You are on page 1of 123

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA DOKTER ESTETIKA

DENGAN PASIEN SEBELUM MELAKUKAN TREATMENT


KECANTIKAN

(STUDI: KLINIK AASKINCARE KOTA LANGSA)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Dalam


Mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

LIZA MAYANA

160200481

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

NAMA : LIZA MAYANA

NIM : 160200481

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN

JUDUL SKRIPSI : PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA DOKTER


ESTETIKA DENGAN PASIEN SEBELUM
MELAKUKAN TREATMENT KECANTIKAN (STUDI
DI KLINIK AASKINCARE KOTA LANGSA)

Dengan ini menyatakan:

1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut diatas adalah benar tidak
merupakan ciplakan dari skripsi atau kaarya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka
segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.
Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa adanya paksaan
atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Februari 2020

LIZA MAYANA

NIM: 160200481

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Perjanjian Antara Dokter Estetika Dengan

Pasien Sebelum Melakukan Treatment Kecantikan (Studi Di Klinik Aaskincare

Kota Langsa)”. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk melengkapi syarat guna

memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara.

Skripsi ini membahas mengenai perjanjian kuhusnya perjanjian antara

dokter estetika dengan pasien. Dalam penulisan skripsi ini, penulis sadar bahwa

masih banyak kekurangan dalam hal pemaparannya dan masih jauh dari kata

sempurna, sehingga kritik dan saran sangat di harapkan demi perbaikan untuk

kemudian hari.

Penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak

yang telah memberikan doa, semangat serta bantuan dalam bentuk apapun

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini:

1. Prof. Budiman Ginting, SH.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. OK Saidin, SH.,M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

i
Universitas Sumatera Utara
3. Ibu Puspa Melati, SH.,M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Dr. Jelly Leviza., SH.,M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen

Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan

selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya dan

memberikan serta mengajarkan banyak hal kepada penulis sehingga

skripsi ini dapat diselesaikan;

6. Bapak Syamsul Rizal, SH.,M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan selaku

Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya dan memberikan

serta mengajarkan banyak hal kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan;

7. Prof. Dr., Madiasa Ablisar, SH.MS., Selaku dosen pembimbing akademik

yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan;

8. Seluruh Dosen dan Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

yang selama ini telah banyak membimbing dan membantu penulis;

9. Ibu Dr. Maya safriana Lubis dan Bapak Mariza Alwi Harahap selaku

dokter di klinik aaskincare kota langsa tempat penelitian penulis;

ii
Universitas Sumatera Utara
10. Teman-teman gabut tersayang yang telah banyak membantu penulis dalam

hal apapun Luthfi, Achin, Putri, Pirdil, Silmi ;

11. Teman-teman Dading sewaktu kuliah yang telah banyak membantu

penulis dalam hal apapun Dimpu, Fany, Kika, Andri, Mia, Vivi dan Surya;

12. Teman-teman Mahasiswa Fakultas Hukum stambuk 2016 Khususnya

Grup C.

13. Serta semua pihak yang telah membantu dan memberikan semangat dalam

hal apapun yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Khususnya penulis sangat berterimakasih kepada keluarga yang penulis

sayangi yang sangat banyak berjasa dalam hidup penulis yaitu Papa H.

Aminuddin,SH , Mama Hj. Eni Juliani, SE , kakak Nia Astari S.Pi dan Adik

Farhan Halid Siregar.

Penulis berharap skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi pembaca serta

memberikan tambahan ilmu pengetahuan khususnya mengenai perjanjian

terapeutik. kemudian ilmu yang penulis dapat selama menjalani perkuliahan di

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara menjadi berkah.

Medan, 10 Februari 2020

Penulis,

Liza Mayana
160200481

iii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR..................................................................................... i

DAFTAR ISI.....................................................................................................iv

ABSTRAK........................................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.........................................................................1

B. Rumusan Masalah..................................................................................11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian..............................................................12

D. Keaslian Penulisan.................................................................................13

E. Tinjauan Pustaka....................................................................................15

F. Metode Penelitian..................................................................................19

G. Sistematika Penulisan.............................................................................. 22

BAB II PENGATURAN TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN

TERAPEUTIK SECARA UMUM

A. Pengertian Perjanjian dan Syarat sahnya Perjanjian...............................25

B. Jenis-Jenis Perjanjian dan Asas-asas Perjanjian......................................29

C. Objek dan Subjek Perjanjian...................................................................41

D. Berakhirnya Perjanjian............................................................................43

E. Pengertian perjanjian terapeutik..............................................................45

F.Subjek dan objek perjanjian terapeutik........................................................47

iv
Universitas Sumatera Utara
G. Berakhirnya perjanjian terapeutik.........................................................48

BAB III HUBUNGAN HUKUM ANTARA DOKTER ESTETIKA DENGAN

PASIEN DI KLINIK AASKINCARE KOTA LANGSA

A. Pengertian dokter dan pasien...............................................................51

B. Hak dan Kewajiban Dokter dan Pasien................................................54

C. Hubungan Dokter dengan Pasien.........................................................60

D. Wewenang dan Tanggung Jawab Dokter Kecantikan...........................69

E. Gambaran umum dan jenis pelayanan kecantikan pada klinik

kecantikan aaskincare kota Langsa.......................................................80

F. Pengertian klinik dan klinik kecantikan................................................86

G. Fungsi dan tujuan klinik kecantikan.....................................................87

BAB IV PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA DOKTER ESTETIKA

DENGAN PASIEN SEBELUM MELAKUKAN TREATMENT

KECANTIKAN DI KLINIK AASKINCARE KOTA LANGSA

A. Bentuk Perjanjian antara Dokter dan Pasien di Klinik Aaskincare Kota

Langsa..................................................................................................88

B. Bentuk Tangung Jawab yang Diberikan Oleh Klinik Terhadap

Pasien Apabila Terjadi Kerugian yang Disebbkan Oleh Pelayanan

Jasa Perwatan dan Produk Klinik Kecantikan Aaskincare Dalam

Hal Perjanjian Tersebut........................................................................92

C. Upaya Hukum Yang Dapat Ditempuh Oleh Pasien Apabila

Mengalami Kerugian Terhadap Jasa Perawatan Karena Dokter

v
Universitas Sumatera Utara
Tersebut Melanggar Perjanjian.............................................................95

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan..........................................................................................100

B. Saran....................................................................................................103

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................105

LAMPIRAN

vi
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Liza Mayana*
Rosnidar Sembiring**
Syamsul Rizal***

Skripsi ini berjudul Pelaksanaan Perjanjian Antara Dokter Estetika Dengan


Pasien Sebelum Melakukan Treatment Kecantikan (Studi Di Klinik Aa Skincare
Kota Langsa). Sesuai rumusan Pasal 1313 KUHPerdata perjanjian adalah
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini timbullah suatu hubungan hukum antara
dua orang atau lebih yang disebut perikatan yang didalamnya terdapat hak dan
kewajiban para pihak. Perjanjian yang dilakukan antara dokter dan pasien
haruslah sesuai dengan ketentuan syarat sah perjanjian yang diatur dalam Pasal
1320 KUHPerdata. Dalam perjanjian terapeutik sebelum melakukan perjanjian,
maka dokter dan pasien secara bersama membuat kesepakatan untuk melakukan
operasi dengan adanya unsur sepakat maka, salah satu dari syarat sah perjanjian
terpenuhi dalam perjanjian terapeutik. Berdasarkan hal tersebut adapun yang
menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini ialah bagaimana pengaturan umum
tentang perjanjian dan perjanjian terapeutik, bagaimana hubungan hukum antara
dokter dan pasien di Klinik AA Skincare Kota Langsa dan bagaimana
pelaksanaan perjanjian antara dokter estetika dan pasien dalam perawatan
kecantikan diKlinik AA Skincare.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
penelitian yuridis empiris dengan cara wawancara langsung kepada pihak-pihak di
Klinik AA Skincare Kota Langsa.
Perjanjian terapeutik memang tidak dikenal dalam KUHPerdata akan
tetapi dalam unsur yang terkandung dalam perjanjian terapeutik juga
dikategorikan sebagai suatu perjanjian sebagaimana yang diterangkan dalam Pasal
1319 KUHPerdata. Hubungan hukum antara pasien dan dokter terjadi antara lain
karena pasien mendatangi dokter untuk meminta pertolongan mengobati sakit
yang dideritanya. Dalam hal pelaksanaan perjanjian antara dokter dan pasien,
ditemukan bahwa terdapat beberapa hal yang harus dilakukan terlebih dahulu dan
penandatanganan kesepakatan dilakukan lewat informed consent (tindakan
persetujuan medis) sebagai bentuk perjanjian tertulis. Selain itu terdapat
perjanjian lisan atau tidak tertulis yang prakteknya dilaksanakan di Klinik
AASkincare berupa himbauan dari pihak dokter kepada pasien yang tujuannya
ialah agar hasil dari treatment dapat memuaskan.

Kata kunci: perjanjian, perjanjian terapeutik,informed consent.


*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
**Dosen Pembimbing I
***Dosen Pembimbing II

vii
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan zaman dan teknologi saat ini semakin maju yang

mengakibatkan kebutuhan masyarakat semakin meningkat, Masyarakat tidak

hanya memikirkan kebutuhan sandang, pangan, papan, namun masyarakat sudah

mulai memikirkan kebutuhan lainnya seperti kebutuhan akan penampilan

kecantikan, Setiap manusia khususnya wanita mendambakan kecantikan.

Dahulu wanita melakukan perawatan diri dengan cara-cara yang lebih

alami dan tradisional seperti membuat masker wajah dari bahan-bahan alami,

sampai meminum jamu untuk awet muda atau melangsingkan diri. Namun hal

tradisional tersebut cenderung menghabiskan banyak waktu dan bersifat tidak

instan. Adanya keinginan wanita menjadi cantik sekaligus menarik dengan cepat

dan instan menimbulkan perkembangan tersendiri bagi industri kecantikan.

Keinginan wanita untuk tampil cantik dan sempurna merupakan suatu hal

yang wajar Untuk mencapai keinginannya itu banyak wanita yang rela

menghabiskan uangnya untuk pergi ke salon, klinik klinik kecantikan ataupun

membeli perlengkapan kosmetik untuk memoles wajah agar terlihat cantik dan

ternyata keinginan setiap wanita pun di tanggapi dengan munculnya industri

kecantikan. Maksud dan tujuan dari bermunculannya industri kecantikan tersebut

adalah untuk mewujudkan keinginan para wanita untuk tampil cantik dan

1
Universitas Sumatera Utara
2

menarik. Jasa perawatan tubuh atau kulit merupakan salah satu yang ditawarkan

dalam industri kecantikan saat ini.

Pelaku usaha melihat adanya suatu kesempatan atau peluang usaha dalam

bidang industri kecantikan. dahulu konsumen hanya mengenal salon kecantikan

sebagai pelaku usaha dibidang industri kecantikan, namun seiring dengan

berjalannya waktu dan perkembangan teknologi, pelaku usaha melakukan inovasi

yakni dengan membuka industri kecantikan yang berbeda dengan salon

kecantikan, yaitu klinik kecantikan estetika. Akibat dari munculnya Industri

kecantikan tersebut menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat khusus nya

kaum hawa untuk melakukan perawatan wajah. Berbagai produk perawatan wajah

dan tubuh telah disediakan oleh industri kecantikan klinik yang pada umumnya

menggunakan berbagai teknologi seperti sinar laser yang digunakan secara

berlebihan dapat menimbulkan efek-efek tertentu bagi tubuh dan tindakan tanam

benang pada wajah yang dilakukan oleh dokter sebelumnya harus dibius agar

tidak merasa sakit saat dilakukannya tindakan tanam benang tetapi justru terdapat

beberapa orang yang mengalami alergi terhadap obat bius atau anastesi tersebut

seperti kasus yang dialami oleh seorang Artis yang biasa dipanggil Jedar

wajahnya mengalami Ruam seperti bercak Merah di wajahnya setelah melakukan

Perawatan yang membutuhkan obat bius atau anestesi.

Penggunaan obat ataupun krim yang diberikan oleh dokter klinik

kecantikan tidak lepas dari pengawasan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM) yang berdasarkan Pasal (2) Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun

2014 memiliki tugas melaksanakan kebijakan dibidang pengawasan obat dan

Universitas Sumatera Utara


3

makanan, yang meliputi pengawasan atas produk terapeutik, narkotika,

psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen serta

pengawasan atas keamanan pangan dan bahan berbahaya 1 .Peredaran krim yang

dijual oleh klinik kecantikan harus memiliki izin dari BPOM .

Begitu pula dengan penggunaan obat dan krim yang mempunyai dampak

pada tubuh. Dampak dapat berupa dampak yang baik maupun yang buruk.

Apabila penggunaan produk berdampak buruk tentu saja sangat merugikan

konsumen, maka konsumen memerlukan suatu Perjanjian Hukum dengan Dokter

sebelum melakukan tindakan kecantikan. Perjanjian hukum dokter dengan pasien

itu dinamakan dengan perjanjian terapeutik. Istilah Perjanjian terapeutik ini

memang tidak dikenal dalam KUHPerdata, akan tetapi dalam unsur yang

terkandung dalam perjanjian terapeutik juga dapat dikategorikan sebagai suatu

perjanjian sebagaimana diterangkan dalam pasal 1319 KUHPerdata, bahwa untuk

semua perjanjian baik yang mempunyai suatu nama khusus maupun yang tidak

dikneal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum mengenai

perikatan pada umumnya (Bab 1 buku III KUHPerdata).

Sesuai Rumusan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang lain atau lebih . Dari Peristiwa ini, timbullah suatu

hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut perikatan yang

didalamnya terdapat hak dan kewajiban para pihak. 2

1
Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Pasal 2.
2
Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Universitas Sumatera Utara


4

Para sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi

perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan tersebut tidak lengkap dan terlalu

luas. Tidak lengkap karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja dan dikatakan

terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal yang mengenai janji kawin, yaitu

perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga,

tetapi, bersifat istimewa karena diatur dalam ketentuan-ketentuan tersendiri

sehingga Buku III KUHPerdata secara langsung tidak berlaku terhadapnya. Juga

mencakup perbuatan melawan hukum, sedangkan di dalam perbuatan melawan

hukum ini tidak ada unsur persetujuan.3

R. M. Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa perjanjian adalah

hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk

menimbulkan akibat hukum.4

Menurut Salim HS, Perjanjian adalah "hubungan hukum antara subjek

yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek

hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain

berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah

disepakatinya”.5

Di dalam suatu perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur yaitu:6

3
Mariam Darus Badrulzaman,KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan
Penjelasan, (Bandung:Alumi.2005), Hal. 89.
4
RM. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta:Liberty,
1998), hal.97.
5
Salim HS, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2008), hal.27.
6
Mohd.Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-Perjanjian dalam Hubungan Industrial,
(Jakarta:Sarana Bhakti Persada,2005), hal 5-6.

Universitas Sumatera Utara


5

a. Pihak-pihak, paling sedikit ada dua orang. Para pihak yang bertindak sebagai

subjek perjanjian, dapat terdiri dari orang atau badan hukum. Dalam hal yang

menjadi pihak adalah orang, harus telah dewasa dan cakap untuk melakukan

hubungan hukum. Apabila yang membuat perjanjian adalah suatu badan

hukum, maka badan hukum tersebut harus memenuhi syarat-syarat badan

hukum yang antara lain adanya harta kekayaan yang terpisah, mempunyai

tujuan tertentu, mempunyai kepentingan sendiri, ada organisasi;

b. Persetujuan antara para pihak, sebelum membuat suatu perjanjian atau dalam

membuat suatu perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk mengadakan

tawar-menawar diantara mereka;

c. Adanya tujuan yang akan dicapai, baik yang dilakukan sendiri maupun oleh

pihak lain, selaku subjek dalam perjanjian tersebut. Dalam mencapai

tujuannya, para pihak terikat dengan ketentuan bahwa tujuan tersebut tidak

boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum;

d. Ada prestasi yang harus dilaksanakan, para pihak dalam suatu perjanjian

mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya saling

berlawanan. Apabila pihak yang satu berkewajiban untuk memenuhi prestasi,

bagi pihak lain hal tersebut merupakan hak, dan sebaliknya;

e. Ada bentuk tertentu, suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun

tertulis. Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, dibuat sesuai

dengan ketentuan yang ada;

f. Syarat-syarat tertentu, dalam suatu perjanjian, isinya harus ada syaratsyarat

tertentu, karena suatu perjanjian yang sah, mengikat sebagai undang-undang

Universitas Sumatera Utara


6

bagi mereka yang membuatnya. Agar suatu perjanjian dapat dikatakan

sebagai suatu perjanjian yang sah, perjanjian tersebut telah memenuhi syarat-

syarat tertentu.

Adapun syarat sahnya perjanjian sesuai Pasal 1320 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, adalah:

1. Adanya kesepakatan mereka yang mengikatkan diri (Para Pihak). Dengan

kata sepakat dimaksudkan bahwa pihak-pihak yang mengadakan

perjanjian itu harus bersepakat, setuju mengenai hak-hal yang pokok dari

perjanjian yang diadakan itu. Kesepakatan kedua belah pihak dalam suatu

perjanjian itu harus diberikan secara bebas. tanpa ada paksaan atau dwang,

kekeliruan atau dwaling, dan penipuan atau bedrog.

2. Kedua pihak cakap menurut hukum untuk bertindak sendir. Menurut pasal

1330 KUHPerdata yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah:

orang yang belum dewasa, dibawah pengampuan, permpuan yang telah

kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang dan pada umumnya

semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat

persetujuan tertentu.7

3. Adanya suatu hal tertentu, artinya barang yang menjadi objek perjanjian

paling sedikit harus dapat ditentukan jenisnya. Sedangkan jumlahnya tidak

menjadi soal asalkan dapat ditentukan kemudian.8

7
Herman “Catatan Herman (mengenal ilmu Hukum)” diakses dari
http://hermansh.blogspot.com/search?q=syarat+sahnya+perjanjian, pada tanggal 14 Maret 2014
Pukul 23.16.
8
Lukman Santoso, Hukum Perjanjian Kontrak, (Yogyakarta:Cakrawala,2012), hal. 28.

Universitas Sumatera Utara


7

4. Dan suatu sebab yang halal, sebab yang dimaksudkan Undang-Undang

adalah isi perjanjian-perjanjian itu sendiri. maksudnya tidak dilarang oleh

Undang-Undang, tidak bertentangann dengan kepentingan umum dan

norma kesusilaan.

Apabila syarat mengenai kesepakatan dan kecakapan (syarat subyektif)

tidak dipenuhi, maka suatu perjanjian dapat dibatalkan, maksudnya perjanjian

tetap ada sampai adanya keputusan dari hakim. Sedangkan jika syarat mengenai

suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal (syarat obyektif) tidak dipenuhi,

maka suatu perjanjian batal demi hukum maksudnya sejak awal dianggap tidak

ada perjanjian.9

Perjanjian yang dilakukan antara dokter dan pasien haruslah sesuai dengan

ketentuan syarat sah perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dalam

perjanjian terupetik, sebelum melakukan perjanjian, maka dokter dan pasien

secara bersama membuat kesepakatan untuk melakukan melakukan operasi,

dengan adanya unsur sepakat maka salah satu dari syarat sah perjanjian terpenuhi

dalam perjanjian terapeutik. Selain itu, untuk melakukan perjanjian, baik antara

dokter dan pasien harus termasuk ke dalam kategori cakap. Artinya dalam hal

ketentuan persyaratan untuk melakukan operasi, dokter sebagai pihak yang

menyediakan jasa harus membuat ketentuan umur ataupun hal lain yang sesuai

dengan kategori cakap hukum dalam aturan KUHPerdata. Kemudian hal yang

melandasi perjanjian haruslah ada, dengan maksud bahwa dalam melaksanakan

perjanjian terapeutik, baik antara dokter dan pasien haruslah dilandaskan pada

9
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


8

objek tertentu. Dalam perjanjian terapeutik, objeknya ialah berupa jasa yang

diberikan doker untuk kesembuhan dari pasien. Hal terakhir yang menjadi yang

menjadi syarat sahnya perjanjian adalah sebab yang halal, artinya bahwa hal yang

melatarberlakangi suatu perjanjian terapeutik merupakan sebab yang halal. Maka

dari itu perjanjian terapeutik akan menjadi sah apabila telah berpatok pada syarat

sah suatu perjanjian yang dimuat dalam Passal 1320 KUHPerdata.

