You are on page 1of 169

EFEKTIVITAS TAGLINE

DALAM MENINGKATKAN BRAND AWARENESS


(Studi pada Mahasiswa Pengonsumsi Produk Rokok, Minuman Teh, dan
Minuman Bersoda)

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan
Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Derajat Sarjana Psikologi

Oleh:
Darno
1550402048

JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2007
Skripsi yang berjudul:

EFEKTIVITAS TAGLINE
DALAM MENINGKATKAN BRAND AWARENESS
(Studi pada Mahasiswa Pengonsumsi Produk Rokok, Minuman Teh, dan
Minuman Bersoda)

Yang diajukan oleh:


Darno
NIM: 1550402048

Telah diperiksa dan disetujui di depan dewan penguji skripsi


Fakultas Ilmu Pendidikan

Semarang, Agustus 2007

Pembimbing I Pembimbing II

Siti Nuzulia, S.Psi. M.Si. Drs. Edy Purwanto, M.Si.


NIP. 132307257` NIP. 131699302

ii
PENGESAHAN KELULUSAN

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Semarang dan dinyatakan diterima untuk memenuhi sebagian

syarat-syarat guna memperoleh Derajat Sarjana Psikologi pada:

Hari : Jumat

Tanggal : 24 Agustus 2007

Panitia Ujian Skripsi

Ketua Sekretaris

Dr. Agus Salim, M.S. Drs. Edy Purwanto, M.Si.


NIP. 131127082 NIP. 131699302

Dewan Penguji Tanda Tangan

1. Drs. Sugeng Hariyadi, M.S.


NIP. 131472593 ……………………………….

2. Siti Nuzulia, S.Psi., M.Si.


NIP. 132307257 ……………………………….

3. Drs. Edy Purwanto, M.Si.


NIP. 131699302 ……………………………….

iii
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil karya

saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian maupun

seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini

dikutip atau dirujuk menurut kode etik ilmiah.

Semarang, Agustus 2007

Darno
NIM. 1550402048

iv
ABSTRAK

EFEKTIVITAS TAGLINE DALAM MENINGKATKAN BRAND AWARENESS


(Studi pada Mahasiswa Pengonsumsi Produk Rokok, Minuman Teh, dan
Minuman Bersoda)

Oleh:
Darno
1550402048

Skripsi, dibawah bimbingan Siti Nuzulia, S.Psi., M.Si. dan Drs. Edi
Purwanto, M.Si.
Iklan komersial sebagai salah satu media promosi suatu produk merupakan
sarana untuk menginformasikan benefit (keuntungan) yang bisa diperoleh dengan
menggunakan produk tersebut. Iklan yang berhasil setidaknya memberikan
informasi/pesan yang dapat mengubah pola pikir (mindset) konsumen. Tahapan
selanjutnya yakni mempengaruhi perilaku konsumen agar mengonsumsi produk
yang diiklankan. Hal ini agar konsumen mengubah perilakunya dalam memenuhi
kebutuhannya. Bagian dari iklan dalam iklan televisi adalah tagline yang
merupakan penutup pesan agar konsumen mudah mengingat isi pesan iklan dan
mempunyai daya pembeda dari iklan-iklan pesaingnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas tagline dalam
meningkatkan brand awareness. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif dengan populasi mahasiswa psikologi
Universitas Negeri Semarang. Variabel penelitian adalah brand awareness.
Sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 orang yang diambil dengan purpossive
sampling. Data diambil dengan angket brand awareness measurement yang
meliputi brand name, jenis produk, warna kemasan, keterangan pada kemasan,
variasi dan isi kemasan, produsen produk., analisis data yang digunakan adalah
validitas isi, sedangkan reliabilitas yang digunakan adalah cross check data yang
diperoleh melalui angket dengan wawancara..
Penelitian dilakukan terhadap mahsiswa psikologi Universitas Negeri
Semarang sebagai sampel penelitian dengan unlimited population dengan 3
kategori produk sebagai objek penelitian, yang terdiri dari 6 brand, yaitu rokok
dengan brand A Mild dan Sampoerna Hijau, minuman teh dengan brand Teh
Botol Sosro dan Frestea, dan minuman bersoda dengan Brand Coca-Cola dan
Fanta Apel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas tagline dalam
meningkatkan brand awareness adalah sebagai berikut: untuk produk rokok
tagline yang lebih efektif adalah Sampoerna Hijau dengan tagline-nya Nggak Ada
Loe Nggak Rame dengan skor top of mind sebesar 4856 dan presentase sebesar
50,80% lebih besar dibanding A Mild karena menurut hasil penelitian tagline
Sampoerna Hijau memiliki karakteristik sebagai berikut: mudah diingat, unik,
memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi, untuk produk
minuman teh tagline yang lebih efektif adalah Teh Botol Sosro dengan tagline-
nya Ahlinya Teh dengan skor top of mind 4858 dan presentase 50,73% lebih
tinggi dibanding Frestea, karena tagline menurut hasil penelitian Teh Botol Sosro
memiliki karakteristik sebagai berikut: mudah diingat, sudah dikenal lama,

v
memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi, dekat dengan
kehidupan konsumen, sedangkan untuk produk minuman bersoda tagline yang
lebih efektif adalah Coca-Cola dengan tagline-nya Positif dan Gembira di Hidup
Ala Coca-Cola dengan skor top of mind sebesar 4875 dan presentase sebesar
50,68 lebih tinggi dibanding Fanta Apel, karena tagline menurut hasil penelitian
Coca-Cola memiliki karakteristik sebagai berikut: mudah diingat, kreatif,
memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa faktor-faktor penting
yang memengaruhi efektifitas tagline dalam Meningkatkan brand awareness
adalah: mudah diingat, unik/kreatif, memiliki frekuensi kemunculan pada tv yang
cukup tinggi, sudah dikenal lama, dekat dengan kehidupan konsumen.

Kata kunci: tagline, brand awareness, brand awareness measurement, top


of mind

vi
Motto dan Persembahan

Motto :

• Gusti ora Sare (Pepatah Jawa)

• Aja Rumangsa bisa, nanging bisa rumangsa (Pepatah Jawa)

• Think Likes CEO (Penulis)

Dengan kerendahan hati karya ini kupersembahkan untuk:

Ibu dan Almarhum ayahku yang sangat kucintai, kakakku, adikku

tercinta, keluarga besarku, teman-teman Motor Kost, teman-

temanku seperjuangan, dan rekan-rekan mari kita wujudkan mimpi

dan cita-cita kita.

vii
KATA PENGANTAR

Penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Tagline

dalam Meningkatkan Brand Awareness (Studi Komparatif Deskriptif pada Produk

Rokok, Minuman Teh, dan Minuman Bersoda)”. Oleh karena itu puji syukur

penulis panjatkan kehadriat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah

dan inayah-Nya serta ampunan atas dosa-dosa hambanya. Sholawat dan salam

semoga tercurah atas junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan

umatnya. Amin.

Skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu

penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Agus Salim, M.S., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan.

2. Dra. Sri Maryati D., M.Si., Ketua Jurusan Psikologi.

3. Siti Nuzulia, S.Psi. M.Si., Dosen Pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan dalam penulisan skripsi.

4. Drs. Edy Purwanto, M.Si., Dosen Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan dalam penulisan skripsi.

5. Seluruh dosen di Piskologi Universitas Negeri Semarang yang telah

membimbing penulis selama menuntut ilmu di kampus tercinta ini.

6. Ibu dan Almarhum Ayahku yang selalu memberikan kasih sayang yang tak

pernah pupus serta mendoakan kesuksesan anak-anaknya.

7. Teman-teman Motor Kost semuanya, teman-teman seperjuangan mari kita

berjuang untuk kesuksesan kita.

viii
8. Teman-teman mahasiswa psikologi satu angkatan maupun kakak kelas dan

adik kelas.

Skripsi ini tentu tak luput dari kelemahan dan keterbatasan, oleh karena itu

koreksi dan saran senantiasa penulis harapakan demi perbaikan skripsi ini.

Semarang, Agustus 2007

Penulis

ix
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. ii

PENGESAHAN KELULUSAN .................................................................. iii

PERNYATAAN............................................................................................ iv

ABSTRAK .................................................................................................... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN............................................................... vii

KATA PENGANTAR.................................................................................. viii

DAFTAR ISI ................................................................................................ x

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii

DAFTAR BAGAN/GRAFIK ...................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................ 1

B. Rumusan Permasalahan ............................................................... 7

C. Penegasan Istilah ......................................................................... 7

D. Tujuan Penelitian ........................................................................ 8

E. Manfaat Penelitian ...................................................................... 8

F. Sistematika skripsi ...................................................................... 9

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

A. Iklan dan Tagline ......................................................................... 10

1. Definisi Iklan.......................................................................... 10

2. Model Persuasi iklan .............................................................. 12

x
3. Tagline ................................................................................... 20

a. Definisi Tagline ............................................................. 20

b. Tagline yang Efektif ....................................................... 21

B. Brand............................................................................................ 22

1. Definisi Brand ........................................................................ 22

2. Manfaat Brand........................................................................ 24

3. Definisi Brand Awareness ..................................................... 27

4. Tingkatan Brand Awareness .................................................. 28

5. Peran Brand Awareness ......................................................... 30

6. Proses Terjadinya Brand Awareness...................................... 34

7. Iklan dan Nilai-Nilai Budaya Konsumen............................... 38

C. Hubungan antara Tagline dengan Brand Awareness ................... 40

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian............................................................................. 42

B. Variabel Penelitian....................................................................... 44

1. Identifikasi Variabel Penelitian.............................................. 44

2. Definisi Operasional Variabel Penelitian............................... 45

C. Subjek Penelitian.......................................................................... 46

1. Populasi ................................................................................. 46

2. Sampel.................................................................................... 46

D. Metode Pengumpulan Data.......................................................... 47

E. Validitas dan Reliabilitas ............................................................. 51

F. Metode Analisis Data .................................................................. 53

xi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian................................................................. 55

B. Hasil Penelitian ............................................................................ 57

C. Hasil Wawancara ......................................................................... 66

D. Pembahasan.................................................................................. 81

BAB V PENUTUP

E. Simpulan ...................................................................................... 95

F. Saran............................................................................................. 97

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 98

LAMPIRAN.................................................................................................. 100

xii
DAFTAR TABEL

TABEL 1.1..................................................................................................... 49

TABEL 1.2..................................................................................................... 49

TABEL 2.1..................................................................................................... 49

TABEL 2.2..................................................................................................... 50

TABEL 3.1..................................................................................................... 50

TABEL 3.2..................................................................................................... 50

TABEL 4........................................................................................................ 50

TABEL 5.1..................................................................................................... 57

TABEL 5.2..................................................................................................... 58

TABEL 6.1..................................................................................................... 60

TABEL 6.2..................................................................................................... 61

TABEL 7.1..................................................................................................... 62

TABEL 7.2..................................................................................................... 64

TABEL 8........................................................................................................ 65

xiii
DAFTAR BAGAN/GRAFIK

BAGAN 1 ......................................................................................................... 13

BAGAN 2 ......................................................................................................... 29

BAGAN 3 ......................................................................................................... 30

BAGAN 4 ......................................................................................................... 40

GRAFIK 1.1...................................................................................................... 58

GRAFIK 1.2...................................................................................................... 59

GRAFIK 2.1...................................................................................................... 61

GRAFIK 2.2...................................................................................................... 62

GRAFIK 3.1...................................................................................................... 63

GRAFIK 3.2...................................................................................................... 65

GRAFIK 4......................................................................................................... 66

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I .............................................................................................. 100

LAMPIRAN II ............................................................................................. 109

LAMPIRAN III ............................................................................................ 119

LAMPIRAN IV ............................................................................................ 122

LAMPIRAN V ............................................................................................. 123

LAMPIRAN VI ............................................................................................ 138

xv
ABSTRAK

EFEKTIVITAS TAGLINE DALAM MENINGKATKAN BRAND AWARENESS


(Studi pada Produk Rokok, Minuman Teh, dan Minuman Bersoda)

Oleh:
Darno
1550402048

Skripsi, dibawah bimbingan Siti Nuzulia, S.Psi., M.Psi. dan Drs. Edi
Purwanto, M.Si.
Iklan komersial sebagai salah satu media promosi suatu produk merupakan
sarana untuk menginformasikan benefit (keuntungan) yang bisa diperoleh dengan
menggunakan produk tersebut. Iklan yang berhasil setidaknya memberikan
informasi/pesan yang dapat mengubah pola pikir (mindset) konsumen. Tahapan
selanjutnya yakni memengaruhi perilaku konsumen agar mengonsumsi produk
yang diiklankan. Hal ini agar konsumen mengubah perilakunya dalam memenuhi
kebutuhannya. Bagian dari iklan dalam iklan televisi adalah tagline yang
merupakan penutup pesan agar konsumen mudah mengingat isi pesan iklan dan
mempunyai daya pembeda dari iklan-iklan pesaingnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas tagline dalam
meningkatkan brand awareness. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif dengan populasi mahasiswa psikologi
Universitas Negeri Semarang. Variabel penelitian adalah brand awareness.
Sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 orang yang diambil dengan purpossive
sampling. Data diambil dengan angket brand awareness measurement yang
meliputi brand name, jenis produk, warna kemasan, keterangan pada kemasan,
variasi dan isi kemasan, produsen produk., analisis data yang digunakan adalah
validitas isi, sedangkan reliabilitas yang digunakan adalah cross check data yang
diperoleh melalui angket dengan wawancara..
Penelitian dilakukan terhadap 3 kategori produk, dengan 6 brand, yaitu
rokok dengan brand A Mild dan Sampoerna Hijau, minuman teh dengan brand
Teh Botol Sosro dan Frestea, dan minuman bersoda dengan Brand Coca-Cola dan
Fanta Apel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas tagline dalam
meningkatkan brand awareness adalah sebagai berikut: untuk produk rokok
tagline yang lebih efektif adalah Sampoerna Hijau dengan tagline-nya Nggak Ada
Loe Nggak Rame dengan skor top of brand sebesar 4856 dan presentase sebesar
50,80% lebih besar dibanding A Mild karena menurut hasil penelitian tagline
Sampoerna Hijau memiliki karakteristik sebagai berikut: mudah diingat, unik,
memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi, untuk produk
minuman teh tagline yang lebih efektif adalah Teh Botol Sosro dengan tagline-
nya Ahlinya Teh dengan skor 4858 dan presentase 50,73% lebih tinggi dibanding
Frestea, karena tagline menurut hasil penelitian Teh Botol Sosro memiliki
karakteristik sebagai berikut: mudah diingat, sudah dikenal lama, memiliki
frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi, dekat dengan kehidupan
konsumen, sedangkan untuk produk minuman bersoda tagline yang lebih efektif
adalah Coca-Cola dengan tagline-nya Positif dan Gembira di Hidup Ala Coca-
Cola dengan skor top of brand sebesar 4875 dan presentase sebesar 50,68 lebih
tinggi dibanding Fanta Apel, karena tagline menurut hasil penelitian Coca-Cola
memiliki karakteristik sebagai berikut: mudah diingat, kreatif, memiliki frekuensi
kemunculan pada TV yang cukup tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa faktor-faktor penting
yang memengaruhi efektifitas tagline dalam Meningkatkan brand awareness
adalah: mudah diingat, unik/kreatif, memiliki frekuensi kemunculan pada tv yang
cukup tinggi, sudah dikenal lama, dekat dengan kehidupan konsumen.

Kata kunci: tagline, brand awareness


Motto dan Persembahan

Motto :

• Gusti ora Sare (Pepatah Jawa)

• Aja Rumangsa bisa, nanging bisa rumangsa (Pepatah Jawa)

• Think Likes CEO (Penulis)

Dengan kerendahan hati karya ini kupersembahkan untuk:

Ibu dan Almarhum ayahku yang sangat kucintai, kakakku, adikku

tercinta, keluarga besarku, teman-teman Motor Kost, teman-

temanku seperjuangan, dan rekan-rekan mari kita wujudkan mimpi

dan cita-cita kita.


KATA PENGANTAR

Penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Tagline

dalam Meningkatkan Brand Awareness (Studi Komparatif Deskriptif pada Produk

Rokok, Minuman Teh, dan Minuman Bersoda)”. Oleh karena itu puji syukur

penulis panjatkan kehadriat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah

dan inayah-Nya serta ampunan atas dosa-dosa hambanya. Sholawat dan salam

semoga tercurah atas junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan

umatnya. Amin.

Skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu

penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Agus Salim, M.S., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan.

2. Dra. Sri Maryati D., M.Si., Ketua Jurusan Psikologi.

3. Siti Nuzulia, S.Psi., Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan

dalam penulisan skripsi.

4. Drs. Edy Purwanto, M.Si., Dosen Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan dalam penulisan skripsi.

5. Seluruh dosen di Piskologi Universitas Negeri Semarang yang telah

membimbing penulis selama menuntut ilmu di kampus tercinta ini.

6. Ibu dan Almarhum Ayahku yang selalu memberikan kasih sayang yang tak

pernah pupus serta mendoakan kesuksesan anak-anaknya.

7. Teman-teman Motor Kost semuanya, teman-teman seperjuangan mari kita

berjuang untuk kesuksesan kita.


8. Teman-teman mahasiswa psikologi satu angkatan maupun kakak kelas dan

adik kelas.

Skripsi ini tentu tak luput dari kelemahan dan keterbatasan, oleh karena itu

koreksi dan saran senantiasa penulis harapakan demi perbaikan skripsi ini.

Semarang, Agustus 2007

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

ABSTRAK ............................................................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................. iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv

KATA PENGANTAR ......................................................................................... v

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii

DAFTAR TABEL ...............................................................................................

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 6

C. Penegasan Istilah ................................................................................. 7

D. Tujuan Penelitian ................................................................................ 7

E. Manfaat Penelitian .............................................................................. 7

F. Sistematika skripsi .............................................................................. 8

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

A. Iklan dan Tagline ................................................................................. 10

1. Iklan (advertisement) ..................................................................... 10

vii
2. Model Persuasi iklan ...................................................................... 12

3. Tagline ........................................................................................... 20

a. Definisi Tagline ..................................................................... 20

b. Tagline yang Efektif ............................................................... 22

B. Brand.................................................................................................... 23

1. Definisi Brand................................................................................ 23

2. Manfaat Brand ............................................................................... 24

3. Definisi Brand Awareness ............................................................. 27

4. Ekuitas Brand................................................................................. 29

5. Loyalitas Brand.............................................................................. 33

6. Tingkatan Brand Awareness .......................................................... 36

7. Peran Brand Awareness ................................................................. 38

8. Proses Terjadinya Brand Awareness.............................................. 41

C. Hubungan antara Tagline dengan Brand Awareness ........................... 44

D. Hipotesis............................................................................................... 51

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian..................................................................................... 53

B. Variabel Penelitian ............................................................................... 55

1. Identifikasi Variabel Penelitian...................................................... 55

2. Definisi Operasional Variabel Penelitian....................................... 51

C. Subjek Penelitian.................................................................................. 57

1. Populasi ......................................................................................... 57

viii
2. Sampel............................................................................................ 57

D. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 58

E. Validitas dan Reliabilitas ..................................................................... 63

F. Metode Analisis Data .......................................................................... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian ......................................................................... 65

B. Hasil Penelitian .................................................................................... 67

C. Hasil Wawancara ................................................................................. 76

D. Pembahasan.......................................................................................... 95

BAB V PENUTUP

A. Simpulan.............................................................................................. 106

B. Saran.................................................................................................... 108

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 109

LAMPIRAN ........................................................................................................ 111

ix
DAFTAR TABEL

TABEL 1.1 ............................................................................................ 49

TABEL 1.2 ............................................................................................ 49

TABEL 2.1 ............................................................................................ 49

TABEL 2.2 ............................................................................................ 50

TABEL 3.1 ............................................................................................ 50

TABEL 3.2 ............................................................................................ 50

TABEL 4 ............................................................................................ 50

TABEL 5.1 ............................................................................................ 57

TABEL 5.2 ............................................................................................ 58

TABEL 6.1 ............................................................................................ 60

TABEL 6.2 ............................................................................................ 61

TABEL 7.1 ............................................................................................ 62

TABEL 7.2 ............................................................................................ 64

TABEL 8 ............................................................................................ 65

xiii
DAFTAR BAGAN/GRAFIK

BAGAN 1 ............................................................................................ 13

BAGAN 2 ............................................................................................ 29

BAGAN 3 ............................................................................................ 30

BAGAN 4 ............................................................................................ 40

GRAFIK 1.1 ............................................................................................ 58

GRAFIK 1.2 ............................................................................................ 59

GRAFIK 2.1 ............................................................................................ 61

GRAFIK 2.2 ............................................................................................ 62

GRAFIK 3.1 ............................................................................................ 63

GRAFIK 3.2 ............................................................................................ 65

GRAFIK 4 ............................................................................................ 66

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Iklan komersial sebagai salah satu media promosi suatu produk

merupakan sarana untuk menginformasikan benefit (keuntungan) yang bisa

diperoleh dengan menggunakan produk tersebut. Iklan yang berhasil

setidaknya memberikan informasi/pesan yang dapat mengubah pola pikir

(mindset) konsumen. Tahapan selanjutnya yakni memengaruhi perilaku

konsumen agar mengonsumsi produk yang diiklankan. Hal ini agar konsumen

mengubah perilakunya dalam memenuhi kebutuhannya. Bila produk yang

diiklankan tersebut merupakan produk baru, maka diharapkan terjadi trial

buying (konsumen melakukan pembelian untuk menguji coba produk).

Kepuasan yang diperoleh saat trial buying mendorong terjadinya repeat

buying (pembelian ulang). Bila produk tersebut merupakan produk yang telah

eksis dan dikenal luas oleh masyarakat maka iklan bertujuan untuk

memelihara loyalitas konsumen terhadap produk tersebut.

Pentingnya iklan atau promosi disebutkan Kottler (dalam Royan,

2004: 22) mengenai bauran pemasaran bahwa produk (product), harga (price),

penempatan produk (place), dan promosi (promotion) merupakan suatu

kesatuan dalam kegiatan pemasaran. Keempat komponen pemasaran tersebut

saling melengkapi. Suatu produk yang bagus dan baik mutunya, desain

kemasan, benefit, dan brand tanpa disertai harga yang kompetitif, tidak akan

1
2

terjual maksimal dalam jangka panjang. Hal yang sama jika produk tersebut

tidak dipromosikan, apalagi juga tidak didistribusikan, maka produk tersebut

tidak akan diserap pasar secara maksimal. Bauran pemasaran yang terdiri dari

4 P (product, price, place, promotion) tersebut saling melengkapi dan saling

berasosiasi.

Penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan efektifitas iklan

dalam meningkatkan brand awareness adalah efektivitas iklan teh botol sosro

di televisi versi pengunjung rumah makan oleh Cahyani (2004: 1-2) diperoleh

bahwa ada pengaruh iklan terhadap perilaku membeli konsumen. Hasil yang

menunjukkan pengaruh iklan dalam memengaruhi perilaku membeli

konsumen adalah penelitian yang dilakukan oleh Irawan (2005: 1-2) yang

menunjukkan bahwa konsumen terpengaruh untuk mengonsumsi Fruit-Tea

setelah melihat iklan tersebut di televisi. Penelitian oleh Dwipayan (2005: 1-

2) juga menunjukkan bahwa iklan televisi mampu memengaruhi konsumen

untukmembeli mie sedaap, karena produk tersebut diiklankan di televisi.

Iklan merupakan bagian dari promosi, oleh karena itu sebagai salah

satu media promosi dalam mecapai sasarannya memengaruhi konsumen harus

mampu memberikan kesan yang mendalam terhadap konsumen, sehingga

diharapkan mampu meningkatkan brand awareness (kesadaran terhadap

merek) yang tinggi. Strategi untuk meningkatkan kesan yang mendalam

dalam kampanye iklan yang sering digunakan adalah tagline. Tagline

merupakan suatu ungkapan pendek berisi pesan yang padat dan mudah

diingat. Mengingat dalam iklan komersial yang di tayangkan di televisi (TV


3

Commerce/TVC) waktu untuk menyampaikan terbatas yaitu dalam hitungan

beberapa detik, maka peranan tagline menjadi begitu penting pada beberapa

produk tertentu.

Penggunaan tagline dalam iklan TV sudah merupakan hal yang sudah

lazim dan jamak dilakukan, diharapkan dengan tagline tersebut mampu

memberikan kesan mendalam yang mudah diingat dalam benak konsumen.

Kesan yang timbul pada konsumen diharapkan mampu mengingat pesan

maupun informasi yang disampaikan melalui iklan tersebut baik sinopsis

cerita, alur cerita, adegan demi adegan, adegan tertentu, dan hal menarik

lainnya dalam iklan tersebut. Iklan yang memberikan pengalaman dan kesan

kepada pemirsa (audiance) diharapkan mampu meningkatkan brand

awareness.

Brand Awareness yang tinggi diharapkan mampu meningkatkan

loyalitas terhadap merek tersebut (Durianto, dkk., 2004: 3). Loyalitas tersebut

diharapkan mampu mengukuhkan eksistensi merek tersebut dalam persaingan

dengan merek lain. Kualitas brand awareness tersebut bisa dicapai melalui

kampanye iklan melalui berbagai media, misalnya: Televisi, radio, bill board,

baliho, sponsorship event, iklan majalah, iklan koran dan lain-lain (Mix,

September 2006: 58).

Tagline diharapkan mampu meningkatkan brand awareness

konsumen, dengan brand awareness yang tinggi diduga mampu

mempengaruhi perilaku pembelian konsumen sehingga diharapkan mampu

meningkatkan volume penjualan. Fenomena tersebut menjadikan unik dan


4

menarik untuk diteliti. Penelitian ini berusaha untuk mengungkapkan

efektifitas tagline dalam meningkatkan brand awareness, yakni dengan

melakukan studi pada Iklan TV Produk Rokok {(Rokok A Mild (dengan

tagline-nya Tanya Kenapa?) dengan Rokok Sampoerna Hijau dengan

(tagline-nya Nggak ada Loe nggak Rame)}, Minuman Teh {(Teh Botol Sosro

(dengan tagline-nya ahlinya teh) dengan Freshtea (dengan tagline-nya sehat

dan enak)}, dan Minuman Bersoda {(Coca-Cola (dengan tagline-nya Positif

dan Semangat di Hidup Ala Coca-Cola) dengan Fanta Apel (dengan tagline-

nya Cerianya Berasa Banget)}. Pertimbangan menggunakan merek-merek

tersebut menjadi objek penelitian adalah karena iklannya sering diputar di

stasiun-stasiun televisi swasta nasional sehingga cukup dikenal di masyarakat

secara luas, sumber diperoleh melalui pengamatan yang dilakukan peneliti

terhadap brand-brand yang dijadikan objek penelitian dengan hasil sebagai

berikut; untuk rokok iklannya tayang di TV mulai pukul 21.00 WIB sampai

subuh, A Mild rata-rata muncul 5 kali dalam semalam, Sampoerna Hijau

muncul 6 kali dalam semalam. Untuk produk minuman teh dan minuman

bersoda tidak dibatasi jam penayangannya. Berdasarkan pengamatan peneliti

iklan Teh Botol Sosro muncul 6 kali dalam sehari, iklan Frestea muncul 4 kali

dalah sehari, iklan Coca-Cola muncul 5 kali dalam sehari, dan Fanta Apel

muncul 4 kali dalam sehari. Pengamatan peneliti lakukan mulai dari tanggal 1

– 15 Juni 2007 pada berbagai stasiun televisi swasta nasional.

Berdasarkan data pengamatan penelitian tersebut, peneliti berusaha

mengungkap bagaimanakah iklan yang memiliki tagline memberikan


5

sumbangan positif terhadap brand awareness, oleh karena itu perlu

diperhatikan faktor-faktor yang memengaruhi brand awareness. Durianto,

dkk. (2004: 10) menyatakan bahwa pesan dalam iklan yang disampaikan

harus mudah diingat, berbeda dibandingkan dengan merek lainnya, tagline

yang menarik sehingga membantu konsumen mengingat merek, adanya

simbol yang berhubungan dengan merek, diversifikasi merek agar semakin

diingat konsumen, memperkuat kesadaran merek dengan memakai suatu

isyarat yang sesuai dengan kategoti produk, merek atau keduanya, melakukan

pengulangan untuk meningkatkan pengingatan, karena membentuk ingatan

lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan.

Hal yang juga perlu diperhatikan dalam komunikasi iklan dalam

meningkatkan brand awareness adalah persepsi, karena bagaimana tanggapan

pemirsa televisi terhadap suatu iklan ditentukan oleh persepsi mereke

terhadap iklan tersebut, baik persepsi positif maupun negatif. Pada

hakikatnya persepsi merupakan proses kognitif yang dialami oleh setiap orang

di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat

penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. (Thoha,

1986: 138). Persepsi merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa, atau

hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan

pesan. (Rahmat, 2004:51). Menurut Leavit (1997:27), persepsi (perception)

dalam arti sempit adalah penglihatan, bagimana cara seseorang melihat

sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu

bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.


