You are on page 1of 21

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang masih memberikan nafas
kehidupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Antiaritmia”. Tidak lupa shalawat
dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar
dalam segala keteladanannya. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada dosen mata
kuliah Farmakologi Ibu . Semoga apa yang beliau ajarkan kepada kami menjadi manfaat dan
menjadi amal jariyah bagi beliau di Akhirat kelak. Aamiin.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Farmakologi. Dalam makalah
ini akan dibahas beberapa pembahasan mengenai pengertian, patofisiologi, gejala, terapi dan
lain-lain.

Penulis mengucapkan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis berharap
semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca yang budiman. Dengan segala
kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan guna
peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Surabaya, 27 Januari 2022

Kelompok 3
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tiap sel jantung mengalami depolarisasi dan repolarisasi untuk membentuk pontensial aksi
jantung sekitar 60 kali/menit. Bentuk dan durasi masing-masing dan potensial aksi di tentukan
oleh aktifitas kompleks protein saluran ion pada permukaan setiap sel, dan saat ini gen yang
mengkode berbagai protein tersebut telah berhasil di indentifikasi. Dengan dengan demikian, tiap
denyut jantung merupakan hasil prilaku elektrofisiologis berbagai produk gen yang sangat
perpadu pada berbagai sel jantung. Fungsi saluran ion dapat diganggu oleh berbagai faktor
seperti iskemia akut, stimulasi saraf simpatik, atau cedera miokardial yang menyebabkan
abnormalitas ritme jantung, atau yang disebut aritmia. Berbagai obat anti aritmia yang tersedia
mensupresi aritmia dengan cara memblok aliran melalui saluran ion sefesifik atau dengan
mengubah fungsi autonomi.

Aritmia dapat berupa temuan klinis insidental, dan asimtomatik hingga abnormalitas yang
mengancam jiwa. Mekanisme penyebab aritmia jantung telah di ketahui melalui percobaan pada
hewan dan sel. Pada beberapa kasus pada manusia,mekanisme pastinya telah di ketahui,
sehingga pengobatan yang di targetkan terhadapa mekanisme tersebut dapat di gunakan. Pada
beberapa kaus lain, mekanismenya hanya dapat diperkirakan, dan pemilihan obat hanya
didasarkan pada hasil-hasil pengalaman sebelumnya, ada dua tujuan terapi dengan obat anti
aritmia : menghentikan berkembangnya aritmia atau mencegah terjadinya aritmia. Saat ini telah
diketahui dengan baik bahwah obat antiaritmia tidak sebagian besar membantu mengendalikan
aritmia, tetapi juga dapat menyebabkan aritmia, terutapa pada terapi jangka panjang. Obat
antiaritmia dan khususnya fakta bahwa oabat tersebut dapat mempresifitasi aritmia letal pada
beberapa pasien.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu definisi dan patofisiologi antiaritmia ?


2. Bagaimana Mekanisme / Cara kerja obat antiaritmia?
3. Apa itu Farmakokinetik ?
4. Apa itu Farmakodinamik ?
5. Sediaan / kemasan dan dosis antiaritmia

1.3 Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang definisi, sejarah, patofisiologi


antiaritmia
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Mekanisme / Cara kerja obat antiaritmia
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang Farmakokinetik
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Farmakodinamik
5. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang Sediaan / kemasan dan dosis
antiaritmia
BAB II

PEMBAHASAAN

2.1 Definisi Antiaritmia

1. Aritmia
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
infark miocardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama
jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges,
1999). Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan
elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman
grafik aktivitas listrik sel (Price, 1994).
2. Antiaritmia
Perubahan urutan denyut jantung dapat terjadi akibat pengaruh pada pembentukan
rangsangan dan/atau penghatar rangsang. Jika frekuensi jantung melampaui 100
denyut/menit, terjadi tarkhikardia, ferkuensi jantung <50 denyut/menit disebut
bradikardia. Yang di maksud dengan aritmia adalah denyut jantung yang tidak teratur
ekstrasistol adalah rangsang yang timbul di luar ritmus jantung normal, yang
menimbulakan kontaksi ekstra dan dengan demikian trismus dasar normal berubah
sementara.

2.2 Patofisiologi

Seperti yang sudah disebutkan diatas, aritmia ventrikel umumnya disebabkan oleh
iskemia atau infark myokard. Lokasi terjadinya infark turut mempengaruhi proses
terjadinya aritmia. Sebagai contoh, jika terjadi infark di anterior, maka stenosis biasanya
barada di right coronary artery yang juga berperan dalam memperdarahi SA node
sehingga impuls alami jantung mengalami gangguan.
Akibat dari kematian sel otot jantung ini, dapat menimbulkan gangguan pada depolarisasi
dan repolarisasi jantung, sehingga mempengaruhi irama jantung. Dengan dilepaskannya
berbagai enzim intrasel dan ion kalium serta penimbunan asam laktat, maka jalur-jalur
hantaran listrik jantung terganggu. Hal ini dapat menyebabkan hambatan depolarisasi
atrium atau ventrikel serta timbulnya aritmia. Penurunan kontraktilitas myokard akibat
kematian sel juga dapat menstimulus pangaktifan katekolamin yang meningkatkan
rangsang system saraf simpatis, akibatnya akan terjadi peningkatan frekuensi jantung,
peningkatan kebutuhan oksigen dan vasokonstriksi. Selain itu iritabilitas myokard
ventrikel juga menjadi penyebab munculnya aritmia ventrikel, baik VES< VT maupun
VF.