Dalam melakukan perjanjian pasti adanya hubungan antara dua orang atau

lebih, yaitu hubungan antara dokter dan pasien. Pasien dan dokter memiliki

hubungan hukum sehingga membentuk hak dan kewajiban bagi kedua belah

pihak. Adami Chazawi dalam bukunya Malpraktik Kedokteran menyatakan

bahwa hubungan hukum antara pasien dan dokter terdapat dalam apa yang disebut

kontrak terapeutik. Suatu kontrak terapi dimana pasien harus tunduk dalam

hukum perdata tentang perikatan hukum. Kontrak terapeutik merupakan salah satu

bentuk perikatan hukum timbal balik10 . Dokter yang telah memiliki Surat Tanda

Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) serta telah membuka praktik, pada

dasarnya telah melakukan penawaran umum (openbare aanbod).Aanbod adalah

syarat pertama lahirnya kesepakatan sebagai penyebab timbulnya suatu perikatan

hukum. Untuk terjadinya perikatan hukum dokter dan pasien, penawaran itu harus

diikuti penjelasan secara lengkap mengenai berbagai hal seperti diagnosis dan

terapi oleh dokter. Apabila kemudian pasien memberikan persetujuan untuk

pengobatan atau perawatan, maka terjadilah perikatan hukum yang dikenal

10
Adami Chazawi, Malpraktik Kedokteran, (Malang:bayumedia,2007), hal .16.

Universitas Sumatera Utara


9

dengan kontrak terapeutik atau transaksi terapeutik. Persetujuan yang diberikan

oleh pasien itu kemudian disebut informed consent. 11

Informed Consent dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan

oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis

yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan

dengannya.Menurut D. Veronika Komalawati, Informed Consent dirumuskan

sebagai suatu kesepakatan/persetujuan pasien memperoleh informasi dari dokter

mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya disertai

informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi.

Dalam hubungan antara dokter dengan pengguna jasa tindakan medis

pasien, maka pelaksanaan Informed Consent, bertujuan untuk:12

a. Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari

segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun

tindakan pelaksana jasa tindakan medis yang sewenang-wenang, tindakan

malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar profesi

medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi

atau “over utilization” yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan

medisnya.

b. Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari

tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan

11
Veronika Komalawati, Peran Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik,
(Bandung: PT Citra Aditya Bakti,2002), hal.110.
12
Ujangketul “Mengenal Informed Consent” di akses dari http://www.scribd.com/doc/
22040447/All-About-Informed-Consent ,diakses pada tanggal 24 November 2019 pukul 11.35
Wib.

Universitas Sumatera Utara


10

medis yang tak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap “risk of

treatment” yang tak mungkin dihindarkan walaupun dokter telah bertindak

hati-hati dan teliti serta sesuai dengan standar profesi medik. Sepanjang

hal itu terjadi dalam batas-batas tertentu, maka tidak dapat dipersalahkan,

kecuali jika melakukan kesalahan besar karena kelalaian (negligence) atau

karena ketidaktahuan (ignorancy) yang sebenarnya tidak akan dilakukan

demikian oleh teman sejawat lainnya.

Maka dari itu Informed Consent sangat penting sebelum dilakukannya

tindakan kecantikan dalam klinik Aaskincare kota Langsa yang menggunakan

beberapa Alat-alat dan obat-obat yang menimbulkan beberapa efek berbahaya

terhadap wajah dan tubuh Pasien.

Dalam perjanjian ini, terdapat beberapa tahapan baik itu perjanjian sebelum,

pada saat dan sesudah, tahapan-tahapan perjanjian tersebut juga harus memenuhi

syarat sah suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Adapun

perjanjian sebelum dilakukannya treatment ialah berupa penandatanganan surat

persetujuan yang diberikan dokter kepada pasien. Hal ini merujuk pada unsur

kesepakatan dalam syarat sah perjanjian, karena apabila pasien telah

menandatangani suart persetujuan tersebut, berarti pasien telah sepakat dengan

apa yag diperjanjikan oleh dokter. Perjanjian pada saat dilakukannya treatment

ialah berupa perjanjian lisan antara dokter terkait hal-hal yang akan dilakukan

dokter ataupun hal yang harus dilakukan pasien pada saat treatment dilaksanakan.

Hal ini menunjukkan unsur suatu hal tertentu dalam syarat sah perjanjian, artinya

bahwa perjanjian tersebut terjadi karena sedang dilakukannya operasi kecantikan

Universitas Sumatera Utara


11

oleh dokter terhadap pasien. Sedangkan perjanjian sesudah ialah berupa

himbauan oleh dokter terhadap pasien apabila ingin mendapatkan hasil yang

maksimal, berarti bahwa hal ini memerhartikan unsur sebab yang halal dalam

syarat sah perjnjian, karena baik antara dokter dan pasien masing-masing

dilatarbelakangi oleh keinginan pasien untuk untuk sembuh dan keinginan dokter

untuk menyembuhkan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji dan

membahas mengenai Perjanjian hukum antara pasien dan dokter apabila terdapat

kerugian-kerugian akibat menggunakan produk dan/atau jasa Klinik Kecantikan

Aaskincare Kota Langsa hingga upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen,

apabila terdapat masalah setelah dilakukannya tindakan kecantikan ini kedalam

tulisannya yang berjudul “Pelaksanaan Perjanjian Antara Dokter Estetika Dengan

Pasien Sebelum Melakukan Treatment Kecantikan (Studi Di Klinik Aaskincare

Kota Langsa)”.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan di angkat dalam skripsi ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana Pengaturan Umum Tentang Perjanjian Dan Perjanjian

Terapeutik?

2. Bagaimana Hubungan Hukum antara Dokter Dan Pasien Di Klinik

Aaskincare Kota Langsa?

Universitas Sumatera Utara


12

3. Bagaimana Pelaksanaan Perjanjian antara Dokter Estetika dan Pasien

dalam Perawatan Kecantikan di Klnik Aaskincare ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk Mengetahui Pengaturan Umum Tentang Perjanjian Dan

Perjanjian Terapeutik.

2. Untuk Mengetahui Hubungan Hukum antara Dokter Dan Pasien Di

Klinik Aaskincare Kota Langsa.

3. Untuk Mengetahui Pelaksanaan Perjanjian antara Dokter Estetika dan

Pasien dalam Perawatan Kecantikan di Klnik Aaskincare .

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun

praktis sebagai berikut :

1. Manfaat secara Teoritis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah sumbangan

pemikiran bagi ilmu hukum sehingga dapat semakin dikembangkan,

terutama mengenai aspek hukum terhadap Perjanjian antara dokter

dan pasien klinik kecantikan. Selain itu juga untuk mengetahui secara

konkrit bagaimana proses perjanjian antara dokter dan pasien klinik

kecantikan serta hambatan yang dihadapi dalam proses perjanjian

tersebut.

Universitas Sumatera Utara


13

2. Manfaat Praktis

a. Menjadi masukan dan/atau panduan bagi profesi yang

bergerak di sektor kesehatan kecantikan, baik dokter maupun

beautician dalam pelayanan kesehatan dan perawatan

kecantikan, sehingga pelayanan dan perawatan yang diberikan

sesuai dengan ketetentuan peraturan yang berlaku dan tidak

merugikan pasien/ pengguna produk dan jasa selaku pasien

klinik kecantikan.

b. Menjadi sumber acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya

baik secara teori maupun praktik, yang berguna untuk

mahasiswa Hukum pada khususnya dan masyarakat berbagai

kalangan pada umumnya.

D. Keaslian Penulisan

Pelaksanaan Perjanjian Antara Dokter Estetika Dengan Pasien Sebelum

Melakukan Treatment Kecantikan Studi Di Klinik Aaskincare Kota Langsa,

judul tersebut belum pernah diteliti dan ditulis di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara. Kalaupun ada judul yang mirip namun materi yang dibahas

benar-benar beda. Dalam pengerjaan penulisan skripsi ini, penulis terlebih

dahulu melakukan pencarian dan penelusuran terhadap judul skripsi yang

terdapat di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan

dinyatakan bahwa tidak ada judul yang sama pada arsip perpustakaan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun judul yang berkaitan

Universitas Sumatera Utara


14

dengan judul penulisan itu terdapat diluar Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, yaitu:

1. Skripsi atas nama Jasmine Hanafi, Universitas Lampung, dengan judul

“perlindungan hukum konsumen terhadap pengguna klinik kecantikan

estetika”. Dalam skripsi ini terdapat rumusan masalah yaitu:

“bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen pengguna klinik

kecantikan estetika kusuma cabang bandar lampung”

2. Skripsi atas nama Triana Rahmadani, Universitas Lampung, dengan judul

“deskripsi perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien di rumah sakit dalam

kegiatan upaya pelayanan kesehatan”. Dalam skripsi ini terdapat rumusan

masalah yaitu:

a. Siapakah pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian terapeutik?

b. Bagaimanakah hubungan para pihak yang terikat dalam perjanjian

terapeutik?

c. Apakah yang menjadi hak dan kewajiban pihak-pihak yang terikat

dalam perjanjian terapeutik?

3. Skripsi atas nama Suci Lestari , Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga Yogyakarta, dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap

Pasien Dalam Pelayanan Medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiah

Yogyakarta” . dalam skripsi ini terdapat rumusan masalah yaitu:

a. Bagaimana penerapan hak pasien berdasarkan perundang-undangan

yang berlaku?

b. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pasien rumah sakit?

Universitas Sumatera Utara


15

Beberapa rumusan masalah skripsi diatas jelas memperlihatkan perbedaan

pembahasan materi dengan penulis, karena dalam skripsi penulis, penulis

membahas bagaimana Pelaksanaan Perjanjian Antara Dokter Estetika Dengan

Pasien Sebelum Melakukan Treatment Sehingga dapat disimpulkan bahwa

skripsi ini adalah hasil dari pemikiran dan ide serta gagasan dari penulis

sendiri dan dikembangkan pemaparan dan arahan dosen pembimbing.

Keaslian dan penulisan skripsi ini terjamin benar adanya. Jikalau ada terdapat

judul yang menyerupai dan terdaftar di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara pusat dokumentasi dan informasi hukum atau perpustakaan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara seperti judul penulis diatas,

tentunya diluar sepengetahuan penulis dan pasti substansi didalam skripsi

tersebut berbeda dengan substansi skripsi penulis ini. Namun, bila didalam

penulisan skripsi ini terdapat kutipan-kutipan atau pendapat orang lain yang

dilakukan sebagai referensi untuk mendukung fakta-fakta dala penulisan

skripsi ini.

E. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Perjanjian

Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

Kontrak atau Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana satu orang atau

lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih . 13

13
Terjemahan BW dalam Bahasa Indonesia merujuk pada hasil terjemahan Subekti dan
Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya (Jakarta: Paramita, 1980).

Universitas Sumatera Utara


16

Menurut Subekti 14 , perjanjian adalah suatu Peristiwa dimana

seorang berjanji pada seorang lain atau dimana dua orang itu saling

berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.


15
Menurut KRMT Tirtodiningrat , Perjanjian adalah suatu

perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih

untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh

undang-undang.

2. Perjanjian Terapeutik

Menurut Hermien Hadiati Koeswadji 16 , ia menggunakan istilah

transaksi Terapeutik untuk kontrak terapeutik. Transaksi terapeutik adalah

“transaksi untuk menentukan-mencari terapi yang paling tepat bagi pasien

oleh dokter. Dalam transaksi terapeutik tersebut kedua belah pihak harus

memenuhi syarat-syarat tertentu, dan bila transaksi sudah terjadi maka kedua

belah pihak terikat akan hak dan kewajiban sebagaimana yang telah

disepakati oleh keduanya.”

Menurut Fred Ameln 17 , dalam transaksi terapeutik yang disebut

inspanningsverbintenis yaitu perjanjiian antara dokter dan pasien, dimana

dokter akan berupaya, berusaha, berikkhtiar semaksimal mungkin untuk

14
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2005), hal. 1.
15
A. Qirom Meliala, Pokok-pokok Hukum Perikatan beserta Perkembangannya,
(Yogyakarta: Liberty, 1985), hal. 8.
16
Hermien Hadiati Koeswadji, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan,Asas-asas dan permasalahan implementasinya, (Bandung:PT citra aditya
bakti,1999),hal . 61.
17
Fred Ameln, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, (Jakarta: Grafika Tama Jaya,
1991),hal. 34.

Universitas Sumatera Utara


17

menyembuhkan pasien. Jadi yang diperjanjikan adalah suatu upaya, usaha,

ikhtiar maksimal untuk mencapai suatu hasil.

Transaksi terapeutik merupakan perjanjian. Dalam transaksi

terapeutik berlaku hukum perikatan yang diatur dalam buku II Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, sebagaimana disebut dalam Pasal 1319

Kitab UndangUndang Hukum Perdata yang berbunyi:18

“Semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun

yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan

umum, yang termuat dalam Bab ini dan Bab yang lalu”.

Sahnya perjanjian tersebut, harus dipenuhi syarat-syarat yang

termuat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:

1. adanya kesepakatan dari mereka yang saling mengikatkan diri

2. adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. mengenai suatu hal tertentu;

4. untuk suatu sebab yang halal/diperbolehkan.

3. Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)

Secara harfiah Consent artinya persetujuan, atau lebih „tajam‟ lagi, ”izin”.

Jadi Informed consent adalah persetujuan atau izin oleh pasien atau keluarga yang

berhak kepada dokter untuk melakukan tindakan medis pada pasien, seperti

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lain-lain untuk menegakkan diagnosis,

memberi obat, melakukan suntikan, menolong bersalin, melakukan pembiusan,

melakukan pembedahan, melakukan tindak-lanjut jika terjadi kesulitan, dan

18
Pasal 1319 Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Universitas Sumatera Utara


18

sebagainya. Selanjutnya kata Informed terkait dengan informasi atau penjelasan.

Dapat disimpulkan bahwa Informed Consent adalah persetujuan atau izin oleh

pasien (atau keluarga yang berhak) kepada dokter untuk melakukan tindakan

medis atas dirinya, setelah kepadanya oleh dokter yang bersangkutan diberikan

informasi atau penjelasan yang lengkap tentang tindakan itu. Mendapat penjelasan

lengkap itu adalah salah satu hak pasien yang diakui oleh undang-undang

sehingga dengan kata lain Informed consent adalah Persetujuan Setelah

Penjelasan.

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585 Tahun 1989,

Persetujuan Tindakan Medik adalah Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau

keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan

terhadap pasien tersebut.

Ada 2 bentuk Persetujuan Tindakan Medis, yaitu :19

a. Implied Consent (dianggap diberikan) Umumnya implied consent

diberikan dalam keadaan normal, artinya dokter dapat menangkap

persetujuan tindakan medis tersebut dari isyarat yang

diberikan/dilakukan pasien. Demikian pula pada kasus emergency

sedangkan dokter memerlukan tindakan segera sementara pasien

dalam keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan keluarganya

tidak ada ditempat, maka dokter dapat melakukan tindakan medik

terbaik menurut dokter.

19
Amril Amri, Bunga Rampai Hukum Kesehatan, (Jakarta: Widya Medika, 1997), hal.31.

Universitas Sumatera Utara


19

b. Expressed Consent (dinyatakan) Dapat dinyatakan secara lisan

maupun tertulis. Dalam tindakan medis yang bersifat invasive dan

mengandung resiko, dokter sebaiknya mendapatkan persetujuan

secara tertulis, atau yang secara umum dikenal di rumah sakit

sebagai surat izin operasi.

F. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, digunakan metode pengumpulan data dan

bahan-bahan yang berkaitan dengan materi skripsi ini. Dengan maksud agar

tulisan ini dapat dipertanggungjawabkan nilai ilmiahnya, maka diusahakan

memperoleh dan mengumpulkan data-data dengan mempergunakan metode

sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis empiris.

Penelitian ini digunakan untuk memperjelas kesesuaian antara teori dan praktik

dengan menggunakan data primer mengenai Perjanjian antara dokter kecantikan

dengan pasien untuk mengetahui proses Perjanjian tersebut, serta bagaimana

akibat hukumnya. Dalam memperoleh data-data dengan cara wawancara

dilakukan secara langsung dan berdasarkan pustaka serta dokumen yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Metode yuridis empiris dalam penulisan skripsi ini, yaitu dari hasil

pengumpulan dan penemuan data informasi melalui studi pada klinik Aaskincare

kota Langsa. Dalam metode penelitian yuridis empiris ini, penulis melakukan

Universitas Sumatera Utara


20

wawancara dengan dr. Maya safriana Lubis dan dr. Mariza Alwi Harahap sebagai

dokter kecantikan di klinik Aaskincare Kota Langsa, beautician yang ada pada

klinik tersebut serta pasien-pasien yang datang ke klinik Aaskincare kota Langsa

tersebut.

2. Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung melalui wawancara

dengan Dokter Kecantikan, beuatician dan pihak-pihak yang terkait dalam

penulisan skripsi ini.

b. Data sekunder, yaitu data atau dokumen yang diperoleh dari lokasi

penelitian, literatur, serta peraturan-peraturan yang ada relevansinya

dengan materi yang dibahas. Data sekunder terdiri dari bahan hukum

pimer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tertier yang

dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah dirumuskan.

1) Bahan hukum primer adalah pernyataan yang memiliki otoritas hukum

yang ditetapkan oleh suatu cabang kekuasaan pemerintahan yang

meliputi; Undang-Undang yang dibuat parlemen, putusan-putusan

pengadilan, dan peraturan eksekutif/ administratif. Dalam hal ini

bahan primer yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalaah

sebagai berikut:

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Universitas Sumatera Utara


21

b. Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun 2014 tentang

organiasi dan tata kerja unit pelaksana teknis di lingkungan

badan pengawas Obat dan makanan

c. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan

d. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585 Tahun 1989 tentang

Persetujuan Tindakan Medik

e. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik

Kedokteran

f. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor. 9 Tahun 2014 Tentang

Klinik

2) Bahan Hukum Sekunder adalah berupa hasil-hasil penelitian, internet,

buku, artikel ilmiah, dan lain-lain.

3. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara:

a. Penelitian kepustakaan (library research)

Dalam hal ini penulis mencari, mengumpulkan, dan mempelajari data

dengan melakukan penelitian dan pengembangan atas sumber-sumber atau

bahan-bahan tertulis berupa buku-buku karangan para sarjana dan ahli

hukum yang bersifat teoritis ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang

akan dibahas dalam penulisan skripsi ini.

b. Penelitian lapangan (field research)

Universitas Sumatera Utara


22

Penulis melakukan studi terhadap Proses perjanjian yang dilakukan dokter

kecantikan dan pasien, sebagai melengkapi bahan yang diperoleh dalam

penelitian kepustakaan diatas.

G. Sistematika Penulisan

Pembahasan secara sistematis sangat diperlukan dalam penulisan karya

tulis ilmiah. Untuk memudahkan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika

penulisan yang teratur yang dibagi dalam beberapa bab yang saling berhubungan

satu sama lain. Adapun sistematika skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar dari pembahasan

selanjutnya yang terdiri dari 7 (tujuh) sub bab yaitu: Latar Belakang

Penulisan, Rumusan Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penulisan,

Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan

Sistematika Penulisan.

BAB II PENGATURAN TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN

TERAPEUTIK SECARA UMUM

Pada bab ini berisikan uraian dari 7 (tujuh) sub bab yaitu yang pertama

menjelaskan tentang pengertian perjanjian dan syarat sahnya perjanjian,

kedua menjelaskan tentang jenis-jenis perjanjian dan asas-asas

perjanjian, yang ketiga menjelaskan tentang objek dan subjek

perjanjian, keempat menjelaskan tentang berakhirnya perjanjian,

kelima menjelaskan tentang pengertian perjanjian terapeutik, keenam

Universitas Sumatera Utara


23

menjelaskan tentang subjek dan objek perjanjian terapeutik, dan yang

terakhir menjelaskan tentang berakhirnya perjanjian terapeutik.

BAB III HUBUNGAN HUKUM DOKTER DAN PASIEN DI KLINIK

AASKINCARE KOTA LANGSA

Pada bab ini berisikan uraian dari 7 (tujuh) sub bab yaitu yang pertama

menjelaskan tentang Pengertian Dokter Dan Pasien, kedua menjelaskan

tentang hak dan kewajiban dokter dan pasien, ketiga menjelaskan

tentang hubungan dokter dan pasien, keempat menjelaskan tentang

wewenang dan tanggung jawab dokter kecantikan, kelima menjelaskan

tentang Gambaran Umum dan jenis pelayanan kecantikan pada Klinik

Kecantikan Aaskincare Kota Langsa, keenam menjelaskan tentang

pengertian klinik dan klinik kecantikan, dan yang terakhir menjelaskan

tentang fungsi dan tujuan klinik kecantikan.