6

Persepsi merupakan proses kognitif, dimana seseorang individu

memberikan arti kepada lingkungan. Mengingat bahwa masing-masing orang

memberi artinya sendiri terhadap stimulus, maka dapat dikatakan bahwa

individu-individu yang berbeda “melihat” hal sama dengan cara-cara yang

berbeda. (Winardi, 2004: 203:204). Hal yang sama dikemukakan Robbins

(2001:89) mengemukakan mengenai persepsi adalah suatu proses dimana

individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka

agar memberi makna kepada lingkungan mereka.

Thoha (1986:138) menyatakan bahwa pada hakikatnya persepsi

merupakan proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam

memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan,

pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Persepsi merupakan

pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan

menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. (Rahmat, 2004:51).

Persepsi merupakan proses kognitif, dimana seseorang individu

memberikan arti kepada lingkungan. Mengingat bahwa masing-masing orang

memberi artinya sendiri terhadap stimulus, maka dapat dikatakan bahwa

individu-individu yang berbeda “melihat” hal sama dengan cara-cara yang

berbeda (Winardi, 2004: 2030-204). Hal yang sama dikemukakan Robbins

(2001:89) mengemukakan mengenai persepsi adalah suatu proses dimana

individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka

agar memberi makna kepada lingkungan mereka.


7

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses

penginderaan yang akan berlangsung setiap saat, pada waktu individu

menerima stimulus melalui alat indera. Alat indera tersebut merupakan alat

penghubung antara individu dengan dunia luarnya. Dalam persepsi terdapat

aktifitas yang integral, maka seluruh apa yang ada dalam diri individu seperti

perasaan, pengalaman, kemampuan berfikir, kerangka acuan, dan aspek-aspek

lain yang ada dalam diri individu akan ikut peran aktif dalam persepsi itu.

Penelitian ini diharapkan mampu mengungkap tingkat kesuksesan

tagline merek-merek tersebut di atas. Hal ini menarik untuk diteliti karena

setiap merek memiliki tingkat efektivitas tagline yang berbeda-beda, melalui

penelitian inilah peneliti berusaha untuk mengungkapnya.

B. Rumusan Permasalahan

Bagaimanakah gambaran tagline yang efektif dalam meningkatkan

Brand Awareness?

C. Penegasan Istilah

Ada beberapa konsep pokok yang digunakan dalam penelitian ini dan

perlu diberikan penjelasan. Hal ini dilakukan untuk menghindari

kemungkinan terjadinya kesalahan interpretasi makna dalam menggunakan

konsep dan istilah dalam penelitian. Konsep dan istilah yang perlu dijelaskan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


8

1. Tagline

Menurut Nuradi dkk. (1996: 56) tagline adalah kalimat singkat sebagai

penutup teks inti yang menyimpulkan secara singkat tujuan komunikasi

suatu iklan.

2. Brand Awareness

Peter dan Olson (2000: 190) menyatakan bahwa brand awareness adalah

sebuah tujuan umum komunikasi untuk semua strategi promosi.

D. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui tagline yang efektif dalam meningkatkan brand

awareness.

E. Manfaat Penelitian

I. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritis

dalam pengembangan ilmu psikologi industri dalam kaitannnya dengan

pengaruh efektivitas tagline dalam meningkatkan brand awareness.

II. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis

teradap instansi/lembaga terkait yaitu bagi perusahaan/biro iklan

diharapkan memberi masukan yang berarti mengenai bagaimana tagline

yang efektif untuk meningkatkan brand awareness sehingga bisa dibuat

tagline yang lebih baik.


9

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika skripsi bertujuan untuk memberikan gambaran secara

umum mengenai isi skripsu ini agar jelas dan terstruktur, maka di bawah ini

disajikan secara garis besar sistematika skripsi yaitu:

BAB I PENDAHULUAN berisi: latar belakang masalah, rumusan

permasalahan, penegasan istilah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, garis

besar sistematika skripsi.

BAB II LANDASAN TEORI berisi: Efektivitas tagline dalam

meningkatkan brand awareness yang menjelaskan mengenai definisi iklan,

model persuasi iklan, definisi tagline, tagline yang efektif, definisi brand,

manfaat brand, definisi brand awareness, tingkatan brand awarenes, peran

brand awareness, dan proses terjadinya brand awareness, iklan dan nilai-

nilai budaya konsumen, dan hubungan antara tagline dengan brand

awareness.

BAB III METODE PENELITIAN berisi: jenis penelitian, variabel

penelitian (identifikasi variabel penelitian dan definisi operasional penelitian),

subjek penelitian (populasi dan sampel), metode pengumpulan data, validitas

dan reliabilitas, dan metode analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN meliputi

deskripsi hasil dan pembahasan hasil penelitian.

BAB V PENUTUP berisi kesimpulan dan saran yang diberikan

berdasarkan hasil penelitian.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Iklan dan Tagline

1. Definisi Iklan

Iklan merupakan sarana komunikasi antara produsen dengan

konsumennya, dengan iklan ini produsen menawarkan produk baik itu

barang maupun jasa kepada konsumennya. Menurut Widjaja (1996: 6)

iklan adalah setiap bentuk presentasi gagasan, barang, atau jasa yang

bukan perorangan dan dibayar oleh sponsor yang dikenal atau iklan juga

bisa diartikan sebagai kegiatan memuat dan menyebarluaskan pesan

dalam media yang bersifat umum tentang perusahaan, organisasi dan

atau tentang produknya, jasanya, atau gagasan yang terkandung di

dalamnya. Rewoldt dkk. (1995: 12) berpendapat bahwa iklan meliputi

setiap bentuk yang dibayar dari presentasi non personal dan promosi dari

gagasan, barang-barang atau jasa-jasa oleh suatu sponsor yang diketahui.

Berdasarkan definisi tersebut bisa diklasifikasikan menjadi 2 tipe utama,

yaitu: (1) iklan produk, dan (2) iklan institusional. Iklan produk adalah

iklan yang bertujuan untuk menciptakan dan atau meningkatkan

penjualan suatu produk tertentu, sedangkan iklan institusional adalah

iklan yang dibuat untuk mennciptakan sikap yang baik (favoable

terhadap suatu lembaga atau suatu gagasan.

10
11

Iklan adalah metode penjualan nonpersonal yakni dengan sasaran

massa publik. Menurut The definition Committe of The American

Associaton Advertising (dalam Sriyadi, 2004: 185) bahwa iklan adalah

segala bentuk presentasi nonpersonal dan prososi ide-ide, barang-barang,

atau jasa yang dibiayai oleh sponsor tertentu, sedangkan menurut Peter

dan Olson (2000: 181) iklan adalah penyajian informasi nonpersonal

tentang suatu produk, brand, perusahaan, atau toko yang dilakukan

dengan bayaran tertentu. Iklan ditujukan untuk memengaruhi afeksi,

kognisi, perasaan, pengetahuaan, makna, kepercayaan, sikap, dan citra

yang berkaitan dengan produk dan brand.

Peter dan Olson (2000: 181-182) menyatakan pada prakteknya

iklan telah dianggap sebagai image management (manajemen citra)

yakni menciptakan dan memelihara citra dan makna dalam benak

konsumen. Walaupun pertama-tama iklan akan memengaruhi afeksi dan

kognisi, tujuannya yang paling utama adalah bagaimana memengaruhi

perilaku pembelian konsumen. Tantangan besar yang dihadapi iklan

dalam mengembangkan pesan/informasi dalam iklan adalah menangkap

perhatian mereka dan menciptakan pemahaman yang tepat.

Jadi iklan adalah sarana komunikasi antara produsen dengan

konsumennya, melalui iklan ini produsen menawarkan produk baik itu

barang maupun jasa kepada konsumennya, atau dengan kata lain iklan

adalah setiap bentuk presentasi gagasan, barang, atau jasa yang bukan

perorangan dan dibayar oleh sponsor yang dikenal atau iklan juga bisa
12

diartikan sebagai kegiatan memuat dan menyebarluaskan pesan dalam

media yang bersifat umum tentang perusahaan, organisasi dan atau

tentang produknya, jasanya, atau gagasan yang terkandung di dalamnya.

2. Model Persuasi Iklan

Iklan yang efektif harus memiliki strategi pendekatan tertentu

agar komunikasi yang disampaikan sesuai sasaran, untuk mencapai

eksekusi, iklan harus memiliki sebuah pendekatan tertentu sehingga

tepat sasaran yakni mampu menciptakan penjualan dan memelihara

loyalitas komsumen. Pendekatan tersebut harus mampu mencapai tujuan

iklan yaitu persuasi. Peter dan Olson (2000: 197) menyatakan bahwa

persuasi yaitu perubahan atas kepercayan, sikap, dan keinginan

berperilaku yang disebabkan oleh suatu komunikasi promosi. Persuasi

melalui iklan dapat digambarkan melalui bagan sebagai berikut:


13

Jalur sentral menuju persuasi

Melibatkan
persepsi

Keterlibatan PERHATIAN PEMAHAMAN PERSUASI


yang lebih • pemikiran
tinggi pada Fokus pada yang lebih • kepercayaan
produk informasi dalam produk
“sentral” yang tentang ciri-
berkaitan ciri produk • sikap merek
Eksposure
dengan • Rincian yang
terhadap
produk lebih dalam • keinginan
persuasi membeli
iklan (yang
memiliki Jalur periferal menuju persuasi
tagline)

PEMAHAMAN PERSUASI
PERHATIAN • pemikiran • kepercayaan
Keterlibatan
yang non produk
yang lebih Fokus pada dangkal • sikap
rendah “peripheral” tentang terhadap
produk informasi non informasi iklan
produk non produk • sikap merek
• Rincian • keinginan
dangkal membeli

Melibatkan
persepsi

Bagan 1
Eksposur terhadap komunikasi persuasif
Sumber: Peter dan Olson (2000: 198)

Dalam pendekatan jalur sentral menuju persuasi konsumen

memiliki tingkat keterlibatan yang lebih tinggi pada produk atau pesan

promosi termotivasi untuk memerhatikan informasi sentral yang


14

berkaitan dengan produk serta memahaminya dalam tingkat yang lebih

mendalam dan terinci (Peter dan Olson, 2000: 197). Sedangkan dalam

pendekatan jalur periferal menuju persuasi, konsumen dengan tingkat

keterlibatan yang rendah pada pesan produk mereka memiliki motivasi

yang kecil untuk msuk dan memahami informasi sentral produk yang

ada dalam iklan. Oleh karena itu persuasi langsung menjadi randah

karena konsumen membangun tingkat kepercayaan yang rendah

terhadap brand dan cenderung tidak akan membentuk sikap terhadap

brand maupun keinginan untuk membeli (Peter dan Olson, 2000: 198).

Rewoldt dkk. (1995: 12-13) menyatakan bahwa iklan produk

dapat digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas sebagai berikut:

1. Mempromosikan penjualan suatu brand melalui pengecer-pengecer

dengan:

a. mendapatkan pelanggan-pelanggan baru,

b. membuat pelanggan lama membeli lebih banyak lagi produk dari

pada sebelumnya.

2. Membantu penjualan suatu produk bermerek dengan memberikan

kepada konsumen nama dan alamat dari para pengecer terpilih yang

menyedikan produk tersebut.

3. Jika produk tersebut dijual dari rumah ke rumah, maka iklan produk

itu akan membantu menjual brand, dengan:

a. meratakan jalan untuk para salesman,

b. memberikan tuntunan bagi salesman untuk diikuti


15

4. Membantu mendapatkan distribusi untuk suatu produk baru, atau

mempeluas distribusi dari suatu produk lama, dengan:

a. merangsang permintaan pada toko-toko pengecer melalui iklan

konsumen, dan

b. membangkitkan minat para pengecer terhadap produk itu

melalui iklan yang ditujukan kepada mereka.

5. Mendorong para pengecer untuk mengadakan pameran, iklan dan

menjual secara aktif produk tersebut, (a) dengan mengatakan kepada

mereka melalui iklan dan kesempatan untuk meningkatkan laba

mereka melalui aktivitas-aktivitas tersebut, dan (b) dengan

menginformasikan kepada mereka rencana-rencana promosi

perusahaan dan mendorong mereka untuk menghimpun usaha-usaha

tersebut melalui promosi didalam (tie-in).

6. Memperluas penjualan suatu industri, atau untuk menangkis tren

penjualan yang buruk.

Iklan dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut, hal yang perlu

diperhatikan adalah bahwa iklan dapat ditujukan kepada (1) konsumen

akhir atau untuk pemakaian industri dan (2) para perantara yang terlibat

dalam distribusi produk tersebut. Apabila kita analisis kampanye iklan

itu dalam menentukan tujuannnya, maka kita akan mendapatkanbahwa

iklan tersebut dapat diklasifikasikan dalam 2 tipe adasar, bergantung

apda sifat daya tarik yang dipakai. Pada satu pihak adalah iklan yang

dibuat untuk mendorong permintaan primer (primay demand), yaitu


16

permintaan tipe umum (generic) dari produk tersebut. Untuk mencapai

tujuan ini, dalam iklan dipakai daya tarik primer, yaitu daya tarik yang

diharapkan dapat membangkitkan keinginan akan suatu tipe tertentu dari

produk, bukan brand tertentu. Jenis iklan yang lain adalah bertujuan

untuk merangsang permintaan yang selektif (selective demand), yaitu

permintaan terhadap brand tertentu. Iklan ini tidak ditujukan untuk

meningkatkan permintaan terhadap tipe produk, namun ditujukan ntuk

meningkatkan permintaan terhadap brand agar terjual sebanyak

mungkin. Metode yang lazim dipakai adalah menunjukkan bahwa brand

yang diiklankan akan memenuhi keinginan tertentu secara lebih efektif

dibandingkan brand-brand lainnya. Ini dicapai dengan mengemukakan

kualitas-kualitas yang unggul atau sifat-sifat yang unik dari brand yang

membuat brand ini lebih baik dalam memenuhi kebutuhan konsumen

dari pada brand-brand lainnya. Daya tarik semacam ini disebut daya

tarik selektif (selective appeals), karena bertujuan agar konsumen hanya

membeli brand yang diiklankan tersebut Rewoldt dkk. (1995: 14).

Pendekatan untuk memanfaatkan kesempatan dan merangsang

permintaan yang selektif melalui iklan, ada beberapa hal yang perlu ntuk

diperhatikan, yaitu:

1. Iklan mungkin lebih efektif jika perusahaan mengikuti trend

permintaan primer dan bukan sebaliknya.

2. Kondisi yang menentukan kesempatan perusahaan untuk

memengaruhi permintaan adalah adanya kesempatan yang luas


17

dalam mengembangkan diferensiasi produk, jika produk cukup

dapat dideferensiasi, maka besar kemungkinan iklan tersebut akan

efektif. Kondisi sebaliknya, iklan tidak banyak manfaatnya jika

terdapat kecenderungan berbagai produsen menghasilkan produk

yang sama.

3. Kondisi yang ketiga adalah peranan relatif dari kualitas yang

tersembunyi dari produk tersebut terhadap konsumen. kualitas yang

tersembunyi adalah lawan dari kualitas yang dapat dilihat dan

dinilai. Jika kualitas yang tersembunyi itu ada, maka konsumen

cenderung memercayai brand tersebut, dan iklan dapat digunakan

untuk mengasosiasikan adanay kualitas tersebut dengan brand-nya,

sebaliknya jika ciri-ciri suatu produk yang penting bagi konsumen

dapat dinilai pada waktu pembelian, maka brand tersebut cenderung

kehilangan sebagian maknanya, dan iklan tidak dibutuhkan untuk

membangkitkan asosiasi mental mengenai ciri-ciri ini.

4. Motif pembelian emosional yang kuat dapat dipakai sebagai

himbauan iklan kepada konsumen, sebaliknya, jika daya tarik yang

kuat tersebut tidak dapat dipakai secara efektif, maka kesempatan

iklan itu tidak begitu bermanfaat.

5. Apakah kegiatan perusahaan itu memberikanbanyak hal bagi iklan

dan promosi produknya untuk mencapai pasar yang hendak

dijangkau. Iklan haruslah dilaksanakan dalam skala yang cukup

besar untuk membuat kesan yang efektif terhadap pasarnya.


18

Besarnya margin sangat bergantung pada efektivitas iklan dalam

memengaruhi penilaian konsumen terhadap suatu produk. Pengaruh

iklan ini pada gilirannya bergantung pada luasnya dan pentingnya

diferensiasi produk dan pada kekuatan yang berbeda itu. Besarnya

margin yang tersedia untuk usaha penjualan yang agresif bergantung

pula pada keadaan persaingan dalam industri itu, artinya apakah

persaingan tersebut berlangsung dalam bentuk harga atau non harga.

Rewoldt dkk. (1995: 16) menyatakan bahwa iklan sebaiknya

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1. Jika penilaian menunjukkan bahwa kondisi sangat baik untuk

memengaruhi penilaian konsumen dan untuk menciptakan tindakan

pembelian yang cepat melalui iklan.

2. Jika analisis membawa pada simpulan kewira niagaan tidak penting

dalam pemasaran yang menguntungkan bagi produk ini.

3. Jika usaha promosi dealer dan metode-metode penjulan lainnya, jika

dipakai sendirian ternyata kurang memberikan harapan dalam

meningkatkan penjulan dibandingkan iklan.

Rewoldt dkk. (1995: 31-32) menyatakan ada beberapa kondisi

yang menjelaskan mengapa etalase dan pemeran interior dapat

meningkatkan penjualan eceran dari brand-brand yang bahkan paling

tanggap terhadap daya tarik iklan:

1. Efektifitas iklan yang bertujuan untuk merangsang diskriminasi

suatu brand itu ditingkatkan oleh etalase dan pemeran toko yang
19

memperkuat pesan iklan, merupakan suatu pengingat (reminderi)

akan suatu kebutuhan, dan merangsang pembelian yang segera.

2. Jika sutau produk dibeli hanya sekali-sekali (infrequentlyi), iklan

brand akan sangat bergantung pada etalase dan pameran toko untuk

membangkitkan kembali (recreate) dorongan membeli yang telah

terlelap (dormanti) untuk mengingatkannya akan suatu kebutuhan,

dan untuk mendorong tindakan yang segera.

3. Di mana sebagian besar pelanggan berbelanja untuk produk umum

(generic procut) di sebuah toko swalayan, maka pameran yang

menonjol di tempat pembelian itu dapat merangsang penjulan.

4. Kenyataan bahwa sebagian besar mereka yang mendatangi toko

swalayan tidak datang dengan membawa daftar belanjaan, maka

pameran di tempat pembelian itu dapat mengingatkan mereka apa

yang mereka butuhkan.

5. Setiap brand yang dibeli berdasarkan impuls (gerak hati seketika)

oleh sebagian pembeli akan dapat memperoleh manfaat dari

pameran di tempat pembelian.

Iklan eceran dapat meningkatkan efektivitas iklan brand secara

manufaktur, memberikan rangsangan tambahan yang mungkin

dibutuhkan untuk dapat mengubah rasa suka terhadap brand menjadi

dorongan untuk membeli. Iklan ini menambah penetrasi dari pesan

dalam suatu pasar lokal dan menjadi pengingat (reminder) akan suatu

kebutuhan Rewoldt dkk. (1995: 32).


20

Jadi dalam iklan yang efektif harus terdapat strategi pendekatan

tertentu agar komunikasi yang disampaikan sesuai sasaran, untuk

mencapai eksekusi, yakni mampu menciptakan penjualan dan

memelihara loyalitas komsumen. Pendekatan tersebut harus memiliki

nilai persuasi, yaitu yaitu perubahan atas kepercayan, sikap, dan

keinginan berperilaku yang disebabkan oleh suatu komunikasi promosi

3. Tagline

a. Definisi Tagline

Tagline merupakan bagian dari iklan yang bertujuan agan

iklan tersebut mudah diingat oleh konsumen. Tagline dalam suatu

iklan memegang peranan penting. Menurut Nuradi dkk. (1996: 56)

tagline adalah kalimat singkat sebagai penutup teks inti yang

menyimpulkan secara singkat tujuan komunikasi suatu iklan.

Tagline ini merupakan suatu ungkapan pendek berisi pesan yang

padat dan mudah diingat. Tagline ini bisa disamakan dengan slogan,

atau jargon dalam iklan. Penggunaan tagline ini adalah untuk

memperkuat kemampuan iklan dalam mengeksekusi (mencapai

sasarannya) yaitu memengaruhi konsumen untuk menggunakan

produk yang diiklankan.

Tagline dapat digunakan untuk membantu

mengomunikasikan titik pembeda dari pesaing. (Susanto dan

Wijanarko. 2004: 86). Tagline ini bisa berubah sesuai dengan


21

perubahan situasi dan kondisi, maupun sebagai strategi agar

konsumen tidak bosan (Mix, September 2006: 58). Pengenalan

Tagline baru biasanya dilakukan melalui program above the line

(ATL) berupa penayangan iklan diberbagai media massa cetak dan

elektronik. Seperti yang dilakukan oleh Coca-Cola dari Tagline

sebelumnya yaitu Kapan Saja dan Dimana Saja Coca-Cola, diganti

dengan Tagline Positif dan Semangat di Hidup Ala Coca-Cola. Hal

ini merupakan kebijakan lokal perusahaan Coca-Cola Indonesia

dalam mengingatkan kembali (reminding) terhadap Coca-Cola

sebagai minuman karbonasi yang paling menyegarkan. Perubahan

tersebut juga dimaksudkan supaya konsumen tidak merasa bosan

(boring) terhadap tagline Coca-Cola sebelumnya (Mix, September

2006: 58). Bahkan untuk kini Coca-Cola mengganti Tagline-nya

menjadi positif dan gembira di hidup ala Coca-Cola.

Definisi-definisi di atas dapat ditarik simpulan bahwa tagline

adalah bagian dari iklan yang biasa digunakan sebagai penutup

pesan agar konsumen mudah mengingat isi pesan iklan dan

mempunyai daya pembeda dari iklan-iklan pesaingnya.

b. Tagline yang Efektif

Tagline yang efektif adalah yang mampu meningkatkan

Brand Awareness, sesuai dengan tujuan iklan untuk mengenalkan

atau meningkatkan pengetahuan konsumen tentang brand yang


22

diiklankan tersebut. Iklan mrupakan bagian dari strategi pemasaran

yang harus dinamis. Ia harus mampu memupuk loyalitas konsumen

terhadap brand tersebut, sehingga ia bisa mempertahankan atau

bahkan meningkatkan eksistensi brand tersebut. Mengingat

persaingan dengan produk lain yang sejenis maupun dengan produk

substitusinya merupakan suatu keniscayaan dalam dunia

bisnis/perdagangan.

Iklan yang efektif mampu memengaruhi afeksi dan kognisi

serta perilaku konsumen, dengan iklan konsumen mengenal produk.

Kampanye iklan yang intensif dan berkelanjutan ditujukan untuk

membangun awareness konsumen.

Jadi tagline yang efektif adalah tagline yang mampu

meningkatkan Brand Awareness, sesuai dengan tujuan iklan untuk

mengenalkan atau meningkatkan pengetahuan konsumen tentang

brand yang diiklankan tersebut, serta mampu memengaruhi afeksi

dan kognisi serta perilaku konsumen.

B. Brand

1. Definisi Brand

Brand adalah nama, istilah, tanda simbol, rancangan atau

kombinasi hal-hal tersebut untuk mengidentifikasi barang atau jasa


23

seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakan dari produk

pesaing. Lebih jauh brand merupakan nilai yang dapat dilihat (tangible)

dan nilai yang tidak dapat dilihat (intangible) yang terwakili dalam sebuah

merek dagang (trade mark) yang mampu menciptakan nilai dan pengaruh

tersendiri di pasar bila dikelola secara tepat (Durianto dkk., 2004: 2).

Brand adalah nama, tanda, simbol, desain, atau kombinasi hal-hal tersebut,

yang ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendiferensiasi (membedakan)

barang atau layanan suatu penjual dari barang dan layanan penjual lain

(Kotler, 2000 dalam Simamora, 2003: 3). Brand juga bisa berarti entitas

pendidentifikasi yang memberikan jaminan atau janji nilai tertentu

(Nicole, 2001 dalam Siamora 2003: 3).

Brand adalah nama atau simbol yang diasosiasikan dengan produk

atau jasa dan mampu menimbulkan makna psikologis atau asosiasi

(Susanto dan Wijanarko. 2004: 4). Brand inilah yang membedakan antara

produk dan brand. Produk merupakan sesuatu yang dihasilkan di pabrik,

namun yang sesungguhnya dibeli oleh konsumen adalah brand-nya. Brand

bukan merupakan sesuatu yang tercetak dalam produk atau kemasannya,

tetapi termasuk apa yang ada dalam benak konsumen dan bagaimana

konsumen mengasosiasikannya. (Susanto dan Wijanarko. 2004: 6).

Pendapat lain menyatakan bahwa brand adalah nama dan atau simbol yang

bersifat membedakan (seperti logo, cap atau kemasan) untuk

mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok


24

tertentu, serta untuk membedakannya dari barang atau jasa yang dihasilkan

pesaing (Aaker, 1991 dalam Susanto dan Wijanarko. 2004: 6).

Pendapat-pendapat di atas mengandung pengertian bahwa brand

adalah suatu identitas yang membedakan suatu produk dengan para

pesaing, brand juga mengandung suatu nilai dan jaminan atau janji dari

suatu produsen kepada konsumen.

2. Manfaat Brand

Brand dalam dunia perdagangan sangat penting, karena brand

bermanfaat bagi pembeli, perantara, produsen maupun publik lain (Kotler,

2000 dalam Simamora, 2003: 3). Bagi pembeli, brand bermanfaat untuk

menunjukkan mutu dan membantu memberi perhatian terhadap-produk-

produk baru yang meungkin bermanfaat bagi mereka.

Bagi masyarakat, brand bermanfaat dalam tiga hal. Pertama,

pemberian brand memungkinkan mutu produk lebih terjamin dan lebih

konsisten. Kedua, meningkatkan efesiensi pembeli karena brand dapat

memberikan informasi mengenai produk dan dimana konsumen bisa

membelinya. Ketiga, meningkatkan inovasi-inovasi produk baru, karena

produsen terdorong menciptakan keunikan-keunikan baru guna

meningkatkan daya saing. Lain (Kotler, 2000 dalam Simamora, 2003: 3).

Bagi penjual brand bermanfaat dalam empat hal. Pertama,

memudahkan penjual mengolah pesanan dan menelusuri masalah-masalah


25

yang timbul. Kedua, memberikan perlindingan hukum terhadap

keistimewaan atau ciri khas produk. Ketiga memungkinkan untuk

mendapatkan sekelompok pembeli yang setia dan menguntungkan.

Keempat membantu penjual melakukan segmentasi pasar lain (Kotler,

2000 dalam Siamora, 2003: 3).

Davis (dalam Siamora, 2003: 49-51) berpendapat bahwa brand

yang kuat memperoleh manfaat-manfaat berikut:

1. Loyalitas yang memungkinkan terjadinya transaksi berulang. Misalnya

anda loyal terhadap teh botol sosro, transaksi anda akan berulang, anda

tidak hanya sekali membeli produk tersebut. Keuntungan perusahaan

diperoleh bukan dari sekali transaksi.

2. Brand yang kuat memungkinkan perusahaan menetapkan harga yang

lebih tinggi (premium), yang berarti margin yang lebih tinggi bagi

perusahaan.

3. Brand yang kuat memberikan kredibilitas pada produk lain yang

menggunakan brand tersebut.

4. Brand yang kuat memberikan return yang lebih tinggi.

5. Brand yang kuat memungkinkan diferensiasi relatif dengan pesaing

yang jelas, bernilai dan berkesinambungan.

6. Brand yang kuat memungkinkan fokus internal yang jelas, artinya

dengan brand yang kuat, para karyawan mengerti untuk apa brand ada

dan apa yang perlu mereka lakukan untuk mengusung brand itu.
26

7. Semakin kuat brand, dimana loyalitas semakin tinggi, maka konsumen

akan lebih toleran terhadap kesalahan produk atau perusahaan.

8. Brand yang kuat menjadi faktor yang menarik karyawan-karyawan

berkualitas, sekaligus mempertahankan karyawan-karyawan (yang

puas).

9. Brand yang kuat menarik konsumen untuk hanya menggunakan faktor

brand dalam pengambilan keputusan pembelian.

Brand mengandung janji perusahaan untuk secara konsisten

memberikan ciri, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Durianto dkk.

(2004: 2-3) menyatakan bahwa brand lebih dari sekedar jaminan kualitas

karena di dalamnya tercakup enam pengertian, yaitu:

1. Atribut produk, seperti halnya kualitas, gengsi, nilai jual kembali,

desain dan lain-lain.

2. Manfaat, meskipun suatu brand memiliki sejumlah atribut, konsumen

sebenarnya membeli manfat dari produk tersebut. Dalam hal ini atribut

brand diperlukan untuk diterjemahkan menjadi manfaat fungsional

maupun manfaat emosional.

