You are on page 1of 6

JURNAL AGROTEKNOS Maret 2013

Vol. 3 No. 1. Hal 8-13


ISSN: 2087-7706

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN


KOPI ROBUSTA (Coffea canephora) BERDASARKAN ANALISIS DATA
IKLIM MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

Land Suitability Evaluation for Development of Coffee Robusta (Coffea


canephora) Based on Climate Data Analysis Using Geographic
Information Systems Applications
AMINUDDIN MANE KANDARI*), LA ODE SAFUAN, L. M. AMSIL
Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari 93232

ABSTRACT
The aim of the study was to determine the climate type, spatially climate distribution
and climate suitability class for robusta coffee crop in the district of Buton. The research was
conducted in March to Agsutus 2013 by using Thiessen polygon approach through GIS
spatial analyst and climate unit obtained from overlay climate elements, namely
temperature, precipitation, humidity, and dry months. Research found that, in Buton,
climate type according to the classification Schmidth - Fergusson climate type C in the
coverage area of the station rainfall Lawele and Betoambari, and the type climate in the
region of Kapontori and Kaisabu rainfall stations based on. Thiessen polygon, the widest
distribution was 4 months dry climate, i.e. : 124.257,29 hectares or 59,16 % of the rainfall
stations Kapontori, Kaisabu, and Betoambari. While the widest climatology element
(temperature, humidity, radiation, and evaporation) were in the climatology station
Kapontori : 123.240,42 ha or 58,68 % of the total study area. Actual climatic suitability
classes in the study site for the coffee plants were class S2 ( quite appropriate ) area of
69.581,56 hectares or 61,46 % and marginally suitable ( S3 ) area of 43.632,03 hectares or
38,54 % with the toughest obstacles were temperature (t) and humidity (w3). While the
potential climatic suitability remained on climate spesific class S2 (quite appropriate) and
S3 (marginally suitable). With the results of the evaluation of the climatic suitability, coffee
plants can be developed in the research area.
Keywords: climate, coffee, land suitability

canephora) berdasarkan data Badan Pusat


1PENDAHULUAN Statistik (2011), jumlah produksi kopi di
Kabupaten Buton adalah 118 ton dari 549 ha
Di Indonesia tanaman kopi termasuk
lahan yang produktif. Bila di lihat dari luas
tanaman perdagangan karena dapat
lahan produktifnya , maka produksi kopi
menghasilkan devisa negara, dapat memenuhi
robusta di Kabupaten Buton masih tergolong
kebutuhan dalam negeri dan memberikan
rendah. Rendahnya produksi kopi tersebut
peluang bagi masyarakat sebagai lapangan
disebabkan karena petani dalam
kerja. Menurut Muljodiharjo (1996), kopi
membudidayakan kopi masih dilakukan
berada pada urutan ke-empat sebagai
secara sederhana, berbagai faktor tumbuh
penghasil devisa setelah kayu, karet dan
belum diperhatikan secara serius oleh petani,
kelapa sawit.
termasuk faktor iklim sementara diketahui
Kabupaten Buton merupakan daerah
bahwa dalam mengembangkan salah satu
kepuluan yang secara umum masyarakatnya
komoditas pada suatu daerah harus
mengusahakan tanaman kopi robusta (Coffea
mempertimbangkan faktor iklim dalam hal ini
*) Alamat korespondensi:
harus memperhatikan kesesuaian iklim
Email : manekandaria@yahoo.com karena iklim berkaitan erat dengan proses
Vol. 3 No.1, 2013 Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan 9