2.3 Mekanisme / Cara kerja obat Antiaritmia

Pengelompokan kerja obat anti aritmia yang aling banyak di gunakan secara luas dibagi menjadi
empat kelompok :

A. Golongan 1 adalah penghambat kanal natrium, kerja obat ini menggambarkan efek pada
durasi potensial aksi (action potential duratin [APD]) dan kinetik blokade kanal natrium. Obat
yang berkerja golongan 1A memperpajang APD dan berpisa dengan kanal melalui kinetik
intermediat; obat yang memiliki kerja golongan 1B memperpendek APD pada beberapa jaring
jantung dan berpisa dengan kanal melalui kinetik cepat; dan obat memiliki kerja golonga 1C
mempunyai efek inimal pada APD dan berpisa dengan kanal melalui kinetik lambat.
Contoh obat :
1. Golongan 1A
 Prokainamid
Dengan memblokade kanal natrium, memperlambat upstroke potensial aksi,
memperlambat hantaran dan memper panjang durasi QRS dan EKG.
Efek samping : Dapat menyebabkan hipotensi, terutama pada pemberian intravena. Efek
samping jangka panjang adalah sindrom mirip lupus eritematosa dan biasanya terdiri atas
nyeri sendi dan radang sendi, pada beberapa pasien dapat juga terjai pleuritis,
perikarditis, atau penyakit parenkim paru.
 Kuinidin
Dengan memblokade kanal natrium, emperlambat upstroke potensial aksi, memperlambat
hantaran dan memper panjang durasi QRS dan EKG, dengan memblokade kanal natrium.
Obat ini dapat juga memperpanjang durasi potensial aksi dengan memblokade kanal
kalium nonspesifik. Digunakan untuk mempertahankan irama sinus normal pada pasien
yang menderita flutter/fibrialis
Farmakokinetik : Kuinidin segera diserap dalam pemebrian oral, beriakatan dengan
albumin dan α1-asam glikorotein, dan dieliminasi dengan metabolisme melalui hati,
kwaktu paruh eliminasi 6-8 jam, diberikan dan formulasi lepas lambat, misal garam
glukonat.
Efek Samping : Pada saluran cerna : diare, mual dan muntah. Sakit kepala, limbung dan
tinitus (cinchonism).
 Disopiramid
Obat yang memperlambat hantaran atreoventrikular harus diberikan bersama dengan
disopiramid pada pengobatan flutter atau fibrilasi atrium .
Farmakokinetik : Biasanya terdapat dalam bentuk oral, dosis 150 mg 3 kali sehari
adapula yang diberikan sebanyak 1 gram/hari pada pasien yang memiliki kelainan gijal
dosis ini harus dikurangin karena berbahaya dapat menimbulkan gagal jantung
Efek Samping :
Jantung : dapat mengakibatkan gangguan elektrofisiologik, dapat mencetuskan gagal
jantung de novo atau pasien yang sebelumnya menderita kelainan fungsi ventikel kiri.
Luar Jantung : retensi urien, mulut kering, penglihatan kabur, sembelit dan bertambanya
beratnya glukoma yang telah ada efek-efek ini mungkin mengharuskan penghentian obat.

2. Golongan 1B
 Lidokain
Untuk menekan takikardia ventrikel dan mencegah vibrilasi ventrikel setelah kardioversi
pada keadaan iskemia akut. Pada penggunaan sebagai profilaksis dapat meningkatkan
mortalitas karena meningkatnya kejadian asistol.
Farmakokinetik : Hanya 3% diberikan per oral jadi lidokein harus diberikan secara
parenteral. Dewasa ; 150 -200 mg di berikan lebih dari 15 menit (sebagai infus tunggal
atau rangkaian bolus yang lambat) sebaiknya di ikuti infus dosis pemeliharaan 2- 4
mg/menit untuk mencapai kadar terapi dalam plasma sebesar 2-6 mcg/ml.
Efek Samping
Jantung : proaritmi, termasuk berhentinya nodus sinoatrial, memburuknya hantaran ynag
rusak dan aritmia ventrikel. Pada dosis yang besar, pada pasien yang memiliki gagal
jantung dapat menyebabkan hipotensi sebagian karena penekanan kontak tilitas otot
jantung.
Luar Jantung : parestesia, tremor, mual karena pengaruh sentral, kepala terasa ringan,
kelainan pendengaran, berbicara seperti menelan, dan kejang.
 Meksiletin
Digunakan pada pengobatan aritmia ventrikel eleminasi waktu paruh adalah 8-20 jam dan
memper bolehkan pemberian 2/3 kali sehari dosis harian 600- 1200 mg perhari.
Efek Samping : Neurologi meliputi tremor, penglihatan kabur dan lesu, mual merupakan
efek yang sering terjadi, nyeri kronik, terutam nyeri akibat neuropati diabetik dan
terauma syaraf dosis oral 450-750 mg per hari

