You are on page 1of 16
BAB 10 MUNCULNYA PARADIGMA PASCA-MODERN AKHIR ZAMAN MODERN Dalam bab-bab sebelumnya dari studi ini saya telah berusaha mene- lusuri perkembangan teologi misi Kristen sejak zaman Perjanjian Baru sampai zaman modern. Kini semakin jelas sekali bahwa dalam masing-masing masa sejarah dari dua ribu tahun terakhir gagasan misioner telah sangat dipengaruhi oleh keseluruhan konteks dimana orang Kristen hidup dan bekerja Dalam Bab 5 saya mengatakan bahwa zaman “modern” atau "Pencerahan” bukanlah bagian terakhir dari sejarah dunia untuk akan mempengaruhi pemikiran dan praktek misi. Sebuah paradigma lain akan muncul, yang, untuk sementara ini, saya namakan paradig- ma "pasca-modern”.! Semua zaman lain yang dibicarakan di sini, bah- kan juga yang "modern” tergolong pada masa lalu; karenanya, dalam Pengertian tertentu, kita dapat menengok ke belakang kepada mere- ka. Situasi dengan paradigma pasca-modern sama sekali berbeda. Paradigma-paradigma yang baru tidak menjadi mapan dalam sema- lam. Mereka membutuhkan puluhan, kadang-kadang bahkan ratus- an, tahun, untuk mengembangkan kontur-kontur yang khas. Karena itu paradigma yang baru ini masih berkembang dan, sementara ini, ‘Harus diperhatikan bahwa’kata depan ‘pasca” ini sama sekali tidak menunjukkan suatu ukuran nilai, “Pasca-modern" tidak berarti “anti-modern” (sebagaimana ditafsirken oleh Jurgen Habermass). Saya menggunakannya dalam pengertian yang juga dipakai Kung (1987:16-27), yakmi, sebagai sebuah pemahaman heuristik, sebagai sebuah konsep Pencarian, Istilah “pasca’ menoleh ke belakang dan pada saat yang sama juga ke depan dan “dak berarti semata-mata kembali kepada percakapan prakritis, pra-modern, pra- liberal, meleinkan suatu ‘pro-volusi’ menuju suatu paradigma ... yang baru dan sedang muncul" Martin 1987:370). Namun toh, ini adalah istilah yang canggung, yang kelak akan saya gantikan dengan pemahaman “oikumenis" ah yang akirnya akan diambit entuk apaki bolum jel bent a eran Beka ra ini, pada umumnya lam B ema dua Se eras paradigma adalah masa tides e i rmendolevpeberapa konstanta dari zaman Kontemporer .°¢lah Hae eeeing melahirkan reaksi-reaksi kuat yang lebih guy” €8lahy§ pada paradigma Pencerahan, meskipun terdapat tanga ea Segala penjuru bahwa paradigma tersebut sedang runtyy "de 4! ‘ila tidak akan mungkin menelusuri perkembanga bangan yang menyebabkan Keruntuhan paradigma Poy P&ty cara terinci, Beberapa sentuhan yang luas dan sangat um T@hany, imuns kina sudah cukup. ‘tray, Descartes, yang secara luas diakui sebagai B, y Da Pen menggunakan prinsip keraguan yang radikal seba era \geu Bai Pusat, nya. Hanya keraguan, demikian keyakinannya, yang akan," sihkan pemikiran manusia dari segala pandangan yang: pom semata-mata berdasarkan keyakinan dan membukanya kes ngetahuan yang kuat-kuat tertanam dalam penalz ads oy Be ran (untuk b an yang mendalam tentang “doktrin keraguan’, bnd Polan, aha 269-299). Dengan postulat epistemologis ini, Descartes mena? dasar untuk praktis semua perkembangan sesudahnya dale pengetahuan, filsafat, teologi dll. Sewajarnyalah bahwa ban, a yang melangkah lebih jauh dari posisi Descartes, tetapi ea st bahnya secara hakiki. Sebaliknya, apa yang terjadi adalah gt” prinsip keraguan dan jaringan tentang Keurigsulsa alate a kin diperhalus sementara mereka dinyatakan kembali, Descaries vs ies a peace, eee Bean oe ar mai sedikit lebih dahulu (1561-1620, menganjurkan pendekaton nat Sementara Isaac Newton (1642-1717) adalah orang pertama aie ee Perkenalkan percampuran dari kedua metode (ond. Capea 1835) . ee ane Pesos sepenuhnya bercamput melengkapi dalam melakukan imu poreeahtoe Gone sense 5) Pontiane ree kun mu pengetahuan (ond Bers Kecenderunger ois bad ke-20, misalnya, cenderung mereieksin renders ; sementara teori falsifikasi Karl Popper dass igen? sebagai Kelanjutan dari tradisi deduktif jadi, dalam kedua tradi nalevan tetap Tide gadis tersebut, premis tentang keutamaan at dilawan. Rasionalisme memang lua bits ve Sing, mrt suk akal, khususnya karena keberhasilan-keberhasilanaya dalam dan teknologi demikian jelas, schingga tampaknya konyol bila pertanyakannya. Jadi, tidak begitu mengherankan bahwa duganya dengan segera diterima oleh ilmu-ilmu huma- (cormasuk teologi). Kata “sains’ itu sendiri akhirnya berarti yovgetahuan yang akurat, data yang mutlak dapat diandalkan dan petjain. Para teolog dan ahli lainnya dari humaniora merangkul visi in dengan hati-hati menerapkannya ke dalam disiplin-disiplin ereka - sebagaimana yang diperlihatkan oleh teologi abad ke-19 Jen awal abad ke-20, dalam semua sub-disiplinnya Kini keseluruhan bangunan tersebut sedang ditantang. Serangan fundamental pertama kepadanya tidak (seperti yang mungkin telah ‘fauga orang) berasal dari pihak ilmu-ilmu humaniora, Agak menge- jotkan, serangan tersebut datang dari disiplin dimana justra kanon- Xanon Descartes dan Newton tampaknya sama sekali tidak dapat ‘hlawan: bidang fisika, dimana ahli-ahli seperti Albert Einstein dan Niels Bohr memperkenalkan revolusi dalam pemikiran, sedemikian rupa sehingga Werner Heisenberg dapat mengatakan bahwa dasar- Gasar sains itu sendiri telah mulai bergerak dan bahwa hampir-ham- pit kita perlu memulai segala-galanya kembali (acuan dalam Capra 1983:77). Kelak, sangatlah wajar bahwa gejolak-gejolak serupa mun- cul pula dalam disiplin-disiplin lain, termasuk humaniora. Peristiwa-peristiwa dalam sejarah dunia, khususnya dua perang dunia yang menghancurkan (1914-1918; 1939-1945) dan segala sesuatu yang terjadi sesudah itu, juga ikut menyebabkan erosi yang tetap ter- hhadap “realisme naif” dari paradigma yang konvensional. Dalam teo- Jogi, Karl Barth, dengan "teologi krisis’-nya, menjadi orang pertama yang memisahkan diri secara fundamental dengan tradisi teologi Iberal dan yang memulai suatu paradigma teologi baru, Dalam d plin-disiplin lainnya keadaannya tidak sungguh-sungguh berb Jelas, bahwa Barat dengan warisan pemahamannya tentang realitas sungguh-sungguh menghadapi masalah. Antara Perang Dunia I dan kedua, para filsuf sejarah seperti Oswald Spengler dan Ptirim Sorokin berusaha menelusuri perubahan-perubahan dasariah yang mulai ter- jadi dalam budaya Barat? mast Transformasi Mig; Lu, aru implisit dalam Spengler dan Sorokin ay, Apa y Ende der Neuzeit, ya ‘vardini, Das Newzeit, yang pertamt hy 2 alae mi ‘960. "zaman modern” ~ dan bersamanya Hah, jtkan 8 Hanae di atasnya zaman itu dibangun 2% tel n dunia ari reruntuhan yang sama dengan pare pa Gy i pandangat th, Yang muncu vakfurt, Max Horkheiber dan Theodor W. Adorno, Ate aa pengarang terstbut mash belum melat jalan eluge emoceian masa kink. Mereka menyajikan, pandangan pang” mereka, untuk sementara ini, hanya Sebagai "fragmen-fragmece"® Subjudul