fotosintesis yang akan menentukan tingkat Alat yang digunakan dalam penelitian ini
pertumbuhan dan produktivitas. meliputi peralatan untuk analisis data seperti
Salah satu faktor iklim adalah suhu yang perangkat lunak (software) ArcGIS 9.3 beserta
sangat penting dalam pertumbuhan tanaman extensions spasial Analyst, Microsoft Office
dan berperan hampir pada semua proses Excel 2003, dan seperangkat Laptop.
pertumbuhan. Suhu udara merupakan faktor Metode yang digunakan dalam penelitian
penting dalam menentukan tempat dan waktu ini, meliputi metode tumpang susun (overlay)
penanaman yang cocok, bahkan suhu udara antara peta administrasi dan peta polygon
dapat juga sebagai faktor penentu dari pusat – Thiessen dari rata-rata unsur iklim dari setiap
pusat produksi tanaman, misalnya ada jenis stasiun yang berada di wilayah penelitian.
tanaman yang membutuhkan suhu rendah Data iklim tersebut akan dijadikan sebagai
tapi ada juga yang tumbuh baik pada suhu dasar untuk evaluasi kesesuaian agroklimat.
tinggi. Selanjutnya evaluasi kesesuaian iklim
Perkembangan teknologi Sistem Informasi dilakukan dengan metode pembandingan
Geografi (SIG) saat ini telah mengalami (matching) antara karakteristik iklim dengan
perkembangan yang sangat pesat dengan persyaratan agroklimat tanaman kopi robusta
kemampuannya untuk memperoleh, (Coffea canephora).
menyimpan, memperbaiki, memanipulasi,
menganalisis, dan menampilkan semua bentuk HASIL DAN PEMBAHASAN
data dan informasi ke dalam sistem yang
Keadaan iklim di Kabupaten Buton
bereferensi geografi, sehingga dengan
didasarkan pada 4 (empat) stasiun curah
kemampuan tersebut sebuah data maupun
hujan yang terdiri dari Stasiun Lawele,
informasi dapat disajikan secara efisien dan
Betoambari, Kapontori, dan Stasiun Kaisabu,
efektif kedalam bentuk peta. Dengan adanya
serta 4 (empat) stasiun klimatologi yang
informasi tersebut dapat dijadikan sebuah
terdiri dari stasiun klimatologi Kaisabu,
kebijakan dalam pengambilan suatu
Betoambari, Ngkari-ngkari, dan stasiun
keputusan dalam perencanaan maupun
klimatologi Kapontori selama 10 (sepuluh)
pengelolaan dalam pemanfaatannya.
tahun (2002-2011). Cakupan wilayah dari
Berdasarkan uraian diatas, analisis data
stasiun (curah hujan) dilakukan dengan
iklim utamanya suhu dengan bantuan sistem
menggunakan metode poligon Thiessen
informasi geografi sangat penting dilakukan
(Gambar 1).
dalam upaya memperoleh informasi spasial
Stasiun Curah Hujan Lawele.
tentang kesesuaian tanaman kopi robusta
Berdasarkan pembagian poligon Thiessen,
(Coffea canephora) berdasarkan kesesuaian
cakupan Stasiun Curah Hujan Lawele mewakili
suhu di wilayah Kabupaten Buton.
beberapa kecamatan, yang terdiri dari
Berdasarkan uraian diatas, analisis data
Kecamatan Lasalimu, Lasalimu Selatan,
iklim dengan bantuan sistem informasi
Siotapina, dan sebagian wilayah Kecamatan
geografi sangat penting dilakukan dalam
Wolowa. Menurut sistem klasifikasi Schmidth-
upaya memperoleh informasi spasial tentang
Fergusson (BB = CH >100 mm Bulan 1; BK =
kesesuaian tanaman kopi berdasarkan
CH < 60 mm Bulan–1 bahwa di wilayah
kesesuaian iklimnya di wilayah Kabupaten
cakupan stasiun curah hujan Lawele tergolong
Buton Daratan.
tipe iklim C, yaitu terdapat 5,3 Bulan basah
(BB), dan 2,6 Bulan kering (BK) dengan nilai
BAHAN DAN METODE
Quotient (Q) = 49,2 %. Kenyataan ini
Bahan yang digunakan pada penelitian ini berindikasi bahwa di wilayah cakupan stasiun
yaitu Citra SRTM (Shuttle Radar Topography curah hujan Lawele tergolong tipe iklim
Mission) resolusi 90 meter, Peta Administrasi daerah Agak Basah.
Kabupaten Buton Skala 1:500.000, Data iklim Stasiun Curah Hujan Betoambari.
dari stasiun Lawele, Kaisabu, Kapontori, Menurut sistem klasifikasi Schmidth-
Ngkari-ngkari, dan stasiun klimatologi Fergusson (BB = CH >100 mm Bulan 1; BK =
Betoambari selama 10 (sepuluh) tahun CH < 60 mm Bulan 1 bahwa di wilayah cakupan
terakhir (2002– 2011). stasiun curah hujan Betoambari tergolong tipe
iklim C, yaitu terdapat 5,2 Bulan basah (BB),
10 KANDARI ET AL. J. AGROTEKNOS

