulan bersaing berkelanjutan. Temuan
bersaing berkelanjutan UMKM kerajinan di tersebut memberikan dukungan terhadap
Malang Raya. hasil kajian studi kasus Dacin et al. (2007)
dan studi konseptual (Varadarajan dan
Pembahasan Cunningham, 1995; Dyer dan Singh, 1998;
Pengaruh aliansi strategis terhadap Ireland et al., 2002; Teng, 2007). Sebaliknya
keunggulan bersaing studi kasus (Palakshappa dan Gordon, 2007)
Aliansi didasarkan pada tesis bahwa dan kajian empirik (Park dan Ungson, 2001;
perusahaan harus bekerja sama untuk Lynch, 1990; Zineldin dan Dodourova, 2006)
bersaing (Morgan dan Hunt, 1994). Fakta memberikan hasil yang berbeda dan
bahwa UMKM ekonomi kreatif tidak menunjukkan bahwa aliansi strategis
mungkin memiliki semua kemampuan dan berpengaruh negatif terhadap kinerja dan
sumberdaya untuk bersaing menjadi dasar keunggulan bersaing. Kontradiksi ini,
untuk menjalin aliansi strategis. Kerja sama menjadi alasan pengujian kembali hubungan
yang efektif, memungkinkan mitra aliansi tersebut.
untuk sukses menggabungkan sumberdaya Temuan dalam penelitian ini
mereka yang berkontribusi terhadap menunjukkan bahwa aliansi strategis
pengembangan keunggulan bersaing berpengaruh signifikan terhadap keunggulan
(Madhok dan Tallman, 1998). Pandangan bersaing berkelanjutan sehingga hipotesis
faktor relasional menunjukkan bahwa diterima. Temuan penelitian ini menunjukkan
kesuksesan pertukaran relasional dihasilkan bahwa aliansi strategi memberikan dampak
dari karakteristik tertentu suatu hubungan (effect sizes = 0,125/kecil) dalam
(Mehta et al., 2006), termasuk kepercayaan, meningkatkan keunggulan bersaing.
hubungan, komitmen, komunikasi, dan kerja Temuan ini mendukung hasil penelitian
sama (Muthusamy et al., 2007). Dengan sebelumnya yang menunjukkan bahwa
demikian, pandangan relasional aliansi strategis berdampak positif terhadap
menunjukkan bahwa aliansi yang ditandai keberhasilan perusahaan dan keunggulan
dengan kepercayaan, komitmen, komunikasi, bersaing (Varadarajan dan Cunningham,
dan kerja sama akan lebih berhasil dibanding 1995; Dyer dan Singh, 1998; Ireland et al.,
yang tidak. 2002; Teng, 2007; Dacin et al., 2007;
Beberapa penelitian menunjukkan Temuan ini diartikan bahwa aliansi strategis
bahwa selain motif untuk mendapatkan yang semakin meningkat berdampak pada
berbagai macam keahlian, keterampilan, peningkatan keunggulan bersaing UMKM
teknologi dan lainnya untuk meningkatkan usaha ekonomi kreatif terutama dalam
kemampuan perusahaan, pembentukan kemampuan manajemen yang dicirikan
aliansi strategis dan kerjasama adalah dengan kemampuan untuk lebih inovatif,
terutama dimotivasi untuk mendapatkan menciptakan image yang lebih baik dan
keunggulan bersaing di pasar (Bleeke dan kemampuan mengelola usaha secara lebih
Ernst, 1991; Ohmae, 1986; Prahalad dan baik dibanding pesaing.
Hamel, 1990). Bagi UMKM ekonomi kreatif yang
Kajian empirik untuk menguji yang menghadapi banyak keterbatasan dan
pengaruh aliansi strategis terhadap kendala dalam mengembangkan usahanya
keunggulan bersaing berkelanjutan seperti rendahnya kualitas sumberdaya
216