buku tersebud. Mereka mengakui bahwa sain ity gut seperti yang dipraktekkan dalam Pencerahan sedang menghane® Kan disinya (7) Kemajuan berubah menjadi kemunduran (1 ‘mun, keprihetinan mereka tetap pada operasi penyelamatan — »,\® ka ingin menyelamatkan Pencerahan dari penghancuran gi st “jrasionalisme” (10 dyb.). Masalahnya, seperti yang telah ditunjy™ oleh Jurgen Habermas (Seorang rekan yunior dari para pengar Diolektik der Aufelarung), adalah bahwa mereka menolak (ata, ‘mampu) meninggalkan pandangan babwa penolaran dan hanya pest Jaran belaka, dalam bentuk tradisionalnya, yang memampukan ig ‘untuk membuat pernyataan-pernyataan normatif — meskipun mey mengakui bahwa penalaran dalam pemahaman Pencerahan ity dasarnya rusak. Jelas, suatu kritik yang lebih dasariah daripada paradigma Pen cerahan dibutuhkan, Hal ini terjadi kevika para peneliti mulai dengy lebih sungguh-sungguh memperhatikan peranan sejarah, subyek ma. nusia dan kelompok sosial. Dua penerbitan perintis dalam hubungon ini adalah Personal Knowledge (1958) karya Michael Polanyi dan The Structure of Scientific Revolutions ((1962) 1970) oleh Thomas Kuhn. Ke- limat pembukaan buku Kuhn mencatat pengaruh sejarah dan kon teks pada semua pengetahuan manusia; "Sejarah, bila dipandang bagai gudang untuk lebih daripada sekadar anekdot atau kronologi dapat menghasilkan suatu transformasi yang menentukan dalam gambaran sains yang dengannya kita kini dikuasai” (1970:1) Meskipun terdapat perbedaan-perbedaan di antara mereka, dap diperdebatkan bahwa ada suatu titik temu di antara teori-teor yene dikemukakan oleh Kuhn dan apa yang dikemukakan oleh Polany Habermas, Paul Ricoeur, dan yang lebih mutakhir John Thoms dan Charles Taylor, telah mengembangkan gagasan-gagasan seu? Nel 1988). Dalam semua pandangan i be ejarah, sosiologi, dan hermencutiea berjalan ree ean féang 1987:162). Sebuah visi baru sedang muncul, dan nee Om Reman im nga ink une age Sn ee tahuan lapat bahwa, selain alasan “in. mene a yang disebutnya penalaran "komunikatif’ Da ee pahwa imu pengetahuan ilmiah bukanlah hasil dari penelitian yang Spyekti, “instrumental” ataupun “mekanistis’ melainkan nace produk dari keadaan-keadaan historis dan komunikasi yang inter Eubyektif. Dalam cara ini ia menantang tesis Pencerahan tentang psiorites pemikiran terhadap keberadaan dan prioritas pen Pehadap aksi (ond. Lugg 1987:176), alaran ond TANTANGAN TERHADAP PENCERAHAN Setelah tinjauan yang terlalu singkat terhedap perkembangan-per- kembangan mutakhir dalam teori ilmu pengetahuan, kini saya ber- maksud untuk, sekali lagi, mengangkat tujuh ciri utama dari Pence- rahan yang diacu dalam Bab 9 dan merefleksikan secara singkat tentang cara bagaimana masing-masing dari mereka telah ditantang oleh pergeseran paradigma yang paling mutakhir. Saya, pada tahap ini, tidak akan berusaha menguraikan secara terinci implikasi-im- plikasi dari pergeseran ini bagi pemikiran dan praktek misi (hal ini akan dibahas dalam bab berikutnya); namun, pertimbangan-pertim- bangan yang ditawarkan di sini penting untuk pembahasan yang muncul berikutnya. Ekspansi Rasionalitas Dalam bab sebelumnya saya membentangkan lima "tanggapan” teo- logis terhadap pengagungan Pencerahan terhadap penalaran sebagai satu-satunya indera yang dengannya umat manusia dapat tiba pada Pengetahuan dan matahati . Kelima tanggapan ini telah diyji dalam Program misi gereja Kristen, khususnya pada abad ke-20: Kekeristen- fan disebarkan sebagai pengalaman keagamaan yang unik; s Sesuatu untuk kehidupan pribadi belaka; sebagai sesuatu yan, rasional dibandingkan ilmu pengetahuan; sebagai aturan bagi selu- uh masyarakat; dan sebagai pembebas umat manusia dari setiap keterkaitan keagamaan yang berlebihan. Dalam berbagai bentuknya, 540 ini masih dipertahankan dalam pemikiean, nodel ke lan, somua faknya ada suatu Kecemasan qy22 pry isi, Lebih lanjut, ame va pendekatan tersebut, bait®@ Yang mavsama dim ‘a untuk menangkal serangan eat vip segala usah er telah ada Seer penuongan bersama dengan penalaray ©an pun membu: dalam bahaya. Karena hal ini 8a heagamaan berade Shteimana muncul sebagai gem, Pn ean dn Me ana rkevekinadl at meluas, yan Lindy. Ran dengan gembira oleh sebagian orang, dengan rasa haw ma, rang lain, bahwa agama, cepat atau lambat, akan mat tira 280 Namun kini Kebalikennyaleh yang terjadi. Bukan aga, diri melankan keyakinan yang meramalkan Kematiannyg® erupakan iJusi (ond Lubbe 1986:14; Kung 1987.29) aggn tra, rnon-Kristen tidak mati, seperti yang dikatakan oleh J. Warmeny #8 Abad ke-20 menyaksikan Kebangkitan yang dahsyat dar qa.) disebut agama-agama dunia: Islam, Buddhisme, dan Hinduism’ yang sama juga berlaku bagi Kekristenan, dan banyak dar yy" yang telah terjadi justru dalam komunitas-Komunitas dimana po rahan telah berkuasa berabad-abad, seperti yang diperlhangge tinjavan sepintasterhadap buku David Barrett, World Chrisie clopedia (1982) Pada fajar abad ke-20, suatu versi Kekristenan baru dan kust, gerakan Pentakosta, muncul dan sejak ia way et kembang menjadi kategoritunggal terbesar dalam Procestaniamy’s ngan mengalahkan komuni Luther, Hervormd, dan Anglikan Gere 1982:838). Meskipun sering kali terjadi penindasan yang brutal ter hadap agama di Uni Soviet dan Tiongkok, kini semakin jelas bang, Keknistenan berkembang dan bukan menyurut di negara-negara dan negara-negara sejenis. Di Polandia, meskipun terdapat pemea, tahan Marxis selama hampir setengah abad, Gereja Katolik Roma tam. lebih banyak dukungan dari masyarakat ketimbang Di Amerika Latin, di mana kris. erhadap penduduknya terjadi agah tenad: kekuatan yang tidak pernah diminp- kan dalam Katolikisme, antara lain, dalam communidades ecclesia de base (komunitas basis gerejawi). Ramalan-ramalan tentang pet ‘umbuhan Kekristenan di Afrika sering kali harus direvisi, karena mereka segera terbukti terlalu merendah ae *Seorang karina (ikuip dalam Buhlmann es crochet Sart ent nh gmacam agama a la carte ~ pj wungkinan lainnya, dalam menggunakan agama sebagai benten weruk mesyarakat yang tampaknya mulai sansa eee enter ‘Namun, ada sesuatu yang lebih dalam kebangkitan agama ketim- bang ini semua. Alasan yang dasariah terletak dalam kenyataan bah. wa persepsi Pencerahan yang sempit tentang rasionalitas, akhumnya, telah disadari sebagai sebuah dasar yang tidak memadai untuk mem. bangun iman seseorang. Kerangka kaum obyektivis yang dipaksakan pada rasionalitas telah menghasilkan dampak yang melumpuhkan terhadap penelaahan manusia; ia telah menyebabkan reduksronisme yang berdampak merusak dan karenanya telah menghalangi pertum- puhan manusia, Rasionalitas harus diperluas. Salah satu cara memperluasnya adalah mengakui bahwa bahasa tidak dapat secara mutlak akurat, bahwa kita tidak