3. Nilai, brand juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen.

4. Budaya, brand juga mencerminkan budaya tertentu.

5. Kepribadian, brand juga mencerminkan kepribadian tertentu. Sering

kali produk tertentu menggunakan kepribadian orang yang terkenal

untuk mendongkrak maupun menopang brand produknya.


27

6. Pemakai, brand menunjukkan jenis konumen yang membeli atau

menggunakan produk tersebut.

Pendapat para ahli di atas bisa disimpulkan bahwa brand memiliki

sejumlah manfaat, antara lain pemberian brand memungkinkan mutu

produk lebih terjamin dan lebih konsisten, meningkatkan efesiensi pembeli

karena brand dapat memberikan informasi mengenai produk dan dimana

konsumen bisa membelinya, meningkatkan inovasi-inovasi produk baru,

karena produsen terdorong menciptakan keunikan-keunikan baru guna

meningkatkan daya saing.

3. Definisi Brand Awareness

Peter dan Olson (2000: 190) menyatakan bahwa Brand Awareness

adalah sebuah tujuan umum komunikasi untuk semua strategi promosi.

Dengan menciptakan brand awareness, pemasar berharap bahwa

kapanpun kebutuhan kategori muncul, brand tersebut akan dimunculkan

kembali dari ingatan yang selanjutnya dijadikan pertimbangan berbagai

alternatif dalam pengambilan keputusan.

Peter dan Olson (2000: 190) menyatakan tingkat brand awareness

dapat diukur dengan meminta konsumen menyebutkan nama brand yang

mana yang dianggap akrab oleh konsumen. Apakah pengingatan ulang

atau brand awareness sudah memadai tergantung pada di mana dan kapan

suatu keputusan pembelian dilakukan. Strategi brand awareness yang


28

tepat tergantung pada seberapa terkenal brand tersebut. Kadang kala

tujuan promosi adalah untuk memelihara tingkat brand awareness yang

sudah tinggi.

Brand awareness (kesadaran merek) menggambarkan keberadaan

brand dalam benak konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam

beberapa kategori (Durianto dkk., 2004: 6). Brand yang kuat dicerminkan

oleh brand awareness yang tinggi dan asosiasi merek (brand association)

yang kuat dan positif (Temporal, 2000 dalam Siamora, 2003: 36). Aaker

1996 (dalam Siamora 2003: 36) menambahkan bahwa selain kedua faktor

tersebut brand yang kuat juga memiliki persepsi kualitas (perceived

quality) dan loyalitas konsumen (consumer loyality) yang tinggi.

Definisi-definisi para ahli mengenai brand awareness dapat ditarik

simpulan bahwa brand awareness merupakan tujuan umum komunikasi

pemasaran, adanya brand awareness yang tinggi diharapkan kapanpun

kebutuhan kategori muncul, brand tersebut akan dimunculkan kembali

dari ingatan yang selanjutnya dijadikan pertimbangan berbagai alternatif

dalam pengambilan keputusan. Brand awareness menunjukkan

pengetahuan konsumen terhadap eksistensi suatu brand.

4. Tingkatan Brand Awareness

Brand Awareness memiliki beberapa tingkatan dari tingkatan yang

paling rendah (tidak menyadari brand) sampai tingkatan yang paling


29

tinggi yaitu Top of Mind, yang bisa digambarkan dalam sebuah piramida.

Piramida brand awareness dari rendah sampai tingkat tertinggi adalah

sebagai berikut:

Top of Mind

Brand Recall

Brand recognition

Unware of Brand

Bagan 3: Piramida Brand Awareness


Sumber: David A. Aaker (1997: 97 dalam Durianto dkk., 2004: 7) Manajemen
Ekuitas Merek: Memanfaatkan Nilai dari Suatu Merek

1. Unware of Brand (tidak menyadari brand) adalah tingkat paling

rendah dalam piramida brand awareness di mana konsumen tidak

menyadari adanya suatu brand.

2. Brand Recognition (pengenalan brand) adalah tingkat minimal brand

awareness, di mana pengenalan suatu brand muncul lagi setelah

dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall).

3. Brand Recall (pengingatan kembali brand) adalah pengingatan

kembali brand tanpa bantuan (unaided recall).

4. Top of Mind (puncak pikiran) adalah brand yang disebutkan pertama

kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak
30

konsumen, atau brand tersebut merupakan brand utama dari berbagai

brand yang ada dalam benak konsumen (Durianto dkk., 2004: 6-7).

Berdasarkan penjelasan di atas adanya tingkatan-tingkatan dalam

brand awareness menunjukan adanya perbedaan tingkat kesadaran yang

berbeda-beda pada masing-masing individu.

5. Peran Brand Awareness

Peran brand awareness dalam membantu brand dapat dipahami

dengan mengkaji bagaimana brand awareness dapat menciptkan suatu

nilai. Berikut ini adalah bagan mengenai peranan brand awareness:

Brand Awareness menjadi


sumber asoasiasi lain

Familier atau rasa suka


Brand Awareness
(Kesadaran Merek)
Substansi atau komitmen

Mempertimbangkan merek

Bagan 4: Nilai-nilai kesadaran merek


Sumber: Durianto dkk., (2004: 7) Brand Equity Ten: Strategi Memimpin
Pasar
31

Penjelasan dari keempat nilai tersebut adalah sebagai berikut:

1. Brand Awareness menjadi sumber asoasiasi lain

Suatu brand yang kesadarannya tinggi akan membantu

asosiasi-asosiasi melekat pada brand tersebut karena daya jelajah

brand tersebut akan menjadi sangat tinggi dalam benak konsumen.

Kondisi ini menunjukkan bahwa suatu brand yang awareness-nya

tinggi mampu menimbulkan asosiasi positif untuk produk lainnya.

misalnya dalam tagline iklan sabun Lifebouy, Unilever menyatakan

bahwa Lifebouy dengan puralin cara sehat untuk mandi (Siamora,

2003: 33). Produk Unilever yang telah terpercaya memiliki

kemungkinan yang lebih besar untuk lebih sukses ketika

meluncurkan produk baru, misalnya ketika meluncurkan shampoo

Lifebuoy karena konsumen telah percaya dengan kualitas produk

Unilever.

2. Familier atau rasa suka

Jika brand awareness kita sangat tinggi, konsumen akan

sangat akrab dengan brand kita, dan lama-kelamaan akan

menimbulkan rasa suka ang tinggi terhadap brand kita. Konsumen

terbiasa dengan Indomie, produk dari Indofood. Karena telah

terbiasa mengonsumsi Indomie maka menimbulkan rasa suka

terhada brand tersebut.


32

3. Substansi/komitmen

Brand awareness dapat menandakan keberadaan, komitmen,

dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi jika

kesadaran atas brand tinggi, kehadiran brand itu selalu dapat kita

rasakan, sebab sebuah brand dengan brand awareness tinggi

biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Diiklankan secara luas, sehingga diketahui secara luas oleh

masyarakat.

b. Eksistensi yang sudah teruji oleh waktu, keberadaan brand yang

telah berlangsung lama menunjukkan bahwa brand tersebut

mampu memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen.

c. Jangkauan distribusi yang luas, sehingga memudahkan

konsumen untuk mendapatkan produk tersebut.

d. Brand tersebut dikelola dengan baik.

4. Mempertimbangkan brand

Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah

menyeleksi brand-brand yang dikenal dalam suatu kelompok untuk

dipertimbangkan dan diputuskan brand mana yang akan dbeli.

Brand dengan top of mind tinggi mempunyai nilai pertimbangan

yang tinggi. Jika suatu brand tidak tersimpan dalam ingatan, brand

tersebut tidak akan dipertimbangkan dalam keputusan pembelian.

Basanya brand-brand yang disimpan dalam benak konsumen adalah

brand-brand yang disukai dan dibenci (Durianto dkk., 2004: 8-9).


33

Peran brand awareness dalam ekuitas brand (nilai brand)

tergantung pada tingkat pencapaian kesadaran dalam benak konsumen.

Durianto dkk. (2004: 30) menyatakan bahwa brand awareness dapat

dibangun dan diperbaiki melalui cara-cara berikut:

1. Pesan yang disampaikan oleh suatu brand harus mudah diingat oleh

konsumen.

2. Pesan yang disampaikan harus berbeda dengan produk lainnya serta

harus ada hubungan antara brand dengan kategori produknya.

3. Memakai tagline atau slogan maupun jingle lagu yang menarik

sehingga membantu konsumen mengingat brand.

4. Jika suatu brand memiliki simbol, hendaknya simbol tersebut dapat

dihubungkan dengan brand-nya.

5. Perluasan nama brand dapat dipakai agar brand semakin diingat

konsumen.

6. Brand awareness dapat dperkuat dengan memakai suatu isyarat

yang sesuai dengan kategori produk, brand, maupunkeduanya.

7. Melakukan pengulangan untuk meningkatkan pengingatan, karena

membentuk ingatan adalah lebih sulit dibanding membentuk

pengenalan.

Jadi bisa disimpulkan bahwa brand awareness memiliki 4

peranan utama yaitu: menjadi sumber asosiasi lain, menimbulkan rasa

suka atau familier, sumber komitmen terhadap brand, menjadi bahan

pertimbangan untuk menggunakan brand.


34

6. Proses Terjadinya Brand Awareness

Brand Awareness terjadi karena adanya pengetahuan konsumen

akan brand. Proses terjadinya brand awareness konsumen pertama kali

terbentuk iklan. Pendapat tersebut menunjukkan betapa pentingnya iklan

dalam membangun awareness konsumen terhadap suatu brand.

Penggarapan iklan memang membutuhkan perencanaan dan

pertimbangan yang matang, karena jika salah langkah, bisa-bisa produk

yang diiklankan gagal dipasaran.

Brand Awareness tercipta melalui pembangunan brand, dengan

mengikuti model F.R.E.D. (Familiarity, Relevance, Esteem, dan

Differentation). Bagian paling penting dalam konsep F.R.E.D. adalah

membuat para konsumen akrab dengan produk dan jasa dari brand yang

ditawarkan. Konsep ini menunjukkan pentingnya suatu brand untuk

menjadi familer dengan konsumennya, memiliki relevan dengan

kehidupan konsumen, menghargai pelanggan dan memiliki perbedaan

dengan pesaing dengan menyediakan kualita yang lebih baik, nilai dan

yang paling penting customer service. Konsep F.R.E.D. ini harus

mampu menjawab 3 pertanyaan dalam kampanye iklannya, yaitu:

1. Apa cara-cara terbaik untuk membangun citra brand spesifik?

2. Bagaimana anggaran pemasaran diarahkan untuk mengoptimalkan

ekuitas brand?

3. Apakah manfaat khusus untuk dikomunikasikan kepada target

konsumen (Steward, 2004: 13-15).


35

Selain F.R.E.D. terdapat pula konsep D.R.E.A.M. Yaitu

(Differentiation, Relevance, Esteem, Awarenss, Mind’s Eye). Konsep ini

menyatakan bahwa Differentiation (perbedaan) harus merupakan

langkah pertama jika suatu brand ingin menembus kekusutan pasar dan

memempati suatu posisi khusus dalam benak konsumen. Brand harus

Relevance (relevan) dan Esteem (menghargai) konsumen, dalam konsep

ini familiaritas diganti dengan awareness karena awareness (kesadaran)

dibantu atau tidak dibantu sebagai salah satu kekuatan ekuitas brand.

Atribut-atribut tersebut sebaik persepsi konsumen dan menunjukkan

bagaimana atribibut-atribut brand diposisikan dalam apa yang kitas

sebut pikiran konsumen (Mind’s Eye). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa bila suatu organisasi mendiferensiasikan secara berarti produk

dan jasa-jasa dari brand yang dimilikinya, public relations dan

dukungan pihak ketiga lainnya dapat merupakan alat-alat yang kuat

untuk membangun brand-brand sejati. Metode-metode ini tidak hanya

lebih murah daripada media peiklanan, tetapi juga membangun tingkat

kredibilitas brand yang lebih tinggi (Steward, 2004: 15-17).

Brand awareness menggambarkn kesanggupan seorang calon

pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu brand sebagai

bagian dari suatu kategori produk tertentu. Pada umumnya konsumen

konsumen cenerung membeli produk dengan brand yang sudah

dikenalnya atas dasar petimbangan kenyamanan, keamanan dan lain-

lain. Bagaimnapun juga, brand yang sudah kita kenal menghindarkan


36

kita dari resiko pemakaian dengan asumsi bahwa brand yang sudah

dikenal dapat diandalkan (Durianto dkk., 2004: 29).

Meningkatkan kesadaran adalah suatu mekanisme untuk

memperluas pasar brand, kesadaran juga akan memengaruhi persepsi

dan tingkah aku. (Durianto dkk., 2004: 6). Jadi brand awareness

merupakan suatu proses yang melibatkan persepsi dan tingkah laku.

Thoha (1986:138) menyatakan bahwa pada hakikatnya persepsi

merupakan proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam

memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan,

pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Persepsi

merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan yang

diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

(Rahmat, 2004:51).

Persepsi merupakan proses kognitif, dimana seseorang individu

memberikan arti kepada lingkungan. Mengingat bahwa masing-masing

orang memberi artinya sendiri terhadap stimulus, maka dapat dikatakan

bahwa individu-individu yang berbeda “melihat” hal sama dengan cara-

cara yang berbeda (Winardi, 2004: 2030-204). Hal yang sama

dikemukakan Robbins (2001:89) mengemukakan mengenai persepsi

adalah suatu proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan

menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada

lingkungan mereka.
37

Persepsi merupakan proses yang bersifat individual, jadi

meskipun stimulusnya sama, tetapi karena perbedaan pengalaman,

kemampuan berfikir, kerangka acuan, sehingga hasil persepsi antara

individu satu dengan yang lain tidak sama. Keadaan tersebut

memberikan sedikit gambaran bahwa persepsi itu memang berbeda-beda

pada setiap orang sehingga dalam persepsi terdapat beberapa faktor yang

memengaruhi dalam persepsi.

Irwanto (1998: 55) menyatakan bahwa persepsi merupakan

proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala

maupun peristiwa) sampai rangsang itu disadari dan dimengerti.

Menurut Walgito (2002: 69) persepsi adalah suatu peristiwa yang

didahului oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus

oleh individu melalui alat indra. Walgito (2003: 45) juga menyatakan

bahwa persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh

pendindraan, pengindraan adalah merupakan suatu proses diterimanya

stimulus oleh individu melalui alat indra. Namun proses tersebut tidak

berhenti begitu saja, pada umumnya stimulus tersebut diteruskan oleh

syaraf ke pusat susunan syaraf (otak) dan proses selanjutnya proses

persepsi yang terjadi di otak. Proses pengindraan terjadi setiap individu

meneriman stimulus yang mengenai dirinya melalui alat indra. Stimulus

yang mengenai individu itu kemudian diorganisasikan dan

diinterpretasikan sehingga individu menyadari apa yang diindranya itu,

proses inilah yang dimaksud persepsi.


38

Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan

adanya perhatian yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu

persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan

pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang diajukan

kepada sesuatu atau sekumpulan objek.

Persepsi merupakan proses yang bersifat individual, jadi

meskipun stimulusnya sama, tetapi karena perbedaan pengalaman,

kemampuan berfikir, kerangka acuan, sehingga hasil persepsi antara

individu satu dengan yang lain tidak sama. Keadaan tersebut

memberikan sedikit gambaran bahwa persepsi itu memang berbeda-beda

pada setiap orang sehingga dalam persepsi terdapat beberapa faktor yang

memengaruhi dalam persepsi.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa brand

awareness merupakan hasil kampanye iklan melalui proses yang

melibatkan persepsi dan tingkah laku.

7. Iklan dan Nilai-Nilai Budaya Konsumen

Iklan merupakan sarana untuk mengomunikasikan suatu produk.

Produk mempunyai fungsi, bentuk, dan arti. Ketika konsumen membeli

suatu produk, mereka berharap produk tersebut menjalankan suatu fungsi

Produk yang berhasil harus pula memenuhi harapan mengenai norma

Produk mungkin memberikan simbol makna di dalam suatu masyarakat

(Engel, dkk. 2004: 65).


39

Budaya memengaruhi struktur konsumsi, budaya memengaruhi

bagaimana individu mengambil keputusan, budaya adalah variabel utama

dalam penciptaan dan komunikasi makna dalam produk. Struktur

masyarakat dan etnis menentukan sebagian dari apa yang dibeli dan

digunakan oleh konsumen individual (Engel, dkk. 2004: 66).

Budaya bersama dengan unsur budaya lain dari lingkungan

memberi dampak pada semua tahap pengambilan keputusan konsumen.

Selama proses pembelian, jumlah negosiasi harga yang diharapkan oleh

penjual maupun pembeli ditentutkan secara budaya. Hampir semua elemen

strategi pemasaran akan dipengaruhi oleh harapan budaya, yang sebagian

menjadi peraturan sukarela, jadi budaya menjadi determinan utama dari

bagaimana keputusan konsumen dibuat Budaya memberikan makna pada

barang dan jasa, suatu iklan bisa memberikan makna simbolik dari produk

dalam konteks pemakaiannya. (Engel, dkk. 2004: 67-68).

Nilai-nilai budaya membantu menjelaskan perilaku konsumen

dalam beberapa cara, nilai-nilai itu kerap digabungkan dalam iklan

bersama dengan manfaat produk. Nilai-nilai mendefinisikan bagaimana

produk digunakan dalam masyarakat (Engel, dkk. 2004: 74).

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilia

budaya yang berlaku dalam masyarakat dapat digunakan untuk

menjelaskan perilaku konsumen, oleh karena itu suatu iklan sebaiknya

menawarkan sesuatu yang memiliki nilai bagi konsumennya.


40

C. Hubungan antara Tagline dengan Brand Awareness

Agar lebih jelas mengenai hubungan antara tagline dengan brand

awareness digambarkan dalam bagan sebagai berikut:

Iklan yang Persuasi Iklan yang Brand


memiliki Iklan efektif Awareness
tagline

• Mudah Konsumen Keputusan


diingat Pembelian
• Unik
• Sering

Persepsi Mindset
konsumen Konsumen

Bagan 6
Pengaruh Iklan terhadap Konsumen

Iklan terdiri dari iklan yang memiliki tagline dan iklan yang tidak

memiliki tagline. Iklan merupakan komunikasi antara produsen dengan

konsumen, dalam menyampaikan komunikasi tersebut iklan memerlukan

suatu pendekatan yang dikenal dengan persuasi iklan yang bertujuan agar

iklan itu dapat menciptakan brand awareness yang pada akhirnya

meningkatkan keputusan pembelian terhadap brand yang diiklankan. Brand

awareness ini erat kaitannya dengan mindset (pola pikir), dimana mindset
41

tersebut tersebut melibatkan proses persepsi. Dimana persepsi yang menarik

memiliki karakteristik mudah diingat, unik, dan sering muncul.

Iklan yang baik mampu memengaruhi konsumen, sehingga timbul

brand awareness dalam benak konsumen. bagaimana pengaruh frekuensi

dan durasi menonton terhadap barand awareness. hal ini penting karena

brand awareness ini berpengaruh terhadap mindset konsumen, sehingga

diharapkan mampu memengaruhi perilaku pembelian. Pengetahuan

konsumen akan brand akan dijadikan acuan perilaku konsumen dalam

malakukan keputusan pembelian. Brand Awreness menjadi sumber referensi

dalam menentukan mana produk yang disukai dan dikonsumsi.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian kuantitatif deskriptif. Penelitian ini menekankan padan deskripti

fenomena. Nazir (2003: 54) berpendapat bahwa metode kuantitatif deskriptif

adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu

subjek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, maupun suatu kelas

peristiwa pada masa sekarang. Secara harfiah metode kuantitatif deskriptif

adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai sitauasi atau

kejadian, sehingga metode ini berkehendak untuk mengadakan dasar data

semata. Penelitian deskriptif merupakan suatu penelitian yang banyak

dipergunakan dan dikembangkan dalam penelitian-penelitian ilmu sosial

(Soedjono dan Abdurrahman, 2005: 19). Penelitian kuantitatif deskriptif pada

dasarnya bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu

individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan

frekuensi adanya hubungan tertentu antar suatu gejala dengan gejala lain

dalam masyarakat.

Nazir (1988: 72) berpendapat bahwa ada beberapa kriteria penelitian

kuantitatif deskriptif, yaitu:

42
43

1. Kriteria Umum:
a. Masalah yang dirumuskan harus patut, ada nilai ilmiah, serta tidak
terlalu luas.
b. Tujuan penelitian harus dinyatakan dengan tegas dan tidak terlalu
umum.
c. Data yang digunakan luas, fakta-fakta terpercaya dan bukan
merupakan opini.
d. Standar yang digunakan untuk membuat perbandingan harus memiliki
validitas.
e. Harus ada deskripsi yang terang tentang tempat serta waktu penelitian
dilaksanakan.
f. Hasil penelitian harus berisi secara detail metode yang digunakan,
baik dalam mengumpulkan data maupun dalam menganalisis serta
studi kepustakaan yang dilakukan.
2. Kriteria Khusus
a. Prinsip-prinsip maupun data yang digunakan dinyatakan dalam nilai
(value).
b. Fakta-fakta maupun prinsip-prinsip yang digunakan adalah mengenai
masalah status.
c. Sifat penelitian bersifat ex post facto, karena itu tidak ada kontrol
terhadap variabel dan pneliti tidak mengadakan pengaturan maupun
manipulasi terhadap variabel.

Penelitian ini bersifat eksploratif dan ex post facto dan berusaha

mengungkap keadaan sebenarnya. Penelitian kuantitatif deskriptif di

menggunakan metode Brand Recall, yaitu menggali kesadaran dari

pengenalan konsumen mengenai merek (Nuradi, 1996: 8). Menurut Widjaja

(1996: 8) Brand Recall adalah ukuran tak langsung dari efektivitas sebuah

iklan menentukan seberapa banyak orang dapat mengidentifikasi sebuah

iklan.

Penelitian ini mensyaratkan subjek penelitian memiliki

frekuensi/lama menonton televeisi (durasi) yakni minimal 3 jam per hari

agar dipandang memiliki brand awareness yang memadai. Intensitas dilihat

berdasarkan durasi menonton televisi yang dibedakan berdasarkan lamanya

menonton televisi dalam sehari, yaitu: 0-1 jam, 1-2 jam, 3-4 jam, 5-6 jam,
44

dan lebih dari 6 jam. Untuk melengkapi data mengenai hal tersebut, peneliti

telah mengadakan pengamatan terhadap brand-brand yang dijadikan objek

penelitian dengan hasil sebagai berikut; untuk rokok iklannya tayang di TV

mulai pukul 21.00 WIB sampai subuh, A Mild rata-rata muncul 5 kali dalam

semalam, Sampoerna Hijau muncul 6 kali dalam semalam. Untuk produk

minuman teh dan minuman bersoda tidak dibatasi jam penayangannya.

Berdasarkan pengamatan peneliti iklan Teh Botol Sosro muncul 6 kali

dalam sehari, iklan Frestea muncul 4 kali dalah sehari, iklan Coca-Cola

muncul 5 kali dalam sehari, dan Fanta Apel muncul 4 kali dalam sehari.

Pengamatan peneliti lakukan mulai dari tanggal 1 – 15 Juni 2007 pada

berbagai stasiun televisi swasta nasional. Dalam Penelitian ini peneliti

berusaha untuk membandingkan efektifitas tagline dalam meningkatkan

Brand Awareness pada Iklan TV Produk Rokok {(Rokok A Mild (dengan

Tagline-nya Tanya Kenapa?) dengan Rokok Sampoerna Hijau dengan

(Tagline-nya Nggak Ada Loe Nggak Rame)}, Minuman Teh {(Teh Botol

Sosro (dengan Tagline-nya Ahlinya Teh) dengan Frestea (dengan Tagline-

nya Sehat dan Enak)}, dan Minuman Bersoda {(Coca-Cola (dengan

Tagline-nya Positif dan Semangat di Hidup Ala Coca-Cola) dengan Fanta

Apel (dengan Tagline-nya Cerianya Berasa Banget)}.

B. Variabel Penelitian

1. Identifikasi Variabel

Azwar (2003: 59) mengungkapkan bahwa variabel adalah suatu

konsep meneganai atribut maupun sifat yang ada pada subjek penelitian
45

(beraneka ragam baik secara kualitatif maupun kuantitatif). Dalam

penelitian deskriptif kuantitatif ini membandingkan data mengenai brand

awareness dari kategori produk yang sama, yang menjadi acuan utama

adalah kategori brand awareness top of mind, karena untuk menghindari

terjadinya bias, sehingga data yang dipakai adalah data yang

mencerminkan kemampuan subjek dalam menjawab tanpa mendapatkan

bantuan dalam menjawab, sedangkan brand awareness dari kategori yang

lain digunakan sebagai pelengkap.

2. Definisi Operasional

a. Brand awareness adalah tujuan umum komunikasi pemasaran yang

menunjukkan pengetahuan konsumen terhadap eksistensi suatu brand,

adanya brand awareness yang tinggi diharapkan kapanpun kebutuhan

kategori muncul, brand tersebut akan dimunculkan kembali dari

ingatan yang selanjutnya dijadikan pertimbangan berbagai alternatif

dalam pengambilan keputusan. Dalam penelitian ini brand awareness

diukur menggunakan angket Brand Awareness Measurement, yang

terbagi dalam 4 tingkatan brand (Top of Mind, Brand Recall, Brand

Recognition, Unware of Brand) yang meliputi: brand name, jenis

produk, warna kemasan, keterangan pada kemasan, variasi dan isi

kemasan, produsen produk.

b. Tagline adalah slogan/jargon yang merupakan bagian dari iklan yang

biasa digunakan sebagai penutup pesan agar konsumen mudah


46

mengingat isi pesan iklan dan mempunyai daya pembeda dari iklan-

iklan pesaingnya.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah sejumlah individu yang dikenai generaliasi hasil

penelitian. Dalam penelitian ini populasinya adalah unlimited

population. Penentuan populasi yaitu minimal memiliki satu

karakteristik yang sama. Dalam penelitian ini karakteristit tersebut

adalah (1) minimal menonton televisi selama 3 jam sehari, (2) pernah

melihat iklan produk yang dijadikan objek penelitian minimal 5 kali, dan

(1) mampu menceritakan salah satu versi iklan dari brand-brand yang

menjadi objek penelitian.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari anggota populasi yang hendak

diteliti, yang ciri keberadaannya diharapkan mampu mewakili atau

menggambarkan ciri-ciri keberadaan populasi yang sebenarnya

(Sugiarto, 2003: 4). Sampel merupakan bagian dari populasi yang

dikenai penelitian secara langsung. Pengambilan sampel dalam

penelitian ini dilakukan dengan menggunakan purposive, dalam teknik

pengambilan sampel ini pemilihan sekelompok subjek didasarkan

padaciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang memiliki keterkaitan


47

yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi. Sampel yang diteliti

dikaji perbandingan frekuensi menonton iklan televisi dengan dengan

tingkat Brand Awareness nya, jika frekuensinya tinggi dan Brand

Awareness nya tinggi maka Tagline iklan tersebut efektif, demikian

sebaliknya jika frekuensi menonton iklan televisi tinggi dan Brand

Awareness nya rendah maka Tagline iklan tersebut rendah.