manusia, terbatasnya akses pembiayaan, kesadaran akan keterbatasan dan


terbatasnya pemasaran, kemampuan permasalahan yang dimiliki (bahan baku,
manajemen dan teknologi yang rendah dan kemampuan desain dan inovasi produk,
kelembagaan yang belum maksimal (BPS, pemasaran, teknologi dan lainnya) sehingga
2015) dan bahwa tidak mungkin perusahaan membutuhkan perusahaan lain melalui
memiliki semua kemampuan dan aliansi strategis agar mendapatkan banyak
sumberdaya untuk bersaing terutama manfaat dan tetap dapat bertahan hidup. Hal
mengharuskan UMKM menerapkan aliansi ini sejalan dengan pendapat Street dan
strategis dari para stakeholder. Dorongan Cameron (2007) menyatakan bahwa agar
untuk melakukan aliansi yang dibangun berkembang, usaha kecil disarankan untuk
UMKM ekonomi kreatif dalam penelitian ini mengembangkan hubungan dengan organisasi
adalah membantu UMKM ekonomi kreatif eksternal yang memiliki potensi untuk
untuk mendapatkan akses dan posisi pasar, membantu pengembangan bisnis,
pengembangan produk, posisi dalam struktur kelangsungan hidup, dan pertumbuhan.
industri, memasuki pasar dan produk baru, Keberadaan aliansi dipandang sebagai
mengurangi resiko, efisiensi biaya, akselerasi hal yang sentral bagi suatu perusahaan
dan meningkatkan keterampilan mampu untuk menghadapi persaingan global dan
menjadi pendorong UMKM ekonomi kreatif untuk memasuki pasar baru (Vyas et al.,
untuk meningkatkan keunggulan bersaing 1995). Hal ini dibuktikan dengan
meskipun hanya memberikan kontribusi 12,5 kerjasama/aliansi yang telah dilakukan
persen. dengan berbagai pihak seperti pemasok,
Isu strategis terkait partisipasi para perusahaan lain maupun dengan berbagai
stakeholder ekonomi kreatif di Indonesia instansi dan lembaga lain yang terkait. Motif
meliputi sinergi, koordinasi, dan kolaborasi UMKM melakukan aliansi strategis cukup
antar aktor; kuantitas dan kualitas organisasi tinggi dengan skor 4,91. Motif terbesar
dan wadah kreatif. Inisiatif untuk berkumpul UMKM usaha ekonomi kreatif menjalin
dan berorganisasi dari orang-orang kreatif aliansi/kerjasama dengan pihak lain adalah
untuk berkontribusi bagi pengembangan motif pengembangan produk (5,08) akses
ekonomi kreatif saat ini semakin meningkat dan posisi pasar (5,07) dan motif memasuki
seperti yang terlihat dari terbentuknya pasar-produk baru (5,00).
berbagai forum, komunitas dan asosiasi. Pandangan faktor relasional
Pemerintah juga turut mendukung inisiasi menunjukkan bahwa kesuksesan pertukaran
forum. Sekarang ini telah semakin banyak relasional dihasilkan dari karakteristik
lembaga perantara yang mewadahi tertentu suatu hubungan (Mehta et al., 2006),
pengembangan dan pemasaran industry termasuk kepercayaan, hubungan, komitmen,
kreatif. Permasalahan utama dari asosiasi- komunikasi, dan kerja sama (Muthusamy et
asosiasi tersebut adalah penguatan dari segi al., 2007). Dengan demikian, pandangan
SDM dan tata kelola organisasi. Sebagian relasional menunjukkan bahwa aliansi yang
besar asosiasi cenderung dikelola secara ditandai dengan kepercayaan, komitmen,
sukarela dan paruh waktu sehingga sulit komunikasi, dan kerja sama akan lebih
mendapatkan hasil yang optimal. berhasil dibanding yang tidak.
Sementara itu bentuk aliansi yang ada Pandangan ini memberikan gambaran
di Malang Raya seperti Asosiasi Pengrajin bahwa UMKM ekonomi kreatif akan
Kota Malang, komunitas rajut, komunitas memperoleh manfaat optimal dari aliansi
pengrajin kain perca dan lainnya. Hasil strategis yang akan membantu meningkatkan
penelitian juga menunjukkan bahwa aliansi keunggulan bersaing jika dalam aliansi
strategis yang dilakukan oleh UMKM tersebut ada unsur kepercayaan, hubungan,
ekonomi kreatif di Malang Raya selain komitmen, komunikasi dan kerjasama yang
dipicu oleh persaingan dan kondisi semua unsur tersebut telah berjalan dengan
perubahan lingkungan juga didorong oleh baik. Yoshino dan Rangan (dalam Monczka
217

