You are on page 1of 7

TINJAUAN PUSTAKA

Kalsium (Ca)
Mineral merupakan bagian dari unsur pembentuk tubuh yang memegang
peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel,
jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Tubuh kita
mengandung lebih banyak kalsium dibandingkan mineral lain. Diperkirakan 2%
dari berat badan orang dewasa terdiri dari kalsium (Winarno 2002). Sebesar 99%
dari jumlah tersebut berupa jaringan keras yaitu tulang dan gigi. Kalsium tulang
berada dalam kondisi seimbang dengan kalsium plasma pada konsentrasi
kurang lebih 2.25-2.60 mmol/l atau 9-10.4 mg/100 ml (Almatsier 2002).
Kalsium memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, diantaranya adalah
sebagai pembentuk tulang dan gigi, mengatur pembekuan darah, sebagai
katalisator reaksi biologis, dan untuk kontraksi otot (Sherrington & Gaman 1992).
Kalsium di tulang mempunyai dua fungsi yaitu sebagai bagian integral dari
struktur tulang dan sebagai tempat menyimpan asupan kalsium darah. Fungsi
mineral sebagai pengatur pembekuan darah yaitu pada saat terjadi luka, ion
kalsium di dalam darah akan merangsang pembekuan fosfolipid tromboplastin
dari platelet darah yang terluka. Tromboplastin ini mengkatalisis perubahan
protrombin menjadi trombin yang kemudian membantu perubahan fibrinogen
menjadi fibrin yang merupakan gumpalan darah (Almatsier 2002).
Kalsium berfungsi sebagai katalisator rekasi biologis seperti absorpsi
vitamin B12, tindakan enzim pemecah lemak, lipase pankreas, ekskresi insulin
oleh pankreas, dan, pembentukan asetilkolin. Asetilkolin adalah bahan yang
diperlukan dalam memindahkan (transmisi) suatu rangsangan dari suatu serabut
saraf ke serabut saraf lain (Almatsier 2002). Kalsium berperan dalam interaksi
protein di dalam otot, yaitu aktin dan miosin saat otot berkontraksi. Bila kalsium
darah kurang dari normal, otot tidak bisa mengendur sesudah kontraksi,
sehingga tubuh akan kaku dan dapat mengalami kejang (Almatsier 2002).
Metabolisme kalsium dimulai dari penyerapan kalsium di usus. Saat tubuh
sangat membutuhkan kalsium dan berada pada kondisi optimal, 30-50% kalsium
yang dikonsumsi dapat diabsorpsi tubuh. Pada masa pertumbuhan, penyerapan
dapat mencapai 75% dari makanan berkalsium. Sebelum penyerapan, natrium,
vitamin D, dan satu atau dua protein pengikat kalsium (Calbindin) harus tersedia
(Guthrie dalam Mulia 2004). Ada dua jalur transportasi kalsium di sepanjang
usus. Pertama cara aktif, mudah jenuh, dan dengan proses transeluler yang
terjadi terutama pada duodenum dan proksimal jejunum. Kedua cara pasif, tidak
mudah jenuh, jalur paraseluler yang terjadi di sepanjang usus halus (Allen &
Wood dalam Mulia 2004). Kalsium yang telah diserap kemudian menjadi kalsium
plasma atau disimpan di tulang. Kasium plasma dalam darah difiltrasi oleh ginjal
dan kelebihan kalsium akan diekskresikan melalui urin (Kumar 1995).
Bioavailabilitas atau ketersediaan biologis adalah ukuran kuantitatif dari
penggunaan nutrisi pada kondisi tertentu untuk menunjang struktur normal
organnisme serta proses-proses fisiknya (Fox 1988 dalam Mulia 2004). Nutrisi
bahan pangan harus dapat diserap terlebih dahulu agar dapat digunakan oleh
tubuh. Penyerapan kalsium dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Pertama
faktor pendukung, yaitu vitamin D dan protein. Kedua faktor penghambat, yaitu
serat makanan dan zat organik. Adanya zat organik seperti asam oksalat dan
asam fitat akan mengikat kalsium dan membentuk garam yang tidak larut
(Winarno 2002).
Selain itu terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi penyerapan
kalsium, yaitu fosfor (P), pH bahan pangan, asupan kalsium, dan aktivitas fisik.
Sediaoetama (2002) menyebutkan bahwa absorpsi kalsium (Ca) yang baik
membutuhkan perbandingan Ca:P dalam hidangan sebesar 1:1 sampai dengan
1:3. Rasio yang lebih dari itu akan menghambat penyerapan Ca, sehingga
menimbulkan defisiensi Ca. Kebutuhan Ca berbeda pada setiap orang.
Kebutuhan kalsium dalam tubuh dipengaruhi oleh keseimbangan kalsium
(Winarno 2002). Penyerapan kalsium meningkat saat asupan kalsium rendah.
Semakin rendah persediaan kalsium dalam tubuh, maka semakin efisien
absorpsi kalsium. Peningkatan kebutuhan terjadi pada masa pertumbuhan,
kehamilan, menyusui, defisiensi kalsium, dan aktivitas fisik yang meningkatkan
densitas tulang (Almatsier 2002). Berikut ini adalah daftar kebutuhan Ca menurut
AKG.
Tabel 1 Daftar kebutuhan kalsium menurut AKG
No. Golongan Umur Kebutuhan Ca (mg)/hari
1 1-9 500
2 10-15 700
16-19 600
3 Pria
20-45 500
45-59 800
≥60 500
Wanita
20-45 500
45-59 600
≥60 500
4 Hamil +400
Menyusui +400