mungkin untuk pada akhirnya "mendefinisikan” hukum-hukum ilmiah ataupun kebenaran-kebenaran teologis, Ber- bicara dengan Gregory Bateson, baik sains maupun teologi “tidak membuktikan”, melainkan mereka "menjajaki’. Pengakuan ini telah membawa kepada evaluasi kembali terhadap peranan metafora, mi- tos, analogi, dan sejenisnya, dan penemuan kembali akan rasa misteri dan takjub. Dalam hal ini buku N. Frye, The Great Code (1983) sa- ngatlah penting bagi teologi (dan khususnya bagi misiologi, meng: ingat keseluruhan bidang baru yakni inkulturasi dan kontekstualisasi Injil). Doktrin-doktrin utama kekristenan tradisional, kata Frye, da- pat diungkapkan hanya dalam bentuk metafora; setiop usaha untuk melangkah lebih jauh daripadanya dan "menjelaskan" doktrin-doktrin melahirkan "bau busuk yang kuat dari kematian intelektual” (1983: 55). Malahan, ketika penyembahan berhala yang dikutip dari dalam Alkitab, hal itu "sering kali dianggap sebagai proyeksi‘harfiah’ kepa- da dunia eksternal dari suatu gambaran yang mungkin cukup dapat diterima sebagai suatu metafora puitis’ (61). Frances Young (1988: 308) mengemukakan pendapat dalam garis yang sama; artinya, para Bapa Gereja Mula-mula, dan khususnya Gregorius dari Nazianzus (830-389), sering kali menyatakan seseorang sesat justru mereka yang a Allah dengan kok Lu P : ruasai Allah dengan ko} mengoku iri “telah mend! MALON ep, manusio! ly M dan mitos yan bol, ritual, tanda cant sea ane nya. tert pada ugha hy jonabtas, di most Kini dirchabilitat, mony¥ ek uk yang "mens! ncgrasanara pemkiran dan Kehandal i merely ae ‘kiran dan Konsepsiny® sorta membangkiygar nyentah, Perm gkeud. tapi juga meyakinkan hati Stack, ts TO, Jad, kta menyaksikan suaty ledakan minat Khusugny -geroja Dunia on ‘Adalah penting kita mengakui bahwa cara-cara berpiiy 268 esi ni bukaniah irasonal atau antiasional. Masalahny, ah bohwa hal nt membelenggu pikian manus ‘Bay | eksp: saintisme ia cara yang sama kejamnya dengan apa yang pernah dilakukan oe a ‘istem keyakinan otoniter manapun, bahwa hal itu “tidak svawasan bog keyekinan-keyakinan kita yang paling enting memaksa kita untuk menyembunyikannya dalam istilah.istigg seeara konyol tidak memadai” Polanyi 1958265), Teolog yang qn menurut Gregorius dari Nazianzus, bukanlah dia yang dapat i rikan pertanggungjawaban logis yang lengkap tentang Doklaye melninkan is yang dapat “menyusun lebth banyak gembers bayangan tentang Kebenaran” dan dengan demikian ™elangigh melampaui batas-batas rasioné "murni” (ond. Young 1999, 3 Dengan demikian, rasionalitas sejati juga mencakup pengalaman,p sinilah letak arti pendekatan teologis Schleiermacher, serra eb, saan gerakan Pentakosta, Pembaruan Kharismatis (ond Ladet, 1988) dan banyak perwujudan agama “eksperiensial’ lainnya Karena itu saya tidak bermaksud menganjurkan kita mening galkan rasionalitas. Kita perlu mengambil yang terbaik dari sas modern, filsafat, kritik sastra, metode historis dan analisis sosiald “terus-menerus berpikir dan memikirkan ulang pemahaman teology kita di dalam terang semuanya ini” (Young 1988:311), Memang, ki tidak boleh mempertahankan dan mombela daya kritis Pencer tetapi kita harus menolak reduksionismenya, Kita terpanggil untuk mengkonsepsikan kembali (to re-cor perluasnya hingga mencakup lebih yang dapat dipahami, pen). Hi harus dipadukan ke dalam keseluruhan visi kita tentang reabias yang inilah satu-satun, jaradoksn} ya cara dimana Pencerahan sendiri isp ddisolamat 7 e 1986:18) Tanpa unsur regis bata Guardini (1950113), kehidupan adalah bogaikan sebuah meng pa porjalan tanpa minyak ~ macet. Bila ‘agama "berantakan vd akan diambil oleh dewa-dewa lain: “kuasa Alam, Penalarcm Seve Sejarah, Evolusi, Demokrasi, Kebebasan Individu dan Teknolost ) Btau perwujudan-perwujudan lain dari agama scku- He seperti misalnya ideologs Perkembangan-perkembangan pasca-modern telah membuktikan bahwa sains di dalam dirinya sendiri tidaklah bersikap bermusuhon dengan iman Kristen. Namun, pengamatan ini tidak boleh mombuat kita mempostulasikan bahwa tidak ada lagi ketegangan antara umen dan penalaran, antara agama dan dunia sains Inilah vang dilakukon oleh Fritjof Capra, dari suatu perspektif Zaman Baru, khususnya da. jam The Turning Point (1983) dan The Tao of Physics (1976) 1984). Da. lam pemikiran Capra, agama dan sains telah saling merangkul dan berada dalam harmoni sempurna yang tidak mengandung ketegang- an, Namun, penting kita catat bahwa Capra tidak berpaling pada iman Kristen dalam usahanya untuk mempertahankan pendapatnya molainkan pada agama-agama Timur, khususnya Taoisme dan Bud. dhisme. Ia menemukan konsep Tiongkok tentang yin dan yang sorta hubungannya satu sama lain secara khusus mendukung tesisnya Pandangan-pandangan semacam ini luar biasa menarik, khusus- nya dalam terang permusuhan yang telah lama terjaci antara sains dan agama. Kini setelah kita membuang belenggu-belenggu pemi- kiran rasionalis dan beralih ke dalam periode pasca-modern, demi- kian kelihatannya, keduanya dapat berdamai dan hidup dalam ke- harmonisan yang sempurna untuk selama-lamanya! Namun, Josuttis (1988) memberikan catatan peringatan, sekurang-kurangnya sejauh menyangkut iman Kristen, Dengan mengintegrasi agama secara mu: dah ke dalam sistemnya, paradigma pasca-modern telah menelan racun yang kelak ternyata sulit dicerna (16). Agama yang otentik membahayakan pandangan dunia yang sedang muncul, seperti yang dilakukannya terhadap pandangan-pandangan sebelumnya (17) Siapa pun yang benar-benar melbatkan dirinya dengan iman Kris- ten, dengan teks-teks Alkitab, dan dengan tradisi gerejawi, akan men: Jumpai fenomena yang jauh lebih canggung dan berdaya tahan dari: ae me tie ebelumnya. Sogala sesuaty yan, 4 ‘Kasson lah sell disnggap jahay 7% } ‘ pada yang diduga kuhkan kepercayaannya man je pada Alay ‘iy hidupan oleh iman Ks tidak pornah mongu terhadap para tanpa_menyerukan p bnd. Daveke 1988) Jd tk bogtw mengherankan bahwa dalam magyary ‘edi mana keuidakadilan struktural merajalela (po %kay, cparakt oe obang munca wikia one nee integrasionismo Capra dan penghindarannya terhadap ona meskipan sescorang di masa Kini dapat mengatakan dang Ht koyakinon bahwa banyak dari pertempuran lama antarn sr P%th agama tornyata siasia dan bahwa agama benar-benar dap & rap untuk momainkan peranan yang lebih penting dalam man bas dripada yang mungkin dlakukannya ketika paradigma PonSe”%s | masih borkuasa, in harus mengakui bahwa ketogangan.keree™™ itu akan totap ada dan bahwa peranan agama di masa depse"8! menjadi sesuatu yang menyebar (diffuse) (ond. Kiang 1987, 2 ‘ag ada lagi to untuk pornyataan-pernyataan iman yang Fat (massive) yany menjadi ciri usaha misioner di masa-masa e barhy melainkan hanya untuk kesaksian yang