You are on page 1of 9
PENDIDIKAN DAN HAK ASASI MANUSIA Samrin Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Sultan Qaimuddin Kendari Abstrak Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pendidikan merupakan hak yang mutlak bagi setiap warga negara Indonesia. Dengan demikian, pendidikan dapat menjadi media pembelajaran dan pembudayaan penegakan hak asasi manusia. Tulisan ini mencoba menelaah tentang keterkaitan antara pendidikan sebagai proses memanusiakan manusia dan hak asasi manusia sebagai upaya menempatkan pada posisi sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial. Pendidikan dan Hak Asasi Manusia pada prinsipnya dapat diletakkan dalam hubungan yang saling mempengaruhi atau saling menguntungkan, pola hubungan yang dimaksud dapat dilihat dari dua aspek yakni ‘hubungan fingsional dan hubungan simbiotik Kata kunci: Pendidikan, Hak, manusia. A. Pendahuluan Pendidikan merupakan sesuatu yang niscaya dalam kehidupan manusia. Tanpa pendidikan, manusia akan mengembangkan potensi kemanusiannya secara S¢rampangan, tanpa arah dan tujuan yang jelas. Demikian pentingnya pendidikan dan kehidupan manusia, sehingga pendidikan saat ini menjadi “barang” yang mahal. Salah satu fenomena pendidikan yang layak dicermati dewasa ini adalah bergesernya tujuan pendidikan dari pengembangan potensi menjadi sarana untuk memperoleh social effect. Dalam pengertian ini, seseorang mengikuti pendidikan untuk Kepentingan memperoleh status sosial yang layak. Padahal status sosial akan dengan sendirinya menjadi konsekuensi logis dari pengembangan potensi kemanusiaan. Pendidikan untuk kepentingan social effect inilah yang kemudian melahirkan masalah krusial. Betapa tidak, pendidikan cenderung dimanipulasi sedemikian rupa sehingga muncullah praktek baru dalam dunia pendidikan yang disebut sebagai komodifikasi pendidikan.! 'Komodifikasi {commadification) adalah proses transformasi yang menjadikan sesuatu menjadi komoditi atau barang untu diperdagangkan demi mendapatka n keuntungan. Lihat Dr, Mansour Faqih, Komodifikasi pendidikan sebagai ancamern bagi kemanusiaan, dalam Francis —Wahono, Kapitalisme pendidikan: Antara 52 Komodifikasi pendidikan ini pada urutannya akan berimplikasi pada pelanggaran hak asasi manusia. Dalam konteks ini, pendidikan yang mestinya merupakan hak setiap manusia, menjadi sesuatu yang terabaikan begitu saja. Konsekuensinya kesenjangan dalam strata sosial menjadi demikian menjolok. Oleh sebab itu sangat beralasan untuk mengkaji persoalan pendidikan dan hak asasi manusia dalam suatu pembahasan yang relatif intensif bagi pencari dan perumusan alternatif pengembangan pendidikan disatu pihak, dan penegakan hak asasi manusia dipihak lain. B, Penegasan Istilah Dalam makalah ini ada dua istilah kunci yang perlu dipertegas untuk mengarahkan pembahasan masalah yaitu : l. Pendidikan. Secara etimologi pendidikan berasal dari bahasa latin “educare” yang berarti “mengatur ke luar™ Kata “didik’’, diberi awalan “pe” dan akhiran “an” mengandung arti proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekolompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, juga berarti proses perbuatan dan cara mendidik. Sedangkan secara terminologis: a) pendidikan merupakan upaya yang dilakukan dengan sadar untuk mendatangkan perubahan sikap dan prilaku seseorang melalui pengajaran dan latihan’, b) Pendidikan adalah bimbingan atau usaha sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.’ Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa titik tekan pendidikan sesungeuhnya berada pada persoalan seputar manusia, 2. Hak Asasi Manusia (HAM). Istilah ini adalah kata majemuk yang terdiri dari hak, asasi dan manusia, Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa Kompetisi dan Keadilan (Cet. 1; Yogyakarta; INSIST. Cinderelas dan pustaka Pelajar, 2001) h. ii *Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Aamus Besar Bahasa Indonesia ( Cet. III; Jakarta: Balai Pustaka, 1993) h. 932 * hid. h, 232 “Ensiklopedia Nasional Indonesia, Jifid NIT ( Cet. I; Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1990 ) h. 365 * Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Isiam (Cet. VIL: Bandung: PT. Al-Maarif, 1989) hb. 19 53 “hak” adalah kepunyaan atau milik, Sedangkan “Asasi” bersifat dasar, pokok.