Word, while urging his followers to continue in attendance on e ministration of the regular clergy.

Does this view imply that the visible marks of continuity are not necessary marks of the Church?
In one sense yes, for in Wesley's view there was no fixed pattern of order imposed upon te
Church in apostolic times.13 Nevertheless he prized these " The problem of Wesley's doctrine
of the ministry is peculiarly difficult. John C. Bowner, in The Sacrament of the Lord's Supper in
Early Methodism London: Dacre Press, 1951), pp. 156-63, argues cogently that while Wesley
be- lieved uninterrupted succession to be a fable in that "It is impossible to draw up 1 lst of any
with an uninterrupted succession from the Apostles' time to the se present day," he never
discarded a belief in succession. "Wesley's idea of suc- cesion was still, in effect, episcopal; not
it is true, in the traditional and usually Aepted view of episcopal succession, but in accordance
with his belief that Pesbyters discharging their function as episkopoi, have the right to ordain.
When Wesley ordained, it was as a presbyter exercising the inherent right of a New Testament
episkopos. In this respect, it was still episcopal succession; and Whien Dr. Coke ordained, too,
he did so as a Bishop. ... Furthermore, in the ordinal to be found in Wesley's Sunday Service of
the Methodists the presence is a translation ar the Superintendent (the counterpart of episkopos
of which tor the laying on of hands ministers-deacons, presbytetdings But J. S. Simon in
required at the ordination of all three orders of and superintendente the Wesley Historical
Society, 1914, IX, the No. 5, 153-54, claims that up undders, but that in 1788, when with "the
Rev. James Creighton and the Rev. Peard Dickenson, presbyters of the Church of England, he
set apart for the sacred office, by imposition of hands and prayer, Messrs. Alexander Mather
Thomas Rankin, and Henry Moore, without sending of England, strongly advising them at the
sane time, that, according to his example, they should continue united to the Established
Church, so far s the blessed work in which they were engaged would permit," he ordained them
"presbyter in the Church of God." It is Simon's view, suggested by Henry Moore himself, that
Wesley was providing for the inevitable break with the Church of England by providing for
regular presbyteral succession. This, of Course, las the advantage of regularizing subsequent
British practice, and Wesley's statement that the Reformed ministries were used by God as valid
must here be kept in view. Nevertheless we must be careful not to make too moch of Weley's
use of presbyter here. He had often used it before as a symonym for elder (as in his ordination
certificate of Coke). This is by no meaas a proof that Wesley had decided that a single order is
the best form of the ministry. The most recent study of the problem is Wesley: Apostolic Man
(Londan: The Epworth Press, 1957), by Edgar W. Thompson. It follows the view that Vesley in
his ordinations followed the precedent of the Church of Alexandria a the first three centuries,
where presbyters appointed and consecrated their own bishops without intervention from other
sees (31-32). He also stresses that Wesley been to "deacons" and "elders" time of 1788
Wesley's ordinations had them out thould have acknowledged that in this act to the rule of the
Anglican Church, and that he had taken to himself a power of consecration that the Church did
not allow." (52.) This is true, and it em- phasizes Wesley's belief that God in his sovereignty is
not bound by the given Order of the Ohurch, and that where mission demands it, iness a
necessity. Nevertheless we miss the significance of Wesley's struggle u had moved "beyond
obedience we take account 147
Word, sambil mendesak para pengikutnya untuk terus hadir dalam pelayanan pendeta biasa.
Apakah pandangan ini menyiratkan bahwa tanda kontinuitas yang terlihat bukanlah tanda yang
perlu dari Gereja? Di satu sisi, ya, karena dalam pandangan Wesley tidak ada pola tatanan
tetap yang diberlakukan atas Gereja di zaman para rasul.13 Namun demikian dia menghargai
ini "Masalah doktrin pelayanan Wesley secara khusus sulit. John C. Bowner, dalam Sakramen
of the Lord's Supper in Early Methodism London: Dacre Press, 1951), hlm. 156-63, berargumen
dengan meyakinkan bahwa sementara Wesley percaya suksesi tak terputus menjadi dongeng
dalam bahwa "Tidak mungkin menyusun salah satu dari apa pun dengan suksesi tak terputus
dari masa para Rasul sampai sekarang, “dia tidak pernah membuang kepercayaan pada
suksesi.” Ide Wesley tentang suksesi masih, pada dasarnya, uskup; tidak benar, dalam
pandangan tradisional dan biasanya Aepted tentang suksesi uskup, tetapi sesuai dengan
keyakinannya bahwa Pesbyter yang menjalankan fungsinya sebagai episkopoi, memiliki hak
untuk ditahbiskan. Ketika Wesley ditahbiskan, itu seperti penatua yang menjalankan hak
inheren episkopos Perjanjian Baru. Dalam hal ini, itu masih suksesi uskup; dan Ketika Dr.