berhati-hati dan ronaag if koutamaan (ultimacy) Allah di dalam Yesus Kristug Mt i Sokadar Skema Subyek-Obyek Dominasi torhadap dan obyektivikasi atas alam dan Penundukan ¢ emikiran dan kehendak manusia — sebagaiman, Pencerahan ~ mempunyai konsekuensi-konsekuens yang membawa kehancuran, Hal ini menghasilkan dunia yang "tes tup, sopenuhnya lengkap dan tidak berubah ... sederhana dan dang. kal, dan pada hakikatnya tidak misterius ~ suatu mesin yang cs Gram socara kaku’ (HL Schilling, yang dikutip dalam Hiiobert 19856 1) Pada saat yang sama, dan paradoksnya, bukannya membebaskwr manusia, hul tersebut telah memperbudaknya, Pertama, mesin meng: gantikan budak, kemudian manusia berubah menjadi budak mesn Produksi menjadi tyjuan tertinggi dalam menjadi manusia, schingt asilnya manusia harus menyembah pada altar otonomi teknologi Konsekuensi yang menghancurkan lebih lanjut dan model Des artes terdapat dalam apa yang kini kita sebut sebagai kris ekologs Kita telah merendahkan bum dengan r —erlakukannya sebom! Pasca-Mo Ga Munculnya Paradigma pyek yang tidak peka; yang kini sedang sekarat di dalam tangan kita sondin. Kila telah merusakkan Iapisan ovon, dan dengan. deeikiun mungkin kita telah menandatangani perintah kematian kita sendiri Kita adalah generasi pertama yang dengan bantuan kekuatan nuklir dapat menghancurkan dirinya sendiri, Budaya Pencerahan ~ sains, filsafat, pondidikan, sosiologi, sastra, teknologi ~ telah keliru menaf- sirkan umat manusia dan alam, bukan hanya dalam beberapa segi- nya, melainkan secara hakiki dan total. Karena itu kita membutuhkan suatu reorientasi_ mendasar. Orang harus, sekali lagi, melihat dirinya sebagai anak dari Ibu Per: tiwi dan sobagai saudara bagi sesama umat manusia. Orang harus borpikir socara holistik, dan bukan secara analitis, menekankan ke: bersamann dan bukan jarak, menerobos dualisme antara tubuh dan ‘a, subyok dan obyok, dan menckankan “simbiosis Bagi keberadaan misioner gereja di dunia, semua ini mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang dalam dan berdampak jauh. Hal ini monywatkan bahwa alam dan khususnya manusia tidak boleh dipan- dang hanya sebagai sekadar obyek, yang dapat dimanipulasi dan i: oksploitasi oleh orang lain, Epistemologi yang baru untuk misi seperts ini juga berarti bahwa teknologi harus dikonfrontasikan oleh suatu reaiitas di luar dirinya sendiri yang tidak bergantung pada kanon- kanon rasionalitasnya, dan yang karenanya tidak akan tunduk Kopada kuasanya yang deterministik, Realitas ini dapat diidentifikasi- kan sebagai pemerintahan Allah, yang berdiri dalam ketegangan polemik dengan sistem yang tertutup dari dunia ini. Penemuan Kembali Dimensi Teleologis Dihapuskannya tujuan dan penalaran kausal linear yang berkepan: jangan dari paradigma Pencerahan pada akhirnya menyebabkan alam ini tidak bermakna, Namun, uman manusia tidak dapat terus hidup tanpa makna, tujwan dan harapan, Barangkali Eropa dan Ame- rika Utara abad ke-19, setidak-tidaknya sejauh menyangkut kelas- kolas yang beruntung, dapat hidup dalam cara ini. Mereka dapat me- mandang pada kekuatan-kekuatan yang memang ada di dalam alam ini yang menjamin kemajuan dan peningkatan yang pasti dan dapat f volusi Darwin yang mengatakan merangkull tor &" piologis yang terkandung dj Teta 8 iu secara bertahap akan mening}. *n lam alent gan cara yak pemecahan ayak Pema, eeluruh dunia, 88 Mengharapkan pS Gn ‘epkewa Dalam Kalengan tologis hal ini berar, ang" yg! etorang dapat berpikirsemata-mata hanya dalam j= lin WN fascavmilenil, yang mengatakan bahwa dunia ggeqrt ga" fkan berubah menjadi semakin baik sampai, hampir gan Gihalangi, kerajaan Allah muncul di bumi ‘npg a "Akan tetapi, menjelang akhir abad ke-19, dan lebih, tam abad ke-20, tenadi suatu pergeseran radikal dart lpg non-eskatologis pada teologi yang eskatologis (bnd. Martin, yb), Hal ini berarti suatu keterputusan yang mendasay 4°81) gasan bahwa segala sesuatu haruslah dapat diramalkan °8q. pakan konsekuensi perhitungan suatu hukum tertentsy 2 Sx fan yang sudah ada dengan sendirinya dan tidak dapat dnatt | gor kepercayaan dan Ketidakteramalkan telah diperkanatt® ke bali, Pemahaman tentang perubahan ~ keyakinan bahwa «ao suatu dapat berbeda, sehingga orang tidak perlu hidup dene pola lama dan mapan, bahwa segala sesuatu tidak bekes sarkan hukum-hukum sebab-akibat yang tidak berubah take Jah diakui sebagai suatu kategori teologis dan sosiologis, dan mare takan suatu pengharapan yang hampir tidak terbatas oka jutaan orang, khususnya di antara mereka yang kurang beruntuy Pemahaman tentang pertobatan dan perubahan agama, tniangrg tentang tanggung jawab, tentang revisi terhadap realitas-ealia posisi-posisi yang sebelumnya, yang telah lama ditelan cleh lg yang mencekik dari pemikiran sebab-akibat yang kaku, telah muni kembali dan mengilhami mereka yang telah lama kehilangan sen harapan (373 dyb, 384), pada saat yang sama memberikan se: relevansi baru kepada misi Kristen Tantangan terhadap Pemikiran Kemajuan (Progress Thinking) ya, pemikiran kemajuan dari Pencerahan inilah y# : gkitkan proyek ekspansi kolonial. Namun, kebiii* naan "kolonialisme yang murah hati’, berkembang-biak, sebai* rrr Munculnya Paradigma Posca-Modern 547 faModers sat leh usaha misi Kristen, Hal yang sama juga berlaku bagi proy sents Sant ty et kan suatu evolusi yang berbeda melampuct pendehacan tan yang sebelamnya lampaui pendekatan-pende Pada mulanya keterlibatan perhimpunan-peshimpunan misi de- gan kebutuhan schar-han masyarakat hampur sonmta mate veroat pada tingkat karitatf: bantuan bencana alam. pemelinaraan untuk Gnak yatim, pelayanan pemeliharaan kesehatan desar dan sejenis- ‘nya. Pada dekade ketiga dari abad ini, dan khusuenya pada Konferen: 5 Dewan Misi Internasional di Yerusalem (1928), gagacan tentang ‘pendekatan komprehensif’ dikembangkan, Gereja harue melakukan qebih daripada sekadar memberikan suatu “pelayanan ambulans”; ge- reja harus terlibat dalam "rekonstruksi pedesaan". dalam pemecahan ‘masalah-masalah industri dl Setelah Perang Dunia Il, Sleafat “pen. dekatan komprchensif’ ini diperbaiki dan digantikan dengan pema- haman tentang “pembangunan’. Orang-orang Katolik Roma maupun Protestan bersama-sama bergabung dengan entusias dalam proyek yang bar ini ‘Karena itu kite tidak perlu heran bila kepada kita dikatakan bah- wa pada tahun 1960-an ~ "dekade sckular’ — adalah juga periode ren- cana-rencana pembangunan yang dilaksonakan dengan menggebu- gebu, baik oleh pemerintah maupun gereja. Banjr pamfet, buku, dan artikel yang tak dapat disangkal tentang pokok ini membanjin pasar Pombangunan akan menyelesaikan masalah-masalah Dunia Ketiga! Optimisme terasa meliputi suasana, Gutiérrez (1988xvi) mengutip dokumen Medellin tentang