et al., 1998) menyatakan bahwa aliansi industri untuk menawarkan produk


stratejis membutuhkan beberapa kondisi, pengganti, atau pelengkap.
seperti adanya saling ketergantungan antar
satu perusahaan dengan perusahaan mitra, Peran moderasi kebijakan pemerintah pada
kemauan untuk shared benefit diantara pengaruh aliansi strategis terhadap
mereka dan adanya kemauan untuk keunggulan bersaing berkelanjutan
menjalin partisipasi kerjasama yang Kajian teoritis dan empirik yang
berkelanjutan. Saxton (1997) juga diadopsi untuk menguji peran variabel
menunjukkan bahwa keberhasilan atau moderasi kebijakan pemerintah dalam
kesuksesan aliansi ditentukan oleh tiga penelitian ini adalah banyaknya proposisi
faktor, yaitu reputasi perusahaan, degree of dari literatur yang menyatakan bahwa peran
shared decision making, dan kesamaan pemerintah dibutuhkan, melalui rangkaian
stratejik. Hal ini menunjukkan adanya kebijakan ekonomi dalam pasar dengan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persaingan yang tajam untuk
upaya perusahaan dalam membangun mempertahankan iklim yang kondusif agar
hubungan aliansi belum berjalan UKM dapat beroperasi dengan sukses dan
sebagaimana mestinya. menguntungkan (Dandago dan Usman,
Kontribusi aliansi strategis terhadap 2011;Jasra et al., 2011). Kang dan Park
peningkatan keunggulan bersaing yang kecil (2012) meneliti dampak kolaborasi antar
menunjukkan bahwa aliansi strategis yang perusahaan serta pengaruh langsung dan
dilakukan oleh UMKM ekonomi kreatif lebih tidak langsung dukungan litbang pemerintah
dimanfaatkan untuk mengembangkan terhadap inovasi. Bukti menunjukkan bahwa
produk, memperoleh akses dan posisi pasar, kemitraan hulu secara signifikan terkait
memasuki pasar-produk baru dan dengan inovasi UKM. Dukungan
meningkatkan keterampilan yang manfaatnya pemerintah melalui pendanaan proyek
dirasakan belum maksimal. Hal ini juga secara langsung dan tidak langsung
mengindikasikan bahwa kondisi UMKM mempengaruhi inovasi perusahaan dengan
usaha ekonomi kreatif di Malang Raya saat merangsang kolaborasi R dan D internal
ini masih dalam tahap mengembangkan hulu dan hilir dalam negeri.
produk dan pasar yang untuk mencapai tahap Jasra et al. (2011) menyimpulkan
pertumbuhan masih membutuhkan waktu bahwa dukungan pemerintah memiliki
yang lama sehingga dampaknya tidak terlalu dampak positif dan signifikan terhadap
besar pada peningkatan keunggulan bersaing. kesuksesan bisnis. Pengusaha masih belum
UMKM ekonomi kreatif masih harus puas dengan dukungan pemerintah sehingga
berusaha keras dan terus mengembangkan pemerintah harus memainkan peran penting
aliansi strategis yang memberikan dampak dengan memberi mereka lingkungan yang
besar dalam peningkatan keunggulan kondusif dan menciptakan iklim yang baik.
bersaing dan mengatasi hambatan UMKM Sebaliknya penelitian lain
dan permasalahan mendasar yang dihadapi menunjukkan bahwa di negara sedang
UMKM yaitu bahan baku, kemampuan berkembang kebijakan pemerintah
desain dan inovasi produk, pemasaran, menimbulkan kesan eksploitasi UKM,
teknologi dan lainnya. UMKM ekonomi hubungan dan jaringan sehingga dapat
kreatif perlu mengoptimalkan aliansi menjadi penghalang pemanfaatan kekuatan
strategis yang dibangun untuk membantu dan sumberdaya (Harvie et al., 2010; Okpara,
mengembangkan usaha UMKM dalam 2011). Sathe (2006) menyatakan bahwa
penelitian ini dengan tujuan: 1) dalam peraturan pemerintah dan prosedur birokrasi
konteks motif memasuki pasar-produk bisa menghambat serta memfasilitasi
baru: a) memasuki domain produk baru; b) kegiatan kewirausahaan bisnis baru. Di satu
memasuki domain pasar baru; c) membantu sisi pemerintah dapat membuat kebijakan
untuk memilih masuk atau bertahan dalam yang dapat meningkatkan dan mendukung
218

pertumbuhan teknologi, produk, dan solusi dengan koefisien jalur 0,088 (effect sizes:
baru, di sisi lain, pemerintah bisa juga 0,014). Hasil ini berarti bahwa efektifitas
menghambat kinerja UKM ketika dukungan dan kebijakan pemerintah akan
memperkenalkan kebijakan yang dapat berpengaruh pada peningkatan aliansi
membatasi otonomi, serta kebebasan strategis dan keunggulan bersaing UMKM
kewirausahaan apalagi bagi usaha dengan ekonomi kreatif.
pertumbuhan dan lingkungan yang sangat Bukti empirik bahwa kebijakan
dinamis. Bukti lainnya adalah adanya pemerintah menjadi driven aliansi strategis
dampak negatif aliansi strategis terhadap dan predictor keunggulan bersaing sejalan
keunggulan bersaing ((Park dan Ungson, dengan temuan yang menyatakan bahwa
2001; Zineldin dan Dodourova, 2006; dukungan pemerintah akan meningkatkan
Palakshappa dan Gordon, 2007) sehingga kemampuan inovasi perusahaan dan
diharapkan peran kebijakan pemerintah dapat merangsang kolaborasi (Kang dan Park,
menjembatani lack yang muncul dan 2012) afiliasi dan kesuksesan bisnis (Jasra et
mengoptimalkan aliansi strategis. al., 2011). Temuan ini menunjukkan bahwa
Variasi hasil penelitian mengenai kebijakan pemerintah berperan dalam
kebijakan pemerintah perlu dikaji lebih lanjut meningkatkan aliansi strategis dan
dengan menjadikan sebagai variabel keunggulan bersaing UMKM ekonomi
moderasi bagi pencapaian keunggulan kreatif. Peran tersebut menjadi sangat
bersaing terutama jika dikaitkan dengan penting ketika usaha ekonomi kreatif
peran pentingnya dalam meningkatkan daya menghadapi banyak masalah. Fakta ini
saing dan mengembangkan ekonomi negara. diungkapkan oleh BEKRAF yang
Berdasarkan hasil pengujian peran moderasi menyatakan bahwa dalam konteks
kebijakan pemerintah pada pengaruh aliansi penciptaan nilai tambah kreatif yang
strategis terhadap keunggulan bersaing berfokus pada industri kreatif, ekonomi
menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah kreatif masih dihadapkan pada beberapa
tidak memoderasi pengaruh aliansi strategis tantangan besar yang dapat menghambat
terhadap keunggulan bersaing berkelanjutan pertumbuhannya, terkait dengan 1) wirausaha
sebagai sehingga hipotesis 2 ditolak. Peran kreatif, yaitu masih relatif rendahnya tingkat
moderasi kebijakan pemerintah pada profesionalisme, baik dari segi keterampilan
pengaruh aliansi strategis terhadap maupun keahlian (skill), pengetahuan
keunggulan bersaing yang tidak signifikan (knowledge) maupun sikap dan perilaku
membuktikan bahwa kebijakan pemerintah (attitude), serta akses terhadap kesempatan
melalui fasilitasi pengembangan SDM, bekerjasama dan berjejaring dengan pelaku
pemasaran, infrastruktur dan teknologi serta kreatif lainnya baik di tingkat lokal, nasional,
HaKI dan kelembagaan belum mampu dan global; 2) jumlah usaha di Indonesia
memperkuat pengaruh aliansi strategis relatif rendah jika dibandingkan dengan
terhadap keunggulan bersaing. Selain itu negara-negara dengan industri kreatif yang
hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa sudah berkembang. 3) produk dan karya
kebijakan pemerintah justru berperan sebagai kreatif, yaitu meskipun keunikan dan
driver untuk meningkatkan aliansi strategis kreativitas karya dan produk kreatif
dan sebagai prediktor keunggulana bersaing. Indonesia telah diakui oleh pasar global,
Peran kebijakan pemerintah sebagai driver awareness pasar mengenai produk dan karya
aliansi strategis dengan koefisien jalur 0,201 kreatif Indonesia masih rendah akibat
(effect sizes: 0,041) lebih kecil dibanding rendahnya keberlanjutan produksi dan
dengan peran prediktor keunggulan bersaing kemampuan untuk melakukan branding,
dengan koefisien jalur 0,342 (effect sizes: mengembangkan kemasan dan keragaman,
0,139) dan lebih besar dibanding peran dan menghasilkan produk dan karya kreatif
moderasi pada pengaruh aliansi strategis yang ramah lingkungan (eco-product).
terhadap keunggulan bersaing berkelanjutan
219