Coke ditahbiskan juga, dia melakukannya sebagai seorang Uskup. ... Selanjutnya, dalam
ordinal yang dapat ditemukan di Wesley's Sunday Service of the Methodists, kehadirannya
adalah terjemahan dari Superintendent (padanan episkopos yang untuk penumpangan tangan
menteri-diaken, presbytetdings Tetapi JS Simon diperlukan di pentahbisan ketiga ordo dan
pengawas Wesley Historical Society, 1914, IX, No. 5, 153-54, mengklaim hal itu di bawah,
tetapi pada 1788, ketika dengan "Pdt. James Creighton dan Pdt. Peard Dickenson, penatua
Gereja Inggris, dia ditetapkan untuk jabatan sakral, dengan pengenaan tangan dan doa, Tuan
Alexander Mather Thomas Rankin, dan Henry Moore, tanpa diutus dari Inggris, sangat
menasihati mereka pada saat yang waras, bahwa, menurut teladannya, mereka hendaknya
terus bersatu dengan Gereja yang Mapan, sejauh ini pekerjaan yang diberkati di mana mereka
bertunangan akan mengizinkan, "dia menahbiskan mereka" penatua di Gereja Allah. "Itu adalah
pandangan Simon, disarankan oleh Henry Moore dirinya, Wes itu ley menyediakan perpisahan
yang tak terelakkan dengan Gereja Inggris dengan menyediakan suksesi presbiteral yang
teratur. Ini, tentu saja, adalah keuntungan dari mengatur praktik Inggris berikutnya, dan
pernyataan Wesley bahwa pelayanan Reformed yang digunakan oleh Tuhan sebagai valid
harus tetap diperhatikan di sini. Namun demikian, kita harus berhati-hati untuk tidak terlalu
mempermasalahkan penggunaan presbiter Weley di sini. Dia sering menggunakannya
sebelumnya sebagai simbol penatua (seperti dalam sertifikat pentahbisan Coke). Ini sama
sekali bukan bukti bahwa Wesley telah memutuskan bahwa satu perintah adalah bentuk
pelayanan terbaik. Studi terbaru tentang masalah ini adalah Wesley: Apostolic Man (Londan:
The Epworth Press, 1957), oleh Edgar W. Thompson. Ini mengikuti pandangan bahwa Vesley
dalam pentahbisannya mengikuti preseden Gereja Alexandria pada tiga abad pertama, di mana
penatua mengangkat dan menahbiskan uskup mereka sendiri tanpa campur tangan dari tahta
lain (31-32). Dia juga menekankan bahwa Wesley pernah menjadi "diaken" dan "penatua" pada
tahun 1788 penahbisan Wesley harus mereka akui bahwa dalam tindakan ini untuk aturan
Gereja Anglikan, dan bahwa dia telah mengambil sendiri kekuatan pengudusan bahwa Gereja
tidak mengizinkan. "(52.) Ini benar, dan ini menekankan keyakinan Wesley bahwa Tuhan dalam
kedaulatannya tidak terikat oleh Ordo Ohurch yang diberikan, dan bahwa di mana misi
menuntutnya, pada dasarnya suatu kebutuhan. Namun demikian kami lewatkan pentingnya
perjuangan Wesley yang telah Anda lakukan "melampaui ketaatan, kami memperhitungkan 147
that we dare not limit this to the place where the pure Word of God is preached. As we observed
in the previous chapter, this emphasis on the sovereignty of Christ enables us to make sense of
our present ecumenical dilemma, where we have recognized Christ in each other, while still
being forced to claim that we do not recognize in each other the pure Word of God. But just as
this emphasis did not lead Wesley to suggest that God's freedom e beyond the instituted means
of grace implies their un- importance in the life of the Church, so here God's freedom to move
beyond the boundaries of the pure preaching of the Word to move s not lead Wesley to that
doctrinal indifference which some- times characterizes the Free Church tradition. Here then in