3. Golongan 1 C
 Flekainid
Menyekat kuat kanal natrium dan kalium yang blokadenya lambat dilepaskan. Di
gunakan untuk pasien yang memiliki aritmia supraventrikel tetapi jantungnya normal ,
obat ini dapat menyebabkan eksaserbasi aritmia yang hebat bahkan jika dosis normal
diberiakn pada pasien dengan takikardiakardia ventrikel yang sudah ada sebelumnya dan
pasein yang menderita infark miokard serta ektopi ventrikel. Flekainid di absobsi dengan
baik dan memiliki waktu paruh sekitar 20 jam eleminasi melalui metaboisme di hati dan
ginjal. Dosis 100 – 200 mg 2 kali sehari.
 Propafenon
Untuk meblokade kanal natrium. Di metabolime dalam hati dengan waktu paruh rata-rata
5- 7 jam dosis harian 450-900 mg dalam 3 dosis digunakan untuk artitmia supra ventrikel
Efek Samping : Rasa logam dan kostipasi ; dapat terjadi eksaserbasi aritmia.
 Morisizin
Obat antiaritmia derifat fenotoazine yang di gunakan untuk pengobatan aritmia ventrikel.
Obat ini merupakan penyekat kanal natrium yang relatif poten dan tidak memperpanjang
durasi potensial aksi. Dosis 200 – 300 mg per oral 3 kali sehari.
Efek Samping : Pusing dan mual
B. Kerja golongan 2 adalah simpatolitik. Obat yang memiliki efek ini mengurangi aktivitas
adrenergik-β pada jantung

1. Propanolol
Sebagai antiaritmia karena kemapuannya menyekat reseptor β dan efek langsung pada
membran, obat ini dapat mencegah infark berulang dan kematian mendadak pada
pasien yang sedang proses penyembuhan infark miokar akut.
2. Esmolol
Penyekat β kerja singkat terutama di gunakan sebagai obat antiaritmia intaorprasi dan
aritmia akut lainnya.
3. Sotalol
Obat penyekat β non selektif yang memperpanjang potensial aksi.

C. Kerja golongan obat 3 dalam bermanifestasi sebagai pemanjangan APD. Kebanyakan


obat yang memiliki kerja ini, menghambat komponen cepat penyearah arus kalium yang ditunda,
Ikr .
1. Amiodaron
Sebagai obat untuk mengobatkan aritmia ventrikel yang serius obat ini sangat
efektif untuk pengobatan aritmia subraventrikel seperti vibrilasiatrium.
Farmakokinetik : Absobsi berfariasi dan memiliki bioavilabilitas 35-65%, obat
mengalami metabolisme di hati, dan metabolit utamanya desetiamiodaron adalah
bioaktif.
Dosis awal total 10 gram biasanya dapat di capai dengan dosis harian 0,8-1,2
gram dosis pemeliharaan 200-400 mg/ hari, efek farmakologi dapat di capai
dengan pemberia intara vena. Amiodaron menghambat enzim lain yang
memetabolisme sitokrom hati dan dapat menyebabkan tingginya kadar obat yang
merupakan subtrat untuk enzim tersebut, misalnya : digoksin dan wafarin.
Efek Samping :
Jantung : menyebabkan bradikardia simtomatik dan blokade jantung
Luar Jantung : akumulasi amiodaron di banyak jaringan termasuk jantung, paru,
hati dan kulit serta berkonsentrasi di air mata.