Konferensi Para Uskup Amerika Latin (21968), yang, meskipun dalam hal tertentu telah meninggalkan model moderniasi, namun toh percaya bahwa Amerika Latin berada “pada ambang zaman baru’, yang akan membawa masyarakat 'secara pro gresif kepada suatu penguasaan alam yang bahkan lebih besar’. Per- nyataan-pernyataan seperti itu adalah jejak-ejak dari apa yang diru- muskan dua tahun sebelumnya pada Konferensi Gereja dan Masyara- kat DGD di Geneva; di situ Mesthene (1987:484) mermuji "perubahan- perubahan fisik besar-besaran” yang baru, "yang dengan sengaja di- dorong’, yang dengannya orang akan “secara harfiah akan mencari alternatifalternati baru dari alam’ dan "menciptakan kemungkinan- Ietjungkinen baru hampir dengan eemau-maunye” ‘akan tetapi, konsekuensi-konsekuensi dari model pembangunan ini bertentangan dengen apa yang telah diharapkan, Negara-negara kaya menjadi semakin kaya dan yang miskin semakin miskin, Ds ka- rae 5 dipengaruhi ole ta put secara mendalam dipengaruhi oleh keceng bby, elesdjorungan sosial dan Keagamaan yang terdapat dj beg (Nurnberger 1982:240-248). ' ne roses ini lebih lanjut digabungkan dengan Kenyataan 4, umat manusia telah sering dianggap semata-mata sebaga, Say Tam suat janingonperencanaan, ah Komoditi dan koordiay tdimana agen pembangunan berperan sebagai perinis, pore | tuan. Yang bahkan lebih penting adalah Keseluruhan bidang | saan. Menjadi jelas bahwa, jauh di dalam semuanya, ini adalgh mt lah yang ri dan bahwa pembangunan yang oventik tidak dang langeung tanpa alih kekuasaan, Namun, para pembangun da tampaknya tidak rela atau tidak mampu mengalihkan ke kepada bangsa-bangsa miskin dari Dunia Ketiga. Baranghal lebih teat bila dikatakan bahwa Barat tidek ray tidak mampu. Teorinya ialah bahwa Dunia Ketiga akan dperie, tanpa Barat harus menyerahkan kekuasaan ataupun hak istins hye, akan tetapi, bahkan kalaupun Barat bermaksud menyershia Kekuasaannya demi Dunia Ketiga, hal itu tidak akan mungkin jadi, Karena adanya hubungan yang tidak simetris di masa kin tara Utara dan Selatan (untuk pembahasan yang terinci, brd, Nim berger 1987a:possim). Karena perkembangan-perkembangen is nologi yang telah terjadi selama dua atau tiga abad verakhir ini dar cara bagaimana perkembangan-perkembangan ini membentuk tay sa-bangsa Barat, Barat (dan di sini tercakup negara-negara kepials maupun sosialis) telah mulai lebih dahulu sehingga praktis tidaklh mungkin negara-negara lain mampu mengejarnya. Pada kenyatsar- nya, proyek-proyek pembangunan sering kali justru menghasila kebalikan dari apa yang mereka telah reneanakan: para pe Barat menjadi semakin kuat daripada yang sebelumnya dan ‘ju kekua: antara Utara dan Selatan, bukannya menyempit, mal semaki 1as. Jack, tidaklah begitu mengherankan bahwa semakin banyah gara Dunia Ketiga yang menolak keseluruhan konsep pembant dan praduga-praduga Pencerahannya, Desarrollismo (‘pembangut™ punculnya Paradigma Pasca:Modern sme”) digunakan dalam arti mengojek di Ame samtidak menghabisiakar-akar keahatan yorg a tavmata menimbulkan Kebingungan dan fuses Gyb). Obsesinya dengan “rasionalitas” dan keyakinn P 29 lan eo Nanni aren an intogral antara kebudayaan dan umat manusia di Dunia Ketiga, Per- kembangan, berbeda dengan apa yang telah diharapkan oleh Paus Paulus VI, bukanlah sebuah kata baru untuk perdamaian, melainkan sebuah kata lain untuk eksploitasi. Keterbelakangan (underdevelop- mend) bukanlah suatu tahap pendahuluan menjelang pembangunen melainkan konsekuensinya. Hasil dari pendekatan ini tidak hanya membuat kita siuman; tetapi bencana. "Kaum humanis teknologis” (ebutan West [1971] bagi orang-orang Barat yang percaya akan ke- mampuan pembangunan untuk memodernisir Selatan) itu keliru. ‘Musubnya bukanlah sifat atau ketidaktahuan tentang know-how tek- nologi, melainkan sebuah struktur kekuasaan manusia yang meng. eksploiter dan menghancurkan kemanusiaan yang lainnya (32). Hu: kum sejarah bukanlah pembangunan melainkan revolusi (West 1971: 113, menafsirkan Karl Mars) ‘Dengan demikian sebuah model yang baru dikemukakan. Masa- lahnya bukanlah hubungan antara ketertinggalan dan modernitas, sebagaimana yang dibayangkan oleh mereka yang mendalami pemi- kkiran Pencerahan, melainkan hubungan antara ketergantungan dan pembebasan (ond. Niimberger 1982:292:249, Bragg 1987-28-31; Guuér- rez 1988:13-25), Keseimbangan tidak akan dicapai melalui “tetesan” ekayaan dari yang kaya kepada yang miskin, melainkan melalui penggulingan sistem internasional yang berlaku saat ini Bangsa- bangsa industri mengu n kekayaan mereka dengan menghisap negara-negara non-Barat pada masa kolonial. Sesungguhnyalah, ke- miskinan ada karena ada kekayaan (Gutiérrez). Ini bukanlah tempat untuk mengkritik model pembebasan. Hal ini akan dilakukan pada tahap yang kemudian dalam studi ini. Akan tetapi, untuk sementara waktu, saya hanya bermaksud mengatakan bahwa model pembebasan tidaklah sepenuhnya bebas dari pengaruh- pengaruh Pencerahan yang melemahkan, yang juga diderita oleh mo- del modernisasi. Bahkan kalaupun model pembebasan itu secara me- dibenarken, dengan adanya sejarah yang menyedihkan dari |, ekspansi dan penghisapan Barat, sampai batas yang luas, model tersebut masih didasari pada praduga-praduga Pencerahan akan kebaikan bawaan dalam (sebagian) manusia yang, sekali mem- 550 Ja akan berguna bagi kebaikan vasaan, hanya @} 7 ers peroleh Ken ak boieh melupakan bahwa Pemerintahan Tye san, A nuk justru oleh orang-orane Yang mendukung jo a rancis bahwa revolusi ak; para filsuf Pencerahon B ed pny sen me musiaan sejati coat emanaea gnan yang sewenane-venang (ond. Wes ign a ey atu eoerah in telah menevlang ring jy. & a anya dalam Revolusi Rusia an era Stalin gp fetapi juga dalam kasus-kasus yang lain ‘ ‘Suatu Kerangka Kepercayaan ‘ang mendasar bagi paradigma Pencerahan adalah pembe wank Trantarafakta dan nilai Namun, keseluruhan Dangunae Tah runtuh, Tembok-tembok yang dibangun oleh Positivisme dan parissmeantara subyek dan obyek dan antara nilai dan kenyatae®® Jah mulai runcuh (ond. Lamb 1984124 dyb.), Orang telah menemay” bahwa tdaklah mungkin kita mengobservasi realitas tanpa, ga pengertian tertentu, mengubah apa yang dillhatnya, Setiap tingge? Imengetahui, kata Polanyi (195817), mencakup suatu penilaian Keseluruhan masalah telah dicampur dengan luar biasa coh je adaan bahwa sains modem telah melepaskan kekuasaan-kekua, yang tak pernah dibayangkan sebelumnya ke dalam tangan mans ~kekuasaan yang tak lagi dapat dianggap netral atau bebas nila di, yang sama sekali tidak siap dihadapi oleh manusia (bnd. Guana 1950.94), Ilusi terakhir dari keluguan ilmiah (scientific innocence) le (aM, Wartofsky, telah ditiup oleh angin radioaktif di atas Hiroshiny dan Nagasaki (acuan dalam