You are on page 1of 13

JURNAL PSIKOLOGI

VOLUME 40, NO. 1, JUNI 2013: 15 – 27

Terapi Tawa untuk Menurunkan Stres


pada Penderita Hipertensi1
Sheni Desinta
Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya

Neila Ramdhani2
Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada

Abstract

Hypertension is a physical condition that is often connected to negative stress or distress. Stress as
psychological, emotional and physical responses to a problem one perceives as a burden because it
threats his/her wellbeing. Since stress is related to perception, in addition to medical treatment, it
is necessary for people with hypertension also receive non-pharmacology therapy. This research
aimed to find out the effectiveness of laughing therapy for decreasing distress and blood pressure of
people with hypertension. There were twelve (12) hypertension patients voluntarily becoming the
subjects of the research. Laughing therapy with duration of 1 – 2 hours was given to them within 6
meetings for 3 weeks. Stress Scale was utilized to collect the data and the progress of the subjects’
behaviors was observed and recorded by the observant on Observation Sheet. Each subject was also
asked to fill Self-observation Sheet. Their blood pressures were measured with sphygmomanometer.
The method of interview was used to elaborate the data. The data was analyzed using non-
parametric statistical method. The results of the analysis showed that there is significance
difference between the experimental group and control group of the subjects in terms of their levels
of stress (Z=-2.287; p<0.05) and systolic blood pressures (Z=-2.913; p<0.05). The difference could
be maintained until the follow-up period. The mechanism of laughing therapy in maintaining the
effect of medical intervention on hypertension patients became the focus of the discussion of this
research.
Keywords: stress, hypertension, laughing therapy

Hipertensi 1 merupakan salah satu juta jiwa atau setara dengan 26,4% popu-
penyakit sistem kardiovaskuler yang lasi orang dewasa, sementara prevalensi di
semakin banyak ditemui di masyarakat. Indonesia mencapai 30% dari populasi,
Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 men- dan 60%-nya berakhir pada stroke.
cantumkan bahwa jumlah penderita hiper- Berdasarkan penyebabnya, hipertensi
tensi di seluruh dunia diperkirakan 972 dibagi menjadi dua yaitu hipertensi esen-
sial (hipertensi primer) dan hipertensi
1 Penelitian untuk tesis pada Program Magister
sekunder. Hipertensi primer disebabkan
Psikologi Profesi Universitas Gadjah Mada, atas
nama penulis pertama.
oleh beberapa faktor yang saling berkait-
2 Koresponden untuk penelitian ini dapat dilakukan an. Sebagian besar penderita hipertensi di
melalui: neila_psi@ugm.ac.id

JURNAL PSIKOLOGI 15
TERAPI TAWA, STRES, HIPERTENSI

Indonesia mengalami hipertensi primer/ Sumber stres disebut stressor dapat


esensial. Hipertensi sekunder disebabkan berupa kondisi tubuh, kondisi lingkungan,
oleh faktor utama yang diketahui seperti stimulus luar atau peristiwa yang diper-
misalnya kerusakan ginjal, gangguan obat sepsi mengancam oleh individu (Sarafino,
tertentu, kerusakan vaskuler dan lain-lain 1998). Gambar 1 memperlihatkan proses
(Anggraini, Waren, Situmorang, Asputra, stresor mempengaruhi sistem saraf mela-
dan Siahaan, 2009). lui sirkuit-sirkuit neural dan menstimulasi
Risiko hipertensi esensial atau primer pelepasan ACTH dari pituitari anterior
beragam tergantung pada jumlah dan sehingga memicu pelepasan glukortikoid
tingkat keparahan dari faktor risiko yang dari korteks adrenal. Dalam keadaan ini,
dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat glukortikoid banyak menghasilkan respon
dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak stres. Selain itu, stressor juga mengaktifkan
dapat dimodifikasi antara lain faktor sistem saraf simpatetik, sehingga mening-
genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. katkan jumlah epinephrine dan
Sedangkan, faktor yang dapat dimodifi- norepinephrine yang dilepaskan dari
kasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi medulla adrenal. Pada saat individu
(Anggraini dkk., 2009). mengalami kronik stres, tubuh yang
mengalami stres terus menerus akan
Stres sering dikaitkan dengan tekanan
mengalami kelelahan dalam memproduksi
darah tinggi. Studi kecil yang dilakukan
hormon adrenalin dan epinephrine. Hal ini
pada 2010, terhadap lima pasien hipertensi
dapat memperburuk kondisi tubuh
di Yogyakarta menunjukkan bahwa ada
sehingga dapat menjadi fatigue dan
permasalahan psikologis yang menyertai
penurunan sistem imunitas. Palma (2002)
tekanan darah tinggi. Hal ini sesuai
menjelaskan bahwa kelelahan dalam
dengan Mustacchi (1990) yang mengata-
memproduksi adrenalin dapat disebabkan
kan bahwa stres sebagai akibat hal-hal
oleh ketegangan emosional, seperti frus-
yang bersifat emosional, sosiokultural, dan
okupasional berpengaruh terhadap hiper-
tensi.
Pinel (2009) mencantumkan bahwa
stres terjadi jika seseorang dihadapkan
dengan peristiwa yang mereka rasakan
sebagai sesuatu yang mengancam kese-
hatan fisik atau psikologisnya. Stres dapat
bersifat positif dan negatif (Sarafino, 1998).
Stres positif disebut juga eustress, yang
terjadi apabila taraf stres yang dialami
mendorong atau memotivasi individu
untuk meningkatkan usaha pencapaian
tujuan. Sebaliknya, stres yang negatif
disebut juga distress, mengandung emosi
negatif yang sangat kuat sehingga tidak
hanya mengancam kesehatan, kognitif,
emosi, serta perilaku seseorang (Schafer,
1998). Gambar 1. Pandangan respon stres dua-sistem
(Pinel, 2009)