® Dengan demikian, dapat dirumuskan secara sederhana bahwa hak asasi manusia adalah sesuatu milik atau kepunyaan seseorang manusia yang bersifat pokok atau mendasar. C. Sekilas Tentang Hak Asasi Manusia Secara historis, hak-hak asasi manusia atau Auman rights berawal dari konsep kuno Yunani-Romawi yang mengaitkan sikap manusia serta mengukur baik-buruknya berdasarkan keserasiannya dengan hukum alam. Konsep yang dikenal dengan Natural Law Doctrine, lebih menekankan kewajiban dari pada hak. Dalam perkembangan selanjutnya, dalam konteks Barat sekuler, penekanan terhadap kewajiban-kewajiban manusia berdasarkan hukum alam beralih kepada hak-hak manusia.’ Selanjutnya dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia disebutkan bahwa pengertian hak asasi pada mulanya dikembangkan oleh filsafat liberar yang bercorak individualistik, Dasar pandangan ini, manusia dilahirkan bebas dan memiliki hak-hak dasar yaitu hak yang mendasari kehidupan seseorang scbagai makhluk yang mempunyai harkat dan martabat. Hak yang paling asasi adalah hak untuk hidup, kebebasan dan hak milik. Hak-hak ini dikembangkan dalam kehidupan bernegara, dibidang ekonomi, politik dan sosial-budaya.® Dari uraian tentang hak asasi manusia tersebut di atas, dapat dicermati bahwa hak asasi manusia sesungguhnya merupakan perwujudan dari kepentingan-kepentingan manusia untuk menjalani dan mengarungi kehidupan secara alamiah atau apa adanya dan sekaligus untuk mengembangkan segala potensi-potensi kemanusiaan yang dimilikinya secara bebas. Dalam upaya menjaga hak-hak manusia tersebut, pada tahun 1948 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan sebuah dokumen penting yang disebut The universal declaration of the human rights (Deklarasi universal tentang hak-hak asasi manusia).” Adapun butir-butir deklarasi ini antara lain mencakup, hak hidup, kebebasan individual, kebebasan memilih pasangan hidup, hak mendapatkan pendidikan, dan lain-lain. ° Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op. cit, Cet. 1; edisi IT, h. 60 "Alwi Shihab, fslam Inklusif: menuju sikap terbuka dalam beragama (Cet, VIL: Bandung: Mizan, 1999), h. 177 ‘Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid I (Cet. Tl; Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1989), h. 308 disiek 54 Deklarasi tentang hak asasi manusia (HAM) sebetulnya telah ada jauh sebelum deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut dicanangkan. Hal ini dapat dilihat dalam lembaran sejarah Islam, yakni ketika Nabi Muhammad saw. mendeklarasikan sebuah piagam. Deklarasi yang dicanangkan oleh Rasulullah saw. tersebut tertuang dalam Piagam Madinah. ' Ada perbedaan mendasar antara Hak asasi manusia dalam perspektif intemasional (PBB) dan hak asasi manusia dalam pandangan Islam. Perbedaan ini akibat dari landasan pemikiran yang kemudian melahirkan pandangan dunia (world view) yang berbeda pula. Hak asasi manusia dalam deklarasi PBB berpijak pada pandangan filsafat antroposentris, sedangkan landasan hak asasi manusia dalam Islam adalah teosentris.'