Peran pemerintah sebagai prediktor membangun jaringan kota kreatif yang


dengan koefisien jalur yang lebih besar memungkinkan pelaku usaha Ekraf untuk
dibanding dengan peran moderasi dapat saling berinteraksi dan berkolaborasi
mengindikasikan pentingnya untuk dengan mudah. Di bidang pemasaran dengan
meningkatkan dukungan pemerintah dalam tujuan untuk memperluas pasar produk dan
pengembangan ekonomi kreatif guna jasa kreatif Indonesia sehingga kompetitif di
meningkatkan aliansi strategis dan pasar global. Strategi yang dilakukan
keunggulan bersaing. Persepsi UMKM termasuk exhibition, promosi dan branding
terhadap kebijakan pemerintah yang masuk produk dan jasa kreatif Indonesia, misi
dalam kategori cukup rendah (3,86) dagang business to business, perluasan
memberikan arti bahwa dukungan kebijakan jejaring antar wirausaha dan usaha kreatif,
pemerintah untuk pengembangan UMKM diplomasi budaya sebagai softpower,
kerajinan masih belum optimal terutama fasilitasi kemitraan dengan ritel modern
dalam hal penyediaan infrastruktur (3,67), untuk mendistribusikan produk kreatif.dan
fasilitasi HaKI (3,47), fasilitasi pemasaran membangun citra produk nasional secara
(3,90). Dalam konteks pencapaian menyeluruh dan konsisten baik di Indonesia
keunggulan bersaing berkelanjutan, maupun di luar negeri.. Di bidang HKI,
dukungan kebijakan pemerintah yang penting Regulasi dan kelembagaan dilakukan dengan
adalah kebijakan fasilitas pemasaran dengan tujuan untuk membangun kesadaran serta
loading factor tertinggi (0,934). Hal ini ekosistem Hak kekayaan intelektual (HKI)
sejalan dengan fakta bahwa permasalahan nasional. Program-programnya diantaranya
mendasar ekonomi kreatif adalah pemasaran penyediaan informasi tentang HKI dalam
(Bekraf, 2015). bentuk aplikasi, membentuk Satgas anti-
Pemerintah melalui Bekraf telah pembajakan, menghadirkan para konsultan
mengembangkan kebijakan dan program HKI untuk memberikan konsultasi one-on-
terkait fasilitasi riset, edukasi, dan one secara gratis, serta menyediakan fasilitasi
pengembangan di bidang Ekonomi Kreatif. untuk pendaftaran HKI bagi para pelaku
Beberapa program dan kebijakan pemerintah Ekraf, fasilitas sertifikasi profesi bagi pelaku
dalam mengembangkan usaha ekonomi Ekraf, membantu pembentukan regulasi
kreatif adalah : membangun Pusat Unggulan daerah terkait pengembangan Ekraf dan
Ekonomi Kreatif untuk memperkuat fondasi membantu untuk pendirian badan hukum
di sektor Ekraf Indonesia dan menjalankan untuk usaha Ekraf serta merumuskan,
beberapa program yang tertuang di menetapkan, mengkordinasikan dan
dalamnya. Di bidang permodalan, guna sinkronisasi kebijakan dan program
meningkatkan daya saing UMKM Kreatif, hubungan antar lembaga dan wilayah baik di
membantu penanggulangan kemiskinan dan dalam dan luar negeri guna membangun
perluasan kesempatan kerja serta ekosistem Ekonomi Kreatif di Indonesia
peningkatan nilai tambah pelaku di Sub- yang melibatkan para akademisi, komunitas,
sektor Ekraf, Bekraf memfasilitasi dan media, bisnis, dan pemerintah baik dari
menjembatani para pelaku Ekraf dengan dalam maupun luar negeri. Kelembagaan
pihak perbankan konvensional dan tidak hanya mencakup regulasi yang
perbankan syariah. Dibidang infrastruktur, mendukung penciptaan iklim yang kondusif
Bekraf menyediakan ruang dan sarana untuk untuk berkembangnya industri kreatif, namun
menumbuhkembangkan potensi subsektor juga meliputi adanya partisipasi aktif
Ekonomi Kreatif di suatu wilayah. program pemangku kepentingan, pengarusutamaan
utamanya adalah Banper (Bantuan kreativitas, partisipasi aktif dalam forum
Pemerintah) dalam bentuk Fasilitasi internasional serta terciptanya apresiasi
Revitalisasi Infrastruktur Fisik Ruang terhadap orang, karya, wirausaha, dan usaha
Kreatif, Sarana Ruang Kreatif, dan Teknologi kreatif lokal dan sumberdaya alam dan
Informasi dan Komunikasi (TIK) serta budaya lokal.
220