16 JURNAL PSIKOLOGI
DESINTA & RAMDHANI

trasi. Oleh karena itu, penting bagi runnya sistem saraf simpatis). Mengacu
seseorang untuk mengembalikan kondisi kepada facial feedback hypotheses maka
ke keadaan rileks agar terjadi penurunan perubahan ekspresi/gerakan wajah dapat
kerja sistem saraf tersebut. menimbulkan perasaan/emosi yang sama.
Terapi tawa adalah salah satu cara Beberapa penelitian terhadap terapi tawa
untuk mencapai kondisi rileks. Tertawa menunjukkan, bahwa terapi tawa memili-
merupakan paduan dari peningkatan ki dampak psikologis dan fisiologis, ter-
sistem saraf simpatetik dan juga penurun- kait stres, efikasi diri, dan tekanan darah
an kerja sistem saraf simpatetik. Pening- (Beckman, Regier dan Young, 2007; Chaya
katannya berfungsi untuk memberikan et al., 2008; Christina, 2006). Hipotesis
tenaga bagi gerakan pada tubuh, namun penelitian ini adalah terjadi penurunan
hal ini kemudian juga diikuti oleh penu- stres, tekanan darah sistolik dan diastolik
runan sistem saraf simpatetik yang salah pada penderita hipertensi setelah mengi-
satunya disebabkan oleh adanya perubah- kuti terapi tawa.
an kondisi otot yang menjadi lebih rileks,
dan pengurangan pemecahan terhadap Metode
nitric oxide yang membawa pada pelebaran
pembuluh darah, sehingga rata-rata terta- Subjek penelitian ini adalah;
wa menyebabkan aliran darah sebesar 1. Penderita Hipertensi Esensial Ringan
20%, sementara stres menyebabkan penu- dengan tekanan sistolik 140-159 mmHg
runan aliran darah sekitar 30% (Hasan& dan atau tekanan diastolik 90-99
Hasan, 2009). Disamping tertawa, mem- mmHg;
bentuk wajah dengan ekspresi tertentu
2. Mengkonsumsi obat antihypertensi;
juga akan mempengaruhi pengalaman
emosional yang disebut dengan facial 3. Berusia 40-60 tahun;
feedback hypothesis (Izard, 1981; McIntosh, 4. Memiliki indikasi mengalami stres ber-
1996). Rutledge dan Hupka (1985) mene- dasarkan Skala Simtom Stres, dengan
mukan bahwa individu merasakan emosi tingkat stres minimal sedang;
bahagia pada saat membuat ekspresi wa- 5. Tidak sedang menjalani terapi psikolo-
jah bahagia, sebaliknya perasaan kurang gis lainnya yang bertujuan untuk
bahagiapun akan muncul apabila individu pengelolaan stres dan tekanan darah;
mengekspresikan wajah marah. Terapi
6. Tidak mengalami sakit jantung, diabe-
tawa menggunakan pendekatan perilaku
tes, kolesterol tinggi, gangguan pada
melalui metode conditioning.
ginjal karena dapat menyebabkan
Terapi tawa dilakukan dengan cara kenaikan tekanan darah, dan gangguan
mengajak klien melakukan aktivitas terta- pernafasan seperti asma;
wa dengan melibatkan perilaku dan
7. Tidak mengkonsumsi alkohol;
gerakan tubuh yaitu dengan melakukan
latihan teknik tawa untuk memunculkan 8. Memiliki kemauan dan bersedia meng-
tertawa alami lewat perilakunya sendiri ikuti terapi tawa.
tanpa adanya humor. Individu akan
Rancangan Eksperimen
berlatih melakukan gerakan motorik dan
suara tertawa, yang akhirnya berakhir Rancangan untreated control group
pada kondisi fisiologis (meningkatnya design with pre-test and post-test (penggu-
sistem saraf parasimpatetis dan menu- naan kelompok kontrol tanpa perlakuan
dengan pengukuran pre-test dan post-test)