Wesley we see an emphasis on the first part of the article-living faith-which prevents the second
point-pure Word-from gaining complete dominance. However, we must note, second, that there
is in Wesley as well, a strong emphasis on horizontal continuity and upon the unbroken
presence of Christ in his Church through the sacraments, despite the un- faithfulness of the
priests. Did the Jewish Sacraments convey no saving grace to the hearers, because they were
administered by unholy men? If so, none of the Israelites were saved from the time of Eli to the
coming of Christ. For their priests were not a whit better than ours.... If then no Biace is
conveyed by the ministry of wicked men, in what a case is the Christian world!.... Rather say
with our own Church, . .. the unworthiness of the Minister doth not hinder the efficacy of God's
ordinance. The reason is plain, because the efficacy is derived, not om him that administers, but
from Him that ordains it. He does , will not suffer his grace to be intercepted, though the
messenger will not receive it himself.8 We see here an emphasis on the objective holiness of
the Church, the fact that Christ is present to the Church through the sacraments, quite apart
from the faith and life of clergy and believers. This horizontal continuity of the Church he also
con- nected with the ministry. In his last sermon on the subject of the Church, preached in 1789,
Wesley distinguishes between the 145

bahwa kami tidak berani membatasi ini pada tempat di mana Firman Tuhan yang murni
diberitakan. Seperti yang kita amati di bab sebelumnya, penekanan pada kedaulatan Kristus ini
memungkinkan kita untuk memahami dilema ekumenis kita saat ini, di mana kita telah
mengenali Kristus di dalam satu sama lain, sementara masih dipaksa untuk mengklaim bahwa
kita tidak saling mengakui Firman Tuhan yang murni. Tetapi seperti penekanan ini tidak
mengarahkan Wesley untuk menyarankan bahwa kebebasan Tuhan di luar sarana anugerah
yang dilembagakan menyiratkan ketidak-pentingnya mereka dalam kehidupan Gereja, jadi di
sini kebebasan Tuhan untuk bergerak melampaui batas-batas pewartaan murni Sabda ke
Tindakan ini tidak membawa Wesley pada ketidakpedulian doktrinal yang terkadang menjadi ciri
tradisi Gereja Bebas. Di sini kemudian di Wesley kita melihat penekanan pada bagian pertama
dari artikel-hidup iman-yang mencegah poin kedua-murni Kata-dari mendapatkan dominasi
penuh. Namun demikian, kita harus mencatat, kedua, bahwa di Wesley juga ada, penekanan
yang kuat pada kontinuitas horizontal dan pada kehadiran Kristus yang tak terputus di Gereja-
Nya melalui sakramen, terlepas dari ketidaksetiaan para imam. Apakah Sakramen Yahudi tidak
menyampaikan anugrah kepada para pendengarnya, karena itu diselenggarakan oleh orang-
orang yang tidak suci? Jika demikian, tidak ada orang Israel yang diselamatkan dari masa Eli
sampai kedatangan Kristus. Karena para pendeta mereka tidak sedikit pun lebih baik dari
kita .... Jika kemudian tidak ada Biace yang disampaikan oleh pelayanan orang-orang jahat,
dalam kasus apa dunia Kristen! .... Sebaliknya katakan dengan Gereja kita sendiri,. ..
ketidaklayakan Menteri tidak menghalangi keefektifan peraturan Tuhan. Alasannya jelas,
karena khasiat diturunkan, bukan dari dia yang mengatur, tetapi dari Dia yang menahbiskannya.