D. Metode Pengumpulan Data

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner/angket dan wawancara. Angket yang akan digunakan bertujuan

untuk mengungkap indikator-idikator mengenai Brand Awareness kemudian

dari indikator tersebut digunakan untuk menentukan Efektivitas Tagline

dalam Meningkatkan Brand Awareness. Arikunto (2002: 128) berpendapat

bahwa kuesioner/angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan

untuk memperoleh informasi dari responden berupa laporan tentang

pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya. Metode Brand Recall, yaitu

menggali kesadaran dari pengenalan konsumen mengenai merek (Nuradi,

1996: 8). Menurut Widjaja (1996: 8) Brand Recall adalah ukuran tak

langsung dari efektivitas sebuah iklan menentukan seberapa banyak orang

dapat mengidentifikasi sebuah iklan. Operasionalisasi metode Brand Recall

yaitu responden diberikan tagline masing-maing iklan, kemudian dari

tagline tersebut responden diminta untuk mengisi angket yang berisi hal-hal

yang ingin diungkap dari iklan tersebut. Metode Brand Recall berusaha
48

mengungkap hal-hal yang diketahui oleh konsumen mengenai suatu Brand,

meskipun demikian metode ini bukan merupakan jenis penelitian

eksperimental karena tidak memberikan perlakuan tertentu dan

membandingkan antara kelompok yang diberi perlakuan dengan kelompok

kontrol. Dari ketiga kateori produk yaitu rokok, minuman ringan, dan

minuman bersoda diberikan kriteria hal apa yang akan dilakukan Brand

Recall. Hasil dari perhitungan brand awareness measurement ditunjukkan

seperti yang dicantumkan dalam tabel berikut ini:

Tabel 1.1
Brand Awareness Produk Rokok

Kategori
No. Brand Name Top of Brand Brand Unware of
Mind Recall Recognition Brand
1. A Mild
2. Sampoerna Hijau
Jumlah

Hasil dari perhitungan presentase brand awareness measurement

ditunjukkan seperti yang dicantumkan dalam tabel berikut ini:

Tabel 1.2
Presentase Brand Awareness Produk Rokok

Kategori
No. Brand Name Top of Brand Brand Unware of
Mind Recall Recognition Brand
1. A Mild
2. Sampoerna Hijau
Jumlah
Presentase (%)

Hasil dari perhitungan brand awareness measurement ditunjukkan

seperti yang dicantumkan dalam tabel berikut ini:


49

Tabel 2.1
Blue Print Brand Awareness Measurement Produk Minuman Teh

Kategori
No. Brand Name Top of Brand Brand Unware of
Mind Recall Recognition Brand
1. Teh Botol Sosro
2. Frestea
Jumlah
Hasil dari perhitungan presentase brand awareness measurement

ditunjukkan seperti yang dicantumkan dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.2
Presentase Brand Awareness Produk Minuman Teh

Kategori
No. Brand Name Top of Brand Brand Unware of
Mind Recall Recognition Brand
1. Teh Botol Sosro
2. Frestea
Jumlah
Presentase (%)

Hasil dari perhitungan brand awareness measurement ditunjukkan

seperti yang dicantumkan dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.1
Brand Awareness Produk Minuman Bersoda

Kategori
No. Brand Name Top of Brand Brand Unware of
Mind Recall Recognition Brand
1. Coca-Cola
2. Fanta Apel
Jumlah

Hasil dari perhitungan presentase brand awareness measurement

ditunjukkan seperti yang dicantumkan dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.2
50

Presentase Brand Awareness Produk Minuman Bersoda

Kategori
No. Brand Name Top of Brand Brand Unware of
Mind Recall Recognition Brand
1. Coca-Cola
2. Fanta Apel
Jumlah
Presentase (%)
Berikut ini adalah blue print brand awareness measurement

ditunjukkan seperti yang dicantumkan dalam tabel berikut ini:

TABEL 4
Blue Print Brand Awareness Produk Rokok,
Minuman Teh, Dan Minuman Bersoda

Aspek yang diukur Measurement Instrument Jumlah

Nama Brand mengerti nama brand yang diiklankan 1

Jenis produk Mengerti jenis produk apa yang diiklankan 1

Warna kemasan Mengetahui warna brand, tulisan keterangan 8


pada kemasan yang produk.
Keterangan pada Mengerti secara detail keterangan yang 14
bagian kemasan tercantum pada kemasan produk yang
bersangkutan.
Variasi produk dan Mengetahui bentuk dan isi kemasan yang 2
isi kemasan digunakan
Produsen produk Mengetahui mengenai produsen produk yang 2
yang diteliti dijadikan objek penelitian.
Jumlah 27

Metode wawancara berisi percakapan dengan maksud tertentu.

Pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan faktual

yang dimiliki oleh responden dengan asumsi bahwa responden memiliki

pengetahuan mengenai iklan-iklan merek yang akan dijadikan objek


51

penelitian. Penelitian dilakukan dengan mewawancari setiap subjek secara

individu dengan metode wawancara terstruktur, dalam wawancara ini

pewawancara terikat oleh suatu fungsi bukan saja sebagai pengumpul data

yang relevan dengan maksud-maksud penelitian yang telah direncanakan

sebelumnya (Hadi, 2000:232).

Responden akan diberikan pertanyaan mengenai tagline iklan-iklan

yang dijadikan bahan penelitian dalam skripsi ini yaitu {(Rokok A Mild

(dengan Tagline-nya Tanya Kenapa?) dengan sampoerna Hijau dengan

(Tagline-nya Nggak Ada loe Nggak Rame )}, Minuman Ringan {(Teh Botol

Sosro (dengan Tagline-nya ahlinya teh) dengan Frestea (dengan Tagline-nya

Sehat dan Enak)}, dan Minuman Bersoda {(Coca-Cola (dengan Tagline-nya

Positif dan Semangat di Hidup Ala Coca-Cola) dengan Fanta Apel (dengan

Tagline-nya Cerianya Berasa Banget)}lalu apa saja yang diketahui oleh

responden dari iklan tersebut. Pertanyaan mengenai efektivitas tagline dalam

wawancara meliputi brand name, jenis produk, warna kemasan, keterangan

pada kemasan, variasi dan isi kemasan, produsen produk. Responden yang

diwawancarai dibatasi 5 orang yang semuanya laki-laki dengan alasan bahwa

dalam penelitian ini juga meneliti produk rokok yang identik dengan laki-laki

sehingga brand awareness lebih tinggi laki-laki lebih tinggi terhadap rokok.

E. Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dilakukan untuk melihat sejauh mana ketepatan dan

kecermatan alat ukur untuk melakukan fungsi ukurnya. Azwar (2003: 52)
52

menyatakan bahwa validitas yang digunakan dalam penelitian kuantitatif

adalah validitas isi atau professional judgement yaitu sejauh mana item-item

tes mewakili komponen-komponen dalam keseluruhan kawasan isi objek

yang hendak diukur (aspek representatif) dan sejauh mana item-item tes

mencerminkan ciri perilaku yang hendak diukur (aspek relevansi)

Validitas isi telah dicapai oleh tes, sedikit banyaknya adalah

tergantung pada penilaian subjektif individual. Dikarenakan validitas isi

tidak memerlukan perhitungan statistik apapun melainkan hanya

menggunakan analisis rasional. Penentuan alat ukur validitas ini, biasanya

atau dapat juga didasarkan pada penilaian para ahli bidang tersebut. Ahli

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing skripsi.

Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur tingkat keajegan alat

ukur yang pada dasarnya menunjukkan sejauh mana pengukuran dapat

memberi hasil yang relatif sama bila dilakukan pengukuran ulang pada

subjek yang sama (Azwar,1996:180).

Metode pendekatan reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu pendekatan konsistensi internal. Menurut Azwar (2003: 41-42)

“pendekatan konsistensi internal dilakukan dengan menggunakan satu

bentuk tes yang dikenakan hanya sekali saja pada sekelompok sebyek

(single – trial administration)”.

Reliabilitas yang digunakan adalah menggunakan cross check antara

data yang diperoleh menggunakan angket dengan data yang diperoleh

melalui wawancara.
53

F. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis statistik deskriptif. Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan

deskripsi mengenai subjek penelitian berdasarkan data dari variabel-variabel

yang diperoleh dari kelompok subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan

untukmenguji hipoteisis (Azwar, 2003: 126). Penyajian hasil analisis

deskriptif biasanya berupa frekunensi dan persentase, tabulasi silang, serta

bentuk garfik dan chart pada data yang bersifat kategorikal, serta berupa

statistik-statistik kelompok (antara lain mean dan varians) pada data yang

bukan kategorikal. Penelitian ini termasuk merupakan statistik kelompok

oleh karena itu dalam analisis datanya menggunakan means dan varians.

Penyajian data-data statistik kelompok secara deskriptif memberi

gambaran yang mudah dipahami mengenai variabel yang bersangkutan.

Untuk melakukan analisis deskriptif yang lebih tajam dengan memisahkan

subjek menurut suatau klasifikasi variabel yang dirasa penting, dalam

penelitian ini dengan membandingkan efektivita Tagline iklan produk yang

sejenis yang menjadi subjek penelitian yaitu iklan {(Rokok A Mild (dengan

Tagline-nya Tanya Kenapa?) dengan Rokok Sampoerna Hijau dengan

(Tagline-nya Nggak Ada Loe Nggak Rame)}, Minuman Teh {(Teh Botol

Sosro (dengan Tagline-nya Ahlinya Teh) dengan Frestea (dengan Tagline-

nya Sehat dan Enak)}, dan Minuman Bersoda {(Coca-Cola (dengan

Tagline-nya Positif dan Gembira di Hidup Ala Coca-Cola) dengan Fanta


54

Apel (dengan Tagline-nya Cerianya Berasa Banget)}. Pemilihan brand-

brand tersebut sebagai bahan penelitian didasarkan bahwa brand-brand

sering beriklan di televisi sehingga diasumsikan responden setidaknya

pernah melihat iklan tersebut, sehingga konsumen pernah mengenal iklan

tersebut sebelumnya.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan dan membahas hasil penelitian dari instrumen

tertentu yang kemudian dianalisis dengan teknik dan metode yang telah

ditentukan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan pada mahasiswa psikologi, penelitian dilakukan

dengan mewawancari setiap subjek secara individu dengan metode wawancara

terstruktur, dalam wawancara ini pewawancara terikat oleh suatu fungsi bukan

saja sebagai pengumpul data yang relevan dengan maksud-maksud penelitian

yang telah direncanakan sebelumnya (Hadi, 2000:232).

Pelaksanaan penelitian dalam rangka mengambil data dari subjek

dilaksanakan dari tanggal 15 Juni sampai tanggal 10 Agustus 2007. Dalam

pengambilan data peneliti menggunakan cara yaitu yaitu melakukan dengan

wawancara terstruktur, sesuai dengan petunjuk yang ada dalam lembar

pertama skala Brand Awareness Measurement dengan ketentuan sebagai

berikut:

1. Minimal menonton TV selama 3 jam per hari,

2. Pemberian Skor dalam kategori tertentu dengen ketentuian sebagai

berikut:

a. Apabila dalam pertanyaan pertama anda langsung bisa menjawab,

maka anda berada dalam kategori Top of Mind.

55
56

b. Bila anda memerlukan bantuan dalam menjawab, maka anda berada

dalam kategori Brand recall.

c. Bila anda memerlukan bantuan lagi dalam menjawab maka anda

berada dalam kategori Brand Recognition.

d. Namun bila anda telah diberi bantuan dua kali dalam menjawab anda

belum bisa menjawab, maka anda masuk dalam kategori Unware of

Brand.

3. Setiap jawaban dalam setiap kategori akan diberi alokasi waktu20 detik

dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Bila menjawab dalam waktu 0 – 4 detik akan mendapatkan skor 5

b. Bila menjawab dalam waktu 4 – 8 detik akan mendapatkan skor 4

c. Bila menjawab dalam waktu 8 – 12 detik akan mendapatkan skor 3

d. Bila menjawab dalam waktu 12 – 16 detik akan mendapatkan skor 2

e. Bila menjawab dalam waktu 16 – 20 detik akan mendapatkan skor 1

Untuk melengkapi data yang diperoleh melalui angket, peneliti

menggunakan wawancara. Wawancara juga digunakan sebagai bahan cek

ulang informasi yang diperoleh mealui angket. Jumlah responden dalam

wawancara ini ada 5 orang laki-laki dengan alasan bahwa dalam penelitian ini

terdapat produk rokok, yang mana konsumen rokok terbesar adalah laki-laki,

apalagi di kalangan mahasiswa. Pemilihan responden laki-laki ini dilakukan

secara acak.
57

B. Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data sebagai

berikut:

1.1. Produk Rokok

Tabel 5.1
Brand Awareness Produk Rokok

Kategori
No. Brand Name Brand Brand Unware
Top of Brand
Recall Recognition of Brand
1 A Mild 4858 2366 226 35
2 Sampoerna Hijau 4704 2562 253 35
Jumlah 9562 4928 479 70

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kategori top of brand menduduki

peringkat pertama dengan skor untuk A Mild 4858 dan Sampoerna Hijau

dengan skor 4704, sedangkan peringkat kedua adalah kategori brand recall

dengan skor untuk A Mild sebesar 2356 dan Sampoerna Hijau sebesar 2562.

peringkat ketiga adalah brand recognition dengan skor 226 untuk A Mild dan

253 untuk Sampoerna Hijau. Peringkat terakhir adalah unware of brand

dengan skor 35 untuk A Mild dan Sampoerna Hijau. Hasil penelitian ini dapat

ditunjukkan dalam Grafik sebagai berikut:


58

Grafik 1.1.
Brand Awareness Produk Rokok

Brand Awareness Produk Rokok

12000

10000

8000

1 A Mild
6000 2 Sampoerna Hijau
2 Jumlah

4000

2000

0
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori

1.2. Presentase Brand Awareness Rokok

Tabel 5.2
Brand Awareness Produk Rokok

Kategori
No. Brand Name Brand Brand Unware
Top of Brand
Recall Recognition of Brand
1 A Mild 4858 2366 226 35
2 Sampoerna Hijau 4704 2562 253 35
Jumlah 9562 4928 479 70
Presentase (%) 50.805271 48.01136 47.18163 50

Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase brand awareness

kategori top of brand sebesar 50,80% yang menunjukkan bahwa A Mild

memiliki brand awareness yang lebih tinggi dibandingkan dengan Sampoerna

Hijau, sedangkan presentase kategori brand recall sebesar 48,01 % yang


59

menunjukkan bahwa brand awareness A Mild lebih kecil dibandingkan

Sampoerna Hijau untuk kategori ini. Presentase kategori brand recognition

menunjukkan nilai 47,18 % yang berarti brand awareness A Mild lebih

rendah dibandingkan dengan Sampoerna Hijau, sedangkan presentase kategori

unware of brand sebesar 50 % yang menunjukkan bahwa tingkat brand

awareness untuk kategori ini sama antara A Mild dan Sampoerna Hijau. Hasil

penelitian ini dapat ditunjukkan dalam Grafik sebagai berikut:

Grafik 1.2.
Presentase Brand Awareness Produk Rokok

Presentase Brand Awareness Produk Rokok

12000

10000

8000

1 A Mild
2 Sampoerna Hijau
6000
2 Jumlah
2 Presentase (%)

4000

2000

0
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori
60

2.1. Produk Minuman Teh

Tabel 6.1
Brand Awareness Produk Minuman Teh

Kategori
No. Brand Name Brand Brand Unware
Top of Brand
Recall Recognition of Brand
1 Teh Botol Sosro 4302 2081 188 35
2 Frestea 4178 2241 235 25
Jumlah 8480 4322 423 60

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kategori top of brand menduduki

peringkat pertama dengan skor untuk Teh Botol Sosro 4302 dan Frestea

dengan skor 4178, sedangkan peringkat kedua adalah kategori brand recall

dengan skor untuk Teh Botol Sosro sebesar 2081 dan Frestea sebesar 2241,.

peringkat ketiga adalah brand recognition dengan skor 188 untuk Teh Botol

Sosro dan 235 untuk Frestea. Peringkat terakhir adalah unware of brand

dengan skor 35 untuk Teh Botol Sosro dan 25 untuk Frestea. Hasil penelitian

ini dapat ditunjukkan dalam Grafik sebagai berikut:


61

Grafik 2.1.
Brand Awareness Produk Minuman Teh

Brand Awareness Produk Minuman Teh

9000

8000

7000

6000

5000 1 Teh Botol Sosro


2 Freste
4000 2 Jumlah

3000

2000

1000

0
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori

2.2. Presentase Brand Awareness Minuman Teh

Tabel 6.2
Brand Awareness Produk Minuman Teh

Kategori
No. Brand Name Brand Brand Unware
Top of Brand
Recall Recognition of Brand
1 Teh Botol Sosro 4302 2081 188 35
2 Freste 4178 2241 235 25
Jumlah 8480 4322 423 60
Presentase (%) 50.731132 48.14901 44.44444 58.33333

Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase brand awareness

kategori top of brand sebesar 50,73% yang menunjukkan bahwa Teh Botol

Sosro memiliki brand awareness yang lebih tinggi dibandingkan dengan

Frestea, sedangkan presentase kategori brand recall sebesar 48,14 % yang

menunjukkan bahwa brand awareness Teh Botol Sosro lebih kecil


62

dibandingkan Frestea untuk kategori ini. Presentase kategori brand

recognition menunjukkan nilai 44,44 % yang berarti brand awareness Teh

Botol Sosro lebih rendah dibandingkan dengan Frestea, sedangkan presentase

kategori unware of brand sebesar 58,33 % yang menunjukkan bahwa tingkat

brand awareness untuk kategori ini Teh Botol Sosro lebih Tinggi

dibandingkan dengan Frestea. Hasil penelitian ini dapat ditunjukkan dalam

Grafik sebagai berikut:

Grafik 2.2.
Presentase Brand Awareness Produk Minuman Teh

Presentase Brand Awareness Produk minuman Teh

9000

8000

7000

6000

5000 1 Teh Botol Sosro


2 Freste
2 Jumlah
4000
2 Presentase (%)

3000

2000

1000

0
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori

Produk Minuman Bersoda

Tabel 7.1
Brand Awareness Produk Minuman Bersoda
Kategori
No. Brand Name Brand Brand Unware
Top of Brand
Recall Recognition of Brand
1 Fanta Apel 4744 2550 203 16
2 Coca-Cola 4875 2348 163 5
Jumlah 9619 4898 366 21
63

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kategori top of brand menduduki

peringkat pertama dengan skor untuk Fanta Apel sebesar 4744 dan Coca-Cola

dengan skor 4875, sedangkan peringkat kedua adalah kategori brand recall

dengan skor untuk Fanta Apel sebesar 2550 dan Coca-Cola sebesar 2348,.

peringkat ketiga adalah brand recognition dengan skor 203 untuk Fanta Apel

dan 163 untuk Coca-Cola. Peringkat terakhir adalah unware of brand dengan

skor 16 untuk Fanta Apel dan 5 untuk Coca-Cola. Hasil penelitian ini dapat

ditunjukkan dalam Grafik sebagai berikut:

Grafik 3.1.
Brand Awareness Produk Minuman Bersoda

Brand Awareness Produk MInuman Bersoda

12000

10000

8000

1 Fanta Apel
6000 2 Coca-cola
2 Jumlah

4000

2000

0
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori
64

Presentase Brand Awareness Minuman Bersoda

Tabel 7.2
Brand Awareness Produk Minuman Bersoda

Kategori
No. Brand Name Brand Brand Unware
Top of Brand
Recall Recognition of Brand
1 Coca-Cola 4875 2348 163 5
2 Fanta Apel 4744 2550 203 16
Jumlah 9619 4898 366 21
Presentase (%) 49.319056 52.06207 55.46448 76.19048

Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase brand awareness

kategori top of brand sebesar 49,31 % yang menunjukkan bahwa Fanta Apel

memiliki brand awareness yang lebih rendah dibandingkan dengan Coca-

Cola, sedangkan presentase kategori brand recall sebesar 52,06 % yang

menunjukkan bahwa brand awareness Fanta Apel lebih besar dibandingkan

Coca-Cola untuk kategori ini. Presentase kategori brand recognition

menunjukkan nilai 55,46 % yang berarti brand awareness Fanta Apel lebih

tinggi dibandingkan dengan Coca-Cola, sedangkan presentase kategori

unware of brand sebesar 76,19 % yang menunjukkan bahwa tingkat brand

awareness untuk kategori ini Fanta Apel lebih tinggi dibandingkan dengan

Coca-Cola. Hasil penelitian ini dapat ditunjukkan dalam Grafik sebagai

berikut:
65

Grafik 3.2.
Presentase Brand Awareness Produk Minuman Bersoda

Presentase Brand Awareness Produk Minuman Bersoda

12000

10000

8000

1 Coca-Cola
2 Fanta Apel
6000
2 Jumlah
2 Presentase (%)

4000

2000

0
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori

Tabel 8
Ringkasan Brand Awareness Measurement Produk Rokok,
Minuman Teh, Dan Minuman Bersoda

Kategori
No. Brand Name Brand Brand Unware
Top of Brand
Recall Recognition of Brand
1 A Mild 4856 2319 192 51
2 Sampoerna Hijau 5404 2082 124 30
3 Teh Botol Sosro 4858 2366 226 35
4 Frestea 4704 2562 253 35
5 Fanta Apel 4744 2550 203 16
6 Coca-cola 4875 2348 163 5
Jumlah 29441 14227 1161 172
Rata-Rata 4906.8333 2371.167 193.5 28.66667

Hasil penelitian menunjukkan bahwa brand awareness kategori top of

brand menempati urutan tertinggi dengan skor 29441 atau rata-rata sebesar

4906, 83, urutan kedua adalah kategori brand recall dengan skor 14227 atau

rata-rata sebesar 2371,167, urutan ketiga adalah kategori brand recognition


66

dengan skor 1161 atau rata-rata sebesar 193,5, dan urutan terakhir yaitu

kategori unware of brand dengan skor 172 atau dengan rata-rata 28,66. Hasil

penelitian ini dapat ditunjukkan dalam Grafik sebagai berikut:

Grafik 4.2.
Brand Awareness Measurement Produk Rokok,
Minuman Teh, dan Minuman Bersoda

Brand Awareness Produk Rokok, Minuman Teh, dan Minuman Bersoda

35000

30000

25000

20000 Kategori Top of Brand


Kategori Brand Recall
Kategori Brand Recognition
15000 Kategori Unware of Brand

10000

5000

0
A Mild Sampoerna Teh Botol Sosro Fresh Tea Fanta Apel Coca-cola Jumlah
Hijau
1 2 3 4 5 6

C. Hasil Wawancara

Wawancara dilakukan sebagai pelengkap serta bahan cek ulang

informasi yang diperoleh melalui angket. Wawancara dilakukan pada tanggal

15 Juni sampai 10 Agustus 2007. Menurut wawancara yang telah dilakukan

faktor-faktor yang memengaruhi brand awareness adalah sebagai berikut:


67

1. Iklan Rokok

a. Mengapa anda lebih mengenal Sampoerna Hijau dibanding A Mild,


apa alasannya?

No. Subjek Jawaban


1. FS Karena Sampoerna Hijau menggunakan warna hijau sehingga bila
disebutkan rokok yang warnanya hijau, maka pikiran saya
langsung mengarah pada Sampoerna Hijau, jadi menurut saya
warna hijau sudah menjadi ciri khas produk tersebut (FS-R: 1).
2. IF Sampoerna Hijau memiliki slogan Nggak Ada Loe nggak rame,
menurut saya iklan ini memiliki kreativitas yang unik, pokoknya
berbeda dengan iklan lainlah. Kreativitas yang menarik menurut
saya adalah mengenai kebersamaan, sejak menggunakan Gang
Hijau sebagai ikon produknya, sampai sekarang selalu
menggunakan unsur kebersamaan. Ingat tuh orang yang pegangan
rambut temannya agar tidak tercebur ke suangai. Bagian itu yang
menarik menurut saya (IF-R: 1).
3. SM Karena menurut saya iklan Sampoerna Hijau menggunakan ide
yang menggelitik, oleh karena itu saya jadi lebih mengenal iklan
Sampoerna Hijau dibandingkan dengan iklan A Mild. Bagian yang
menggelitik itu menurut saya saya ada tiga orang yang saling
berpegangan temannya agar tidak tercebur ke sungai (SM-R: 3).
4. TW. Sampeorna Hijau, Nggak Ada Loe Nggak Rame. Itu iklan yang
pokoknya keren lah. Idenya baik, ceritanya menarik, dan merakyat.
Bagian yang paling menarik menurut saya adalah unsur
kebersamaan, yakni ketika ketiga orang saling berpegangan agar
tidak terperosok ke sungai (TW-R: 1).
5. YF Iklan Sampoerna Hijau boleh dibilang iklan yang beda dengan
iklan produk sejenis. Salut buat yang bikin iklan tersebut. Menurut
saya hal yang sudah melekat dalam Sampoerna Hijau adalah warna
hijau. Dalam setiap iklannya baik cetak maupun elektronik
menggunakan unsur warna hijau, jadi warna hijau sudah melekat
pada Sampoerna Hijau (YF-R: 1).

Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa para responden

lebih mengenal Sampoerna Hijau dibandingkan dengan A Mild, karena

Sampoerna Hijau memiliki warna hijau sebagai ciri khas yang melakat pada

kemasannya, dan dari tema yang diangkat dalam cerita tersebut adalah

kebersamaan yang menjadi ciri masyarakat Indonesia.


68

b. Apa yang membuat anda lebih mengenal Sampoerna Hijau dibanding


A Mild, apa alasannya?

No. Subjek Jawaban


1. FS Kalau menurut saya dulu kan iklannya pake Geng Ijo, yang ijo-ijo
gitu, kalo sekarang diganti Nggak Ada Loe Nggak Rame, meski
begitu karena iklannya menarik jadi mudah diingat. Menurut saya
bagian yang menarik dari iklan ini adalah penggunaan warna
hijaunya. Kalau membicarakan Sampoerna Hijau menurut saya
sudah identik dengan warna hijau (FS-R: 2).
2. IF Sampoerna Hijau menggunakan warna hijau sehingga kalau ada
Clue warna hijau maka iklan tersebut pasti Sampoerna Hijau.
Sampoerna Hijau kan dari namanya ada sudah Hijau jadi warnanya
ya pasti Hijau (IF-R: 2).
3. SM Dari iklannya kali ya. Ya iklannya OK banget. Jarang jarang ada
iklan yang sekreatif itu. Menggunakan tiga orang yang saling
membantu agar tidak tercebur ke sungai. Jadi yang menarik
menurut saya dalam iklan Sampoerna Hijau adalah
kebersamaannya (SM-R: 2).
4. TW Dari yang dulu pake Geng Hijau, Hingga kini yang pake tagline
Nggak Ada Loe Nggak Rame, itu iklan memang udah bagus, jadi
saya sih tahu aja dari iklannya, kan ngikutin perkembangan
iklannya juga. Tapi yang tidak pernah ditinggalkan dari iklan
Sampoerna Hijau adalah selalu menggunakan warna hijau (TW-R:
2).
5. YF Warna Ijonya itu yang bikin mudah diingat. Dari namanya saja
Sampoerna Hijau jadi warna hijau sudah identik dengan warna
hijau (YF-R: 2).

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh simpulan bahwa para responden

lebih mengenal Sampoerna Hijau karena kemasannya selalu menggunakan

warna hijau, meskipun memiliki beberapa varian iklan, namun keunggulan

warna hijau yang sudah identik dengan brand tersebut menjadikannya lebih

dikenal dibandingkan dengan A Mild walaupun kreatif iklannya berbeda.


69

c. Apakah warna bisa menjadi ciri khas suatu brand, apa alasannya?

No. Subjek Jawaban


1. FS Bisa saja suatu warna menjadi ciri khas suatu brand, konsistensi
penggunaan warna akan menimbulkan asosiasi. Contohnya pada
Sampoerna Hijau menggunakan warna hijau sejak muncul produk
tersebut kan belum pernah menggnakan warna lain, sejak dulu
produk tersebut memang sudah hijau sih (FS-R: 3).
2. IF Sebetulnya bukanhanya Sampoerna Hijau yang menggunakan
Warna Sebagai ciri khas. Misalnya Coca-Cola dengan warna khas
merah, jadi mengapa tidak? Yang penting kan penggunaan
warnanya ajeg dan tidak berubah-ubah agar tidak membingungkan
konsumen (IF-R: 3).
3. SM Menurut saya warna bisa saja jadi ciri khas. Itu ide yang bagus tuh,
asalkan digunakan secara terus menerus. Jadi kuncinya kalau
menurut saya adalah konsistensi penggunaan warna dalam jangka
waktu yang lama (SM-R: 3).
4. TW Kalo warna jadi ciri khas itu OK juga. Jadi lebih mudah dikenal
gitu, kan orang jadi tahu dari warnanya ini produk apa. Jadi warna
jadi ciri khas itu ide yang cemerlang, jadi kalau suatu warna sudah
menjadi ciri khas suatu brand hal itu perlu dipertahankan, agar
tetap digunakan pada iklan versi berikutnya (TW-R: 3).
5. YF Penggunaan warna menjadi ciri khas itu adalah ide yang
bagus.supaya kita bicara suatu produk yang warnanya ini, oh
pikiran kita tertuju pada merek ini, jadi kenapa tidak? Seperti
warna hijau pada Sampoerna Hijau (TW-R: 3).

Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa para responden

sepakat bahwa warna bisa menjadi ciri khas suatu brand, dengan syarat

penggunaan warna yang konsisten dalam jangka waktu yang lama sehingga

mampu menimbulkan asosiasi warna dengan suatu brand.

d. Menurut anda mana yang lebih baik dari kedua brand tersebut, apa
alasannya?
No. Subjek Jawaban
1. FS. Kalau menurut saya mungkin lebih mementingkan yang yang
berkadar tar dan nikotin rendah. Jadi kalau dari produknya
mungkin A Mild lebih bagus. Tapi kalau dari rasa sebenarnya saya
lebih menyukai yang kretek, soalnya lebih mantap (FS-R: 4).
2. IF. Menurut saya kualitas produk bagus yang mana, tergantung dari
70

sudut pandang dan selera, kalau yang ditanyai mahasiswa mungkin


lebih menyukai yang filter, tapi kalau komunitas tertentu meungkin
lebih suka yang kretek. Yang lebih menyukai filter mungkin
karena alasan kesehatan, tapi menurut saya rokok filter tidak dapat
menyaingi kretek dari segi rasanya yang mantap (IF-R: 4).
3. SM. Saya bingung juga kalau ditanyai mana yang lebih bagus. Soalnya
tergantung situasi juga, kalau di daerah dingin misal gunung lebih
lebih mantap yang kretek, tapi kalau di kota lebih cocok yang
filter. Jadi tergantung sudut pandangnya. Kalau saya pribadi
sebetulnya dari segi rasa suka yang kretek, yaitu Sampoerna Hijau
(SM-R: 4).
4. TW. Tergantung penilaian orangnya juga, tapi kalau saya pribadi lebih
menyukai yang filter, karena lebih ringan kandungan tar dan
nikotinnya, tapi kalau dari rasa saya suka Sampoerna Hijau karena
rasanya lebih mantap (SM-R: 4).
5. YF. Penilaian saya kalau kualitas produk, saya lebih cenderung
menyukai yang A Mild, soalnya kan tar dan nikotinnya lebih
rendah. Kalau soal kualitas produk itu kan tergantung yang menilai
(YF-R: 5).