JURNAL PSIKOLOGI 17
TERAPI TAWA, STRES, HIPERTENSI

diterapkan di dalam penelitian ini. Dua dengan peserta. Fasilitator mengajak pe-
kelompok non-ekuivalen (Cook & serta untuk membuat aturan mengenai
Campbell, 1979). Tabel 1 memperlihatkan waktu dan hari pelaksanaan kegiatan.
gambaran rancangan yang digunakan. Setelah disepakati, fasilitator menyajikan
tayangan ‘Terapi tawa untuk kesehatan
Tabel 1 fisik dan psikologis’. Pada sesi perkenalan
Rancangan Eksperimen ini fasilitator menyampaikan ide dasar
Tindak tentang terapi tawa dilanjutkan dengan
Kelompok Pra Perlakuan Pasca
lanjut tahap latihan keterampilan dasar yaitu
Eksperimen O1 X O2 O3 teknik pernafasan dalam (diafragma), tek-
Kontrol O1 - O2 O3 nik peregangan, dan latihan gerakan
Keterangan :
ritmis diafragma dengan mengucapkan
O1 : Skala Simtom Stres; Tekanan darah
“ho ho ha ha ha”. Pernafasan ini dapat
pengukuran pra perlakuan
O2 : Skala Simtom Stres; Tekanan darah
menimbulkan perasaan lebih rileks dan
pengukuran paska perlakuan lebih sehat. Selain itu, secara instan dapat
O3 : Skala Simtom Stres; Tekanan darah mengurangi stres dengan mengeluarkan
periode tindak lanjut nafas yang panjang secara perlahan
X : Perlakuan dengan Terapi Tawa. (Greenberg, 2008). Penggunaan pola “ha
ha ha” merupakan pola respiratori yang
Alat atau materi sudah terasosiasi dengan tawa (pengu-
Alat atau materi yang digunakan kuran aktifitas tawa dengan menggunakan
dalam penelitian ini antara lain: (1) Data laryngeal electromyography, abdominal muscle
pasien dari Puskesmas, (2) Skala Simtom EMG, dan electrocardiogram). Meskipun
Stres, (3) Lembar observasi, (4) Sphygmo- akan sangat bervariasi dengan durasi yang
manometer, untuk mengukur tekanan berbeda, namun pola tertawa ini berbeda
darah, (5) Lembar pengamatan diri, (6) dengan pada saat seseorang batuk, atau-
Modul Terapi Tawa sebagai panduan pro- pun bersin. Hal ini juga yang membuat
ses pelaksanaan terapi tawa yang sudah tertawa membuat seseorang lebih sehat
mendapatkan izin dari pembuat modul (Kimata et al., 2009). Kemudian dilanjut-
yaitu Dr. Madan Kataria melalui kores- kan dengan latihan teknik tawa stimulus.
pondensi email, pada tanggal 6 November Terapi tawa ini akan dilakukan dalam
2010, (7) Hand out, dibagikan kepada enam pertemuan, dengan durasi waktu 30
subjek agar lebih dapat memahami materi menit.
yang disampaikan. Setelah peserta berlatih pernafasan,
mereka diajak bertepuk tangan serentak
Prosedur pelaksanaan terapi tawa semua peserta, sambil mengucapkan “ho
Kegiatan terapi tawa dilaksanakan di ho ha ha ha”, tepuk tangan disini sangat
aula Puskesmas, dua kali seminggu sesuai bermanfaat bagi peserta karena syaraf-
kesepakatan hari dan waktu dengan syaraf ditelapak tangan akan ikut terang-
peserta. Berikut alur pertemuan kegiatan sang sehingga menciptakan rasa aman dan
terapi tawa: meningkatkan energi dalam tubuh
(Kataria, 1999). Latihan ini juga merupa-
1. Sesi pengenalan terapi tawa kan latihan ritmis pernafasan diafragma
Pada pertemuan pertama fasilitator dan otot perut.
dan peneliti mengenalkan diri begitu pula

18 JURNAL PSIKOLOGI
DESINTA & RAMDHANI

2. Sesi tertawa stimulus kan modal yang sangat kuat dalam proses
Tiga macam teknik tawa stimulus penyembuhan; (3) dukungan dari anggota
yaitu tawa yoga, tawa bermain, dan tawa kelompok yang lain; (4) keyakinan dari
berdasarkan nilai-nilai tertentu, dilatihkan anggota kelompok lainnya (Yalom, 1985).
secara bergantian hingga subjek penelitian
3. Pengukuran tekanan darah
dapat melakukannya sendiri. Teknik tawa
yoga dikembangkan dari postur yoga Pengukuran tekanan darah dilakukan
untuk kesehatan tubuh. Teknik tawa ber- sebelum, sesudah, dan setelah periode
main bertujuan agar orang suka bermain tindak lanjut. Untuk pengukuran pasca
dan mengurangi rasa malu dan takut. terapi, dilakukan setelah peserta beristira-
Sikap bermain-main juga membantu tawa hat 5 – 10 menit. Pengukuran juga dilaku-
stimulus menjadi tawa spontan. Beberapa kan pada periode tindak lanjut, dua
contoh tawa bermain-main seperti tawa minggu setelah pelaksanaan terapi tawa
bantahan, tawa ponsel, tawa milkshake. yang terakhir kalinya atau terapi keenam.
Teknik tawa berdasarkan nilai yaitu teknik 4. Pengisian lembar pengamatan diri
tawa yang dirancang sehingga melekatkan
Pada pertemuan pertama, fasilitator
nilai-nilai tertentu yang dibuat ketika
memperlihatkan lembar pengamatan diri
sedang tertawa. Hal ini untuk membantu
pada para subjek penelitian dan menjelas-
mengembangkan nilai positif sehari-hari
kan kegunaan serta cara pengisiannya.
(Nelson, 2008).
Setelah itu, setiap awal dan akhir pelak-
Dalam pelaksanannya, terapi tawa ini sanaan terapi tawa peserta diminta untuk
menggunakan pendekatan kelompok. Hal mengisi lembar pengamatan diri tersebut.
ini dilakukan atas dasar aspek komunikasi
yang terkandung pada saat tertawa. 5. Latihan peregangan, pernafasan, dan
Menurut Ryff dan Singer (2000) tertawa pengucapan “ho ho ha ha ha”.
memiliki makna interaksi positif yang Gerakan peregangan, pernafasan dan
dapat merekatkan antar individu. Di da- pengucapan ‘ho ho ha ha ha’ yang terlebih
lam kelompok, dapat terjadi kontak mata dahulu dicontohkan oleh fasilitator, kemu-
sehingga cara ini untuk menambah efek- dian peserta mengikuti. Pada beberapa
tivitas dan menghasilkan tawa secara ala- pertemuan, seperti pada pertemuan keti-
miah. Kontak mata berfungsi sebagai ga, keempat dan kelima peserta distimu-
stimulus karena tertawa juga merupakan lasi untuk mau memimpin latihan pere-
suatu bentuk interaksi sosial dan dapat gangan, dan pernafasan.
menular.
Di dalam kelompok, peserta terapi 6. Latihan tawa stimulus
dapat memperoleh faktor terapeutik kare- Pada pertemuan pertama, latihan
na pada saat berada di dalam kelompok yang dilakukan hanya beberapa gerakan
individu akan memperoleh (1) harapan tawa stimulus saja, yaitu: tawa bersema-
yang lebih besar akan keberhasilan proses ngat, dan tawa sapaan, untuk mengenal-
tritmen; (2) perasaan bahwa tidak hanya kan dan memberi gambaran kepada
dirinya yang mengalami permasalahan peserta mengenai terapi tawa. Pertemuan
yang dihadapinya tersebut. Pada pende- selanjutnya latihan tawa stimulus dilaku-
katan kelompok, individu akan bertemu kan secara lengkap. Gerakan dicontohkan
dengan anggota lainnya yang memiliki oleh fasilitator, peserta mengikuti secara
permasalahan sama. Perasaan ini merupa- bersama-sama. Pada pelaksanaan tawa