Lamb 1984123). Memang, pembedaan i tara fakta dan nilai dalam sains ternyata adalah bunuh diri bagi sin (bnd. Bloam 1987.38 dyb.), "Obyektivisme”, kata Polanyi (1958:286), ma sekali telah membelokkan konsep kita tentang kebenaran’, ‘a monster-monster yang diciptakan dan kemudian d Jepaskan oleh sains yang telah menolong menyadarkan sains Pee rahan. Para jurubicara Dunia Ketiga juga mulai menantang netrliss sains dengan mempertanyakan kepentingan-kepentingan siapaish yang dilayaninya, Mereka menunjukkan bahwa sains, jauh dari ke Gakbiasan, dibangun atas asumsi-asumsi budaya dan imperialis Br rat, bahwa ia khususnya, adalah suatu alat eksploitasi dan harus dite bo alam hubungannya dengan praksis yang menjadi asal-usulny. meat, ita mengetahui bahwa tidak ada “fakta-fabta tlannd elankan hanya fakta-fakta yang ditafsirkan dan bahwa penalsi® ynculnya Paradigma Pasca-Modern dbkondisikan oleh struktur kemungkinan (plousiblity) sang imu: itu da umum| dil fan, yang pada umumnya dihasilkan seeara spacl done a: Sjrkasus yang dimaksudkan adalah peranan yang tien areas, oleh ideologi di Barat. [declogi-ideologi besar dari abad ke-20 - Maras. ‘ee, Kapitalisme, Fasisme dan Naziisme~ hanyalah dimunekinkac ol ‘Ghntisme Pencerahan. Ideolog mempunyai hekikat tek mesarcr an dirinya di dalam semaran sains dan membandine dengan pena jaran yang obyektif. Lubbe berpendapat bahwa ideologivideolog: menggunakan segala teknik sains dalam usaha untuk meyakinkan fetiap orang bahwa mereka secara obyektif benar (1986°54) Namun, meskipun (atau, barangkali, karena) ada dasar yang me- reka yakini ilmiah, ideologi, sejauh yang dapat dilihat, berfungsi seba- gai agama (ond. Lilbbe 1986.53.73). Lebih jelasnya, mereka adalah fagama-agama ersatz ~ pengganti agama (57) - dan cenderung untuk mengambil bentuk-bentuk keagamaan yang eksplisit dan bahkan juga ritual (58 dyb, 62)* Mereka, dalam kata-kata Raymond Aron 'eandu kaum intelektual” (acuan dalam Labbe 1986:63) Semuanya ini ~ fisika sejak Einstein, penemuan ambiguitas ke kuasaan, knitik yang tidak henti+hentinya dari Dunia Ketiga.terha- dap asumsi-asumsi sains yang secara tradisional dianggap suei, cara bagaimana ideologi-ideologi telah merebut tempat yang secara tradi- sional diduduki oleh agama ~ menggarisbawahi krisis yang dialami oleh Pencerahan. Obyektivitas, yang biasanya dihubungkan dengan ilmu-ilmu "eksakta’, terbukti hanyalah suatu khayalan dan, pada ke- nyataannya, adalah suatu cita-cita yang keliru Polanyi 195818). Ke- rangka kaum obyektivis telah memaksakan pemilah-milahan yang melumpuhkan terhadap pikiran manusia (981). Dengan demikian Polanyi ('266) menganjurkan pandangan bahwa kita harus sekali lagi mengakui kepercayaan sebagai sumber semua pengetahuan dan se- dar merangkul suatu "kerangka keyakinan’ "Semua kebe- ,"hanyalah kutub luar dari keyakinan, dan Kemudian Polanyi menganjurkan (:266), sebage Penelitian ilmiah, ucapan Augustinus: kalau engkau tidak percaya, engkau tidak akan mengerti)* tatolog Magni dan kosnmaan-kesamaan- rnbergor, The Eschatology of Marcar Saya porcaya iam, mars 1h dikenel dari ueapan ini adalah Credo ut ‘oangort" bod, pula weapan Ansolmus Fides quan eortian’ k Dengan car 1" Jang telah berabad-abad diajarkan cick my ngan kebijaksana fai (381). Ia menganjur} fn enti agar Gal han “lerslubung” ot, mengutamakan veri daripada pengotahuan yang "spr, Pb! Cond. judul bukuny a Hy yang mengotahuinya (Popper 1979 Me ava gaatu Komitmen dapat berubah: orang dapat beryy da tentu, sae sats ke yang lainnye, Tetapr maksud pen os ane tak seorangpun (dan jelas bukan ilmuwan, Peneeoit ‘ ‘alah Petar benar eama sokali tidak mempunyai komitmen ttt Led hidup dan berpikir dalam pola suatu paradigma tertonty, orang a itu memberikan kepadanya suatu kemungkinan Par iiemgannya semua reabitas ditafsirkan. Paradigma ity qkiy enle pandangan dunia Umiah tertontu, atau suata agama” sik ideologi. Dalam setiap kasus tersobut. kerangka konseptual mae nyai kekualan-kekuatan interpretatif yang hampir melingkup; lagalanya Hanya bila sescorang kehilangan keyakinan tether struktur yang mungkin, maka 1a akan merasakan bahwa kekyac Kekustannya berlebihan dan keliru (Polanyi 1958288), Dalam pe Polanyi mengutip Arthur Koestler yang, hanya setelah ia tidak! seorang Marais, mampu menulis: "Pendidikan partai saya telah ¢® lengkapi pikiran saya dengan peredam getar yang demikian ng, dan pertshanan-pertahanan yang lentur schingga segala semunt yang dilihat dan didengar otomauis berubah agar cécok dengan ah pola yang telah diprakonsepsikan” Apa yang dimaksudkan nyi jalah bahwa pandangan dunia yang dipeluk sescorang mung, saja tidak “benar’. Pada kenyataannya hal tersebut. mungkin sebuah Dusta Besar Namun, ia tetap “meyakinkan dan tidak dapy ditahan, karena 1a menyepu semua kriteria keabsahan yang ada mengatur kembali mereka untuk mendukung dirinya sendin’ (318) ‘Tidakkah ini berarti bahwa kita baru saja melompat dari pana penggorengan ke dalam api, sehingga, setelah (dengan tepat) menolal mitos obyektivitas, kini terjatuh ke dalam subyektivisme yang w dak terkendalikan? Dari permukaan memang demikianlal Positivisme dan ji-revolusi pol: a tidak ada standar yang ® daripada kesepakatan komunitas yang relevan’, dan bi ‘gumentasi lebih lanyut (103) bahwa sebuah paradigma yang munculnga Paradigma Pasea-Modern para “tidak hanya tidak cocok tetapi sering kali seaungguhnya tidak fat sesuai dengan apa yang 1 w oGinua ini adalah contoh-contahrelatiisme maar ee? Bukankah Namun, alternatif bagi cbyektivisme atau absolu Jalu mengejutkan bahwa, setelah mulanya orang hampir keracwnen sa meet xn sing eety8 Og hampers fan, tahun-tahun berikutnya menyaksikan kepulangan kepada suatu posisi realis (yang dimodifikasikan), yang di dalamnya konsep-konsep seperti kebenaran dan rasionalitas sekali lagi dijunjung, Namun, ini adalah suatu realisme yang diperlunak, yakni yang telap sadar akan kontekstualitas keyakinan, dan bekena dalam semua disiplin. Real- isme ini mungkin saja berarti berpegang pada "keyakinan-keyakinan yang tidak terbuktikan” Polanyi 1958:268) dan mengambil “risiko" (318), tetapi ini tidak berarti bertindak secara irasional. Sebaliknya posisi Kristen yang otentik dalam hal ini adalah kerendahan hati dan heritik diri. Setelah Pencerahan sungguh tidaklah bertanggung jawab bila kita tidak meletakkan "kerangka keyakinan’ kita di bawah kritk yang keras, atau tidak terus memikirkan kemungkinan bahwa Kebenaran mungkin saja berbeda dengan apa yang telah kita pikir- kan. Apakah kita menyadarinya atau tidak, perkembangan-perkem- bangan seluma tiga abad terakhir ini telah sangat memperkuat daya kkritik kita, dan kita tidak dapat kembali pada keluguan kita sebelum- nya, Polanyi mengungkapkannya