2. Bretilium
Sebagai obat anti hipertensi obat ini mempengaruhi pelpasan katekolamin saraf
tetapi jika mempunya sifat sebgai antiaritmia secara langsung.
Faramakokinetik : Hanya tersedia untuk pemberian intra vena pada orang dewasa
bolus bretilium tosilat intravena 5 mg / kilogram di berikan dalam waktu lebih
dari 10 menit, dosis ini dapat di ulangi setelah 30 menit. Terapi pemeliharaan
tercapai dengan bolus serupa tiap 4-6 jam atau melalui infus konstan 0,5-2 mg/
menit.
Efek Samping :Memperpanjang durasi potesial aksi ventrikel dan periode
refrakter efektif. Hipotensi postural, dapat terjadi mual dan muntah setelah
pemberian bolus bretilium intavena.
D. Kerja golongan 4 adalah memblokade arus kalsium jantung. Krerja obat ini
memperlambat hantaran pada tempat yang upstroke potensial aksinya bergantung kalsium,
misalnya nodus sinoatrial dan atrioventrikular.
1. Verapamil
Memblokade kanal kalsium tipe L baik yang aktif maupun tidak aktif biasanya
Verapamil memperlambat nodus sinoatrial melalui kerja langsungnya tetapi kerja
hipotensinya kadang-kadang dapat menyebabkan refleks kecil yang meningkatkan
kecepatan nodus sinoatrial. Verakamil dapat menekan afterdipolarization baik yang
awal atau yang tertunda serta dapat mengantagonisasi respon lambat yang muncul
pada berbagai jaringan yang mengalami depolarisasi berat.
Farmakokinetik : Waktu paru kira-kira 7 jam di metabolisasi di hati pemberian secara
oral biovabilitasnya hanya 20 %diberikan secara hati-hati pada pasien yang memiliki
kelainan fungsi hati. Dosis bolus awal 5 mg diberikan selama lebih dari 2-5 menit di
ikuti beberapa menit kemuadian dengan pemeberian kedua 5 mg dapat di berikan 4-6
jam atau dapat di gunakan infus konstan 0,4 mcg/kg/menit. Dosis oral efektif lebih
besar dari pada dosis intafena karena metabolisme lintas pertam dan rentangnya antar
120-640 mg perhari di bagi dalam 3 atau 4 dosis.
Efek Samping :
Jantung : Hipotensi dan fibrilasi ventikel.
Luar Jantung : konstifasi, keleahan, kegelisahan dan edema perifer.

2.4 FARMAKOKINETIK
1. FARMAKOKINETIK
Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh
terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses absorpsi (A), distribusi
(D),metabolisme (M), dan ekskresi (E). Metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi bentuk
utuh atau bentuk aktif merupakan proses eliminasi obat (Gunawan, 2009).

2.41 Absorpsi
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah.
Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut sampai
rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. Yang terpenting adalah cara pemberian obat per oral,
dengan cara ini tempat absorpsi utama adalah usus halus karena memiliki permukaan absorpsi
yang sangat luas, yakni 200 meter persegi (panjang 280 cm, diameter 4 cm, disertai dengan vili
dan mikrovili ) (Gunawan, 2009).
Absorpsi obat meliputi proses obat dari saat dimasukkan ke dalam tubuh, melalui
jalurnya hingga masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Pada level seluler, obat diabsorpsi melalui
beberapa metode, terutama transport aktif dan transport pasif.

a. Metode absorpsi
 Transport pasif
 Transport pasif tidak memerlukan energi, sebab hanya dengan proses difusi obat dapat
berpindah dari daerah dengan kadar konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi
rendah. Transport aktif terjadi selama molekul-molekul kecil dapat berdifusi sepanjang
membrane dan berhenti bila konsentrasi pada kedua sisi membrane seimbang.
 Transport Aktif
 Transport aktif membutuhkan energy untuk menggerakkan obat dari daerah dengan
konsentrasi obat rendah ke daerah dengan konsentrasi obat tinggi
b. Kecepatan Absorpsi
Apabila pembatas antara obat aktif dan sirkulasi sitemik hanya sedikit sel. Absorpsi terjadi cepat
dan obat segera mencapai level pengobatan dalam tubuh.
- Detik s/d menit: SL, IV, inhalasi
- Lebih lambat: oral, IM, topical kulit, lapisan intestinal, otot
- Lambat sekali, berjam-jam / berhari-hari: per rektal/ sustained frelease.
c. Faktor yang mempengaruhi penyerapan
Aliran darah ke tempat absorpsi
2. Total luas permukaan yang tersedia sebagai tempat absorpsi
3. Waktu kontak permukaan absorpsi
1. Aliran darah ke tempat absorpsi
2. Total luas permukaan yang tersedia sebagai tempat absorpsi
3. Waktu kontak permukaan absorpsi

1. Aliran darah ke tempat absorpsi


2. Total luas permukaan yang tersedia sebagai tempat absorpsi
3. Waktu kontak permukaan absorpsi
d. Kecepatan Absorpsi
1. Diperlambat oleh nyeri dan stress
Nyeri dan stress mengurangi aliran darah, mengurangi pergerakan saluran
cerna, retensi gaster
2. Makanan tinggi lemak
Makanan tinggi lemak dan padat akan menghambat pengosongan lambung
dan memperlambat waktu absorpsi obat
3. Faktor bentuk obat
Absorpsi dipengaruhi formulasi obat: tablet, kapsul, cairan, sustained release,
dll)
4. Kombinasi dengan obat lain
Interaksi satu obat dengan obat lain dapat meningkatkan atau memperlambat
tergantung jenis obat
Obat yang diserap oleh usus halus ditransport ke hepar sebelum beredar ke seluruh tubuh.
Hepar memetabolisme banyak obat sebelum masuk ke sirkulasi. Hal ini yang disebut dengan
efek first-pass. Metabolisme hepar dapat menyebabkan obat menjadi inaktif sehingga
menurunkan jumlah obat yang sampai ke sirkulasi sistemik, jadi dosis obat yang diberikan harus
banyak.