JURNAL PSIKOLOGI 19
TERAPI TAWA, STRES, HIPERTENSI

stimulus, peserta diperbolehkan mengajak kelompok kontrol menunjukkan sedikit


pelatih untuk mengulangi gerakan terten- peningkatan rerata skor stres dari 97,17
tu yang disukai oleh peserta karena menjadi 97,83.
dianggap menyenangkan. Tabel 3.a dan Tabel 3.b memperli-
hatkan data pengukuran tekanan darah
7. Berbagi pengalaman
sistolik dan diastolik pada subjek pene-
Kegiatan berbagi pengalaman dilaku- litian. Sebelum diberi intervensi, rerata
kan setelah melakukan latihan terapi tawa, tekanan darah sistolik dan diastolik dari
kegiatan ini berdurasi 15 menit. Kegiatan kelompok subjek eksperimen 142/76
ini dipimpin oleh fasilitator, dengan cara mmHg, pada saat pos-test terjadi penu-
menanyakan kepada peserta mengenai runan rerata tekanan darah menjadi 118/71
perasaannya selama melakukan latihan mmHg yaitu tekanan darah kategori
hari itu. Fasilitator mengajak subjek pene- normal/normotensi (klasifikasi hipertensi
litian mendiskusikan hal-hal yang ditulis sesuai WHO). Namun, pada periode
peserta pada lembar pengamatan diri atau tindak lanjut terjadi peningkatan kembali
hal khusus yang terjadi selama proses menjadi 125/78 mmHg. Pada kondisi pre-
terapi berlangsung. test di kelompok kontrol, rerata tekanan
darah berada pada 138/93 mmHg, kemu-
Hasil dian terjadi peningkatan rerata tekanan
darah sistolik sebesar 8 mmHg dan
Untuk mengetahui dampak terapi diastolik sebesar 3 mmHg menjadi 146/96
tawa terhadap tingkat stres subjek pene- mmHg. Pada periode tindak lanjut terjadi
litian, dilakukan pengukuran tingkat stres penurunan rerata tekanan darah sistolik
pada sebelum, sesudah, dan periode dan diastolik yaitu 141/93 mmHg.
tindak lanjut yang hasil perhitungannya
Teknik statistik nonparametrik terha-
dapat dilihat pada Tabel 2.
dap selisih post-test dan pre-test
Pada pengukuran pre-test, rerata skor memperlihatkan bahwa terapi tawa efektif
skala stres subjek penelitian baik dari menurunkan stres pada penderita
kelompok eksperimen maupun kelompok hipertensi. Hal ini diperlihatkan oleh
kontrol mengindikasikan adanya stres adanya penurunan yang signifikan dari
pada kategori tingkat sedang (80< X <120). skor skala simtom stres kelompok
Pada pengukuran post-test, skor kelompok eksperimen dibandingkan dengan kelom-
eksperimen mengalami penurunan stres pok kontrol (lihat Tabel 4).
pada kategori rendah (M = 79). Sebaliknya,

Tabel 2
Deskripsi Skor Simtom Stres Subjek Penelitian
Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Subjek Subjek
Pre-test Post-test Follow-up Pre-test Post-test Follow-up
BS 95 91 94 RU 81 83 80
ST 85 70 72 WA 114 119 124
TK 91 79 81 SA 100 92 103
KS 99 83 88 SZ 95 83 95
WW 97 79 79 AB 88 92 88
MH 99 64 60 PA 105 118 93
Rerata 94,43 79 97,17 97,17 97,83 97,17

20 JURNAL PSIKOLOGI
DESINTA & RAMDHANI

Tabel 3.a
Deskripsi Tekanan Darah Sistolik
Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Subjek Subjek
Pre-test Post-tes Follow-up Pre-test Post-test Follow-up
BS 150 130 130 RU 150 150 150
ST 140 130 130 WA 150 150 140
TK 135 110 130 SA 120 140 150
KS 140 100 120 SZ 120 140 130
WW 135 110 110 AB 140 150 130
MH 154 128 130 PA 150 150 150
Rerata 142 118 125 138 146 141

Tabel 3. b
Deskripsi Tekanan Darah Diastolik
Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Subjek
Pre-test Post-tes Follow-up Subjek Pre-test Post-test Follow-up
BS 90 80 80 RU 110 100 100
ST 70 80 90 WA 100 110 90
TK 80 80 80 SA 80 90 90
KS 70 50 70 SZ 70 90 90
WW 67 70 80 AB 100 90 100
MH 80 70 70 PA 100 100 90
Rerata 76 71 78 93 96 93

Tabel 4
Rangkuman Uji Mann-Whitney Skala Stres antara kelompok
eksperimen dan kontrol

Sumber Data Z
Selisih skor pre post-test -2,287*
Selisih skor post follow up -0,161
Selisih skor pre follow up -2,33*
Keterangan: *signifikansi p ≤ 0,01 *signifikansi p ≤ 0,05

Perbedaan penurunan skor skala sim- Tabel 5


tom stres ini dipertahankan hingga perio- Rangkuman Uji Mann-Whitney Tekanan
de tindak lanjut. Tabel 5 menunjukkan Darah sistolik dan diastolik antara kelompok
rangkuman hasil uji Mann-Whitney tekan- eksperimen dengan kelompok kontrol
an darah sistolik dan diastolik. Perbedaan Sumber data Z Sistolik Z Diastolik
yang signifikan terlihat pula pada penu- Selisih skor pre - 2,913** - 1,069
runan tekanan darah sistolik antara post-test
kelompok eksperimen dengan kelompok Selisih skor post - 1,833 - 1,308
follow up
kontrol namun tidak ada perbedaan pada
Selisih skor pre - 2,428* - 0,906
tekanan darah diastolik
follow up
Keterangan: *signifikansi p≤0,01*signifikansi p ≤ 0,05