Dalam upaya memetakan dan Media massa sebagai corong


mengembangkan potensi Ekonomi kreatif di komunikasi ke masyarakat belum memiliki
daerah, Bekraf menggunakan prinsip “3C: pemahaman yang kuat mengenai ekonomi
Connect-Collaborate–Commerce” kreatif walaupun saat ini sudah semakin
(Keterhubungan-Kolaborasi-Komersialisasi) banyak porsi pemberitaan mengenai ekonomi
bagi seluruh pemangku kepentingan, dari kreatif namun masih sering dimasukkan
skala local hingga nasional, dan dengan sebagai porsi berita budaya, seni atau
melibatkan unsur Pentahelix yaitu hiburan. Pemerintah sebagai pembuat
Academician, Businesses, Community, kebijakan dan fasilitator telah
Government, dan Media. Connect adalah mengembangkan berbagai program untuk
kegiatan berupa Penandatanganan Nota mendorong kemajuan ekonomi kreatif.
Kesepahaman. Kolaborasi dan Namun demikian, efektivitas dan tingkat
Komersialisasi dilakukan dengan melakukan keberhasilan program-program tersebut
Focus Group Discussion (FGD) Pentahelix. masih belum optimal. Hal ini disebabkan
Pemerintah telah menetapkan regulasi antara lain oleh minimnya sinergi antara
untuk mendukung penciptaan Iklim usaha Pemerintah, komunitas, intelektual, media
yang kondusif guna mengembangkan dan bisnis. Koordinasi lintas instansi
ekonomi kreatif, namun masih perlu terus kementerian masih lemah sehingga
diupayakan dan ditingkatkan dalam mengakibatkan terjadinya tumpang tindih
implementasinya mengingat banyak kalangan program. Dalam rangka pengarusutamaan
usaha ekonomi kreatif yang belum tersentuh kreativitas, diperlukan gerakan
dan hanya sedikit yang merasakan pengarusutamaan kreativitas yang dapat
manfaatnya. Beberapa regulasi untuk meningkatkan apresiasi masyarakat, bisnis,
pengembangan ekonomi kreatif yang perlu pendidikan, dan pemerintahan terhadap
ditingkatkan efektifitasnya mencakup: 1) kreativitas. Kebutuhan yang sangat penting
regulasi terkait lingkungan pendidikan dan dan mendesak tersebut, mengharuskan
apresiasi terhadap kreativitas (nurturance pemerintah untuk meningkatkan efektivitas
environment), 2) regulasi pengembangan fasilitasi dan kebijakan pemerintah dalam
sumberdaya bagi industri kreatif; 3) regulasi rangka pembinaan dan pengembangan
terkait penciptaan nilai kreatif dan penataan sehingga kemandirian usaha ekonomi kreatif
usaha ekonomi kreatif dan industri dapat tercapai dan dapat meningkatkan
pendukung penciptaan nilai kreatif perekonomian rakyat sehingga mampu
(backward and forward linkage); 4) regulasi meningkatkan pendapatan, membuka
pembiayaan bagi usaha ekonomi kreatif; 5) lapangan pekerjaan, dan mensejahterakan
regulasi perluasan pasar karya kreatif; 6) masyarakat secara keseluruhan.
regulasi pengembangan dan penyediaan
teknologi dan infrastruktur pendukung usaha Kesimpulan
ekonomi kreatif dan 7) regulasi terkait Hak Temuan penelitian berhasil
Kekayaan Intelektual (HKI). membuktikan adanya model konseptual yang
Isu strategis terkait partisipasi para terintegrasi antara aliansi strategis, kebijakan
pemangku kepentingan ekonomi kreatif pemerintah dan keunggulan bersaing.
meliputi sinergi, koordinasi, dan kolaborasi Dengan menggunakan pendekatan
antar aktor(intelektual, bisnis, komunitas, konfigurasi dalam mengintegrasikan aliansi
media dan pemerintah); kuantitas dan strategis dan kebijakan pemerintah ternyata
kualitas organisasi dan wadah kreatif memberikan kontribusi 27,8% dalam
(ketersediaan, kesesuaian, dan sebaran; SDM menjelaskan keunggulan bersaing UMKM.
pengelola lembaga, kualitas tata kelola Kontributor kebijakan pemerintah (13,9%)
organisasi lembaga). Partisipasi dan sinergi dan aliansi strategis (12,5%) terrhadap
para pemangku kepentingan ekonomi kreatif pencapaian keunggulan bersaing. Hasil ini
secara umum masih lemah. menunjukkan bahwa efek kontingensi
221