Dia melakukannya, tidak akan membiarkan rahmatnya dicegat, meskipun utusan tidak akan
menerimanya sendiri.8 Kita melihat di sini penekanan pada kesucian objektif Gereja, fakta
bahwa Kristus hadir kepada Gereja melalui sakramen, cukup terpisah. dari iman dan
kehidupan pendeta dan orang percaya. Kontinuitas horizontal Gereja ini juga berhubungan
dengan pelayanan. Dalam khotbah terakhirnya tentang topik Gereja, yang dikhotbahkan pada
tahun 1789, Wesley membedakan antara 145

peran profetik dan imamat dari pelayanan. Para pengkhotbah awamnya, katanya, adalah nabi,
yang dibangkitkan oleh Tuhan untuk memberitakan Firman yang benar (di sini dia
mempertahankan penekanan Protestan Klasik), tetapi tidak dalam kekuatan mereka untuk
merebut otoritas imamat yang telah Tuhan teruskan melalui imamat reguler (the Penekanan
horizontal Katolik). Ketegangan antara kedua penekanan ini cukup besar? Wesley berjuang
hingga tingkat yang luar biasa untuk menjaga persatuan di dalam Gereja, karena dia percaya
bahwa tidak hanya pemberitaan Firman yang benar, tetapi juga persatuan dan kesinambungan
Gereja sangat penting untuk misinya. Dalam khotbahnya "On Schism" dia berbicara tentang
efek pemisahan dari siapa kita sebelum bersatu, "sebagai" pelanggaran cinta hukum yang
menyedihkan. Ini adalah sifat cinta untuk menyatukan kita bersama, "tetapi hasil dari
perpisahan," menjadi pelanggaran cinta persaudaraan, "adalah itu menghasilkan buah yang
jahat," menghasilkan sikap yang tidak ramah- kemarahan, dendam, argumentativeness "-yang
tidak hanya menyebabkan kehancuran jiwa-jiwa di dalam Gereja, tetapi merupakan "batu
sandungan yang menyedihkan ... bagi mereka yang berada di luar." 10 Konsekuensinya
persatuan sangat penting bagi misi Gereja, dan untuk alasan itu Wesley berjuang tanpa henti
untuk menjaga persatuan Gereja dalam “tubuh umat Kristiani yang hidup, dengan syarat-syarat
kesinambungannya melalui pelayanan bersejarah, sakramen, dan liturgi.” Akan tetapi, dia tahu
bahwa cinta persatuan yang menyerahkan kebenaran menghancurkan dirinya sendiri, dan oleh
karena itu dia menekankan bahwa jika akhirnya pemberitaan Firman yang benar
mengakibatkan dipaksa keluar dari Gereja, dengan enggan hal ini harus diterima. Pelanggaran
yang diakibatkannya akan menyebabkan kerusakan serius pada misi Gereja, tetapi kegagalan
untuk mewartakan Sabda akan berakibat fatal bagi itu. ekstrem yang tragis ty mereka yang
didorong keluar akan digunakan oleh Tuhan sebagai Gereja, seperti halnya dengan Luther dan
Calvin.12 Tetapi Wesley percaya bahwa dia harus melakukan segala daya untuk mencegah
ekstremitas seperti itu, dan dia berusaha untuk mempertahankan vertikal dan horizontal
bersama dengan mengorganisir para pengkhotbah awamnya untuk mewartakan kebenaran
146.

prophetic and priestly roles of the ministry. His lay preachers, he said, were prophets, raised up
by God to preach the true Word (here he preserves the Classical Protestant emphasis), but was
not in their power to seize the priestly authority which God has continued through the regular
priesthood (the Catholic horizontal emphasis). The tension between these two emphases was
considerable? Wesley struggled to an amazing degree to keep unity within the Church, because
he believed that not only the true preaching of the Word, but also the unity and continuity of the
Church were vital to her mission. In his sermon "On Schism" he speaks of the effects of
separation from whom we were before united," as "a grievous breach of the law love. It is the
nature of love to unite us together," but the rEsult of separation, "being a breach of brotherly
love," is that it brings forth evil fruit, "producing uncharitable attitudes- anger, resentment,
argumentativeness"-which not only cause the ruin of souls within the Church, but are "a
grievous stumbling-block... to those who are without." 10 Consequently unity is essential to the
Church's mission, and for that reason Wesley struggled ceaselessly to keep the unity of the
Church in "a body of living Christians, with terms of its continuity through the historic ministry,
sacraments, and liturgy." He knew, however, that a love of unity that surrenders truth destroys
itself, and therefore he emphasized that if at last the preaching of the true Word resulted in
being forced out of the Church, unwillingly this had to be accepted. The resultant breach would
cause serious damage to the mission of the Church, but the failure to proclaim the Word would
be fatal to it. In this tragic extremity those thrust out would be used by God as the Church, as
was the case with Luther and Calvin.12 But Wesley believed that he must do everything in his
power to prevent such an extremity, and he sought to hold vertical and horizontal together by
organizing his lay preachers to proclaim the true 146.