JURNAL PSIKOLOGI 21
TERAPI TAWA, STRES, HIPERTENSI

Disamping hasil analisis data kuantitatif subjek. Permasalahan keluarga ini


berdasarkan skor skala simtom stres dan merupakan stressor bagi subjek.
tekanan darah tersebut, beberapa data
3. Keluhan-keluhan fisik dan psikis yang
kualitatif yang diperoleh dari sesi berbagi
menyertai tekanan darah tinggi.
pengalaman dan lembar pengamatan diri
menunjukkan deskripsi permasalahan Gejala-gejala naiknya tekanan darah
yang dialami keenam subjek yang mene- dirasakan mengganggu aktivitas seha-
rima perlakuan terapi tawa, antara lain: ri-hari subjek penelitian. Pusing, susah
tidur, vertigo, perasaan seperti mela-
1. Permasalahan ekonomi dan pekerjaan yang dan berputar merupakan sejum-
Subjek BS dan MH harus bekerja untuk lah gejala yang dirasakan oleh semua
memenuhi kebutuhan keluarga, subjek. Bahkan, ST dan BS cukup
walaupun sebetulnya selama ini mere- sensitif merasakan perubahan fisiknya
ka hidup berkecukupan namun saat ini sehingga bila tekanan darahnya tinggi
keluarga sedang menghadapi perma- mereka akan merasakan gejala-gejala
salahan keuangan. Hal ini membuat tersebut.
subjek perlu mencari penghasilan tam-
4. Kekhawatiran terhadap dampak
bahan padahal ia hanya dapat melaku-
tekanan darah tinggi.
kan pekerjaan yang mengandalkan
fisik. Kondisi ini merupakan stressor Subjek WW, ST dan KS memiliki
bagi subjek. kekhawatiran yang berlebihan terha-
dap kondisi kesehatannya. Perasaan
2. Permasalahan keluarga khawatir setelah mengetahui bahwa
Empat orang subjek yaitu KS, WW, ST, salah satu dampak tekanan darah
dan TK mengalami permasalahan tinggi yang banyak dialami akhir-akhir
keluarga yang cukup berat. Suami KS ini yaitu stroke dan serangan jantung.
pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa Analisis data kualitatif dilakukan ter-
dan pernah berselingkuh. Keadaan hadap data yang diperoleh menunjukkan
diperburuk dengan perilaku anak ada beberapa pengalaman psikofisiologis
yang sulit dipahaminya dan tidak yang dirasakan oleh peserta selama meng-
dapat hidup mandiri. Subjek beberapa ikuti proses terapi tawa yaitu tubuh
kali mengkonsultasikan permasalahan menjadi berkeringat, sedikit lelah dan
anaknya ini kepada seorang psikolog. pegal. Kondisi ini memberikan perasaan
Subjek WW bermasalah dalam meng- segar, sehat, dan bugar, serta tubuh terasa
urus seorang cucu yang dititipkan lebih ringan pada saat digerakkan. Sebe-
kepadanya. Ia merasa lelah karena lum mengikuti latihan terapi tawa bebe-
cucu sulit diatur. Subjek ST juga rapa peserta mengeluh pegal-pegal di
mengalami masalah dengan sikap tengkuk dan bagian badan lainnya namun
suami yang tampaknya tidak mau perasaan pegal-pegalnya berkurang sete-
mengerti dengan kondisi keluarga. lah melakukan terapi tawa. Subjek mera-
Dalam kondisi ini, subjek sering sakan tidurnya menjadi lebih lelap.
merasa tersinggung dengan sikap dan
Jika dilihat dari aspek kognitif, seba-
perkataan suami. Sedangkan, subjek
gian peserta melaporkan bahwa mereka
TK merasa kesepian karena suaminya
menjadi lebih dapat berkonsentrasi setelah
sudah meninggal. Anak perempuan
melakukan kegiatan terapi tawa. Hal ini
subjek juga sering berada jauh dari
peserta rasakan karena perasaan segar