(interaksi dua arah) saja cenderung Pentahelix yaitu Academician, Businesses,


memberikan pemahaman yang parsial dan Community, Government, dan Media dalam
tidak lengkap terkait keunggulan bersaing pengembangan potensi Ekonomi kreatif
sehingga perlu melibatkan variable lain. mensyaratkan karakteristik tertentu bagi
Dengan memperluas studi keberhasilan suatu hubungan (Mehta et al.,
sebelumnya, temuan dari penelitian ini 2006), seperti kepercayaan, hubungan,
menunjukkan bahwa peningkatan aliansi komitmen, komunikasi, dan kerja sama
strategis bersama dengan peningkatan peran (Muthusamy et al., 2007). Hasil penelitian ini
pemerintah yang lebih besar melalui berkontribusi pada literatur yang ada dengan
dukungan dan kebijakannya meningkatkan menunjukkan bahwa aliansi strategis yang
keunggulan bersaing secara keseluruhan.. dibangun di negara berkembang akan lebih
Fasilitasi dan kebijakan pemerintah yang berhasil dan berdampak besar pada
lebih besar juga memungkinkan UMKM keunggulan bersaing jika ada sinergi dari
ekonomi kreatif mendapatkan banyak unsur-unsur dalam pentahelix dan dibangun
bantuan dalam pengembangan SDM, atas dasar kepercayaan, komitmen,
pemasaran, infrastruktur dan teknologi, HaKI komunikasi, dan kerja sama yang efektif.
dan kelembagaan serta pengembangan Temuan penelitian ini
jaringan dan kerjasama untuk memastikan mengkonfirmasi pendekatan struktural (I/O
UMKM ekonomi kreatif mendapatkan posisi Theory) ( Porter, 1980; 1991; Caves dan
pasar yang tepat dari kepemimpinan biaya, Ghemawat, 1992; Grant, 1996) dan teori
diferensiasi produk unik yang dihasilkan, RBV (Penrose, 1959; Williamson, 1975;
menghasilkan sumberdaya inti dengan Teece, 1982, Wernerfelt, 1984; Barney,
karakteristik VRIN, mengelola usaha dengan 1991; Grant, 1991; Peteraf, 1993; Amit dan
lebih baik, mendapatkan keuntungan untuk Schoemaker, 1993; Prahalad dan Hamel,
mencapai keunggulan bersaing yang lebih 1997). Sumberdaya utama UMKM ekonomi
besar. Dengan demikian, peneitian ini juga kreatif adalah kreativitas yang bersifat
menambah literatur yang ada dengan orisinil, unik dan terbarukan, sehingga
menunjukkan bahwa ketika UMKM ekonomi menuntut pemilik/pengelola untuk terus
kreatif dihadapkan pada permasalahan meningkatkan orisinalitas, kreativitas,
keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, inovatif dan menemukan ide-ide baru untuk
kegiatan aliansi strategis yang lebih kuat menghasilkan produk yang unik dan berbeda
diperlukan secara bersamaan untuk dari yang lain. Kombinasi efektif dari hasil
mengimbangi keterbatasan tersebut, dan yang diperoleh dengan menggunakan model
peran pemerintah dalam bentuk dukungan I/O Theory melalui prinsip kepemimpinan
dan kebijakan yang lebih besar dapat biaya, diferensiasi dan model RBV berbasis
memfasilitasi keberhasilan implementasi sumberdaya inti ditambah dengan
aliansi dan keunggulan bersaing. kemampuan lebih inovatif dan menciptakan
Temuan penelitian ini juga citra/image yang lebih baik perusahaan dapat
mengkonfirmasi pandangan faktor-faktor meningkatkan keunggulan bersaing.
relasional (Morgan dan Hunt, 1994; Penelitian ini juga diharapkan dapat
Spekman et al., 2000; Mehta et al., 2006; memberikan sumbangan pemikiran dan
Muthusamy et al., 2007) bahwa perusahaan pengetahuan bagi pembina, pemerintah,
harus bekerja sama untuk bersaing. Kerja pemilik dan pengelola usaha ekonomi kreatif
sama yang efektif, memungkinkan mitra dalam upaya meningkatkan keunggulan
aliansi untuk sukses menggabungkan bersaing perusahaan melalui aliansi strategis
sumberdaya sehingga dapat berkontribusi dan kebijakan pemerintah. Agar UMKM
terhadap pengembangan keunggulan yang beroperasi di Indonesia menerapkan
bersaing. Prinsip “3C: Connect-Collaborate– secara berkelanjutan aliansi strategis yang
Commerce” bagi seluruh pemangku tinggi, mereka membutuhkan dukungan
kepentingan UMKM yang melibatkan unsur kebijakan pemerintah yang lebih besar.
222