dan 2,8 Bulan kering (BK) dengan nilai bunga. Peningkatan suhu sampai titik
Quotient (Q) = 54,8 %. Kenyataan ini optimum akan diikuti oleh peningkatan
berindikasi bahwa di wilayah cakupan stasiun proses-proses tersebut dan setelah melewati
curah hujan Betoambari tergolong tipe iklim titik optimum proses tersebut mulai dihambat
daerah Agak Basah baik secara fisik maupun kimia. Pengaruh
Stasiun Curah Hujan Kapontori. Menurut temperatur terhadap pertumbuhan kopi erat
sistem klasifikasi Schmidth-Fergusson (BB = kaitannya dengan ketersediaan air, sinar
CH >100 mm Bulan–1; BK = CH < 60 mm Bulan– matahari dan kelembaban. Faktor-faktor
1 bahwa di wilayah cakupan stasiun curah tersebut dapat dikelola melalui pemangkasan,
hujan Kapontori tergolong tipe iklim D, yaitu penataan tanaman pelindung dan irigasi.
terdapat 4,8 Bulan basah (BB), dan 3,1 Bulan Temperatur sangat erat kaitanya terhadap
kering (BK) dengan nilai Quotient (Q) = 64,9 pembentukan flush, pembungaan, serta
%. Kenyataan ini berindikasi bahwa di kerusakan daun. Kelas kesesuaian iklim di
wilayah cakupan stasiun curah hujan lokasi penelitian jika ditinjau dari aspek suhu
Kapontori tergolong tipe iklim sedang. untuk diperoleh kelas kesesuaian iklim S2 dan S3.
penyinaran rata-rata tahunan di wilayah Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa
cakupan stasiun klimatologi Ngkari-ngkari aspek suhu di lokasi penelitian tidak menjadi
yaitu 4.543,90Cal/cm2, penyinaran rata-rata kendala berarti untuk pengembangan
bulanan tertinggi terjadi pada Bulan Agustus komoditas kopi.
yaitu 550Cal/cm2, dan penyinaran rata-rata Bulan Kering. Bulan kering merupakan
bulanan terendah terjadi pada Bulan jumlah bulan kering berturut-turut dalam
Desember yaitu 281Cal/cm2. setahun dengan jumlah curah hujan kurang
Stasiun Klimatologi Betoambari. untuk dari 75 mm. Pertumbuhan dan produksi kopi
penyinaran rata-rata tahunan di wilayah akan maksimum apabila dibudidayakan pada
cakupan stasiun klimatologi Betoambari yaitu tempat dengan kondisi bulan kering yang
4.845 Cal/cm2, penyinaran rata-rata bulanan rendah. Bulan kering yang terdapat di lokasi
tertinggi terjadi pada Bulan Oktober yaitu penelitian adalah 4 sehingga diperoleh kelas