22 JURNAL PSIKOLOGI
DESINTA & RAMDHANI

yang mengiringi setelah mengikuti kegiat- mereka. Rasa senang ini mendorong sub-
an tawa. Pengalaman kognitif lainnya jek penelitian melakukan sendiri terapi
yang dilaporkan peserta adalah kegiatan tawa ini di luar sesi penelitian. Hal ini
terapi tawa ini mampu membuat peserta dilakukannya dengan menghadap cermin
melupakan dan teralihkan sejenak dari atau melakukan bersama-sama teman di
permasalahan di rumah. lingkungan rumah.
Selain pengalaman di atas, subjek
mengemukakan bahwa ada emosi positif Diskusi
yang dirasakan baik pada saat maupun
setelah mengikuti kegiatan. Perasaan ter- Hasil analisis data menunjukkan
sebut adalah senang dan gembira meski- adanya perbedaan yang signifikan pada
pun pada saat melakukan latihan ada tekanan darah sistolik antara kelompok
subjek yang lebih banyak tersenyum eksperimen dengan kelompok kontrol
dibandingkan tertawa tetapi mereka mera- setelah mengikuti terapi tawa. Sebaliknya,
sakan senang. Selama proses terapi tawa, uji yang sama terhadap selisih tekanan
subjek terlihat bercanda dengan subjek darah diastolik menunjukkan tidak ada-
lain di dalam kelompoknya. Kondisi ini nya perbedaan yang signifikan antara
juga dirasakan oleh subjek yang awalnya kedua kelompok. Berdasarkan hasil terse-
hadir dalam kondisi kesal, sedih, ataupun but dapat disimpulkan bahwa terapi tawa
marah namun perasaannya dapat dialih- dapat menurunkan tingkat stres dan
kan dan terbawa perasaannya menjadi tekanan darah sistolik pada penderita
lebih senang. Subjek menjadi lebih terhi- hipertensi. Hal ini sesuai dengan beberapa
bur juga karena lucu melihat peserta lain penelitian yang menunjukkan bahwa tera-
pada saat tertawa. Gerakan tawa stimulus pi tawa dapat mengatasi masalah-masalah
yang disukai oleh subjek diulang kembali yang terkait dengan stres, efikasi diri, dan
pada saat tawa stimulus masih berlang- tekanan darah (Beckman, Regier dan
sung karena mereka merasa masih berse- Young, 2007; Chaya et al., 2008; Christina,
mangat untuk melakukannya. Jenis tawa 2006).
stimulus yang disukai oleh peserta adalah Keenam subjek pada kelompok ekspe-
jenis tawa yang melibatkan interaksi rimen mengalami stres psikologis dengan
gerakan antar peserta seperti tawa sapaan, jenis permasalahan dan dominasi yang
tawa bantahan, dan tawa memaafkan. berbeda. Hal ini mempengaruhi tekanan
Subjek menyampaikan bahwa kondisi darah, karena subjek dengan hipertensi
fisik, pikiran dan emosi yang lebih positif rentan dengan rangsang norepinephrin.
menjadikan mereka lebih bergairah dalam Beberapa permasalahan utama yang diala-
melakukan sesuatu. Salah satu peserta mi subjek penelitian baik permasalahan
hadir di sesi terapi dalam kondisi malas rumah tangga maupun adanya keluhan-
namun setelah mengikuti kegiatan terapi keluhan fisik dan psikis yang menyertai
tawa merasakan lebih bersemangat dan tekanan darah tinggi, dan kekhawatiran
termotivasi untuk melakukan aktivitas terhadap kondisi fisik serta dampak
sehari-hari. Secara spesifik, mereka tekanan darah tinggi.
mengatakan lebih bersemangat untuk Latihan terapi tawa melibatkan gerak-
bermain bersama anak dan dapat lebih an fisik yang mempengaruhi kontraksi
banyak tersenyum, lebih suka menyapa denyut jantung, laju pernafasan, gerakan
tetangga yang tinggal di sekitar rumah tangan dan kaki pada tubuh memiliki efek

JURNAL PSIKOLOGI 23
TERAPI TAWA, STRES, HIPERTENSI

yang hampir sama dengan orang yang test. Hal ini juga didukung pula dengan
melakukan olahraga (Beckman, Regier dan ungkapan dari subjek pada saat sesi
Young, 2007; Kataria, 1999). Pada saat berbagi pengalaman bahwa kondisi fisik
tertawa, tubuh menghasilkan endorfin kembali kurang bugar karena sudah dua
yang memberi efek pengurangan rasa minggu tidak rutin melakukan terapi
sakit, menurunkan hormon stres, dan tawa, selain itu peserta juga mulai merasa
meningkatkan imunitas (Greenberg, 2002) tidurnya mulai kurang nyaman kembali.
sehingga dapat menurunkan kondisi stres Untuk kondisi emosi, perasaan senang
yang dialami oleh subjek. Endorfin dipro- tidak dirasakan seperti beberapa minggu
duksi dan dikeluarkan oleh pituitary gland, sebelumnya, meskipun ada peserta yang
dilepaskan saat latihan fisik yang berke- tetap melakukan terapi tawa sendiri, atau
sinambungan serta pada saat tertawa. mencoba tersenyum di cermin.
Pada beberapa penyakit yang diderita oleh Latihan fisik berupa olah tubuh
pasien, salah satunya hipertensi, akan dengan terapi tawa akan memberikan
diberikan saran untuk melakukan latihan pengaruh yang baik terhadap berbagai
dan olahraga seperti berjalan, berlari, macam sistem yang bekerja di dalam
aerobik, berlatih tertawa, meditasi, dan tubuh, salah satunya adalah sistem kardio-
semua latihan tersebut bertanggung jawab vaskuler di mana dengan latihan fisik
akan dilepasnya hormon endorfin. Hormon yang benar dan teratur akan terjadi efi-
ini memberikan perasaan senang dan mood siensi kerja jantung. Efisiensi kerja jantung
yang baik (Rokade, 2011). Hal ini diper- ataupun kemampuan jantung akan
kuat oleh data kualitatif yang menyatakan meningkat sesuai dengan perubahan-
bahwa subjek merasa lebih senang setelah perubahan yang terjadi. Hal tersebut
melakukan terapi tawa. Pada saat subjek dapat berupa perubahan pada frekuensi
merasakan senang dan gembira maka jantung, isi sekuncup, dan curah jantung
pegal dan pusing sudah tidak dirasakan (Syatria dan Rachmatullah, 2006). Efek
lagi. tertawa dikatakan cenderung memiliki
Penurunan tekanan darah yang signi- dampak yang hampir serupa dengan
fikan terjadi pada tekanan darah sistolik. aktifitas aerobik ringan (Beckman, Regier,
Pada saat individu tertawa terjadi pening- & Young, 2007; Hasan & Hasan, 2009),
katan tekanan darah akibat meningkatnya yang pada akhirnya menyebabkan penu-
kerja sistem saraf simpatetik sebagaimana runan tekanan darah. Peningkatan efisien-
terjadi pada saat berolahraga. Setelah si kerja jantung dicerminkan dengan
beberapa saat tekanan darah menurun penurunan tekanan sistolik, sedangkan
atau menjadi lebih rendah daripada kon- penurunan tekanan perifer dicerminkan
disi sebelumnya (Pearce, 2004; Whipple & dengan penurunan tekanan diastolik
Calvert, 2008). Bila dilakukan berulang- (Syatria dan Rachmatullah, 2006). Pada
ulang dan teratur maka penurunan akan penelitian ini menunjukkan terapi tawa
berlangsung lebih lama karena adanya yang dilakukan sebanyak enam kali, sela-
adaptasi fisiologis. Perbedaan skor tekan- ma tiga minggu mencerminkan kemung-
an darah sistolik yang signifikan antara kinan adanya peningkatan efisiensi kerja
kelompok kontrol dan eksperimen masih jantung yang menyebabkan penurunan
bertahan hingga dua minggu setelah tekanan darah, sementara faktor penurun-
terapi tawa meskipun ada peningkatan an tahanan perifer tidak terlalu berperan
tekanan darah dibandingkan kondisi pre- dalam penurunan tekanan darah.