sebagai berikut: mengaruniakan pemikiran kita dengan kemam- ransendensi din yang danpadanya kta tidak akan pernah din kita KGta telah memetik dan Pohon tersebut buah lamanya membahayakan pengeta- huan kita tentang Hal yang Baik dan Hel yang Jahat, dan sojak saat ini kota harus belajar untuk mengetahui sifa-sifat ini dalam trang yang membutakan dari daya-daya analitis ata yang baru (1958 268) ‘Akan tetapi, bahkan sementara kita “dengan rendah hati mengakui ketidakpastian dari kesimpulan-kesimpulan kita” (271), karena se- buah “filsafat keyakinan tidak menghapuskan keraguan” (318), orang, Kristen terus berpegang pada keyakinan-keyakinan yang tidak ter- buktikan, Justru sikap iman yang kritis terhadap dirinya itulah yang mungkin akan melindungi kita dari sifat yang “buta dan menipu” dari oe eee ey menjadi sains’ (268) Suatu g bal paseo Pencerahan mungkin, gat? Key, Gb Seetunya ca unk monetaisa a di vjoh satu-sauunya sarana Yang d8P2t menyelamathan ae Hogi: ina ir dan membebaskan kita dari Ketergantungan p93, i na ind Liibbe 1986'63). 4 tot SS epee cue tidak ada apa y, § gguh-sungguh netral atau bebas nija, 18, sebut kts yo any ‘memisahkan fakta dari nial rat ea snakin telanjang danipada yang sudah-sudah Kiet raha lebih baik daripada sebelumnya, bahwa sementara macs 4% | tetap terbuka dan mengundang kita ke dalam kemerdekaan, jo peringatkan akan tirani-tirant baru dan kita menghadapi Kecemas pera an bara, Pada saat yang sama kita sadar akan Kenn hahwa justru serangan-serangan yang berkelanjutan terhaday yo yang dilakukan oleh kaum rasionalis itulah yang memaksa kiss | {ak memperbarsi dasar-dasar uman Kristen (Polanyi 1958285). daran ini sangatiah penting dan kritis bag sikap misi dan. Misionan, dean Mlerhadap orang-orang dari kepercayaan-kepercayaan Jay, f dis suat “kro Yang _mimpi wtopi Pe garena sekarang Optimisme yang Berbati-hati uncur lain dan pandangan dunia Pencerahan, ka, a prinsipnya, dapat dipecahkans ga semakin mengalami tekanan Skema-skema besar Barat, di daliy negen sendin dan di Dunia Kenga, praktis semuanya telah gag dengan cara yang m kan Impian tentang sebuah dunia yey mana semuanya akan meni perdamaian, kebebasie telah berubah men, buruk yang penuh kor lik, belenggu dan ketidakadilan Kekecewaan itu demikian dasansh dan menyeluruh sehingga ia dak mungkin dapat diabaikan au ditekan Seruan yang tidak kritis dari setiap wujud pembaruan, peruts an dan pembebasan, yang diserukan demikian rupa, pada tahun 6 Sepert kinan bahwa semua masalah dellin, 1968, Konferensi CWME di Bangkok adalah ustrasi terakhir yang hampir mendadak tentang kets mampuan Ba intuk mempereayai bahwa sebuah era. era hege telah berlalu Sejak tahun 70-an, kaki langit telah # ct gelap. Orang sekali lagi menjadi sadar akan realu: pfunculnya F———_ Sees atan ~ dalam diri manusia dan 4 rsio ‘Kaki langit tidak lagi tak men, radar. seperti Joga para leluhur i pgetahii lebih —— Sepotong kecil realitas. Dengan sia-sia umat Tranusia telah bersusah-payah berusaha membangun menare Gobel Namun, semuanya ini tidak menunjukkan bahwa kita harue me- nyerah kepada rons dan keputusasaan, Di sekeliling kita orang- rang mencari makna baru dalam kehidupan Tnilah saat di mana Be. feja Kristen dan misi Kristen dapat sekali lag. dengan rendaht hott Namun dengan penuh tekad, menyajikan visi tentane pemeratahon ‘Allah ~ bukan sebagai sepowong kue di angkasa, melainkan sebagat jebuah realitas eskatologis yang memancarkan sinarnya, betapapon redupnya, ke dalam masa kini yang menyedihkan, meneranginya dan Tnemberikan makna padanya Ini adalah jalan yang melampasi opti: ‘fusme Pencerahan dan pesimisme anti-Pencershan alam struktur-steuktur masya- 'genal batas. Kita kembali me- ta, bahwa kita tidak dapat me- Menuju Kesalingtergantungan Kredo Pencerahan mengajarkan bahwa setiap individu bebas untuk mengejar kebahagiaannya sendiri, apapun juga yang mungkin dipi- kirkan atau dikatakan orang lain Keseluruhan pendekatan ini mempunyai konsekuensi-konse- kuensi malapetaka. Apa yang disebut keterbukaan liberalisme mo- dem sesungguhnya berarti orang tidak menganggap orang lain de- ngan serius ~ bahkan, mereka tidak membutuhkan orang lain (Bloom 1987:34). Berikutnya, orang tidak dapat lagi menganggap serius diri- nya sendin dan, meskipun pada kenyataannya mereka kin memilik kebebasan untuk percaya dan melakukan apapun yang mereka sukai, banyak yang tidak lagi percaya akan apapun juga, dan semuanya menghabiskan hidup mercka “dalam kerja gila-gilaan dan permainan yang gila-gilaan sehingga mereka tidak usah menghadapi kenyataan, tidak melihat ke dalam jurang yang dalam’ Bloom 1987: 143, memin: jam dari Nietzsche). Terlalu percaya diri untuk mengakui atau me- minjam dari akar-akar keagamaan mereka, terlalu canggih unti ditipu oleh pikatan beberapa ideolog: yang tidak rasional, yang tersisa pada akhirnya adalah rangkulan nihilisme Bebas untuk menggu: kan kuasa mereka dalam cara apapun yang mereka ingini, manu: modern tidak mempunyai pengacu (referent) di luar dinnya sendiri, tidak mempunyai jaminan bahwa mereka akan menggunakan kebe- basan mereka dengan bertanggung jawab dan demi kebaikan bersa- ma. Otonomi individu, yang demikian menonjol dalam dekade-dekade am heteronomi (banyay a ooeyn untuk mempercoyai aAPUN YANG ingin ding. ttn armen doo ernkhir dalam koudakpercayaan wama soy) ambi) risiko kesalingte 5 : dirt eterasingan juga dari diri sen eon hal yang dibutuhkan untuk mematabkan conggg, doktrin otonom yang palsu dan mengembabkan apa yang pags | katnya manusiawi. Pertama, kita harus menegaskan kembalj pr a harus ada di tangan kitg belakangan in mengambil sikep, meskipun hal tersebut ui berbahaya, Toleransi bukanlah sebuah kebajikan yang tidak bern nna ganda, Khususnya sikep “saya ok, kamu ok” yang tidak meme: kan tempat bogi tontangan satu terhadap yang lainnya, Kedua, kila perlu mengembalikan kebersama-samaan, kesog tergantungon, “sumbiosis" (nd. Sundermeier 1986 passim). Indi bukanlah sebuah satuan tersendini (monad), melainkan bagian ds, sebuah organisme Kita hidup di dalam sebuah dunia, di mana peny, Jamatan torhadap soscorang dengan mengorbankan yang lainnys , dak mungkin tenadi, Hanya dengan bersoma-camalah kita dapat m nemukan keselamatan dan kebertahanan. Hal ii meliputi tidak hy nya hubungan yang baru terhadap alam, tetapi juga di manusia. “Psikologi keterpisahan” harus memberikan jalan kepa "Generasi aku" harus dikalahlo dan Pencerahaa h terlotak manfaat penemuan kembali gereja sebay dan misi Kristen sebagai pembangunan suatu komun sreka yang ikut serta dalam sebuah tujyan bersama BAB 11 MISI DALAM MASA PERCOBAAN Sebelumnya tidak pernah dalam sejarah umat manusia para ahli dalam semua disiplin (termasuk teolog’) menjadi demikian disibukkan