! Dalam kaitan ini, Adnan Buyung Nasution mengatakan, kehadiran Nabi Muhammad saw. Sebagai pembawa ajaran Islam merupakan pembebasan manusia dari berbagai bentuk penindasan hak asasi manusia. la menyebut, tradisi jahiliah yang melegitimasi perbudakan, diskriminasi rasial, diskriminasi terhadap wanita atas nama iman dalam suatu keyakinan yang keliru.” Dart deskripsi di atas, dapat dilihat dengan jelas bahwa hak asasi manusia sesungguhnya merupakan nilai kemanusiaan yang universal, walaupun terdapat Perbedaan pada landasan filosofisnya (antara antroposentris dan teoseniris). Perbedaan landasan filosofis pada urutannya memang berimplikasi pada hakekat perbuatan, hak atau kebebasan manusia. Dengan landasan /eosentris, hak asasi manusia merupakan perwujudan dari tanggungjawab individual kepada Tuhan, sedangkan landasan aniroposentris meletakkan perbuatan, hak atau kebebasan Ih Ist Piagam Madinah antara lam; Pasal 25 ayat 1; Kaum Yahudi dari suku Bani “Awf adalah satu bangsa-negara (ummah) dengan warga yang beriman, ayat 2; Kaum Yahudi bebas memeluk agama mereka, segai kaum Muslimin bebas memeluk agama mercka, ayat 3, Kebebasan ini berlaku juga terhadap pengikut- pengikut’sekutu-sekutu mereka, dan diri mereka sendiri, Lihat H. Zainal Abidin Ahmad, Piagam Nabi Muhammad saw; Konstitust Negara Tertulis vane Pertama di Dunia (Cet. 1, Jakarta: Bulan Bintang, 1973),h 131 '' Rumadi, Jslam dan Probiema Hak Asasi Manusia Universal, Artikel, Kompas Jum’at 23 Juni 2000 * Lihat Adnan Buyung Nasution, Hak Asasi Manusia dalam Masyarakat Islam dan Barat, dalam, Samuel Huntington (at. All), Agama dan Dialog Antar Peradaban (Cet. I; Jakarta: Yayasan Wagaf Paramadina, 1996). h. 110 a2 manusia dalam kerangka perbuatan manusia itu sendiri, dan tidak ada hubungannya dengan Tuhan, Pada tingkat implementasinya pun masih sering terjadi pelanggaran hak asasi manusia. Menurut Adnan Buyung Nasution, di negara Barat dan Amerika Serikat, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) tampak dalam bentuk penerapan politik luar negeri yang double standard,”” yang jelas-jelas merugikan negara-negara di Dunia Ketiga. Namun menurutnya, di negara-negara dunia ketiga pun masih terjadi pelanggaran hak asasi manusia.'* Dari uraian di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa persoalaan HAM dalam kaca mata internasional masih menimbulkan berbagai permasalahan, baik dari segi rumusan dan format maupun dari aspek impelementasinya. D. Hubungan Pendidikan Dan Hak Asasi Manusia Dalam aktivitas pendidikan, manusia menempati posisi sentral. Dalam pengertian ini, manusia bertindak bukan saja sebagai subjek melainkan juga sebagai obyek pendidikan. Hal ini tampak pada faktor- faktor pendidikan menurut sistematisasi langeveld ( dalam bukunya Beknote theoretishe paedagogik ) yaitu : tujuan, anak didik, pendidik dan alat pendidikan,"” Dari faktor-faktor pendidikan di atas, tampak bahwa faktor manusia (anak didik dan pendidik) menempati posisi yang sangat penting. Sementara faktor-faktor lain sebetulnya juga penting, tetapi faktor-faktor tersebut pada gilirannya tetap bermuara pada pendidik maupun peserta didik. Demikian pentingnya kebcradaan manusia dalam dunia pendidikan, sehingga dalam berbagai definisi pendidikan yang © Politik Double standard Barat dan Amerika, dalam: praktiknya, memberi keuntungan kepada sekutu-sekutu dan negara “binaannya’, bempa keuntungan politik, ekonomi serta militer, dan pada saat yang sama melemahkan bahkan merugikan negara lain, demi kclanggengan kepentingan mereka. Bahkan menurut Dr. Alwi Shihab, Dunia Barat membicarakan isu Hak Asasi Manusia (HAM) dengan penekanan khusus pada pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di negara-negara, sehingga tak jarang iso HAM dijadikan dalih untuk menunda atau meniadakan bantuan-bantuan kepada negara-negara tertentu, Lihat Alwi Shihab, op, cit.. h. 181 " Lihat Adnan Buyung Nasution, op. cit., h. 113 '* Prof Sigit menambahkan faktor kelima yaitu miliew (lingkungan). Lihat H. Achmadi, Islam sebagai Paradigma Imu Pendidikan, dalam Ismail SM (eds) Paradigma Pendidikan Islam, (Semarang: Fak. Tarbiyah TAIN Walisongo Pustaka Pelajar, 2001), h. 21 56 dikemukakan oleh para pakar, tema utamanya senantiasa menyoroti masalah manusia. Sebagai contoh, dalam Ensiklopedi Nasional disebutkan bahwa pendidikan merupakan upaya yang dilakukan dengan sadar untuk mendatangkan perubahan sikap dan perilaku seseorang melalui pengajarn dan latihan.'