BAB IV PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA DOKTER ESTETIKA

DENGAN PASIEN SEBELUM MELAKUKAN TREATMENT

KECANTIKAN DI KLINIK AASKINCARE KOTA LANGSA

Pada bab ini berisikan uraian dari 3 (tiga) sub bab yaitu yang pertama

Bentuk Perjanjian antara dokter dan pasien di Klinik Aaskincare Kota

Langsa, kedua menjelaskan tentang Bentuk tanggung jawab yang

diberikan oleh klinik terhadap pasien apabilla terjadi kerugian yang

disebabkan oleh pelayanan jasa perawatan dan produk klinik kecantikan

aa skincare dalam hal perjanjian tersebut, dan yang terakhir menjelaskan

tentang Upaya Hukum Yang Dapat Ditempuh Oleh pasien apabila

Universitas Sumatera Utara


24

mengalami kerugian terhadap jasa perawatan karena dokter tersebut

melanggar perjanjian.

BAB V PENUTUP

Berisikan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan dalam skripsi ini,

disertai dengan saran.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

PENGATURAN TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN

TERAPEUTIK SECARA UMUM

A. Pengertian Perjanjian dan Syarat sahnya Perjanjian

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah “persetujuan

tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.” 20 Sedangkan

menurut Pasal 1313 KUHPerdata, “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau

lebih.”

Kamus Hukum menjelaskan bahwa perjanjian adalah “persetujuan yang

dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat

untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama.” 21Berikut merupakan

pengertian perjanjian menurut para ahli:

Menurut Wirjono Projodikoro, Perjanjian adalah suatu perhubungan

hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji itu

dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan

sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.22

20
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikthasar Indonesi Edisi Ketiga,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2012) , hal. 458.
21
Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakart: Rincka Cipta, 2007) , hal. 363.
22
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, (Bandung: Sumur, 1981), hal. 9.

25

Universitas Sumatera Utara


26

Menurut M. Yahya Harahap Perjanjian atau verbintenis mengandung suatu

hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang

memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus

mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.23

Menurut Handri Raharjo, Perjanjian adalah suatu hubungan hukum di

bidang harta kekayaan yang didasari kata sepakat antara subjek hukum yang satu

dengan yang lain, dan diantara mereka (pihak/subjek hukum) saling mengikatkan

dirinya sehingga subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan subjek hukum

yang lain berkewajiban melaksanakan prestasinya sesuai dengan kesepakatan

yang telah disepakati para pihak tersebut serta menimbulkan akibat hukum.24

Perjanjian merupakan sumber terpenting dalam suatu perikatan. Menurut

Subekti, Perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua

pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak

yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.” 25

Perikatan dapat pula lahir dari sumber-sumber lain yang tercakup dengan nama

undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari “perjanjian” dan ada perikatan

yang lahir dari “undang-undang”. Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat

dibagi lagi ke dalam perikatan yang lahir karena undang-undang saja (Pasal 1352

KUHPerdata) dan perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu 24

perbuatan orang. Sementara itu, perikatan yang lahir dari undang-undang karena

suatu perbuatan orang dapat lagi dibagi kedalam suatu perikatan yang lahir dari

23
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung: alumni, 1986) , hal. 6.
24
Handri Rahardjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, (Jakarta : Pustaka Yustisia, 2009),
hal .42.
25
Subekti, Loc.cit

Universitas Sumatera Utara


27

suatu perbuatan yang diperoleh dan yang lahir dari suatu perbuatan yang

berlawanan dengan Hukum (Pasal 1353 KUH Perdata).

Selain dalam KUHPerdata, perjanjian juga diatur dalam Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat, disebutkan bahwa perjanjian merupakan suatu perbuatan satu atau

lebih pelaku usahauntuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha

lain dengan nama apapun, baik tertulis ataupun tidak tertulis. 26

Setelah mengetahui apa yang dimaksud dengan perjanjian, maka perlu

dipahami apa yang menjadi syarat dari sahnya suatu perjanjian. Berikut

merupakan syarat-syarat sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 1320

KUHPerdata yaitu :

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mempunyai arti bahwa para

pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau saling menyetujui kehendak

masing-masing, yang dilahirkan oleh para pihak tanpa adanya paksaan,

kekeliruan, dan penipuan.27

2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian

Membuat suatu perjanjian adalah melakukan suatu hubungan hukum.

Yang dapat melakukan suatu hubungan hukum adalah pendukung hak dan

kewajiban, baik orang atau badan hukum, yang harus memenuhi syarat-syarat

26
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
27
Ridhuan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. (Bandung: Alumni,
1992), hal. 214.

Universitas Sumatera Utara


28

tertentu. Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum, badan hukum

tersebut harus memenuhi syarat sebagai badan hukum yang sah. 28

3) Suatu hal tertentu

Sebagai syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mengenai

suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua

belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam

perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Bahwa barang itu sudah ada

atau sudah berada di tangannya si berutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak

diharuskan oleh undang-undang juga jumlahnya tidak perlu disebutkan, asal saja

kemudian dapat dihitung atau ditetapkan. 29

Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak,

maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 KUHPerdata dinyatakan bahwa

hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi obyek

perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 KUHPerdata barang-barang yang baru

akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang

oleh undang-undang secara tegas.

4) Suatu sebab yang halal

Menurut Undang-undang, sebab yang halal adalah jika tidak dilarang oleh

Undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum, ketentuan ini dinyatakan bahwa

pada Pasal 1337 KUHPerdata. Suatu perjanjian yang dibuat dengan sebab atau

causa yang tidak halal, misalnya jual beli ganja, untuk mengacaukan ketertiban

28
Handri Raharjo, Hukum Perusahaan. (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009), hal. 25.
29
Subekti, Op.cit. hal. 19.

Universitas Sumatera Utara


29

umum. 30 Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian

dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali

ditentukan lain oleh undang undang.

B. Jenis-Jenis Perjanjian dan Asas-asas Perjanjian

Perjanjian sebagai salah satu ketentuan yang diatur dalam hukum perdata

memiliki beberapa jenis, berikut merupakan jenis-jenis perjanjian antara lain:

1) Perjanjian Sepihak dan Timbal Balik

Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian yang dinyatakan oleh salah

satu pihak saja, tetapi mempunyai akibat dua pihak, yaitu pihak yang memiliki

hak tagih yang dalam bahasa bisnis disebut pihak kreditur, dan pihak yang

dibebani kewajiban yang dalam bahasa bisnis disebut debitur. Contoh perjanjian

sepihak adalah hibah yang diatur dalam pasal 1666 KUHPerdata.

Mengenai perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang memuat hak

pada salah satu pihak, dan hak tersebut sekaligus menjadi kewajiban bagi pihak

lawannya. Contoh perjanjian timbal balik adalah perjanjian jual beli yang diatur

dalam pasal 1457 KUHPerdata.31

2) Perjanjian Cuma-Cuma dan atas beban

Kedua jenis peraturan ini diatur dalam pasal 1314 KUHPerdata yang

menyebutkan bahwa:

30
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan. (Bandung: Citra Adtya Bakti) ,1992 , hal.
95.
31
I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan. (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), hal 49.

Universitas Sumatera Utara


30

“suatu persetujuan adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang


satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa
menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. suatu persetujuan atas
beban, adalah suatu persetujuan yang mewajibkan masing-masing pihak
memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu”.

Berdasarkan ketentuan diatas, dapat dikatakan bahwa perjanjian Cuma-

Cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak.

Contohnya ialah ketentuan pasal 1666 KUHPerdata tentang hibah dan pasal 875

KUHPerdata tentang testament. Adapun perjanjian atas beban adalah perjanjian

yang menyatakan prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat tegen prestasi dari

pihak lawannya dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya atas suatu titel

tertentu, misalnya jual beli, tukar-menukar, dan lain sebagainya.32

3) Perjanjian bernama (Benoemd)

Perjanjian bernama (khusus) adalah perjanjian yang mempunyai nama

sendiri. maksudnya perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk

undang-undang berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian

ini diatur dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata. 33

4) Perjanjian Tidak Bernama (Onbenoemd Overeenkomst)

Perjanjian Tidak Bernama (Onbenoemd) adalah perjanjian-perjanjian

yang tidak diatur dalam KUH Perdata, tetapi terdapat dalam masyarakat.

Perjanjian ini seperti perjanjian pemasaran, perjanjian kerja sama. Di dalam

32
Ibid
33
Muchlisin Riadi, Pengertian, Asas, dan Jenis-jenis Perjanjian,
https://www.kajianpustaka.com/2019/02/pengertian-asas-dan-jenis-perjanjian.html?m=1, diakses
pada tanggal 2 Januari 2020.

Universitas Sumatera Utara


31

prakteknya, perjanjian ini lahir adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak

mengadakan perjanjian. 34

5) Perjanjian konsensual dan rill

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua pihak

atau lebih, dimana bila mereka telah mencapai persesuaian (Persetujuan)

kehendak untuk mengadakan perikatan, sedangkan perjanjian rill adalah

perjanjian antara dua orang atau lebih, dimana keterikatan mereka ditentukan,

bukan karena kesepakatan tetapi terjadi setelah dilakukan penyerahan (perbuatan

rill) atas barang yang dijanjikan itu. Berdasarkan hal itu, perjanjian rill merupakan

suatu perjanjian yang mengingkari asas konsensus. 35

6) Perjanjian Obligator dan Kebendaan

Perjanjian obligator adalah perjanjian yang hanya menyoalkan

kesepakatan para pihak untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak

lain. Sedangkan perjanjian kebendaan yaitu suatu perjanjian dengan mana

seseorang menyerahkan haknya atas suatu benda kepada pihak lain, Atau suatu

perjanjian yang membebankan kewajiban pihak, untuk menyerahkan benda

tersebut kepada pihak lain. Penyerahan itu sendiri merupakan perjanjian

kebendaan.36

34
Ibid
35
I Ketut Oka Setiawan, Op.cit. hal.50.
36
Ibid

Universitas Sumatera Utara


32

7) Perjanjian Formal

Perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang tidak hanya harus

memenuhi asas konsensus, tetapi juga harus dituangkan dalam suatu bentuk

tertentu atau harus disertai dengan formalitas tertentu. Contoh: perjanjian-

perjanjian kuasa pembebanan hak tanggungan. Perjanjian ini harus dibuat dalam

bentuk autentik yang dibuat dihadapan Perjabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau

Notaris. 37

8) Perjanjian liberatoir (kebalikan dari perjanjian obligator)

Perjanjian liberatoir merupakan perjanjian dimana para pihak


38
membebaskan diri dari kewajiban yang ada. misalnya: pembebasan hutang

(pasal 1438) atau pembaharuan hutang (pasal 1413).

9) Perjanjian pembuktian

Perjanjian Pembuktian adalah perjanjian dimana para pihak

menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka.39

10) Perjanjian untung-untungan

Sesuai yang diatur pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Perdata) dalam Pasal 1774 bahwa perjanjian untung-untungan adalah suatu

perbuatan yang hasilnya mengenai untung-ruginya baik bagi semua pihak maupun

bagi sementara pihak bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. 40

37
Ibid
38
Muchlisin Riadi, loc.cit
39
Ibid
40
Subekti dan Tjitrosudibio, KitabUndang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta : Pradnya
Paramita, 2004), cet. 34, hal. 455.

Universitas Sumatera Utara


33

Perjanjian untung-untungan dibagi menjadi 3 jenis yaitu :

a. Perjanjian pertanggungan (asuransi)

Menurut undang-undang, asuransi adalah suatu perjanjian dimana

seorang penanggung dengan menerima suatu premie, menyanggupi

kepada orang yang ditanggung untuk memberikan penggantian suatu

kerugian atau kehilangan keuntungan, yang mungkin akan diderita oleh

orang yang ditanggung itu sebagai akibat suatu kejadian yang tidak

tentu.41

b. Bunga cagak hidup

Bunga cagak hidup adalah bunga yang dibayarkan setiap tahun

(bulan) oleh seseorang kepada orang yang ditunjuk selama ia masih

hidup untuk keperluan sehari-hari. 42 Seorang yang mengadakan suatu

perjanjian cagak hidup dapat dipersamakan dengan seorang yang

mengadakan sebuah “dana pensiun” bagi dirinya sendiri atau bagi orang

lain yang diberikan kenikmatan atas bunga tersebut. Jika ia berusia

panjang maka beruntunglah diaatas kerugian pihak lawannya,

sebaliknya jika ia tidak berumur panjang maka beruntunglah pihak

lawannya. Disitulah letaknya unsur untung-untungan dalam perjanjian

cagak hidup.

41
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : Intermasa, 2003), hal. 218.
42
Salim HS, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Op.cit. hal.82.

Universitas Sumatera Utara


34

Cara terjadinya bunga cagak hidup telah diatur dalam Pasal 1775

KUH Perdata menjadi tiga cara yaitu perjanjian, hibah, dan wasiat.

Sedangkan orang yang berhak menerima bunga cagak hidup telah diatur

dalam Pasal 1776 s.d 1778 KUH Perdata yaitu atas diri orang yang

memberikan pinjaman; atas diri orang yang diberi manfaat dari bunga

tersebut; atas diri seorang pihak ketiga, walaupun orang ini tidak

mendapat manfaat daripadanya; atas diri satu orang atau lebih; dan

dapat diadakan untuk seorang pihak ketiga, meskipun uangnya

diberikan oleh orang lain.43

c. Perjudian dan pertaruhan

Perjudian dan pertaruhan telah diatur dalam Pasal 1788 sampai

dengan 1791 KUH Perdata. Perjudian merupakan perbuatan untuk

mempertaruhkan sejumlah harta dalam permainan tebakan berdasarkan

kebetulan dengan tujuan untuk mendapatkan harta yang lebih besar

daripada harta semula. Sedangkan pertaruhan adalah harta benda yang

dipasang ketika berjudi. Perjudian dan pertaruhan termasuk perikatan

wajar. Artinya para pihak yang mengadakan perjanjian ini tidak

mempunyai hak menuntut ke pengadilan, apabila salah satu pihak

wanprestasi karena dalam undang-undang No 7 tahun 1974 tentang

perjudian disebutkan bahwa perjudian pada hakikatnya bertentangan

agama, kesusilaan, dan moral Pancasila serta membahayakan bagi

kehidupan bangsa dan Negara. Di samping itu sifat tidak ada gugatan

43
Subekti dan Tjitrosudibio,loc.cit.

Universitas Sumatera Utara


35

hukum dapat disimpulkan dari Pasal 1359 ayat (2) KUH Perdata bahwa

terhadap perikatan bebas yang secara sukarela telah dipenuhi tidak

dapat dituntut kembali.44

11. Perjanjian hukum publik

Perjanjian Publik adalah perjanjian yang sebagian atau seluruhnya

dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah

Pemerintah dan pihak lainnya adalah swasta. Misalnya perjanjian ikatan dinas dan

pengadaan barang pemerintahan.45

Dalam melakukan suatu perjanjian, ketentuan yang harus dipahami

ialah mengenai asas-asas dalam perjanjian. Asas-asas hukum adalah pikiran-

pikiran dasar yang ada di dalam dan belakang tiap-tiap sistem hukum, yang telah

mendapat bentuk sebagai perundangundangan atau putusan pengadilan, dan

ketentuan-ketentuan dan keputusan itu dapat dipandang sebagai penjabarannya.

Dengan demikian, asas-asas hukum selalu merupakan fenomena yang penting dan

mengambil tempat yang sentral dalam hukum positif.

Berikut merupakan asas-asas dalam perjanjian antara lain sebagai

berikut:

a. Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)

Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat

penting dalam hukum kontrak. Kebebasan berkontrak ini oleh sebagian sarjana

44
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti,
2010), hal.257
45
Muchlisin Riadi, loc.cit

Universitas Sumatera Utara


36

hukum biasanya didasarkan pada pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata bahwa semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya. Demikian pula ada yang mendasarkan pada pasal 1320

KUHPerdata yang menerangkan tentang syarat sahnya perjanjian.

Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada

seseorang dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, diantaranya:

a. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;

b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;

c. Bebas menentukan isi atau klausula perjanjian;

d. Bebas menentukan bentuk perjanjian;

e. Bebas menentukan hukum yang digunakan; dan

f. Kebebasan-kebebasan lainnya.

Kebebasan berkontrak ini tetap saja ada batasnya, yakni tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, maupun

kesusilaan. Larangan ini berlaku umum dalam hukum kontrak.

Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu dasar yang menjamin

kebebasan orang dalam melakukan kontrak. Hal ini tidak terlepas juga dari sifat

buku III BW yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga para pihak

dapat menyimpanginya (mengesampingkannya), kecuali terhadap pasal-pasal

tertentu yang sifatnya memaksa.

Oleh karena adanya kebebasan ini pula sehingga buku III yang

mengatur tentang perikatan ini juga disebut menganut sistem terbuka. Ini pula

Universitas Sumatera Utara


37

yang menyebabkan sehingga para pihak yang membuat kontrak bebas membuat

perjanjian, walaupun aturan khususnya tidak terdapat dalam BW (kontrak tidak

bernama).46

Walaupun banyak ahli yang mendasarkan asas kebebasan berkontrak

pada pasal 1338 ayat (1) BW, namun dalam pasal tersebut sebenarnya paling tidak

terdapat tiga asas, yakni:47

a. Pada kalimat “semua perjanjian yang dibuat secara sah” menunjukkan asas

kebebasan berkontrak;

b. Pada kalimat “berlaku sebagai undang-undang” menunjukkan asas

kekuatan mengikat atau yang disebut dengan asas pacta sunt servanda.

c. Pada kalimat “bagi mereka yang membuatnya” menunjukkan asas

personalitas.

Walaupun demikian, kalimat tersebut merupakan suatu kesatuan yang

tidak dapat dipenggal-penggal seperti tersebut diatas. Jadi penggalan di atas

hanya untuk melihat kandungan dari pasal tersebut.

b. Asas konsensualisme (concensualism)

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1)

KUHPerdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya

perjanjian adalah adanya kata sepakat antara kedua belah pihak. Asas ini

46
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Bernuansa Islam. (Jakarta:Rajawali Pers, 2012), hal. 9-
10.
47
Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan. Penjelasan Makna Pasal 123 sampai
Pasal 1456 BW. (Jakarta: Rajawali Pers, 2009) , hal. 78-79.

Universitas Sumatera Utara


38

merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak

diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah

pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang

dibuat oleh kedua belah pihak.

Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum

Jerman. Dalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi

lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil

adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum

adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian

yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun

akta bawah tangan). Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis

literis dan contractus innominat. Artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila

memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal

dalam KUHPerdata adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian. 48

c. Asas kepastian hukum (pacta sunt servanda)

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt

servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta

sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati

substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah

undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi

kontrak yang dibuat oleh para pihak.

48
Salim HS, Op.cit. hal. 10.

Universitas Sumatera Utara


39

Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata, yang berbunyi: “perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang”. 49

d. Asas itikad baik (good faith)

Semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik, seperti yang

tercantum dalam pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata yang menyatakan bahwa:

“Perjanjian-Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Jadi dalam

perikatan yang dilahirkan dari perjanjanjian, maka para pihak bukan hanya terikat

oleh kata-kata perjanjian itu dan oleh kata-kata ketentuan-ketentuan perundang-

undangan mengenai perjanjian itu, melainkan juga oleh itikad baik.

Maksud dari asas itikad baik adalah sesuatu yang telah disepakati dan

disetujui oleh para pihak dalam perjanjian sebaiknya dilaksanakan sepenuhnya

sesuai dengan kehendak para pihak. Karena rumusan dari itikad baik dalam

perjanjian tidak dimaksudkan untuk merugikan kepentingan debitur, kreditur

maupun pihak lain atau pihak ketiga lainnya diluar perjanjian. 50

e. Asas kepribadian (personality)

Mengenai asas personalitas ini diatur dan dapat ditemukan dalam

ketentuan pasal 1315 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “pada umumnya tak

seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya

suatu janji selain untuk dirinya sendiri”. pada dasarnya suatu perjanjian yang

dibuat oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai individu dan subyek hukum

49
Ibid
50
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian. (Jakarta:
Raja grafindo persada, 2003), hal. 80.

Universitas Sumatera Utara


40

priadi hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri. pasal 1315

KUHPerdata juga menunjuk pada kewenangan bertindak dari seseorang yang

membuat atau mengadakan perjanjian tersebut. Secara spesifik ketentuan pasal

1315 KUHPerdata menunjuk pada kewenangan bertindak sebagai individu pribadi

sebagai subyek hukum pribadi yang mandiri dan memiliki kewenangan bertindak

untuk dan atas nama dirinya sendiri. 51

Pada umumnya sesuai dengan asas personalitas yang terdapat didalam

pasal 1315 KUHPerdata ini masalah kewenangan bertindak seseorang sebagai

individu dapat dibedakan ke dalam:

a. untuk dan atas namanya serta bagi kepentingan dirinya sendiri

b. sebagai wakil dari pihak tertentu. Mengenai perwakilan ini dapat

dibedakan ke dalam:

1) yang merupakan suatu badan hukum dimana orang perorangan

tersebut bertindak dalam kapasitasnya selaku yang berhak dan

berwenang untuk mengikat badan hukum tersebu dengan pihak

ketiga.