seperti halnya mereka sekarang ini, bukan dengan studi dalam disi- plin mereka sendiri, melainkan dalam pertanyaan-pertanyaan di luar isiplin-disiplin ini (ond Lubbe 1986 22). Keadaan ini di dalam dirinya adalah petunjuk bagi kehadiran sebuah krisis yang sangat besar atau, dalam istilah Kuhn, krisis kedatangan suatu “pergeseran paradigma” yang berarti dalam semua cabang ilmu pengetahuan Dan karena ‘semua disiplin akademik modern pada hakikatnya adalah fenomena dan produk Barat, jelas mengharapkan bahwa terutama sekali Barat yang menemukan di tengah-tengah sebuah krisis yang proporsinya sangat besar Menjadi semakin jelaslah bahwa de- ‘wa-dewa modern dari Barat ~ ilmu pengetahuan, teknologi dan indus- trialisasi - telah kehilangan maginya (Kuschel 1984235). Peristiwa-pe- ristiwa sejarah dunia telah menggoyahkan peradaban Barat samp: ke jantungnya: dua perang dunia yang menghancurkan; revolusi Rusia dan Tiongkok; kengerian yang dilakukan oleh para penguasa negara yang mempunyai komitmen terhadap Naziisme, Fasisme, ko- munisme dan kapitalisme, runtuhnya kekuasaan-kekuasaan kolonial Barat yang besar; sekularisasi kilat bukan hanya di Barat tetapi juga ida sebagian besar belahan dunia; jurang yang kian meningkat, di seluruh dunia, antara yang kaya dan miskin; realisasi bahwa kita se- mua sedang menuju suatu bencana ekologis dalam skala kosmis dan bahwa kemajuan, pada kenyataannya, adalah suatu dewa palsu Tidak terbayangkan bahwa gereja, teologi, dan misi Kristen akan aman selamanya. Pada satu pihak, hasil-hasil dari berbagai disiplin Jain — ilmu-ilmu alam dan sosial,filsafat, sejarah dan Jain-lain — telah memberikan pengaruh yang mendalam dan bertahan lama dalam pe- mikiran teologis. Pada pihak lain, perkembangan-perkembangan di dalam gereja, misi dan teologi (yang, tidak diragukan, sering kali dila- kukan olch peristiwe-perstiva dan revelusicrevolusi: yang sian Jalsm disipbin-disiplin lain) sama-sama tolah mot 8, tong svlama berabad-abad tidak hadir di dalam goreja, talah diterma baik dalam gerakan-gerakan Kristen yang in sekali lagi telah mun a, dalam kekristenan arus utama dan i pengertian tertentu, telah membawanya kembali kepada poy day Konstantin (ond. Boerwinkel 1974:50-8! kan kembah pengharapan pavousia yang telah lama diabaiger Jompok-kelompok pentakostal dan Kansmatik memprotes hist, Karunia-karunia Roh dalam kekistenan arus utama, Kelompay thren mengembangkan sebuah model gereja tanpa jabatan.at, yang dilembagakan atau hierarkis, Kelompok-kelompok Baptis Jak baprisan anak karena hal ini memberikan kesan tentang ber gotaan gereja yang otomatis dan hilangnya keputusan pribadi, Ket Menonit dan Quaker menjauhkan diri dari dukungan gerejaterhas kekerasan dan perang, Marxisme (sampai suatu batas yang peniat suatu "ajaran sesat’ dari kekristenan) menantang dukungan gust tethadap perbedaan-perbedaan kelas dan kecenderungannya wnt memihak kaum kaya dan yang berkuasa, Dan kini banyak dari ang ra unsur-unsur in, yang dimulai oleh gerakan-gerakan protes di ing giran-pinggiran gereja “resmi’, ternyata telah dirangkul oleh gensp “resmi" itu, meskipun tidak berarti ia menolak unsur-unsur lain, Gereja juga telah kehilangan posisi istimewanya, Di banyak tex pat di dunia, bahkan di wilayah-wilayah di mana gereja didirtas sebagai sebuah faktor kuat selama lebih dari satu milenium, di mas menjadi Knsten lebih merupakan suatu liability (cuntutan) éu da aset. Hubungan yang pernah begitu dekat antara "takhta” dan ‘altar’ (misalnya dalam keseluruhan proyek ekspansi kolonial Bars) dalam kasus-kasus tertentu, telah mengalah terhadap ketegangi* ang terus meningkat antara gereja dan penguasa sekular. Dan yart dulu menjadi penganiaya (atau, sekurang-kurangnya, anggota kon plotan dalam penganiayaan) orang-orang Yahudi, "sekte-sekte” Kne ten dan para pemeluk kepercayaan-kepereayaan lain kini telah ml kukan dialog dengan kelompok-kelompok ini. Demikian pula, ket Gerungan sebuah denominasi untuk menghindari kontak dens denominasidenomnast lain (dan dalam beberapa kasus bak Kaum Adventis men , is en By ata, ete meng angel — gota mereka atau mengar, ereka Eo i obyek mi gan ubu e ge yeh igantikan oleh hubungen Japangan-lapangan misi” yang tradision i ae ‘msi dan misionaris Barat telah mone veri eae ‘ar, Para misionaris tidak lagi pergi sebagai duta-duta atau wad Giakil dari Barat yang perkasa ke wilayah-wilayah yang tunduk kepa. Ja bangse-bangsa kulit putih, yang “Kristen’ Kim mereka pergi ke Segara-negara yang sening kali memusuhi misi-misi Knaten. David Barrett telah memperhitungkan bahwa rata-rata dua atau tiga nega ra ditutup setiap tahunnya terhadap personalia misi asing Agama- ‘agama besar dunia, yang pernah dianggap sekarat, bahkan telah menjadi jauh lebih agresif dalam sifat misionernya daripada kekris- fenan di masa lalu, Islam, khususnya, kini adalah suatu kekuatan yang dahsyat di banyak bagian dunia dan lebih kebal terhadap pe- pgaruh-pengaruh Kristen daripada yang sudah-sudah. Dan di dalam Kerangka suasana dialog saat ini dengan orang-orang yang berkeper- cayaan lain, semakin banyak misionaris yang bertanya-tanya, apakah masih ada manfaatnya pergi ke ujung-ujung bumi demi injil Kristen Memang, mengapa seseorang harus "menderita penderitaan pembu- ‘angan dan sengatan nyamuk’ (Power 19708) bila orang akan disela- matkan juga? Bukankah "sudah cukup buruk bahwa seseorang men- dapatkan pekerjaan yang sulit. untuk dilakukan, tetapi yang lebih buruk lagi ialah bila orang dibiarkan bertanya-tanya, apakah tugas yang eulit itu perlu dilakukan” (4) Lalu ada hubungan-hubungan yang bara dengan "gereja-gereja muda’, Di mana para misionaris Barat masih disambut (atau dito: leransi), mereka pergi sebagai "tenaga-tenaga persaudaraan’ dalam pelayanan yang sudah dibentuk oleh gereja-gercja yang otonom. Pah- lawan-pablawan iman yang perkasa dari zaman sebelumnya, yang “membawa injil” ke ujung-ujung bumi yang paling jauh dan hampir dengan sendirian (setidak-tidaknya demikian perkiraan mereka) membangun komunitas-komunitas iman yang baru, telah berkem- bang menjadi "mitra" yang sering dianggap sebagai “ban cadangan’ yang dapat dihabiskan (expendable). Telah menjadi jelas bahwa misio- naris bukanlah pusat kehidupan dan masa depan gereja-gereja muda; di berbagai negara (dan khususnya di Tiongkok) telah dibuktikan bahwa misionaris bukan hanya tidak menjadi pusat kehidupan, me- lainkan pada kenyataannya menjadi sesuatu yang memalukan dan Suatu tuntutan. Banyak dari lembaga besar yang didirikan oleh lem- baga-lembaga misi, yang sering kali dengan biaya yang besar dan dengan dedikasi yang luar biasa ~ rumah sal fh, sekolah ting: 1, Percetakan dan semacamnya — ternyata berubah menjadi halang- ler

You might also like