486Cal/cm2, dan penyinaran rata-rata bulanan kesesuaian lahan aktual S2. Hal tersebut
terendah terjadi pada Bulan Januari dan Maret mengindikasikan bahwa di wilayah tersebut
yaitu 348 Cal/cm2. baik atau tidak menjadi masaalah penting
Stasiun Klimatologi Kaisabu. Penguapan untuk pengembangan kopi. Sementara itu
rata-rata tahunan di wilayah cakupan stasiun input teknologi untuk perbaikan kondisi bulan
klimatologi Kaisabu yaitu 869,0 mm, kering merupakan sesuatu yang sulit, oleh
penguapan rata-rata bulanan tertinggi terjadi karena itu kelas kesesuan lahan potensial
pada Bulan September yaitu 95,0 mm, dan ditetapkan S2.
penguapan rata-rata bulanan terendah terjadi Curah Hujan. Untuk tanaman kopi,
pada Bulan Februari yaitu 57,0 mm. distribusi curah hujan lebih mutlak dari pada
Berdasarkan Tabel 4.10 dan Gambar 5., untuk jumlah hujan per tahun. tanaman kopi
penyinaran rata-rata tahunan di wilayah menginginkan periode agak kering sepanjang
cakupan stasiun klimatologi Kaisabu yaitu 3 bulan untuk pembentukan primordia bunga,
5.092,2Cal/cm2, penyinaran rata-rata bulanan florasi, serta penyerbukan. Periode kering
tertinggi terjadi pada Bulan September yaitu lebih mutlak untuk kopi robusta yang
563Cal/cm2, dan penyinaran rata-rata bulanan menyerbuk silang, namun kopi arabika lebih
terendah terjadi pada Bulan Maret yaitu toleran pada periode kering dikarenakan type
sebesar 323Cal/cm2. kopi ini menyerbuk sendiri. Tanaman kopi
Pembahasan. Suhu. Suhu merupakan tumbuh optimum di tempat dengan curah
faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap hujan 2.000 – 3.000 mm/tahun dengan 3
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. bulan kering, namun memperoleh hujan
Suhu mempengaruhi beberapa proses kiriman yang cukup. tanaman kopi tetap
fisiologis penting yaitu seperti pada proses tumbuh baik di tempat dengan curah hujan
pembukaan dan menututupnya stomata, 1.300-2.000 mm/tahun, seandainya tanaman
transpirasi, penyerapan air dan nutrisi (unsur kopi diberi mulsa serta irigasi intensif. Curah
hara), fotosintesis, respirasi, kinerja enzim, hujan merupakan unsur iklim terpenting.
cita rasa tanaman, pembentukan primordia Kondisi curah hujan yang terdapat dilokasi
Vol. 3 No.1, 2013 Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan 11