Berdasarkan hasil wawancara para responden berpendapat bahwa dari

segi rasa lebih menyukai rokok Sampoerna Hijau, karena rasanya lebih

mantap, namun kalau dari segi kesehatan mereka menyatakan bahwa A Mild

lebih baik karena kandungan tar dan nikotinnya lebih rendah.

e. Menurut anda iklan mana dari kedua brand tersebut yang lebih baik,
apa alasannya?
No. Subjek Jawaban
1. FS. Kalau dari iklannya menurut saya Sampoerna Hijau lebih baik, dan
lebih mementingkan solidaritas. Bisa dilihat dari iklannya yang
agar temannya selamat ia rela menderita rambutnya dijambak.
Adegan ini bisa dilihat saat seorang mau jatuh, ia pegangan rambut
temannya, dan temannya yang dijambak tersebut pegangan celana
temannya. Pokoknya solidaritasnya tinggi (FS-R: 5).
2. IF. Kalau dari sudut pandang iklannya, saya pikir Sampoerna Hijau
lebih baik, dari ceritanya dan kreativitasnya. Saya berpandangan
yang menarik pengangkatan warna hijaunya menjadi sesuatu yang
tak pernah ditinggalkan (IF-R: 5).
3. SM. Iklan mana yang lebih bagus, sebetulnya dua-duanya bagus, tapi
kalau saya disuruh memilih saya lebih cenderung ke Sampoerna
71

Hijau. Sebab idenya iklannya selalu konsisten mengguanakan


warna hijau (SM-R: 5).
4. TW. Menurut saya iklan Sampoerna Hijau lebih keratif dan
memasyarakat. Bisa dilihat sejak Gang Hijau dengan tagline-nya
ijo-ijo itu, tetap mementingkan kebersamaan. Itu yang menurut
saya menjadi bagian tak terpisahkan dari Sampoerna Hijau (TW-R:
5).
5. YF. Aduh bingung juga kalau ditanyain mana yang lebih bagus, tapi
saya lebih cenderung ke Sampoerna Hijau aja deh. Sebab tidak
pernah lepas dari solidaritas (YF-R: 5).

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa para responden

menyatakan bahwa iklan Sampoerna Hijau lebih baik karena mengangkat

tema kebersamaan yang merupakan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat

Indonesia, selain itu penggunaan warna hijau pada brand Sampoerna Hijau,

telah menjadi ciri yang melekat kuat.

2. Iklan Minuman Teh

a. Mengapa anda lebih mengenal Teh Botol Sosro dibanding Frestea, apa
alasannya?

No. Subjek Jawaban


1. FS. Karena Teh Botol Sosro sudah lebih dulu ada, dan memang sudah
lebih terkenal dulu. Jadi kalau dari kecil saya sudah minum Teh
Botol Sosro, kalau Frestea saya malah mulai mengenal sekitar
SMA. Alasan saya lebih mengenal Teh Botol Sosro dibandingkan
dengan Frestea adalah karena produk tersebut sudah lebih dulu ada
di pasaran (FS-T: 1).
2. IF. Teh Botol Sosro sudah dikenal masyarakat kita, kalau ada acara
rapat atau kondangan juga biasanya disuguhi Teh Botol Sosro. Jadi
memang kalau menurut saya Teh Botol Sosro sudah lebih dikenal
luas oleh masyarakat Indonesia (IF-T: 1).
3. SM. Ya Teh Botol Sosro memang sudah lebih terkenal, jadi saya juga
lebih tahu Teh Botol Sosro. Kan kalau teh botol lebih identik
dengan Teh Botol Sosro. Selain itu Teh Botol Sosro kan
merupakan produsen minuman teh yang terkemuka di Indonesia
yang kualitasnya sudah tidak diragukan lagi. Jadi kalau ada iklan
Teh Botol Sosro menurut saya akan menambah pengetahuan
72

konsumen Indonesia akan Teh Botol Sosro (SM-T: 1).


4. TW. Dimana-mana diwarung-warung, toko-toko, mini market, rumah
makan, restoran sudah ada. Memang Teh Botol Sosro sudah lebih
terkenal dan ada di mana-mana. Jadi dari segi distribusi dan nama
menurut saya Teh Botol Sosro lebih unggul jika dibandingkan
dengan Frestea (SM-T: 1).
5. YF. Teh Botol Sosro sudah lebih dulu ada jadi sudah lebih dikenal
masyarakat, jadi saya juga lebih mengenal Teh Botol Sosro. Soal
rasa saya juga lebih suka dan pas rasanya, rasa melati dan
manisnya pas jika dibandingkan dengan Frestea. Karena
sepengatahuan saya Frestea adalah produk yang relatif masih baru
jadi wajar kalau saya pribadi lebih mengenal Teh Botol Sosro
dibandingkan dengan Frestea (YF-T: 1).

Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa para responden

menyatakan mereka mengenal Teh Botol Sosro karena mereka memang telah

mengenal sejak kecil, Teh Botol Sosro menjadi suguhan pada acara-acara

tertentu, selain itu faktor rasa dan distribusi menjadi keunggulan Teh Botol

Sosro sehingga para responden lebih aware dibandingkan Frestea.

b. Apa yang membuat anda lebih mengenal Teh Botol Sosro dibanding
Frestea, apa alasannya?

No. Subjek Jawaban


1. FS. Karena Teh Botol Sosro sudah lebih dulu ada, dan memang sudah
lebih terkenal dulu, seperti yang sudah saya katakan tadi kalau
suatu produk lebih dulu ada dan iklannyapun kerap muncul di
televisi menurut saya akan lebih dikenal oleh konsumen (FS-T: 2).
2. IF. Teh Botol Sosro sudah dikenal masyarakat kita, kalau ada acara
rapat atau kondangan juga biasanya disuguhi Teh Botol Sosro. Jadi
memang kalau menurut saya Teh Botol Sosro sudah lebih dikenal
luas oleh masyarakat Indonesia (IF-T: 2).
3. SM. Ya Teh Botol Sosro memang sudah lebih terkenal, jadi saya juga
lebih tahu Teh Botol Sosro jika dibandingkan dengan Frestea.
Kalau ada iklan mengenai Teh Botol Sosro hal itu akan semakin
membuat konsumen mengetahui keberadaan brand tersebut (SM-
T: 2).
4. TW. Dimana-mana diwarung-warung, toko-toko, mini market, rumah
makan, restoran sudah ada. Memang Teh Botol Sosro sudah lebih
73

terkenal dan ada di mana-mana. Hal itu kalau menurut saya tidak
terlepas dari kampanye iklan yang dilakukan oleh PT. Sinar Sosro
selaku produsen, agar produk yang dihasilkan menjadi market
leader kategori minuman teh dalam botol (TW-T: 2).
5. YF. Teh Botol Sosro sudah lebih dulu ada jadi sudah lebih dikenal
masyarakat, jadi saya juga lebih mengenal Teh Botol Sosro. Hal itu
kalau menurut saya tidak terlepas dari iklan yang sejak dulu
dilakukan. Hal ini menyebabkan konsumen lebih mengenal Teh
Botol Sosro. Selain itu Sosro kan dikenal sebagai Ahlinya Teh jadi
kualitas dan reputsinya sudah dikenal luas oleh masyarakat (YF-T:
2).

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa para responden

menyatakan mereka lebih mengenal Teh Botol Sosro dibandingkan dengan

Frestea karena sudah eksis lebih dulu, sehingga iklan yang ibuat semakin lebih

meningkatkan awareness para responden terhadap Teh Botol Sosro.

c. Apakah warna bisa menjadi ciri khas suatu brand, apa alasannya?

No. Subjek Jawaban


1. FS. Tentu bisa, asalkan penggunaan warna yang berbeda dengan
pesaing dan konsistensinya dipertahankan. Dengan demikian orang
akan mengaitkn warna dengan brand yang dimaksud, jadi suatu
warna bisa diidentikan dengan suatu brand tertentu. Menurut saya
bila suatu warna telah identik dengan suatu brand maka pesaing
akan menggunakan warna lain yang kontras, misalnya kalau Teh
Botol Sosro memakai warna merah, sedangkan Frestea
menggunakan warna hijau, merah sama hijau kan kontras jadi
konsumen bisa membedakannya dengan mudah (FS-T: 3).
2. IF. Warna bisa dikaitkan dengan suatu brand, asalkan berbeda dan
digunakan secara konsisten. Pada teh Botol Sosro warna merah
yang menjadi ciri khas, jadi kalau menurut saya warna yang
digunakan secara konsisten dalam waktu yang lama bisa menjadi
ciri khas brand tertentu (IF-T: 3).
3. SM. Warna yang menarik, berbeda, dan konsisten bisa menjadi ciri
khas suatu brand. Warna merah pada Teh Botol Sosro sudah
melekat. Kan agar warna bisa menjadi ciri khas memerlukan waktu
yang lama, kalau menurut saya Teh Botol Sosro kan sudah ada
sejak lama, nah ini yang menjadi keunggulan Teh Botol Sosro
dibandingkan dengan Frestea (SM-T: 3).
74

4. TW. Kenapa tidak? Asalkan warna tersebut menarik dan berbeda


dengan pesaing bisa saja menjadi ciri khas. Beberapa brand telah
menggunakannya misalnya Teh Botol Sosro dengan warna merah
(TW-T: 3).
5. YF. Ya bisa, karena orang bisa mengaitkan suatu brand dengan warna
dengan penggunaan yang terus-menerus. Seperti yang dilakukan
teh Botol Sosro warna merah sudah identik (YF-T: 3).

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh dari para responden menyatakan

mereka sependapat penggunaan warna sebagai ciri khas suatu brand, agar hal

tersebut tercapai maka yang perlu dilakukan adalah warna tersebut berbeda

dengan pesaingnya, konsisten dan diperlukan jangka waktu yang lama agar

hal tersebut bisa terwujud.

d. Menurut anda mana yang lebih baik dari kedua brand tersebut, apa
alasannya?

No. Subjek Jawaban


1. FS. Soalnya kualitas dan rasanya Teh Botol Sosro sudah tidak
diragukan lagi. Rasa melati dan manisnya menurut saya sudah
jaminan soal rasa. Kalau saya di toko ada dua produk tersebut,
maka saya akan memilih Teh Botol Sosro (FS-T: 4).
2. IF. Menurut saya, Teh Botol Sosro lebih terpercaya. Jadi pilihan saya
lebih cenerung Teh Botol Sosro, yang namanya teh kan yang
penting rasa teh, melati dan gulanya komposisi dan rasa, nah soal
itu Teh Botol Sosro bisa meracik dengan komposisi yang tepat (IF-
T: 4).
3. SM. Saya lebih memilih Teh Botol Sosro. Sebab menurut saya rasanya
sudah cocok dengan saya. Teh botol Sosro adalah teh yang sudah
terkenal mutunya. Produsennya bahkan mengklaim sebagai
Ahlinya Teh (SM-T: 4).
4. TW. Saya lebih suka Teh Botol Sosro, jadi soal kualitas menurut saya
Teh Botol Sosro lebih unggul dalam perpaduan rasa teh, melati dan
gula yang pas. Jadi menurut saya dari segi kualitas Teh Botol
Sosro lebih unggul dibandingkan dengan Frestea, oleh karena itu
saya lebih memilih Teh Botol Sosro (TW-T: 4).
5. YF. Bicara kualitas saya lebih memilih Teh Botol Sosro, soalnya
rasanya menurut saya lebih enak, sesuai dengan tagline iklannya
bahwa Sosro adalah Ahlinya Teh (YF-T: 4).
75

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa para responden

menyatakan kualitas Teh Botol Sosro lebih baik, karena mampu memadukan

antara teh, daun melati dan gula dalam komposisi yang pas sehingga para

responden lebih menyukai Teh Botol Sosro dibandingkan dengan Frestea,

sesuai dengan klaim pihak produsennya sebagai Ahlinya Teh.

e. Menurut anda iklan mana dari kedua brand tersebut yang lebih baik,
apa alasannya?

No. Subjek Jawaban


1. FS. Kalau iklan mana yang lebih baik, menurut saya Teh Botol Sosro
lebih unggul. Sebab tagline-nya sudah nggak asing lagi, Ahlinya
Teh sebagai tagline Teh Botol Sosro menurut saya sudah lebih
akrab di telinga masyarakat Indonesia (FS-T: 5).
2. IF. Iklan Teh Botol Sosro lebih baik kalau menurut saya. Tagline Teh
Botol Sosro sudah lebih dikenal lebih dulu, siapa sih yang nggak
mengenal Ahlinya Teh? Jadi klaim Sosro sebagai Ahlinya Teh
adalah sudah tepat, karena komunikasi dalam iklan tersebut
menjadi jelas, bahwa Sosro adalah produsen minuman teh yang
berpengalaman dan memiliki reputsi baik (IF-T: 5).
3. SM. Kalau menurut saya iklan Teh Botol Sosro lebih baik. Saya juga
ingat kalau bulan puasa Teh Botol Sosro punya iklan yang intinya
berbuka dengan Teh Botol Sosro. Sebagai minuman teh dalam
botol yang sudah lebih dulu eksis dibandingkan dengan Frestea,
hal ini menjadikan Teh Botol Sosro lebih dikenal dibandingkan
dengan pesaingnya (SM-T: 5).
4. TW. Kalau menurut saya dari ide cerita dan konsistensi iklan Teh Botol
Sosro lebih unggul. Soal konsistensi Ahlinya Teh dan warna merah
menjadi keunggulan Teh Botol Sosro (TW-T: 5).
5. YF. Saya lebih memilih Teh Botol Sosro, sebagai Ahlinya Teh Sosro
sudah dikenal luas oleh masyarakat. Jadi penggunaan tagline
Ahlinya Teh dalam iklan Teh Botol Sosro menurut saya memiliki
hasil yang memuaskan, karena konsumen mengenal Teh Botol
Sosro sebagai teh yang memiliki kualitas yang bagus (YF-T: 5).

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa para responden

menyatakan iklan Teh Botol Sosro lebih baik, karena keberadaan Teh Botol
76

Sosro yang lebih dulu sehingga telah berhasil membangun brand-nya dengan

tagline Ahlinya Teh sebagai minuman teh yang berkualitas dan memiliki

keterkaitan dengan budaya dan masyarakat Indonesia, hal itu ditunjukkan

dengan versi yang sesuai dengan apa yang sedang dialami masyarakat

misalnya pada saaat bulan puasa Teh Botol Sosro membuat varian iklan yang

relevan dengan puasa.

3. Iklan Minuman Bersoda

a. Mengapa anda lebih mengenal Coca-Cola dibanding Fanta Apel, apa


alasannya?

No. Subjek Jawaban


1. FS. Karena Coca-Cola identik dengan warna merah sehingga bila
dihadapkan dengan minuman bersoda yang warnanya merah, maka
pikiran saya langsung mengarah pada Coca-Cola, jadi menurut
saya warna merahnya itu identik dengan Coca-Cola (FS-S: 1).
2. IF. Menurut saya Coca-Cola memang sudah lebih dikenal luas oleh
masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Kan Coca-Cola
sudah mendunia. Jadi wajar kalau Coca-Cola lebih dikenal dari
pada Fanta Apel, meskipun dari produsen yang sama (IF-S: 1).
3. SM. Coca-Cola adalah brand yang sudah sangat terkenal dan ada di
mana-mana. Kalau menurut saya Coca-Cola adalah merek yang
sudah ada sejak lama jadi memiliki brand yang lebih dikenal
masyarakat, jika dibandingkan dengan Fanta Apel (SM-S: 1).
4. TW. Coca-Cola adalah produk dari Amerika yang sudah mendunia, jadi
wajar kalau orang lebih mengenal Coca-Cola daripada Fanta Apel.
Karena eksistensi Coca-Cola memang sudah tidak diragukan.
Untuk mencapai hal tersebut diperlukan komunikasi antara
produsen dengan konsumen yang dikenal dengan iklan. Dari iklan
inilah produsen membangun awareness konsumen (TW-S: 1).
5. YF. Coca-Cola lebih dikenal oleh masyarakat itu hal yang wajar,
karena memang lebih terkenal. Demikian pula saya lebih mengenal
Coca-Cola dibanding Fanta Apel (YF-S: 1).

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa para responden

menyatakan mereka lebih mengenal Coca-Cola dibandingkan dengan Fanta


77

Apel, karena eksistensi Coca-cola sebagai brand global lebih kuat, hal ini

karena keberadaannya yang lebih dulu sehingga Coca-Cola telah berhasil

membentuk awarenessi konsumen dengan komunikasi iklannya selain itu

Coca-Cola juga sudah identik dengan minuman bersoda yang kemasannya

berwarna merah.

b. Apa yang membuat anda lebih mengenal Coca-Cola dibanding Fanta


Apel, apa alasannya?

No. Subjek Jawaban


1. FS. Dari iklannya sekarang tagline-nya kan sudah berubah positif dan
semangat di hidup ala Coca-Cola, tapi warna merahnya kan tetap
dipertahankan, jadi seperti yang sudah saya katakan tadi warna
merah sudah menjadi ciri khas brand tersebut (FS-S: 2).
2. IF. Kalau menurut saya yang menjadikan lebih mengenal Coca-Cola
dari iklannya, Coca-Cola kan sudah memasyarakat, jadi wajar
kalau orang lebih mengenal Coca-Cola jika dibandingkan dengan
Fanta Apel (IF-S: 2).
3. SM. Dari iklannya dan memang saya sudah banyak mengonsumsi
Coca-Cola, kalau menurut saya brand yang sudah eksis lebih dulu
akan lebih mudah dalam menyampaikan komunikasi lewat iklan,
jadi tujuan iklan tersebut untuk memelihara agar konsumen tetap
mengenal dan tidak meninggalkan produk yang bersangkutan (SM-
S: 2).
4. TW. Dari dulu saya memang sudah mengonsumsi Coca-Cola, kalau lagi
pengin saya beli di warung. Biasanya kan ada kaya kulkas untuk
menjual Coca-Cola agar tetap dingin. Kalau iklan Coca-Cola
menurut saya untuk memelihara agar brand yang sudah dikenal
tetap melekat dalam benak konsumen (TW-S: 2).
5. YF. Coca-Cola kan sudah dari dulu ada di Indonesia. Jadi sudah lebih
dikenal dibanding Fanta Apel yang relatif masih baru. Menurut
saya kalau suatu brand yang lebih dulu ada, kalau diiklankan
secara konsisten maka relatif lebih dikenal dibandingkan dengan
brand yang menyusul kemudian (YF-S: 2).

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa para responden

menyatakan mereka lebih mengenal Coca-Cola dibandingkan dengan Fanta


78

Apel melalui iklannya yang menjadikan brand tersebut telah dikenal secara

luas oleh masyarakat hal tersebut karena waktu untuk membangun brand

Coca-Cola untuk meningkatkan awareness konsumen telah berhasil,

dibandingkan dengan Fanta Apel yang merupakan produk yang relatif masih

baru. Sehingga wajar jika masyarakat Indonesia lebih mengenal Coca-Cola

dibandingkan dengan Fanta Apel.

c. Apakah warna bisa menjadi ciri khas suatu brand, apa alasannya?

No. Subjek Jawaban


1. FS. Bisa warna menjadi ciri khas suatu brand, asalkan warna tersebut
digunakan secara terus menerus. Jadi konsistensi adalah syarat
yang harus dipenuhi, kalau tidak maka tujuan tersebut tidak akan
tercapai (FS-S: 3).
2. IF. Sebetulnya warna memang bisa menjadi ciri khas, seperti Coca-
Cola dengan warna khas merah, jadi mengapa tidak? Kalau
menurut saya syaratnya adalah penggunaan warna secara konsisten
dalam jangka waktu yang lama (IF-S: 3).
3. SM. Menurut saya warna bisa saja jadi ciri khas. Warna merah adalah
warnanya Coca-Cola, jadi itu ide yang bagus tuh. Syaratnya adalah
memiliki warna yang berbeda dengan pesaing dan digunakan
dalam jangka waktu yang lama (SM-S: 3).
4. TW. Kalo warna jadi ciri khas itu OK juga. Jadi lebih mudah dikenal
gitu. Seperti Coca-Cola dengan warna merahnya. Jadi hal ini
adalah merupakan keunggulan suatu brand yang telah memiliki
warna yang menjadi ciri khas (TW-S: 3).
5. YF. Penggunaan warna merah pada Coca-Cola menjadi ciri khas sudah
menjadi ciri khas brand tersebut. Jadi warna menjadi ciri khas itu
sudah dari dulu ada. Kalau Coca-Cola kan dari dulu selalu
memakai warna merah, jadi warna merah itu yang menjadi ciri
khas Coca-Cola (YF-S: 3).

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa para responden

menyatakan bahwa warna bisa menjadi ciri khas suatu brand, karena

penggunaan warna yang konsisten dalam jangka waktu yang lama mampu
79

menimbulkan asosiasi warna dengan suatu brand tertentu. Misalnya warna

merah yang merupakan warna yang digunakan Coca-Cola telah menjadi

warna khas produk minuman bersoda tersebut.

d. Menurut anda mana yang lebih baik dari kedua brand tersebut, apa
alasannya?

No. Subjek Jawaban


1. FS. Kalau menurut saya lebih bagus Coca-Cola, karena rasanya lebih
paten. Kalau Fanta kan ada banyak rasanya, jadi lebih pas kalau
mengonsumsi Coca-Cola. Menurut saya kalau ditanyai mengenai
rasa Coca-Cola, maka saya sudah dapat membayangkan rasanya
tanpa harus menyebutkan rasa apa, berbeda dengan Fanta yang
memiliki berbagai varian rasa, kalau ditanyai mengenai rasa Fanta
maka perlu menanyakan Fanta rasa apa (FS-S: 4).
2. IF. Menurut saya kualitas produk bagus yang mana, tergantung dari
sudut pandang dan selera, kalau yang ditanyai tapi kalau saya
pribadi berpendapat Coca-Cola lebih bagus mutunya, sebab
rasanya sudah pas, baik itu rasa colanya, manisnya dan sodanya
(IF-S: 4).
3. SM. Saya lebih cenderung memilih Coca-Cola sebagai produk yang
lebih bagus kualitasnya, karena menurut saya rasa soda dari Coca-
Cola cukup pas, dan dipadu dengan gula dan rasa cola yang
menurut saya sudah pas juga. Coca-Cola kan sebagai produsen
minuman berkarbonasi yang sudah terkenal dan memiliki
pengalaman yang cukup lama (SM-S: 4).
4. TW. Tergantung penilaian orangnya juga, tapi kalau saya pribadi lebih
menyukai Coca-Cola dibanding Fanta Apel. Karena menurut saya
lidah saya lebih pas dengan Coca-Cola dibanding Fanta Apel (TW-
S: 4).
5. YF. Tergantung penilaian orangnya juga, tapi kalau saya pribadi lebih
menyukai Coca-Cola dibanding Fanta Apel. Karena menurut saya
lidah saya lebih pas dengan Coca-Cola dibanding Fanta Apel (YF-
S: 4)

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa para responden

menyatakan bahwa Coca-Cola lebih baik karena Coca-Cola hanya memiliki

satu varian rasa yang sudah cocok dengan selera para responden,hal itu karena

kualitas dan rasa Coca-Cola sudah teruji, sedangkan Fanta merupakan brand
80

yang memiliki banyak varian rasa, sehingga orang lebih mudah mengenal

Coca-Cola dibandingkan dengan Fanta Apel.

e. Menurut anda iklan mana dari kedua brand tersebut yang lebih baik,
apa alasannya?

No. Subjek Jawaban


1. FS. Kalau dari iklannya menurut saya Coca-Cola lebih bagus
dibanding dengan iklan Fanta Apel karena lebih kreatif, itu
menurut penilaian saya. Kreativitas yang diangkat dalam iklan
adalah menghenai semangat seorang pria yang membagikan botol
Coca-Cola kepada orang yang ada di dalam bus (FS-S: 5).
2. IF. Kalau dari iklannya, menurut saya Coca-Cola lebih bagus
dibanding iklannya Fanta Apel. Sebab iklan Coca-Cola memiliki
khas warna merah, itu yang membuat saya menjadi mudah
mengingatnya, ada berbagai versi iklan Coca-Cola, namun
sepengatahuan saya tidak pernah meningggalkan warna merah (IF-
S: 5).
3. SM. Iklan mana yang lebih bagus, sebetulnya dua-duanya bagus, tapi
kalau saya disuruh memilih saya lebih menyukai iklannya Coca-
Cola, sebab menurut saya dalam iklan Coca-Cola lebih atraktif dan
mempertahankan warna merah sebagai warna khas. Kombinasi
kreatifitas dan warna merah itu yang membuat iklan Coca-Cola
lebih bagus jika dibandingkan dengan iklan Fanta Apel (SM-S: 5).
4. TW. Menurut saya iklan Coca-Cola lebih baik dibanding iklan Fanta
Apel, sebab menurut saya lebih menarik perhatian saya. Yang
menurut saya menarik adalah penggunaan warna merah sebagai
ciri khas Coca-Cola (TW-S: 5).
5. YF. Menurut saya iklan Coca-Cola lebih baik dibanding iklan Fanta
Apel, sebab menurut saya lebih menarik perhatian saya. Yang
menurut saya menarik adalah penggunaan warna merah sebagai
ciri khas Coca-Cola (YF-S: 5).

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa para responden

menyatakan bahwa iklan Coca-Cola lebih baik dibandingkan Fanta Apel

karena kretaivitas iklan Coca-Cola lebih baik karena lebih atraktif dan lebih

semangat, serta tidak meninggalkan warna merah sebagai ciri khas brand

tersebut.
81

D. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa yang memiliki brand

awareness tertinggi adalah kategori top of brand untuk semua produk.

Efektivitas tagline dalam meningkatkan brand awareness bisa ditinjau

berdasarkan data pada tebel hasil penelitian tabel tersebut terlihat bahwa

kategori top of brand menempati kategori tertinggi dengan skor 29441, disusul

kategori brand recall dengan skor 14227, kemudian brand recognition dengan

skor 1161, dan terendah kateori unware of brand dengan skor 172.

Bila dilihat dirinci menurut produknya adalah sebagai berikut: untuk

produk rokok; A Mild dengan skor top of brand sebesar 4856, skor brand

recall dengan skor 2319, skor brand recognition sebesar 192, dan skor unware

of brand sebesar 51, Sampoerna Hijau dengan skor top of brand sebesar

5404, skor brand recall dengan skor 2082, skor brand recognition sebesar

124, dan skor unware of brand sebesar 30. Produk Minuman Teh dengan hasil

skor sebagai berikut: untuk Teh Botol Sosro dengan skor top of brand sebesar

4858, skor brand recall dengan skor 2366, skor brand recognition sebesar

226, dan skor unware of brand sebesar 35, sedangkan Frestea dengan hasil

skor top of brand sebesar 4704, skor brand recall dengan skor 2550, skor

brand recognition sebesar 203, dan skor unware of brand sebesar 16. Kategori

minuman bersoda dengan hasil skor sebagai berikut; untuk Coca-Cola dengan

skor top of brand sebesar 4875 skor brand recall dengan skor 2348, skor

brand recognition sebesar 163, dan skor unware of brand sebesar 5,

sedangkan Fanta Apel dengan skor top of brand sebesar 4744, skor brand
82

recall dengan skor 2550, skor brand recognition sebesar 203, dan skor unware

of brand sebesar 16.

Berdasarkan data di atas diperoleh simpulan bahwa brand yang memiliki

efektivitas tagline lebih tinggi dalam meningkatkan brand awareness adalah

Sampoerna Hijau untuk produk rokok dengan presentase sebesar 50,80 %

(dihitung dari kategori top of brand)., Teh Botol Sosro untuk produk minuman

teh dengan presentase sebesar 50,73 % (dihitung dari kategori top of brand),

dan Coca-Cola untuk produk minuman bersoda dengan presentase sebesar

50,68 % (dihitung dari kategori top of brand).

Dalam penelitian ini yang dijadikan dasar perhitungan efektivitas tagline

dalam meningkatkan brand awareness adalah kategori top of brand, karena

pada kategori inilah subjek langsung dapat menyebutkan detail brand secara

tepat, jadi untuk menghindari adanya bias maka hanya kategori ini yang

digunakan untuk mengukur Efektivitas Tagline dalam Meningkatkan Brand

Awareness, sedangkan kategori lainnya digunakan sebagai pelengkap.