2) yang merupakan perwakilan yang ditetapkan oleh hukum,

misalnya: dalam bentuk kekuasaan orang tua, kewenangan

kurator untuk mengurus harta pailit, serta kekuasaan wali dari

anak dibawah umur.

c. sebagai kuasa dari orangtua atau pihak yang memberikan kuasa.

51
Ibid

Universitas Sumatera Utara


41

f. Asas Keseimbangan

Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan

perjanjian tersebut secara seimbang. Kreditur mempunyai hak untuk menuntut

prestasi, bila perlu melalui kekayaan debitur, tetapi ia juga wajib melaksanakan

janji itu dengan itikad baik. Dengan demikian, terlihat hak kreditur yang

diimbangi dengan kewajiban memperhatikan itikad baik, sehingga kreditur dan

debitur keduanya seimbang. 52

g. Asas Kepatutan

Asas ini dapat dijumpai dalam ketentuan pasal 1339 KUHPerdata yang

antara lain menyebutkan bahwa: “Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal

yang secara tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang

menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan”.

Asas ini selayaknya tetap dipertahankan karena melalui asas kepatutan

ini dapat diketahui bahwa hubungan para pihak ditentukan juga oleh arasa

keadilan dalam masyarakat. 53

C. Objek dan Subjek Perjanjian

Objek dalam perjanjian adalah berupa prestasi, yang berujud memberi

sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. Perikatan untuk memberi

sesuatu ialah kewajiban seseorang untuk memberi atau menyerahkan sesuatu, baik

secara yuridis maupun penyerahan secara nyata. Perikatan untuk berbuat sesuatu

52
I Ketut Oka Setiawan, Op.cit. hal. 48.
53
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan. (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2001), hal. 89.

Universitas Sumatera Utara


42

yaitu prestasi dapat berujud berbuat sesuatu atau melakukan perbuatan tertentu

yang positif. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak

melakukan perbuatan tertentu yang telah dijanjikan. Dalam hal ini terdapat tiga

macam objek, yakni :

a. Barang-barang yang dapat diperdagangkan

b. Harus diketahui jenisnya dan dapat ditentukan.

c. Barang-barang tersebut sudah ada atau akan ada dikemudian hari (ibid dr

atas)

Mengenai obyek perjanjian, diperlukan beberapa syarat untuk menentukan

sahnya suatu perikatan, yaitu :

1) Objeknya harus tertentu. Syarat ini hanya diperlukan bagi perikatan yang

timbul dari perjanjian.

2) Objeknya harus diperbolehkan, artinya tidak bertentangan dengan

undangundang, ketertiban umum atau kesusilaan.

3) Objeknya dapat dinilai dengan uang. Hal ini dikarenakan suatu hubungan

hukum yang ditimbulkan dari adanya perikatan berada dalam lapangan

hukum harta kekayaan.

4) Objeknya harus mungkin. Orang tidak dapat mengikatkan diri kalau objek

tidak mungkin diberikan.54

Subjek perjanjian adalah pihak-pihak yang terkait dengan suatu perjanjian.

KUHPerdata membedakan tiga golongan yang tersangkut pada, yaitu para pihak

yang mengadakan perjanjian, ahli waris mereka dan pihak ketiga.55

54
Purwahid Patrik, dasar-dasar hukum perikatan (Bandung: mandar maju, 1994),hal.4.

Universitas Sumatera Utara


43

Subjek perjanjian terdiri dan orang dan badan hukum, dan dalam

perjanjian kontrak kerja konstruksi para pihak dibagi menjadi kreditur dan

debitur. Kreditur adalah pihak yang berhak atas sesuatu (prestasi) dan pihak

debitur, dan debitur bekewajiban memenuhi sesuatu kepada pihak kredltur. Badan

hukum dapat berbentuk firma (Fa), Persatuan komanditer (CV), Perseroan

terbatas (PT), dan Badan Usaha Koperasi. Badan hukum sebagai subjek hukum

dapat bertindak sebagai manusia. Dalam pembuatan perjanjian, jika badan hukum

bertindak sebagai subjek hukum, maka harus diwakili oleh orang atau manusia.

Dan manusia sebagai wakil itu harus bisa bertindak melakukan perbuatan hukum

sesuai Pasal 1330 KUHPerdata.

D. Berakhirnya Perjanjian

Suatu perjanjian berakhir apabila tujuan dari perjanjian tersebut telah

tercapai, yaitu dengan terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak. Dalam hal ini

hapusnya perjanjian dapat pula mengakibatkan hapusnya perikatan, yaitu apabila

suatu perjanjian hapus dengan berlaku surut, misalnya sebagai akibat daripada

pembatalan berdasarkan wanprestasi Pasal 1266 KUHPerdata, maka semua

perikatan yang telah terjadi menjadi hapus, perikatan tersebut tidak perlu lagi

dipenuhi dan apa yang telah dipenuhi harus pula ditiadakan.

Dalam Pasal 1381 KUHPerdata dinyatakan tentang cara berakhimya suatu

perikatan, yaitu :

“Perikatan-perikatan hapus karena :

a. Pembayaran;
55
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis. (Bandung: Alumni Bandung, 1994),
hal. 22.

Universitas Sumatera Utara


44

b. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau

penitipan;

c. Karena pembaharuan hutang;

d. Karena perjumpaan hutang atau kompensasi;

e. Karena percampuran hutang;

f. Karena pembebasan hutangnya;

g. Karena musnahnya barang yang terhutang;

h. Karena kebatalan atau pembatalan;

i. Karena berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam bab kesatu buku

ini;

j. Karena lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendiri"

Suatu perjanjian pada umumnya berakhir apabila tujuan itu telah tercapai,

dimana masing-masing pihak telah memenuhi prestasi yang diperjanjikan

sebagaimana yang merupakan kehendak bersama dalam mengadakan perjanjian

tersebut. Selain cara berakhirnya perjanjian seperti yang disebutkan di atas,

terdapat beberapa cara lain untuk mengakhiri perjanjian, yaitu :

1. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak. Misalnya dalam perjanjian

itutelah ditentukan batas berakhirnya perjanjian dalam waktu tertentu

2. Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian. Misalnya

Pasal 1250 KUH Perdata yang menyatakan bahwa hak membeli kembali

tidak boleh diperjanjikan untuk suatu waktu tertentu yaitu tidak boleh

lebih dari 5 tahun.

Universitas Sumatera Utara


45

3. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan

terjadinya peristiwa tertentu maka perjanjian akan berakhir. Misalnya

apabila salah satu pihak meninggal dunia maka perjanjian akan menjadi

hapus (Pasal 1603 KUHPerdata) yang menyatakan bahwa perhubungan

kerja berakhir dengan meninggalnya si buruh.

4. Karena persetujuan para pihak.

5. Pernyataan penghentian pekerjaan dapat dikarenakan oleh kedua belah

pihak atau oleh salah satu pihak hanya pada perjanjian yang bersifat

sementara.

6. Berakhirnya perjanjian karena putusan hakim.

7. Tujuan perjanjian sudah tercapai.

8. Karena pembebasan utang.56

Berakhirnya perjanjian, misalnya apabila salah satu pihak meninggal dunia

maka perjanjian akan menjadi hapus. (pasal 1603 KUHPerdata) .

E. Pengertian perjanjian terapeutik

Secara umum, perjanjian terapeutik diartikan sebagai hubungan hukum

antara dokter dengan pasien dalam pelayanan medis secara profesional didasarkan

kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan keterampilan tertentu di bidang

kesehatan.

Terapeutik adalah terjemahan dari therapeutic yang berarti dalam bidang

pengobatan, Ini tidak sama dengan therapy atau terapi yang berarti

56
Gunawan Widjaja, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2006), hal. 387.

Universitas Sumatera Utara


46

pengobatan.Persetujuan yang terjadi antara dokter dan pasien bukan hanya di

bidang pengobatan saja tetapi lebih luas, mencakup bidang diagnostik, preventif,

rehabilitatif maupun promotif, maka persetujuan ini disebut pejanjian terapeutik

atau transaksi terapeutik. Perjanjian Terapeutik juga disebut dengan kontrak

terapeutik yang merupakan kontrak yang dikenal dalam bidang pelayanan

kesehatan.

Istilah transaksi atau perjanjian teraupetik memng tidak dikenal daaalam

KUHPerdata, akan tetapi dalam unsur yang terkandung dalam perjanjian

teraupetik juga dikategorikan sebagai suatu perjanjian sebagaimana diterangkan

dalam pasal 1319 KUHPerdata, bahwa untuk semua perjanjian baik yang

mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama

tertentu, tunduk pada paeraturan umum mengenai perikatan pada umumnya. 57

Salim HS, menyempurnakan pengertian Perjanjian Terapeutik, yaitu

sebagai: Kontrak yang dibuat antara pasien dengan tenaga kesehatan dan/atau

dokter atau dokter gigi, di mana tenaga kesehatan dan/atau dokter atau dokter gigi

berusaha melakukan upaya maksimal untuk melakukan penyembuhan terhadap

pasien sesuai dengan kesepakatan yang dibuat antara keduanya dan pasien

berkewajiban membayar biaya penyembuhannya. 58

Mukadimah Kode Etik Kedokteran Indonesia yang dilampirkan dalam

Keputusan Menteri Kesehatan RI. Nomor : 434/MEN.KES/X/1983 Tentang

Berlakunya Kode Etik Kedokteran Indonesia Bagi Para Dokter di Indonesia, maka

yang dimaksud dengan transaksi terapeutik adalah hubungan antara dokter dengan
57
Pasal 1319 KUHPerdata.
58
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata. (Jakarta: Rajawali
Press, 2006), Hal.45.

Universitas Sumatera Utara


47

pasien atau penderita yang dilakukan dalam suasana saling percaya (konfidensial),

serta senantiasa diliputi oleh segala emosi, harapan, dan kekhawatiran makhluk
59
insani.

Menurut Bahder Johan Nasution, perjanjian terapeutik merupakan suatu

transaksi untuk menentukan atau upaya mencari terapi yang paling tepat bagi

pasien yang dilakukan oleh dokter. Jadi, objek dalam perjanjian terapeutik ini

bukan kesembuhan pasien, melainkan mencari upaya yang tepat untuk

kesembuhan pasien.60

F. subjek dan objek perjanjian terapeutik

Subyek pada transaksi terapeutik terdiri dari dokter dan pasien. Dokter

bertindak sebagai pemberi pelayanan medik professional yang pelayananya

didasarkan padaprinsip pemberian pertolongan. Sedangkan pasien sebagai

penerima pelayanan medic yang membutuhkan pertolongan. Pihak dokter

memiliki kualifikasi dan kewenangan tertentu sebagai tenaga profesionaldibidang

medic yang berkopeten untuk memberikan pertolongan yang dibutuhkan pasien,

sedangkan pihak pasien karena tidak memiliki kualifikasi dan kewenangan

sebagaimana yang dimiliki dokter berkewajiban membayar honor kepada dokter

atas pertolongan yang telah diberikan dokter tersebut.

Obyek dari perjanjian ini adalah berupa upaya/terapi untuk penyembuhan

pasien dokter akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyembuhkan pasien

59
Keputusan Menteri Kesehatan RI. Nomor : 434/MEN.KES/X/1983 Tentang Berlakunya
Kode Etik Kedokteran Indonesia Bagi Para Dokter di Indonesia
60
Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan (Pertanggungjawaban Dokter). (Jakarta:
Rineka Cipta, 2005), hal. 11.

Universitas Sumatera Utara


48

dari penderitaan sakitnya, dimana dalam hal ini yang dituntut bukan perjanjian

berdasarkan hasil (resultaats verbitenis) namun yang dituntut adalah suatu upaya

yang maksimal yang dilakukan dokter atau usaha yang maksimal atau yang lazim

disebut perjanjian inspannings verbitenis.

G. Berakhirnya perjanjian terapeutik

Untuk menentukan kapan berakhirnya hubungan dokter dengan pasien

sangatlah penting, karena segala hak dan kewajiban dokter juga akan ikut

berakhir. Dengan berakhirnya hubungan ini, maka akan menimbulkan kewajiban

bagi pasien untuk membayar pelayanan pengobatan yang diberikannya.

Berakhirnya hubungan ini dapat disebabkan karena: 61

1. Sembuhnya pasien

Kesembuhan pasien dari keadaan sakitnya dan menganggap dokter sudah

tidak diperlukannya lagi untuk mengobati penyakitnya dan pasien maupun

keluarganya sudah menganggap bahwa penyakit yang dideritanya sudah

benarbenar sembuh, maka pasien dapat mengakhiri hubungan transaksi terapeutik

dengan dokter atau Rumah Sakit yang merawatnya.

2. Dokter mengundurkan diri

Seorang dokter boleh mengundurkan diri dari hubungan antara dokter

dengan pasien dengan alasan sebagai berikut:

a. Pasien menyetujui pengunduran dirinya tersebut.

61
Dahlan Sofwan, Hukum Kesehatan Rambu-Rambu Dalam Profesi Dokter, (Semarang:
Universita Diponegoro, 1999), hal. 42.

Universitas Sumatera Utara


49

b. Kepada pasien diberi waktu dan informasi yang cukup,sehingga ia bisa

memperoleh pengobatan dari dokter lain.

c. Karena dokter merekomendasikan kepada dokter lain yang sama

kopetensinya untuk menggantikan dokter semula itu dengan persetujuan

pasienya.

d. Karena dokter tersebut merekomendasikan (merujuk) kedokter lain atau

Rumah Sakit lain yang lebih ahli dengan fasilitas yang lebih baik dan

lengkap62

3. Pengakhiran oleh pasien

Adalah hak pasien untuk menentukan pilihannya akan meneruskan

pengobatan dengan dokternya atau memilih pindah kedokter lain atau Rumah

Sakit lain. Dalam hal ini sepenuhnya terserah pasien karena kesembuhan dirinya

juga merupakan tanggungjawabnya sendiri

4. Meninggalnya pasien

5. Sudah selesainya kewajiban dokter seperti ditentukan didalam kontrak.

6. Didalam kamus gawat darurat, apabila dokter yang mengobati atau dokter

pilihan pasien sudah datang, atau terdapat penghentian keadaan kegawat

daruratan.63

7. Lewat jangka waktu apabila kontrak medis itu ditentukan untuk jangka

waktu tertentu.

62
J. Guwandi, (1) Dokter Pasien dan Hukum, (Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia, 2003), hal.35.
63
Dahlan Sofwan, Op.cit. hal 43-45.

Universitas Sumatera Utara


50

8. Persetujuan kedua belah pihak antara dokter dan pasiennya bahwa hubungan

dokter dan pasien itu sudah diakhiri.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

HUBUNGAN HUKUM ANTARA DOKTER ESTETIKA DENGAN PASIEN

DI KLINIK AASKINCARE KOTA LANGSA

A. Pengertian dokter dan pasien

Profesi tenaga kesehatan khususnya dokter merupakan sebuah profesi

yang sangat mulia karena sangat berkaitan dengan perawatan, pengobatan dan

penyelamatan terhadap orang yang sakit akan tetapi profesi dokter disisi lain juga

mengandung risiko yang sangat besar, yaitu risiko tuntutan hukum dari pasien.

Dalam kamus besar bahasa indonesia kata dokter diberi arti sebagai

lulusan pendidikan kedokteran yang ahli dalam hal penyakit dan pengobatannya.

Secara yuridis pengertian mengenai dokter ini diatur dalam Pasal 1 angka

2 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran selanjutnya

disebut UUPK, yang menyatakan bahwa “Dokter dan dokter gigi adalah dokter,

dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan

kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui

oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-


64
undangan”. Dokter adalah pihak yang mempunyai keahlian di bidang

kedokteran. Pada kedudukan ini dokter adalah orang yang dianggap pakar dalam

bidang kedokteran.

64
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

51
Universitas Sumatera Utara
52

Dokter adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin sebagaimana

mestinya untuk melakukan pelayanan kesehatan, khususnya memerikasa dan

mengobati penyakit dan dilakukan menurut hukum dalam pelayanan kesehatan.65

Di indonesia terdiri dari berbagai macam spesialisasi ilmu kedokteran,

namun dalam penulisan ini penulis hanya memfokuskan pada spesialisasi dokter

kecantikan. Dokter pada klinik kecantikan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Dokter Kulit

Seseorang yang menempuh pendidikan berkenaan dengan berbagai

penyakit kulit, termasuk penyebabnya, gejalanya, struktur kulit, fungsi lapisan

kulit dan cara penanganannya. Pendidikan yang ditempuh memakan waktu sekitar

4 tahun, masih ditambah lagi tiga tahun dan lima bulan untuk bidang spesialis.

Selama itu pula seseorang dibekali ilmu untuk mendiagnosa berbagai penyakit

kulit, serta mempunyai wewenang untuk melakukan tindakan operasi pada kulit.

2. Dokter kecantikan

Dokter kecantikan pada umumnya memerlukan waktu yang tidak terlalu

lama untuk memperoleh pendidikan di bidang kesehatan dan kecantikan kulit.

Selama pendidikan pun seseorang tidak hanya dibekali dengan teori, namun juga

keterampilan dan praktik. Pada umumnya seorang dokter kecantikan akan

diberikan pelatihan untuk melakukan facial, perawatan kulit tubuh, perawatan

rambut, kuku, dan sebagainya. 66

65
https://batambest.files.wordpress.com/2012/05/etikaprofesi-dokter-isi-presentasi2.pdf
diakses pada 19 Maret 2017 Pukul 23:51
66
Dina Syarifa, http://journal.sociolla.com/tips-hacks/dokter-kecantikandan-dokter-kulit-
apa-bedanya diakses pada senin 20 Maret 2017 pada pukul 10:35

Universitas Sumatera Utara


53

Kata pasien dari bahasa Indonesia analog dengan kata patient dari bahasa

Inggris. Patient diturunkan dari bahasa Latin yaitu patiens yang memiliki

kesamaan arti dengan kata kerja pati yang artinya “menderita” 67. Pasien dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai orang sakit (dirawat oleh

dokter); penderita sakit. Secara yuridis definis pasien dimuat dalam Pasal 1

Undang-undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran yang

menjelaskan pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah

kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik

secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi. 68

Kemudian dalam pandangan hukum, pasien adalah subjek hukum mandiri yang

dianggap dapat mengambil keputusan untuk kepentingan dirinya. 69

Beberapa ahli juga mengemukakan pengertian tentang pasien yaitu:

1. Menurut Wila Chandrawila Supriadi

Pasien adalah orang sakit yang membutuhkan bantuan dokter untuk

menyembuhkan penyakit yang dideritanya dan pasien juga diartikan sebagai

orang sakit yang awam mengenai penyakitnya. 70

2. Menurut Agus Budianto dan Gwendolyn Ingrid Utama

67
Sunarto Ady Wibowo, Hukum Kontrak Terapeutik di Indonesia, (Medan: Pustaka
Bangsa Press,, 2009).,Hal. 47.
68
Pasal 1 Undang-undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
69
Bahder Johan Nasution, Op.cit
70
Wila Chandrawila Supriadi, Hukum Kedokteran. (Bandung:Mandar maju, 2001), hal.
27.

Universitas Sumatera Utara


54

Pasien adalah orang perorangan yang memerlukan yang memerlukan jasa

dari orang lain, yang dalam hal ini adalah dokter untuk konsultasi masalah

kesehatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. 71

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Pasien

ialah orang sakit yang membutuhkan seorang dokter yang berkompeten dalam

bidangnya untuk berkonsultasi mengenai kesehatannya baik secara langsung

maupun tidak langsung.

B. Hak dan Kewajiban Dokter dan Pasien

Hak seorang dokter dalam menjalankan tugas profesinya diatur dalam

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 pasal 50 Tentang Praktik Kedokteran,

menyebutkan bahwa dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik

kedokteran mempunyai hak sebagai berikut:

a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai


dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar
prosedur operasional;
c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau
keluarganya; dan
d. Menerima imbalan jasa.

Fred Ameln menyatakan bahwa dokter mempunyai hak, yaitu:

1. Hak yang terpenting dari seorang dokter, hak untuk bekerja menurut

standar medik.

71
Agus Budianto dan Gwendolyn Ingrid Utama, Aspek Jasa Pelayanan Kesehatan Dalam
Perspektif Perlindungan Pasien. (Bandung: Karya putra darwati, 2010), hal. 198.

Universitas Sumatera Utara


55

2. Hak menolak melaksanakan tindakan medik karena secara profosional

tidak dapat mempertanggungjawabkannya

3. Hak untuk menolak suatu tindakan medik yang menurut suara hatinya

tidak baik.

4. Hak untuk mengakhiri hubungan dengan seorang pasien jika ia menilai

bahwa kerja sama pasien dengan dia tidak lagi ada gunanya. Misalnya

dokter memberikan instruksi pengobatan yang perlu dan wajib

dilaksanakan oleh pasien, tetapi pasien berkali-kali tidak mengikutinya

sebagian maupun keseluruhannya tanpa memperlihatkan suatu

penyesalan tapi tiap kali hanya mengemukakan bahwa ia lupa.