2.42 Distribusi

Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik ke jaringan dan
cairan tubuh.
Distribusi obat yang telah diabsorpsi tergantung beberapa faktor:
a. Aliran darah
Setelah obat sampai ke aliran darah, segera terdistribusi ke organ berdasarkan jumlah aliran
darahnya. Organ dengan aliran darah terbesar adalah Jantung, Hepar, Ginjal.
Sedangkan
distribusi ke organ lain seperti kulit, lemak dan otot lebih lambat
b. Permeabilitas kapiler
Tergantung pada struktur kapiler dan struktur obat
c. Ikatan protein
Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan protein dapat terikat atau bebas. Obat
yang terikat protein tidak aktif dan tidak dapat bekerja. Hanya obat bebas yang
dapat
memberikan efek. Obat dikatakan berikatan protein tinggi bila >80% obat terikat protein

2.43 Metabolisme
Metabolisme/biotransformasi obat adalah proses tubuh merubah komposisi obat sehingga
menjadi lebih larut air untuk dapat dibuang keluar tubuh.
Obat dapat dimetabolisme melalui beberapa cara:
a. Menjadi metabolit inaktif kemudian diekskresikan;
b. Menjadi metabolit aktif, memiliki kerja farmakologi tersendiri dfan bisa
dimetabolisme
lanjutan.

2.44 Ekskresi
Ekskresi obat artinya eliminasi/pembuangan obat dari tubuh. Sebagian besar obat
dibuang dari tubuh oleh ginjal dan melalui urin. Obat jugadapat dibuang melalui paru-paru,
eksokrin (keringat, ludah, payudara), kulit dan taraktusintestinal.
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi melalui ginjal dalam
bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk utuh atau bentuk
aktif
merupakan cara eliminasi obat melui ginjal. Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 proses, yakni
filtrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus. Fungsi ginjal mengalami kematangan pada usia 6-12
bulan, dan setelah dewasa menurun 1% per tahun. Ekskresi obat yang kedua penting adalah
melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses. Ekskresi melalui paru terutama untuk
eliminasi gas anastetik umum (Gunawan, 2009)

2.5 FARMAKODINAMIK
Farmakodinamik mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia selular dan mekanisme
kerja obat. Respons obat dapat menyebabkan efek fisiologis primer atau sekunder atau kedua-
duanya. Efek primer adalah efek yang diinginkan dan efek sekunder
bisa diinginkan atau tidak diinginkan. Salah satu contoh dari obat dengan efek primer
dan sekunder adalah difenhidramin (Benadryl), suatu antihistamin. Efek primer dari
difenhidramin adalah untuk mengatasi gejala-gejala alergi, dan efek sekundernya adalah
penekanan susunan saraf pusat yang menyebabkan rasa kantuk. Efek sekunder ini tidak
diinginkan jika pemakai obat sedang mengendarai mobil atau beraktivitas lain, tetapi pada saat
tidur, efek ini menjadi diinginkankarena menimbulkan sedasi ringan.
2.5.1 Indikasi dan kontraindikasi
Indikasi diartikan sebagai suatu kondisi yang menandakan pasien perlu
mendapatkan obat tersebut, contoh indikasi Asma, diartikan , obat diberikan untuk
penderita asma.
Kontraindikasi adalah Situasi tertentu diman obat, prosedur, atau operasi dimana
tidak boleh dipergunakan karena dapat membahayakan orang tersebut. Pada zaman
sekarang kita dapat dengan mudah menemukan berbagai macam obat untuk berbagai
macam penyakit dengan mudah. Kita bias mendapatkannya di took, mini mrket, apotik
atau tempat lainnya.
Ketika terserang penyakit ringan seperti batuk, demam, flu atau pilek biasanya
kita akan langsung membeli obat ke apotik tanpa memeriksakan diri ke dokter terlebih
dahulu. Hal ini boleh-boleh saja dilakukan akan tetapi kita harus membaca dengan teliti
keterangan obat tersebut terlebih dahulu. Apa efek sampingnya dan apa
kontraindikasinya. Jangan sampai setelah memakan obat bukannya sembuh justru
menimbulkan penyakit atau keluhan lain.
Kontraindikasi menerangkan mengenai kondisi-kondisi yang tidak cocok atau
beresiko untuk mengkomsumsi obat tersebut, misalnya pada keterangan obat dijelaskan
kontraindikasi hipertensi, ini berarti obat tersebut tidak boleh dikomsumsi atau tidak
akan bekerja sebagaimana mesti pada orang yang menderita hipertensi, bahkan bias
beresiko terhadap kesehatan orang tersebut.
Jenis kontraindikasi ada 2 yaitu kontraindikasi relative dan kontraindikasi
absolute. Kontraindikasi relative adalah suatu kondisi yang dapat meningkatkan resiko
buruk bagi kesehatan jika mengkomsumsi obat tersebut. Meskipun demikian pada situasi
tertentu ketika tidak ada pilihan lain maka obat ini dapat dikomsumsi misalnya
penggunaan Ibuprofen untuk menghilangkan nyeri pada ibu hamil trimester ketiga
dimana penggunaan obat ini dapat menyebabkan penutupan premature pembuluh darah
pada jantung. Akan tetapi jika tidak ada pilihan lain maka wanita hamil dapat
mengkomsumsi ibuprofen.
Kontraindikasi absolute adalah jenis kontraindikasi yang harus benar-benar
dipatuhi karena jika tetap dilakukan akan berbahaya bagi kesehatan, contohnya orang-
orang yang memiliki alergi pada obat anti inflamasi non steroid tidak boleh
mengkomsumsi ibupeofen sama sekali karena dapat membahayakan kesehatannya