Kelebihan kalsium akan disimpan di tulang atau dikeluarkan melalui urin,


sedangkan kekurangan kalsium dapat menyebabkan rickets pada anak-anak dan
osteomalasia pada orang dewasa (Sherrington & Gaman 1992). Pada
osteomalasia, tulang menjadi lunak karena matriks kekurangan kalsium. Selain
itu, keseimbangan kalsium yang negatif akan menyebabkan osteoporosis atau
masa tulang yang menurun (Wianrno 2002).
Besi (Fe)
Tubuh manusia mengandung besi sebanyak 4g. sebagian besar terdapat
dalam hemoglobin dan pigmen merah dalam sel darah merah. Hemoglobin
berfungsi dalam transpor oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh.
Selain itu, besi juga terdapat dalam enzim yang berfungsi sebagai katalisator
proses biologis tubuh (Sherrington & Gaman 1992).
Absorpsi besi hanya antara 5-20% dari jumlah yang dikonsumsi. Absorpsi
besi merupakan proses yang kompleks. Penyerapan yang terjadi dipengaruhi
oleh kebutuhan tubuh akan besi. Seseorang yang kekurangan besi akan
menyerap lebih banyak daripada orang lain yang mempunyai simpanan feritin
yang cukup. Faktor lain yang mempengaruhi absorpsi besi adalah bentuk ikatan
besi. Kebanyakan besi yang terdapat dalam makanan adalah bentuk trivalen
(ferri) Fe3+. Namun besi diabsorpsi dalam bentuk divalen (ferro) Fe2+, sehingga
perlu direduksi dari bentuk ferri. Asam askorbat (vitamin C) dapat membantu
reduksi ferri menjadi bentuk ferro. Oleh karena itu, vitamin C membantu
penyerapan besi. Di sisi lain, pemasakan mempengaruhi ketersediaan besi. Besi
tidak rusak oleh proses pemasakan, tetapi sejumlah kecil besi akan larut dalam
air dan hilang jika air masakan dibuang (Sherrington & Gaman 1992).
Sehubungan dengan ketersediaan zat besi secara biologis, sumber lain
menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor pendorong dan penghambat
penyerapan zat besi di dalam tubuh. Adapun yang termasuk faktor-faktor
pendorong penyerapan zat besi adalah asam askorbat dan suatu senyawa yang
belum teridentifikasi namun terdapat di dalam daging, ikan dan unggas. Selain itu
asam-asam organik juga dapat meningkatkan penyerapan zat besi, diantaranya
adalah: asam malat, sitrat, suksinat, laktat dan tartarat (Omaye 2004).
Besi yang terdapat pada bahan pangan terkadang bersifat toksik bagi
makhluk hidup, sehingga untuk menghindari konsekuensi tersebut tubuh memiliki
mekanisme penyerapan zat besi. Besi yang diserap oleh usus kemudian dilapisi
oleh cekungan protein yang disebut apoferritin. Feritin tersebut yang membantu
mobilisasi besi di dalam tubuh (Fennema 1996). Kelebihan besi akan disimpan
dalam tubuh berupa sumsum tulang, hati, dan limpa sebagai senyawa kompleks
dengan protein yang dikenal sebagai feritin. Siderosis merupakan keadaan akibat
pengendapan besi pada jaringan lunak di dalam tubuh (Sherrington & Gaman
1992). Pembuangan besi keluar dari tubuh terjadi melalui beberapa jalan, yaitu
keringat (0.2-1.2 mg/hari), urin (0.1 mg/hari), dan melalui feses serta menstruasi
yang meliputi 0.5-1.4 mg/hari (Winarno 2002).
Kekurangan atau defisiensi besi menyebabkan anemia. Penderita anemia
mengalami penurunan jumlah sel darah merah, sehingga oksigen yang dibawa
ke jaringan juga menurun. Hal tersebut menyebabkan penderita mengalami
kekurangan energi dan kelesuan. Sakit kepala dan pusing merupakan gejala-
gejala anemia (Sherrington & Gaman 1992).
Angka-angka DHSS menunjukkan bahwa wanita mememrlukan banyak
besi disebabkan karena menstruasi. Anak-anak dan remaja membutuhkan besi
dalam jumlah yang relatif besar karena selama masa pertumbuhan volume darah
bertambah. Wanita selama hamil dan menyusui juga memerlukan besi lebih
banyak untuk memenuhi kebutuhan bayi dan akibat terjadinya penambahan
volume darah. Berikut ini adalah tabel anjuran asupan besi per hari menurut
DHSS untuk beberapa kelompok umur.
Tabel 2 Daftar anjuran harian untuk besi menurut DHSS
Kelompok Umur Fe (mg)/hari
Anak laki-laki dan perempuan
9-17 tahun 12
Laki-laki 10
Wanita
18-45 tahun 12
≥55 tahun 10
Hamil 13
Menyusui 15