° Kemudian menurut Ahmad D. Marimba. pendidikan adalah bimbingan atau usaha sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentunknya kepribadian yang utama.’’ Bahkan dalam definisi yang lebih sederhana, pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha memanusiakan manusia.'* Dari berbagai definisi ini, tampak bahwa pendidikan sesungguhnya merupakan proses dari manusia, dan untuk manusia. Jika dicermati deskripsi di atas, dapat ditarik titik simpul bahwa pendidikan mempunyai hubungan yang sangat signifikan dengan Hak Asasi Manusia. Pola hubungan dimaksud dapat dilihat dari dua aspek, sebagai berikut : |. Hubungan fungsional. Dalam uraian sebelumnya tampak bahwa manusia menjadi aspek yang paling determinan dalam pendidikan. Dalam kaitan inilah pendidikan dapat menjadi institusi yang berfungsi mengajarkan sekaligus menyadarkan peserta didik akan pengertian dan pemahaman’ yang sebenarnya dan sewajarnya mengenai hak-hak mendasar seseorang, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhtuk sosial. Jika dilihat dari perspektif pendidikan nasional, tampak bahwa Tfumusan tujuan pendidikan (pasal 4 UUSPN) yang antara lain; memecerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan “memcerdaskan kehidupan bangsa” ini menurut W.P.Napitupulu, dapat ditafsirkan sebagai pribadi yang mampu mengatasi persoalan hidup, baik '® Esiklopedia Nasional Indonesia, Jifid XI (Cet.1; Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1990), h. 365 'T Ahmad D, Marimba, op,cit., h. 19 " Mahmud Yunus dan Qasim Bakri, ALTarbivah wa al-Ta‘lim | (Padang Panjang, t.p. 1942) h. 7-8 Pengertian dan pemahaman dalam konteks ini, tidak hanya berbentuk penjelasan-penjelasan (deskriptif), melainkan juga berupa contoh-contoh Penghargaan ataupun pelanggaran-pelangaran hak asasi manusia. ) Sebagai individu maupun sebagai komunitas.”° Sementara itu dalam konteks yang lebih luas, pendidikan dianggap sebagai wahana atau alat, paling tidak sejak tahun 900-an sebelum Maschi ketika sistem pendidikan mulai dilembagakan di kota Sparta, pendidikan tidak pemah diarahkan untuk dirinya sendiri, melainkan selalu digunakan sebagai alat. Alat menyalurkan ilmu pengetahuan, alat pembentukan watak, alat pelatihan keterampilan, alat mengasah otak, alat menanamkan nilai-nilai moral dan ajaran keagamaan.”! Pendek kata, dengan pendidikanlah manusia berkembang dan mempertahankan hidupnya. Dengan demikian, pendidikan dapat menjadi media pembelajaran dan pembudayaan penegakan hak asasi manusia. Melalui pendidikan dapat ditanamkan kesadaran akan hak-hak asasi manusia, baik dalam kaitannya sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial, sehingga pada gilirannya isu HAM benar- benar bermanfaat (memberi kemaslahatan) bagi manusia, dan bukan sebaliknya menimbulkan pertikaian di antara sesama manusia. 2. Hubungan Simbiotik. Pendidikan dan hak asasi manusia pada prinsipnya dapat diletakkan dalam hubungan yang saling mempengaruhi atau saling menguntungkan. Dalam hubungan ini, tidak saja pendidikan yang memberikan nilai fungsional terhadap HAM sebagaimana uraian sebelumnya, tetapi juga pengertian dan kesadaran mengenai hak asasi manusia juga pada urutannya akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan pendidikan. Dalam prakteknya, jika pendidikan telah disadari secara benar sebagai hak asasi manusia, maka mestinya educational policy memberikan kemudahan, dan mendorong —_ penyelenggaraan pendidikan. Bahkan lebih dari itu, Mansour Fakih secara tegas berpandangan, setiap kegiatan politik, ekonomi maupun sosial yang bertujuan untuk menghalangi, ataupun akan menycbabkan anggota See es ® Lihat Ahmad Darmadji, Pendidikan Islam dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia, dalam Muslih Musa dan Adnan Widjan(eds), Pendidikan Islam dalam Peradaban Industrial (Cet. I; Yogyakarta: Aditya Media, 1997), h. 199 * Lihat