2.5.2 Efek Terapetik, Efek Samping, Reaksi yang merugikan dan Efek Toksik

Efek terapeutik dari suatu obat disebut juga efek yang diinginkan, adalah efek
yang utama yang dimaksudkan yakni alasan obat diresepkan. Efek terapeutik obat
didefinisikan juga sebagai sebuah konsekuensi dari suatu penanganan medis, di mana
hasilnya dapat dikatakan bermanfaat atau malah tidak diharapkan. Hasil yang tidak
diharapkan ini disebut efek samping.
Paliative ; Mengurangi gejala penyakit tetapi tidak berpengaruh terhadap penyakit itu
sendiri. Contoh: Morphin sulfat atau Aspirin untuk rasa nyeri.
Curative ;Menyembuhkan kondisi atau suatu penyakit. Contoh: Penicilline untuk
infeksi.
Supportive ;Mendukung fungsi tubuh sampai penatalaksaan lain atau respon tubuh
ditangani. Contoh: Norepinephrine bitartrate untuk tekanan darah rendah & aspirin
untuk suhu tubuh tinggi.
Substitutive ; Menggantikan cairan atau substansi yang ada dalam tubuh.
Contoh : Thyroxine untuk hypothryroidism, insulin untuk diabetes mellitus.
Chemoterapeutik ; Merusak sel-sel maligna. Contoh: Busulfan untuk leukemia.
Restorative ; Mengembalikan kesehatan tubuh. Contoh: vitamin & suplement mineral.

Efek samping adalah efek fisiologis yang tidak berkaitan dengan efek obat yang
diinginkan.Semua obat mempunyai efek samping, baik yang diingini maupun tidak.
Istilah efek samping dan reaksi yang merugikan kadang dipakai bergantian.Efek
samping atau efek sekunder dari suatu obat adalah hal yang tidak diinginkan. Efek
samping biasanya dapat diprediksikan dan mungkin berbahaya atau kemungkinan
berbahaya. Contoh :Difenhidramin memiliki efek terapeutik berupa pengurangan sekresi
selaput lendir hidung sehingga melegakan hidung, sedangkan efek sampingnya adalah
mengantuk. Namun ketika difenhidramin digunakan untuk mengatasi masalah sukar
tidur, maka efek terapeutik difenhidramin adalah mengantuk dan efek sampingnya
adalah kekeringan pada selaput lendir.
Efek samping terjadi karena interaksi yang rumit antara obat dengan sistem
biologis tubuh, antar individu bervariasi. Efek samping obat bisa terjadi antara lain :
1. Penggunaan lebih dari satu obat sehingga interaksi antara obat menjadi
tumpang tindih pengaruh obat terhadap organ yang sama
2. Obat-obat tersebut punya efek saling berlawanan terhadap organ tertentu

Reaksi merugikan merupakan batas efek yang tidak diinginkan dari obat yang
mengakibatkan efek samping yang ringan sampai berat. Reaksi merugikan selalu tidak
diinginkan.Efek toksik atau toksitas suatu obat dapat diidentifikasi melalui
pemantauan batas terapetik obat tersebut dalam plasma. Jika kadar obat melebihi batas
terapetik, maka efek toksik kemungkinan besar akan terjadi akibat dosis yang berlebih
atau penumpukan obat.