Temuan bahwa kebijakan pemerintah in Taiwan, Journal of Business Ethic,


memiliki pengaruh langsung terhadap aliansi 67:331-339
strategis dan keunggulan bersaingChin, W. W. (1998). The partial least squares
menyiratkan bahwa pembuat kebijakan di approach for structural equation
negara berkembang harus memastikan bahwa modeling. In Methodology for Business
ada upaya optimalisasi dari kegiatan and Management. Modern methods for
fasilitasi, dukungan dan kebijakan business research. (pp. 295–336).
pemerintah karena membantu UMKM untuk Mahwah, US: Lawrence Erlbaum
lebih baik menerapkan aliansi strategis. Associates Publishers
Pemerintah melalui kegiatan fasilitasi, Cui, Y., & Jiao, H. (2011). Dynamic
dukungan dan kebijakan-kebijakan yang capabilities, strategic stakeholder
terkait dapat meningkatkan perannya dengan alliances and sustainable competitive
pengembangan ekonomi kreatif terutama advantage: Evidence from China.
dalam memfasillitasi kegiatan pemasaran dan Corporate Governance, 11(4), 386–398.
menyediakan infrastruktur dan teknologi agar Dacin, M. T., Oliver, C., & Roy, J.-P. (2007).
dapat meningkatkan keunggulan bersaing The Legitimacy of Strategic Alliances:
sekaligus dapat berperan sebagai driven yang An Institutional Perspective. Strategic
mendorong peningkatan aliansi strategis Management Journal, 28(1), 169–187.
yang dibangun oleh UMKM sehingga Dandago, K. ., & Usman, A. . (2011).
memberikan banyak manfaat terutama dalam Assesment of Governmant
mencapai keunggulan bersaing UMKM. Industrialisation Policies on Promoting
The Growth of Small Scale Industries In
DAFTAR PUSTAKA Nigeria. Phys. Rev. E, (November), 53.
Amit, R., & Schoemaker, P. J. . H. (1993). Defee, C. C. (2006). Creating Competitive
Strategic Asset and Organizational Rent. Advantage Using Non-Equity Strategic
Strategic Management Journal, 14(1), Alliances: A Small Company
33–46. Perspective. Supply Chain Forum: An
Barney, J. (1991). Firm Resources and International Journal, 7(2), 44–57.
Sustained Competitive Advantage. Denisi, A. S., Hitt, M. A., & Jackson, S. E.
Journal of Management, 17(1), 99–120. (1998). The Knowledge-Based
Bharadwaj, S. G., Varadarajan, P. R., & Approach to Sustainable Competitive
Fahy, J. (1993). Competitive Advantage Advantage. In Managing knowledge for
in Service Industries : A Conceptual competitive advantage (pp. 3–34).
Model. Journal of Marketing, 57(4), Dyer, J. H., Kale, P., & Singh, H. (2001).
83–99. How to make strategic alliances work.
Bleeke, J., & Ernst, D. (1991). The way to MIT Sloan Management Review, 42(4),
win in cross-border alliances. Harvard 37–43.
Business Review, 69(6), 127–135. Dyer, J. H., & Singh, H. (1998). The
Bridoux, F. (2004). A Resource-Based Relational View: Cooperative Strategy
Approach to Performance and and Sources of Interorganizational,
Competition: An Overview of The Competitive Advantage. Academy of
Connections between Resources and Management Review, 23(4), 660–679.
Competition.https://doi.org/10.1080/014 Eniola, A. A., & Entebang, H. (2015).
18630008221972 Government Policy and Performance of
Caves, R. E., & Ghemawat, P. (1992). Small and Medium Business
Identifying Mobility Barrier. Strategic Management. International Journal of
Management Journal, 13(1), 1–12. Academic Research in Business and
Chen, Y. L., Shyh-B & Wen, Chao T, (2006) Social Sciences, 5(2), 237–248. \
The Influence of Green Innovation Grant, R. M. (1991). The Resource-Based
Performance on Corporate Advantage Theory of Competitive Advantage:
223

Implication for Strategy Formulation. Determinants of Business Success of


California Management Review, (Spring Small and Medium Enterprises.
1991), 114–138. International Journal of Business and
Grant, R. M. (1996). Toward a knowledge- Social Science, 2(20), 869–872.
based view (KBV) theory. Strategic Kang, K. N., & Park, H. (2012). Influence of
Management Journal, 17(Winter), 109– government R&D support and inter-firm
122. collaborations on innovation in Korean
Hamel, G., Doz, Y. L., & Prahalad, C. K. biotechnology SMEs. Technovation,
(1989). Collaborate with Your 32(1), 68–78.
Competitors - and Win. Harvard Kanter, R. (1994). Collaborative advantage:
Business Review, 67(1), 133–139. the art of alliances. Harvard Business
Harash, E., Bin Yahya, S., Ries Ahmed, E., Review, 72(4), 96–108.
& Jasem Alsaad, F. (2013). Impact of Le, N. T. B., & Nguyen, T. V. (2009). The
Government policies in the Influence of impact of networking on bank
Market practices on Financial financing: The case of small and
Performance of small and medium medium-sized enterprises in Vietnam.
enterprises (SMEs) in Iraq. Journal of Entrepreneurship: Theory and Practice,
Accounting and Business (JAB), 13(2). 33(4), 867–887.
Harvie, C., Narjoko, D., & Oum, S. (2010). Lei, D., Slocum, J. W., & Pitts, R. A. (1997).
Firm Characteristic Determinants of Building cooperative advantage:
SME Participation in Production Managing strategic alliances to promote
Networks. In ERIA Discussion Paper organizational learning. Journal of
Series (Vol. 11). World Business, 32(3), 203–223.
Hitt, M. A., Hoskisson, R. E., & Kim, H. Lynch, R. P. (1990). Building Alliances to
(1997). International diversification: Penetrate European Markets. Journal of
Effects on innovation and firm Business Strategy, 11(2), 4–8.
performance in product-diversified Madhok, A., & Tallman, S. B. (1998).
firms. Academy of Management Resources, Transactions and Rents:
Journal, 40(4), 767–798. Managing Value Through Interfirm
Hitt, M. A., Ireland, R. D., Camp, S. M., & Collaborative Relationships.
Sexton, D. L. (2001). Guest Editors ’ Organization Science : pp. 326–339.
Introduction To The Special Issue Hanover, Md: INFORMS.
Strategic Entrepreneurship : Mehta, R., Larsen, T., Rosenbloom, B., &
Entrepreneurial Strategies For Wealth Ganitsky, J. (2006). The impact of
Creation. Strategic Management cultural differences in U . S . business-
Journal, 491, 479–491. to-business export marketing channel
Hitt, M. a., Keats, B. W., & DeMarie, S. M. strategic alliances. Industrial Marketing
(1998). Navigating in the new Management, 35, 156–165.
competitive landscape: Building Monczka, R. M., Petersen, K. J., Handfield,
strategic flexibility and competitive R. B., & Ragatz, G. L. (1998). Success
advantage in the 21st century. Academy Factors in Strategic Supplier Alliances:
of Management Perspectives, 12(4), 22– The Buying Company Perspective.
42. Decision Sciences, 29(3), 553–577.
Ireland, R. D., Hitt, M. A., & Vaidyanath, D. Morgan, R. M., & Hunt, S. D. (1994). The
(2002). Alliance Management As a Commitment Trust Theory of
Source of Competitive Advantage. Relationship Marketing. Journal of
Journal of Management, 28(9), 413– Marketing, 58, 20–38.
446. Muthusamy, S. K., White, M. A., & Carr, A.
Jasra, J. M., Khan, M. A., Hunjra, A. I., Ur (2007). An Empirical Examination of
Rchman, R. A., & Azam, R. I. (2011). the Role of Social Exchanges in
224