penelitian berkisar 1.552,43–1989,67 SIMPULAN


mm/tahun. Kondisi tersebut merupakan
Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian
kondisi yang paling cocok untuk kopi sehingga
yang dilakukan maka dapat ditarik beberapa
termasuk dalam kelas kesesuaian lahan aktual
kesimpulan sebagai berikut :
dan potensial S1. Dapat dilihat pada peta :
1. Tipe iklim di Kabupaten Buton menurut
Kelembapan. Keadaan kelembapan yang
klasifikasi Schmidth-Fergusson diperoleh
tinggi dapat mengurangi evantranspirasi dan
tipe iklim C (agak basah) pada cakupan
mengkompensasi curah hujan yang rendah
wilayah Kecamatan Lasalimu, Lasalimu
(Soemartono, 1955). Namun perlu diingat
Selatan, Siotapina, dan Batauga, dan tipe
bahwa keadaan dengan kelembapan tinggi
iklim D (sedang) pada wilayah Kecamatan
yang terus menerus juga memungkinkan
Kapontori, Pasarwajo, Wabula,
terjadinya serangan penyakit yang disebabkan
Lapandewa, Sampolawa, dan sebagian
oleh jamur. Kondisi kelembaban yang ada di
Kecamatan Wolowa, Lasalimu.
lokasi penelitian yakni berkisar 92-98. Hal
2. Berdasarkan polygon Thiessen untuk
tersebut merupakan kelembapan yang tinggi
unsur iklim, jumlah 4 bulan kering
untuk tanaman kopi dan kemungkinan kopi
menempati sebaran terluas, yaitu
tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan
124.257,29 ha atau 59,16% yakni
baik. Oleh karena itu kelas kesesuain lahan
Kecamatan Batauga (12.493,39 ha),
aktual di lokasi penelitian jika ditinjau dari
Kapontori (38.481,43 ha), Pasarwajo
aspek kelembapan diperoleh S3 (sesuai
(25.192,03 ha), Sampolawa (20.789,05),
marginal), kemudian kelas keseuaian lahan
Lapandewa (9.245,92 ha), Wabula
potensial juga termasuk S3 karena kondisi
(9.466,34 ha), Wolowa (6.475,20 ha),
kelembaban sangat sulit dirubah meskipun
Lasalimu (2.138,22 ha) dan Soitapina
dengan input teknologi (membutuhkan tenaga
(75,71 ha). Sedangkan unsur klimatologi
dan biaya yang tinggi).
terluas baik suhu, kelembaban,
Kelas Kesesuaian Aktual dan penyinaran, dan penguapan terdapat pada
Potensial. Kelas kesesuaian iklim aktual dan stasiun Klimatologi Kapontori yaitu seluas
potensial di lokasi penelitian ditetapkan 123.240,42 ha atau 58,68 % dari total luas
secara keseluruhan dari beberapa faktor iklim wilayah penelitian meliputi Kecamatan
yang menjadi parameter/syarat tumbuh kopi Kapontori (30.821,17 ha), Lasalimu
yang terdiri atas suhu, jumlah bulan kering, (33.137,57 ha), Lasalimu Selatan
temperatur dan kelembapan. Kelas kesesuaian (17.096,20 ha), Siotapina (24.689,44 ha),
iklim di lokasi penelitian ditentukan pada Wolowa (17.288,42 ha), dan sebagian
kelas kesesuaian iklim yang paling rendah Pasarwajo (207,09 ha).
sebagai faktor pembatas dari parameter iklim. 3. Kelas kesesuaian iklim aktual di lokasi
Hasil analisis diperoleh kelas kesesuaian penelitian untuk tanaman kopi berada
iklim aktual S2t,w1,3; S2t,w3; S3t, dan S3w3, pada kelas kesesuaian S2 (cukup sesuai)
yakni termasuk kelas kesesuaian iklim S2 seluas 69.581,56 ha atau 61,46% yakni
(cukup sesuai) dan S3 (sesuai marginal) atau Kecamatan Batauga (8.223,83 ha),
mempunyai faktor pembatas yang berat yakni Kapontori (17.622,24 ha), Lasalimu
suhu dan kelembaban. Sedangkan kelas (15.429,44 ha), Lasalimu Selatan
kesesuaian iklim potensial diperoleh 2 (dua) (15.245,72 ha), Siotapina (9.108,16 ha),
kelas kesesuaian yaitu kelas S2 (cukup sesuai) Wolowa (3.880,39 ha), Sampolawa (44,80
dan S3 (sesuai marginal) dengan faktor ha) dan Pasarwajo (26,97 ha) serta sesuai
penghambat terberat adalah faktor suhu dan marginal (S3) seluas 43.632,03 ha atau
kelembaban merupakan faktor yang sulit 38,54% yaitu meliputi Kecamatan
dimodivikasi atau sulit untuk dilakukan Kapontori (4.159,70 ha) dan Pasarwajo
dengan tindakan pengelolaan. Oleh karena itu (38,92 ha) dengan faktor penghambat
dapat dikatakan bahwa pengembangan terberat adalah suhu (t) dan Kecamatan
komuditas kopi di lokasi penelitian hanya Batauga (2.650,23 ha), Lapandewa
berada pada kelas cukup sesuai (S2) dan (8.306,97 Ha), Pasarwajo (11.515,44 ha),
sesuai marginal (S3). Sampolawa (9.944,40 ha), Wabula
(5.842,36 Ha), Wolowa (1.097,65 ha) dan
12 KANDARI ET AL. J. AGROTEKNOS