2.5.3 Mula, Puncak dan Lama Kerja Obat

Mula kerja dimulai pada waktu obat memasuki plasma dan berakhir sampai
mencapai konsentrasi efektif minimum (MEC= minimum effective concentration).
Puncak kerja terjadi pada saat obat mencapai konsentrasi tertinggi dalam darah atau
plasma.
Lama kerja adalah lamanya obat mempunyai efek farmakologis. Beberapa
obat menghasilkan efek dalam beberapa menit, tetapi yang lain dapat memakan waktu
beberapa hari atau jam.
Ada 4 kategori kerja obat, yaitu perangsangan atau penekanan, penggantian,
pencegahan atau membunuh organisme dan iritasi.
Kerja obat yang merangsang akan meningkatkan kecepatan aktivitas sel atau
meningkatkan sekresi dari kelenjar. Obat-obat yang menekan akan menurunkan
aktivitas sel dan mengurangi fungsi organ tertentu. Obat- obat pengganti, seperti insulin,
menggantikan senyawa-senyawa tubuh yang esensial. Obat-obat yang mencegah atau
membunuh organisme menghambat pertumbuhan sel bakteria. Penisilin mengadakan efek
bakterisidalnya dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Obat-obat juga dapat
bekerja melalui mekanisme iritasi. Laksatif dapat mengiritasi dinding kolon bagian
dalam, sehingga meningkatkan peristaltik dan defekasi.
Kerja obat dapat berlangsung beberapa jam, hari, minggu, atau bulan. Lama kerja
tergantung dari waktu paruh obat, jadi waktu paruh merupakan pedoman
yang penting untuk menentukan interval dosis obat. Obat-obat dengan waktu paruh
pendek, sepertipenisilin G (t ½-nya 2 jam), diberikan beberapakali sehari; obat-obat
dengan waktu paruh panjang, seperti digoksin (36 jam), diberikan sekali sehari. Jika
sebuah obat dengan waktu paruh panjang diberikan dua kali atau lebih dalam sehari,
maka terjadi penimbunan obat di dalam tubuh dan mungkin dapat menimbulkan
toksisitas obat. Jika terjadi gangguan hati atau ginjal, maka waktu paruh obat akan
meningkat. Dalam hal ini, dosis obat yang tinggi atau seringnya pemberian obat dapat
menimbulkan toksisitas obat.
2.6 Jenis-Jenis, Merek Dagang, serta Dosis Antiaritmia

Berikut ini dosis antiaritmia yang berguna untuk menangani aritmia, berdasarkan jenis-jenis
obatnya. Sebagai informasi, penggunaan masing-masing jenis obat ini dilarang bagi kelompok
usia yang tidak disebutkan di dalam kolom dosis.

Untuk mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai efek samping, peringatan, atau
interaksi dari masing-masing obat antiaritmia, silahkan lihat pada Obat A-Z.

Lidocaine
Merek dagang Lidocaine: Bioron, Extracaine, Lidocaine Compositum, Lidocaine HCL,
Lidocaine HCL (NAT) G, Lidodex, Lidox 2%, Pehacain, Vitamin B Complex (IKA), Xylocaine.

 Suntik
Dewasa: 1-1,5 mg/kgBB.
Dosis maksimal: 3 mg/kgBB. Dalam keadaan darurat, dapat diberikan 300 mg
disuntikkan ke otot bahu. Penyuntikkan bisa diberikan kembali setelah 60-90 menit dari
penyuntikkan pertama, jika dibutuhkan.

Propafenone
Merek dagang Propafenone: Rytmonorm

 Tablet
Dewasa: dosis awal diberikan sebanyak 150 mg, tiga kali sehari.
Dosis bisa ditingkatkan setiap 3-4 hari sekali, dengan dosis maksimal hingga 300 mg,
tiga kali sehari.
Lansia: diskusikan dengan dokter.

Propranolol
Merek dagang Propranolol: Farmadral 10, Libok 10, Propranolol

 Tablet
Dewasa: 30-160 mg per hari, dibagi ke dalam beberapa kali pemberian.
Anak-anak: 0,25-0,5 mg/kgBB, 3-4 kali sehari

Amiodarone
Merek dagang Amiodarone: Amiodarone HCL, Cordarone, Cortifib, Kendaron, Lamda,
Rexodrone, Tiaryt

 Cairan suntik
Dewasa: dosis awal 5 mg/kgBB, disuntikkan selama 20-120 menit. Dosis bisa diberikan
lagi jika diperlukan dengan dosis maksimal 1.200 mg per hari.
Lansia: Dosis akan dikurangi dari dosis dewasa.

 Tablet
Dewasa: dosis awal 200 mg, 3 kali sehari, untuk satu minggu. Dosis selanjutnya bisa
dikurangi menjadi 200 mg, 2 kali sehari, diturunkan perlahan hingga kurang dari 200 mg
per hari.
Lansia: Dosis akan dikurangi dari dosis dewasa.