5. Hak atas privacy dokter.

Pasien harus menghargai dan menghormati hal yang menyangkut

privacy dokter, misalnya jangan memperluas hal yang sangat pribadi

dari dokter yang ia ketahui sewaktu mendapatkan pengobatan

6. Hak atas informasi/pemberitahuai pertama dalam menghadapi pasien

yang tidak puas terhadapnya. Jika seorang pasien tidak puas dan ingin

mengajukan keluhan maka dokter mempunyai hak agar pasien tersebut

bicara dahulu dengannya sebelum mengambil langkah lain misalnya

melaporkan kepada IDI atau mengajukan gugatanperdata atau tuntutan

pidana

7. Hak atas balas jasa

Universitas Sumatera Utara


56

8. Hak atas pemberian penjelasan lengkap oleh pasien tentang penyakit

yang dideritanya. Misalnya, agar dokter dapat mendiagnosa dengan

baik pasien pula harus bekerjasama sebaik mungkin

9. Hak untuk membela diri

10. hak untuk memilik pasien Hak ini sama sekali tidak merupakan hak

mutlak. Lingkungan sosial merupakan hal yang sangat mempengaruhi

hak ini.

11. Hak untuk menolak untuk memberi keterangan tentang pasien di

Pengadilan. Perlu diketahui Pasal 224 KUHP yang mengatur

keharusan untuk memberikan kesaksian dalam suatu prosedur

Pengadilan. Seorang dokter dapat meminta agar untuk dia dapat

diterapkan Pasal 170 KUHP dimana diatur dalam ayat 1 pembebasan

kewajiban untuk memberikan keterangan sebagai saksi, yaitu tentang

hal yang dipercayakan pada mereka.72

Kemudian mengenai kewajiban seorang dokter dalam menjalankan profesinya

juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran. Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran

mempunyai kewajiban :

a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar


prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai
keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan
juga setelah pasien itu meninggal dunia;

72
Fred Ameln, Op. Cit, hal. 64-65

Universitas Sumatera Utara


57

d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali


bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya;
dan
e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran atau kedokteran gigi.

Kewajiban dokter dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia dikelompokkan atas

empat kelompok, yakni:

1. Kewajiban Umum

a. Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan


sumpah dan atau janji dokter.
b. Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan
profesionalsecara independen,danmempertahankan perilaku profesional
dalam ukuran yang tertinggi.
c. Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhioleh sesuatu yangmengakibatkan hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi.
d. Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat
memuji diri .
e. Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan
psikis maupun sik, wajib memperoleh persetujuan pasien/ keluarganya dan
hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.
f. Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau
menerapkan setiappenemuan teknik atau pengobatan baru yangbelum diuji
kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan
masyarakat.
g. Seorang dokter waajib hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang
telah diperiksa sendiri kebenarannya.
h. Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya, memberikan
pelayanan secara kompeten dengan kebebasan teknis dan moral
sepenuhnya,disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan
atas martabat manusia.
i. Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien
dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya pada saat
menanganipasien dia ketahuimemiliki kekurangan dalam karakter atau
kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan.
j. Seorang dokter wajibmenghormati hak-hak- pasien, teman sejawatnya,
dan tenaga kesehatan lainnya, serta wajibmenjaga kepercayaan pasien.
k. Setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya melindungi
hidup makhluk insani.
l. Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib memperhatikan
keseluruhan aspekpelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan

Universitas Sumatera Utara


58

rehabilitatif), baik sik maupun psiko-sosial-kultural pasiennya serta


berusaha menjadi pendidik dan pengabdi sejati masyarakat.
m. Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat lintas sektoral di
bidang kesehatan, bidang lainnya dan masyarakat, wajib saling
menghormati

2. Kewajiban Dokter Terhadap Pasien

a. Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh


keilmuan dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia
tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas
persetujuan pasien/ keluarganya, ia wajibmerujukpasien kepadadokter
yang mempunyai keahlian untuk itu.
b. Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa
dapat berinteraksi dengan keluargadan penasihatnya, termasuk dalam
beribadat dan atau penyelesaian masalah pribadi lainnya.
c. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentangseorangpasien,bahkan jugasetelah pasien itumeninggaldunia.
d. Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagaisuatu wujud
tugasperikemanusiaan, kecualibilaia yakin ada oranglain bersediadan
mampu memberikannya.

3. Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat

a. Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri


ingin diperlakukan.
b. Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat,
kecualidengan persetujuan keduanya atauberdasarkan prosedur yang etis.

4. Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri

a. Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja


dengan baik.
b. Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi kedokteran/kesehatan.

Hak dan kewajiban ini tidak hanya dimiliki oleh dokter saja namun hal ini

juga dimiliki oleh pasien yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun

2004 tentang Praktik Kedokteran. Hak pasien terdapat dalam pasal 52 yaitu:

Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:

Universitas Sumatera Utara


59

a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. Menolak tindakan medis; dan
e. Mendapatkan isi rekam medis.

Kewajiban pasien terdapat dalam Pasal 53 yaitu:

a. Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran,


mempunyai kewajiban:
b. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya;
c. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
d. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
e. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Hak dan kewajiban seorang dokter terdiri atas 6 sifat dasar yang dilakukan

oleh dokter yaitu : 1. Sifat ketuhanan, 2. Kemurnian niat, 3. Keluhuran budi, 4.

Kerendahan hati, 5. Kesungguhan kerja, 6. Integritas ilmiah dan sosial. Keenam

sifat dasar ini akan teraplikasi dan beberpa sikap dokter terhadap pasiennya antara

lain : 73

1. Munculnya profesionalisme seorang dokter


- Terbuka, yaitu memberikan informasi yang dibutuhkan oleh seorang
pasien baik diminta ataupun tidak diminta. Dokter harus juga
memberikan penjelasan yang jujur dan terbuka.
- Punya waktu yang cukup, yaitu seorang dokter harus mempunyai
waktu yang cukup dalam melayani pasiennya, sehingga pasien tersebut
merasa puas terhadap palayanan dokter tersebut.
2. Mempunyai minat yang besar untuk menolong
3. Tumbuhnya sikap empati dokter terhadap pasien yang dihadapinya
4. Peka terhadap situasi dan kodisi lingkungan pada saat itu
5. Mampu mengenal dan mengatasi masalah

73
Dokter Arief “Hak dan kewajiban seorang dokter” ,
https://dokterarief.blogspot.com/2010/08/hak-dan-kewajiban-seorang-dokter.html, diakses pada
tanggal 12 Januari 2020 Pukul 17:00 Wib.

Universitas Sumatera Utara


60

C. Hubungan Dokter dengan Pasien

Dalam menjalankan profesinya dokter selalu memiliki hubungan baik itu

dengan pihak-pihak medis secara umum dan hubungan dengan pasien secara

khusus. Antara dokter dan pasien memiliki hubungan yang saling bergantung,

dokter sebagai pihak yang menawarkan jasa kesehatan dan pasien sebagai pihak

yang memerlukan dokter guna kesembuhannya ataupun hubungan lain yang

mensyaratkan bahwa dokter dan pasien sama-sama memiliki hubungan satu sama

lain. Terkait perjanjian teraupetik, maka lebih dikhususkan bahwa hubungan

antara dokter dan pasien secara langsung mengarah kepada persetujuan di pihak

dokter untuk melakukan penyembuhan atas keluhan yang diberikan pasien dan

persetujuan di pihak pasien untuk bersedia dilakukan penanganan oleh dokter.

Hubungan hukum antara pasien dengan dokter dapat terjadi antara lain

karena pasien sendiri yang mendatangi dokter untuk meminta pertolongan

mengobati sakit yang dideritanya, dalam keadaan seperti ini terjadi persetujuan

kehendak antara kedua belah pihak, dan terjadi hubungan hukum yang bersumber

dari kepercayaan pasien terhadap dokter, sehingga pasien bersedia memberikan

persetujuan. Kepatuhan pasien terhadap proses pengobatan dan nasihat yang

diberikan oleh dokter akan tercapai bila dokter dapat mengadakan komunikasi

timbal balik yang baik terhadap pasiennya. Dokter yang bersedia mendengarkan

pendapat dan keluhan pasien, akan menyebabkan pasien lebih bersedia mematuhi

proses upaya penyembuhan sehingga tujuan perjanjian yaitu kesembuhan dapat

tercapai.

Universitas Sumatera Utara


61

Hubungan dokter dan pasien yang didasarkan pada transaksi terapeutik,

pada prinsipnya harus tetap memperhatikan objek sahnya suatu perjanjian

sebagaimana yang dimaksudkan dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, yang

unsur-unsurnya sebagai berikut :

1. Adanya kesepakatan dari mereka yang saling mengikatkan dirinya;

2. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Menegani suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal atau diperbolehkan

Hubungan antara dokter dan pasien atau lazim disebut dengan perjanjian

(transaksi) terapeutik dikatagorikan pada perjanjian Inspaningverbitenis (suatu

perikatan upaya). Seorang dokter berkewajiban di dalam memberikan pelayanan

kesehatan harus dengan penuh kesungguhan, dengan mengerahkan seluruh

kemampuannya sesuai dengan standar ilmu pengetahuan kedokteran yang baik.

Sehingga yang dituntut dari dokter adalah upaya maksimal dalam melakukan

terapi yang tepat guna kesembuhan pasien. Penyimpangan yang dilakukan oleh

seorang dokter dari prosedur medis, maka bisa saja dokter telah melakukan cidera

janji (wanprestasi) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1329 KUHPerdata dan

apabila tindakan dokter tersebut berakibat merugikan pasien dan merupakan

perbuatanyang melawan hukum, sehingga ketentuan Pasal 1365 dan Pasal 1366

KUHPerdata sebagai dasar untuk mengajukan tuntutan.74

74Feri Antoni Surbakti, “Hubungan Hukum Antara Dokter Dan Pasien Dalam Transaksi
Terapuetik”, http://feriantonisurbakti.blogspot.com/2013/08/hubunganhukum-antara-dokter-dan-
pasien.html?m=1 , diakses pada tanggal 12 Januari 2020, Pukul 20:00 Wib.

Universitas Sumatera Utara


62

Secara yuridis timbulnya hubungan antara dokter dan pasien bisa

berdasarkan dalam dua hal, yaitu:75

1. Berdasarkan perjanjian

Timbulnya hubungan hukum antara dokter dengan pasien berdasarkan

perjanjian mulai terjadi saat pasien datang ketempat praktek dokter atau ke rumah

sakit dan dokter menyanggupinya dengan dimulai anamnesa ( tanya jawab ) dan

pemeriksaan oleh dokter. Dari seorang dokter harus dapat diharapkan bahwa ia

akan berusaha sebaik mungkin untuk menyembuhkan pasiennya. Dokter tidak

bisa menjamin bahwa ia pasti akan dapat menyembuhkan penyakit pasiennya,

karena hasil suatu pengobatan sangat tergantung kepada banyak faktor yang

berkaitan ( usia, tingkat keseriusan penyakit, macam penyakit, komlikasi dan lain-

lain ). Dengan demikian maka perjanjian antara dokter - pasien itu secara yuridis

dimasukkan kedalam golongan inspanningsverbitenis.

Namun adapula alasan lain yang menyebabkan timbulnya hubungan

hukum antara dokter dengan pasien, yaitu karena pasien yang sangat mendesak

untuk segera pertolongan dari dokter, misalnya karena terjadi kecelakaaan lalu

lintas, terjadi bencana alam maupun karena situasi lain yang menyebabkan

keadaan pasien sudah gawat, sehingga sangat sulit bagi dokter yang menangani

untuk mengetahui dengan pasti kehendak pasien. Dalam keadaan seperti ini

dokter langsung melakukan apa yang disebut dengan zaakwarneming

sebagaimana diatur dalam Pasal 1354 KUHPerdata, yaitu suatu bentuk hubungan

75
Yunanto, Pertanggung Jawaban Dokter dalam Transaksi Terapeutik, Tesis Mkn,
Universitas Diponegoro, Semarang:2009, hal. 43.

Universitas Sumatera Utara


63

hukum yang timbul karena tidak adanya persetujuan tindakan medis terlebih

dahulu, melainkan karena keadaan yang memaksa atau keadaan darurat.

Hubungan antara dokter dengan pasien seperti ini merupkan salah satu ciri

transaksi terapeutik yang membedakannya sengan perjanjian biasa sebagaimana

diatur dalam KUHPerdata. Sedangkan segala peraturan yang mengatur tentang

perjanjian tetaplah harus tunduk pada peraturan dan ketentuan dalam

KUHPerdata.Dalam Pasal 1319 KUHPerdata dinyatakan bahwa “Semua

perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus,maupun yang tidak dikenal

dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam

bab ini dan bab yang lalu.

Hubungan interaksi antara dokter dengan pasien dalam transaksi terapeutik

merupakan hubungan yang sangat pribadi antara individu dengan individu.

Hubungan antara dokter dengan pasien ini berawal dari pola hubungan vertikal

paternalistik seperti antara bapak dengan anak yang bertolak dari prinsip “father

know the best” yang melahirkan hubungan yang bersifat paternalistik.76

Hubungan hukum kontraktual yang terjadi antara pasien dan dokter tidak

dimulai dari saat pasien memasuki tempat peraktek dokter sebagaimana yang

diduga banyak orang, tetapi justru sejak dokter menyatakan kesediaannya yang

dinyatakan secara lisan (oral statement) atau yang tersirat (implied statement)

dengan menunjukkan sikap atau tindakkan yang menyimpulkan kesediaan, seperti

misalnya menerima pendaftaran, memberikan nomor urut, menyediakan serta

76
Hermein Hadiati Koeswadji, Hukum Kedokteran. (Bandung: Citra Aditya Bhakti,
1998),hal. 24.

Universitas Sumatera Utara


64

mencatat rekam medisnya dan sebagainya. Dengan kata lain hubungan terapeutik

juga memerlukan kesediaan dokter. Hal ini sesuai dengan asas konsensual

berkontrak.77

2. Berdasarkan Undang-Undang

Berdasarkan dengan rumusan Pasal 1233 KUHPerdata dinyatakan bahwa

“Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan ataupun baik karena

undang-undang”. Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibedakan

menjadi dua macam, yaitu: Perikatan yang lahir dari undang-undang saja , contoh

hubungan antara anak dan orang tua, kedua perikatan yang lahir karna perbuatan

manusia dapat dibedakan menjadi perbuatan yang dibolehkan dan perbuatan

melanggar hukum (onrechmaatigedaad) Di Indonesia perbuatan melanggar

hukum diatur dalam KUHPerdata pasal 1365 tentang perbuatan melanggar hukum

(onrechtmatigedaad) dinyatakan bahwa “Setiap perbuatan yang melanggar hukum

sehingga membawa kerugian pada orang lain, maka si pelaku yang menyebabkan

kerugian tersebut berkewajiban untuk mengganti kerugian tersebut.78

Jika seorang dokter tidak memenuhi syarat yang ditentukan diatas, maka ia

dapat dianggap telah melakukan pelanggaran hukum, melanggar ketentuan yang

ditentukan oleh Undang-Undang karena tindakannya bertentangan dengan asas

kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dapat diharapkan

daripadanya dalam pergaulan sesama warga masyarakat. Sedangkan yang

77
Endang Kusumah Astuti, Hubungan Hukum Antara Dokter Dan Pasien Dalam Upaya
Pelayanan Medis,( Semarang:Bayu Media Publishing, 2003), hal .4
78
Purwahid Patrik, Op.cit. hal 32.

Universitas Sumatera Utara


65

dimaksud dengan “kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati “ tersebut adalah:

standar-standar dan prosedur profesi medis didalam melakukan suatu tindakan

medis tertentu. Namun standar-standar tersebut juga bukan suatu tindakan yang

tepat karena waktu-waktu tertentu terhadapnya haruslah diadakan evaluasi untuk

dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi 79. Namun tidak

saja terhadap suatu perbuatan yang dilakukan, tetapi juga terhadap suatu kelalaian

yang menyebabkan kerugian kepada orang lain dapat pula dimintakan

penggantian kerugian. Dalam Pasal 1366 KUHPerdata dinyatakan bahwa “Setiap

orang bertanggungjawab tidak saja terhadap kerugian yang ditimbulkan karena

suatu tindakan, tetapi juga yang diakibatkan oleh suatu kelalaian atau kurang

hatihati”. Selain itu seseorang juga bertanggungjawab terhadap tindakan atau

kelalaian/kurang hati-hati dari orang-orang yang berada dibawah perintahnya. Hal

ini terdapat dalam Pasal 1376 KUHPerdata dinyatakan bahwa “Seorang tidak saja

bertanggung jawab terhadap kerugian yang dtimbulkan oleh dirinya sendiri, tetapi

juga bertanggung jawab terhadap tindakan dari orang-orang yang berada dibawah

tanggung jawabnya atau di sebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah

pengawasannya.80

Hubungan antara dokter dengan pasien atau lazim disebut dengan

perjanjian (transaksi) terapeutik dikategorikan pada perjanjian Inspaningverbiteis

(suatu perikatan upaya). Seorang dokter berkewajiban dalam memberikan

pelayanan kesehatan harus dengan penuh kesungguhan, dengan mengerahkan

seluruh kemampuannya sesuai dengan standart ilmu pengetahuan kedokteran yang


79
J. Guwandi, (1) Op.cit., hal 47.
80
Ibid

Universitas Sumatera Utara


66

baik. Sehingga yang dituntut dari dokter adalah upaya maksimal dalam

melakukan terapi yang tepat guna kesembuhan pasien. Hubungan pasien dan

dokter merupakan hubungan yang erat dan kompleks, keeratan hubungan antara

pasien karena diharuskan adanya rasa saling kepercayaan dan keterbukaan. Dalam

hubungan pasien dengan dokter masing-masing pihak memiliki hak dan

kewajiban.81

Beberapa ahli yang telah melakukan penelitian tentang hubungan antara

dokter dan pasien, baik dibidang medis, sosiologis maupun antropologis

sebagaimana dikutip oleh Veronica Komalawati menyatakan sebagai berikut:82

a. Russel, menyatakan bahwa hubungan antara dokter dan pasien lebih

merupakan hubungan kekuasaan, yaitu hubungan antara pihak yang

memiliki wewenang (dokter) sebagai pihak yang aktif, dengan pasien yang

menjalankan peran kebergantungan sebagai pihak yang pasif dan lemah

b. Freidson, Freeborn dan Darsky, menyebutkan bahwa hubungan antara

dokter dan pasien merupakan pelaksanaan kekuasaan medis oleh dokter

terhadap pasien

c. Schwarz dan Kart, mengungkapkan adanya pengaruh jenis praktik dokter

terhadap perimbangan kekuasaan antara pasien dengan dokter dalam

hubungan pelayanan kesehatan. Dalam praktik dokter umum, kendali ada

pada pasien karena kedatangannya sangat diharapkan oleh dokter tersebut,

sedangkan pada praktik dokter spesialis, kendali ada pada dokter umum

81
J. Guwandi ,(1) Op.cit., hal 13.
82
VeronicaKomalawati, Hukum dan Etika Dalam Praktik Dokter, (Jakarta: Sinar
Harapan, 1989), hal. 43- 45.

Universitas Sumatera Utara


67

sebagai pihak yang merujuk pasiennya untuk berkonsultasi pada dokter

spesialis yang dipilihnya. Hal ini berarti bahwa hubungan pasien dengan

dokter umum lebih seimbang daripada hubungan pasien dengan dokter

spesialis.

d. Kisc dan Reeder, meneliti seberapa jauh pasien dapat memegang kendali

hubungan dan menilai penampilan kerja suatu mutu pelayanan medis yang

diberikan dokter kepada pasiennya. Dalam penelitian ini ditemukan

adanya beberapa faktor yang dapat mempengaruhi peran pasien dalam

hubungan pelayanan medis, antara lain jenis praktik dokter (praktik

indevidual atau praktik bersaa), atau sebagai dokter dalam suatu lembaga

kedokteran. Masing-masing kedudukan tersebut merupakan variabel yang

diperlukan yang dapat memberikan dampak terhadap mutu pelayanan

medis yang diterimanya.

e. Szasz dan Hollender, mengemukakan tiga jenis prototip hubungan antara

dokter dan pasiennya, yaitu hubungan antar orang tua dan anak, antara

orang tua dan remaja, dan prototip hubungan antara orang dewasa.