24 JURNAL PSIKOLOGI
DESINTA & RAMDHANI

Berbeda dengan penelitian yang Penelitian ini memberikan manfaat


dilakukan Chaya, et al. (2008) terhadap 200 lain dalam memahami perlunya tawa bagi
partisipan tanpa gangguan hipertensi kesehatan didalam kehidupan sehari-hari,
yang menemukan bahwa terapi tawa misalnya pada subjek KS yang tetap
dapat menurunkan tekanan darah sistolik melakukan sendiri di depan cermin untuk
dan diastolik. Nampaknya ada perbedaan membiasakan wajahnya tersenyum. Pinel
kondisi fisiologis antara subjek normal (2009) menjelaskan bahwa subjek merasa
dengan hipertensi. Salah satu pembedanya bahagia dan tidak merasa marah saat
ditunjukkan lewat reflek neurologis abnor- mereka sedang membuat wajah bahagia,
mal maupun pengontrolan simpatetik sementara itu subjek kurang bahagia dan
curah jantung dan resistensi perifer (pada lebih marah ketika sedang membuat wajah
subjek yang mengalami hipertensi). Penu- marah.
runan yang tidak signifikan kemungkinan Hal lain yang juga menjadi perhatian
juga disebabkan respon tekanan darah dalam penelitian ini adalah kondisi
diastolik pada saat seseorang melakukan tekanan darah dapat dipengaruhi oleh
suatu latihan terkadang relatif tidak meng- banyak faktor. Sebelumnya, mekanisme
alami perubahan atau bahkan mengalami terapi tawa terhadap penurunan tekanan
penurunan yang kecil, sebaliknya peru- darah sudah dijelaskan, namun ada faktor
bahan lebih besar terlihat pada tekanan lain pada penelitian ini yang dapat
darah sistolik (Stewart et al., 2006). mempengaruhi penurunan tekanan darah,
Manfaat terapi tawa juga dirasakan antara lain: pengobatan yang sudah dija-
oleh peserta dalam kehidupan sehari-hari. lani oleh subjek, olahraga, pengurangan
Beberapa subjek juga menjadi lebih sering konsumsi garam, pengaturan pola makan
tersenyum, misalnya pada subjek ST, KS, dan berat badan. Terapi tawa dapat mem-
dan TK. Sebagian besar peserta juga perpanjang efek penurunan tekanan darah
merasa lebih akrab dengan teman sesama yang dihasilkan oleh obat-obatan yang
peserta yang ada di lingkungannya. dikonsumsi secara teratur. Pengontrolan
Menurut Ryff dan Singer (2000) tertawa tekanan darah dilakukan melalui aktivitas
memiliki makna interaksi positif yang tawa dan pergerakan tubuh, kontraksi
dapat merekatkan antar individu. Hal ini otot, laju pernapasan, peningkatan denyut
sesuai dengan karakteristik terapi tawa jantung yang memberikan dampak rileks
yang memiliki nilai sosial dan aspek setelah 30-120 menit. Pada keadaan ini
komunikasi melalui kontak mata, tawa diproduksinya endorfin dapat mengalihkan
interaksi, dan pendekatan kelompok. Pada rasa nyeri, sebaliknya memunculkan kon-
saat kegiatan terapi tawa berlangsung disi nyaman, menurunkan kondisi stres
subjek penelitian kerapkali menyisipkan dan tekanan darah karena terjadi penu-
kata-kata bercanda baik verbal maupun runan kerja sistem saraf simpatetik.
gerakan tubuh. Nelson (2008) menyatakan Peran terapi tawa dalam menyum-
bahwa seorang individu dapat mengeks- bang pengontrolan tekanan darah dan
presikan dorongan bermainnya dengan penurunan kondisi stres, dirasakan oleh
tertawa. Pada kondisi ini, dapat terjadi peserta pada kelompok eksperimen, penu-
peningkatan energi di dalam tubuh dan runan dan adaptasi fisiologis tekanan
diikuti oleh timbulnya perasaan aman darah dirasakan setelah terapi yang
(Kataria, 1999). berulang, sementara efek terhadap fisik
yang langsung dirasakan adalah kondisi