(Sherrington & Gaman 1992).


Seng (Zn)
Tubuh manusia mengandung 2 g seng (Zn), terutama terdapat pada
rambut, tulang, mata, dan kelenjar alat kelamin pria. Seng merupakan trace
mineral dan memiliki fungsi sebagai komponen enzim yang mengkatalis berbagai
reaksi biologis. Zn juga terdapat di hati dalam bentuk karboksi peptidase dan
dehidrogenase. Fungsi lain Zn yaitu sebagai kofaktor yang mengaktifkan enzim
lainnya (Winarno 2002). Selain itu, Zn juga berfungsi memelihara indera perasa
dan pembau, membantu penyembuhan luka, dan membantu sintesis DNA dan
RNA (Omaye 2004).
Kekurangan Zn menurut studi di Mesir dan Iran, dapat mengakibatkan
anak tumbuh kerdil, alat kelamin tidak berkembang, hati dan ginjal membengkak,
dan terjadi gejala anemia gizi besi. Namun belum dibuktikan lebih lanjut
mengenai gejala tersebut diakibatkan oleh kekurangan Zn saja atau disebabkan
juga oleh kekurangan zat gizi lainnya ataupun oleh penyakit lain. Telah
dibuktikan bahwa Zn dalam protein nabati kurang tersedia dan lebih sulit
digunakan oleh tubuh manusia daripada Zn yang terdapat dalam protein hewani.
Hal tersebut diakiibatka oleh adanya asam fitat pada protein nabati, sehingga
ion-ion logam menjadi terikat (Winarno 2002).
Winarno (2002) menyatakan bahwa kebutuhan tubuh akan Zn
diperkirakan sebesar 15 mg bagi anak di atas usia 11 tahun. Namun
berdasarkan AKG, kebutuhan Zn per hari sebesar 15 mg untuk anak di atas usia
9 tahun. Berikut ini adalah tabel kebutuhan Zn sehari menurut AKG.
Tabel 3 Daftar kebutuhan Zn per hari menurut AKG
No. Kelompok Umur Umur Zn (mg)/hari
1 0-6 bln 3
2 7-12 bln 5
3 Anak 1-3 thn 10
4 4-6 thn 10
5 7-9 thn 20
6 Pria 15
7 Wanita 15
8 Hamil 20
9 Menyusui 25