Brand Awareness terjadi karena adanya pengetahuan konsumen akan

brand. Proses terjadinya brand awareness konsumen pertama kali terbentuk

iklan. Pendapat tersebut menunjukkan betapa pentingnya iklan dalam

membangun awareness konsumen terhadap suatu brand. Brand awareness

menggambarkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali,

mengingat kembali suatu brand sebagai bagian dari suatu kategori produk

tertentu. Brand awareness tercipta melalui iklan yang efektif, oleh karena itu

iklan harus memiliki strategi pendekatan tertentu agar komunikasi yang


83

disampaikan sesuai sasaran, untuk mencapai eksekusi, iklan harus memiliki

sebuah pendekatan tertentu sehingga tepat sasaran yakni mampu menciptakan

penjualan dan memelihara loyalitas konsumen. Pendekatan tersebut harus

mampu mencapai tujuan iklan yaitu persuasi. Peter dan Olson (2000: 197)

menyatakan bahwa persuasi yaitu perubahan atas kepercayan, sikap, dan

keinginan berperilaku yang disebabkan oleh suatu komunikasi promosi.

Peter dan Olson (2000: 181) penyajian informasi nonpersonal tentang

suatu produk, brand, perusahaan, atau toko ditujukan untuk memengaruhi

afeksi, kognisi, perasaan, pengetahuaan, makna, kepercayaan, sikap, dan citra

yang berkaitan dengan produk dan brand. Lebih lanjut Peter dan Olson (2000:

181-182) menyatakan walaupun pertama-tama iklan akan memengaruhi afeksi

dan kognisi, tujuannya yang paling utama adalah bagaimana memengaruhi

perilaku pembelian konsumen. Tantangan besar yang dihadapi iklan dalam

mengembangkan pesan/informasi dalam iklan adalah menangkap perhatian

mereka dan menciptakan pemahaman yang tepat.

Untuk mencapai pemahaman yang tepat tersebut, suatu iklan

memerlukan suatu pendekatan. Pendekatan yang dilakukan agar iklan mampu

menciptakan brand awareness adalah dengan tagline. Tagline merupakan

strategi yang kerap digunakan dalam iklan TV, biasanya Tagline muncul di

akhir iklan tersebut. Dalam beberapa iklan, Tagline merupakan suatu hal yang

sudah melekat dalam dan memunculkan asosiasi terhadap Brand Image

tertentu. Misalnya Brand yang sudah terkenal misalnya rokok A Mild dengan

Taglinenya Tanya Kenapa? Yang merupakan strategi reminding


84

(mengingatkan kembali kosumen terhadap suatu Brand) dari Tagline Bukan

Basa-Basi. Dilakukannya perubahan Tagline tersebut sebagai upaya konsumen

tidak bosan terhadap Tagline sebelumnya. Tagline dapat digunakan untuk

membantu mengomunikasikan titik pembeda dari pesaing. (Susanto, dkk.

2004: 86). Tagline ini bisa berubah sesuai dengan perubahan situasi dan

kondisi, maupun sebagai strategi agar konsumen tidak bosan (Mix, September

2006: 58). Keberhasilan Tagline dalam menimbulkan asosiasi terhadap Brand

tertentu merupakan bukti bahwa Tagline memiliki sumbangan signifikan

dalam meningkatkan Brand Awareness.

Brand awareness terbentuk melalui suatu proses, dimana tagline iklan

dipersepsi oleh konsumen dalam jangka waktu yang lama. Tagline

membutuhkan edukasi yang lama untuk bisa meningkatkan Brand Awareness,

misalnya yang dilakukan oleh Coca-Cola yang mengalami perubahan tagline

membutuhkan waktu yang lama, sehingga konsumen menjadi familiar dengan

tagline yang baru (Mix, September 2006: 58). Perubahan tagline diharapkan

mampu meningkatkan penjualan, seperti yang dilakukan Coca-Cola dengan

kreativitas mengganti tagline-nya, hal itu disebabkan karena penurunan

penjualan karena perubahan konsumen dalam mengonsumsi minuman

berkarbonasi menjadi minuman non karbonasi (Mix, September 2006: 59).

Hubungan antara Tagline dengan Brand Awareness melibatkan persepsi.

Thoha (1986:138) menyatakan bahwa pada hakikatnya persepsi merupakan

proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi

tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan,


85

perasaan, dan penciuman. Persepsi merupakan pengalaman tentang objek,

peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan

menafsirkan pesan. (Rahmat, 2004:51).

Persepsi merupakan proses yang bersifat individual, jadi meskipun

stimulusnya sama, tetapi karena perbedaan pengalaman, kemampuan berfikir,

kerangka acuan, sehingga hasil persepsi antara individu satu dengan yang lain

tidak sama. Keadaan tersebut memberikan sedikit gambaran bahwa persepsi

itu memang berbeda-beda pada setiap orang sehingga dalam persepsi terdapat

beberapa faktor yang memengaruhi dalam persepsi.

Persepsi itu terkait dengan fungsi maupun arti dari suatu produk. Hal ini

sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa produk mempunyai fungsi,

bentuk, dan arti. Ketika konsumen membeli suatu produk, mereka berharap

produk tersebut menjalankan suatu fungsi (Engel, dkk. 2004: 65). Selain itu

suatu produk dapat juga memiliki simbol dalam suatu masyarakat. Senada

dengan pendapat Engel, dkk. (2004: 66) yang menyatakan bahwa produk

mungkin memberikan simbol makna di dalam suatu masyarakat pertimbangan

yang harus diperhatikan dalam suatu iklan adalah bahwa harus memerhatikan

nilai-nilai budaya yang dianut konsumennya. Budaya memengaruhi struktur

konsumsi, budaya memengaruhi bagaimana individu mengambil keputusan,

budaya adalah variabel utama dalam penciptaan dan komunikasi makna dalam

produk. (Engel, dkk. 2004: 66). Budaya memberikan makna pada barang dan

jasa, suatu iklan bisa memberikan makna simbolik dari produk dalam konteks

pemakaiannya. (Engel, dkk. 2004: 67-68). Nilai-nilai budaya membantu


86

menjelaskan perilaku konsumen dalam beberapa cara, nilai-nilai itu kerap

digabungkan dalam iklan bersama dengan manfaat produk (Engel, dkk. 2004:

74).

Pada hakikatnya iklan bertujuan untuk memengaruhi perilaku konsumen.

Iklan yang baik mampu memengaruhi konsumen, sehingga timbul brand

awareness dalam benak konsumen, oleh karena itu banyak iklan yang

menggunakan tagline. Hal ini penting untuk meningkatkan brand awareness

yang mana dengan terciptanya brand awareness berpengaruh terhadap

mindset konsumen, sehingga diharapkan mampu memengaruhi perilaku

pembelian. Pengetahuan konsumen akan brand akan dijadikan acuan perilaku

konsumen dalam melakukan keputusan pembelian. Brand Awreness menjadi

sumber referensi dalam menentukan mana produk yang disukai dan

dikonsumsi. Berikut ini adalah faktor-faktor yang meningkatkan brand

awareness iklan TV:

1. Produk Rokok

Berdasarkan hasil wawancara tagline Sampoerna Hijau lebih

efektif dibandingkan dengan tagline A Mild karena memiliki keunggulan

sebagai berikut:

a. Mudah Diingat

Tagline yang mudah diingat menempati peringkat tertingi

dalam meningkatkan brand awareness, karena bila tagline mudah

diingat maka akan mudah menimbulkan asosiasi dan bila tagline


87

tersebut diucapkan benak subjek langsung tertuju pada brand yang

diiklankan di TV.

b. Unik

Suatu iklan harus berbeda dengan iklan lainnya. Oleh karena

itu iklan TV harus unik dan memerlukan kreativitas agar memiliki

daya beda dan memiliki nilai lebih dibandingkan dengan pesaing.

Keunikan bisa digali dari segi cerita, tema yang diangkat, warna,

setting iklan dan lain sebagainya.

c. Memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi

Untuk bisa lebih mudah diingat, maka suatu iklan harus lebih

sering muncul, karena pengulangan akan lebih mudah menimbulkan

recall dan recogition. Berdasarkan data pengamatan penulis

menunjukkan frekuensi kemunculan iklan A Mild rata-rata muncul 5

kali dalam semalam, Sampoerna Hijau muncul 6 kali dalam semalam.

Hal ini terbukti bahwa Sampoerna Hijau memiliki brand awareness

yang lebih tinggi.

2. Produk Minuman Teh

Berdasarkan hasil wawancara tagline Teh Botol Sosro lebih efektif

dibandingkan dengan tagline Frestea karena memiliki keunggulan sebagai

berikut:

a. Mudah Diingat

Tagline yang mudah diingat menempati peringkat tertingi

dalam meningkatkan brand awareness, karena bila tagline mudah


88

diingat maka akan mudah menimbulkan asosiasi dan bila tagline

tersebut diucapkan benak subjek langsung tertuju pada brand yang

diiklankan di TV.

b. Sudah Dikenal Lama

Teh Botol Sosro menggunakan tagline Ahlinya Teh, yang

mana hal ini sudah dikenal sejak dulu, jadi dalam kampanye iklannya

tagline tersebut selalu diusung meskipun dalam berbagai variasi

produknya. Namun memang sudah dikenal luas oleh masyarakat sejak

dulu.

c. Memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi

Untuk bisa lebih mudah diingat, maka suatu iklan harus lebih

sering muncul, karena pengulangan akan lebih mudah menimbulkan

recall dan recogition. Berdasarkan pengamatan peneliti dari tanggal 1

Juni – 15 Juni 2007 iklan Teh Botol Sosro muncul 6 kali dalam sehari,

iklan Frestea muncul 4 kali dalah sehari. Dan berdasarkan penelitian

brand awareness Teh Botol Sosro lebih tinggi dibandingkan dengan

Frestea.

d. Dekat dengan kehidupan konsumen.

Hal yang juga berpengaruh dalam membangun awareness

konsumen adalah memilih iklan yang dekat dengan kehidupan

konsumen, sehingga menimbulkan keterlibatan. Produk yang

dipasarkan untuk masyarakat luas, maka sebaiknya memilih tema

yang sesuai dengan segmen yang dibidik. Dalam iklannya Teh Botol
89

Sosro menyesuaikan dengan situasi yang ada, misalnya pada bulan

puasa, mengusung tema ”Berbukalah dengan yang Manis”. Hal ini

sesuai dengan pendapat (Siamora, 2003: 48) yang menyatakan bahwa

dengan adanya brand awareness konsumen dibantu dalam

menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi mengenai produk

dan brand. Hal ini memengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam

mengambil keputusan pembelian (baik itu karena pengalaman masa

lalu dalam mengonsumsi maupun kedekatan dengan merek maupun

karakteristik unik yang dimiliki brand). produk.

3. Produk Minuman Bersoda

Berdasarkan hasil wawancara tagline Coca-Cola lebih efektif

dibandingkan dengan tagline Fanta Apel karena memiliki keunggulan

sebagai berikut:

a. Mudah Diingat

Tagline yang mudah diingat menempati peringkat tertingi

dalam meningkatkan brand awareness, karena bila tagline mudah

diingat maka akan mudah menimbulkan asosiasi dan bila tagline

tersebut diucapkan benak subjek langsung tertuju pada brand yang

diiklankan di TV.

b. Kreatif

Iklan perlu dibuat lebih kreatif agar memilki daya beda dengan

pesaing. Kreatifitas bisa digali melalui bisa digali dari segi cerita, tema

yang diangkat, warna, setting iklan dan lain sebaginya. Pada iklan
90

Coca-Cola hal yang tidak pernah ditinggalkan adalah penggunaan

warna merah sebagai ciri khasnya. Penggunaan yang konsisten dalam

waktu yang lama akan menimbulkan asosiasi.

c. Memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi

Untuk bisa lebih mudah diingat, maka suatu iklan harus lebih sering

muncul, karena pengulangan akan lebih mudah menimbulkan recall

dan recogition. Berdasarkan pengamatan peneliti dari tanggal 1 Juni –

15 Juni 2007 iklan Coca-Cola muncul 5 kali dalam sehari, dan Fanta

Apel muncul 4 kali dalam sehari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

brand awareness Coca-Cola lebih tinggi dibandingkan dengan Fanta

Apel.

Berdasarkan pemaparan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan

bahwa tingkatan brand awareness Sampoerna Hijau, Teh Botol Sosro, dan

coca-Cola lebih tinggi karena mudah diingat, unik/kreatif, memiliki

frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi, sudah dikenal lama,

dekat dengan kehidupan konsumen. hal tersebut sesuai dengan pendapat

para ahli seperti Durianto (2004: 30) yang menyatakan bahwa brand

awareness dapat ditingkatkan melalui cara-cara berikut: pesan yang

disampaikan oleh suatu brand harus mudah diingat oleh konsumen, pesan

yang disampaikan harus berbeda dengan produk lainnya serta harus ada

hubungan antara brand dengan kategori produknya, memakai tagline atau

slogan maupun jingle lagu yang menarik sehingga membantu konsumen

mengingat brand.
91

Mengenai penggunaan warna yang bisa menjadi keunikan masing-

masing brand sehingga mampu asoasisi dengan brand tertentu sesuai

dengan pendapat yang menyatakan bahwa penggunaan warna menimbulkan

asosiasi sesaui dengan pendapat Durianto yang menyatakan bahwa salah

satu peran brand awareness adalah menjadi sumber asosiasi lain, suatu

brand yang kesadarannya tinggi akan membantu asosiasi-asosiasi melekat

pada brand tersebut pada benak konsumen, dalam penelitian ini

menunjukkan bahwa warna khas dari ketiga brand yang diteliti mampu

menimbulkan asosiasi dengan brand yang diiklankan (Sampoerna Hijau

dengan warna Hijau, Teh Botol Sosro dengan warna merah, dan Coca-Cola

dengan warna merah) Kondisi ini menunjukkan bahwa suatu brand yang

awareness-nya tinggi mampu menimbulkan asosiasi positif untuk produk

tersebut.

Frekuensi kemunculan pada televisi yang sering mampu

meningkatkan brand awareness sesuai dengan pendapat Durianto dkk.

(2004: 30) yang menyatakan bahwa perlunya melakukan pengulangan untuk

meningkatkan pengingatan, karena membentuk ingatan adalah lebih sulit

dibanding membentuk pengenalan. Dalam hal ini adalah frekuensi

kemunculan iklan produk di televisi. Hal ini terbukti, berdasarkan hasil

penelitian yangmenunjukkan brand dengan frekuensi kemunculan iklan

yang lebih tinggi memiliki brand awareness yang lebih tinggi.

Mengenai brand yang muncul lebih dulu memiliki brand awareness

yang lebih tinggi sesuai dengan pendapat Irwanto (1988: 76) yang

menyatakan salah satu yang berpengaruh terhadap persepsi adalah


92

pengalaman terhaluhu. Pendapat serupa juga menyatakan bahwa tagline

membutuhkan edukasi yang lama untuk bisa meningkatkan Brand

Awareness (Mix, September 2006: 58). Durianto (2004: 30) juga

menyatakan bahwa suatu brand yang baik eksistensinya berarti teruji oleh

waktu, keberadaan brand yang telah berlangsung lama menunjukkan bahwa

brand tersebut mampu memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen

Alasan mengapa iklan dibuat sesuai dengan nilai-nilai budaya

konsumen (dekat dengan kehidupan konsumen) adalah bahwa konsumen

akan merasa terlibat dengan brand tersebut. Misalnya pada iklan Sampoerna

Hijau dengan mengangkat tema kebersamaan maka konsumen di Indonesia

akan merasa bahwa nilai tersebut sesuai dengan konsumen, pada iklan Teh

Botol Sosro dengan versi berbuka puasa dengan Teh Botol Sosro. Hal ini

sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa budaya memengaruhi

struktur konsumsi, budaya memengaruhi bagaimana individu mengambil

keputusan, budaya adalah variabel utama dalam penciptaan dan komunikasi

makna dalam produk. (Engel, dkk. 2004: 66). Dengan adanya kesamaan

antara nilai-nilai yang ada dalam iklan dengan nilai-nilai budaya konsumen,

maka diharapkan akan menimbulkan rasa suka terhadap brand tersebut,

sesuai dengan pendapat Durianto (2004: 7) yang menyatakan bahwa salah

satu peran brand awareness adalah menimbulkan rasa familier atau rasa

suka terhadap brand tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa faktor-faktor yang

yang memengaruhi efektifitas tagline dalam meningkatkan brand

awareness, untuk masing-masing kategori tidaklah sama namun pada


93

dasarnya untuk menciptakan tagline yang mampu menciptakan brand

awareness, memiliki karakteritik sebagai berikut: mudah diingat,

unik/kreatif, memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi,

sudah dikenal lama, dekat dengan kehidupan konsumen.

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa iklan yang memiliki

tagline berpengaruh terhadap perilaku konsumen, berikut ini adalah bagan

yang menjelaskan pengaruh iklan terhadap perilaku konsumen:

PERHATIAN PEMAHAMAN
• pemikiran yang lebih
Fokus pada informasi dalam tentang ciri-ciri
“sentral” yang berkaitan produk
dengan produk • Rincian yang lebih
dalam

Persuasi Iklan
(Pendekatan
dalam rangka • Mudah diingat
menarik • Unik/Kreatif
perhatian • Frekuensi kemunculan
Iklan yang Konsumen) Persepsi pada TV tinggi
memiliki tagline • Sudah lama dikenal
• Memiliki nilai yang
relevan dengan kehidupan
konsumen
Konsumen Mindset
Konsumen

Brand
Keputusan
Awareness
Pembelian

Bagan 7
Pengaruh Iklan terhadap Perilaku konsumen
94

Dari bagan tersebut di atas diketahui bahwa iklan yang memiliki

tagline menggunakan suatu persuasi dalam rangka menarik perhatian

konsumen. Perhatian ini memerlukan fokus pada informasi yang berkaitan

dengan produk yang akan menyebabkan konsumen memerhatikan informasi

mengenai suatu produk. Dari perhatian terhadap iklan muncul pemahaman,

pemahaman ini memerlukan pemikiran yang lebih dalam mengenai ciri-ciri

produk, kemudian muncul rincian pemahaman yang lebih dalam. Dalam

mencapai pemahaman memerlukan persepsi untuk meningkatkan brand

awareness, suatu iklan sebaiknya memiliki tagline yang mudah diingat,

unik/kreatif, frekuensi kemunculan pada TV tinggi, sudah lama dikenal,

memiliki nilai yang relevan dengan kehidupan konsumen, sehingga mampu

memengaruhi mind set (pola pikir) konsumen, yang pada akhirnya

memengaruhi perilaku pembelian.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa brand awaereness

muncul karena adanya persepsi terhadap iklan. Agar pesan suatu iklan dapat

disampaikan secara efektif, maka iklan menggunakan pendekatan dengan

menggunakan tagline. Dengan adanya persuasi tersebut diharapkan pesan

yang disampaikan mudah diingat, sehingga terciptalah brand awareness.

Tagline yang mampu meningkatkan brand awareness memiliki ciri-ciri

sebagai berikut: mudah diingat, unik/kreatif, memiliki frekuensi

kemunculan pada televisi yang cukup tinggi, memiliki nilai-nilai yang

relevan dengan kehidupan konsumen.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan dan membahas hasil penelitian dari instrumen

tertentu yang kemudian dianalisis dengan teknik dan metode yang telah

ditentukan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan pada mahasiswa psikologi, penelitian dilakukan

dengan mewawancari setiap subjek secara individu dengan metode wawancara

terstruktur, dalam wawancara ini pewawancara terikat oleh suatu fungsi bukan

saja sebagai pengumpul data yang relevan dengan maksud-maksud penelitian

yang telah direncanakan sebelumnya (Hadi, 2000:232).

Pelaksanaan penelitian dalam rangka mengambil data dari subjek

dilaksanakan dari tanggal 15 Juni sampai tanggal 21 Juni 2007. Dalam

pengambilan data peneliti menggunakan cara yaitu yaitu melakukan dengan

wawancara terstruktur, sesuai dengan petunjuk yang ada dalam lembar

pertama skala Brand Awareness Measurement dengan ketentuan sebagai

berikut:

1. Minimal menonton TV selama 3 jam per hari,

2. Pemberian Skor dalam kategori tertentu dengen ketentuian sebagai

berikut:

a. Apabila dalam pertanyaan pertama anda langsung bisa menjawab,

maka anda berada dalam kategori Top of Mind.

65
66

b. Bila anda memerlukan bantuan dalam menjawab, maka anda berada

dalam kategori Brand recall.

c. Bila anda memerlukan bantuan lagi dalam menjawab maka anda

berada dalam kategori Brand Recognition.

d. Namun bila anda telah diberi bantuan dua kali dalam menjawab anda

belum bisa menjawab, maka anda masuk dalam kategori Unware of

Brand.

3. Setiap jawaban dalam setiap kategori akan diberi alokasi waktu20 detik

dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Bila menjawab dalam waktu 0 – 4 detik akan mendapatkan skor 5

b. Bila menjawab dalam waktu 4 – 8 detik akan mendapatkan skor 4

c. Bila menjawab dalam waktu 8 – 12 detik akan mendapatkan skor 3

d. Bila menjawab dalam waktu 12 – 16 detik akan mendapatkan skor 2

e. Bila menjawab dalam waktu 16 – 20 detik akan mendapatkan skor 1

Untuk melengkapi data yang diperoleh melalui angket, peneliti

menggunakan wawancara. Wawancara juga digunakan sebagai bahan cek

ulang informasi yang diperoleh mealui angket. Jumlah responden dalam

wawancara ini ada 5 orang laki-laki dengan alasan bahwa dalam penelitian ini

terdapat produk rokok, yang mana konsumen rokok terbesar adalah laki-laki,

apalagi di kalangan mahasiswa. Pemilihan responden laki-laki ini dilakukan

secara acak.
67

B. Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data sebagai

berikut:

1.1.Produk Rokok

Kategori
No. Brand Name Brand Brand Unware
Top of Brand
Recall Recognition of Brand
1 A Mild 4858 2366 226 35
2 Sampoerna Hijau 4704 2562 253 35
Jumlah 9562 4928 479 70

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kategori top of brand menduduki

peringkat pertama dengan skor untuk A Mild 4858 dan Sampoerna Hijau

dengan skor 4704, sedangkan peringkat kedua adalah kategori brand recall

dengan skor untuk A Mild sebesar 2356 dan Sampoerna Hijau sebesar 2562.

peringkat ketiga adalah brand recognition dengan skor 226 untuk A Mild dan

253 untuk Sampoerna Hijau. Peringkat terakhir adalah unware of brand

dengan skor 35 untuk A Mild dan Sampoerna Hijau. Hasil penelitian ini dapat

ditunjukkan dalam Grafik sebagai berikut:


68

Grafik 1.1.
Brand Awareness Produk Rokok

Brand Awareness Produk Rokok

12000

10000

8000

1 A Mild
6000 2 Sampoerna Hijau
2 Jumlah

4000

2000

0
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori

1.2.Presentase Brand Awareness Rokok

Kategori
No. Brand Name Brand Brand Unware
Top of Brand
Recall Recognition of Brand
1 A Mild 4858 2366 226 35
2 Sampoerna Hijau 4704 2562 253 35
Jumlah 9562 4928 479 70
Presentase (%) 50.805271 48.01136 47.18163 50

Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase brand awareness

kategori top of brand sebesar 50,80% yang menunjukkan bahwa A Mild

memiliki brand awareness yang lebih tinggi dibandingkan dengan Sampoerna

Hijau, sedangkan presentase kategori brand recall sebesar 48,01 % yang

menunjukkan bahwa brand awareness A Mild lebih kecil dibandingkan

Sampoerna Hijau untuk kategori ini. Presentase kategori brand recognition


69

menunjukkan nilai 47,18 % yang berarti brand awareness A Mild lebih

rendah dibandingkan dengan Sampoerna Hijau, sedangkan presentase kategori

unware of brand sebesar 50 % yang menunjukkan bahwa tingkat brand

awareness untuk kategori ini sama antara A Mild dan Sampoerna Hijau. Hasil

penelitian ini dapat ditunjukkan dalam Grafik sebagai berikut:

Grafik 1.2.
Presentase Brand Awareness Produk Rokok

Presentase Brand Awareness Produk Rokok

12000

10000

8000

1 A Mild
2 Sampoerna Hijau
6000
2 Jumlah
2 Presentase (%)

4000

2000

0
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori
70

2.1. Produk Minuman Teh

Kategori
No. Brand Name Brand Brand Unware
Top of Brand
Recall Recognition of Brand
1 Teh Botol Sosro 4302 2081 188 35
2 Frestea 4178 2241 235 25
Jumlah 8480 4322 423 60

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kategori top of brand menduduki

peringkat pertama dengan skor untuk Teh Botol Sosro 4302 dan Frestea

dengan skor 4178, sedangkan peringkat kedua adalah kategori brand recall

dengan skor untuk Teh Botol Sosro sebesar 2081 dan Frestea sebesar 2241,.

peringkat ketiga adalah brand recognition dengan skor 188 untuk Teh Botol

Sosro dan 235 untuk Frestea. Peringkat terakhir adalah unware of brand

dengan skor 35 untuk Teh Botol Sosro dan 25 untuk Frestea. Hasil penelitian

ini dapat ditunjukkan dalam Grafik sebagai berikut:


71

Grafik 2.1.
Brand Awareness Produk Minuman Teh

Brand Awareness Produk Minuman Teh

9000

8000

7000

6000

5000 1 Teh Botol Sosro


2 Freste
4000 2 Jumlah

3000

2000

1000

0
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori

2.2. Presentase Brand Awareness Minuman Teh

Kategori
No. Brand Name Brand Brand Unware
Top of Brand
Recall Recognition of Brand
1 Teh Botol Sosro 4302 2081 188 35
2 Freste 4178 2241 235 25
Jumlah 8480 4322 423 60
Presentase (%) 50.731132 48.14901 44.44444 58.33333

Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase brand awareness

kategori top of brand sebesar 50,73% yang menunjukkan bahwa Teh Botol

Sosro memiliki brand awareness yang lebih tinggi dibandingkan dengan

Frestea, sedangkan presentase kategori brand recall sebesar 48,14 % yang

menunjukkan bahwa brand awareness Teh Botol Sosro lebih kecil

dibandingkan Frestea untuk kategori ini. Presentase kategori brand

recognition menunjukkan nilai 44,44 % yang berarti brand awareness Teh


72

Botol Sosro lebih rendah dibandingkan dengan Frestea, sedangkan presentase

kategori unware of brand sebesar 58,33 % yang menunjukkan bahwa tingkat

brand awareness untuk kategori ini Teh Botol Sosro lebih Tinggi

dibandingkan dengan Frestea. Hasil penelitian ini dapat ditunjukkan dalam

Grafik sebagai berikut:

Grafik 2.2.
Presentase Brand Awareness Produk Minuman Teh

Presentase Brand Awareness Produk minuman Teh

9000

8000

7000

6000

5000 1 Teh Botol Sosro


2 Freste
2 Jumlah
4000
2 Presentase (%)

3000

2000

1000

0
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori

3.1. Produk Minuman Bersoda

Kategori
No. Brand Name Brand Brand Unware
Top of Brand
Recall Recognition of Brand
1 Fanta Apel 4744 2550 203 16
2 Coca-Cola 4875 2348 163 5
Jumlah 9619 4898 366 21
73

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kategori top of brand menduduki

peringkat pertama dengan skor untuk Fanta Apel sebesar 4744 dan Coca-Cola

dengan skor 4875, sedangkan peringkat kedua adalah kategori brand recall

dengan skor untuk Fanta Apel sebesar 2550 dan Coca-Cola sebesar 2348,.

peringkat ketiga adalah brand recognition dengan skor 203 untuk Fanta Apel

dan 163 untuk Coca-Cola. Peringkat terakhir adalah unware of brand dengan

skor 16 untuk Fanta Apel dan 5 untuk Coca-Cola. Hasil penelitian ini dapat

ditunjukkan dalam Grafik sebagai berikut:

Grafik 3.1.
Brand Awareness Produk Minuman Bersoda

Brand Awareness Produk MInuman Bersoda

12000

10000

8000

1 Fanta Apel
6000 2 Coca-cola
2 Jumlah

4000

2000

0
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori
74

3.2.Presentase Brand Awareness Minuman Bersoda

Kategori
No. Brand Name Brand Brand Unware
Top of Brand
Recall Recognition of Brand
1 Coca-Cola 4875 2348 163 5
2 Fanta Apel 4744 2550 203 16
Jumlah 9619 4898 366 21
Presentase (%) 49.319056 52.06207 55.46448 76.19048

Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase brand awareness

kategori top of brand sebesar 49,31 % yang menunjukkan bahwa Fanta Apel

memiliki brand awareness yang lebih rendah dibandingkan dengan Coca-

Cola, sedangkan presentase kategori brand recall sebesar 52,06 % yang

menunjukkan bahwa brand awareness Fanta Apel lebih besar dibandingkan

Coca-Cola untuk kategori ini. Presentase kategori brand recognition

menunjukkan nilai 55,46 % yang berarti brand awareness Fanta Apel lebih

tinggi dibandingkan dengan Coca-Cola, sedangkan presentase kategori

unware of brand sebesar 76,19 % yang menunjukkan bahwa tingkat brand

awareness untuk kategori ini Fanta Apel lebih tinggi dibandingkan dengan

Coca-Cola. Hasil penelitian ini dapat ditunjukkan dalam Grafik sebagai

berikut:
75

Grafik 3.2.
Presentase Brand Awareness Produk Minuman Bersoda

Presentase Brand Awareness Produk Minuman Bersoda

12000

10000

8000

1 Coca-Cola
2 Fanta Apel
6000
2 Jumlah
2 Presentase (%)

4000

2000

0
Recall Recognition of Brand
Top of Brand Brand Brand Unware
Kategori

Tabel 4.1
Ringkasan Brand Awareness Measurement Produk Rokok, Minuman Teh, Dan
Minuman Bersoda

Kategori
No. Brand Name Brand Brand Unware
Top of Brand
Recall Recognition of Brand
1 A Mild 4856 2319 192 51
2 Sampoerna Hijau 5404 2082 124 30
3 Teh Botol Sosro 4858 2366 226 35
4 Frestea 4704 2562 253 35
5 Fanta Apel 4744 2550 203 16
6 Coca-cola 4875 2348 163 5
Jumlah 29441 14227 1161 172
Rata-Rata 4906.8333 2371.167 193.5 28.66667

Hasil penelitian menunjukkan bahwa brand awareness kategori top of

brand menempati urutan tertinggi dengan skor 29441 atau rata-rata sebesar

4906, 83, urutan kedua adalah kategori brand recall dengan skor 14227 atau

rata-rata sebesar 2371,167, urutan ketiga adalah kategori brand recognition


76

dengan skor 1161 atau rata-rata sebesar 193,5, dan urutan terakhir yaitu

kategori unware of brand dengan skor 172 atau dengan rata-rata 28,66. Hasil

penelitian ini dapat ditunjukkan dalam Grafik sebagai berikut:

Grafik 4.2.
Brand Awareness Measurement Produk Rokok,
Minuman Teh, dan Minuman Bersoda

Brand Awareness Produk Rokok, Minuman Teh, dan Minuman Bersoda

35000

30000

25000

20000 Kategori Top of Brand


Kategori Brand Recall
Kategori Brand Recognition
15000 Kategori Unware of Brand

10000

5000

0
A Mild Sampoerna Teh Botol Sosro Fresh Tea Fanta Apel Coca-cola Jumlah
Hijau
1 2 3 4 5 6

C. Hasil Wawancara

Wawancara dilakukan sebagai pelengkap serta bahan cek ulang

informasi yang diperoleh melalui angket. Wawancara dilakukan pada tanggal

15 Juni sampai tanggal 21 Juni 2007. Menurut wawancara yang telah

dilakukan faktor-faktor yang memengaruhi brand awareness adalah sebagai

berikut:
77

1. Iklan Rokok

a. Mengapa anda lebih mengenal Sampoerna Hijau dibanding A Mild,

apa alasannya?