Francis Wahono, op.cit., h. 2-3 ~ Educational policy (kebijakan pendidikan) berada di langan pemerintah (ermasuk swasta) dan penyelenggara pendidikan sebagai penentu kebijakan dan praktek pendidikan, 38 masyarakat tidak mendapatkan pendidikan, maka hal itu bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia.”" Persoalan yang cukup pelik dalam konteks ini adalah kecenderungan menguatnya liberalisasi pendidikan, yang tampak dalam bentuk pencabutan subsidi pendidikan dari pemerintah. Hal ini sejalan dengan kebijakan privatisasi berbagai sektor publik. Dampak yang paling parah dari kebijakan ini menurut Mansour Fakih, pendidikan hanya dapat dijangkau oleh mereka yang secara ekonomi diuntungkan oleh struktur dan sistem sosial yang ada. Sedangkan bagi mereka yang datang dari kelas yang dieksploitasi secara ekonomi, tidak akan mampu menjangkau pendidikan.”* Tragedi kemanusiaan di atas mestinya tidak terjadi. Untuk itu diperlukan pengertian, pemahaman dan kesadaran bahwa pendidikan sesungguhnya merupakan hak asasi setiap orang, Dengan adanya kesadaran bahwa pendidikan adalah hak asasi manusia, maka pendidikan dengan sendirinya akan mengalami kemajuan dan perkembangan yang signifikan, baik dari aspek software (tujuan, kurikulum dan prosesnya) maupun dari perangkat hardware (unsur sarana-prasarana serta unsur humanismenya) E. Penutup Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: |, Pendidikan dan Hak Asasi Manusia mempunyai hubungan secara fungsional dan simbiotik. Dalam hubungan fungsional, pendidikan dapat menjadi institusi pembelajaran dan pembudayaan penegakan hak asasi manusia, sedangkan dalam hubungan simbiotik, hak asasi manusia akan memberikan kontribusi yang signifikan bagi perkembangan dan kemajuan pendidikan 2. Penentu kebijakan pendidikan (pemerintah dan swasta) dan penyelenggara pendidikan sampai tingkat yang paling dasar memegang peranan yang dominan dalam penyelenggara pendidikan yang “memberdayakan” dan bukan justru “memperdayakan " manusia. 3. Pendidikan sebagai perwujudan hak asasi manusia_ bila dilaksanakan secara wajar akan melahirkan manusia-manusia yang ‘ercerahkan, baik secara intelektual maupun moral spritual Lihat Mansour Fakih, op.cit,, h.x-xi. ** Lihat fhid., h. xiv-xv a9 Dengan demikian akan lahirlah sosok-sosok manusia yang mampu menempatkan dirinya, baik secara individu maupun sebagai makhluk sosial. DAFTAR PUSTAKA Achmadi, H., Islam sebagai Paradigna Timu Pendidikan, dalam Ismail SM (eds), Paradigma Pendidikan Islam, Semarang: Fak. Tarbiyah IAIN Walisongo Pustaka Pelajar, 2001 Ahmad, Zainal Abidin, H., Piagam Nabi Muhammad saw; Konstitusi Negara Tertulis yang Pertama di Dunia Cet, I; Jakarta; Bulan Bintang, 1973 Darmadji, Ahmad, Pendidikan Islam dan Pemberdayaan Sumber Daya Mamusia, dalam Muslih Musa dan Adnan Widjan(eds), Pendidikan Islam dalam Peradaban Industrial Cet. 1; Yogyakarta; Aditya Media, 1997 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Cet, IIL; Jakarta: Balai Pustaka, 1993) Ensiklopedia Nasional Indonesia, Jilid [] & ATT Cet. I; Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1990 Fakih, Mansour, Dr. Komodifikasi pendidikan sebagai ancaman bagi kemanusiaan, dalam Francis Wahono, Kapitalisme pendidikan; Antara Kompetisi dan Keadilan Cet 1, Yogyakarta: INSIST, Cinderelas dan pustaka Pelajar, 2001) Mahmud Yunus dan Qasim Bakri, Al-Tarbiyah wa al-Ta'lim I Padang Panjang, t.p, 1942 Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam Cet. VIL, Bandung: PT. Al-Maarif, 1989 Nasution, Adnan Buyung, Hak Asasi Manusia dalam Masyarakat Islam dan Barat, dalam, Samuel Huntington (at. All), Agama dan Dialog Antar Peradaban Cet. I; Jakarta: Yayasan Wagaf Paramadina, 1996 Rumadi, isiam dan Problema Hak Asasi Manusia Universal, Artikel, Kompas Jum’at 23 Juni 2000 Shihab, Alwi, [slam Inklusif: menuju sikap terbuka dalam beragamea Cet. VII; Bandung: Mizan, 1999 60

You might also like