Metode Analisis Mineral In Vitro


Untuk uji in vitro, dilakukan proses pencernaan yang mensimulasi
pencernaan pada lambung dengan enzim pepsin, usus kecil dengan
menggunakan tripsin dan atau tanpa kimotripsin. Dilakukan simulasi pencernaan
dalam wadah menggunakan bufer enzim pencernaan yaitu pepsin secara
tunggal atau diikuti dengan tripsin sendiri atau bersama dengan kimotripsin
dalam bufer dengan pH yang sesuai. Jumlah mineral target yang terlepas dari
matriks pangan dan terdapat secara bebas dalam wadah dapat dipisahkan
dengan menggunakan membran dialisis dengan pori-pori yang sesuai. Dialisat
yang mengandung mineral target lalu dianalisis dengan metode spektrofotometer
penyerapan atom (AAS). Analisis yang dapat dilakukan sangat bervariasi
tergantung dari metode analisis kimia yang tersedia, tetapi secara singkat
pertama-tama dilakukan pengabuan lalu pengenceran dan diukur dengan
spektrofotmeter pada panjang gelombang. yang sesuai (Harris & Karmas 1988).
Dialisis merupakan proses pemurnian suatu sistem koloid dari partikel-
partikel bermuatan yang menempel pada permukaan. Pada proses digunakan
selaput Semipermeabel. Proses pemisahan ini didasarkan pada perbedaan laju
transport partikel. Prinsip dialisis digunakan dalam alat cuci darah bagi penderita
gagal ginjal, di mana fungsi ginjal digantikan oleh dialisator (Ratna et al 2011).
Analisis ketersediaan zat besi secara in vitro didasarkan atas prinsip
bahwa zat besi yang telah dicerna dalam sistem pencernaan oleh enzim-enzim
pencernaan akan diserap melintasi dinding usus yang disimulasikan dengan
kantong dialisis berukuran 6000-8000 MWCO (moleculer weight cut of) yang
menyerupai usus. Zat besi yang dapat melintasi dinding usus (kantong dialisis)
direaksikan dengan senyawa pewarna dan intesitas warna yang terbentuk diukur
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 533 nm (Harris &
Karmas 1988).
Salah satu enzim yang berperan dalam penyerapan adalah pepsin.
Pepsin merupakan golongan dari enzim endopeptidase, yang dapat
menghidrolisis ikatan-ikatan peptida pada bagian tengah sepanjang rantai
polipeptida dan bekerja optimum pada pH 2 dan stabil pada pH 2-5. Enzim ini
dihasilkan dalam bentuk pepsinogen yang yang belum aktif di dalam getah
lambung. Pepsin berada dalam keadaan inaktif sempurna pada keadaan netral
dan alkalis. Enzim ini bekerja dengan memecah protein menjadi proteosa dan
pepton. Enzim tersebut akan mendestruksi protein dalam sampel (Del valle,
1981).
DAFTAR PUSTAKA

Allen LH, JR Wood. 1994. Calcium and phosporus. Di dalam: Shils EM, Olson
JA, Shike M, editor. Modern Nutrition in Health and Disesase. Ed ke-8.
USA: Lea & Febringer.

Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Del Valle FR 1981. Nutritional Qualities of Soya Protein as Affected by
Processing. JAOCS 58: 519.

Fennema OR. 1996. Food Chemistry. New York: Marcel Dekker Inc.

Fox MRS. 1988. Nutrient Interactions. New York; Marcel Dekker Inc.

Guthrie HA. 1975. Introductory Nutrition. USA: Mosby Company.

Harris RS, Karmas E. 1988. Nutritional Evaluation of Food Processing. Third Edition.
Westport: AVI Publ.

Kumar R. 2005. Calcium transport in ephitelial cells of the intestinal and kidney. J
Cell Biochem 57: 392-398.

Mulia. 2004. Kajian potensi limbah tulang ikan patin (Pangasius sp) sebagai
alternatif sumber kalsium dalam produk mi kering [skripsi]. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Omaye S. 2004. Food and Nutritional Toxicology. Boca Raton: CRC Press.

Ratna et al. 2011. Pemisahan koloid. www.chem-is-try.org [8 Mei 2011].

Sherrington KB, Gaman PM. 1992. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi
dan Mikrobiologi. Ed ke-2. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

You might also like