No. Subjek Alasan

1. FS Karena Sampoerna Hijau menggunakan warna hijau sehingga bila

disebutkan rokok yang warnanya hijau, maka pikiran saya

langsung mengarah pada Sampoerna Hijau, jadi menurut saya

warna hijau sudah menjadi ciri khas produk tersebut.

2. IF Sampoerna Hijau memiliki slogan Nggak Ada Loe nggak rame,

menurut saya iklan ini memiliki kreativitas yang unik, pokoknya

berbeda dengan iklan lainlah. Kreativitas yang menarik menurut

saya adalah mengenai kebersamaan, sejak menggunakan Gang

Hijau sebagai ikon produknya, sampai sekarang selalu

menggunakan unsur kebersamaan. Ingat tuh orang yang pegangan

rambut temannya agar tidak tercebur ke suangai. Bagian itu yang

menarik menurut saya.

3. SM Karena menurut saya iklan Sampoerna Hijau menggunakan ide

yang menggelitik, oleh karena itu saya jadi lebih mengenal iklan

Sampoerna Hijau dibandingkan dengan iklan A Mild. Bagian yang

menggelitik itu menurut saya saya ada tiga orang yang saling

berpegangan temannya agar tidak tercebur ke sungai.

4. TW. Sampeorna Hijau, Nggak Ada Loe Nggak Rame. Itu iklan yang

pokoknya keren lah. Idenya baik, ceritanya menarik, dan merakyat.


78

Bagian yang paling menarik menurut saya adalah unsur

kebersamaan, yakni ketika ketiga orang saling berpegangan agar

tidak terperosok ke sungai

5. YF Iklan Sampoerna Hijau boleh dibilang iklan yang beda dengan

iklan produk sejenis. Salut buat yang bikin iklan tersebut. Menurut

saya hal yang sudah melekat dalam Sampoerna Hijau adalah warna

hijau. Dalam setiap iklannya baik cetak maupun elektronik

menggunakan unsur warna hijau, jadi warna hijau sudah melekat

pada Sampoerna Hijau.

b. Apa yang membuat anda lebih mengenal Sampoerna Hijau dibanding

A Mild, apa alasannya?

No. Subjek Alasan

1. FS Kalau menurut saya dulu kan iklannya pake Geng Ijo, yang ijo-ijo

gitu, kalo sekarang diganti Nggak Ada Loe Nggak Rame, meski

begitu karena iklannya menarik jadi mudah diingat. Menurut saya

bagian yang menarik dari iklan ini adalah penggunaan warna

hijaunya. Kalau membicarakan Sampoerna Hijau menurut saya

sudah identik dengan warna hijau.

2. IF Sampoerna Hijau menggunakan warna hijau sehingga kalau ada

Clue warna hijau maka iklan tersebut pasti Sampoerna Hijau.

Sampoerna Hijau kan dari namanya ada sudah Hijau jadi warnanya

ya pasti Hijau.
79

3. SM Dari iklannya kali ya. Ya iklannya OK banget. Jarang jarang ada

iklan yang sekreatif itu. Menggunakan tiga orang yang saling

membantu agar tidak tercebur ke sungai. Jadi yang menarik

menurut saya dalam iklan Sampoerna Hijau adalah

kebersamaannya.

4. TW. Dari yang dulu pake Geng Hijau, Hingga kini yang pake tagline

Nggak Ada Loe Nggak Rame, itu iklan memang udah bagus, jadi

saya sih tahu aja dari iklannya, kan ngikutin perkembangan

iklannya juga. Tapi yang tidak pernah ditinggalkan dari iklan

Sampoerna Hijau adalah selalu menggunakan warna hijau.

5. YF Dari dulu saya memang sudah mengonsumsi Coca-Cola, kalau lagi

pengin saya beli di warung. Biasanya kan ada kaya kulkas untuk

menjual Coca-Cola agar tetap dingin. Kalau iklan Coca-Cola

menurut saya untuk memelihara agar brand yang sudah dikenal

tetap melekat dalam benak konsumen.

c. Apakah warna bisa menjadi ciri khas suatu brand, apa alasannya?

No. Subjek Alasan

1. FS Bisa saja suatu warna menjadi ciri khas suatu brand, konsistensi

penggunaan warna akan menimbulkan asosiasi. Contohnya pada

Sampoerna Hijau menggunakan warna hijau sejak muncul produk

tersebut kan belum pernah menggnakan warna lain, sejak dulu

produk tersebut memang sudah hijau sih.

2. IF Sebetulnya bukanhanya Sampoerna Hijau yang menggunakan


80

Warna Sebagai ciri khas. Misalnya Coca-Cola dengan warna khas

merah, jadi mengapa tidak? Yang penting kan penggunaan

warnanya ajeg dan tidak berubah-ubah agar tidak membingungkan

konsumen.

3. SM Menurut saya warna bisa saja jadi ciri khas. Itu ide yang bagus tuh,

asalkan digunakan secara terus menerus. Jadi kuncinya kalau

menurut saya adalah konsistensi penggunaan warna dalam jangka

waktu yang lama.

4. TW. Kalo warna jadi ciri khas itu OK juga. Jadi lebih mudah dikenal

gitu, kan orang jadi tahu dari warnanya ini produk apa. Jadi warna

jadi ciri khas itu ide yang cemerlang, jadi kalau suatu warna sudah

menjadi ciri khas suatu brand hal itu perlu dipertahankan, agar

tetap digunakan pada iklan versi berikutnya.

5. YF Penggunaan warna menjadi ciri khas itu adalah ide yang

bagus.supaya kita bicara suatu produk yang warnanya ini, oh

pikiran kita tertuju pada merek ini, jadi kenapa tidak? Seperti

warna hijau pada Sampoerna Hijau.

d. Menurut anda mana yang lebih baik dari kedua brand tersebut, apa

alasannya?

No. Subjek Alasan

1. FS. Kalau menurut saya mungkin lebih mementingkan yang yang

berkadar tar dan nikotin rendah. Jadi kalau dari produknya


81

mungkin A Mild lebih bagus. Tapi kalau dari rasa sebenarnya saya

lebih menyukai yang kretek, soalnya lebih mantap.

2. IF. Menurut saya kualitas produk bagus yang mana, tergantung dari

sudut pandang dan selera, kalau yang ditanyai mahasiswa mungkin

lebih menyukai yang filter, tapi kalau komunitas tertentu meungkin

lebih suka yang kretek. Yang lebih menyukai filter mungkin

karena alasan kesehatan, tapi menurut saya rokok filter tidak dapat

menyaingi kretek dari segi rasanya yang mantap

3. SM. Saya bingung juga kalau ditanyai mana yang lebih bagus. Soalnya

tergantung situasi juga, kalau di daerah dingin misal gunung lebih

lebih mantap yang kretek, tapi kalau di kota lebih cocok yang

filter. Jadi tergantung sudut pandangnya. Kalau saya pribadi

sebetulnya dari segi rasa suka yang kretek, yaitu Sampoerna Hijau.

4. TW. Tergantung penilaian orangnya juga, tapi kalau saya pribadi lebih

menyukai yang filter, karena lebih ringan kandungan tar dan

nikotinnya, tapi kalau dari rasa saya suka Sampoerna Hijau karena

rasanya lebih mantap.

5. YF. Penilaian saya kalau kualitas produk, saya lebih cenderung

menyukai yang A Mild, soalnya kan tar dan nikotinnya lebih

rendah. Kalau soal kualitas produk itu kan tergantung yang

menilai.
82

e. Menurut anda iklan mana dari kedua brand tersebut yang lebih baik,

apa alasannya?

No. Subjek Alasan

1. FS. Kalau dari iklannya menurut saya Sampoerna Hijau lebih baik, dan

lebih mementingkan solidaritas. Bisa dilihat dari iklannya yang

agar temannya selamat ia rela menderita rambutnya dijambak.

Adegan ini bisa dilihat saat seorang mau jatuh, ia pegangan rambut

temannya, dan temannya yang dijambak tersebut pegangan celana

temannya. Pokoknya solidaritasnya tinggi.

2. IF. Kalau dari sudut pandang iklannya, saya pikir Sampoerna Hijau

lebih baik, dari ceritanya dan kreativitasnya. Saya berpandangan

yang menarik pengangkatan warna hijaunya menjadi sesuatu yang

tak pernah ditinggalkan.

3. SM. Iklan mana yang lebih bagus, sebetulnya dua-duanya bagus, tapi

kalau saya disuruh memilih saya lebih cenderung ke Sampoerna

Hijau. Sebab idenya iklannya selalu konsisten mengguanakan

warna hijau.

4. TW. Menurut saya iklan Sampoerna Hijau lebih keratif dan

memasyarakat. Bisa dilihat sejak Gang Hijau dengan tagline-nya

ijo-ijo itu, tetap mementingkan kebersamaan. Itu yang menurut

saya menjadi bagian tak terpisahkan dari Sampoerna Hiaju.

5. YF. Aduh bingung juga kalau ditanyain mana yang lebih bagus, tapi

saya lebih cenderung ke Sampoerna Hijau aja deh. Sebab tidak

pernah lepas dari solidaritas.


83

2. Iklan Minuman Teh

a. Mengapa anda lebih mengenal Teh Botol Sosro dibanding Frestea, apa

alasannya?

No. Subjek Alasan

1. FS. Karena Teh Botol Sosro sudah lebih dulu ada, dan memang sudah

lebih terkenal dulu. Jadi kalau dari kecil saya sudah minum Teh

Botol Sosro, kalau Frestea saya malah mulai mengenal sekitar

SMA. Alasan saya lebih mengenal Teh Botol Sosro dibandingkan

dengan Frestea adalah karena produk tersebut sudah lebih dulu ada

di pasaran.

2. IF. Teh Botol Sosro sudah dikenal masyarakat kita, kalau ada acara

rapat atau kondangan juga biasanya disuguhi Teh Botol Sosro. Jadi

memang kalau menurut saya Teh Botol Sosro sudah lebih dikenal

luas oleh masyarakat Indonesia.

3. SM. Ya Teh Botol Sosro memang sudah lebih terkenal, jadi saya juga

lebih tahu Teh Botol Sosro. Kan kalau teh botol lebih identik

dengan Teh Botol Sosro. Selain itu Teh Botol Sosro kan

merupakan produsen minuman teh yang terkemuka di Indonesia

yang kualitasnya sudah tidak diragukan lagi. Jadi kalau ada iklan

Teh Botol Sosro menurut saya akan menambah pengetahuan

konsumen Indonesia akan Teh Botol Sosro.

4. TW. Dimana-mana diwarung-warung, toko-toko, mini market, rumah

makan, restoran sudah ada. Memang Teh Botol Sosro sudah lebih
84

terkenal dan ada di mana-mana. Jadi dari segi distribusi dan nama

menurut saya Teh Botol Sosro lebih unggul jika dibandingkan

dengan Frestea.

5. YF. Teh Botol Sosro sudah lebih dulu ada jadi sudah lebih dikenal

masyarakat, jadi saya juga lebih mengenal Teh Botol Sosro. Soal

rasa saya juga lebih suka dan pas rasanya, rasa melati dan

manisnya pas jika dibaningkan dengan Frestea. Karena

sepengatahuan saya Frestea adalah produk yang relatif masih baru

jadi wajar kalau saya pribadi lebih mengenal Teh Botol Sosro

dibandingkan dengan Frestea.

b. Apa yang membuat anda lebih mengenal Teh Botol Sosro dibanding

Frestea, apa alasannya?

No. Subjek Alasan

1. FS. Karena Teh Botol Sosro sudah lebih dulu ada, dan memang sudah

lebih terkenal dulu, seperti yang sudah saya katakan tadi kalau

suatu produk lebih dulu ada dan iklannyapun kerap muncul di

televisi menurut saya akan lebnih dikenal oleh konsumen.

2. IF. Teh Botol Sosro sudah dikenal masyarakat kita, kalau ada acara

rapat atau kondangan juga biasanya disuguhi Teh Botol Sosro. Jadi

memang kalau menurut saya Teh Botol Sosro sudah lebih dikenal

luas oleh masyarakat Indonesia.

3. SM. Ya Teh Botol Sosro memang sudah lebih terkenal, jadi saya juga
85

lebih tahu Teh Botol Sosro jika dibandingkan dengan Frestea.

Kalau ada iklan mengenai Teh Botol Sosro hal itu akan semakin

membuat konsumen mengetahui keberadaan brand tersebut.

4. TW. Dimana-mana diwarung-warung, toko-toko, mini market, rumah

makan, restoran sudah ada. Memang Teh Botol Sosro sudah lebih

terkenal dan ada di mana-mana. Hal itu kalau menurut saya tidak

terlepas dari kampanye iklan yang dilakukan oleh PT. Sinar Sosro

selaku produsen, agar produk yang dihasilkan menjadi market

leader kategori minuman teh dalam botol.

5. YF. Teh Botol Sosro sudah lebih dulu ada jadi sudah lebih dikenal

masyarakat, jadi saya juga lebih mengenal Teh Botol Sosro. Hal itu

kalau menurut saya tidak terlepas dari iklan yang sejak dulu

dilakukan. Hal ini menyebabkan konsumen lebih mengenal Teh

Botol Sosro. Selain itu Sosro kan dikenal sebagai Ahlinya Teh jadi

kualitas dan reputsinya sudah dikenal luas oleh masyarakat.

c. Apakah warna bisa menjadi ciri khas suatu brand, apa alasannya?

No. Subjek Alasan

1. FS. Tentu bisa, asalkan penggunaan warna yang berbeda dengan

pesaing dan konsistensinya dipertahankan. Dengan demikian orang

akan mengaitkn warna dengan brand yang dimaksud, jadi suatu

warna bisa diidntikan dengan suatu brand tertentu. Menurut saya

bila suatu warna telah identik dengan suatu brand maka pesaing
86

akan menggunakan warna lain yang kontras, misalnya kalau Teh

Botol Sosro memakai warna merah, sedangkan Frestea

menggunakan warna hijau, merah sama hijau kan kontras jadi

konsumen bisa membedakannya dengan mudah.

2. IF. Warna bisa dikaitkan dengan suatu brand, asalkan berbeda dan

digunakan secara konsisten. Pada teh Botol Sosro warna merah

yang menjadi ciri khas, jadi kalau menurut saya warna yang

digunakan secara konsisten dalam waktu yang lama bisa menjadi

ciri khas brand tertentu.

3. SM. Warna yang menarik, berbeda, dan konsisten bisa menjadi ciri

khas suatu brand. Warna merah pada Teh Botol Sosro sudah

melekat. Kan agar warna bisa menjadi ciri khas memerlukan waktu

yang lama, kalau menurut saya Teh Botol Sosro kan sudah ada

sejak lama, nah ini yang menjadi keunggulan Teh Botol Sosro

dibandingkan dengan Frestea.

4. TW. Kenapa tidak? Asalkan warna tersebut menarik dan berbeda

dengan pesaing bisa saja menjadi ciri khas. Beberapa brand telah

menggunakannya misalnya Teh Botol Sosro dengan warna merah.

5. YF. Ya bisa, karena orang bisa mengaitkan suatu brand dengan warna

dengan penggunaan yang terus-menerus. Seperti yang dilakukan

teh Botol Sosro warna merah sudah identik.


87

d. Menurut anda mana yang lebih baik dari kedua brand tersebut, apa

alasannya?

No. Subjek Alasan

1. FS. Soalnya kualitas dan rasanya Teh Botol Sosro sudah tidak

diragukan lagi. Rasa melati dan manisnya menurut saya sudah

jaminan soal rasa. Kalau saya di toko ada dua produk tersebut,

maka saya akan memilih Teh Botol Sosro.

2. IF. Menurut saya, Teh Botol Sosro lebih terpercaya. Jadi pilihan saya

lebih cenerung Teh Botol Sosro, yang namanya teh kan yang

penting rasa teh, melati dan gulanya komposisi dan rasa, nah soal

itu Teh Botol Sosro bisa meracik dengan komposisi yang tepat.

3. SM. Saya lebih memilih Teh Botol Sosro. Sebab menurut saya rasanya

sudah cocok dengan saya. Teh botol Sosro adalah teh yang sudah

terkenal mutunya. Produsennya bahkan mengklaim sebagai

Ahlinya Teh.

4. TW. Saya lebih suka Teh Botol Sosro, jadi soal kualitas menurut saya

Teh Botol Sosro lebih unggul dalam perpaduan rasa teh, melati dan

gula yang pas. Jadi menurut saya dari segi kualitas Teh Botol

Sosro lebih unggul dibandingkan dengan Frestea, oleh karena itu

saya lebih memilih Teh Botol Sosro.

5. YF. Bicara kualitas saya lebih memilih Teh Botol Sosro, soalnya

rasanya menurut saya lebih enak, sesuai dengan tagline iklannya

bahwa Sosro adalah Ahlinya Teh.


88

e. Menurut anda iklan mana dari kedua brand tersebut yang lebih baik,

apa alasannya?

No. Subjek Alasan

1. FS. Kalau iklan mana yang lebih baik, menurut saya Teh Botol Sosro

lebih unggul. Sebab tagline-nya sudah nggak asing lagi, Ahlinya

Teh sebagai tagline Teh Botol Sosro menurut saya sudah lebih

akrab di telinga masyarakat Indonesia.

2. IF. Iklan Teh Botol Sosro lebih baik kalau menurut saya. Tagline Teh

Botol Sosro sudah lebih dikenal lebih dulu, siapa sih yang nggak

mengenal Ahlinya Teh? Jadi klaim Sosro sebagai Ahlinya Teh

adalah sudah tepat, karena komunikasi dalam iklan tersebut

menjadi jelas, bahwa Sosro adalah produsen minuman teh yang

berpengalaman dan memiliki reputsi baik.

3. SM. Kalau menurut saya iklan Teh Botol Sosro lebih baik. Saya juga

ingat kalau bulan puasa Teh Botol Sosro punya iklan yang intinya

berbuka dengan Teh Botol Sosro. Sebagai minuman teh dalam

botol yang sudah lebih dulu eksis dibandingkan dengan Frestea,

hal ini menjadikan Teh Botol Sosro lebih dikenal dibaningkan

dengan pesaingnya.

4. TW. Kalau menurut saya dari ide cerita dan konsistensi iklan Teh Botol

Sosro lebih unggul. Soal konsistensi Ahlinya Teh dan warna merah

menjadi keunggulan Teh Botol Sosro.

5. YF. Saya lebih memilih Teh Botol Sosro, sebagai Ahlinya Teh Sosro
89

sudah dikenal luas oleh masyarakat. Jadi penggunaan tagline

Ahlinya Teh dalam iklan Teh Botol Sosro menurut saya memiliki

hasil yang memuaskan, karena konsumen mengenal Teh Botol

Sosro sebagai teh yang memiliki kualitas yang bagus.

3. Iklan Minuman Bersoda

a. Mengapa anda lebih mengenal Coca-Cola dibanding Fanta Apel, apa

alasannya?

No. Subjek Alasan

1. FS. Karena Coca-Cola identik dengan warna merah sehingga bila

dihadapkan dengan minuman bersoda yang warnanya merah, maka

pikiran saya langsung mengarah pada Coca-Cola, jadi menurut

saya warna merahnya itu identik dengan Coca-Cola.

2. IF. Menurut saya Coca-Cola memang sudah lebih dikenal luas oleh

masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Kan Coca-Cola

sudah mendunia. Jadi wajar kalau Coca-Cola lebih dikenal dari

pada Fanta Apel, meskipun dari produsen yang sama.

3. SM. Coca-Cola adalah brand yang sudah sangat terkenal dan ada di

mana-mana. Kalau menurut saya Coca-Cola adalah merek yang

sudah ada sejak lama jadi memiliki brand yang lebih dikenal

masyarakat, jika dibandingkan dengan Fanta Apel.

4. TW. Coca-Cola adalah produk dari Amerika yang sudah mendunia, jadi

wajar kalau orang lebih mengenal Coca-Cola daripada Fanta Apel.


90

Karena eksistensi Coca-Cola memang sudah tidak diragukan.

Untuk mencapai hal tersebut diperlukan komunikasi antara

produsen dengan konsumen yang dikenal dengan iklan. Dari iklan

inilah produsen membangun awareness konsumen.

5. YF. Coca-Cola lebih dikenal oleh masyarakat itu hal yang wajar,

karena memang lebih terkenal. Demikian pula saya lebih mengenal

Coca-Cola dibanding Fanta Apel.

b. Apa yang membuat anda lebih mengenal Coca-Cola dibanding Fanta

Apel, apa alasannya?

No. Subjek Alasan

1. FS. Dari iklannya sekarang tagline-nya kan sudah berubah positif dan

semangat di hidup ala Coca-Cola, tapi warna merahnya kan tetap

dipertahankan, jadi seperti yang sudah saya katakan tadi warna

merah sudah menjadi ciri khas brand tersebut.

2. IF. Kalau menurut saya yang menjadikan lebih mengenal Coca-Cola

dari iklannya, Coca-Cola kan sudah memasyarakat, jadi wajar

kalau orang lebih mengenal Coca-Cola jika dibandingkan dengan

Fanta Apel.

3. SM. Dari iklannya dan memang saya sudah banyak mengonsumsi

Coca-Cola, kalau menurut saya brand yang sudah eksis lebih dulu

akan lebih mudah dalam menyampaikan komunikasi lewat iklan,

jadi tujuan iklan tersebut untuk memelihara agar konsumen tetap


91

mengenal dan tidak meninggalkan produk yang bersangkutan.

4. TW. Dari dulu saya memang sudah mengonsumsi Coca-Cola, kalau lagi

pengin saya beli di warung. Biasanya kan ada kaya kulkas untuk

menjual Coca-Cola agar tetap dingin. Kalau iklan Coca-Cola

menurut saya untuk memelihara agar brand yang sudah dikenal

tetap melekat dalam benak konsumen.

5. YF. Coca-Cola kan sudah dari dulu ada di Indonesia. Jadi sudah lebih

dikenal dibanding Fanta Apel yang relatif masih baru. Menurut

saya kalau suatu brand yang lebih dulu ada, kalau diiklankan

secara konsisten maka relatif lebih dikenal dibandingkan dengan

brand yang menyusul kemudian.

c. Apakah warna bisa menjadi ciri khas suatu brand, apa alasannya?

No. Subjek Alasan

1. FS. Bisa warna menjadi ciri khas suatu brand, asalkan warna tersebut

digunakan secara terus menerus. Jadi konsistensi adalah syarat

yang harus dipenuhi, kalau tidak maka tujuan tersebut tidak akan

tercapai.

2. IF. Sebetulnya warna memang bisa menjadi ciri khas, seperti Coca-

Cola dengan warna khas merah, jadi mengapa tidak? Kalau

menurut saya syaratnya adalah penggunaan warna secara konsisten

dalam jangka waktu yang lama.

3. SM. Menurut saya warna bisa saja jadi ciri khas. Warna merah adalah
92

warnanya Coca-Cola, jadi itu ide yang bagus tuh. Syaratnya adalah

memiliki warna yang berbeda dengan pesaing dan digunakan

dalam jangka waktu yang lama.

4. TW. Kalo warna jadi ciri khas itu OK juga. Jadi lebih mudah dikenal

gitu. Seperti Coca-Cola dengan warna merahnya. Jadi hal ini

adalah merupakan keunggulan suatu brand yang telah memiliki

warna yang menjadi ciri khas.

5. YF. Penggunaan warna merah pada Coca-Cola menjadi ciri khas sudah

menjadi ciri khas brand tersebut. Jadi warna menjadi ciri khas itu

sudah dari dulu ada. Kalau Coca-Cola kan darui dulu selalu

memakai warna merah, jadi warna merah itu yang menjadi ciri

khas Coca-Cola.

d. Menurut anda mana yang lebih baik dari kedua brand tersebut, apa

alasannya?

No. Subjek Alasan

1. FS. Kalau menurut saya lebih bagus Coca-Cola, karena rasanya lebih

paten. Kalau Fanta kan ada banyak rasanya, jadi lebih pas kalau

mengonsumsi Coca-Cola. Menurut saya kalau ditanyai mengenai

rasa Coca-Cola, maka saya sudah dapat membayangkan rasanya

tanpa harus menyebutkan rasa apa, berbeda dengan Fanta yang

memiliki berbagai varian rasa, kalau ditanyai mengenai rasa Fanta

maka perlu menanyakan Fanta rasa apa?


93

2. IF. Menurut saya kualitas produk bagus yang mana, tergantung dari

sudut pandang dan selera, kalau yang ditanyai tapi kalau saya

pribadi berpendapat Coca-Cola lebih bagus mutunya, sebab

rasanya sudah pas, baik itu rasa colanya, manisnya dan sodanya.

3. SM. Saya lebih cenderung memilih Coca-Cola sebagai produk yang

lebih bagus kualitasnya, karena menurut saya rasa soda dari Coca-

Cola cukup pas, dan dipadu dengan gula dan rasa cola yang

menurut saya sudah pas juga. Coca-Cola kan sebagai produsen

minuman berkarbonasi yang sudah terkenal dan memiliki

pengalaman yang cukup lama.

4. TW. Tergantung penilaian orangnya juga, tapi kalau saya pribadi lebih

menyukai Coca-Cola dibanding Fanta Apel. Karena menurut saya

lidah saya lebih pas dengan Coca-Cola dibanding Fanta Apel.

5. YF. Tergantung penilaian orangnya juga, tapi kalau saya pribadi lebih

menyukai Coca-Cola dibanding Fanta Apel. Karena menurut saya

lidah saya lebih pas dengan Coca-Cola dibanding Fanta Apel

e. Menurut anda iklan mana dari kedua brand tersebut yang lebih baik,

apa alasannya?

No. Subjek Alasan

1. FS. Kalau dari iklannya menurut saya Coca-Cola lebih bagus

dibanding dengan iklan Fanta Apel karena lebih kreatif, itu

menurut penilaian saya. Kreativitas yang diangkat dalam iklan


94

adalah menghenai semangat seorang pria yang membagikan botol

Coca-Cola kepada orang yang ada di dalam bus.