Siotapina (76,37 ha) dengan faktor Handoko. 1993. Klimatologo Dasar-Landasan


penghambat terberat adalah kelembaban Pemahaman Fisika Atmosfer dan Unsur-
(w3). Sedangkan kesesuaian iklim Unsur Iklim. Program Studi
potensial tetap berada pada kelas Agroklimatologi Jurusan Geofisika dan
kesesuain iklim S2 (cukup sesuai) dan S3 Meteorologi IPB. Bandung.
(sesuai marginal). Dengan hasil evaluasi Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2001.
kesesuaian iklim tersebut maka tanaman Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata
kopi dapat dikembangkan di wilayah Guna Tanah. Jurusan Tanah IPB. Bogor.
penelitian. 381p.
Saran. Perlu penelitian lebih lanjut tentang Karim, A., 1999. Evaluasi Kesesuain Kopi yang
evaluasi kesesuaian dari segi kesesuaian Dikelola Secara Organik. Disertasi Doktor.
biofisik yang lain seperti kesesuaian tanahnya. Program Pasca sarjana IPB. Bogor.
Kartosapoetra, A.G., 2008. Klimatologi:
DAFTAR PUSTAKA Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan
Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta
AAK, 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Kanisius.
Muljodiharjo, S. 1996. Kebijaksanaan
Yogyakarta.
Pengembangan Kopi di Indonesia.
As-Syakur, A. R., Suarna I, W., Rusna I. W. dan I.
Universitas Indonesia. Jakarta.
N. Dibia, 20011. Pemetaan Kesesuaian
Nasriati, 2006. Analisis Usahatani Kopi pada
Iklim Tanaman Pakan Serta Kerentanannya
Sistem Usahatani Konservasi Lahan Kering
Terhadap Perubahan Iklim Dengan Sistem
Berbasis Tanaman Kopi di Kabupaten
Informasi Geografi (SIG) di Provinsi Bali, UI
Lampung Barat. Laporan Tahunan BPTP
Press. Jakarta.
Lampung. Bandar Lampung.
Badan Pusat Statistik, 2011. Sulawesi
Prahasta, E. 2009. Konsep-Konsep Dasar
Tenggara Dalam Angka 2011. Badan Pusat
Sistim Informasi Geografis. Penerbit
Statisik.
Informatika. Bandung
Barry, R. G dan R. J. Chorley., 2010.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Atmosphere Weather and Climate.
2006. Pengolah Produk Primer dan
Methuen and Co. Ltd. London. Eight
Sekunder Kopi. Jember.
Edition.
Rozari, M. B. 1992. Bahan Kuliah Klimatologi
Ernawati, R. W. Arief dan Slameto, 2006.
Dasar. Program Studi Agroklimatologi
Teknologi Budidaya Kopi Poliklonal. Balai
Jurusan Geofisika dan Meteorologi IPB.
Besar Pengkajian dan Pengembangan
Bandung.
Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Sabaruddin, L., 2012. Agroklimatologi Aspek-
Habibie, F., 2011. Analisis Data Iklim dan
Aspek Klimatik untuk Sistem Budidaya
Aplikasi Sistem Informasi Geografi untuk
Tanaman. Alfabeta. Bandung.
Pengembangan Tanaman Jagung di
Sitorus, S.R.P., 1996. Evaluasi Sumberdaya
Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara.
Lahan. Tarsito. Bandung.
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas
Tjokrokusumo, S. W., 2002. Kelas Kesesuaian
Haluoleo. Kendari. Sulawesi Tenggara
Lahan Sebagai Dasar Pengembangan
Pertanian Ramah Lingkungan di Daerah
Aliran Sungai. Jurnal Teknologi Lingkungan,
Vol.3, No. 2, Mei 2002: 136-143.
Vol. 3 No.1, 2013 Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan 13

You might also like