Veronica Komalawati mengutip pendapat Thiroux mengatakan bahwa ada tiga

pandangan yang seharusnya antara dokter dan pasien, yaitu:83

1. Paternalisme, dokter harus berperan sebagai orang tua terhadap pasien atau

keluarganya. Hal ini disebabkan karena dokter mempunyai pengetahuan

yang superior tentang pengobatan, sedangkan pasien tidak memiliki

83
Veronica Komalawati, Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik, Op.cit,
hal. 47-48

Universitas Sumatera Utara


68

pengetahuan demikian sehingga harus mempercayai dokter dan tidak

boleh campur tangan dalam pengobatan yang dianjurkannya. Dalam

pandangan ini segala dan setiap keputusan tentang perawatan dan

pengobatan pasien termasuk informasi yang diberikan harus seluruhnya

berada dalam tangan dokter dan asisten profesional.

2. Individualisme, pasien mempunyai hak mutlak atas tubuh dan nyawanya

sendiri. Dalam pandangan ini segala dan setiap keputusan tentang

perawatan dan pengobatan pasien, termasuk mengenai pemberian

informasi kesehatannya berada dalam tangan pasien karena sepenuhnya

pasien yang mempunyai hak atas dirinya sendiri.

3. Reciprocal atau collegial, pasien dan keluarganya adalah anggota inti

dalam kelompok, sedangkan dokter, juru rawat dan profisional kesehatan

lainnya bekerja sama untuk melakukan yang terbaik bagi pasien dan

keluarganya. Dalam pandangan ini, kemampuan profosional dokter dilihat

sesuai dengan ilmu dan keterampilannya, dalam hal ini terutama mengenai

hak pasien untuk mendapatkan informasi tentang setiap prosudur yang

harus didasarkan persetujuan setelah diberi informasi secukupnya. Oleh

karena itu, keputusan yang diambil mengenai perawatan dan pengobatan

harus bersifat reciprocal (menyangkut memberi dan menerima)dan

collegial (menyangkut suatu pendekatan kelompok atau tim yang setiap

anggotanya mempunyai masukan yang sama).

Universitas Sumatera Utara


69

D. Wewenang dan Tanggung Jawab Dokter Kecantikan

Wewenang adalah suatu hak yang telah ditetapkan dalam suatu tata-tertib

sosial untuk menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan, menentukan keputusan -

keputusan megenai persoalan-persoalan yang penting, dan untuk menyelesaikan

pertentangan-pertentangan.

Dokter dalam menangani pasien memiliki wewenang, yaitu:

1. Mewawancarai pasien;
2. Memeriksa fisik dan mental pasien;
3. Menentukan pemeriksaan penunjang;
4. Menegakkan diagnosis;
5. Menentukan penatalaksaan dan pengobatan pasien;
6. Melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi;
7. Menulis resep obat dan alat kesehatan;
8. Menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;
9. Menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan;
10. Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang berpraktik di
daerah terpencil yang tidak ada apotek.84

Berdasarkan wewenang dokter tersebut, maka dokter kecantikan memiliki

wewenang untuk:

1. Mewawancari pasien yaitu dalam hal konsultasi;

2. Menentukan pelaksanaan dan pengobatan pasien, yaitu dengan

memberikan anjuran terhadap tindakan yang dapat dilakukan dokter

terhadap pasien serta anjuran obat yang dapat digunakan pasien seperti

kapsul dan/atau krim yang dapat digunakan;

84
Nur Hariandi. 2013, (Tips Hukum: Wewenang, Kewajiban dan Hak Dokter),
http://www.gresnews.com/berita/tips/1748115-tips-hukum-kewenangan-kewajiban-dan-hak-
dokter/0/, diakses pada tanggal 13 Januari 2020 pukul 17:30 Wib.

Universitas Sumatera Utara


70

3. Melakukan tindakan kedokteran yaitu perawatan kecantikan kepada

pasien.

Tanggung jawab adalah keadaan di mana seorang wajib menanggung segala

perbuatannya bila terjadi hal yang tidak diinginkan boleh dituntut, dipersalahkan

atau diperkarakan.

Dokter sebagai tenaga professional bertanggung jawab dalam setiap tindakan

medis yang dilakukan terhadap pasaien. Dalam menjalankan tugas profesionalnya

didasarkan pada niat baik yaitu berupaya dengan sungguh-sungguh berdasarkan

pengetahuannya yang dilandasi dengan sumpah dokter, kode etik kedokteran dan

standar profesinya untuk menyembuhkan atau menolong pasien. Tanggung jawab

dokter antara lain adalah:

1. Tanggung jawab etis

Peraturan yang mengatur tanggung jawab etis dari seorang dokter adalah Kode

Etik Kedokteran Indonesia dan Lafal Sumpah Dokter. Kode etik adalah pedoman

perilaku. Kode Etik Kedokteran Indonesia dikeluarkan dengan Surat Keputusan

Menteri Kesehatan no. 434 / Men.Kes/SK/X/1983.85

Kode Etik Kedokteran Indonesia ini mengatur hubungan antar manusia yang

mencakup kewajiban umum seorang dokter, hubungan dokter dengan pasiennya,

kewajiban dokter terhadap sejawatnya dan kewajiban dokter terhadap diri sendiri.

Pelanggaran terhadap butir-butir Kode Etik Kedokteran Indonesia ada yang

merupakan pelanggaran etik sematamata dan ada pula yang merupakan


85
Endang Kusumah Astuti,Op.cit, hal. 9

Universitas Sumatera Utara


71

pelanggaran etik dan sekaligus pelanggaran hukum. Pelanggaran etik tidak selalu

berarti pelanggaran hukum, sebaliknya pelanggaran hukum tidak selalu

merupakan pelanggaran etik kedokteran. 86

2. Tanggung Jawab Profesi

Tanggung jawab profesi dokter berkaitan erat dengan profesionalisme seorang

dokter. Profesionalisme seorang dokter berkaitan dengan:

a. Pendidikan, pengalaman dan kualifikasi lain

Dalam menjalankan tugas profesinya seorang dokter harus mempunyai

derajat pendidikan yang sesuai dengan bidang keahlian yang ditekuninya.

Dengan dasar ilmu yang diperoleh semasa pendidikan di fakultas kedokteran

maupun spesialisasi dan pengalamannya untuk menolong penderita. 87

b. Derajat risiko perawatan

Derajat risiko perawatan diusahakan untuk sekecil-kecilnya, sehingga

efek samping dari pengobatan diusahakan seminimal mungkin. Di samping itu

mengenai derajat risiko perawatan harus diberitahukan terhadap penderita

maupun keluarganya, sehingga pasien dapat memilih alternatif dari perawatan

yang diberitahukan oleh dokter tetapi informasi mengenai derajat perawatan

timbul kendala terhadap pasien atau keluarganya dengan tingkat pendidikan

86
Ibid
87
Ibid

Universitas Sumatera Utara


72

rendah, karena telah diberi informasi tetapi dia tidak bisa menangkap dengan

baik.88

3. Tanggung jawab hukum

Tanggung jawab seorang dokter dalam bidang hukum terbagi dalam 3

(tiga) bagian, yaitu:

a. Tanggung jawab hukum dokter dalam bidang hukum pidana

Tanggung jawab pidana di sini timbul apabila dapat dibuktikan adanya

kesalahan profesional, misalnya kesalahan dalam diagnosa atau kesalahan

dalam cara-cara pengobatan atau perawatan.

Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal

malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana

yakni:

- Perbuatan tersebut merupakan perbuatan tercela

- Dilakukan dengan sikap batin yang salah yang berupa kesengajaan,

kecerobohan atau kealpaan.

Criminal malpractice yang bersifat sengaja misalnya melakukan

euthanasia (Pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 322 KUHP),

membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa

indikasi medis (pasal 299 KUHP). Criminal malpractice yang bersifat

ceroboh misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien

88
Ibid

Universitas Sumatera Utara


73

informed consent dan criminal malpractice yang bersifat lalai yaitu misalnya

kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien,

ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi. Pertanggung

jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/

personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau

kepada rumah sakit/sarana kesehatan. 89

Dalam literatur hukum kedokteran negara Anglo-Saxon antara lain dari

Taylor dikatakan bahwa seorang dokter baru dapat dipersalahkan dan digugat

menurut hukum apabila dia sudah memenuhi syarat 4D, yaitu :

Duty(Kewajiban), Derelictions of That Duty (Penyimpangan kewajiban),

Damage (Kerugian), Direct Causal Relationship (Berkaitan langsung).90

Duty atau kewajiban bisa berdasarkan perjanjian (ius contractu) atau

menurut undang-undang (ius delicto) adalah kewajiban dokter untuk bekerja

berdasarkan standar profesi serta kewajiban dokter untuk memperoleh

informed consent, dalam arti wajib memberikan informasi yang cukup dan

mengerti sebelum mengambil tindakannya. Informasi itu mencakup antara

lain: risiko yang melekat pada tindakan, kemungkinan timbul efek sampingan,

alternatif lain jika ada, apa akibat jika tidak dilakukan dan sebagainya.

89
Rully Novian,”Pengertian malpraktik”,
https://lawrully.wordpress.com/2011/02/25/pengertian-malpraktik/amp/., diakses pada tanggal 18
Januari 2020, pukul 01:00 Wib.
90
Endang Kusumah Astuti,Op.cit, hal .15.

Universitas Sumatera Utara


74

Peraturan tentang persetujuan tindakan medis (informed consent) sudah diatur

dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 20 Tahun 2019.91

Penentuan bahwa adanya penyimpangan dari standar profesi medis

(Dereliction of the Duty) adalah sesuatu yang didasarkan atas fakta-fakta

secara kasuistis yang harus dipertimbangkan oleh para ahli dan saksi ahli.

Namun sering kali pasien mencampur adukkan antara akibat dan kelalaian.

Bahwa timbul akibat negatif atau keadaan pasien yang tidak bertambah baik

belum membuktikan adanya kelalaian. Kelalaian itu harus dibuktikan dengan

jelas. Harus dibuktikan dahulu bahwa dokter itu telah melakukan “breach of

duty”. 92

Damage berarti kerugian yang diderita pasien itu harus berwujud dalam

bentuk fisik, finansial, emosional atau berbagai kategori kerugian lainnya, di

dalam kepustakaan dibedakan: Kerugian umum (general damages) termasuk

kehilangan pendapatan yang akan diterima, kesakitan dan penderitaan dan

kerugian khusus (special damages) kerugian finansial nyata yang harus

dikeluarkan, seperti biaya pengobatan, gaji yang tidak diterima.93Sebaliknya

jika tidak ada kerugian, maka juga tidak ada penggantian kerugian. Direct

causal relationship berarti bahwa harus ada kaitan kausal antara tindakan yang

dilakukan dengan kerugian yang diderita.

b. Tanggung jawab hukum dokter dalam bidang hukum administrasi

91
Ibid
92
Ibid
93
Ibid

Universitas Sumatera Utara


75

Tindakan dokter yang dikategorikan sebagai administrative malpractice

adalah menjalankan praktek tanpa izin, melakukan tindakan medis yang tidak

sesuai dengan izin yang dimiliki, melakukan praktek dengan menggunakan

izin yang sudah daluwarsa dan tidak membuat rekam medis. Tindakan

administratif dapat berbentuk tegoran (lisan atau tertulis), mutasi, penundaan

kenaikan pangkat, penurunan jabatan, skorsing bahkan sampai pemecatan. 94

Pasal 11 Undang-Undang No. 6 Tahun 1963 menyatakan:


“sanksi administratif dapat dijatuhkan terhadap tenaga kesehatan yang
melalaikan kewajiban, melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh
diperbuat oleh seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya
maupun mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan, mengabaikan sesuatu
yang seharusnya dilakukan oleh dokter dan melanggar ketentuan menurut atau
berdasarkan Undang-Undang ini.”
c. Tanggung jawab hukum dokter dalam bidang hukum perdata

Seorang dokter dapat dituntut jika lalai yaitu

- Pertama, ia dapat memilih pelaksanaan perjanjian, meskipun pelaksanaan

ini sudah terlambat.

- Kedua, ia dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang

dideritanya, karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan, atau

dilaksanakan tetapi tidak sebagaimana mestinya.

- Ketiga, ia dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan

penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya

pelaksanaan perjanjian.

94
Amrah Muslim, Beberapa Azas dan Pengertian Pokok tentang Administrasi dan Hukum
Administrasi, (Bandung: Alumni, 1985), hal 140.

Universitas Sumatera Utara


76

- Keempat, dalam hal suatu perjanjian yang meletakkan kewajiban timbal

balik, kelalaian satu pihak memberikan hak pada pihak lainnya untuk

meminta pada hakim supaya perjanjian dibatalkan, disertai dengan

permintaan penggantian kerugian.

Pada dasarnya pertanggungjawaban perdata itu bertujuan untuk

memperoleh ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh pasien akibat adanya

wanprestasi atau perbuatan melawan hukum dari tindakan dokter.95

Gugatan untuk membayar ganti rugi atas dasar persetujuan atau perjanjian

yang terjadi hanya dapat dilakukan bila memang ada perjanjian dokter dengan

pasien. Perjanjian tersebut dapat digolongkan sebagai persetujuan untuk

melakukan atau berbuat sesuatu. Perjanjian itu terjadi bila pasien memanggil

dokter atau pergi ke dokter, dan dokter memenuhi permintaan pasien untuk

mengobatinya. Dalam hal ini pasien akan membayar sejumlah honorarium.

Sedangkan dokter sebenarnya harus melakukan prestasi menyembuhkan

pasien dari penyakitnya. Tetapi penyembuhan itu tidak pasti selalu dapat

dilakukan sehingga seorang dokter hanya mengikatkan dirinya untuk

memberikan bantuan sedapat-dapatnya, sesuai dengan ilmu dan ketrampilan

yang dikuasainya. Artinya, dia berjanji akan berdaya upaya sekuat-kuatnya

untuk menyembuhkan pasien.96

d. Tanggung jawab perdata dokter karena perbuatan melanggar hukum

(onrechtmatigedaad)

95
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, op.cit ,hal. 147.
96
Endang Kusumah Astuti, Op.cit, hal. 12.

Universitas Sumatera Utara


77

1) Berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata

Pasien dapat menggugat seorang dokter oleh karena dokter tersebut

telah melakukan perbuatan yang melanggar hukum, seperti yang diatur di

dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Didalam Pasal 1365 tersebut dinyatakan

bahwa, Setiap perbuatan yang melanggar hukum, yang membawa kerugian

kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan

kerugian itu, mengganti kerugian.97

2) Berdasarkan Pasal 1366 KUHPerdata

Seorang dokter selain dapat dituntut atas dasar wanprestasi dan

melanggar hukum seperti tersebut di atas, dapat pula dituntut atas dasar

lalai, sehingga menimbulkan kerugian. Gugatan atas dasar kelalaian ini

diatur dalam Pasal 1366 KUHPerdata, didalam pasal tersebut dinyatakan

bahwa, Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang

disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang

disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya.98

3) Berdasarkan Pasal 1367 KUHPerdata

Seseorang harus memberikan pertanggungjawaban tidak hanya atas

kerugian yang ditimbulkan dari tindakannya sendiri, tetapi juga atas

kerugian yang ditimbulkan dari tindakan orang lain yang berada di bawah

pengawasannya. Dengan demikian maka pada pokoknya ketentuan Pasal

97
J.Satrio, Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti,1993) ,hal. 139.
98
Endang Kusumah Astuti, Op.cit,hal. 13.

Universitas Sumatera Utara


78

1367 BW mengatur mengenai pembayaran ganti rugi oleh pihak yang

menyuruh atau yang memerintahkan sesuatu pekerjaan yang

mengakibatkan kerugian pada pihak lain tersebut.

e. Tanggung jawab hukum dokter menurut Undang-Undang Praktik

Kedokteran

Berdasarkan ketentuan Pasal 64 UUPK, apabila terjadi kesalahan yang

melibatkan pelayanan kesehatan oleh dokter maka pengaduan diajukan

kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Pengaduan

berhubungan dengan kesalahan dalam pelaksanaan tugas dokter ditentukan

dalam Pasal 66 ayat (1) UUPK yang menyatakan bahwa setiap orang yang

mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter

gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis

kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. 99

Disamping dapat mengadukan kerugian yang dideritanya kepada Majelis

Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, pihak yang dirugikan atas

kesalahan pelayanan dokter juga dapat melaporkan tentang adanya dugaan

tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian

secara perdata ke pengadilan. Langkah- langkah yang dapat dilakukan

menurut UU Praktik Kedokteran berhubungan dengan kesalahan pelayanan

kesehatan yang dilakukan dokter terhadap pasien adalah sebagai berikut:100

99
Y.A. Triana Ohoiwutun. Bunga Rampai Hukum Kedokteran. (Malang : Bayumedia,
2007).hal 75.
100
Ibid

Universitas Sumatera Utara


79

1) Pengaduan dapat dilakukan oleh setiap orang, yaitu orang yang secara

langsung mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan

dokter atau dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran,

termasuk korporasi yang dirugikan kepentingannya.

2) Pengaduan ditujukan kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin

Kedokteran Indonesia secara tertulis, namun apabila pihak pengadu

tudak dapat mengajukan pengaduan secara tertulis maka pengaduan

dapat dilakukan secara lisan.

3) Pengajuan pengaduan kepada Majelis Kehormatan Disiplin

Kedokteran dapat dilakukan bersamaan dengan penuntutan hukum

secara pidana maupun digugat secara perdata ke pengadilan.

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran berwenang untuk memeriksa

dan memberikan keputusan atas pengaduan yang diterima. Apabila ditemukan

adanya pelanggaran etika berdasarkan kode etik maka Majelis Kehormatan

Disiplin Kedokteran yang akan meneruskan pengaduan pada organisasi

profesi. Meskipun demikian dugaan kesalahan yang dilakukan oleh dokter

dalam menjalankan profesi tidak sekaligus menghilangkan proses verbal yang

dilakukan oleh aparat penegak hukum, baik secara perdata maupun pidana.101

F. Tanggung jawab hukum dokter menurut Undang-Undang Perlindungan

Konsumen

101
Ibid

Universitas Sumatera Utara


80

Pasal 19 ayat (1) UUPK dinyatakan bahwa “pelaku usaha bertanggung

jawab untuk memberi kan ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran,

dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang

dihasilkan atau diperdagangkan”. Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) UUPK

tersebut, kerugian yang diderita pasien akibat tindakan medis yang dilakukan

oleh dokter dapat dituntut berupa sejumlah ganti rugi. 102

E. Gambaran umum dan jenis pelayanan kecantikan pada klinik kecantikan

aaskincare kota Langsa

Kota Langsa adalah salah satu kota di Aceh, Indonesia. Kota Langsa

adalah kota yang menerapkan hukum Syariat Islam. Kota Langsa berada kurang

lebih 400 km dari kota Banda Aceh. Pada awalnya Kota Langsa berstatus Kota

Administratif sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 1991 tentang

Pembentukan Kota Administratif Langsa. Kota Administratif Langsa diangkat

statusnya menjadi Kota Langsa berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 tanggal 21

Juni 2001. Hari jadi Kota Langsa ditetapkan pada tanggal 17 Oktober 2001. Kota

Langsa terkenal sebagai kota pendidikan, kota perdagangan, kota

kuliner/makanan, dan kota wisata.

Mayoritas penduduk Kota Langsa adalah suku Aceh, suku Melayu, suku

Jawa, suku Tionghoa, dan suku Batak. Bahasa Aceh digunakan oleh mayoritas

masyarakat Kota Langsa, namun bahasa Indonesia tetap menjadi bahasa

utama. Agama Islam adalah agama mayoritas masyarakat Kota Langsa dan rakyat

102
Y.A. Triana Ohoiwutun, Op.cit, hal 72.

Universitas Sumatera Utara


81

Aceh umumnya. Hukum Syariat Islam menjadi aturan dasar dalam kehidupan

masyarakat Kota Langsa. Agama Kristen juga menjadi bagian dari populasi,

sementara Buddha banyak diadopsi oleh komunitas warga Tionghoa (China).

Kota Langsa merupakan kota yang kaya akan perbedaan etnis dan penduduk tetap

hidup dalam damai serta memiliki toleransi beragama yang kuat. Lokasi Kota

Langsa sangat dekat dengan Medan, ibu kota Provinsi Sumatra Utara, sehingga

menempatkan Kota Langsa sebagai kota yang strategis dan ramai imigran.

Meskipun kota Langsa merupakan kota yang strategis tapi masih

minimnya pelayanan kecantikan yang modern di kota tersebut. klinik aaskincare

melihat peluang tersebut dan membuka usaha klinik kecantikan di Kota Langsa

dengan harapan masyarakat Kota Langsa dapat terbantu dengan di bukanya klinik

tersebut karena tidak perlu pergi jauh ke luar kota untuk merawat kulit dan

wajahnya.

Klinik aa skincare merupakan klinik kecantikan yang sudah berdiri pada

tahun 2016 dan bertempat di jalan jendral sudirman Gp. Meutia kota Langsa

Provinsi Aceh. Klinik aa skincare ini mempunyai dua dokter yaitu dr. Maya

safriana lubis dan dr. Mariza Alwi Harahap kemudian memilik 11 perawat

kecantikan (beautician). Dr. Maya dan dr. Alwi bukan hanya seorang dokter di

klinik Aaskincare tersebut tetapi juga sebagai pemilik sah dari klinik tersebut. dr.