Diltiazem
Merek dagang Diltiazem: Farmabes 5, Herbesser

 Cairan suntik
Dewasa: dosis awal 250 mcg/kgBB, disuntikkan ke dalam pembuluh darah vena selama
kurang-lebih 2 menit. Dosis bisa ditambahkan sebanyak 350 mcg/kgBB setelah 15 menit
jika diperlukan

Verapamil
Merek dagang Verapamil: Isoptin, Tarka, Verapamil HCL

 Tablet
Dewasa: 120-480 mg per hari, dibagi ke dalam 3-4 kali pemberian.
Anak usia 2 tahun atau kurang: 20 mg, 2-3 kali per hari.
Anak usia 3 tahun atau lebih: 40-120 mg, 2-3 kali per hari

Digoxin
Merek dagang Digoxin: Digoxin, Fargoxin
 Tablet
Dewasa: dosis awal 0,75-1 mg diberikan dalam 24 jam sebagai dosis tunggal atau dibagi
tiap 6 jam. Dosis pemeliharaan adalah 125-250 mcg per hari.
Bayi dengan berat badan hingga 1,5 kg: dosis awal 25 mcg/kgBB per hari, dibagi
menjadi 3 kali konsumsi Dosis lanjutan adalah 4-6 mcg/kgBB per hari, dibagi menjadi 1-
2 kali konsumsi.
Bayi dengan berat badan 1,5-2,5 kg: dosis awal 30 mcg/kgBB per hari, dibagi menjadi
3 kali konsumsi. Dosis lanjutan 4-6 mcg/kg/BB per hari, untuk 1-2 kali konsumsi
Bayi dengan berat badan di atas 2,5 kg dan balita usia 1 bulan-2 tahun: dosis awal
45 mcg/kgBB per hari, dibagi tiga kali pemberian. Dosis lanjutan 10 mcg/kgBB per hari,
untuk 1-2 kali konsumsi.
Anak usia 2-5 tahun: dosis awal 35 mcg/kgBB per hari, dibagi menjadi 3 kali konsumsi.
Dosis lanjutan 10 mcg/kgBB per hari, untuk 1-2 kali konsumsi
Anak usia 5-10 tahun: dosis awal 25-750 mcg/kgBB per hari, dibagi menjadi tiga kali
konsumsi. Dosis lanjutan 6-250 mcg/kgBB per hari, untuk 1-2 kali konsumsi.
Anak usia 10-18 tahun: dosis awal 0,75-1,5 mg/kgBB per hari, dibagi menjadi 3 kali
konsumsi. Dosis lanjutan 62,5-750 mcg per hari, untuk 1-2 kali konsumsi.

 Infus
Dewasa: 0,5-1 mg yang diinfuskan selama 2 jam sebagai dosis tunggal

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang
disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999).
Penyebab dari gangguan irama jantung adalah Gangguan artikulasi coroner misalnya
aterosklerosis coroner, spasme arteri coroner, iskemi miokard, infark miokard,
Peradangan jantung, Gagal jantung, dan lain-lain.
Terapi Farmakologi :
1. Kelas I : Golongan Penyekat N
IA : Quinidin, Procainamid, Disopyramid
IB : Lidocain, Mexiletin, Phenitoin
IC : Propafenon, Flecainamid, Moricizin
2. Kelas II : Golongan Penyekat Beta (MK : memblok reseptor β adrenergik)
Contoh : Propanolol, Bisoprolol, Atenolol, Menoprolol
3. Kelas III : Golongan obat yang memperpanjang potensial aksi dan repolarisasi
(paling aman)
Contoh : Amiodaron, Sotalol, Bretilium, Dofatilide, Ibutilide
MK : Memblok kanal kalium
4. Kelas IV : Golongan Ca – antagonis.
Contoh : verapamil, diltiazem
MK : Memblok kanal kalsium

Obat Aritmia Kelas I : meningkatkan waktu repolarisasi, interval QTc, dan resiko
TdP. Kelas II Dan IV : menurunkan denyut jantung, menurunkan kekuatan kontraksi
ventrikel, menurunkan stroke volume, memperpanjang interval PR. Kelas IB : hanya
bekerja pada jarinagn ventrikuler. Kelas IC : tidak boleh digunakan setelah MI, atau
pada pasien dengan HF, atau hipertrofi ventrikuler kiri. Terapi non farmakologi :
Kurangi merokok, Kurangi stress, Kurangi minuman beralkohol, Diet dan lain-lain.

3.2 Saran
Dari informasi yang terdapat pada makalah ini, penulis berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca dan informasi yang terdapat pada makalah ini
dapat menambah pengetahuan pembaca tentang penyakit gangguan irama jantung
atau aritmia.
DAFTAR PUSTAKA

Katzung, Bertram G, 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : EGC.

Goodman & Gilman, 2007. Dasar Farmakologi Terapi. Jakarta : EGC.

Hardjo saputra , Purwanto. DKK. 2008, Daftar Obat Indonesia , Edisi 11. Jakarta ; PT.
Muliapurna Jaya terbit.

Price, Sylvia Anderson, Alih bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya.1994.Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,. Edisi 4. Jakarta: EGC.

https://dokumen.tips/documents/makalah-farmakokinetik.html

You might also like