2. IF. Kalau dari iklannya, menurut saya Coca-Cola lebih bagus

dibanding iklannya Fanta Apel. Sebab iklan Coca-Cola memiliki

khas warna merah, itu yang membuat saya menjadi mudah

mengingatnya, ada berbagai versi iklan Coca-Cola, namun

sepengatahuan saya tidak pernah meningggalkan warna merah.

3. SM. Iklan mana yang lebih bagus, sebetulnya dua-duanya bagus, tapi

kalau saya disuruh memilih saya lebih menyukai iklannya Coca-

Cola, sebab menurut saya dalam iklan Coca-Cola lebih atraktif dan

mempertahankan warna merah sebagai warna khas. Kombinasi

kreatifitas dan warna merah itu yang membuat iklan Coca-Cola

lebih bagus jika dibandingkan dengan iklan Fanta Apel.

4. TW. Menurut saya iklan Coca-Cola lebih baik dibanding iklan Fanta

Apel, sebab menurut saya lebih menarik perhatian saya. Yang

menurut saya menarik adalah penggunaan warna merah sebagai

ciri khas Coca-Cola.

5. YF. Menurut saya iklan Coca-Cola lebih baik dibanding iklan Fanta

Apel, sebab menurut saya lebih menarik perhatian saya. Yang

menurut saya menarik adalah penggunaan warna merah sebagai

ciri khas Coca-Cola.


95

D. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian (melalui angket dan wawancara) diperoleh

bahwa yang memiliki brand awareness tertinggi adalah kategori top of brand

untuk semua produk. Efektivitas tagline dalam meningkatkan brand

awareness bisa ditinjau berdasarkan data pada tebel hasil penelitian tabel

tersebut terlihat bahwa kategori top of brand menempati kategori tertinggi

dengan skor 29441, disusul kategori brand recall dengan skor 14227,

kemudian brand recognition dengan skor 1161, dan terendah kateori unware

of brand dengan skor 172.

Bila dilihat dirinci menurut produknya adalah sebagai berikut: untuk

produk rokok; A Mild dengan skor top of brand sebesar 4856, skor brand

recall dengan skor 2319, skor brand recognition sebesar 192, dan skor unware

of brand sebesar 51, Sampoerna Hijau dengan skor top of brand sebesar

5404, skor brand recall dengan skor 2082, skor brand recognition sebesar

124, dan skor unware of brand sebesar 30. Produk Minuman Teh dengan hasil

skor sebagai berikut: untuk Teh Botol Sosro dengan skor top of brand sebesar

4858, skor brand recall dengan skor 2366, skor brand recognition sebesar

226, dan skor unware of brand sebesar 35, sedangkan Frestea dengan hasil

skor top of brand sebesar 4704, skor brand recall dengan skor 2550, skor

brand recognition sebesar 203, dan skor unware of brand sebesar 16. untuk

kategori minuman bersoda dengan hasil skor sebagai berikut; untuk Coca-

Cola dengan skor top of brand sebesar 4875 skor brand recall dengan skor

2348, skor brand recognition sebesar 163, dan skor unware of brand sebesar
96

5, sedangkan Fanta Apel dengan skor top of brand sebesar 4744, skor brand

recall dengan skor 2550, skor brand recognition sebesar 203, dan skor unware

of brand sebesar 16.

Berdasarkan data di atas diperoleh simpulan bahwa brand yang memiliki

efektivitas tagline lebih tinggi dalam meningkatkan brand awareness adalah

Sampoerna Hijau untuk produk Rokok dengan presentase sebesar 50, 80 %

(dihitung dari kategori top of brand)., Teh Botol Sosro untuk produk minuman

teh dengan presentase sebesar 50,73 % (dihitung dari kategori top of brand),

dan Coca-Cola untuk produk minuman bersoda dengan presentase sebesar 50,

68 % (dihitung dari kategori top of brand).

Dalam penelitian ini yang dijadikan dasar perhitungan efektivitas tagline

dalam meningkatkan brand awaereness adalah kategori top of brand, karena

pada kategori inilah subjek langsung dapat menyebutkan detail brand secara

tepat. Jadi untuk menghindari adanya bias maka hanya kategori ini yang

digunakan untuk mengukur Efektivitas Tagline dalam Meningkatkan Brand

Awareness, sedangkan kategori lainnya digunakan sebagai pelengkap.

Brand Awareness terjadi karena adanya pengetahuan konsumen akan

brand. Proses terjadinya brand awareness konsumen pertama kali terbentuk

iklan. Pendapat tersebut menunjukkan betapa pentingnya iklan dalam

membangun awareness konsumen terhadap suatu brand. Brand awareness

menggambarkn kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali,

mengingat kembali suatu brand sebagai bagian dari suatu kategori produk

tertentu. Brand awareness tercipta melalui iklan yang efektif, oleh karena itu
97

iklan harus memiliki strategi pendekatan tertentu agar komunikasi yang

disampaikan sesuai sasaran, untuk mencapai eksekusi, iklan harus memiliki

sebuah pendekatan tertentu sehingga tepat sasaran yakni mampu menciptakan

penjualan dan memelihara loyalitas komsumen. Pendekatan tersebut harus

mampu mencapai tujuan iklan yaitu persuasi. Peter dan Oslon (2000: 197)

menyatakan bahwa persuasi yaitu perubahan atas kepercayan, sikap, dan

keinginan berperilaku yang disebabkan oleh suatu komunikasi promosi.

Pendekatan yang dilakukan agar iklan mampu menciptakan brand

awareness adalah dengan tagline. Tagline merupakan startegi yang kerap

digunakan dalam iklan TV, biasanya Tagline muncul di akhir iklan tersebut.

Dalam beberapa iklan, Tagline merupakan suatu hal yang sudah melekat

dalam dan memunculkan asosiasi terhadap Brand Image tertentu. Misalnya

Brand yang sudah terkenal misalnya rokok A Mild dengan Taglinenya Tanya

Kenapa? Yang merupakan strategi reminding (mengingatkan kembali

kosumen terhadap suatu Brand) dari Tagline Bukan Basa-Basi. Dilakukannya

perubahan Tagline tersebut sebagai upaya konsumen tidak bosan terhadap

Tagline sebelumnya. Keberhasilan Tagline dalam menimbulkan asosiasi

terhadap Brand tertentu merupakan bukti bahwa Tagline memiliki sumbangan

signifikan dalam meningkatkan Brand Awareness.

Tagline membutuhkan edukasi yang lama untuk bisa meningkatkan

Brand Awareness, misalnya yang dilakukan oleh Coca-Cola yang mengalami

perubahan tagline membutuhkan waktu yang lama, sehingga konsumen

menjadi familiar dengan tagline yang baru (Mix, September 2006: 58).
98

Perubahan tagline diharapkan mampu meningkatkan penjualan, seperti yang

dilakukan Coca-Cola dengan kreativitas mengganti tagline-nya, hal itu

disebabkan karena penurunan penjualan karena perubahan konsumen dalam

mengonsumsi minuman berkarbonasi menjadi minuman non karbonasi (Mix,

September 2006: 59).

Hubungan antara Tagline dengan Brand Awareness melibatkan persepsi.

Thoha (1986:138) menyatakan bahwa pada hakikatnya persepsi merupakan

proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi

tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan,

perasaan, dan penciuman. Persepsi merupakan pengalaman tentang objek,

peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan

menafsirkan pesan. (Rahmat, 2004:51).

Persepsi merupakan proses yang bersifat individual, jadi meskipun

stimulusnya sama, tetapi karena perbedaan pengalaman, kemampuan berfikir,

kerangka acuan, sehingga hasil persepsi antara individu satu dengan yang lain

tidak sama. Keadaan tersebut memberikan sedikit gambaran bahwa persepsi

itu memang berbeda-beda pada setiap orang sehingga dalam persepsi terdapat

beberapa faktor yang memengaruhi dalam persepsi.

Iklan yang baik mampu memengaruhi konsumen, sehingga timbul brand

awareness dalam benak konsumen, oleh karena itu banyak iklan yang

menggunakan tagline.. Hal ini penting untuk meningkatkan brand awareness

yang mana dengan terciptanya brand awareness berpengaruh terhadap

mindset konsumen, sehingga diharapkan mampu memengaruhi perilaku


99

pembelian. Pengetahuan konsumen akan brand akan dijadikan acuan perilaku

konsumen dalam melakukan keputusan pembelian. Brand Awreness menjadi

sumber referensi dalam menentukan mana produk yang disukai dan

dikonsumsi. Berikut ini adalah faktor-faktor yang meningkatkan brand

awareness iklan TV:

1. Produk Rokok

Berdasarkan hasil wawancara tagline Sampoerna Hijau lebih

efektif dibandingkan dengan tagline A Mild karena memiliki keunggulan

sebagai berikut:

a. Mudah Diingat

Tagline yang mudah diingat menempati peringkat tertingi

dalam meningkatkan brand awareness, karena bila tagline mudah

diingat maka akan mudah menimbulkan asosiasi dan bila tagline

tersebut diucapkan benak subjek langsung tertuju pada brand yang

diiklankan di TV. Hal ini sesuai dengan pendapat Durianto (2004: 30)

yang menyatakan bahwa brand awareness dapat ditingkatkan melalui

cara-cara berikut: pesan yang disampaikan oleh suatu brand harus

mudah diingat oleh konsumen, pesan yang disampaikan harus berbeda

dengan produk lainnya serta harus ada hubungan antara brand dengan

kategori produknya, memakai tagline atau slogan maupun jingle lagu

yang menarik sehingga membantu konsumen mengingat brand.


100

b. Unik

Suatu iklan harus berbeda dengan iklan lainnya. Oleh karena itu iklan

TV harus unik dan memerlukan kreativitas agar memiliki daya beda

dan memiliki nilai lebih dibandingkan dengan pesaing. Keunikan bisa

digali dari segi cerita, tema yang diangkat, warna, setting iklan dan

lain sebaginya. Pada iklan Sampoerna Hijau yang diangkat adalah

warna hijau, dari segi ceritanya yaitu kebersamaan. Penggunaan warna

menimbulkan asosiasi sesaui dengan pendapat Durianto yang

menyatakan bahwa salah satu peran brand awareness adalah menjadi

sumber asosiasi lain, suatu brand yang kesadarannya tinggi akan

membantu asosiasi-asosiasi melekat pada brand tersebut pada benak

konsumen. Kondisi ini menunjukkan bahwa suatu brand yang

awareness-nya tinggi mampu menimbulkan asosiasi positif untuk

produk lainnya.

c. Memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi

Untuk bisa lebih mudah diingat, maka suatu iklan harus lebih sering

muncul, karena pengulangan akan lebih mudah menimbulkan recall

dan recogition. Berdasarkan data pengamatan penulis menunjukkan

frekuensi kemunculan iklan A Mild rata-rata muncul 5 kali dalam

semalam, Sampoerna Hijau muncul 6 kali dalam semalam. Hal ini

terbukti bahwa Sampoerna Hijau memiliki brand awareness yang

lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Durianto dkk. (2004: 30)

yang menyatakan bahwa perlunya melakukan pengulangan untuk


101

meningkatkan pengingatan, karena membentuk ingatan adalah lebih

sulit dibanding membentuk pengenalan. Dalam hal ini adalah

frekuensi kemunculan iklan produk di televisi.

2. Produk Minuman Teh

Berdasarkan hasil wawancara tagline Teh Botol Sosro lebih efektif

dibandingkan dengan tagline Frestea karena memiliki keunggulan sebagai

berikut:

a. Mudah Diingat

Tagline yang mudah diingat menempati peringkat tertingi dalam

meningkatkan brand awareness, karena bila tagline mudah diingat

maka akan mudah menimbulkan asosiasi dan bila tagline tersebut

diucapkan benak subjek langsung tertuju pada brand yang diiklankan

di TV. Hal ini sesuai dengan pendapat Durianto (2004: 30) yang

menyatakan bahwa pesan yang disampaikan oleh suatu brand harus

mudah diingat oleh konsumen. Pesan iklan agar mudah diingat ini bisa

disampaikan melalui tagline.

b. Sudah Dikenal Lama

Teh Botol Sosro menggunakan tagline Ahlinya Teh, yang mana hal ini

sudah dikenal sejak dulu, jadi dalam kampanye iklannya tagline

tersebut selalu diusung meskipun dalam berbagai variasi produknya.

Namun memang sudah dikenal luas oleh masyarakat sejak dulu.

Hal ini sesuai dengan pendapat Irwanto (1988: 76) yang menyatakan

salah satu yang berpengaruh terhadap persepsi adalah pengalaman


102

terhaluhu. Pendapat serupa juga menyatakan bahwa tagline

membutuhkan edukasi yang lama untuk bisa meningkatkan Brand

Awareness (Mix, September 2006: 58). Durianto (2004: 30) juga

menyatakan bahwa suatu brand yang baik eksistensinya berarti teruji

oleh waktu, keberadaan brand yang telah berlangsung lama

menunjukkan bahwa brand tersebut mampu memenuhi kebutuhan dan

harapan konsumen

c. Memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi

Untuk bisa lebih mudah diingat, maka suatu iklan harus lebih sering

muncul, karena pengulangan akan lebih mudah menimbulkan recall

dan recogition. Berdasarkan pengamatan peneliti dari tanggal 1 Juni –

15 Juni 2007 iklan Teh Botol Sosro muncul 6 kali dalam sehari, iklan

Frestea muncul 4 kali dalah sehari. Dan berdasarkan penelitian brand

awareness Teh Botol Sosro lebih tinggi dibandingkan dengan Frestea.

Hal ini sesuai dengan pendapat Durianto dkk. (2004: 30) yang

menyatakan bahwa perlunya melakukan pengulangan untuk

meningkatkan pengingatan, karena membentuk ingatan adalah lebih

sulit dibanding membentuk pengenalan. Dalam hal ini adalah

frekuensi kemunculan iklan produk di televisi.

d. Dekat dengan kehidupan konsumen.

Hal yang juga berpengaruh dalam membangun awareness konsumen

adalah memilih iklan yang dekat dengan kehidupan konsumen,

sehingga menimbulkan keterlibatan. Produk yang dipasarkan untuk


103

masyarakat luas, maka sebaiknya memilih tema yang sesuai dengan

segmen yang dibidik. Dalam iklannya Teh Botol Sosro menyesuaikan

dengan situasi yang ada, misalnya pada bulan puasa, mmengusung

tema ”Berbukalah dengan yang Manis”. Hal ini sesuai dengan

pendapat (Siamora, 2003: 48) yang menyatakan bahwa dengan adanya

brand awareness konsumen dibantu dalam menafsirkan, memproses,

dan menyimpan informasi mengenai produk dan brand. Hal ini

memengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam mengambil

keputusan pembelian (baik itu karena pengalaman masa lalu dalam

mengonsumsi maupun kedekatan dengan merek maupun karakteristik

unik yang dimiliki brand).

3. Produk Minuman Bersoda

Berdasarkan hasil wawancara tagline Coca-Cola lebih efektif

dibandingkan dengan tagline Fanta Apel karena memiliki keunggulan

sebagai berikut:

a. Mudah Diingat

Tagline yang mudah diingat menempati peringkat tertingi

dalam meningkatkan brand awareness, karena bila tagline mudah

diingat maka akan mudah menimbulkan asosiasi dan bila tagline

tersebut diucapkan benak subjek langsung tertuju pada brand yang

diiklankan di TV. Hal ini sesuai dengan pendapat Durianto (2004: 30)

yang menyatakan bahwa brand awareness dapat ditingkatkan melalui

cara-cara berikut: pesan yang disampaikan oleh suatu brand harus


104

mudah diingat oleh konsumen, pesan yang disampaikan harus berbeda

dengan produk lainnya serta harus ada hubungan antara brand dengan

kategori produknya, memakai tagline atau slogan maupun jingle lagu

yang menarik sehingga membantu konsumen mengingat brand.

b. Kreatif

Iklan perlu dibuat lebih kreatif agar memilki daya beda dengan

pesaing. Kreatifitas bisa digali melalui bisa digali dari segi cerita, tema

yang diangkat, warna, setting iklan dan lain sebaginya.

Pada iklan Coca-Cola hal yang tidak pernah ditinggalkan adalah

penggunaan warna merah sebagai ciri khasnya. Penggunaan warna

menimbulkan asosiasi sesaui dengan pendapat Durianto yang

menyatakan bahwa salah satu peran brand awareness adalah menjadi

sumber asosiasi lain, suatu brand yang kesadarannya tinggi akan

membantu asosiasi-asosiasi melekat pada brand tersebut pada benak

konsumen. Kondisi ini menunjukkan bahwa suatu brand yang

awareness-nya tinggi mampu menimbulkan asosiasi positif untuk

produk lainnya.

c. Memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi

Untuk bisa lebih mudah diingat, maka suatu iklan harus lebih sering

muncul, karena pengulangan akan lebih mudah menimbulkan recall

dan recogition. Berdasarkan pengamatan peneliti dari tanggal 1 Juni –

15 Juni 2007 iklan Coca-Cola muncul 5 kali dalam sehari, dan Fanta

Apel muncul 4 kali dalam sehari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa


105

brand awareness Coca-Cola lebih tinggi dibandingkan dengan Fanta

Apel.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa faktor-faktor yang

yang memengaruhi efektifitas tagline dalam meningkatkan brand

awareness, untuk masing-masing kategori tidaklah sama namun pada

dasarnya untuk menciptakan tagline yang mampu menciptakan brand

awareness, memiliki karakteritik sebagai berikut: mudah diingat,

unik/kreatif, memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi,

sudah dikenal lama, dekat dengan kehidupan konsumen.

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa iklan yang memiliki

tagline berpengaruh terhadap perilaku konsumen, berikut ini adalah bagan

yang menjelaskan pengaruh iklan terhadap perilaku konsumen:


106

PERHATIAN PEMAHAMAN
• pemikiran yang lebih
Fokus pada informasi dalam tentang ciri-ciri
“sentral” yang berkaitan produk
dengan produk • Rincian yang lebih
dalam

Persuasi Iklan
• kepercayaan
produk • Mudah diingat
• sikap merek
• Unik/Kreatif
• Frekuensi kemunculan
Iklan yang • keinginan Persepsi pada TV tinggi
memiliki tagline membeli • Sudah lama dikenal
• Memiliki nilai yang
relevan dengan kehidupan
konsumen
Konsumen Mindset
Konsumen

Brand
Keputusan Awareness
Pembelian

Bagan 7
Pengaruh Iklan terhadap Perilaku Konsumen

Dari bagan tersebut di atas diketahui bahwa iklan yang memiliki

tagline menggunakan suatu persuasi agar konsumen memiliki kepercayaan

terhadap produk yang ditawarkan


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa brand

awareness kategori top of brand menempati urutan tertinggi dengan skor 29441

atau rata-rata sebesar 4906, 83, urutan kedua adalah kategori brand recall

dengan skor 14227 atau rata-rata sebesar 2371,167, urutan ketiga adalah

kategori brand recognition dengan skor 1161 atau rata-rata sebesar 193,5, dan

urutan terakhir yaitu kategori unware of brand dengan skor 172 atau dengan

rata-rata 28,66. Untuk kategori rokok yaitu Sampoerna Hijau untuk produk

Rokok dengan presentase sebesar 50, 80 % (dihitung dari kategori top of

brand), untuk kategori minuman teh Teh Botol Sosro untuk produk minuman

teh dengan presentase sebesar 50,73 % (dihitung dari kategori top of brand),

untuk kategori minuman bersoda Coca-Cola untuk produk minuman bersoda

dengan presentase sebesar 50, 68 % (dihitung dari kategori top of brand).

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh simpulan bahwa faktor-faktor

tagilne yang penting dalam meningkatkan brand awareness yang tinggi adalah

tagline dengan karakteristik sebagai berikut:

a. Mudah Diingat

Tagline yang mudah diingat menempati peringkat tertingi dalam

meningkatkan brand awareness, karena bila tagline mudah diingat maka

95
96

akan mudah menimbulkan asosiasi dan bila tagline tersebut diucapkan

benak subjek langsung tertuju pada brand yang diiklankan di TV.

b. Unik/Kreatif

Suatu iklan harus berbeda dengan iklan lainnya. Oleh karena itu iklan TV

harus unik dan memerlukan kreativitas agar memiliki daya beda dan

memiliki nilai lebih dibandingkan dengan pesaing.

c. Memiliki frekuensi kemunculan pada TV yang cukup tinggi

Untuk bisa lebih mudah diingat, maka suatu iklan harus lebih sering

muncul, karena pengulangan akan lebih mudah menimbulkan recall dan

recogition.

d. Sudah Dikenal Lama

Bila suatu brand memiliki tagline yang sudah lama dikenal luas oleh

masyarakat, maka akan semakin mudah dalam meningkatkan brand

awareness, sebab konsumen sudah mengetahui keberadaan brand, sehingga

tinggal memelihara dan meningkatkan tingkat brand awareness-nya.

e. Dekat dengan kehidupan konsumen.

Hal yang juga berpengaruh dalam membangun awareness konsumen adalah

memilih iklan yang dekat dengan kehidupan konsumen, sehingga

menimbulkan keterlibatan. Produk yang dipasarkan untuk masyarakat luas,

maka sebaiknya memilih tema yang sesuai dengan segmen yang dibidik.
97

B. Saran

1. Bagi Perusahan pemilik brand agar lebih kreatif dalam menciptakan iklan

yang bermutu agar mampu meningkatkan brand awareness dan mampu

memengaruhi perilaku konsumtif konsumennya. Untuk itu perlu menciptakan

tagline yang mampu meningkatkan brand awareness.

2. Bagi lembaga-lembaga pendidikan, misalnya Universitas Negeri Semarang

pada umumnya dan Jurusan Psikologi UNNES pada khususnya untuk dapat

mengembangkan tagline yang efektif guna membangun awareness agar lebih

dikenal masyarakat luas.

3. Bagi peneliti agar lebih meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam

melakukan penelitian, sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih baik dan

lengkap, sehingga bisa mengidentifikasikan faktor-faktor yang memengaruhi

brand awareness secara lebih spesifik.

4. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi kemunculan iklan

TV mampu meningkatkan brand awareness, oleh karena itu perusahaan

pemilik brand agar melakukan menayangkan iklannya lebih sering.


98

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi


Kelima.Jakarta: Rineka Cipta.

--------------.1996. Metode Penelitian. Edisi Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Azwar, S. 2001. Reliabilitas dan Validitas. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

--------------. 2003. Metode Penelitian. Edisi Keempat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cahyani. 2004. Efektifitas Iklan Teh Botol Sosro Versi Pengunjung Rumah Makan
dalam Meningkatkan Brand Awareness. Skripsi.. Unika Soegiyopronoto
Semarang.

Doyin, Mokh. 2002. Bahasa Indonesia dalam Penelitian Karya Tulis Ilmiah.
Semarang: Nusa Budaya.

Durianto, Darmadi, Sugiarto, dan Budiman, Lie Joko. 2004. Brand Equity Ten,
Strategi Memimpin Pasar. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Dwipayan. 2005. Pengaruh Menonton Televisi terhadap Perilaku Konsumen untuk


Membeli Mie Sedaap. Skripsi. Unika Soegiyopronoto Semarang.

Engel, James F. Blackwell, Roger D.. Miniard, Paul W.. 1994. Consumer Behavior
(Perilaku Konsumen). Terjemahan F.X. Budiyarto. Jakarta: Binarupa Aksara.

Hadi, Sutrisno. 2000. Metodologi Research (Jilid-2). Yogyakarta. Andi Offset.

Irawan. 2005. Pengaruh Menonton Televisi terhadap Brand Awareness Fruit-Tea.


Skripsi. Unika Soegiyopronoto Semarang.

Irwanto, Elia. Heman, Hadisoepadima, Antonius. Priyani, Retno M.S. Wismanto,


Yohanes Bagus. Fernandes, Cosmas. 1988. Proyek Pengembangan Mata
Kuliah. Jakarta. Unika Atma Jaya.

---------. Heman, Hadisoepadima, Antonius. Priyani, Retno M.S. Wismanto, Yohanes


Bagus. Fernandes, Cosmas., dkk.. 1988. Psikologi Umum. Jakarta : Pusat
Penelitian Unika Atma Jaya.

Nazir, Moch. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

---------. 2003. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Leavit, Harold J. 1997. Psikologi Manajemen. Jakarta : Erlangga


99

Mix, September 2006. Jakarta.

Nuradi, Noeradi, Wisaksono, Kridalaksana, Harimurti, Utorodewo, Felicia, Indarti,


Nani R.. 1996. Kamus Istilah Periklanan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.

Peter, J. Paul. dan Jerry, C. Olson. 2000. Consumer Behavior, Perilaku Konsumen
dan Strategi Pemasaran; alih bahasa, Sihombing, Damos. Jakarta: Erlangga.

Rewoldt, H. Steward, Scott, james P., Warsaw, Martin R. 1995. Introduction to


Marketing Management, Strategi Promosi Pemasaran. Alih Bahasa, Ali,
Hasymi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Robbins, Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi (Konsep, Kontroversi, Aplikasi).


Jakarta : Prenhallindo.

-----------. 2003. Perilaku organisasi. Jakarta : PT. Indeks Kelompok Gramedia.

Royan, Frans M. 2004. Winning The Battle With Distribution Strategy. Yogyakarta:
Penerbit Andi.

Simamora, Bilson. 2003. Aura Merek. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Soedjono dan Abdurrahman. 2005. Metode Penelitian, Suatu Pemikiran dan


Penerapan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sugiarto, Endar. 2002. Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Susanto, dan Wijanarko, Himawan. 2004. Power Branding, Membangun Merek


Unggul dan Organisasi Pendukungnya. Jakarta: PT. Mizan.

Steward, Martha. Brand Dictionary, Kamus Pemasaran. Terjemahan A. Hasyimi Ali.


Jakarta: PT Rineka Cipta.

Thoha, M. 1998. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta : CV.
Rajawali.

Widjaja. Tunggal, A. 1996. Kamus Marketing. Jakarta: Rineka Cipta.

Walgito, Bimo. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta. Andi offset.

------------------.2003. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogakarta. Andi Offset.

Winardi, J. 2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta : Prenada Media.


100
101

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi


Kelima.Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, S. 2001. Reliabilitas dan Validitas. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. 2003. Metode Penelitian. Edisi Keempat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar. 1996. Metode Penelitian. Edisi Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

B & B: 2007: 69

Cahyani (2004: 1-2)

Doyin, Mokh. 2002. Bahasa Indonesia dalam Penelitian Karya Tulis Ilmiah.
Semarang: Nusa Budaya.

Durianto, dkk. 2004. Brand Equity Ten, Strategi Memimpin Pasar. Jakarta. PT.
Gramedia Pustaka Utama.

Dwipayan. 2005. Skripsi UNIKA. Semarang.

Hadi, 2000: 232

Indrawijaya, Adam. I. 2000. Perilaku Organisasi. Jakarta : Sinar Baru Algensindo.

Irawan. 2005: 1-2. Skripsi UNIKA. Semarang.

Irwanto dkk..1988. Proyek Pengembangan Mata Kuliah. Jakarta. Unika Atma Jaya.

Irwanto, dkk.. 1988. Psikologi Umum. Jakarta : Pusat Penelitian Unika Atma Jaya.

Koentjaraningrat (156: 1990)

Nazir, Moch. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Leavit, Harold J. 1997. Psikologi Manajemen. Jakarta : Erlangga

Mix, September 2006. Jakarta.

Nuradi, dkk. 1996. Kamus Istilah Periklanan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
102

Peter, J. Paul. dan Jerry, C. Olson. 2000. Consumer Behavior, Perilaku Konsumen
dan Strategi Pemasaran; alih bahasa, Sihombing, Damos. Jakarta: Erlangga.

Rewoldt, dkk. 1995. Introduction to Marketing Management, Strategi Promosi


Pemasaran. Alih Bahasa, Ali, Hasymi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Robbins, Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi (Konsep, Kontroversi, Aplikasi).


Jakarta : Prenhallindo.

Robbins, Stephen P. 2003. Perilaku organisasi. Jakarta : PT. Indeks Kelompok


GRAMEDIA

Royan, Frans M. 2004. Winning The Battle With Distribution Strategy. Yogyakarta:
Penerbit Andi.

Simamora, Bilson. 2003. Aura Merek. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Soedjono dan Abdurrahman. 2005. Metode Penelitian, Suatu Pemikiran dan


Penerapan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sriyadi, 2004: 185

Sugiarto, 2003: 4

Susanto, dkk. 2004. Power Branding, Membangun Merek Unggul dan Organisasi
Pendukungnya. Jakarta: PT. Mizan.

Thoha, M. 1998. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta : CV.
Rajawali.

Tunggal, A. Widjaja. 1996. Kamus Marketing. Jakarta: Rineka Cipta.

Walgito, Bimo. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta. Andi offset.

Walgito, Bimo.2003. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogakarta. Andi Offset.

Winardi, J. 2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta : Prenada Media.

You might also like