Alliance Performance. Journal of Saxton, T. (1997). The Effects of Partner and


Managerial Issues, 19(1), 53–75. Relationship Characteristics on Alliance
Ohmae, K. (1986). Becoming a Triad Power : Outcomes. Academy of Management
The New Global Corporation. Journal, 40(2), 443–461.
International Marketing Review, 3(3), Shariff, M. N. M., Peou, C., & Ali, J. (2010).
7–20. Moderating Effect of Government
Okpara, J. O. (2011). Factors constraining Policy on Entrepreneurship and Growth
the growth and survival of SMEs in Performance of Small-Medium
Nigeria: Implications for poverty Enterprises in Cambodia. International
alleviation. Management Research Journal of Business and Management
Review, 34(2), 156–171. Science, 3(1), 57–72.
Palakshappa, N., & Gordon, M. E. (2007). Street, C. T., & Cameron, A. F. (2007).
Collaborative Business Relationships: External relationships and the small
Helping Firms to Acquire Skills and business: A review of small business
Economies to Prosper. Journal of Small alliance and network research. Journal
Business and Enterprise Development, of Small Business Management, 45(2),
14(2), 264–279. 239–266.
Park, S. H., & Ungson, G. R. (2001). Teece, D. J., Pisano, G., & Shuen, A. (1997).
Interfirm Rivalry and Managerial Dynamic Capabilites and Strategic
Complexity: A Conceptual Framework Management. Strategic Management
of Alliance Failure. Organization Journal, 18(7), 509–533.
Science, 12(1), 37–53. Teng, B. S. (2007). Corporate
Penrose, E.(1959). The Theory of the Growth entrepreneurship activities through
of the Firm. London, UK: Basil strategic alliances: A resource-based
Blackwell and Mott. approach toward competitive advantage.
Peteraf, M. A. (1993). The Cornerstoners of Journal of Management Studies, 44(1),
Competitive Advantage: A Resource- 119–142.
Based View. Strategic Management Treacy, M., & Wiersema, F. (1993).
Journal, 14, 179–191. Customer intimacy and other value
Porter, M. E. (1980). Competitive Strategy: disciplines. Harvard Business Review
Techniques for Analyzing Industries VO - 71, (1), 84.
and Competitors. The Free Press, Varadarajan, P. R., & Cunningham, M.
New York. (1995). Strategic Alliances: A Synthesis
Porter, M. E. (1991). Towards a dynamic of Conceptual Foundations. Journal of
theory of strategy. Strategic the Academy of Marketing Science,
Management Journal, 12, 95–117. 23(24), 282–296.
Prahalad, C. K., & Hamel, G. (1990). The Vyas, N. M., Shelburn, W. L., & Rogers, D.
Core Competence of the Corporation. C. (1995). An analysis of strategic
Harvard Business Review, may-june, 1– alliances: Forms, functions and
17. framework. Journal of Business &
Salman, D. (2010). Rethinking of Cities, Industrial Marketing, 10(3), 47–60.
Culture and Tourism within a Creative Wernerfelt, B. (1984). A resource-based
Perspective. Revista de Turismo Y view of the firm. Strategic Management
Patrimonio Cultural, 8(3). Journal, 5(2), 171–180.
Sathe, S., & Handley-Scharchler, M. (2006). Zineldin, M., & Dodourova, M. (2006).
Social and cultural factors in FDI flows : Motivation, achievements and failure of
evidence from the Indian states. World strategic alliances: The case of Swedish
Review of Entrepreneurship, auto-manufacturers in Russia. European
Management and Sust. Development, Business Review, 17(5), 460–470.
2(4), 323–334.

You might also like