JURNAL PSIKOLOGI 25
TERAPI TAWA, STRES, HIPERTENSI

tubuh yang terasa segar, pegal-pegal dan unconditional (heu) laughter using
pusing yang berkurang. Efek psikologis- laughter yoga techniques on physio-
pun dirasakan salah satunya dengan logical, psychological, and immuno-
meningkatnya emosi positif seperti pera- logical parameters in the workplace: a
saan senang, perilaku yang lebih bersema- randomize control trial. Proceeding of
ngat, dan dapat mengurangi atau meng- the 23rd Scientific Meeting of the
alihkan pikiran dari permasalahan. Selain American Society of Hypertension. New
itu juga meningkatkan pemahaman dan Orlean, USA
pengetahuan peserta terhadap kondisi Christina, S. (2006). Pengaruh terapi tawa
hipertensi, dan peran terapi tawa terhadap terhadap stress pada usia lanjut.
kondisi fisik serta psikologis, melalui Skripsi. (Tidak dipublikasikan). Sura-
penjelasan materi, berbagi pengalaman. baya: Fakultas Psikologi Universitas
Surabaya.
Kesimpulan Cook, T.D., & Campbell, D.T. (1979). Quasi
experimentation: Design & analysis issues
Penelitian ini memberikan rekomen-
for field setting. Boston: Houghton
dasi terhadap pemanfaatan terapi tawa
Mifflin Company.
membantu penderita hipertensi untuk
terus menurunkan tekanan darahnya. Greenberg, J.S. (2008). Comprehensive stress
Terlepas dari keberhasilan terapi tawa management 10th ed. New York:
dalam menurunkan tingkat stres dan McGraw-hill.
tekanan darah subjek dengan hipertensi, Hasan, H., & Hasan, T.F. (2009). Laugh
penelitian ini masih membutuhkan pengu- yourself into healthier person: a cross
jian ulang dengan subjek sejenis yang cultural analysis of the effect of
lebih banyak mengingat jumlah subjek varying level of laughter on health.
yang terlalu sedikit. International Journal of Medical Sciences,
6(4), 200-211. DOI:10.7150/ijms.6.200
Kepustakaan Izard, C.E. (1981). Differential emotions
theory and the facial feedback hypo-
Anggraini, A.D., Waren, A., Situmorang, thesis of emotion activation: Com-
E., Asputra, H., dan Siahaan, S.S. ments on Tourangeau and Ellsworth's
(2009). Faktor-faktor yang berhubung- "The role of facial response in the
an dengan kejadian hipertensi pada experience of emotion. Journal of
pasien yang berobat di poliklinik Personality and Social Psychology, 40(2),
dewasa puskesmas Bangkinang perio- 350-354.
de januari sampai juni 2008. Diunduh
Kataria, M. (1999). Laugh for no reason
dari: http://yayanakhyar.wordpress.
(terapi tawa). India: Madhuri Inter-
com tanggal 28 Mei 2010.
national.
Beckman, H., Regier, N., & Young, J.
Kimata, H., Morita, A., Furuhata, S.,
(2007). Effect of workplace laughter
Itakura, H., Ikenobu, K., & Kimura, Y.
groupson personal efficacy beliefs. The
(2009). Assessment of laughter by
Journal of Primary Prevention, 28, 167-
diaphragm electromyogram. European
182. DOI: 10.1007/s10935-007-0082-z
Journal of Clinical Investigation, 39(1),
Chaya, M.S., Kataria, M., Nagendra, H.R. 78-79. DOI: 10.1111/j.1365-
(2008). The effect of hearty extended 2362.2008.02037.x

26 JURNAL PSIKOLOGI
DESINTA & RAMDHANI

McIntosh, D.N. (1996). Facial feedback Ryff, C.D., & Singer, B. (2000).
hypotheses: Evidence, implications, Biopsychosocial challenges of the new
and Direction. Motivation and millennium. Psychotherapy and Psycho-
Emotion, 20(2), 121-147. somatics, 69, 170-177. DOI:10.1159/
Mustacchi, P. (1990). Stress and hyper- 000012390
tension. The Western Journal Of Sarafino, E.P. (1998). Health psychology:
Medicine August, 153(2), 180-185. Biopsychosocial interaction. NewYork:
Nelson, J.K. (2008). Laugh and the world John Wiley & Sons, Inc
laughs with you: An attachment Schafer, W. (1998). Stress management for
perspective on the meaning of wellness. New York, Wadsworth
laughter in psychotherapy. Clinical Group.
Social Work Journal, 36, 41-49. Stewart, K.J., Ouyang, P., Bacher A.C.,
Palma, J.R.D. (2002). Laughter as medicine. Lima, S., & Shapiro, E.P. (2006).
Diunduh dari: www.hemodialysis- Exercise effect on cardiac size and left
inc.com/readings/laughter.pdf. ventricular diastolic function:
tanggal 28 Mei 2010. Relationships to changes in fitness,
Pearce, J.M.S. (2004). Some neurological fatness, blood pressure, and insulin
aspect of laughter. Europe Neurology, resistance. Heart and Education in Heart.
52, 169–171. 92: 893–898. DOI: 10.1136/hrt.2005.
079962.
Pinel, J.P.J. (2009). Biopsikologi 7ed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Syatria, A., & Rachmatullah, P. (2006).
Pengaruh olahraga terprogram terha-
Departemen Kesehatan Indonesia. (2007).
dap tekanan darah pada mahasiswa
Profil kesehatan Indonesia 2007.
Fakultas Kedokteran Universitas
Diunduh dari: www.depkes.go.id.
Diponegoro yang mengikuti ekstra-
tanggal 10 Mei 2010.
kurikuler basket. Artikel Karya Tulis
Rokade, P.B. (2011). Release of Ilmiah. Tidak dipublikasikan. Sema-
Endomorphin Hormone and Its Effects rang: Fakultas Kedokteran UNDIP.
on Our Body and Moods: A review.
Whipple, C., & Calvert, S. (2008). The
International Conference on Chemical,
connection between laughter, humor, and
Biological and Environment Sciences
good health. University of Kentucky
(ICCEBS’2011) Bangkok. Diunduh
and its licensors. Diunduh dari:
dari: psrcentre.org/images/extraimages/
www.ca.uky.edu. tanggal 21 Mei 2010.
1211916.pdf tanggal 27 September
2013. Yalom, I.D. (1985). The theory and practice of
group psychotherapy. USA:Basic Books.
Rutledge, L. L., & Hupka, R. B. ( 1985 ).
The facial feedback hypothesis:
Methodological concerns and new
supporting evidence. Motivation and
Emotion, 9, 219-240.

JURNAL PSIKOLOGI 27

You might also like