Maya dan dr. Alwi tidak dapat begitu saja membuka sebuah klinik, tetapi

berdasarkan undang-undang no.13 tahun 2014, tenaga kesehatan wajib memiliki

surat ijin praktek (SIP), salah satu syarat mendapatkannya harus memiliki Surat

tanda Registrasi , dimana masa berlakunya 5 tahun dan berakhir sesuai tanggal

Universitas Sumatera Utara


82

kelahiran dan untuk perpanjangnya juga. Untuk menerima surat tanda registrasi

(STR), dokter harus memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan,

pelatihan, dan atau agenda ilmiah lainnya dengan mengikuti Program

Pengembangan Keprofesian berkelanjutan (P2KB) atau Continuing Professional

Development (CFD).

Klinik Aaskincare memiliki beberapa macam treatment kecantikan yaitu:

1. Facial, merupakan perawatan kulit wajah yang dilakukan oleh ahli

kecantikan dengan cara membersihkan pori-pori pada kulit wajah yang

tersumbat, dengan cara ekstraksi dan dilanjutkan dengan masker.

Treatment facial terdiri dari beberapa jenis yaitu:

a. Facial Acne, merupakan perawatan yang dirancang untuk mengobati

akar penyebab jerawat dengan efek samping yang minimal, proses

estraksi dilakukan dengan melepaskan penumpukan minyak yang

berlebih dan membersihkan kotoran yang mungkin menyumbat pori-

pori. Manfaat facial acne yaitu:

- Mengatasi Jerawat Ringan- berat


- Mengeringkan Jerawat Radang
- Mengurangi Peradangan Jerawat
- Mengurangi Peradangan Sebum
- Mengatasi Beruntusan
- Menghilangkan bekas jerawat
- Mengatasi kulit kusam
- Mengatasi Pori-pori besar
- Merangsang Regenersi Sel KulitBaru

b. Facial Oxygen, merupakan perawatan wajah yang menggunakan

oksigen medis. Karena oksigen mampu merangsang pernapasan kulit,

Universitas Sumatera Utara


83

dengan bertambahnya jaringan pernapasan, metabolisme tubuh akan

terangsang untuk menghilangkan racun dan radikal bebas serta

memperlancar regenerasi sel.

Manfaat dari facial oxygen yaitu:

- Membuat wajah lebih bercahaya


- Wajah merona
- Bebas dari jerawat
- Menghilangkan racun
- Mengencangkan kulit

c. Facial PDT Mask, Photodynamic Therapy (PDT) adalah prosedur

kecantikan dan perawatan bedah non-invasifdannon ablatif (tidak

melukai) benar-benar alami untuk peremajaan kulit dengan

memasukkan obat fotosintesis untuk memancarkan terapi cahaya.

Cahaya dari LED berinteraksi dengan sel-sel dan merangsang mereka

untuk memproduksi kolagen baru dan elastin yang dapat meregenerasi

sel kulit baru.

Manfaat dari facial pdt mask yaitu:

- Menghilangkan kerutan dan bekas luka


- Menghilangkan pigmentasi berlebih
- Mengambalikan keremajaan kulit
- Melancarkan peredaran darah
- Menjadikan kulit lebih kencang

2. Akupuntur Wajah, merupakan seni pengobatan tradisional dari Cina yang

menggunakan penekanan pada titik-titik tubuh tertentu untuk mengalirkan

energi positif. Memiliki kegunaan untuk menyehatkan dan juga

menyembuhkan gejala-gejala penyakit.

Manfaat dari akupuntur wajah yaitu:

Universitas Sumatera Utara


84

- Memperlancar aliran darah


- Membuang panas atau kotoran wajah
- Mencerahkan wajah
- Menjaga kesehatan kulit wajah
- Mengobati dan mencegah jerawat
- Anti aging
- Menghilangkan rasa pusing dan sakit kepala
- Menyeimbangkan hormon
- Melancarkan pencernaan
- Menjaga kesehatan liver/hati dan mencegah munculnya penyakit
hati

3. Threadlift / tanam benang, merupakan proses pembentukan kolagen pada kulit

wajah dengan cara menanamkan benang di lapisan kulit. Benang yang digunakan

tentunya benang khusus yang aman untuk kulit.

Manfaat dari tanam benang yaitu:

- Mengencangkan kulit dan membuatnya lebih tirus


- Membuat Wajah dan Kulit lebih kencang
- Mengangkat bagian yang kendur
- Menghilangkan kerutan dan garis senyum
- Meninggikan Batang dan cuping hidung

4. Botox, merupakan proses untuk menghilangkan atau meminimalisir

munculnya kerutan dan tanda penuaan lainnya.

Manfaat dari botox, yaitu:

- Mengatasi kerutan wajah,


- Mengatasi kerutan dahi,
- Mengatasi garis senyum,
- Mengecilkan Rahang dan pengencangan serta merileksasikan otot.

5. Filler, merupakan prosedur dengan mengisi daerah-daerah yang rentan

kendur dengan cara menyuntikkan Hyaluronic Acid untuk mengembalikan

volume dan kekencangan natural wajah.

Manfaat dari filler yaitu:

- Menyamarkan garis dan kerutan pada wajah

Universitas Sumatera Utara


85

- Memperbaiki cekungan di wajah


- Memperaiki kantung bawah mata
- Menyamarkan garis senyum
- Memperbaiki pipi kempot
- Memancungkan hidung
- Memperbaiki bibir turun

6. Laser, merupakan perawatan kulit yang dilakukan oleh dokter dalam

mengatasi perbedaan warna kulit, bercak hitam maupun menghilangkan

tanda lahir pada kulit yang tidak di inginkan.

7. Dermal feeling, yaitu perawatan kulit yang dilakukan dokter dalam

mengatasi kulit yang kusam atau bercak hitam pada wajah dengan cara

mengaplikasikan caran yang dapat membuat kulit wajah mengelupas

secara ringan.

8. Totok aura, merupakan terapi yang memadukan dua metode, yaitupijit dan

tekan, serta tenaga dalam yang bisa langsung disalurkan ke wajah melalui

jari - jari tangan sang terapis sehingga manfaatnya dapat langsung

dirasakan.

Manfaat dari totok aura:

- Membentuk/menyeimbangkankonturwajah
- Memperlancar Peredaran Darah
- Mengencangkan Kulit
- Mengurangi Keriput
- Mengurangi Minyak Pada Wajah
- Membentuk Pipi
- Memperbaiki Struktur Tulang Rahang
- Mengatasi Wajah Kusam dan Kering.
- Menghilangkan Noda dan Flek Hitam

Universitas Sumatera Utara


86

F. Pengertian klinik dan klinik kecantikan

Klinik menurut kamus besar bahasa indonesia ialah: 1 (bagian) rumah

sakit atau lembaga kesehatan tempat orang berobat dan memperoleh advis medis

serta tempat mahasiswa kedokteran melakukan pengamatan terhadap kasus

penyakit yang diderita para pasien; 2 balai pengobatan khusus: -- keluarga

berencana -- penyakit paru-paru; 3 organisasi kesehatan yang bergerak dalam

penyediaan pelayanan kesehatan kuratif (diagnosis dan pengobatan), biasanya

terhadap satu macam gangguan kesehatan.

Secara yuridis pengertian klinik terdapat dalam pasal 1 peraturan menteri


kesehatan No. 9 tahun 2014 yaitu: “Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan
pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik”.
Pasal 2 peraturan menteri kesehatan No.9 tahun 2014 menyatakan:

1) Berdasarkan jenis pelayanan, Klinik dibagi menjadi: a. Klinik pratama;


dan b. Klinik utama.
2) Klinik pratama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan
Klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar baik umum
maupun khusus.
3) Klinik utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan
Klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik atau
pelayanan medik dasar dan spesialistik.
4) Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengkhususkan
pelayanan pada satu bidang tertentu berdasarkan cabang/disiplin ilmu atau
sistem organ.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Klinik dengan kekhususan pelayanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur oleh Menteri.

Klinik kecantikan merupakan klinik yang menawarkan jasa pelayanan

dermatologi. Dermatologi adalah spesialisasi medis yang membahas masalah

tentang kulit, rambut, kulit kepala, kuku, dan penyakit lain yang serupa. Sebagian

Universitas Sumatera Utara


87

besar dermatologi tidak terlepas dari masalah kulit dan perawatan.Hal ini

disebabkan oleh fakta bahwa kulit, sebagai organ terbesar di tubuh manusia,

rentan terhadap berbagai masalah kulit dan penyakit yang mempengaruhi orang di

seluruh dunia. Orang dari segala usia, dari bayi yang baru lahir sampai orang tua,

semua rentan terhadap masalah kulit. Begitu pula yang datang dalam berbagai

jenis, dari langka hingga masalah umum, dan dari akut hingga kronik.Penyakit

kulit dibagi menjadi empat (4) kategori utama, yaitu; penyakit kronis, masalah

kulit akut, infeksi kulit, dan perubahan warna kulit. Penyakit kulit kronis yang

merupakan masalah umum yang menjadi keluhan pasien yaitu jerawat103

G. Fungsi dan tujuan klinik kecantikan

Fungsi dari klinik kecantikan ialah tempat untuk melakukan konsultasi dan

perawatan terhadap tubuh, wajah, kulit dan rambut dengan dilakukan oleh ahli

kecantikan dan dokter spesialis.

Tujuan utama dari pembuatan klinik kecantikan yaitu pada umumnya

ingin membantu para pengunjungnya untuk terbebas dari jerawat, mendapatkan

keindahan wajah, tubuh dan rambut sehingga tampak cantik, bersih, sehat dan

natural dari rambut hingga ujung kaki. Selain itu juga menambah tingkat

kepercarayaan diri dari setiap pengunjung atau pasien dari klinik tersebut.

103
Cole Sirucek, dkk, “Apa itu Dermatologi: Gambaran Umum”,
https://www.docdoc.com/id/info/specialty/dermatologi, diakses pada tanggal 23 Januari 2020,
Pukul 13.00 Wib.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA DOKTER

ESTETIKA DENGAN PASIEN SEBELUM MELAKUKAN

TREATMENT KECANTIKAN DI KLINIK AASKINCARE

KOTA LANGSA

A. Bentuk Perjanjian antara Dokter dan Pasien di Klinik Aaskincare Kota

Langsa

Dalam hubungannya, dua orang yang akan melakukan suatu kegiatan

dengan jenis yang saling berkaitan dan secara bersama menyetujui untuk

melakukan kegiatan tersebut hendaknya membuat suatu kesepakatan yang dapat

dijadikan sebagai dasar perjanjian. Sama halnya dengan dokter dan pasien,

sebelum melakukan tindakan medis lebih lanjut maka diperlukan adanya

kesepakatan terlebih dahulu antara dokter dan pasien.

Pada klinik aaskincare kota langsa juga dilakukan perjanjian sebelum

kegiatan atau prosedur perawatan dilakukan. Lewat hasil wawancara, penulis

menemukan bahwa sebelum dilakukannya perjanjian antara dokter dan pasien di

klinik aaskincare, terdapat beberapa hal yang harus dilakukan terlebih dahulu. Dr.

Maya Safriana Lubis menjalaskan bahwa hal yang dilakukan sebelum melakukan

perjannjian antara lain:

a. Pasien menjabarkan keluhannya terlebih dahulu kepada dokter

88

Universitas Sumatera Utara


89

b. Pihak dokter akan menjelaskan tindakan-tindakan yang akan dilakukan ke

depannya;

c. Kemudian pihak dokter juga akan menjelaskan mengenai efek samping

yang mungkin ditimbulkan akibat dari beberapa tindkan kecantikan

tersebut.

d. Dokter juga akan menjelaskan mengenai manfaat dari treatment yang

dilakukan

e. Apabila pasien sudah mengerti dan paham mengenai hal-hal yang menjadi

pertimbangan sebelum dilakukannya perawatan, maka pihak pasien dan

dokter akan menyetujui lewat informed consent(tindakan persetujuan

medis).

Informed consent atau persetujuan medis adalah persetujuan yang sangat

penting dalam dunia medis, tindakan kedokteran seperti facial pun

seharusnyamenggunakan informed consent tetapi tidak di wajibkan karena resiko

yang dihasilkan dari facial itu resiko yang kecil. Yang perlu menggunakan

informed consent itu yang menimbulkan efek samping dan itu wajib hukumnya.

Tapi kalau terjadi sesuatu dan tidak ada informed consent dari pihak pasien bisa

menuntut klinik tetapi tidak mempunyai kekuatan hukum. Persetujuan tertulis itu

biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang mengandung resiko besar

sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.

585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 69

butir 3 yaitu setiap tindakan medis yang mengandung resiko yang besar

mengharuskan adanya persetujuan tertulis setelah sebelumnya pihak pasien

Universitas Sumatera Utara


90

memperoleh informasi tentang perlunya tindakan medis serta resiko yang

berkaitan dengan hal tersebut

Selain itu Dr. Maya Sefriana Lubis juga menerangkan bahwa, sebelum

dilakukannya informed consent perlu dipahami juga bagi pasien dan dokter

ketentuan tentang bentuk dan syarat dari suatu perjanjian, tujuannya ialah agar

dalam melaksanakan perjanjian tersebut para pihak sudah benar benar cakap dan

perjanjian yang dibuat tidak cacat dalam mata hukum. Berikut merupakan

penjelasan tentang syarat untuk melakukan perjnjian di aaskincare kota langsa :

a. Dewasa

b. Tidak dalam paksaan

c. Sehat jasmani dan rohani

Pasien haruslah dalam keadaan cakap hukum dan tidak dalam keadaan

terpaksa atau di bawah tekanan pihak lain. Mengenai bentuk dari perjanjian ialah

tertulis, informed consent atau dalam ketentuan lain dikenal dengan istilah

tindakan persetujuan medis merupakan perjanjian yang berbentuk tertulis.

Penggunaan perjanjian berbentuk tertulis lebih memiliki kekuatan hukum yang

jelas karena dapat dijadikan sebagai bukti apabila terjadi sengketa akibat dari

suatu perjanjian tersebut. Setelah disetujuinya perawaan medis beserta resiko yang

akan dialami setelah perawatan medis yang diajukan okter kepada pasiennya dan

pasien telah menyetujui perjanjan yang diajukan (telah menandatangani informed

consent) maka pada saat itu telah terjadi perjanjian pemberian kuasa yang

diberikan oleh pasien kepada dokter kecantikan tersebut.

Universitas Sumatera Utara


91

Selain perjanjian yang berbentuk tertulis, dalam prakteknya aaskincare di

kota langsa juga menerapkan tentang ketentuan perjanjian tidak tertulis. Seperti

yang dijelaskan oleh Dr. Maya Safriana Lubis, ada beberapa ketentuan tentang

perjanjian tidak tertulis yang dijlankan di aaskicare. Ketentuan mengenai

perjanjian tidak tertulis diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang

mengisyaratkan bahwa perjanjian tidak harus dilakukan secara tertulis. Sealain itu

perjanjiann secara lisan akan dianggap sah apabila tetap memenuhi syarat-syarat

sah suatu perjanjian. Pada prakteknya di klink aaskincare juga menerapkan

perjanjian lisan berupa hal-hal yang harus dipatuhi oleh pasien ketika hendak dan

atau sesudah melakukan perawatan. Misalnya pada saat dilangsungkannya

perwatan dokter akan menhimbau pasien untuk tetap tenang dan mematuhi

perintah dari dokter agar perwatan berjalan dengan baik. Pada saat sesudah

perawatan dokter juga akan menghimbau pasien untuk menghindari hal-hal yang

dapat menyebabkan perawatan tidak berjalan dengan maksimal, contohnya setalah

pasien melakukan perawatan maka diharuskan untuk tidak terpapar sinar matahari

secara terus menerus, menjaga asupan makanan, memakai obat yang diberikan

oleh dokter dll.

Jadi beradasarkan pembahasan di atas, bentuk perjanjian yang

diselenggarakan di klinik aaskincare dalam hal perwatan kecantikan ialah

berbentuk tertulis dan tidak tertulis. Perjanjian tersebut dilakukan lewat informed

consent, dengan tetap memperhatikan syarat-syarat sahnya perjanjian yang diatur

dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

Universitas Sumatera Utara


92

B. Bentuk Tangung Jawab yang Diberikan Oleh Klinik Terhadap Pasien

Apabila Terjadi Kerugian yang Disebabkan Oleh Pelayanan Jasa Perwatan

dan Produk Klinik Kecantikan Aaskincare Dalam Hal Perjanjian Tersebut

Ketentuan mengenai tanggung jawab sudah dibahas pada bab sebelumnya,

bahwa dalam melaksanakan kegiatannya pada umumnya pihak penyedia jasa

kesehatan baik itu klinik maupun dokter memberikan tanggung jawab dengan

berbagai bentuk. Berdasarkan hasil wawancara, ditemukan bahwa pada klinik

aaskincare terdapat beberapa bentuk pertanggungjawaban sebagai akibat dari

kerugian yang disebabkan oleh pelayanan jasa klinik kecantikan.

Berdsarkan pada hasil wawancara, ditemukan bahwa klinik aaskincare

memberikan bentuk tanggung jawab perdata kepada pasien yang mengalami

kerugian. Tanggung jawab perdata diatur dalam Pasal 1365 dan Pasal 1366

KUHPerdata, yang masing-masing menyebutkan bahwa

Setiap perbuatan yang melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada

orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,

mengganti kerugian104

Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang

disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan

karena kelalaian atau kurang hati-hatinya.105

104
Pasal 1365 KUHPerdata
105
Pasal 1366 KUHPerdata

Universitas Sumatera Utara


93

Pertanggungjawaban perdata bertujuan untuk mengganti rugi atas

kerugian yang diderita oleh pasien akibat adanya wanprestasi atau perbuatan

melawan hukum dari tindakan dokter. Kerugian yang dimaksud dalam hal ini

ialah apabila terjadi kesalahan dalam hal tindakan medis, artinya bahwa keslahan

tersebut ialah murni karena dokter, maka dari itu akibat dari hal tersebut akan

ditanggung oleh klinik aaskincare berupa biaya pengobatan sebagai bentuk

pertanggungjawaban. Tetapi apabila tindakan yang terjadi ialah berupa kesalah

murni dari pasien seperti terjadinya kecelakan setelah dilakukannya perawatan

kecantikan, maka hal tersebut bukan merupakan tanggung jawab klinik.

Dr. Mariza Alwi Harahap juga menjelaskan bahwa dokter juga akan

memberikan tanggung jawab terhadap pasien meskipun hal yang menjadi

kerugian pasien ialah di luar dari perjanjian tertulis atau dalam informed consent

misalnya seperti tanggung jawab klinik terhadap adanya efek samping yang

timbul akibat perawatan. Bahwa setiap orang tentu memiliki efek samping yang

berebeda misalkan pada kasus alergi yang ditimbulkan akibat perwatan, pada

pasien A zat yang disuntik tidak mengalami efek samping. Sedangkan pada pasien

B zat yang sama mengakibatkan efek samping berupa alergi. Hal tersebut tidak

tertulis dalam kesepakatan, tetapi sudah menjadi ketentuan tidak tertulis yang

menjadi tanggung jawab dri klinik aaskincare.

Pengaturan mengenai tanggung jawab dokter juga terdapat pada Undang-

Undang Perlindungan Konsumen, tepatnya pada Pasal 19 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 yang menjelaskan bahwa “Pelaku usaha

bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau

Universitas Sumatera Utara


94

kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan

atau diperdagangkan.” Berdasarkan pada ketentuan pasal tersebut, diketahui

bahwa terdapat beberapa unsur mengenai pertanggungjawaban.

Pertanggungjawaban dalam bentuk ganti rugi diberikan kepada konsumen sebagai

akibat dari tindakan pelaku usaha. Pelaku usaha dalam Pasal ini diartikan sebagai

dokter di aaskincare dan yang menjadi konsumen ialah pasien di klinik

aaskincare. Mengenai barang dan/atau jasa dalam Pasal ini dapat diartikan sebagai

jasa yang diberikan oleh dokter berupa perwatan ataupun konsultasi terhadap

keluhan dari pasien meliputi masalah wajah, tubuh, rambut, kulit dll. Sedangkan

yang menjadi barang ialah produk yang dijual di aaskincare baik itu obat-obatan,

kosmetik dan alat-alat kecantikan lainnya.

Barang dan/atau jasa yang ditawarkan ataupun dijual di aaskincare

sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari klinik dan dokter. Apabila dokter

dan/atau beautician melakukan kesalahanan dalam hal pemberian obat maka

berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen hal tersebut merupakan

menjadi tanggung jawab dari klinik sesuai dengan Pasal 19 UUPK.

Bentuk dari ganti rugi yang diberikan oleh klinik kepada pasien yang

mengalami kerugian berupa pemulihan kembali terhadap kondisi yang deluhkan

pasien oleh dokter, selain itu pasien akan diberikan perwatan secara gratis atau

dengan potongan harga tertentu dengan disesuaikan pada kondisi pasien tersebut,

penggantian produk yang diberikan sebelumnya dengan produk yang baru dan

pergantian produk tersebut harus disesuaikan dengan kondisi wajah pasien.

Universitas Sumatera Utara


95

Dalam hal pertanggungjawaban, klinik aaskincare memberikan tanggung

jawab kepada pasien berupa tanggung jawab perdata. Klinik akan bertanggug

jawab kepada pasien apabila kesalah tersebut merupakan kesalahan dari dokter

pada saat perawatan. Selain itu tanggunng jawab klink juga diberikan kepada

pasien apabila terjadi kesalahan dalam hal pemberian obat yang diatur dalam

Undang-Undng Perlindungan Konsumen. Segala bentuk tanggung jawab yang

diberikan oleh klinik direalisasikan lewat ganti rugi seperti pemaparan

sebelumnya.

C. Upaya Hukum Yang Dapat Ditempuh Oleh Pasien Apabila Mengalami

Kerugian Terhadap Jasa Perawatan Karena Dokter Tersebut Melanggar

Perjanjian

Upaya hukum adalah upaya yang diberikan undang-undang kepada

seseorang atau badan hukum untuk dalam hal tertentu melawan putusan hakim.

Dalam hal ini berkaitan dengan hak asasi manusia yang mengacu kepada hak bagi

seseorang yang dikenai oleh putusan hakim tersebut.106

Dalam prakteknya, beberapa pelaku usaha di berbagai bidang tentu

mengalami sengketa yang mengarah pada poses hukum lebih lanjut. Pada

penelitian tentang perjanjian teraupetik di klinik aaskincare kota langsa,

berdasarkan pada hasil wawancara penulis dengan dokter di klinik, ditemukan

keterangan bahwa di klinik aaskincare belum pernah terjadi sengketa sebelumnya.

106
Putra Halomoan Hsb, Tinjauan Yuridis Tentang Upaya-Upaya Hukum, Fakultas
Syariah dan Ilmu Hukum IAIN Padangsidimpuan.

Universitas Sumatera Utara


96

Dr. Maya Safriana Lubis menerangkan bahwa terkait upaya hukum yang

hendak diajukan oleh pasien, sebelumnya harus diperhatikan pada perjanjian awal

yang disepakati antara dokter dan pasien. Perjanjian awal yang dimaksud tersebut

ialah informed consent. Apabila terjadi sengketa yang terjadi akibat dari

terjadinya kerugian pasien, maka yang diperhatikan ialah isi dari perjanjian

sebelum dilakukannya perawatan. Hal-hal yang dapat menjadi dasar untuk

dilakukannya upaya hukum menurut Dr Maya Safriana Lubis ialah seperti

cacatnya perjanjian awal yang terindikasi dari tidak adanya tanda tangan dari

salah satu pihak dalam perjanjian.

Selain itu, sebelum dilakukannya upaya hukum di tingkat pengadilan,

maka akan dilakukan negosiasi terlebih dahulu antara pihak dokter dan pasien.

Negosiasi menurut kamus besar bahasa indonesia ialah proses tawar menawar

dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak

(kelompok organisasi) yang lain dan defenisi kedua adalah penyelesaian sengketa
107
secara damai melalui perundingan antara pihak yang bersengketa. Pemilihan

alternatif penyelesaian sengketa lewat jalur negosiasi akan lebih baik karena

dalam negosiasi para pihak dapat menyelesaikan permasalahannya sendiri,

bersifat rahasia, tidak adanya hukum acara yan megatur sehingga para pihak lebih

dinamis dalam penyelesiannya.

Adapun jenis upaya hukum yang dapat ditempuh oleh konsumen di bidang

jasa kecantikan untuk menuntuk haknya terkait ganti rugi akibat kerugian yang

dialami pada klink kecantikan ialah sebagai berikut :

107
Kamus Besar Bahasa Indonesia

Universitas Sumatera Utara


97

1. Jalur Litigasi

Dasar hukum unuk mengajukan gugatan di pengadilan terdapat dalam

ketentun Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentant Perlindungan Konsumen,

tepatnya pada Pasal 45 ayat (1) yang mengatakan bahwa “ setiap konsumen yang

dirugikan bisa menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas

menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan

yang berada di lingkungan peradilan umum berdasarkan pilihan sukarela para

pihak yang bersengketa.”108

Selain itu pada ketentuan Pasal 46 UUPK dikatakan bahwa yang diberikan

hak untuk mengajukan gugatan terkait ganti rugi antara lain ialah:

a. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang

bersangkutan

b. Kelompok konsumen yang mempunyai kepetntingan yang sama

c. Perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhhi

syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam

AD/ART nya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan

didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan

perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai

dengan AD/ART nya

108
Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Universitas Sumatera Utara


98

d. Pemerintah dna/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa

yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian

materi yang esar dan/atau korban yang tidak sedikit

2. Non Litigasi

Penyelesaian sengketa konsumen malalui jalur non litigasi (di luar

pengadilan) digunakan untuk mengatasi keberlakuan proses pengadilan, dalam

Pasal 45 ayat (4) UUPK disebutkan bahwa, “jika telah dipilih upaya penyelesaian

sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat

ditempuh jika upaya itu dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh

pihak yang bersengketa”. 109

Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dapat ditempuh melalui

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Direktorat Perlindungan

Konsumen Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), dan Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagai mediatornya. Dan melalui cara

negosiasi kepada pelaku usaha. Jika penyelesaian sengketa melalui BPSK, maka

salah satu pihak tidak dapat menghentikan perkaranya di tengah jalan, sebelum

BPSK menjatuhkan putusan. Artinya, bahwa mereka terikat utuk menempuh

proses pemeriksaan sampai saat penjatuhan putusan.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pelaku usaha (dokter) dan

konsumen (pasien) yang ada di klinik aaskincare bahwa upaya hukum yang dapat

di tempuh pasien apabila mengalami kerugian akibat jasa atau produk yang ada di

109
Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Universitas Sumatera Utara


99

aaskincare yaitu dengan cara non litigasi (di luar pengadilan) yaitu dengan cara

musyawarah dan negoisasi datang langsung ke klinik aaskincare untuk meminta

ganti rugi dan pertanggungjawaban terkait hal yang dirugikan sehingga para pihak

yitu dokter dan pasien dapat mencapai kata sepakat untuk berdamai.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengaturan umum tentang perjanjian diatur dalam 1313 KUHPerdata,

selain itu, dalam Mukadimah Kode Etik Kedokteran Indonesia yang

dilampirkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI. Nomor :

434/MEN.KES/X/1983 Tentang Berlakunya Kode Etik Kedokteran

Indonesia Bagi Para Dokter di Indonesia diatur mengenai perjanjian

teraupetik yaitu hubungan antara dokter dengan pasien atau penderita

yang dilakukan dalam suasana saling percaya (konfidensial), serta

senantiasa diliputi oleh segala emosi, harapan, dan kekhawatiran

makhluk insani. Dalam perjanjian teraupetik yang menjadi subjeknya

ialah terdiri dari dokter dan pasien.Sementara itu yang menjdi objeknya

ialah berupa upaya/terapi untuk penyembuhan pasien. Secara umum

berakhirnya hubungan antara dokter dan pasien disebabkan oleh

beberapa hal seperti sembuhnya pasien; dokter mengundurkan diri;

pengakhiran oleh pasien; meninggalnya pasien; sudah selesainya

kewajiban dokter seperti ditentukan didalam kontrak; apabila dokter

yang melakukan pengobatan atau dokter pilihan pasien sudah datang,

atau terdapat penghentian keadaan kegawat daruratan; lewat jangka

100

Universitas Sumatera Utara


101

waktu yaitu apabila kontrak medis itu ditentukan untuk jangka waktu

tertentu dan persetujuankedua belah pihak antara dokter dan pasiennya

bahwa hubungan dokter dan pasien itu sudah diakhiri.

2. Hubungan hukum antara pasien dengan dokter dapat terjadi antara lain

karena pasien sendiri yang mendatangi dokter untuk meminta

pertolongan terkait sakit yang dideritanya, dalam keadaan seperti ini

terjadi persetujuan kehendak antara kedua belah pihak, dan terjadi

hubungan hukum yang bersumber dari kepercayaan pasien terhadap

dokter, sehingga pasien bersedia memberikan persetujuan. Hubungan

dokter dan pasien yang didasarkan pada transaksi terapeutik, pada

prinsipnya harus tetap memperhatikan objek sahnya suatu perjanjian

sebagaimana yang dimaksudkan dalam ketentuan Pasal 1320

KUHPerdata. Selain itu hubungan hukum antara dokter dan pasien juga

terjadi berdasarkan dua hal yaitu berdasarkan perjanjian dan berdasarkan

undang-undang. Sedangkan hubungan hukum yang timbul berdasarkan

undang-undang dimuat pada rumusan Pasal 1233 KUHPerdata yang

menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena

persetujuan ataupun baik karena undang-undang. Dalam upaya

penyembuhan pasien dokter juga mempunyai kewenangan dan tanggung

jawab terhadap pasien yaitu kewenangan nya ialah: Mewawancarai

pasien; Memeriksa fisik dan mental pasien; Menentukan pemeriksaan

penunjang; Menegakkan diagnosis; Menentukan penatalaksaan dan

pengobatan pasien; dan melakukan hal lain yang diperlukan demi

Universitas Sumatera Utara


102

kesembuhan pasien. Sedangkan yang menjadi tanggunngjawab dokter

ialah: Tanggung jawab etis, Tanggung jawab profesi dan tanggung

jawab hukum.

3. Pelaksanaan perjanjian antara dokter dan pasien memiliki bentuk

perjanjian yang terdiri dari perjanjian tertulis dan tidak tertulis.

Perjanjian tertulis di klinik aaskincare berupa informded consent (surat

persetujuan tindakan medis). Selain perjanjian yang berbentuk tertulis,

dalam prakteknya aaskincare di kota langsa juga menerapkan tentang

ketentuan perjanjian tidak tertulis. Seperti yang dijelaskan oleh Dr.

Maya Safriana Lubis, ada beberapa ketentuan tentang perjanjian tidak

tertulis yang dijlankan di aaskicare. Ketentuan mengenai perjanjian tidak

tertulis diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang mengisyaratkan

bahwa perjanjian tidak harus dilakukan secara tertulis. pasien untuk

tetap tenang dan mematuhi perintah dari dokter agar perwatan berjalan

dengan baik. Kemudian bentuk dari tanggung jawab yang diberikan oleh

klinik ialah memberikan ganti rugi yang didasarkan pada

pertanggungjawaban perdata dan dalam hal perlindungan

konsumen.Terkait upaya hukum, berdasarkan hasil wawancara penulis

dengan pelaku usaha (dokter) dan konsumen (pasien) yang ada di klinik

aaskincare ditemukan bahwa upaya hukum yang dapat di tempuh pasien

apabila mengalami kerugian akibat jasa atau produk yang ada di

aaskincare yaitu dengan cara non litigasi (di luar pengadilan) yaitu

dengan cara musyawarah dan negoisasi secara langsung ke klinik

Universitas Sumatera Utara


103

aaskincare untuk meminta ganti rugi dan pertanggungjawaban terkait hal

yang dirugikan sehingga para pihak yaitu dokter dan pasien dapat

mencapai kata sepakat untuk berdamai.

B. Saran

1. Masih kurangnya ketentuan peraturan tentang perjanjian terapeutik

secara khusus dalam literatur, maka dari itu disarankan kepada tenaga

medis maupun pemerintah dan akademisi untuk secara bersama

membuat peraturan yang secara konkrit dan komperhensif mengatur

tentang perjanjian terapeutik sehingga terciptanya kepastian hukum

terhadap dokter, pasien ataupun pihak terkait yang memiliki hubungan

langsung ataupun tidak langsung dengan perjanjian terapeutik.

2. Terhadap klinik aaskincare kota Langsa dalam hal hubungan hukum

antara dokter dan pasien kiranya sebelum dilakukannya perawatan

ataupun perjanjian terapeutik terlebih dahulu memahami ketentuan

hukum mengenai hubungan antara dokter dan pasien. Selain itu dalam

penyepakatan informed consent, para pihak yaitu dokter dan pasien

kiranya telah mengetahui apa yang menjadi akibat hukum dari informed

consent tersebut dengan tetap memperhatikan ketentuan hukum yang

berlaku.

3. Segala bentuk perjanjian yang diterapkan oleh klinik aaskincare harus

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Apabila hendak menggunakan perjanjian tidak tertulis(lisan) maka

pihak dokter maupun pasien harus memenuhi syarat-syarat sahnya

Universitas Sumatera Utara


104

perjanjian sehingga perjanjian lisan tersebut memiliki kekuatan yang

mengikat. Dalam hal tanggungjawab kiranya klinik aaskincare kota

Langsa juga menerapkan tanggungjawab yang sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang ada misalnya Undang-undang No.

8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen tepatnya ketentuan yang

mengatur mengenai tanggungjawab pelaku usaha dalam hal ini adalah

dokter. Kemudian terkait upaya hukum yang diterapkan di klinik

aaskincare diharapkan agar ketika terjadi sengketa dan para pihak

memilih jalur non litigasi (diluar pengadilan) untuk meminta pihak

ketiga sebagai penengah antara pihak yang bersengketa agar jalan

menuju damai antar pihak dapat terwujud. ...............................................

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ameln, Fred. Kapita Selekta Hukum Kedokteran. Jakarta: Grafika Tama Jaya.
1991.
Amri, Amril. Bunga Rampai Hukum Kesehatan. Jakarta: Widya Medika. 1997.
Budianti, Agus dan Gwendollyn Ingrid Utama. Aspek Jasa Pelayanan Kesehatan
dalam Perspektif Perlindungan Pasien. Bandung: Karya Putra Darwati.
2010.
Chazawi, Adami. Multipraktik Kedokteran. Malang: Bayu Media. 2007
Darus, Mariam. KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan.
Bandung: Alumni. 2005.
Darus, Mariam. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2001.
Darus, Mariam. Aneka Hukum Bisnis. Bandung: Alumni Bandung. 1994.
Guwandi, J. Dokter Pasien dan Hukum. Jakrta: Fakultas Kedokteran Universtas
Indonesia. 2003.
Harahap, M Yahya. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni. 1986.
H.S, Salim. Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan.Jakarta: Sinar Grafika.
2008
H.S, Salim. Perkembangan Hukum Kontrak di luar KUHPerdata. Jakrta:
Rajawali Press. 2006.
Koeswandi, Hermian Hadlati. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan Asas-Asas dan Permasalahan Imolementasinya. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti. 1999.
Koeswadji, Hermein Hadrati. Hukum Kedokteran. Bandung: Citra Aditya Bakti.
1998.
Komalawati, Veronika. Peran Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2002
Komulawati, Veronica. Hukum dan Etika dalam Praktik Dokter. Jakarta: Sinar
Harapan. 1989.
Meliala, Qirom A. Pokok-Pokok Hukum Perikatan Beserta Perkemangannya.
Yogyakarta: Liberty. 1985.

105

Universitas Sumatera Utara


106

Mertokusumo, Sudikno. Mengenai Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty.


1998
Miru, Ahmadi. Hukum Kontrak Bernuansa Islam. Jakarta: Rajawali Press. 2012.
Muhammad, Abdul Kadir. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya
Bakti. 2010.
Muhammad, Abdul Kadir. Hukum Perikatan. Bandung: Citra Aditya Bakti. 1992.
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Perikatan yang Lahir Dari Perjanjian.
Jakrta: Raja Grafindo Persada. 2003.
Muslim, Amrah. Beberapa Asas dan Pengertian Pokok tentang Administrasi dan
Hukum Administrasi. Bandung: Alumni. 1985.
Nasution, Bahder Johan, Hukum Kesehatan (Pertanggung Jawaban Dokter).
Jakarta: Rineka Cipta. 2005.
Ohoiwutun, Y.A.Triana. Bunga Rampai Hukum Kedokteran. Malang: Bayu
Media. 2007.
Patrik, Purwahid. Dasar-Dasar Hukm Perikatan. Bandung: Mandar Maju. 1994
Prodjodikoro, Wirjono. Asas-Asas Hukum Perjanjian. Bandung: Sumur.1981.
Raharjo, Handri. Hukum Perjanjian di Indonesia. Jakarta: Pustaka Yustisia. 2009.
Raharjo, Handri. Hukum Perusahaan. Yogyakarta: Pustaka Yustisia. 2009.
Santoso Lukman. Hukum Perjanjian Kontrak. Yogyakarta: Cakrawala. 2012
Satrio, J. Hukum Perikatan. Bandung: Citra Aditya Bakti. 1993.
Setiawan, I Ketut Oka. Hukum Perikatan. Jakarta: Sinar Grafika. 2016.
Sofwan, Dahlan. Hukum Kesehatan Rambu-Rambu Dalam Profesi Dokter.
Semarang: Universitas Diponegoro. 1999.
Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa. 2003.
Soebekti. Hukum Perjanjian cet. XVI. Jakarta: Intermasa. 2005
Sudarsono. Kamus Hukum. Jakarta: Rinka Cipta. 2007.
Supriadi, Wila Chandrawila. Hukum Kedokteran. Bandung: Mandar Maju. 2001.
Syahrani, Ridhuan. Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung:
Alumni. 1992.
Syamsudin, Syaufi Muhammad. Perjanjian Dalam Hubungan Industrial. Jakarta:
Sarana Bhakti Persada. 2005.

Universitas Sumatera Utara


107

Wibowo, Sunarto Ady. Hukum Kontrak Terapeutik di Indonesia. Medan: Pustaka


Bunga Press. 2009.
Widjaja, Gunawan. Memahami Prinsip Keterbukaan Dalam Hukum Perdata.
Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2006.

Undang-Undang

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Peraturan Kepala BPOM Nomor. 14 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit

Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 434/Men.Kes/X/1983 tentang

Berlakunya Kode Etik Kedokteran Indonesia Bagi Para Dokter di Indonesia

Jurnal

Astuti, Endang Kusumah. Hubungan Hukum Antara Dokter Dan Pasien Dalam
Upaya Pelayanan Medis. 2003( Semarang:Bayu Media Publishing, 2003),
Putra Halomoan Hsb, Tinjauan Yuridis Tentang Upaya-Upaya Hukum, Fakultas
Syariah dan Ilmu Hukum IAIN Padangsidimpuan.

Internet

Herman “Catatan Herman (mengenal ilmu Hukum)” diakses dari


http://hermansh.blogspot.com/search?q=syarat+sahnya+perjanjian, pada
tanggal 14 Maret 2014 Pukul 23.16.
Ujangketul “Mengenal Informed Consent” di akses dari
http://www.scribd.com/doc/ 22040447/All-About-Informed-Consent
diakses pada tanggal 24 November 2019 pukul 11.35 Wib.

Universitas Sumatera Utara


108

Muchlisin Riadi, Pengertian, Asas, dan Jenis-jenis Perjanjian,


https://www.kajianpustaka.com/2019/02/pengertian-asas-dan-jenis-
perjanjian.html?m=1, diakses pada tanggal 2 Januari 2020.
Dina Syarifa, http://journal.sociolla.com/tips-hacks/dokter-kecantikandan-dokter-
kulit-apa-bedanya diakses pada senin 20 Maret 2017 pada pukul 10:35
Dokter Arief,https://dokterarief.blogspot.com/2010/08/hak-dan-kewajiban-
seorang-dokter.html, diakses pada tanggal 12 Januari 2020 Pukul 17:00
Wib.
Feri Antoni Surbakti, “Hubungan Hukum Antara Dokter Dan Pasien Dalam .
TransaksiTerapuetik”,http://feriantonisurbakti.blogspot.com/2013/08/hubu
nganhukum-antara-dokter-dan-pasien.html?m=1 , diakses pada tanggal 12
Januari 2020, Pukul 20:00 Wib.
Nur Hariandi. 2013, (Tips Hukum: Wewenang, Kewajiban dan Hak Dokter),
http://www.gresnews.com/berita/tips/1748115-tips-hukum-kewenangan-
kewajiban-dan-hak-dokter/0/, diakses pada tanggal 13 Januari 2020 pukul
17:30 Wib.
Rully Novian, https://lawrully.wordpress.com/2011/02/25/pengertian-
malpraktik/amp/., diakses pada tanggal 18 Januari 2020, pukul 01:00
Wib
Cole Sirucek, dkk, “Apa itu Dermatologi: Gambaran Umum”,
https://www.docdoc.com/id/info/specialty/dermatologi, diakses pada
tanggal 23 Januari 2020, Pukul 13.00 Wib.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

You might also like